Anda di halaman 1dari 17

Taenia Saginata dan Perannya pada

Manusia



Desrainy Inhardini Gunadiputri
Kelompok C4
NIM 102010261


1
Taenia Saginata dan Perannya pada Manusia
Desrainy Inhardini Gunadiputri
*


Pendahuluan
Taeniasis adalah infeksi oleh cacing pita genus Taenia di dalam usus. Ada dua spesies yang
sering sebagai penyebabnya, yaitu Taenia solium dan Taenia saginata.
1
Taenia saginata biasa
dikenal dengan cacing pita sapi. Cacing ini ditemukan di seluruh dunia, paling banyak
terdapat di tempat orang-orang mengonsumsi daging sapi mentah atau belum matang.
2
Cacing
pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum Platyhelminthes. Cacing dewasanya
menempati saluran usus vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata.
Bentuk badan cacing dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral, tidak
mempunyai alat cerna atau saluran vaskular dan biasanya terbagi dalam segmen-segmen yang
disebut proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduksi jantan dan betina. Ujung bagian
anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat, disebut skoleks, yang dilengkapi dengan alat
isap dan kait-kait. Spesies penting yang dapat menimbulkan kelainan pada manusia antara
lain Taenia saginata, Taenia solium, dan Diphyllobothrium latum yang akan dibahas lebih
lanjut dalam tinjauan pustaka ini.
3


Anamnesis
Taeniasis saginata umumnya tidak menyebabkan gejala berarti. Kadang-kadang pasien
mengeluh gangguan usus atau gejala obstruksi intestinal akut. Seringkali penderita datang
berobat karena proglotid bergerak sendiri menuju ke anus. Hal ini biasa terjadi pada siang
hari.
4

Di dalam anamnesis perlu ditanyakan antara lain apakah penderita pernah mengeluarkan
proglotid (segmen) dari cacing pita baik pada waktu buang air besar maupun secara spontan,
bila memungkinkan sambil memperlihatkan contoh potongan cacing yang diawetkan dalam
botol transparan.
1

*
Desrainy Inhardini Gunadiputri, Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana, Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat, e-mail: desrainy.inhardini@yahoo.com
2
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Dengan menemukan telur di dalam tinja atau usap anus hanya dapat membuat diagnosis
genus karena morfologi telur T. saginata sama dengan telur T. solium. Sedangkan
menemukan proglotid yang aktif bergerak dalam tinja, atau keluar spontan dapat dipakai
untuk menegakkan diagnosis setelah terlebih dahulu diidentifikasi di bawah mikroskop.
Proglotid diidentifikasi dengan merendamnya dalam cairan laktofenol sampai jernih. Setelah
uterus dengan cabang-cabangnya terlihat jelas, jumlah cabang-cabang dapat dihitung.
3,4,5
Pemeriksaan tinja
Tinja yang diperiksa adalah tinja yang berasal dari defekasi spontan. Sebaiknya diperiksa
dalam keadaan segar. Bila tidak memungkinkan untuk diperiksa segera , tinja tersebut diberi
formalin 5-10 % atau spiritus sebagai pengawet. Wadah pengiriman tinja terbuat dari kaca
atau bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastik. Kalau konsistensi padat dus karton
berlapiskan parafin juga boleh dipakai.
Pemeriksaan tinja secara mikroskopis dilakukan antara lain dengan metode langsung (secara
natif), bahan pengencer yang dipakai NaCL 0,9 % atau lugol. Dari satu spesimen tinja dapat
digunakan menjadi 4 sediaan. Jika ditemukan telur cacing Taenia sp, maka pemeriksaan
menunjukkan hasil positif taeniasis. Pada pemeriksaan tinja secara makroskopis dapat juga
ditemukan proglotid jika keluar.
Pemeriksaan dengan metode langsung ini kurang sensitif dan spesifik, terutama telur yang
tidak selalu ada dalam tinja dan secara morfologi sulit diidentifikasi. Metode pemeriksaan lain
yang lebih sensitif dan spesifik misalnya teknik sedimentasi eter, anal swab, dan coproantigen
(paling sensitif dan spesifik).
Dinyatakan penderita positif taeniasis apabila ditemukan telur cacing Taenia sp pada
pemeriksaan tinja secara mikroskopis dan/atau adanya riwayat mengeluarkan proglotid atau
ditemukan proglotid pada pemeriksaan tinja secara makroskopis dengan atau tanpa disertai
gejala klinis (tabel 1).


3
Tabel 1. Diagnosis taeniasis
1
No. Telur cacing Taenia sp Proglotid
(anamnesis/mikroskopis)
Gejala klinis Diagnosis
1 + + + *) Taeniasis
2 + + - Taeniasis
3 + - + Taeniasis
4 - + + Taeniasis
5 - + - Taeniasis
6 - - + Bukan
Taeniasis
7 - - - Bukan
Taeniasis
*) Gejala klinis (+) apabila ditemukan gejala-gejala sebagai berikut : rasa tidak enak pada
lambung, nausea, badan lemah, berat badan menurun, nafsu makan menurun, sakit kepala,
konstipasi, pusing, diare, dan pruritus ani. Pada pemeriksaan darah tepi (hitung jenis) terjadi
peningkatan eosinofil (eosinofillia).
Morfologi Taenia saginata
Taenia saginata adalah salah satu cacing pita yang berukuran besar dan panjang, terdiri atas
kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang merupakan rangkaian ruas-ruas
proglotid, sebanyak 1000-2000 buah. Panjang cacing 4-12 meter atau lebih. Skoleks hanya
berukuran 1-2 milimeter, bentuk piriform, mempunyai empat batil isap dengan otot-otot yang
kuat, setengah bulat atau menonjol, tanpa kait-kait (rostelum). Bentuk leher sempit, ruas-ruas
tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat struktur tertentu.
3,5

Strobila terdiri atas rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur) dan proglotid yang
dewasa (matur) dan yang mengandung telur atau disebut gravid. Pada proglotid yang belum
dewasa, belum terlihat struktur alat kelamin yang jelas. Pada proglotid yang dewasa terlihat
struktur alat kelamin seperti folikel testis yang berjumlah 300-400 buah, tersebar di bidang
dorsal. Vasa eferensnya bergabung untuk masuk ke rongga kelamin (genital atrium), yang
berakhir di lubang kelamin (genital pore). Lubang kelamin letaknya selang-seling pada sisi
kanan atau kiri strobila. Di bagian posterior lubang kelamin, dekat vas eferens, terdapat
tabung vagina yang berpangkal pada ootip.
Ovarium terdiri atas dua lobus, berbentuk kipas, besarnya hampir sama. Letak ovarium di
sepertiga bagian posterior proglotid. Vitelaria letaknya di belakang ovarium dan merupakan
kumpulan folikel yang eliptik.
4
Uterus tumbuh dari bagian anterior ootid dan menjulur ke bagian anterior proglotid. Setelah
uterus ini penuh dengan telur, maka cabang-cabangnya akan tumbuh, yang berjumlah 15-30
buah pada satu sisinya dan tidak memiliki lubang uterus (porus uterinus). Proglotid yang
sudah gravid letaknya terminal dan sering terlepas dari strobila. Proglotid ini dapat bergerak
aktif, keluar dengan tinja atau keluar sendiri dari lubang dubur (spontan). Setiap harinya kira-
kira sembilan buah proglotid dilepas. Proglotid bentuknya lebih panjang daripada lebar. Telur
dibungkus embriofor, yang bergaris-garis radial, berukuran 30-40 x 20-30 mikron, berisi
embrio heksakan (memiliki enam buah kait-kait) atau onkosfer. Telur yang baru keluar dari
uterus masih diliputi selaput tipis yang disebut lapiran luar telur. Sebuah proglotid gravid
berisi kira-kira 100.000 buah telur. Waktu proglotid terlepas dari rangkaiannya dan menjadi
koyak, cairan putih susu yang mengandung banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior
proglotid tersebut, terutama bila proglotid berkontraksi waktu gerak.
3

Gambar 1. Taenia saginata; A. Skoleks; B. Proglotid; C. Telur, tidak dapat dibedakan dengan
telur Taenia solium
4

Diagnosis
Diagnosis kerja dalam kasus ini adalah taeniasis saginata, dengan diagnosis banding taeniasis
solium dan difilobotriasis.

5
Taeniasis solium
Taeniasis solium disebabkan oleh cacing pita dari daging babi (Taenia solium). Hospes
definitif T. solium adalah manusia, sedangkan hospes perantaranya adalah babi, babi hutan,
dan beruang, jarang ditemukan pada kambing, rusa, anjing, dan kucing. Manusia yang
dihinggapi cacing dewasa T. solium, juga menjadi hospes perantara cacing ini. Cacing dewasa
hidup di bagian atas jejunum dan dapat hidup sampai 25 tahun.
4
Nama penyakit yang
disebabkan oleh cacing dewasa adalah taeniasis solium dan yang disebabkan stadium larva
adalah sistiserkosis. Kasusnya banyak ditemukan di negara yang mempunyai banyak
peternakan babi dan di tempat daging babi banyak disantap.
Taenia solium berukuran panjang 2-4 meter dan kadang-kadang sampai 8 meter, cacing ini
terdiri dari skoleks, leher dan strobila, yang terdiri atas 800-1000 ruas proglotid. Skoleks yang
bulat berukuran kira-kira 1 milimeter, mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum yang
mempunyai 2 baris kait-kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah. Strobila terdiri atas
rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur), dewasa (matur), dan mengandung telur
(gravid). Gambaran alat kelamin pada proglotid dewasa sama dengan Taenia saginata,
kecuali jumlah folikel testisnya lebih sedikit, yaitu 150-200 buah. Bentuk proglotid gravid
mempunyai ukuran panjang hampir sama dengan lebarnya. Jumlah cabang uterus pada
proglotid gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi. Lubang kelamin letaknya bergantian selang-
seling pada sisi kanan atau kiri strobila secara tidak beraturan.

Gambar 2. Taenia solium: A. Skoleks; B. Kait-kait pada skoleks; C. Proglotid
4
6
Proglotid gravid berisi 30.000-50.000 buah telur. Telurnya keluar melalui celah robekan pada
proglotid. Telur tersebut bila termakan oleh hospes perantara yang sesuai, maka dindingnya
dicerna dan embrio heksakan keluar dari telur, menembus dinding usus dan masuk ke saluran
getah bening atau darah dan menyangkut di jaringan otot babi. Larva yang disebut sistiserkus
selulose biasanya ditemukan pada otot lidah, punggung, dan pundah babi. Hospes perantara
lain kecuali babi, adalah monyet, unta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus, dan manusia.
Larva tersebut berukuran 0,6-1,8 cm. Bila daging babi yang mengandung larva sistiserkus
dimakan setengah matang atau mentah oleh manusia, dinding kista dicerna, skoleks
mengalami evaginasi untuk kemudian melekat pada dinding usus halus seperti yeyunum.
Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut menjadi dewasa dan melepaskan proglotid dengan telur.

Gambar 3. Daur hidup Taenia solium
6
Cacing dewasa yang biasanya berjumlah seekor, tidak menyebabkan gejala klinis yang
berarti. Bila ada, dapat berupa nyeri ulu hati, mencret, mual, obstipasi dan sakit kepala. Darah
tepi dapat menunjukkan eosinofilia.
Gejala klinis yang lebih berarti dan sering diderita disebabkan oleh larva yang disebut
sistiserkosis. Infeksi ringan biasanya tidak menunjukkan gejala, kecuali bila alat yang
dihinggapi adalah alat tubuh yang penting. Pada manusia, sistiserkus Taenia solium sering
7
menghinggapi jaringan subkutis, mata, otak, otot, otot jantung, hati, paru, dan rongga perut.
Walaupun sering dijumpai, kalsifikasi (perkapuran) pada sistiserkus tidak menimbulkan
gejala, akan tetapi sewaktu-waktu terdapat pseudohipertrofi otot, disertai gejala miositis,
demam tinggi dan eosinofilia.
Pada jaringan otak atau medula spinalis, sistiserkus jarang mengalami kalsifikasi. Keadaan ini
sering menimbulkan reaksi jaringan dan dapat mengakibatkan epilepsi, meningoensefalitis,
gejala yang disebabkan oleh tekanan intrakranial yang tinggi seperti nyeri kepala dan kadang-
kadang kelainan jiwa. Jidrosefalus internus dapat terjadi, bila timbul sumbatan aliran cairan
serebrospinal. Sebuah sistiserkus tunggal yang ditemukan dalam ventrikel IV otak dapat
menyebabkan kematian.
Diagnosisnya dilakukan dengan mememukan telur dan proglotid. Telur suka dibedakan
dengan Taenia saginata. Cara lain adalah dengan:
1. Ekstirpasi benjolan yang kemudian diperiksa secara histopatologi
2. Radiologis dengan CT scan atau MRI
3. Deteksi antibodi dengan teknis ELISA, Western Blot (EIBT), uji hemaglutinasi,
Counter Immuno Electrophoresis (CIE)
4. Deteksi coproantigen pada tinja
5. Deteksi DNA dengan teknik PCR
Pengobatan hampir sama dengan taeniasis saginata. Prognosis untuk taeniasis solium cukup
baik, dapat disembuhkan dengan pengobatan. Pada sistiserkosis, prognosis tergantung berat
ringannya infeksi dan alat tubuh yang dihinggapi. Bila yang dihinggapi alat penting,
prognosis kurang baik.
3
Difilobotriasis
Penyakit ini disebabkan oleh Diphyllobothrium latum atau biasa disebut cacing pita ikan.
Hospes definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoarnya adalah anjing, kucing,
dan lebih jarang 22 mamalia lainnya antara lain walrus, singa laut, beruang, babi dan
serigala.
3
Habitat cacing ini di usus halus terutama ileum.
4
Cacing dewasa yang keluar dari usus manusia berwarna gading, panjangnya dapat sampai 10
m dan terdiri atas 3000-4000 buah proglotid.
3
Skoleks lonjong seperti sendok, dengan dua
buah bothria pada bagian ventral dan dorsal.
4
Tiap proglotid mempunyai alat kelamin jantan
8
dan betina yang lengkap. Telur mempunyai operkulum, berukuran 70-45 mikron, dikeluarkan
melalui lubang uterus proglotid gravid dan ditemukan di dalam tinja. Telur menetas dalam air.
Larva disebut korasidium dan dimakan oleh hospes perantara pertama, yaitu binatang yang
termasuk Copepoda seperti Cyclops dan Diaptomus. Dalam hospes ini larva tumbuh menjadi
proserkoid, kemudian Cyclops dimakan hospes perantara kedua yaitu ikan salem dan
proserkoid berubah menjadi larva pleroserkoid atau disebut sparganum. Bila ikan tersebut
dimakan hospes definitif, misalnya manusia, sedangkan ikan itu tidak dimasak dengan baik,
maka sparganum di rongga usus halus tumbuh menjadi cacing dewasa.

Gambar 4. Diphyllobothrium latum: A. Skoleks; B. Proglotid; C. Telur
4

Gambar 5. Daur hidup Diphyllobothrium latum
6
9
Penyakit ini biasanya tidak menimbulkan gejala berat, mungkin hanya gejala saluran cerna
seperti diare, tidak nafsu makan, dan tidak enak di perut. Bila cacing hidup di permukaan usus
halus, dapat timbul anemia hiperkromakrositer, karena cacing itu banyak menyerap vitamin
B12, sehingga timbul gejala defisiensi vitamin tersebut. Bila jumlah cacing banyak, mungkin
terjadi sumbatan usus secara mekanik atau terjadi obstruksi usus, karena cacing-cacing itu
menjadi seperti benang kusut.
Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan menemukan telur atau proglotid yang
dikeluarkan dalam tinja. Penderita dalam diberikan Atabrin, niklosamid, paromomisin, atau
prazikuantel. Prognosisnya baik, walaupun dengan anemia berat, karena setelah cacing
dikeluarkan anemianya anak sembuh.
3

Patofisiologi
Daur hidup Taenia saginata
Telur melekat di rumput bersama tinja, bila orang berdefekasi di padang rumput atau karena
tinja yang hanyut dari sungai waktu banjir. Telur infektif tadi jika termakan oleh hospes
perantara (sapi dan binatang lain), karena pengaruh cairan lambung serta cairan usus, dalam
10-40 menit akan menetas dan keluarlah embrio heksakan. Embrio heksakan di saluran
pencernaan ternak menembus ke dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau darah dan
ikut dengan aliran darah ke jaringan ikat di sela-sela otot, dan dalam waktu 12-15 minggu
akan tumbuh menjadi larva, disebut sistiserkus bovis.
Bagian tubuh ternak yang sering dihinggapi larva tersebut adalah otot maseter, paha belakang
dan punggung. Otot di bagian lain juga dapat dihinggapi. Setelah satu tahun cacing
gelembung ini biasanya mengalami degenerasi, walaupun ada yang dapat hidup sampai tiga
tahun.
Bila larva yang terdapat di daging sapi yang dimasak kurang matang termakan oleh manusia,
skoleksnya keluar dari larva dengan cara evaginasi (penonjolan keluar) dan melekat pada
mukosa usus halus, biasanya yeyunum. Larva tersebut dalam waktu 8-10 minggu menjadi
dewasa. Biasanya di rongga usus hospes terdapat seekor cacing.
3,4
10

Gambar 6. Daur hidup Taenia saginata
6


Manifestasi klinik dan Komplikasi
Cacing dewasa Taenia saginata, biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti
sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, diare, pusing atau gugup. Gejala
tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang bergerak-gerak lewat dubur
bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid
masuk apendiks, terjadi ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobila cacing. Berat
badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.
3

Etiologi
Penyebab penyakit ini Taenia saginata atau dinamakan beef tapeworm, cacing pita sapi
sehigga disebut juga penyakit cacing pita sapi. Hospes definitifnya adalah manusia,
sedangkan hewan memamah biak dari keluarga Bovidae, seperti sapi, kerbau, dan lainnya
adalah hospes perantaranya.
3
Cacing dewasa hidup di bagian atas jejunum. Cacing ini dapat
bertahan hidup sampai 25 tahun.
4
11
Penatalaksanaan
Obat pilihan I untuk taeniasis saginata adalah prazikuantel dan niklosamid, sedangkan obat
pilihan II adalah mebendazol.
7

Prazikuantel
Prazikuantel merupakan derivat pirazonisokuinolin. Obat ini merupakan antelmintik
berspektrum lebar dan efektif pada cestoda dan trematoda pada hewan dan manusia.
Prazikuantel berbentuk kristal tidak berwarna dan rasanya pahit.
Kerjanya cepat melalui dua cara, yaitu pada kadar efektif terendah menimbulkan peningkatan
aktivitas otot cacing, karena hilangnya Ca
2+
intrasel sehingga timbul kontraksi dan paralisis
spastik yang sifatnya reversibel, yang mungkin mengakibatkan terlepasnya cacing dari
tempatnya yang normal pada hospes, dan pada dosis terapi yang lebih tinggi prazikuantel
mengakibatkan vakuolisasi dan vesikulasi tegumen cacing, sehingga isi cacing keluar,
mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi kehancuran cacing.
Efek samping timbul dalam beberapa jam setelah pemberian obat dan akan bertahan selama
beberapa jam sampai satu hari. Yang paling sering adalah sakit kepala, pusing, mengantuk,
dan lelah, yang lainnya adalah mual, muntah, nyeri perut, diare, pruritus, dan skin rashes
disertai dengan peningkatan eosinofil yang terlihat setelah beberapa hari pengobatan. Efek
samping ini mungkin disebabkan oleh pelepasan protein asing cacing yang mati. Intensitas
dan frekuensi efek samping ini berkaitan dengan besarnya dosis dan beratnya infeksi.
Sebaiknya tidak diberikan kepada wanita hamil dan menyusui. Demikian pula pekerjaan yang
memerlukan koordinasi fisik dan kewaspadaan, harus diperingatkan mengenai efek kantung
yang terjadi pada pemakaian obat. Pasien dengan gangguan fungsi hati memerlukan
penyesuaian dosis.
Dosis untuk taeniasis saginata diberikan dosis tunggal 5-10 mg/kgBB. Obat ini harus
diminum dengan air sesudah makan dan tidak boleh dikunyah karena rasanya pahit.
7



12
Niklosamid
Obat ini digunakan untuk mengobati cacing pita pada manusia dan hewan. Cacing yang
dipengaruhi akan dirusak sehingga sebagian skoleks dan segmen dicerna dan tidak dapat
ditemukan lagi dalam tinja.
7

Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasit terhadap ADP yang
menghasilkan energi untuk pembentukan ATP. Obat membunuh skoleks dan segmen cestoda
tapi tidak telur-telurnya.
8

Niklosamid sedikit sekali diserap dan hampir bebas dari efek samping, kecuali sedikit keluhan
sakit perut. Bahkan cukup aman untuk pasien hamil dan pasien dengan keadaan umum buruk.
Niklosamid tidak mengganggu fungsi hati, ginjal dan darah, juga tidak mengiritasi lambung.
Niklosamid tersedia dalam bentuk tablet kunyah 500 mg yang harus dimakan dalam keadaan
perut kosong. Untuk orang dewasa dan anak di atas 8 tahun diberikan 2 dosis @ 1 gram
selang waktu 1 jam, sedangkan untuk anak dengan berat badan lebih dari 34 kg dibutuhkan
1,5 gram, dan anak dengan berat badan antara 11-34 kg dibutuhkan 1 gram.
7
Mebendazol
Mebendazol merupakan antelmintik yang luas spektrumnya. Nama kimianya adalah N-(5-
benzoil-2-benzimidazoil) karbamat. Mebendazol sangat efektif untuk mengobati infestasi
cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, dan T. trichiura, maka berguna untuk
mengobati infestasi campuran cacing-cacing tersebut. Mebendazol juga efektif untuk
trichostrongylus, sedangkan untuk taeniasis dan S. stercoralis efeknya bervariasi.
Mebendazol menyebabkan kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi
asetilkolinesterase cacing. Obat ini juga menghambat ambilan glukosa secara ireversibel
sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada cacing. Cacing akan mati secara
perlahan-lahan dan hasil terapi yang memuaskan baru nampak sesudah 3 hari pemberian obat.
Mebendazol hampir tidak laur dalam air dan rasanya enak. Pada pemberian oral absorpsinya
buruk, kurang dari 10%. Absorpsi mebendazol akan meningkat bila diberikan bersama
dengan makanan berlemak.
13
Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena absorpsinya yang buruk
sehingga aman diberikan pada pasien dengan anemia maupun malnutrisi. Efek samping yang
kadang-kadang timbul adalah mual, muntah, diare, dan sakit perut ringan yang bersifat
sementara. Sakit kepala ringan, pusing, dan reaksi hipersensitivitas merupakan efek samping
yang jarang terjadi. Dari studi toksikologi terbukti obat ini memiliki batas keamanan yang
lebar. Tetapi pada tikus terlihat efek embrio toksis dan teratogenik, karena itu tidak
dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama, juga pasien yang alergi mebendazol.
Percobaan klinik pada anak usia kurang dari 2 tahun masih sedikit, karena itu penggunaan
pada golongan umur ini harus dipertimbangkan dengan benar. Mebendazol harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien sirosis.
Mebendazol tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan sirop 20mg/mL. Untuk taeniasis, dosis
2 kali sehari 300 mg selama 3-4 hari, menghasilkan penyembuhan 73-100%. Proglotid keluar
bersama tinja dalam keadaan utuh sehingga memperkecil kemungkinan timbulnya
sistiserkosis.
7

Prognosis
Prognosis umumnya baik, kadang-kadang sulit untuk menemukan skoleksnya dalam tinja
setelah pengobatan.
3

Pencegahan
Berikut adalah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya Taeniasis
saginata:

1. Usaha untuk menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati penderita taenasis.
2. Pemakaian jamban keluarga, sehingga tinja manusia tidak termakan oleh sapi dan
tidak mencemari tanah atau rumput.
3. Pemelihara sapi pada tempat yang tidak tercemar atau sapi dikandangkan sehingga
tidak dapat berkeliaran.
4. Pemeriksaan daging oleh dokter hewan/mantri hewan di RPH, tidak boleh
mengandung sistiserkus bovis (kerjasama lintas sektor dengan dinas Peternakan).
14
5. Menghilangkan kebiasaan maka makanan yang mengandung daging setengah matang
atau mentah.
6. Memasak daging sampai matang (diatas 57
o
C dalam waktu cukup lama) atau
membekukan dibawah 10
o
selama lebih dari lima hari.
Pendekatan ini ada yang dapat diterima, tetapi dapat pula tidak berjalan, karena perubahan
yang bertentangan dengan adat istiadat setempat akan mengalami hambatan. Untuk itu
kebijaksanaan yang diambil dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah tersebut.
1

Epidemiologi
Taenia saginata ditemukan di seluruh dunia, paling banyak terdapat di Afrika sub-Sahara dan
Timur Tengah, tempat orang-orang mengonsumsi daging sapi mentah atau belum matang.
2

Cara penduduk memakan daging tersebut yaitu matang (well done), setengah matang
(medium), atau mentah (rare), dan cara memelihara ternak memainkan peranan. Ternak yang
dilepas di padang rumput lebih mudah terinfeksi daripada ternak yang dipelihara dan dirawat
dengan baik di kandang.
3

Kesimpulan
Taeniasis saginata disebabkan oleh Taenia saginata atau biasa disebut cacing pita sapi.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya telur dan proglotid pada tinja, dan mungkin
dengan beberapa gejala klinis. Diagnosis bandingnya adalah taeniasis solium dan
difilobotriasis. Cara infeksinya adalah dengan menelan larva (sistiserkus bovis) pada daging
sapi (atau hewan memamah biak lainnya) yang belum matang. Penderita dapat diberikan
prazikuantel, niklosamid, atau mebendazol. Prognosis penyakit ini baik. Pencegahan dapat
dilakukan terutama dengan menghindari makan daging yang mentah atau belum matang.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia.



15
Daftar Pustaka
1. Petunjuk pemberantasan taeniasis / sistiserkosis di Indonesia. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/downloads/Taeniasis.pdf pada tanggal 12 Mei 2012.
2. Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. Goodman & gilman dasar farmakologi terapi.
Edisi 10. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008: 1097.
3. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Parasitologi kedokteran. Jakarta: FKUI;
2008: 73-85.
4. Natadisastra D. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009: 113-20.
5. Prianto J, Tjahaya, Darwanto. Atlas parasitologi kedokteran. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama; 2010: 73.
6. Purnomo, Gunawan J, Magdalena, Ayda, Harijani. Atlas helmintologi kedokteran.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005: 131-2.
7. Gunawan SG, Setiabudi R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.
Jakarta: FKUI; 2011:541-50.
8. Mycek MJ. Farmakologi: ulasan bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika; 2001:
366.
16


1
Petunjuk pemberantasan taeniasis/sistiserkosis di Indonesia. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/downloads/Taeniasis.pdf pada tanggal 12 Mei 2012.
2
Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. Goodman & gilman dasar farmakologi terapi. Edisi
10. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008: 1097.
3
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Parasitologi kedokteran. Jakarta: FKUI;
2008: 73-
4
Natadisastra D. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009: 117-
5
Prianto J, Tjahaya, Darwanto. Atlas parasitologi kedokteran. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama; 2010: 73-
6
Purnomo, Gunawan J, Magdalena, Ayda, Harijani. Atlas helmintologi kedokteran.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005: 131-2.
7
Gunawan SG, Setiabudi R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta:
FKUI; 2011:541-50.
8
Mycek MJ. Farmakologi: ulasan bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika; 2001: 366.

Anda mungkin juga menyukai