Anda di halaman 1dari 11

THE MANAGEMENT CONTROL

SYSTEM PACKAGE OF
IKEA BACKEBOL
 Kurangnya perkembangan kajian manajemen kontrol dan
manajemen akuntansi dalam memberi dampak pada sisi
— LATAR BELAKANG
praktis.
 Manajemen kontrol yang berfungsi baik di IKEA
memberikan dampak pada pertumbuhan pesat
perusahaan.
 Selama ini banyak riset yang dilakukan hanya terfokus
pada satu sisi atau topik dari keseluruhan sistem
manajemen kontrol. Dan apabila tidak dipandang sebagai
berbagai variabel dan komponen yang saling
berhubungan dalam sebuah sistem manajemen kontrol,
maka akan cenderung menghasilkan kesimpulan yang
kurang akurat. Oleh karena itu studi kasus ini bertujuan
untuk menggambarkan sistem manajemen kontrol IKEA
sebagai suatu paket kemasan.
RUMUSAN MASALAH
● Komponen apa saja yang ada pada paket sistem
manajemen kontrol di IKEA backebol?
● Bagaimana sistem kontrol manajemen yang
bermacam-macam tersebut bisa saling
terhubung?
● Sistem manajemen kontrol apa yang digunakan
pada setiap level di organisasi?

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
menggambarkan dan menganalisa paket sistem
manajemen kontrol yang ada di IKEA. Serta juga
menggambarkan bagaima sistem manajemen
kontrol digunakan pada setiap level di organisasi
dan bagaimana sistem manajemen kontrol
tersebut saling terhubung.
METODOLOGI
Menggunakan metode
penelitian kualitatif,
dengan model pendekatan
studi kasus.

Responden adalah semua


level manager di toko IKEA
Backebol.

Pengambilan data:
kuesioner, direct dan
indirect interview,
Paket sistem manajemen kontrol IKEA Backebol
Budaya IKEA Backebol banyak dipengaruhi oleh sejarah dan
budaya kota Smaland yang berciri khas kelas pekerja, yang identik
dengan sifat efisien dan hemat, kewirasusahaan, serta kesetaraan.
Di Ikea, budaya perusahaan yang kuat tersebut dikontrol dan
dipelihara dengan cara merekrut orang yang memiliki kesamaan
nilai dengan Ikea. Dari titik ini, proses rekrutmen dan seleksi
menjadi sangat penting.

Hampir semua toko Ikea memiliki struktur organisasi yang sama


dengan Ikea Backebol, hal ini berarti bahwa hampir semua toko
Ikea memiliki kontrol administratif yang terstruktur. Seperti yang
ANALISA
disampaikan Malmi dan Brown (2008), rencana dapat dibedakan
menjadi 2: rencana aksi dan rencana jangka panjang. Rencana DATA
jangka panjang di Ikea Backebol adalah rencana bisnis yang dibuat
dan digunakan untuk masa 3 tahun. Mereka juga menggunakan
rencana aksi yang digunakan untuk masa waktu yang lebih pendek
dan secara spesifik berisi langkah-langkah untuk mencapai target
yang sesuai dengan rencana bisnis. Yang menarik, proses
penyusunan rencana bisnis selalu melibatkan para manager dan
para staf, hal tersebut tentu juga akan meningkatkan komitmen
para pekerja karena mereka juga memiliki kesamaan rencana dan
target.
Lanjutan . . .

Kontrol sibernetik atau digital yang dimiliki Ikea adalah proses pembiayaan, sistem
ramalan atau perkiraan, dan juga sistem pengukuran finansial maupun non-
finansial. Untuk proses pembiayaan, Ikea mengadopsi model break-down dari
kantor pusat lalu diturunkan ke setiap toko, termasuk Ikea Backebol. Untuk sistem
pengukuran, baik yang finansial maupun non finansial, yang dilakukan Ikea adalah
berbasis penjualan dan produktifitas. Menurut Malmi dan Brown (2008), terdapat
hubungan antara sistem pembiayaan dan sistem pengukuran finansial. Di Ikea
Backebol, hubungan yang terlihat jelas diantara kedua sistem tersebut dapat
dilihat pada usaha peningkatan penjualan.

Pembiayaan untuk sdm adalah salah satu biaya terbesar di toko tersebut dan
produktifitas sdm diukur berdasar rasio penjualan tiap departemen dengan jumlah
jam kerja tiap departemen. Ini memudahkan untuk mengalokasikan jam kerja agar
bisa sesuai dengan penjualan di tiap departemen. Produkitifitas bagian logistik
juga diukur dengan seksam, jumlah meter kubik dan jumlah penanganan ekstra
diukur setiap minggunya dan dibandingkan dengan jumlah penjualan. Dengan
cara tersebut dapat diketahui ketidakefisienan dalam proses logistik mereka.

Ikea Backebol menggunakan dua sistem pengukuran (finansial dan non-finansial)


yang digabungkan menjadi satu sistem pengukuran, yang menurut Malmi dan
Brown (2008) dapat dikatakan sebagai sistem pengukuran hybrid.
Lanjutan . . .
Tindakan sistem kontrol IKEA memang tidak banyak memiliki aturan, tetapi
tersusun dari struktur organsisasi dan alur kerja yang ketat. Mereka juga
menggunakan panduan manual dan ceklis untuk mengontrol perilaku pekerja, hal
itu selaras dengan apa yang dikatakan Merchant dan Van der Stede (2007) bahwa
contoh dari tindakan kontrol adalah batasan perilaku, preaction review, dan
akuntabilitas perilaku.
Lanjutan . . .

Dalam koridor level organisasi, sistem kontrol manajemen


yang digunakan IKEA adalah sama untuk semua level
organisasi, dalam hal ini mengenai kontrol kultural, keyakinan,
nilai, dan proses seleksi. Semua pekerja, tidak melihat apapun
jabatannya, menggunakan baju yang sama dan dalam proses
seleksi pekerja baru, khususnya untuk posisi manajemen dan
sales, penting untuk mempertimbangkan kesamaan nilai dan
keyakinan dari calon pekerja.

Sementara dari sisi kontrol administratif, IKEA menggunakan


pendekatan yang berbeda untuk level tertentu. Penggunaan
ceklis untuk staf penjualan dan penggunaan panduan
penempatan produk untuk staf toko, mengindikasikan
penerapan kebijakan dan prosedur lebih banyak pada level
bawah. Dan di level yang lebih tinggi, penerapan sistem
manajemen kontrol juga berbeda.

Struktur organisasi dan alur perintah mempengaruhi hampir


semua bagian dari sistem manajemen kontrol. Struktur dan
alur perintah di IKEA Backebol sangat memungkinkan untuk
membangun supervisi yang ketat antara level manajemen
kepada level subordinat. Ini memudahkan bagi seorang
manajer untuk memberikan instruksi, mengobservasi kinerja
bawahan, dan secara rutin memberikan umpan balik ke sistem
kontrol perilaku. Struktur organisasi dan alur perintah juga
memudahkan manajer untuk mengkomunikasikan target dan
dan hasil secara efektif ke sistem kontrol hasil.
KESIMPULAN
 IKEA Backebol memiliki budaya perusahaan yang cukup kuat, dimana
hal tersebut bisa langsung terasa ketika kita mengunjungi toko dan
bertemu dengan para pekerja. Budaya kewirausahaan, hemat efisien,
dan kesetaraan telah melandasi sebagai kerangka berperilaku dan
sebagai panduan bagaimana proses bisnis di toko tersebut berjalan.
Budaya memang menunjukkan apa yang menjadi hal penting bagi
sebuah organisasi, tetapi penggunaan sistem kontrol hasil, seperti
pembiayaan, sistem pengukuran finansial / non-finansial, akan
menciptakan target dan rencan yang lebih detil.
 Sistem pengukuran di IKEA cukup detil dan spesifik, yang membuat toko
bisa mengetahui kinerja dan mampu melakukan tindakan korektif
dengan cepat apabila dibutuhkan. Tampak bahwa sistem pengukuran
yang berjalan memungkinkan mereka untuk mengkontrol sumber
dayanya dengan efektif.
 Proses perencanaan di IKEA Backebol dapat dikatakan cukup cermat,
karena melibatkan staf penjualan dalam proses penyusunan aksi
mereka. Hal ini menciptakan komitmen pada rencana dan target, yang
dapat memotivasi para pekerja dan mempengaruhi sikap kerja mereka
secara positif.
KESIMPULAN

 Sistem penggajian premium di IKEA juga berbasis pada budaya


kesetaraan mereka, jumlah yang diterima tidak tergantung pada posisi
kerja. Ini penting untuk sistem kompensasi menjadi terpusat. Di IKEA
jumlah total gaji tahunan lebih besar daripada gaji bulanan atau yang
biasa disebut gaji premium, dan oleh karena itu menjadi sulit untuk
mengatakan bahwa sistem penggajian premium cukup berpengaruh dan
memotivasi. Tampaknya jenis reward lain seperti kesempatan promosi
dan pengembangan diri lebih berpengaruh dan memberi motivasi lebih
pada para pekerja.
 Paket sistem manajemen kontrol IKEA mencakup berbagai macam
manajemen kontrol, dimana menurutu peneliti beberapa saling
melengkapi dan beberapa lainnya cenderung tumpang tindih. Tidak
terdeteksi sistem manajemen kontrol yang berlawanan atau tidak sesuai
satu sama lain. Penggunaan dua sistem kontrol di IKEA, sistem kontrol
hasil dan kontrol budaya, berjalan baik.

Anda mungkin juga menyukai