Anda di halaman 1dari 16

Mungkin langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis adalah menentukan fakta-fakta dalam

situasi tersebut. Membedakan fakta-fakta dari opini belaka, adalah hal yang penting. Perbedaan persepsi (perceptual difference) dalam bagaimana seseorang mengalami dan memahami situasi dapat menjelaskan banyak perdebatan etis. Langkah kedua dalam pengambilan keputusan etis yang bertanggung jawab mensyaratkan kemampuan untuk mengetahui sebuah keputusan atau permasalahan sebagai sebuah keputusan etis atau permasalahan etis. Mengidentifikasikan isu-isu etis yang terlibat merupakan langkah selanjutnya dalam membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Pada tingkat dimana sebuah keputusan memengaruhi kesejahteraan - kebahagiaan, kesehatan, harga diri, integritas, kebebasan, rasa hormat - dari orang-orang yang terlibat, maka itu adalah sebuah keputusan etis yang memiliki implikasi etis. Namun beberapa penulis telah menyebut ketidakmampuan untuk mengenali isu etis ini dengan sebutan miopi normative (normative myopia), atau penglihatan sempit terhadap nilai-nilai.

Langkah ketiga dalam pengambilan keputusan yang etis melibatkan satu dari elemen vitalnya. mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang dipengaruhi oleh sebuah keputusan, orang-orang ini biasa disebut dengan para pemegang/pemangku kepentingan (stakeholders).

Para pemegang kepentingan mencakup semua kelompok dan/atau individu-individu yang dipengaruhi oleh keputusan, kebijakan, atau operasi suatu perusahaan atau seseorang. Setelah kita meninjau fakta-fakta, mengamati isu-isu etis yang terlibat, dan mengidentifikasi para pemegang kepentingan, kita perlu mempertimbangkan alternative-alternatif yang tersedia. Kreativitas dalam mengidentifikasi pilihan-pilihan yang juga disebut dengan imajinasi moral (moral imagination)- adalah satu elemen yang membedakan antara orang baik yang mengambil keputusan etis dengan orang baik yang tidak melakukan hal tersebut.

Langkah selanjutnya dalam proses pengambilan keputusan adalah membandingkan dan mempertimbangkan alternative-alternatif. Sebuah elemen penting dalam evaluasi ini adalah pertimbangan cara untuk mengurangi, meminimalisasi, atau mengganti konsekuensi merugikan yang mungkin terjadi atau meningkatkan dan memajukan konsekuensi-konsekuensi yang mendatangkan manfaat. Beberapa alternative mungkin mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut prinsip-prinsip, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban yang mengesampingkan konsekuensi-konsekuensi.

Setelah menyelidiki semua variable diatas, sekarang waktunya untuk membuat sebuah keputusan.

Menentukan fakta-fakta Mengidentifikasi isu-isu etis yang terlibat Mengidentifikasi para pemegang kepentingan dan mempertimbangkan situasi dari sudut pandang mereka Mempertimbangkan alternative-alternatif yang tersedia- juga disebut dengan imajinasi moral Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat memengaruhi para pemegang kepentingan, membandingkan dan mempertimbangkan alternative-alternatif, berdasarkan: Konsekuensi-konsekuensi Kewajiban-kewajiban, hak-hak, prinsip-prinsip Dampak bagi integritas dan karakter pribadi Membuat sebuah keputusan Memantau hasil

Terdapat kemungkinan adanya pendekatan lain dalam pengambilan keputusan yang etis, dan pendekatan ini tidak menjamin satu jawaban yang pasti dari setiap keputusan. Namun ini awal yang dapat membantu mengembangkan pengambilan keputusan yang etis dan bertanggung jawab.

Pada umumnya kita juga lebih nyaman dengan aturan keputusan yang disederhanakan. Sebuah aturan keputusan yang sederhana memberikan ketenangan bagi banyak pengambil keputusan. Sebagai contoh, anggaplah anda seorang manajer bisnis yang harus memberhentikan karyawan untuk menghemat biaya. Mungkin paling mudah dan paling nyaman memecat orang yang terakhir kali kita pekerjakan, dengan menjelaskan, saya tidak bisa melakukan apa-apa lagi; hal ini harus dilakukan, yang terakhir masuk menjadi yang pertama yang keluar, saya tidak punya pilihan lagi Kita juga terkadang memilih alternative yang memenuhi kriteria keputusan yang minimal, dikenal juga dengan istilah satisficing (memuaskan). Kita memilih pilihan yang mencukupi, pilihan yang dapat diterima oleh manusia, walaupun mungkin itu bukan yang terbaik. Kita harus mundur sejenak dan memikirkan keputusan kita, mengasumsikan tanggung jawab sebagai makhluk hidup yang otonom.

Integritas pribadi terletak di dalam hati seorang pengambil keputusan: Orang seperti apakah saya? Apa saja nilai-nilai yang saya anut? Apa sikap yang saya pilih? Akan tetapi, setiap orang juga mengisi berbagai peran social, dan peran-peran tersebut menciptakan berbagai ekspetasi, tanggung jawab, dan kewajiban. Dalam situasi bisnis, para individu harus mempertimbangkan implikasi etis dari pengambilan keputusan pribadi dan professional (personal and professional decision making). Dalam konteks bisnis, para individu mengisi peran sebagai karyawan, manajer, eksekutif senior, dan anggota dewan. Para manajer, eksekutif, dan anggota dewan memiliki kemampuan untuk menciptakan dan membentuk konteks organisasi dimana semua karyawan mengambil keputusan. Oleh karena itu, mereka memiliki sebuah tanggung jawab untuk meningkatkan pengaturan organisasi yang mendorong perilaku eis dan menekan perilaku tidak etis.

Bacaan 1 Meninggalkan Mitos Hanya Sekolah Tara Radin Apakah Anda pernah menyontek dalam ujian? Mungkin Anda hanya menengok sekilas dan kebetulan melihat jawaban pertanyaan teman anda yang akhirnya membuat Anda terlibat dalam masalah. Apakah Kecurangan Itu? Kecurangan terjadi ketika seseorang memperoleh kesempatan yang tak wajar. Plagiasi merupakan salah satu bentuk kecurangan. Mengapa Saya Harus Peduli? Para mahasiswa tidak dapat diajarkan etika jika mereka tidak ingin mempelajarinya- dan mereka harus memulai dengan perangkat nilainilai mereka sendiri.

Apa Saja yang Dilakukan oleh Orang Lain? Faktanya, beberapa sekolah menengah atas, perguruan tinggi, dan universitas memiliki kode kehormatan yang mengatur ini (nilai-nilai etika). Apa yang Dapat Saya Lakukan? Walaupun banyak mahasiswa yang berusaha untuk memberikan alasan atas perilaku mereka yang tidak terhormat dengan mengatakan, Itu hanyalah sekolah, kenyataannya adalah bahwa perilaku di dalam kelas mencerminkan apa yang terjadi di dunia nyata.

Bacaan 2 Perumpamaan Seorang Sadhu Bowen H. McCoy Seorang sadhu, orang suci india. Tentang Orang Sadhu Beberapa kelompok pendaki Himalaya- Nepal, menemukan seorang sadhu di tengah pendakiannya dalam keadaan gemetaran dan menderita hipotermia tanpa pakaian selayaknya orang mendaki. Kemudian membawa orang sadhu tersebut ikut mendaki sampai ke puncak gunung yang menjadi tujuan mereka. Ketika turun timbulah permasalahan, tidak ada yang sanggup membawa orang sadhu tersebut turun hingga kaki gunung, tetapi para Sherpa itu telah membawa sadhu itu turun ke sebuah batu yang terpapar sinar matahari pada ketinggian 15.000 kaki dan menunjuk sebuah gubung yang berada 500 kaki lagi kebawah. Orang-orang jepang telah memberikannya makanan dan minuman, Lalu kelompok pendaki tersebut meninggalkannya menuju kaki gunung. Kami tidak mengetahui apakah orang sadhu itu masih hidup atau meninggal.

Etika Individu versus Etika Kelompok Selama pendakian di Nepal, terjadi sesuatu yang berdampak besar pada pemikiran saya mengenai etika perusahaan. Walaupun mungkin beberapa orang mengatakan bahwa pengalaman itu tidak memiliki hubungan dengan bisnis, itu adalah suatu situasi dimana dilemma etis mendasar tiba-tiba mengganggu kehidupan sekelompok individu. Tanggapan yang diberikan kelompok ini menjadi sebuah pelajaran bagi semua organisasi, terlepas dari bagaimana hal ini didefinisikan. Kapan Kita Mengambil Sikap? Kenyataannya adalah, kami tidak memiliki rencana untuk menghadapi kemungkinan datangnya orang sadhu ini. Tidak ada yang dapat kami lakukan untuk menyatukan kelompok multicultural kami dalam waktu sempit yang kami miliki. Sebuah dilema etis telah datang kepada kami tanpa disangka-sangka.

Bacaan 3 Ketika Orang-orang Baik melakukan Hal-hal Buruk di Tempat Kerja Perilaku di Luar Kepala, Gangguan, dan Hambatan Pengecualian Moral dari Perilaku Etis dalam Pekerjaan Dennis J. Moberg Bagi kita yang peduli dengan perbuatan etis dan tidak hanya sekadar niat yang baik, permasalahannya sudah jelas. Kita harus mengidentifikasikan factor-faktor situasional yang menghalangi orang untuk melakukan yang terbaik dan mengeliminasinya kapanpun kita bisa. Masalah No. 1: Skrip Salah satu faktornya adalah yang disebut oleh para psikolog dengan sebutan skrip. Istilah ini merujuk kepada prosedur dalam menangani suatu situasi berdasarkan pengalaman. Masalah No. 2: Gangguan-gangguan Skrip adalah jalan pintas kognitif yang mengambil alih pemikiran yang cermat. Kecenderungan manusia yang serupa ini adalah perlakuan kita yang mengabaikan gangguan-gangguan.

Masalah No. 3: Pengecualian Moral Masalah terakhir yang mengeluarkan kejelekan orang-orang yang baik adalah kecenderungan manusia untuk secara moral mengecualikan orang-orang tertentu. Sebagai contoh: selama masa perang ketika warga negara suatu negara memandang para musuhnya sebagai orang jahat. Kegagalan untuk Peduli Pengulangan, berbagai gangguan, dan kecenderungan alamiah kita untuk mengecualikan orang-orang yang tidak kita kenal menutupi pikiran kita dan mencegah ekspresi kebaikan kita.

Anda mungkin juga menyukai