Anda di halaman 1dari 13

2.10 Teori Pariwisata 2.10.

1 Pengertian dan Batasan Pariwisata Istilah pariwisata berasal dari dua suku kata, yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali atau berputar-putar. Wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain. Pengertian pariwisata secara luas dapat dilihat dari beberapa definisi sebagai berikut : Menurut A.J. Burkart dan S. Medlik, pariwisata berarti perpindahan orang untuk sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan tersebut.(Soekadijo,2000:3) Menurut Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapf, pariwisata dapat didefinisikan sebagai keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal di situ untuk melakukan suatu pekerjaan yang penting yang memberikan keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara. (Soekadijo,2000:12) Menurut World Tourism Organization (WTO), pariwisata adalah kegiatan seseorang yang bepergian ke atau tinggal di suatu tempat di luar lingkungannya yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus menerus, untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan lainnya. ( Kaseke,1999) Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1990, kepariwisataan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan dan pengusahaan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata, usaha jasa pariwisata, serta usahausaha lain yang terkait. ( Kaseke,1999) Pengunjung dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu wisatawan dan ekskursionis. Menurut Norval, wisatawan ialah setiap orang yang datang dari suatu negara asing, yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan yang di negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membelanjakan uang yang didapatkannya di lain tempat. ( Soekadijo,2000;13)

Pada tahun 1937, Komisi Ekonomi Liga Bangsa-bangsa menyebutkan motifmotif yang menyebabkan orang asing dapat disebut wisatawan. Mereka yang termasuk wisatawan adalah : Orang yang mengadakan perjalanan untuk bersenang-senang (pleasure), karena alasan keluarga, kesehatan dan sebagainya. Orang yang mengadakan perjalanan untuk mengunjungi pertemuan-pertemuan atau sebagai utusan (ilmiah, administratif, diplomatik, keagamaan, atletik dan sebagainya) Orang yang mengadakan perjalanan bisnis. Orang yang datang dalam rangka pelayaran pesiar (sea cruise), kalau ia tinggal kurang dari 24 jam. Akan tetapi istilah wisatawan tidak meliputi orang-orang berikut : Orang yang datang untuk memangku jabatan atau mengadakan usaha di suatu negara. Orang yang datang untuk menetap. Penduduk daerah perbatasan dan orang yang tinggal di negara yang satu, akan tetapi bekerja di negara tetangganya. Pelajar, mahasiswa dan kaum muda di tempat-tempat pemondokan dan di sekolah-sekolah. Orang yang dalam perjalanan melalui sebuah negara tanpa berhenti di situ, meskipun di negara itu lebih dari 24 jam. Ekskursionis adalah pengunjung yang hanya tinggal sehari di negara yang dikunjunginya, tanpa bermalam. Hal tersebut juga meliputi orang-orang yang mengadakan pelayaran pesiar (cruise passanger). Di dalamnya tidak termasuk orangorang yang secara legal tidak memasuki sesuatu negara asing, seperti misalnya orang yang dalam perjalanan menunggu di daerah transit di pelabuhan udara. 2.10.2 Jenis-jenis Wisata Wisata berdasarkan jenis-jenisnya dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu : 1. Wisata Alam, yang terdiri dari: a. Wisata Pantai (Marine tourism), merupakan kegiatan wisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana untuk berenang, memancing, menyelam, dan

olahraga air lainnya, termasuk sarana dan prasarana akomodasi, makan dan minum. b. Wisata Etnik (Etnik tourism), merupakan perjalanan untuk mengamati perwujudan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang dianggap menarik. c. Wisata Cagar Alam (Ecotourism), merupakan wisata yang banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang (margasatwa) yang langka, serta tumbuh-tumbuhan yang jarang terdapat di tempat-tempat lain. d. Wisata Buru, merupakan wisata yang dilakukan di negeri-negeri yang memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakkan oleh berbagai agen atau biro perjalanan. e. Wisata Agro, merupakan jenis wisata yang mengorganisasikan perjalanan ke proyek-proyek pertanian, perkebunan, dan ladang pembibitan di mana wisata rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun menikmati segarnya tanaman di sekitarnya 2. Wisata Sosial-Budaya, yang terdiri dari : a. Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan monumen, wisata ini termasuk golongan budaya, monumen nasional, gedung bersejarah, kota, desa, bangunan-bangunan keagamaan, serta tempat-tempat bersejarah lainnya seperti tempat bekas pertempuran (battle fields) yang merupakan daya tarik wisata utama di banyak negara. b. Museum dan fasilitas budaya lainnya, merupakan wisata yang berhubungan dengan aspek alam dan kebudayaan di suatu kawasan atau daerah tertentu. Museum dapat dikembangkan berdasarkan pada temanya, antara lain museum arkeologi, sejarah, etnologi, sejarah alam, seni dan kerajinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, industri, ataupun dengan tema khusus lainnya. 2.10.3 Klasifikasi Motif dan Tipe Wisata Untuk mengadakan klasifikasi motif wisata harus diketahui semua atau setidak-tidaknya semua jenis motif wisata. Akan tetapi tidak ada kepastian untuk dapat mengetahui semua jenis motif wisata tersebut. Tidak ada kepastian bahwa halhal yang dapat diduga dapat menjadi motif wisata atau terungkap dalam penelitianpenelitian motivasi wisata (motivation research) tersebut telah meliputi semua kemungkinan motif perjalanan wisata. Pada hakikatnya motif orang untuk

mengadakan motif wisata tersebut tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi. Motif-motif wisata yang dapat diduga dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : 1. Motif Fisik, yaitu motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah seperti olahraga, istirahat, kesehatan, dan sebagainya. 2. Motif Budaya, motif tersebut lebih memperhatikan motif wisatawan bukan atraksinya. Hal tersebut terlihat dari motif wisatawan yang datang ke tempat wisata lebih memilih untuk mempelajari, sekedar mengenal, atau memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain daripada menikmati atraksi yang dapat berupa pemandangan alam atau flora dan fauna. 3. Motif Interpersonal, merupakan motif yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, berkenalan dengan orang-orang tertentu atau sekedar melihat tokoh-tokoh terkenal. 4. Motif Status atau Prestise, merupakan motif yang berhubungan dengan gengsi atau status seseorang. Maksudnya ada suatu anggapan bahwa orang yang pernah mengunjungi suatu tempat tertentu dengan sendirinya melebihi sesamanya yang tidak pernah berkunjung ke tempat tersebut. 2.10.4 Komponen-komponen Wisata Menurut Inskeep (1991:38), di berbagai macam literatur dimuat berbagai macam komponen wisata. Namun ada beberapa komponen wisata yang selalu ada dan merupakan komponen dasar dari wisata. Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Komponen-komponen wisata tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut : Atraksi dan kegiatan-kegiatan wisata Kegiatan-kegiatan wisata yang dimaksud dapat berupa semua hal yang berhubungan dengan lingkungan alami, kebudayaan, keunikan suatu daerah dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan wisata yang menarik wisatawan untuk mengunjungi sebuah obyek wisata. Akomodasi Akomodasi yang dimaksud adalah berbagai macam hotel dan berbagai jenis fasilitas lain yang berhubungan dengan pelayanan untuk para wisatawan yang berniat untuk bermalam selama perjalanan wisata yang mereka lakukan. Fasilitas dan pelayanan wisata

Fasilitas dan pelayanan wisata yang dimaksud adalah semua fasilitas yang dibutuhkan dalam perencanaan kawasan wisata. Fasilitas tersebut termasuk tour and travel operations (disebut juga pelayanan penyambutan). Fasilitas tersebut misalnya : restoran dan berbagai jenis tempat makan lainnya, toko-toko untuk menjual hasil kerajinan tangan, cinderamata, toko-toko khusus, toko kelontong, bank, tempat penukaran uang dan fasilitas pelayanan keuangan lainnya, kantor informasi wisata, pelayanan pribadi (seperti salon kecantikan), fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas keamanan umum (termasuk kantor polisi dan pemadam kebakaran), dan fasilitas perjalanan untuk masuk dan keluar (seperti kantor imigrasi dan bea cukai). Fasilitas dan pelayanan transportasi Meliputi transportasi akses dari dan menuju kawasan wisata, transportasi internal yang menghubungkan atraksi utama kawasan wisata dan kawasan pembangunan, termasuk semua jenis fasilitas dan pelayanan yang berhubungan dengan transportasi darat, air, dan udara.

Infrastruktur lain Infrastruktur yang dimaksud adalah penyediaan air bersih, listrik, drainase, saluran air kotor, telekomunikasi (seperti telepon, telegram, telex, faksimili, dan radio).

Elemen kelembagaan Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang diperlukan untuk membangun dan mengelola kegiatan wisata, termasuk perencanaan tenaga kerja dan program pendidikan dan pelatihan; menyusun strategi marketing dan program promosi; menstrukturisasi organisasi wisata sektor umum dan swasta; peraturan dan perundangan yang berhubungan dengan wisata; menentukan kebijakan penanaman modal bagi sektor publik dan swasta; mengendalikan program ekonomi, lingkungan, dan sosial kebudayaan. Gambar 2.5 menunjukkan komponen-komponen wisata tersebut dalam suatu

hubungan keseluruhan dari lingkungan alami dan sosial ekonomi antara pasar internasional dan wisatawan domestik yang akan dilayani dan kawasan tempat tinggal

yang digunakan sebagai tempat atraksi, penyediaan fasilitas, pelayanan, dan infrastruktur. GAMBAR 2.5 KOMPONEN PERENCANAAN WISATA
Sumber :Inskeep, 1991:39
mp
pas ok

is a ta w a n d o m e s tik d a n ar w in te r

lo Ke

na

s io

na

K e g ia ta n d a n a tr a k s i w is a ta

T ra n s p o rta s i L in g k u n g a n a la m i d a n s o s ia l e k o n o m i In fra stru k tu r

A kom odasi

F a s ilita s d a n p e la y a n a n w is a ta

E le m e n k e le m b a g a a n
Fa

2.10.5 Dampak Pembangunan Pariwisata Dampak pembangunan pariwisata untuk suatu kawasan sangat bervariasi. Hal tersebut tergantung kepada intensitas pembangunan, skala pembangunan, sampai kepada tingkat kerentanan suatu kawasan dalam menghadapi pembangunan pariwisata di kawasan tersebut. Dampak tersebut dapat berupa dampak pada aspek sosialbudaya, ekonomi dan lingkungan. Dampak pembangunan tersebut juga dapat bersifat positif maupun negatif. Menurut Baud-Bovy (1998:7), dampak pariwisata pada suatu kawasan dilihat dari aspek sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut : TABEL 2.3 DAMPAK PEMBANGUNAN PARIWISATA DILIHAT DARI ASPEK SOSIAL BUDAYA, EKONOMI DAN LINGKUNGAN Dampak Negatif
Lingkungan alami Adanya perubahan ekosistem. Tingkat urbanisasi yang tinggi yang menyebabkan degradasi pemandangan alami. Polusi laut (tidak hanya dari kegiatan pariwisata). Erosi pantai (pembangunan dermaga). Pengurangan luas hutan alami.

s ili

ta s

dan

a tra k s i

w is a ta d i k a w asan

w is a

ta

Dampak Positif
Adanya gerakan untuk mengkonservasi lingkungan, seperti penciptaan taman-taman alam ( yang menempatkan keindahan alam, hewan langka, dan lain-lain sebagai atraksi utama bagi para wisatawan). Adanya inisiatif untuk menyediakan perawatan dan pemurnian sistem pembuangan limbah.

Polusi udara, penambahan jumlah sampah. Penggunaan air tanah yang berlebihan. Polusi air tanah. Lingkungan Sosial-budaya Kehilangan identitas dan kebudayaan tradisional. Pertumbuhan tingkat kemakmuran yang terlalu cepat (dengan menjual properti yang ada). Adanya persaingan ekonomi yang tidak seimbang antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan lainnya. Peningkatan harga pembelian dan penyewaan properti di kawasan tersebut. Lingkungan Perkotaan Tingginya angka urbanisasi Adanya keseragaman/kesamaan dari beberapa kawasan pariwisata. Pembangunan kawasan wisata yang melebihi kapasitas kawasan tersebut. Pembangunan bangunan secara ilegal. Degradasi lingkungan perkotaan. Perubahan tingkat estetika secara negatif. Polusi udara dan suara.

Adanya peningkatan pendapatan. Terbukanya kesempatan untuk bekerja dan melakukan transaksi bisnis. Adanya persinggungan dengan kebudayaan lain. Adanya kemajuan pada standar kebudayaan dan pendidikan.

Kemajuan jaringan komunikasi dan transportasi. Adanya perhatian yang lebih mengenai penampilan kota secara keseluruhan. Rehabilitasi bangunan-bangunan yang mulai hancur dan tidak terpakai di kawasan perkotaan.

Sumber : Baud-Bovy, 1998

2.10.6 Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Objek Pariwisata Saat ini perlindungan benda bersejarah tidak hanya sebagai unsur pelengkap dalam perencanaan kota, tetapi merupakan bagian utama dari perencanaan perkotaan. Perlindungan benda bersejarah ini meliputi penggunaan kembali yang bersifat adaptif, rehabilitasi dan pembangunan kembali daerah-daerah kuno yang biasanya terletak di pusat perkotaan (Catanese,1988:413). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya penyempurnaan dari Monumenten Ordonnantie No. 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 No. 238), sebagaimana telah diubah dengan Monumenten Ordonnantie No. 21 Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 No. 515) antara lain menyatakan bahwa benda buatan manuasia yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah termasuk ke dalam benda cagar budaya (Susandi, 1999:17). Perlindungan benda cagar budaya merupakan salah satu upaya bagi pelestarian warisan budaya bangsa yang mencerminkan peradaban suatu bangsa. Upaya pelestarian tersebut sangat berarti bagi kepentingan pembinaan dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, serta pemanfaatan lainnya seperti pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan negara. Para wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara, umumnya sangat terkesan dengan keseluruhan dari pemandangan yang ada, barang-barang bersejarah

yang ditemukan di kawasan wisata, pancaran aura yang terpancar dari lingkungan sekitar, kegiatan atau kebiasaan rutinitas yang masih dipraktekkan, keunikan dari suatu kawasan, atau pada fakta bahwa suatu kunjungan wisata memerlukan waktu yang lebih lama. Daftar dan peringkat ketertarikan wisatawan pada suatu monumen berbeda dengan kepentingan arkeologi dan hal tersebut sangat dipengaruhi oleh cara monumen tersebut dipresentasikan, termasuk rekonstruksinya, cara penginterpretasiannya dan interaksi monumen tersebut dengan sejarahnya. Hal tersebut berkaitan dengan pemahaman, baik secara keteknikan maupun keilmuan, dimana penginterpretasian dan penjelajahan merupakan salah satu bagian terpenting dari pengalaman kependidikan. Menurut Baud-Bovy (1998:230), hal-hal yang dapat membuat wisatawan tertarik adalah: Pusat orientasi, yang mempresentasikan sejumlah ilustrasi sejarah, tampilantampilan yang interaktif, penjelasan-penjelasan deskriptif secara terperinci, dan lain sebagainya. Kesempatan untuk mengalami sendiri kejadian-kejadian, berbagai aktivitas, dan kondisi sesungguhnya dengan menggunakan aktor atau kondisi tiruan dari suatu sejarah (museum hidup). Rekonstruksi dari reruntuhan bangunan untuk mengilustrasikan skala monumental dari keadaan asli suatu sejarah. Pusat wisatawan (visitor centre), termasuk toko cinderamata, fasilitas informasi dan fasilitas umum lainnya. Cara terbaik untuk menkonservasi suatu monumen, menurut Baud-Bovy (1998:230), adalah dengan cara menggunakan monumen tersebut, baik dengan cara menjamin kelangsungan dari fungsi aslinya (seperti keagamaan, kepentingan politik) maupun dengan mengubah fungsinya menjadi kegiatan sementara (misalnya mengadakan festival) atau dengan kegunaan yang lebih permanen (untuk museum, hotel pemuda, pusat informasi wisatawan, hotel, dan lain sebagainya). Suatu kawasan monumental tidak harus didominasi oleh museum-museum yang ada pada kawasan tersebut dan sebaiknya kawasan tersebut tidak diisolasi dari lingkungan sebenarnya dengan menggunakan taman-taman ornamental, tempat parkir dan lain-lain. Upaya menjaga kelangsungan kawasan monumental tersebut haruslah

tidak kentara dan bersifat sebagai pelengkap. Upaya-upaya tersebut diantaranya adalah : Menjaga lebar jalan masuk kawasan sekecil mungkin (dengan lebar 5,5 m atau bahkan 3 m) dan menghindari jalan masuk langsung menuju ke monumen (sebagai bagian dari kejutan bagi para pengunjung). Menyembunyikan fasilitas-fasilitas yang sebaiknya tidak terlihat dari kawasan monumental tersebut (seperti tempat parkir). Meminimalisasi modifikasi yang dilakukan terhadap pemandangan alam natural dan karakteristiknya. Melindungi lingkungan sekitar dari perubahan-perubahan yang berarti khususnya dari pembangunan gedung-gedung baru. Mengatur kunjungan baik berupa kunjungan individual maupun kunjungan berkelompok.

2.10.7 Arah dan Kebijaksanaan Pariwisata Di DKI Jakarta Arah dan Kebijaksanaan tertuang dalam poin-poin sebagai berikut : 1. Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1998. Di dalam GBHN Tahun 1998 tertuang suatu kebijaksanaan mengenai kegiatan pariwisata di DKI Jakarta yaitu meningkatkan pengembangan pariwisata nasional sebagai sektor pembangunan yang dapat diandalkan untuk memperbesar penerimaan devisa, memperluas kesempatan kerja dan lapangan kerja, mendorong kegiatan daerah dan kegiatan ekonomi lainnya, memperkenalkan alam dan budaya serta memupuk rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa. 2. Pola Dasar Rencana Pembangunan DKI Jakarta. Sesuai dengan arahan sebagaimana tercantum dalam poladasar pembangunan daerah DKI Jakarta Tahun 1994/1995-1998/1999, pembangunan kepariwisataan dititikberatkan pada : a. Pembangunan pariwisata diarahkan untuk terwujudnya Jakarta sebagai salah satu tujuan wisata utama di Indonesia dengan meningkatkan kegiatan promosi dan pemasaran terpadu dalam pengadaan bahan promosi dan informasi pariwisata serta penyelenggaraan peristiwa (event) wisata, pembinaan usaha

pariwisata, peningkatan fasilitas wisata, peningkatan mutu sumber daya manusia pariwisata melalui program pendidikan dan pelatihan yang tepat guna, serta peningkatan sadar wisata. Pengembangan pariwisata nusantara di DKI Jakarta dilaksanakan sejalan dengan upaya memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa, serta menanamkan jiwa, semangat, dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional terutama dalam bentuk penggalakan pariwisata remaja dan pemuda. b. Pembangunan kepariwisataan harus menjaga terpeliharanya kepribadian bangsa, nilai-nilai kehidupan beragama, serta harus mencegah hal-hal yang dapat merugikan kehidupan masyarakat dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, serta fungsi dan mutu lingkungan hidup sehingga sesuai dengan arah pembangunan DKI Jakarta. 2.10.8 Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kepariwisataan DKI Jakarta A. Tujuan Pembangunan Pariwisata Tujuan pembangunan kepariwisataan di DKI Jakarta adalah sebagai berikut : 1. Mengembangkan dan mengintegrasikan seluruh sumber daya yang meliputi alam, seni budaya, serta aktifitas kehidupan masyarakat kota. 2. Meningkatkan kualitas sarana pariwisata dan mendorong fungsi prasarana kota untuk kepariwisataan. 3. Menumbuhkan apresiasi dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan pariwisata. 4. Meningkatkan sinergi antar industri yang mendukung kepariwisataan. 5. Memberdayakan ekonomi rakyat. 6. Mendayagunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 7. Meningkatkan sinergi pembangunan pariwisata antar daerah. 8. Mengoptimalkan aksesibilitas ke daerah. 9. Mewujudkan Jakarta sebagai barometer kepariwisataan. 10. Mengantisipasi tekanan dan kecenderungan global (krisis ekonomi, jaringan usaha multi nasional, isu lingkungan, dan Hak Asasi Manusia). 11. Meningkatkan peran aktif dalam hubungan kerjasama pariwisata melalui lembagalembaga internasional. 12. Mengoptimalkan peran promosi pariwisata yang memiliki daya saing multi sektoral.

B. Sasaran Pembangunan Wisata Sasaran, kebijaksanan, dan langkah-langkah yang ditempuh Pemda DKI Jakarta dalam rangka pengembangan pariwisata di DKI Jakarta adalah : 1. Terlaksananya prioritas pembangunan yang didasarkan atas keunggulan potensi kota. 2. Terselenggaranya paket pembangunan yang terintegrasi dan membentuk lingkungan yang memiliki daya tarik. 3. Terwujudnya masyarakat Sadar Wisata dan kondisi Sapta Pesona. 4. Terwujudnya kualitas dan daya saing industri pariwisata sebagai andalan perekonomian. 5. Terwujudnya kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta iklim kewirausahaan yang mendukung kepariwisataan. 6. Terwujudnya pemanfaatan teknologi informasi, transportasi, komunikasi, dan manajemen kepariwisataan di lingkungan pemerintah dan industri pariwisata yang mendorong inovasi produk dan pelayanan wisata. 7. Terwujudnya standar kualitas produk-produk unggulan masing-masing daerah yang membentuk jaringan wisata terpadu. 8. Tersedianya sistem transportasi dan komunikasi antar daerah yang mendukung kemudahan mobilitas wisatawan. 9. Tercapainya keunggulan produk dan jasa pariwisata yang memberikan manfaat poleksosbud-hankam. 10. Terselenggaranya kegiatan pemasaran yang optimal dan berkesinambungan. 11. Meningkatnya partisipasi/peran aktif dan kemitraan Jakarta dalam berbagai media komunikasi pariwisata internasional. 12. Terciptanya peran promosi pariwisata yang berdaya guna dan berhasil guna melalui terwujudnya nilai tambah yang berdimensi multi sektoral. 2.11 Kajian Studi Terdahulu Lala Zamilah, dkk, 2000 Kajian terhadap studi yang telah dilakukan yang berhubungan dengan manajemen lahan adalah studi tentang Peremajaan Kawasan Pasar Baru Bandung yang dilakukan oleh Lala Zamilah, dkk. Studi tentang Peremajaan Kawasan Pasar Baru Bandung menyebutkan bahwa peremajaan merupakan bentuk upaya untuk

memperbaiki kondisi suatu kota atau kawasan yang telah rusak. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kota atau kawasan, menampung kegiatan-kegiatan yang konsisten dengan rencana yang ada, serta sebagai bagian dari kegiatan pelaksanaan pembangunan kota yang terpadu dan terkoordinasi dengan baik. Studi Peremajaan Kawasan Pasar Baru dititikberatkan pada pengendalian pemanfaatan lahan melalui pengelolaan lahan dan penanganan rencana fisik, yaitu menata kembali bagian kawasan yang rusak dan tidak teratur serta mengendalikan perkembangan kawasan melalui kebijaksanaan pengendalian lahan. Hariawan Nugroho, 2000 Studi yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan kawasan pejalan kaki dengan harapan dapat mengembalikan fungsi dan meningkatkan kualitas lingkungan serta citra fisik kawasan Braga. Hasil studi menunjukkan bahwa jenis kawasan pejalan kaki yang sekiranya cocok untuk kawasan perdagangan dan pariwisata pada kawasan Braga tersebut adalah kawasan pejalan kaki transit mall atau kawasan pejalan kaki angkutan umum. Karena rute angkutan umum belum ada yang melintas pada Jl. Braga, kendaraan pribadi boleh melintas. Namun ada pemberlakuan pembatasan jumlah dan kecepatan kendaraan. Rekomendasi bagi pengembangan pejalan kaki dapat dengan usaha pemugaran lingkungan Jl. Braga dengan persiapan, penelitian dan penataan desain yang tepat. Niscaya kompleks perbelanjaan Braga tersebut dapat menjadi pusat promosi pariwisata di Kota Bandung. Penataan dilakukan dengan cara penambahan saranasarana pelengkap seperti taman, bangku-bangku bagi pejalan kaki yang ingin beristirahat, lampu-lampu penerangan dan lain-lain. Pury Hermawaty, 1999 Dalam studi yang dilakukan, hal yang dikaji adalah pengaturan manajemen lalu lintas di persimpangan Jl. Ir. H. Juanda Bandung. Setelah dilakukan analisis ditemukan bahwa ruas jalan tersebut mempunyai V/C rasio sebesar 0,975. Penanganan yang direkomendasikan untuk mengatasi masalah kemacetan tersebut adalah pengaturan sirkulasi baru, penghilangan gangguan untuk angkutan umum yang berhenti di sekitar persimpangan, membuat rambu baru, melarang keras kendaraan untuk parkir di jalur jalan (on street), dan memberi arahan penyediaan bagi fasilitas pejalan kaki sehingga dapat berfungsi sesuai denga apek persediaan dan permintaan.

Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta, 1989 Konservasi lingkungan dan bangunan kuno bersejarah di Surakarta dimaksudkan untuk menggali potensi bangunan kuno/bersejarah yang dimiliki suatu daerah dan mengungkap seberapa jauh suatu bangunan kuno layak untuk dilestarikan sesuai dengan Monumenten Ordonantie Stbl.238/1931. Metode yang digunakan adalah descriptive method, yaitu dengan merekam seluruh bangunan kuno yang ada di Surakarta yang di nilai layak dilestarikan, untuk kemudian digali/diungkap tahun pembangunannya, perencanaannya, penggunaan dan perubahannya, struktur/konstruksinya dan lain-lain. Dari hasil pengkajian tersebut akan dirumuskan urutan prioritas penanganan sesuai dengan tingkat kepentingannya dan diusulkan kebijakan maupun program yang tepat untuk setiap bangunan kuno, misalnya dalam bentuk preservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi atau revitalisasi. 2.11 Potensi Pembangunan dan Sinergi Pasar Hal utama dalam analisis pasar untuk penggunaan secara individual seharusnya mengevaluasi kemampuannya untuk berdiri sendiri, dan dukungan lokasi pasar bagi setiap penggunaan secara individual dan secara keseluruhan sinergi pasar seharusnya hanya mengevaluasi setelah pengembang menentukan kondisi pasar eksisting untuk setiap penggunaan utama itu sendiri. Menentukan dukungan lokasi pasar tanpa terlebih dahulu memiliki gagasan campuran dan ukuran penggunaan dalam proyek tersebut merupakan hal yang tidak mungkin. Hal tersebut hanya dapat ditentukan melalui analisis pasar untuk setiap penggunaannya. Sinergi pasar terdiri dari 3 elemen, yaitu dukungan langsung dari lokasi pasar seperti karyawan, tamu hotel atau pemukiman akan mendukung bisnis pertokoan dan restoran serta penyewa kantor akan menghasilkan keuntungan bagi hotel terdekat dan bagi penghuni pemukiman; sinergi lebih berhubungan dengan keuntungan secara tidak langsung diantara penggunaan dan kenyamanan serta lingkungan yang telah direncanakan seperti penggunaan pertokoan dan hotel secara tidak langsung tidak menghasilkan keuntungan bagi penyewa kantor, tetapi pertokoan dan hotel dapat memberikan kontribusi yang positif bagi lingkungan secara keseluruhan; sinergi berasal dari skala dan ukuran penggunaan campuran yang lebih besar serta menghasilkan citra lokasi seperti suatu lokasi yang relatif jauh atau dikelilingi oleh pengaruh buruk dan lokasi tersebut tidak dapat mendukung pembangunan tiap penggunaan lahan, dapat diatasi dengan menggabungkan penggunaan yang skalanya relatif besar untuk menghasilkan suatu tempat yang sesuai dan memiliki kemampuan pasar untuk berbagai tujuan.

Anda mungkin juga menyukai