Anda di halaman 1dari 20

CASE REPORT SESSION

MORBUS HANSEN

Disusun oleh: Natasha Setyasty Primaditta Nesta Enggra Preseptor: Asmaja D. Soedarwoto, dr., SpKK(K) 1301-1211-0062 1301-1211-0114

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG 2013

KETERANGAN UMUM Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Pekerjaan Agama Suku Pendidikan Status Marital Tanggal Pemeriksaan ANAMNESIS Keluhan utama: Bercak-bercak berwarna putih mati rasa yang tidak terasa gatal dan tidak nyeri pada dada, perut, punggung, dan tangan kiri. Anamnesis Khusus: Pasien sejak 1 bulan sebelum berobat ke RS mengeluhkan bercak putih dengan ukuran terkecil sebesar uang logam 100 rupiah dan ukuran terbesar seluas mulut gelas yang dirasa semakin bertambah banyak pada dada, perut, dan punggung. Bercak tidak disertai gatal dan nyeri, namun terasa baal bila disentuh. Bercak pertama kali muncul sejak 1 tahun SMRS. Awalnya bercak muncul kecil di lengan bawah kiri disertai baal yang semakin lama semakin meluas. Bercak kemudian menyebar ke dada, perut, dan punggung. Keluhan disertai rambut dan alis mata rontok sejak 1 bulan terakhir. Perubahan bentuk hidung, hidung tersumbat, dan mimisan sejak 1 tahun terakhir yang hilang timbul. Keluhan tidak disertai demam serta benjolan di daerah leher, ketiak, dan selangkangan. Tidak ditemukan riwayat adanya luka/borok pada kulit, mulut mencong, kelopak mata sulit ditutup, penglihatan menjadi buram, suara sengau/serak, pembesaran payudara, pembesaran buah zakar, pembengkokan dan pemendekan jari. Pasien lahir, dibesarkan, tinggal dan menetap di Cikalong. Pasien tinggal bersama ibu, paman dan bibinya. Tidak ditemukan riwayat berpergian ketempat endemis kusta seperti pantai utara Jawa, Cirebon, Subang, Tangerang, dan Indonesia bagian timur. Tidak ada riwayat anggota keluarga dengan keluhan yang sama, namun ayah pasien : Tn. T : Laki-laki : 22 tahun : Cikalong : Tidak bekerja : Islam : Sunda : SMP : Belum Menikah : 3 Januari 2012

pernah mengalami borok dan kaku pada ujung-ujung jari kaki hingga meninggal 7 tahun yang lalu. Pasien belum pernah berobat untuk penyakitnya ini. Pasien tidak memiliki riwayat minum obat-obatan tertentu dalam 2 tahun terakhir. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan tidak diketahui. Riwayat kencing manis pada keluarga pasien disangkal, riwayat kencing manis pada pasien tidak diketahui. Riwayat sering haus dan lapar, dan riwayat sering kencing di malam hari disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Respirasi Berat badan : 52 kg : 20 kali/menit Nadi : 88 kali/menit Suhu : 36,7 C : tampak sakit sedang : kompos mentis

Tinggi badan : 165 cm, gizi cukup (BMI = 19,25)

KEPALA

Rambut alopesia (-) Wajah simetris, fasies leonina (-) Mata : madarosis +/+, lagoftalmus -/konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, refleks kornea +/+ Hidung: hidung pelana (+), sekret -/-, epistaksis -/Mulut : sudut mulut simetris, bibir: infiltrat (-), makroglosi (-) tonsil: T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis Telinga: infiltrat +/+

LEHER

Inspeksi Palpasi

: tidak terlihat pembesaran KGB : KGB tidak teraba membesar

THORAKS

Bentuk dan pergerakan simetris, ginekomastia -/-

Paru-paru Jantung

: VBS kiri = kanan, ronkhi -/-, wheezing -/: bunyi jantung murni reguler

ABDOMEN Datar, lembut Hepar dan limpa tidak teraba Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)

AKSILA

Inspeksi Palpasi

: tidak terlihat pembesaran KGB : KGB tidak teraba membesar

INGUINAL

Inspeksi Palpasi

: tidak terlihat pembesaran KGB : KGB tidak teraba membesar

Ekstremitas atas

kontraktur jari-jari kedua tangan -/claw hand -/-, wrist drop -/-, banana finger +/+ pseudomutilasi -/atrofi tenar -/atrofi hipotenar -/-

Ekstremitas bawah

kontraktur jari-jari kaki -/claw toes -/-, drop foot -/-, edema -/pseudomutilasi -/atrofi otot -/-

GENITALIA

testis tidak ada kelainan

Status Dermatologikus Distribusi : regioner

a/r lengan kiri, dada, perut, dan punggung

Karakteristik : tampak bercak putih, multipel (>5), diskret, bentuk tidak beraturan, berukuran terkecil 1 x 0,7 cm, ukuran terbesar 6 x 4 cm, batas tegas, kering Efloresensi : plak

Status Neurologikus SARAF PERIFER: N. aurikularis magnus N. ulnaris N. peroneus komunis pembesaran +/+ +/+ +/+ konsistensi keras keras keras nyeri tekan -/-/-/-

SARAF SENSORIS: - gloves and stocking anaesthesia (-)

SARAF MOTORIS: - kekuatan otot: 5 5 5 5

SARAF OTONOM: - kulit pada kedua lengan bawah dan tungkai bawah tampak kering

DIAGNOSIS KERJA - MH multibasiler tipe lepromatous

PEMERIKSAAN LANJUTAN Pemeriksaan BTA (Indeks ASK = kanan +3, kiri +4, lesi +3 = +3,33, indeks morfologi 54%) Kultur dan tes resistensi Foto thoraks PA Pemeriksaan keluarga yang tinggal serumah dengan pasien

PENATALAKSANAAN Umum: Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya kronis dan menular. Menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan penyakit ini membutuhkan pengobatan yang lama dan membutuhkan kepatuhan. Menganjurkan orang yang tinggal serumah untuk diperiksa.

Khusus: Multidrugs therapy multibaciller (MDT-MB) bulan ke-1, terdiri dari: Rifampisin 1x600 mg/bulan Klofazimin 1x100 mg/bulan (hari ke-1), dilanjutkan 1x50 mg/hari (mulai hari ke-2) Dapson 1x50 mg/hari Roboransia (vitamin B1) 1x1 tablet/ hari

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam ad bonam dubia ad malam dubia ad bonam

PEMBAHASAN
DEFINISI Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis, kecuali susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat bersifat asimtomatik, namun pada sebagian kecil meperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki.

ETIOLOGI Kusta disebabkan oleh bakteri M. leprae yang bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 , lebar 0,2-0,5 , biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dibiakan. Masa replikasi dari M. leprae membutuhkan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Oleh karena itu masa tunas yang diperlukan pada bakteri ini menjadi lama yaitu rata-rata 2-5 tahun.

PATOGENESIS Cara masuknya bakteri M. leprae ke dalam tubuh belum diketahui secara pasti, namun pada beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering adalah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. leprae terhadap kulit seseorang dipengaruhi oleh faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis. M. leprae merupakan bakteri obligat intraselular yang terutama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk kedalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag untuk memfagositnya.

Pada kusta tipe LL (lepromatosa) terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultipikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan. Pada kusta tipe TT (tuberkuloid) kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel Datia Langhans. Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid ini akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya. Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae, di samping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imiunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.

KLASIFIKASI Jenis klasifikasi yang umum: A. Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953) Intermediate (I) Tuberkuloid (T) Borderline Dimorphous (B) Lepromatosa (L)

B. Klasifikasi untuk kepentingan riset: Klasifikasi Ridley-Jopling (1962) Tuberkuloid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Mid-borderline (BB) Borderline Lepromatous (BL) Lepromatosa (LL)

C. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta: Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988) i. Pausibasilar (PB)

Hanya kusta tipe I, TT, dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling; atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid. ii. Multibasilar (MB) Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling; atau B dan L menurut kriteria Madrid; dan semua kusta dengan BTA positif. Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan, harus diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetap diobati sebagai MB apapun hasil pemeriksaan BTA-nya saat ini. 2. Bila awalnya didiagnosis tipe PB, harus dibuat klasifikasi baru berdasarkan gambaran klinis dan hasil BTA saat ini. Tabel 1. Perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO**
1. Lesi kulit (macula yang datar, papul yang meninggi, Infiltrat, plak eritem, nodus) 2. Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena) PB - 1-5 lesi - Hipopigmentasi/erite ma - Distribusi tidak simetris - Hilangnya sensasi yang jelas - Hanya satu cabang saraf MB - >5 lesi - Distribusi simetris

lebih

- Hilangnya sensasi kurang jelas - Banyak cabang saraf

** Semua pasien dengan BTA positif, apapun klasifikasi klinisnya, diobati dengan MDT-MB.

Tabel 2. Gambaran klinis tipe PB


Karakteristik Lesi Tipe Jumlah Distribusi Permukaan Sensibilias BTA Pada lesi kulit Tes Lepromin Tuberkuloid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) makula dibatasi infiltrat, infiltrat saja Beberapa atau satu dengan lesi satelit Asimetris Kering, skuama Hilang Negative, atau 1+ Positif (2+) Intermediate (I)

makula atau makula dibatasi infiltrate Satu atau beberapa Terlokalisasi asimetris Kering, skuama Hilang Negative Positif kuat (3+) dan

makula Satu atau beberapa Bervariasi Dapat halus agak berkilat Agak terganggu Biasanya negative Mergukan (1+)

Tabel 3. Gambaran klinis tipe MB


Karakteristik Lesi Tipe Jumlah Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Macula, plak, papul Banyak, tetapi kulit sehat masih ada Cenderung simetris Halus, berkilap Sedikit berkurang Banyak Biasanya tidak ada Negatif Mid-borderline (BB)

Distribusi Permukaan Sensibilias BTA Pada lesi kulit Pada hembusan hidung Tes Lepromin

Makula, infiltrate difus, papul, nodus Banyak, distribusi luas, prkatis tidak ada kulit sehat Simetris Halus dan berkilap Tidak terganggu Banyak (globi) Banyak (globi) Negatif

Plak, lesi berbentuk kubah, lesi punched-out Beberapa, kulit sehat (+)

Asimetris Sedikit berkilap, beberapa lesi kering Berkurang Agak banyak Tidak ada Biasanya negatif, dapat juga ()

Kusta tipe neural/ / neural type Kusta neural adalah penyakit kusta yang ditandai oleh hilangnya fungsi sensoris pada daerah sepanjang distribusi sensoris batang saraf yang menebal (dapat disertai paralisis motoris maupun tidak), tanpa ditemukannya bercak pada kulit. Kusta tipe ini sulit diklasifikasikan ke dalam klasifikasi standar. Diagnosis kusta neural tidak dapat secara pasti ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis. Namun demikian, diagnosis kerja dapat diambil berdasarkan pemeriksaan klinis jika ditemukan penebalan saraf pada tempat predileksi. Biopsi saraf merupakan langkah ideal untuk menegakkan diagnosis, tetapi tidak praktis dan memiliki keterbatasan. Modalitas lain yang dapat dipergunakan untuk membantu menegakkan diagnosis kusta neural adalah Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC).Teknik ini lebih sederhana dan dapat mengambil contoh bahan untuk diagnostik tanpa mengganggu kontinuitas saraf.

Kusta histoid Kusta histoid ditandai dengan adanya nodus-nodus yang keras dan berbatas tegas dengan kulit di sekitamya. Bentuk ini dapat timbul akibat resistensi dapson sekunder.

GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis penyakit kusta pada seorang pasien mencerminkan tingkat kekebalan selular pasien tersebut. Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah klasifikasi menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan imunologis. Sekarang klasifikasi ini juga secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan. 1. Tipe tuberkuloid (TT) Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau central healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respons imun pejamu yang adekuat terhadap kuman kusta. 2. Tipe borderline tuberculoid (BT) Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejeias tipe tuberkuloid. Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal. 3. Tipe mid borderline (BB) Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit kusta. Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk makula infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi punched out yang merupakan ciri khas tipe ini. 4. Tipe borderline lepromatous (BL) Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi

bentuknya. Walaupun masih kecil, papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan pinggir luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi. 5. Tipe lepromatous (LL) Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap, berbatas tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga; sedang di badan mengenai bagian badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk fasies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis, dan keratitis. Lebih lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung. Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis. Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking & glove anaesthesia. Bila penyakit ini menjadi progresif, muncul makula dan papul baru, sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus. Pada stadium lanjut serabutserabut saraf perifer mengalami degenerasi anestesi dan pengecilan otot tangan dan kaki. Salah satu tipe penyakit kusta yang tidak termasuk dalam klasifikasi Ridley dan Jopling, tetapi diterima secara luas oleh para ahli kusta yaitu tipe indeterminate (I). Lesi biasanya berupa makula hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan kulit di sekitarnya normal. Lokasi biasanya di bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi atau sedikit penebalan saraf. Diagnosis tipe ini hanya dapat ditegakkan, bila dengan pemeriksaan histopatologik didapatkan kuman atau terdapat infiltrat di sekitar saraf. Pada 20-80% kasus pasien kusta didapatkan tipe ini yang merupakan tanda pertama. Sebagian besar akan sembuh spontan. hialin atau fibrosis yang menyebabkan

Gambaran klinis organ tubuh lain yang dapat diserang :

i. ii. iii. iv. v. vi. vii. viii. ix.

Mata: iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan. Hidung: epistaksis, hidung pelana. Tulang dan sendi: absorbsi, mutilasi, arthritis Lidah: ulkus, nodus, Larings: suara parau. Testis: ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi. Kelenjar limfe : limfadenitis Rambut: alopesia, madarosis. Ginjal: glomerulonefritis, amiloidosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.

Predileksi Lesi kulit Bagian tubuh yang relatif lebih dingin, misalnya pada muka, hidung, (mukosa), telinga, anggota tubuh, dan bagian tubuh yang terbuka. Predileksi Kerusakan Saraf Tepi Sama halnya pada kulit, M.leprae tumbuh optimum pada suhu 30C, Kuman ini lebih sering menyerang saraf tepi yang terletak superfisial dengan suhu yang relatif lebih dingin. Saraf tepi yang dapat terserang akan menunjukkan berbagai kelainan, yaitu : N. fasialis : lagoftalmos, mulut mencong

N. trigeminus : anestesi kornea N. aurikularis magnus N. radialis N. ulnaris jari IV : tangan lunglai (drop wrist) : anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari V dan sebagian

N. medianus

: anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari I,II,III, dan sebagian jari

IV. Kerusakan N. ulnaris dan N. medianus menyebabkan jari kiting (clow toes) dan tangan cakar (claw hand) N. peroneus komunis : kaki semper (drop foot) N. tibialis posterior : mati rasa telapak kaki dan jari kiting (claw toes)

Manifestasi penyakit yang menunjukkan bahwa penyakit kusta masih aktif adalah :

Kulit: lesi membesar, jumlah bertambah, ulserasi, eritematosa, infiltrate atau nodus. Saraf: nyeri, gangguan fungsi bertambah, jumlah saraf yang terkena bertambah.

Tanda sisa penyakit kusta : Kulit: atrofi, keriput, non-repigmentasi, dan bulu hilang. Saraf: mati rasa persisten, paralisis, kontraktur, dan atrofi otot.

DIAGNOSIS Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain. Sebaliknya banyak penyakit lain dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit kusta. Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal, yaitu:
1. Bercak kulit yang mati rasa

Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.
2. Penebalan saraf tepi

Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu :
a. gangguan fungsi sensoris : mati rasa b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis c. gangguan

fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan

rambut yang terganggu.


3. Ditemukan kuman tahan asam

Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf. Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.

Indeks bakteri (IB) Kepadatan basil tahan asam (BTA) tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri (IB) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. Nol bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP). 1+ bila 1 -10 BTA dalam 100 LP 2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP 3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP 4+ bila 11 - 100 BTA rata-rata dalam 1 LP 5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP 6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP Pemeriksaan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi. IB seseorang adalah IB rata-rata semua lesi yang dibuat sediaan.

Indeks Morfologi (IM) Indeks morfologi merupakan teknik standar yang dipakai memperkirakan proporsi kuman yang hidup diantara seluruh kuman. IM menunjukkan, 1) Respon terhadap terapi, 2) Resistensi obat, dan 3) Pasien dalam keadaan infeksius atau tidak. Perhitungan IM dilakukan sebagai berikut: IM= Jumlah seluruh kuman utuh Jumlah seluruh kuman diperiksa PENATALAKSANAAN PROGRAM MDT Tujuan : Pencegahan thd resistensi obat Memperpendek waktu pengobatan Untuk mengurangi risiko penularan infeksi X 100%

Obat dalam rejimen MDT-WHO a. Dapson (DDS, 4,4 diamino-difenil-sulfon) Obat ini bersifat bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase. Dapson bekerja sebagai antimetabolit PABA. Resistensi terhadap dapson timbul sebagai

akibat kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman kusta. Dapson biasanya diberikan sebagai dosis tunggal, yaitu 50-100 mg/hari untuk dewasa, atau 2 mg/kg berat badan untuk anak-anak. Indeks morfologi kuman pasien LL yang diobati dengan dapson biasanya menjadi nol setelah 5 sampai 6 bulan. Obat ini sangat murah, efektif, dan relatif aman. Efek samping yang mungkin timbul antara lain: erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia, nekrolisis epidermal toksik, hepatitis dan

methemoglobinemia. Namun efek samping tersebut jarang dijumpai pada dosis lazim. b. Rifampisin Rifampisin bersifat bakterisidal kuat. Rifampisin bekerja menghambat enzim polimerase RNA yang berikatan secara ireversibel. Dosis tunggal 600 mg/hari (atau 5-15 mg/kg berat badan) mampu membunuh kuman kira-kira 99,9% dalam waktu beberapa hari. Efek samping yang harus diperhatikan adalah: hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, dan erupsi kulit. Obat ini harganya mahal, dan saat ini telah dilaporkan adanya resistensi. c. Klofazimin Obat ini mempunyai efek bakteriostatik setara dengan dapson. Kerjanya diduga melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Di samping itu obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta. Dosis untuk kusta adalah 50 mg/ hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1 mg/kg berat badan/hari. Selain itu dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan tipe 2. Kekurangan obat ini adalah harganya mahal, disamping itu menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah pada ketaatan berobat penderita. Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi, berupa gangguan gastrointestinal (nyeri abdomen, diare, anoreksia, dan vomitus). d. Etionamid dan protionamid Kedua obat ini merupakan obat anti tuberkulosis dan hanya sedikit dipakai pada pengobatan kusta. Dahulu dipakai sebagai pengganti klofazimin, pada kasus-kasus yang keberatan karena pigmentasinya. Obat ini bekerja bakteriostatik, tetapi cepat menimbulkan resistensi, lebih toksik, harganya mahal serta hepatotoksik, oleh karenanya sekarang tidak dianjurkan lagi pada rejimen pengobatan kusta.

SKEMA REJIMEN MDT-WHO Berdasarkan klasifikasi WHO (1997) untuk kepentingan pengobatan, pasien kusta dibagi menjadi 3 grup, yaitu pausibasiler dengan lesi tunggal, pausibasiler dengan lesi 25 buah, dan pasien multibasiler dengan lesi lebih dari 5 buah. Oleh sebab itu skema rejimen MDT-WHO menjadi sebagai berikut:
1. Rejimen PB dengan lesi tunggal, terdiri atas Rifampisin 600 mg ditambah dengan

Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg (ROM) dosis tunggal.


2. Rejimen PB dengan lesi kulit 2-5 buah, terdiri atas rifampisin 600 mg sebuian sekali,

dibawah pengawasan, ditambah dapson 100 mg/hari (1-2 mg/kg berat badan) swakelola, selama 6 bulan.
3. Rejimen MB dengan lesi kulit lebih dan 5 buah, terdiri atas kombinasi rifampisin 600

mg sebuian sekali di bawah pengawasan, dapson 100 mg/hari swakelola, ditambah klofazimin 300 mg sebuian sekali diawasi dan 50 mg/hari swakelola. Lama pengobatan 1 tahun.

Tabel 1. Obat dan dosis rejimen MDT-PB lesi tunggal (dosis tunggal dan dimakan bersamaan) Rifampisin Dewasa Anak-anak 5-14tahun* Dosis: Dosis tunggal R O M * Tidak direkomendasikan pada wanita hamil atau anak-anak lebih kecil dari 5 tahun. 600 mg 300 mg Ofloksasin 400 mg 200 mg Minosiklin 100 mg 50 mg

Tabel 2. Obat dan dosis rejimen MDT-PB Dapson Dewasa Anak-anak 10-14 tahun* Durasi pengobatan: 6-9 bulan * Sesuaikan dosis bagi anak-anak yang lebih kecil dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg/hari dan rifampisin 300 mg/bulan (diawasi) 100 mg/hari 50 mg/hari Rifampisin 600 mg/bulan, diawasi 450 mg/bulan, diawasi

Tabel 3. Obat dan dosis rejimen MDT-MB Dapson Dewasa 100 mg/hari* Rifampisin 600 mg/bulan, diawasi 450 mg/bulan, diawasi Klofazimin 50 mg/ hari DAN 300 mg/bulan diawasi 50 mg selang sehari DAN 150 mg/bulan diawasi

Anak-anak 10-14 th*

50 mg/hari

Durasi pengobatan: 12-18 bulan * Sesuaikan dosis bagi anak-anak yang lebih kecil dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg/hari dan rifampisin 300 mg/bulan (diawasi), klofazimin 50 mg 2 kali seminggu, dan klofazimin 100 mg/bulan (diawasi) REAKSI KUSTA Definisi Suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta yang terjadi dalam perjalanan penyakitnya, yang diduga disebabkan hipersensitivitas akut terhadap antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.

Manifestasi Klinis Ada dua tipe reaksi berdasarkan hipersensitivitas yang menyebabkannya: Tipe 1: disebabkan oleh hipersensitivitas seluler Tipe 2: disebabkan oleh hipersensitivitas humoral

REAKSI TIPE 1 : Reaksi Reversal Organ yang diserang Kulit Reaksi Ringan Lesi kulit yang telah ada menjadi eritematosa Membesar, tidak nyeri, fungsi tidak terganggu, berlangsung kurang dari 6 minggu Lesi yang telah ada menjadi eritematosa, nyeri pada saraf berlangsung kurang dari 6 minggu Reaksi Berat Lesi yang ada menjadi eritematosa, timbul lesi baru yang kadang-kadang disertai panas dan malaise Membesar, nyeri, fungsi terganggu, berlangsung lebuh dari 6 minggu Lesi kulit eritematosa disertai ulserasi atau edema pada tangan/kaki. Saraf membesar, nyeri, dan fungsi

Saraf

Kulit dan saraf bersamaan

terganggu. Berlangsung lebih dari 6 minggu atau lebih. REAKSI TIPE 2 : Reaksi Eritema Nodosum Leprosum Organ yang diserang Kulit Reaksi ringan Timbul sedikit nodus yang beberapa diantaranya terjadi ulserasi. Disertai dmam ringan dan malaise Saraf membesar tetapi nyeri dan fungsinya tidak terganggu Tidak ada gangguan Lunak, tidak nyeri Gejalanya seperti tersebut diatas Reaksi berat Banyak nodus yang nyeri dan mengalami ulserasi disertai demam tinggi dan malaise Saraf membesar, nyeri, dan fungsi terganggu Nyeri, penurunan visus, dan merah sekitar limbus Lunak, nyeri, dan membesar Gejala seperti tersebut diatas disertai keadaan sakit yang keras dan nyeri yang sangat

Saraf

Mata Testis Kulit, saraf, mata, dan testis bersama-sama

Penatalaksanaan Umum Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berkelanjutan menjadi anestesi, paralisis, atau kontraktur. Mencegah kerusakan pada mata yang dapat mengakibatkan kebutaan

(iridosiklitis). Membunuh kuman penyebab agar penyakit tidak meluas. Mengatasi nyeri (analgetika dan sedatif).

Pengobatan Obat antikusta terus dilanjutkan Istirahat atau imobilisasi Pemberian obat anti reaksi

Reaksi ringan Aspirin 600-1200mg/hari atau analgetika lain

Talidomid 400mg/hari diturunkan sampai 50g/hari

Reaksi berat Rawat di rumah sakit. Reaksi tipe 1 harus segera diberikan kortikosteroid. Reaksi tipe 2 dapat diberikan klofazimin, talidomid, dan kortikosteroid sendirisendiri atau bersamaan. Pemberiaan pentoksifilin 400mg/hari.

Pemberian kortikosteroid Dosis dimulai antara 30-80mg/hari. Sebaiknya digunakan sebagai dosis tunggal di pagi hari. Pengobatan prednison reaksi tipe 1: o 2 minggu I o 2 minggu II o 2 minggu V o 2 minggu I o 2 minggu II : 30 mg/hari : 20mg/hari

o 2 minggu IV : 10mg/hari : 5mg/hari

Pengobatan prednison reaksi tipe 2: : 30 mg/hari : 20mg/hari

o 2 minggu III : 15mg/hari o 2 minggu IV : 10mg/hari o 2 minggu V : 5mg/hari

Anda mungkin juga menyukai