Anda di halaman 1dari 20

umur pertengahan Azan magrib di darul athfal, surau kecil di sarang leak. Masih ingatkah?

Aku ini yang selalu duduk di dekat pintu. Bergurau dipecut dan di hukum menimba air sumur untuk bak mandi dan gentong wudhu. Saya juga anak yang selalu datang awal dan pulang paling akhir bukan untuk mengaji tapi sekedar untuk memandang wajah dibalik kerudungmu dan sekiranya aku bisa sedikit jauh dari rumah lebih lama bukankah berdiam diri terlalu lama dengan dongeng sebelum tidur adalah pembodohan. Selasa kitab kerukunan, sabtu hikayat nur Muhammad. Hari Lainnya kaji quran dan terkadang zikir saman atau sesekali merenung di pinggiran kali rumpunan bambu jika sang guru mulai malas mengajar. Tengah malam jumat, kadang-kadang sang guru mengajarkan pencak sasak yang mungkin hanya 3 atau 4 orang saja yang hadir, saya yang paling muda yang hanya dibolehkan untuk menonton pertunjukan silat yang sungguh sangat aneh dan langka bagi orang-orang muda seperti kita. Penjaga malam mana lagi yang tak kenal saya, anak kecil yang setiap pulang melewati sekian dusun dan tempat-tempat sepi acap kali tengah malam pakai sarung, kopiah hitam ditengah tengah musim maling. Kemudian duduk ditengah rerimbunan pohon pisang untuk sekedar bakar sebatang rokok kemudian lanjut melangkah pulang. saya adalah anak kelas 5 SD si perokok kretek dan tembakau lintingan sampai sekarang yang sekiranya bakal mati sebentar lagi akibat komplikasi penyakit paru-paru. Sekarang pengajian guru Pii sudah tiada, setahu saya semenjak saya di karantina di pesantren pinggiran, yang ceritanya tak jauh beda seperti diatas, jadi perokok dan pemalas yang menulis syair di rerimbunan pohon pisang. Saya anak kelas 3 tsanawiyah, pesantren pinggiran yang kerap di pecut sebilah rotan yang lebih memilih kelas di rerimbunan pohon pisang dengan rokok, kopi sesekali sebotol tuak dan seteguk udara segar ketimbang kelas resmi yang pinggirannya kandang sapi. Yang sekiranya saya tak mau mati hanya sekedar gara-gara ketularan penyakit koreng teman sekelas. (akhirnya saya lulus dengan nilai tertinggi dengan cara saya sendiri) Apa kabar Azan magrib di darul athfal, surau kecil di sarang leak. Yang kini jadi kamar sepasang penganten, para muridmu setahu ku menjadi mahasiswa, preman, tukang service motor dan kuli panggul diterminal. Saya! Kemungkinan menjadi petani atau guru ngaji atau bisa jadi pegawai gedung tinggi yang tak berarti. 2009 dengan banyak keterlambatan waktu akhirnya saya menjadi mahasiswa fakultas komunikasi, Kira-kira menurut adinda gimana? Aku pengen jadi petani, bukan sarjana yang harus terpaku jadwal yang tipa hari terbagi dengan beberapa perkerjaan yang sama, jam 9 absen, jam 11 bertemu klien, jam 1 istirahat, jam 2 laporan, trus plang dan begitu tiap harinya.

Catatan ke tiga puluh enam 04.30 wita Ada cerita apa pagi ini. Sembari memandang bingkai wajahmu di warna indigo langit subuh. Sedang lengangkah Jakarta hari ini? Sebab landscape jalan disini begitu sunyi dipenuhi bayang-bayang pembangunan kota yang penat Tak kusangka setelah lama kutinggalkan, pulau sekecil ini memeulai revolusinya begitu cepat. Banyak wajah-wajah asing mengisi kota membentuk kebudayaannya sendiri, sedangkan orang-orang pribumi menghilang di sela-sela oasis pantai surga, teluk sepi, pulau lampu sampai ke tanah kering disisi utara, Sungguh dunia ini begitu indah jika tanpa seorang politikus. Antara Jakarta, bandung dan pulau diselatan khatulistiwa, sudikah kau mencintaiku seperti mereka yang mencintai dan menjaga ke arifan budayanya, Atau setidaknya jadilah engkau pembaca puisi.

Beranda 05 agustus 2011 02.19 wita

Lotus , ikan-ikan kecil dan katak tersesat (Nyai Sunyi) Isi otakku mulai berkerja seperti orang terpelajar, area wernicle di lobus temporalis mulai kegenitan, pasti rasa itu mulai berjalan di area broca dan siap di tuangkan oleh girus prasentalis. Aku jatuh cinta lagi kepada orang yang sama. Akhirnya. Selesai sudah kubaca novel ini, secarik kalimatnya kukutip jadi pembuka. Sementara sisa hasrat libido meraup sambal goreng sisa buka puasa. Aku bersumpah demi neptunus aku rela obesitas karena mu kasih, sebab sepuluh hari antara gunung slamet, sindoro, dan sumbing aku terlalu lelah dan benar-benar kurang makan. Kasih yang sunyi. Isi hati ini mungkin sama seperti guncangan dalam perut orang-orang berpuasa dengan bau mulutnya yang kata nabi bagai wangi kasturi disurga, ijinkan aku tak percaya itu, aku hanya percaya puasa itu sehat sebab kelak disurga aku tak mau menghabisi waktu mencium wangi mulut hanya untuk membuktikan hal itu. Cinta seperti puasa, semestinya dibuka dengan yang manis manis dan makanlah seadanya. Karena mungkin setahuku hidup seperti itu. Bumi terlalu besar menuangkan nikmatnya, namun nafsu terlalu egois meraupnya sedangkan lambung ternyata hanya sebesar genggaman tangan untuk mampu melumat segala. Tak beda dengan cinta, aku ambil hatimu seadanya untuk memuasakan nafsu manusiaku dan kau pun ku beri secukupnya agar terpuaskan nafsu birahimu. Kasih yang sunyi. Aku tak akan menggambarkan kita seperti mereka yang bercumbu di pojokan kampus atau berhorehore di pinggiran kantin. Kau yang masih ku panggil nyai sunyi mendekaplah erat ketubuhku sebab sunyi adalah kemerdekaan selayaknya kematian yang dibayangi surga walau kita tak pernah tau surga itu apa. Jika kau tak percaya surga yang diciptakan tuhanmu buat saja surgamu sendiri, dimana orang-orang dan kau merasa nyaman disana selamanya. Sungguh, perasaan pria dan wanita pecinta sekampus di tambah sedu sedan air mata saat seminar motivasi dan gumam-gumam tak jelas para mahasiswa saat ormik tak akan mampu mengalahkan perasaan haru padamu. Ada 980 mahasiswa baru esok, sepertinya begitu Masihkah kita kosong dan mengada-ada atau terbuang percuma seperti tumpukan sampah dibawah pohon belakang kampus. Dengar aku sunyi, Aku sedang bercerita tentang lotus, ikan-ikan kecil dan katak tersesat di kolam kampus tempat kami biasa bergumam, berdiskusi dan merenung saat kami pertama menginjakkan kaki di tempat ini, yang pertama kali bermekaran disiangi mimpi-mimpi yang kini hanya tinggal kubangan air hujan berjentikjentik nyamuk, kosong dan semua mati. Kasih yang sunyi Hidup adalah sebuah pengibaratan benda-benda. Tinggal kau gali makna-maknanya,

Un Nationalisme lalu nationalisme apa yang sekiranya tuan tuan ingin bikin berbentuk segitiga, kotak atau polygonal apakah nationalism yang kembali ke akar sehingga membentuk gerakan-gerakan radikal, nationalism yang mengikuti globalisasi sehingga membentuk gerakan liberal atau nationalism demokratis yang setiap sisi perjuangannya adalah perjuangan anarkis. Jika benar nationalism menurut Einstein adalah penyakit ke kanak kanakan Lalu proyek kesejahteraan apakah yang tuan tuan sebenarnya canangkan? Ataukah proyek kesejahteraan, hanya sekedar misi penyelamatan diri. ? Yah,,, begitulah yang sekiranya saya tangkap dari isi kritik para politikus, mahasiswa bahkan para seniman dan budayaan dalam media-media masa atau orasi-orasi mereka. Kami hanya penonton kenikmatan klimaks adegan reality show sambil berusaha menggelitik perut sendiri agar sekenanya bisa tertawa. Tapi Tetap saya harus balik bertanya lagi, Lalu proyek kritik apakah yang rekan-rekan sebenarnya canangkan? Ataukah kritik hanya sekedar misi penyelamatan diri. ?

beranda 27 agustus 2011 19.36 wita

Tentang Keluh Kesah

Sebenarnya negeri ini sedang aman aman saja. Hanya beberapa musibah yang sekiranya tak di sengaja. Kaum miskin tak pernah mengeluh karena mereka terlatih menahan lapar. Sedangkan kaum kaya tak pernah mengeluh karena mereka menikmati apa yang mereka punya Namun mengapa kita, orang menengah, para akademisi, orang-orang yang bergulir di pemerintahan tetap saja mengeluh mengatakan si miskin pemalas dan si kaya penindas. Saya kurang setuju, kita lebih baik berusaha berkarya dengan cara cara kita sendiri tanpa mengeluh. Tak perlu lagi kita berusaha vocal di forum-forum diskusi hanya agar orang-orang tahu bahwa diri kita adalah bagian dari orang-orang idealis. Sengaja aku tuliskan hal ini, sebab aku lihat di tahun-tahun sekarang belum waktunya rekan-rekan turun ke jalan meneriakkan sesuatu. Kita hanya perlu membersihkan kamar kita, mengelar sejadah, mencumbui lagi anak istri dan berbuat sesuatu yang berguna walau kecil di beranda rumah sendiri. Dan biarlah si miskin menjadi mereka yang sederhana dan si kaya menjadi mereka yang bersukur Itu saja.

Bandung, 25 mei 2011 10.00 Kepada rekan mahasiswa

TOGA untuk Cum Aktivis Kita hanya perlu menjadi manusia sebelum menjadi sarjana. Sebab banyak nanti diantara kita kelak menjadi penggerak hukum Dan hukum harus berpijak pada basis social Tapi Hukum juga jangan dijadikan senjata untuk alat tawar menawar kepentingan Undang-undang punya kepala, isi, batang tubuh tapi tak punya hati. saya takut jika akhirnya undang-undang diadikan patokan keadilan. Sehingga pencari keadilan diluar undang-undang hanya berakhir dengan omong kosong. Dan Kita hanya perlu menjadi manusia sebelum menjadi sarjana. Sebab banyak nanti diantara kita kelak menjadi pengendali media. Dan media harus berpijak pada kemanusiaan dan prinsip prinsip moral yang agamis. Tapi nyatanya kita tak pernah mengecup pendidikan yang berprinsip agama, Agama disajikan jadi makanan selingan disela pendidikan kemanusiaan Wal hasil kita berprikemanusian yang tak adil juga tak beradab. Otak manusia mana yang tahan tipu daya media. Saya takut jika akhirnya media hanya alat mencari keuntungan semata. mengajak manusia menjadi budak budak matrealisme dengan bersliwernya iklan iklan dan sinetron kejar tanyang yang selalu merujuk kemewahan. serta Kita hanya perlu menjadi manusia sebelum menjadi sarjana. Sebab banyak nanti diantara kita menjadi pakar ekonomi. Dan pakar ekonomi harus berpijak pada pasar rakyat. Dan seorang pakar ekonomi jangan mau ditunggangi para politikus. Tatanan ekonomi berkiblat pada supermarket dan mall-mall yang berisi barang-barang impor, Saya takut jika akhirnya para pakar ekonomi menjadi konsultan di mall-mall Menindas rakyat dengan mengatakan pasar rakyat tidak sesuai dengan standar kebersihan perdagangan international. menipu para konsumen untuk terpaksa membeli barang mahal kwalitas sama saja. Terakhir Kita hanya perlu menjadi manusia sebelum menjadi sarjana. Sebelum segenap para penulis dan pembaca puisi menjadi tercela oleh para sarjana

Sajak sebelum mati. Rahasia sembunyi Dusta, Durja, Nista, petaka, Tanya-tanya Bergambar abstrak Biar mereka yang hidup merayu lagi dengan 7 lapis kain kafan Kataku tetap tidak. Aku mau mati dengan caraku sendiri Mengudara menjadi kehidupan bagi yang hidup Menutrisi cacing-cacing yang menyuburi batang pepohonan yang menafkahi manusia Biarkan aku menjadi hantu yang mengingatkan manusia membaca ayat suci Berpura pura menjadi mbah leluhur yang memakan wangi dupa sesajen sukuran panen Menjadi penunggu pohon-pohon angker yang disembah. Menjadi dewa di gunung dan batu batu Sebab aku tak ingin tehnologi melupakan tradisi. Lihat saja ini, kita kehilangan jati diri, memuja figure figure tak pasti di televisi. Jati diri adalah tak segan menerima langit dan bumi sebagai satu kesatuan dalam diri Sedang kita disini segan menginjak lumpur dari ranumnya padi petani. Jika seluruh pemuda Indonesia mengadopsi tradisi luar negeri kenapa tak dari sekarang saja Membagi Indonesia dari berbagai versi Indonesia versi korea dengan pigur wanita seksinya, Indonesia versi amerika dengan demokrasi adikuasanya, Indonesia versi india dengan cerita melankolisnya Dan biar kami dengan tanah secuil menjadi Indonesia versi gajahmada dengan gunung api dan bibit padinya. Dan kita tak perlu saling mengenal. Owh, demi syair syair ronggo warsito Jika aku tak berpura-pura menjadi hantu dan dewa dewa leluhur, siapa yang mau lagi memanen padi. siapa lagi yang sudi menghafal ayat suci, pohon-pohon tanpa hantu dengan mudahnya di tebang gunung-gunung tanpa dewa hanya jadi tempat wisata, lalu apa bedanya tempat wisata dengan lokalisasi. Tempat keindahan alam yang diukur dengan seberapa banyak tempat memuaskan kenikmatan birahi. Sudahlah Jangan kau rayu mayatku dengan 7 lapis kain kafan Tak kan guna kafan, api dan peti. Toh. Sebentar lagi manusia tak kan sempat mengkafani sesamanya Inilah nafas perhentian segala wujud Biarkan aku mencari lubang ku sendiri

Biar segera aku durhaka, tak diterima dan gentayangan Aku bersaksi tiada tuhan selain tuhan Tiada nabi selain nabi Tiada setan selain setan Aku hanyalah aku ---------beranda Mataram, 16 maret 2011

C Ketika kita bertanya tentang cinta Cinta sama saja dengan pertanyaan Seperti apakah rasa asin dalam garam.

Cinta aku mencintaimu karena kau telah menaruh hati di otakmu dan mengakuinya sebagai existensialisme. Aku mencintaimu karena kau telah menjadikan hati dan otakmu berjalan bersamaan dan mengakuinya sebagai emphati humanisme'' kita berbicara lagaknya sebuah diskusi politik namun mengalir dalam bahasa asmara. Sebab kita adalah mahasiswa yang baru membahasakan cinta dalam konteks psikologi dan komunikasi sosial, berbicara cinta menurut existensinya atau secara realistis. Berbicara cinta secara frontal atau normatif. Berbicara cinta antara otak dan hati. Pada akhirnya cinta adalah bahasa ambigu layaknya sejarah yang menggambarkan cerita bukan menyimpulkan kebenaran. Cinta adalah bahasa yang sama saja dengan negara, dunia, global warming, kaum marjinalis atau apapun yang kita elu-elukan di atas almamater, toa, dan spandukspanduk demonstrasi yang tak pernah indah kita diskusikan di pagi hening saat kita bersandar memandang fajar. ''aku mencintaimu seperti aku mencintai matahari yang tak pernah kutanyakan peredarannya. Aku mencintaimu karena aku hidup dan masih bertanya-tanya. Apa yang kita lakukan dengan cinta?'' 'aku mencintaimu karena kau mahasiswa, intelektualis dan kita sama sama membenci waktu yg acapkali menyatakan kita orang orang yang terlambat. Dan terahir aku katakan aku mencintaimu dengan sangat, karena aku yakin tak ada kata slamanya dalam cinta. Semua sementara, singkat, sesingkat goresan ini.

Puncak orang yang memacu andrenalinnya dengan lebih dekat dengan alam dan berani mendaki gunung dan menaklukkan puncaknya, berani pula menaklukan kota berani menaklukkan hedoisme berani menaklukkan modernisasi westerinisasi dan melestarikannya budayanya. berani menentang pembodohan intelektualis dan pembodohan naluri manusiawi karena tehnologi yang salah arah. berani menjatuhkan keserakahan tirani berani menyingkirkan ketimpangan kesejahteraan dan terakhir para pecinta alam berani berkata bahwa mendaki gunung bukan untuk menaklukkan puncaknya namun untuk menaklukkan egoisme pribadi dan untuk mengetahui keterbatasan diri. para pecinta alam adalah idealisme yaitu bagaimana melihat masyarakat lebih dekat, lebih dalam, dan seluas-luasnya dengan kejujuran para penakluk puncak harus mengerti montani para liberi yaitu mengerti bagaimana menjadi petualang yang sebebas bebasnya dan bertanggung jawab.

bandung 06 oktober 2010

Sejak sajak sajak bermula pada kejadian mengalir pada hayalan terurai oleh pikiran tumpah dilembaran dilihat mata diterawang hati jiwa mengilhami rasa terkesima kembali ke kejadian kemudian mengalir terurai tumpah dilihat terawang mengilhami terkesima berulang-ulang

lembah biru angin sunyi sepoi perlahan menantang aku perlahan kemudian ia mengisi tetes tetes embun yang tadi kita panggil sekedar sahdukan lamunan kita di langit awang awang disini kawan batas hayal hayal kosong diruang waktu ada antara ada itu mungkin tak berbeda namun akan terasa alun mengalir sepanjang takjub-takjub kita yang membentang disini kawan ku ajari kau agar tak kosong fikiran saat kabut-kabut yang kita ingin undang datang bagai pembawa sesajen-sesajen dalam sebuah balada elegi sementara dahulu....... ketika lelah ku sejenak akan ku istirahatkan di tiang-tiang jembatan menuju pos 3 ini kulihat kau tak lagi congkak mungkin sama seperti ku nanti nikmat-nikmat yang terceer sia-sia setidaknya kan kau pertanyakan pada tuhan tentang arti sebuah kepuasan atau rasa syukur demi sang waktu yang kau bunuh demi jejak yang kau tinggalkan demi fotret alam yang diam-diam kau curi kita ini mungkin salah satu sisa-sisa dari sebuah peradaban zaman sampah tong-tong revolusi orang-orang yang dinyatakan hilang dalam sensus ketataperpolitikan sang oposan tapi sobat yang merangkul tanganku selayaknya kita meski bangga disini aku masih bisa merenung kau masih bisa berhayal tuhan memberi kita sesuatu yang mahal dari sebuah kata "demi moralisme" walau dalam kenyataannya mereka itu diam di sistem materi diatas segala-galanya "Homo Humini Lupus" manusia dengan manusia yang lain adalah serigala kata hobbes yah....lebih baik diasingkan daripada harus menyerah pada kemunafikan karena kalau kematian hanya soal waktu dan kematian hanya bagian kenistaan bagi kita tak ada kata yang lebih berharga kecuali BERONTAK !!!

DIA, MATA PUISI

Apa kabar wanita ku, sudah lama kita tak berkata, Aku dengar tangismu, pernah beberapa waktu yang lalu Juga pada tangisku sendiri, ada apa sebenarnya ini?. Kekecewaan macam mana yang buat wanita berkerudung dan bermata puisi itu hilang, Mata yang acapkali lebih pantas berprosa dari pada gerakan bibir seorang penyair. Mata yang cakap memakaii gesture ketimbang berkata kata. Kemaren beberapa teman tua sedang berdikusi lorong. Diskusi yang katanya lebih efektif daripada sidang sidang anggota dewan. Diskusi para orator, creator, konseptor dan algojo. Wanitaku, ! Wanitaku berada dimana? Takutkah matamu berperang intuisi lagi. Enggankah matamu kembali memberikan pertanyaan pertanyaan yang sulit kepadaku. Aku sedang kesepian sebab siapa orang yang berani membijakan argumentku Kecuali pojokan matamu yang picik dan geram di mataku. Aku slalu tertunduk kala itu. Matamu adalah bahasa indigo, Yang seakan tau batas kemarahanku. Kau picikkan matamu lagi, juga pada kerut wajah itu Aku sedang sial karena kepercayaan. Anak petani yang selalu dibakar matahari ini mendengar tangismu Juga pada tangisku sendiri. Aku sedang tidak berbuat apa apa hari ini. Mungkin juga beberapa hari kemudian. Kuberi kau waktu tuk merayuku lagi. Dengan matamu saja,

Kaum tua Hal ini aku pelajari dari teman di beberapa daerah. Serta dari beberapa pengalamanku bersama rekan-rekan dari jepang. Belajar mendewasakan diri tak selalu harus belajar mandiri. Tapi mau berbuat masalah dan berani memperbaikinya kembali ,. Kira kira seperti itu. Diskusi kini tentang keresahan keputusan kaum aristokrat yang semena-mena. Keresahan yang teramat, keresahan para kaum tua. Keresahan yang Kira kira akan membesar menjadi keresahan massa. Aku dengar kata kata mereka Keputusan kaum aristocrat muda sudah tidak lagi berpihak pada apa yang diembannya. Prilaku apa ini, kacung kah kalian yang selalu

Jogjakarta

Dan yang kuimami. aku anak pesantren, lama pula aku belajar ngaji quran jadi aku faseh membacanya, tapi aku tak bisa tak bisa menjadi imammu. Waktu aku dijalan dan mengembara lebih banyak dari pada apa yang kubaca. Aku tak bisa menguraikannya

JIN aku menggambar jejal-jejalan jin rumah di tembok kamar. Berkelahi dalam mimpi dengan raja jin Dihipnotis tarian nyi roro kidul, Terbangun di antara kerumunan zikir orang bersorban. Disapa penunggu kawah putri, Dijaga raksasa empunya pasar bringharjo. Digampari kuntilanak yang tak suka aku mabok.

Pagi benar kau sapa aku.

Ini setengah empat pagi. Belum waktunya mata ini terbuka, sebab baru saja ia sanggup terlelap. Anak jajar karang menguap sekali lagi,

Bumi Jajar karang

Anda mungkin juga menyukai