Anda di halaman 1dari 17

Tugas Akhir Manajemen Kualitas Employee Empowerment Restoran Jepang Takarajima

Disusun Oleh : Afrina Rachmadina - 1106019691 Angela Merciline - 1106005156 Fikri Tegar Devaas 1106009261

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Depok 2013

Bab I Pendahuluan

Latar Belakang Manajemen kualitas adalah suatu sistem yang bertujuan memastikan bahwa barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan sesuai atau bahkan memenuhi ekspektasi konsumen dengan cara memastikan bahwa proses produksi berada dalam kontrol. Menurut Ishikawa dalam buku Guide to Quality Control, implementasi dampak manajemen kualitas kurang lebih bergantung pada 6 faktor yaitu mesin, pekerja, material, lingkungan, metode, dan pengukuran. Dalam buku Total Quality Management for Organizational Excellence oleh David Goestch, terdapat beberapa teori mengenai apa yang bisa dilakukan pekerja untuk meningkatkan kualitas produksi dan mencapai perkembangan yang berkelanjutan. Salah satunya adalah teori mengenai pemberdayaan karyawan (employee empowerment). Dalam teori ini dikatakan bahwa karyawan diberikan kepemilikan dari proses dan tanggungjawab akan produk atau jasa yang dihasilkan lewat proses yang dilakukan karyawan tersebut. Untuk mengetahui implementasi dari teori ini, tim penulis berusaha mencari data di lapangan ke Restoran Jepang Takarajima di Margonda, Depok. Tim penulis memilih restoran ini karena restoran Jepang ini menyajikan menu makanan seperti sushi, donburi, dan sebagainya yang membutuhkan tingkat kesegaran material yang tinggi. Tujuan Untuk mengetahui apakah teori pemberdayaan karyawan dapat diimplementasikan di Restoran Jepang Takarajima Metode Pengumpulan Data

1. Tim penulis melakukan wawancara dengan Manajer Marketing Restoran Jepang


Takarajima,Bapak Maulana, dan Head Chef Restoran Jepang Takarajima, Bapak Jamsir.

2. Literature review

Bab II Landasan Teori

Definisi Employee Empowerment Perbedaan antara involvement dan empowerment : Ketika karyawan diinvolved, karyawan diminta untuk menghasilkan output dari hasil pemikiran pribadi namun bukan kepemilikan dari pekerjaan mereka. Sedangkan karyawan yang diberdayakan, karyawan diberikan kepemilikan dari proses dan tanggungjawab akan produk atau jasa yang dihasilkan lewat proses tersebut. Bangga akan pekerjaan mereka dan produk atau output yang dihasilkan lewat pekerjaan mereka. Karyawan yang mendapat empowerment akan memiliki kepedulian yang tinggi akan kualitas dari pekerjaannya bahkan melebihi supervisor atau CEOnya. Bagaimana Mencapai Employee Empowerment Filosofi lama mengatakan bahwa manajer berpikir dan karyawan bekerja, karyawan yang baik hanya melakukan perintah manajernya. Manajemen seharusnya menyediakan lingkungan kerja yang terbuka, tidak mengancam, kreatif, yang mendorong karyawan untuk merasa dilibatkan, mengekspektasikan karyawan untuk aktif berpikir, mempedulikan nilainilai karyawan, memberikan karyawan kepemilikan atas proses pekerjaan yang dilakukannya, produk, dan jasa yang dibuatnya. Rationale for Empowerment Kunci untuk menciptakan kesuksesan bagi perusahaan adalah tidak hanya bekerja keras, namun juga bekerja cerdas. Aspek untuk dapat bekerja cerdas adalah dengan melakukan involving dan empowering karyawan Berpikir kreatif dan insisiatif dapat meningkatkan/membuat lebih baik: ide keputusan

kualitas produktivitas rasa kompetitif

Pertanyaan-pertanyaan penting dari karyawan dalam membuat perubahan bagi perusahaan: Mengapa hal ini harus diselesaikan dengan cara ini? Bagaimana hal ini dapat diselesaikan dengan lebih baik? Apakah konsumen menginginkan produk seperti ini?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan langkah penting dalam menciptakan perubahan, ketika karyawan menanyakan hal semacam itu, mereka secara tidak langsung akan meningkatkan ide untuk mencari solusi, terutama ketika mendapat kesempatan untuk secara rutin mendiskusikan ide mereka dalam sebuah grup yang positif, suportif, dan terpelihara secara baik. Empowerment dan Motivasi Salah satu cara yang dapat dilakukan manajer untuk memotivasi karyawan adalah menanyakan opini mereka terhadap suatu hal. Perbedaan antara participatory management dengan employee empowerment: Participatory management ! manajer dan supervisor meminta bantuan dari karyawan mereka Employee empowerment ! membuat karyawan untuk dapat menolong diri mereka sendiri, orang lain, dan perusahaan. Hal inilah yang membuat employee empowerment sangat efektif dalam menjaga level yang tinggi dari motivasi diantara karyawan. Hambatan-hambatan dalam Empowerment Hambatan dari Karyawan dan Serikat Pekerja Hambatan dari Manajemen Hambatan dari Kesiapan Kekuatan Pekerja Hambatan dari Struktur Organisasi dan Praktik Manajemen

Hambatan dari Karyawan dan Serikat Pekerja

Karyawan ! WOHCAO Syndrome Serikat pekerja ! hubungan tradisional yang berlawanan antara serikat pekerja dengan manajemen perusahaan, serikat pekerja cenderung memiliki nilai-nilai yang berseberangan dengan nilai-nilai yang dibawa perusahaan

Hambatan dari Manajemen ! ! ! Fear of losing control: ketakutan manajer tradisional akan pengurangan kekuatannya akibat employee empowerment. Im the boss syndrome: dogmatic mindset dari manajer dimana mereka berpikir karyawan harus melakukan apa yang mereka perintahkan, manajer yang bossy. Status: kecenderungan manajer tradisional untuk merasa bangga atas status sebagai manajer sehingga cenderung melindungi status dan wewenang mereka terhadap ancaman dari employee empowerment. ! Outdated management training: banyak manajer tradisonal yang telah terbiasa terdidik dan terlatih oleh ilmu modern manajemen saintifik dimana ilmunya beranggapana bahwa peningkatan mutu proses dan teknologi perusahaan dapat tercapai lewat aplikasi ilmu saintifik sehingga mereka kurang peduli terhadap aspek peningkatan mutu SDMnya. ! Old-school syndrome: manajer tradisional cenderung task-oriented dibanding peopleoriented sehingga mereka hanya peduli pada penyelesaian pekerjaan tanpa mempedulikan masalahnya ! Fear of exclusion: ketakutan manajer tradisional akan ekslusi atau pengeluaran perannya dalam perusahaan. Empowerment mensyaratkan perubahan total pada perusahaan dimana akan terjadi kecenderungan hilangnya gap antar layer manajemen sehingga manajer tradisional takut perannya tak diakui lagi secara implisit. Hambatan dari Kesiapan Kekuatan Pekerja Dalam menentukan apakah karyawan secara umum telah siap menghadapi perubahan empowerment dalam perusahaan, manajer harus menanyakan pertanyaan penting berikut ini: Apakah karyawan dalam perusahana telah terbiasa untuk berpikir kritis? orang-orang yang sebenarnya terlibat dalam menyelesaikan

Apakah karyawan dalam perusahaan telah memiliki pengetahuan yang cukup dalam proses pembuatan keputusan dan peran mereka yang mengacu pada hal tersebut? Apakah karyawan telah terinformasi dengan jelas mengenai gambaran besar dari perusahaan dan dimana mereka harus berada?

Jika secara keseluruhan karyawan dalam perusahaan tidak memiliki kriteria tersebut, maka sebaiknya manajer harus mempertimbangkan kembali apakah perusahaan sudah layak menerapkan employee empowerment. Hambatan dari Struktur Organisasi dan Praktik Manajemen Sebelum menerapkan employee empowerment, sebaiknya manajer menanyakan pertanyaanpertanyaan berikut ini untuk mengetahui apakah struktur organisasi dan praktek manajemen telah siap menghadapi perubahan: Berapa banyak layer manajemen diantara pekerja dan pembuat keputusan? (layer yang terlalu banyak akan membuat employee empowerment sulit diimplementasikan) Apakah sistem performance appraisal karyawan mendorong atau justru menghambat pengambilan risiko dan pemikiran yang inisiatif? Apakah praktek manajemen mendorong karyawan untuk berani menyampaikan pendapatnya dalam menentang kebijakan atau prosedur perusahaan yang menurutnya dapat menghambat kualitas dan produktivitas? Karyawan, seperti kebanyakan orang, akan mengalami frustasi ketika ide mereka harus disampaikan lewat ruang-ruang birokratis sebelum mencapai si pembuat keputusan Peran Manajemen dalam Empowerment To do everything necessary to ensure succesful implementation and ongoing application of the concept Yang terdeskripsikan dalam tiga kata: 1. Komitmen: dapat secara konsisten mendukung empowerment dan menguatkannya lewat cara-cara yang terlihat secara jelas 2. Kepemimpinan: mempromosikan empowerment dengan menjadi role model, mentor, dan trainer yang konsisten

3. Fasilitasi: memonitor secara konstan untuk memastikan bahwa karyawan sudah mendapat empowerment dan menunjukan aksi nyata dan merespon secara cepat terhadap rekomendasi atau opini karyawan Mengimplementasikan Empowerment Cara mengimplementasikan empowerment: Menciptakan lingkungan yang saling mendukung Mengetahui secara pasti hambatan yang dihadapi dan mengatasinya Menaruh kendaraan pada tempat yang tepat Menilai, melakukan penyesuaian, dan meningkatkan

Metode-metode efektif yang digunakan untuk menaruh kendaraan pada tempat yang tepat (putting the vehicles in a place) Manajer harus dapat menentukan tools atau metode apa yang paling tepat digunakan untuk mengimplementasikan employee empowerment. Metode yang umum digunakan adalah: Brainstorming Nominal Group Technique Quality Circles Suggestion Boxes Walking and Talking

Brainstorming Manajer menjadi katalis dalam suatu kelompok. Partisipan didorong untuk membagikan ide-ide apapun yang muncul dari pikiran mereka. Semua ide diasumsikan valid. Partisipan tidak diperbolehkan untuk memberikan penilaian, komentar, atau evaluasi terhadap saran yang diberikan partisipan lain (interupsi). Umumnya, salah seorang dari grup ditugaskan sebagai notulen untuk mencatat semua ide yang dibagikan. Ide-ide tersebut umumnya ditulis pada papan tulis sehingga setiap anggota grup dapat mereviewnya secara terus menerus. Setelah ide dicatat, proses evaluasi dimulai. Setiap anggota harus mengerucutkan ide-ide yang ada menjadi lebih sempit, misalnya dipilih tiga besar ide terbaik. Brainstorming sangat efektif dalam mengumpulkan input dan feedback dari karyawan.

Terdapat dua konsep yang berkaitan erat dengan brainstorming yaitu groupthink dan groupshift. Groupthink -> fenomena yang muncul ketika orang-orang dalam grup lebih menaruh fokusnya untuk mencapai tahap pengambilan keputusan daripada membuat keputusan yang baik, intinya mereka hanya peduli bahwa suatu keputusan harus diambil saat itu juga tidak peduli hasilnya sudah yang terbaik atau belum. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan groupthink: Ketergantungan yang kuat pada sosok pemimpin dalam grup sehingga karyawan hanya menurut saja keputusan yang diambil Tekanan dari anggota lain untuk penyesuaian atau keselarasan keputusan Isolasi grup, sehingga tidak ada perspektif dari pihak lain Aplikasi yang kurang baik dari teknik pengambilan keputusan

Beberapa strategi untuk mengatasi groupthink: Mendorong sikap kritis Mendorong pengembangan dari beberapa alternatif. Jangan biarkan grup untuk mengambil keputusan yang terburu-buru Delegasikan seorang atau beberapa anggota untuk berperan sebagai devils advocate Libatkan orang-orang yang tidak familiar dengan isu yang dibahas Adakah rapat lanjutan (kesempatan terakhir). Ketika keputusan telah tercapai di rapat awal, adakan rapat lanjutan, berikan waktu bagi anggota grup untuk berpikir kembali mengenai keputusan yang telah dibuat, umumnya pada rapat lanjutan, karyawan memiliki peluang untuk menyuarakan pemikiran keduanya Groupshift ! fenomena yang muncul ketika anggota-anggota grup melebih-lebihkan posisi mereka saat ini (status quo) berharap bahwa keputusan yang dibuat pada akhirnya akan menjadi keputusan yang benar-benar mereka inginkan. Cara mengatasi groupshift ! menghambat penguatan dari pandangan inisial (status quo) dan mendelegasikan salah satu anggota grup untuk menjadi devils advocate. Nominal Group Technique

NGT merupakan bentuk brainstorming yang lebih canggih dan terstruktur. Melibatkan lima langkah yaitu: 1. Pernyataan masalah 2. Secara silent mencatat semua ide yang ada 3. Mempublikasikan ide-ide yang telah dicatat 4. Mengklarifikasi ide atau menjelaskan serta menegaskan kembali maksud semua ide yang dimaksud 5. Secara silent melakukan voting terhadap ide-ide tersebut untuk menentukan ide yang terbaik Quality Circles Quality circles adalah grup dari karyawan yang mengadakan pertemuan secara rutin dengan tujuan mengidentifikasi, merekomendasi, dan membuat peningkatan pada lingkungan kerja. Perbedaan utama antara quality circle dan brainstorming adalah anggota dalam quality circle adalah voluntir yang berkumpul dan melakukan rapat mereka secara pribadi sementara brainstorming umumnya dilaksanakan oleh manajer. Quality circles memiliki pemimpin kelompok yang bertindak sebagai fasilitator. Suggestion Boxes Metode paling kuno dimana perusahaan meletakkan kotak saran di tempat yang strategis dimana karyawan dapat dapat memberikan feedback atau saran. Di era digital saat ini sugestion box dapat berupa sistem kotak saran online yang dapat diakses pegawai secara individu maupun kelompok. Walking and Talking MBWA Management By Walking Arround. Manajer mengajak karyawan untuk berbicara sambil berjalan-jalan untuk menanyakan pendapatnya secara pribadi. Bagaimana Cara untuk Mengenali Empowered Employees Dengan membandingkan hal-hal berikut, manajer dapat mengenali apakah seorang karyawan telah terempowered atau tidak:

Menunggu untuk diberi perintah vs mengambil inisiatif Hanya melihat masalah-masalah vs melihat kesempatan-kesempatan Menerima input atau masukan begitu saja vs berpikir secara kritis Menyerahkan keputusan yang hendak diambil kepada atasan vs membangun konsensus untuk mencari solusi

Cara Menghindari Eror atau Kesalahan pada Empowerment Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari kesalahan pada penerapan employee empowerment: Secara jelas mendefinisikan pengertian dari empowerment kepada setiap aspek dari organisasi Menyediakan pelatihan empowerment bagi semua personil Jangan terburu-buru atau tidak sabaran dalam mengunah sistem ke arah employee empowerment Mentransformasi Empowerment menjadi Enlistment

Involvement dan empowerment fokus pada pengalaman, pengetahuan, kreativitas, dan ide dari semua stakeholder. Bagaimana perusahaan dapat menjadikan involvement dan empowerment menjadi praktik berkelanjutan dalam organisasi adalah dengan melakukan involvement-empowerment-enlistment continuum seperti pada diagaram diatas.

Continuum adalah fase yang dialami perusahaan mulai dari mulai filosofi manajemen kuno dimana manajer yang berpikir, karyawan yang bekerja (no employee involvement) penyediaan berbagai mekanisme yang membuat karyawan untuk menginput keputusan yang dapat mempengaruhi pekerjaan mereka (employee involvement) perusahaan tidak hanya mengizinkan karyawan untuk memberikan input namun juga mengizinkan karyawan turut ambil bagian dari keputusan yang ingin diambilnya (employee empowerment) tahap akhir empowerment dimana perusahaan tak hanya mengizinkan karyawan untuk memiliki pekerjaannya dan berinovasi, namun juga mengeskpektasikan mereka untuk terus menerus melakukan hal tersebut (employee enlistment). Dengan kata lain, pada involvement dan empowerment karyawan dapat memilih apakah hendak melakukan pekerjaannya atau tidak, namun pada enlistment, karyawan memang diharapkan untuk melakukannya

BAB III Analisis Data

Profil Perusahaan

" Gambar 1. Logo Restoran

Restoran Takarajima merupakan restoran yang dengan spesialisasi masakan Jepang. Restoran ini sendiri telah berdiri sejak tahun 1985 dan saat ini memiliki 4 cabang yaitu di Cibubur, Margonda, Kemang dan Cipete yang juga merupakan kantor pusat. Visi Restoran Takarajima adalah menjadi restoran Jepang yang diterima dan sesuai dengan lidah masyarakat Indonesia. Competitive advantage yang dimiliki restoran Takarajima yaitu masakan Jepang yang mereka tawarkan telah dimodifikasi dari resep asli Jepang dengan menyesuaikan permintaan di pasar sehingga bisa dinikmati masyarakat Indonesia. Secara keseluruhan Restoran Takarajima memiliki 80 karyawan dan outlet yang menjadi observasi, Margonda, memiliki 17 karyawan. Pada praktek operasionalnya restoran Takarajima memiliki struktur organisasi sebagai berikut:

Tanggung jawab operasional setiap outlet dipegang oleh seorang leader, yang dalam hal ini memiliki peran seperti seorang manajer. Leader memiliki deskripsi pekerjaan mengontrol setiap kegiatan dalam restoran termasuk melakukan pemesanan ke pusat, melakukan penjadwalan jam kerja karyawan, dan setiap pengambilan keputusan dilakukan oleh leader. Pemesanan bahan baku dilakukan selama dua hari sekali, dan pemesanan ke supplier hanya dilakukan oleh dapur pusat. Jumlah pemesanan ditentukan oleh masing-masing outlet leader dan setiap order harus dipastikan memenuhi kebutuhan selama dua hari. Restoran Takarajima Margonda buka pada pukul 10.00 dan tutup pada pukul 22.00 pada hari biasa dan pukul 23.00 pada hari Sabtu dan Minggu. Aplikasi Employee Empowerment Pada Restoran Jepang Takarajima. Employee Involvement Dalam aktivitas operasional, Restoran Jepang Takarajima sudah mempraktikkan aspek employee involvement dengan mengadakan outlet briefing setiap hari pada pagi hari sebelum outlet dibuka dan pada malam hari setelah menutup outlet. Sesi briefing menjadi media bagi outlet leader untuk menyampaikan target yang harus dicapai, memotivasi pegawai, membahas performance kerja dan kejadian-kejadian yang

terjadi pada hari tersebut. Selain itu, pegawai juga bisa menyampaikan saran-saran yang mereka miliki untuk meningkatkan performance kerja tim di outlet tersebut. Semenjak awal, dari pihak manajemen sudah membiasakan karyawan untuk bekerja dalam tim dan tidak berusaha menonjolkan diri sendiri. Problem Solving dan Inovasi Ketika outlet menemukan masalah dalam aktivitas operasional, masalah tersebut akan dilaporkan pada outlet leader dan diusahakan untuk diselesaikan bersama-sama tim outlet. Bila tim di outlet tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut atau penyelesaiannya diperlukan otorisasi dari kantor pusat, maka masalah tersebut akan dilaporkan dan diserahkan solusinya kepada divisi yang berkaitan di kantor pusat atau kepada Operational Manager. Inovasi di Restoran Takarajima biasanya datang dari pihak owner. Owner sesekali bereksperimen untuk merubah suasana dengan menambah menu makanan baru, bentuk daftar menu, suasana restoran, dan sebagainya. Selain itu, inovasi juga bisa datang dari pelanggan atau dari karyawan. Saran dan masukan dari pelanggan biasanya ditampung oleh waiter atau oleh bidang marketing bila masukan didapat dari akun social media perusahaan seperti Twitter dan Facebook. Alur saran dan ide cenderung harus melalui birokrasi struktur perusahaan, dari bawah ke atas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa decision making process tetap berada di lini manajemen atas. Budaya Ketika terdapat karyawan baru, karyawan tersebut akan mendapatkan training dan coaching dari Supervisor selama tiga bulan. Setelah melalui tahap tersebut, karyawan akan ditempatkan di outlet untuk menjalani masa pencobaan selama satu bulan. Bila karyawan baru tersebut memnuhi ekspektasi outlet leader, maka karyawan tersebut akan menjadi karyawan tetap. Perusahaan berusaha meningkatkan performa kerja tim dengan memfasilitasi karyawan untuk bekerja dalam tim di luar restoran dengan mengadakan kegiatan bermain futsal bersama setiap dua minggu dan company outing setiap tahunnya.

Restoran Jepang Takarajima sangat menjunjung tinggi kepuasan pelanggan. Nilainilai ini ditanamkan pada karyawan untuk selalu mengusahakan kepuasan pelanggan Insentif Di Restoran Takarajima, karyawan mendapat insentif berupa gaji, tunjangan hari raya, dan bonus akhir tahun bila outlet berhasil memenuhi target penjualan. Bila karyawan memiliki performance yang bagus, karyawan bisa dipilih oleh leader untuk mendapat titel Employee of the Month dan diberi tambahan insentif berupa uang. Untuk proses kenaikan jabatan, pihak Takarajima biasanya memilih karyawankaryawan yang memiliki performa baik untuk menempati posisi yang lebih tinggi dari sebelumnya di cabang baru. Analisis Aplikasi Teori Melihat dari keadaan operasional karyawan di Restoran Jepang Takarajima, kami menyimpulkan bahwa Restoran Jepang Takarajima sudah melakukan employee involvement namun belum sepenuhnya melakukan employee empowerment. Praktik participatory management, brainstorming, dan MBWA sudah ada dengan melakukan aktivitas briefing dan penerimaan saran dari karyawan namun manajemen lini atas belum mengusahakan agar karyawan terbiasa untuk senantiasa berpikir kritis mengenai perbaikan berkelanjutan. Perusahaan tidak memiliki hambatan dari segi serikat pekerja karena karyawan tidak masuk dalam serikat pekerja manapun. Namun perusahaan harus berusaha mengatasi hambatan dari pihak manajemen lini atas dan kesiapan karyawan dengan memperkuat komitmen perusahaan pada manajemen kualitas. Pelaksanaan teori pemberdayaan karyawan dapat disarankan untuk dilakukan oleh pihak manajemen. Namun, karena keterbatasan data mengenai waste yang diderita perusahaan karena tidak mengadakan pemberdayaan karyawan, dapat disimpulkan bahwa belum ada kebutuhan mendesak bagi Restoran Jepang Takarajima untuk mengimplementasikan teori ini.

BAB IV Implementasi Teori Pemberdayaan Karyawan

Tim penulis menemukan bahwa teori pemberdayaan karyawan diimplementasikan oleh salah satu perusahaan penerbangan bernama Southwest Airlines. Southwest Airlines menjadikan pemberdayaan karyawan sebagai salah satu nilai utama perusahaan. Southwest Airlines percaya bahwa dalam tenaga kerja yang bertanggung jawab dan membatasi penekanan pada struktur organisasi formal, mempercayakan kekuatan pengambilan keputusan kepada pekerja akan menimbulkan perilaku kerja yang positif dengan pelanggan yang menjadi penerima manfaat langsung. Contoh kasus yang terjadi, seorang penumpang, juga merupakan seorang penulis terkenal, terburu-buru dan lupa untuk membawa kartu identitas diri. Hal ini menciptakan masalah di check in counter bandara, di mana petugas wajib melakukan verifikasi identitas diri penumpang. Petugas maskapai penerbangan lain biasanya akan bersikeras untuk meminta kartu identitas diri formal dan kemudian membuat pelanggan menunggu petugas meminta otorisasi dari manajer, dan sebagainya sampai penumpang ketinggalan pesawat. Tapi tidak di Southwest Airlines. Petugas yang diberdayakan bisa memverifikasi identitas penumpang, yang juga merupakan seorang penulis, dari sampul buku yang diterbitkan dan membiarkan dia lewat. Inisiatif seperti ini telah memungkinkan Southwest Airlines menjadi perusahaan penerbangan dengan keluhan pelanggan paling sedikit, efisiensi operasional dengan perputaran waktu tercepat , tidak pernah memiliki sejarah kecelakaan besar, dan tidak rentan pada resesi. Pada tahun 1991, Southwest Airlines adalah satu-satunya maskapai penerbangan yang mendapat profit dibandingkan maskapai lain. Southwest Airlines dapat menerbangkan 2.318 penumpang per karyawan, tertinggi dalam industri di mana rata-rata industri adalah 848 penumpang per karyawan.

Daftar Pustaka
Goestch, David L (2013), Quality Mangement for Organizational Excellence: Introduction to Total Quality; 7th Edition, Prentice Hall Nayab, N (2011). How Employee Empowerment Has Pushed Companies Ahead. [ONLINE] Available at: http://www.brighthub.com/office/humanresources/articles/123676.aspx. [Last Accessed 15 Desember 2013].

Statement of Authorship
Saya/kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami menyatakan menggunakannya. Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme. Nama : NPM : Tandatangan : Mata ajaran : Judul makalah/tugas : Tanggal : Dosen :

Anda mungkin juga menyukai