Anda di halaman 1dari 22

1

A. DEFINISI
Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga
intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun
pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering perdarahan berasal
dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna (Sub Bagian Bedah
Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi Medan,
2000).
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan
mungkin berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh
darah besar (Mancini, 2011).

B. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi
pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul
pada dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh
darah internal (Mancini, 2011). Menurut Magerman (2010) penyebab
hematothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna

C. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3
golongan, yaitu:
1. Hematothoraks ringan
Jumlah darah kurang dari 400 cc
Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IX
2. Hematothoraks sedang
Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
2

Perkusi pekak sampai iga VI
3. Hematothoraks berat
Jumlah darah lebih dari 2000 cc
35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IV

D. MANIFESTASI KLINIK
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di
dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan
nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan
gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress
pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan
awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah
jantung (Hudak & Gallo, 1997).
Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area
mayor (Mancini, 2011)
1. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang
terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang
lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume
darah
2. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada
kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya
jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah
yang besar dapat menimbulkan dispnea.
Secara umum manifestasi klinik dari hematothorak sebagai berikut :
Gangguan pengembangan
dada
Perubahan kedalaman
pernapasan
Sesak napas mendadak dan
terjadi serangan 2yspnea
dari ringan hingga berat.
Perkusi dada pekak
Nyeri dada
3

Perdarahan nyata (massif)
Sianosis
Hipoksia
Takikardi
Hipotensi
Gelisah
Hb turun

E. PATOFISIOLOGI / Path Way


Trauma tumpul /
penetrasi pada dada
Akumulasi darah
pada rongga pleura
Kolaps paru parsial
atau total
Pergeseran mediastinum
pada sisi yang tidak terkena
Penekanan oleh jantung, pembuluh
darah besar, dan trakea pada paru
normal
Perdarahan
Penurunan
curah jantung
Hipotensi
Penurunan ekspansi
paru
Ventilasi
Oksigenasi
Ketidakefektivan
pola napas
Hipoksia
Volume
darah
Syok
hipovolemik
Defisit volume
cairan
Nyeri akut
Pemasangan
WSD/Thorakostomy
Risiko Infeksi
Hambatan
mobilitas fisik
4

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X dada
Menunjukkan akumulasi cairan pada area
pleura
Dapat menunjukkan penyimpangan struktur
mediastinal (jantung)
2. GDA
Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan, dan kemampuan mengkompensasi
PaCO2 mungkin normal atau menurun
Saturasi oksigen biasanya menurun
3. Torasentesis
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)
4. Full blood count
Hb menurun
Hematokrit menurun

G. KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan
Kematian
Fibrosis atau parut dari membran pleura
Syok

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura.
Penanganan pada hemothoraks adalah:
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah
5

dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok
untuk autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula
chest tube (WSD)
2. Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks
dapat cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks
akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di
terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan
mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya.
WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi
WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural.
Macam WSD antara lain:
WSD aktif, yaitu continous suction, gelembung berasal dari udara
sistem.
WSD pasif, yaitu gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien.
Tujuan dari pemasangan WSD sebagai berikut :
Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan
hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.

Perubahan Tekanan Rongga Pleura
Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi
Atmosfir 760 760 760
Intrapulmoner 760 757 763
Intrapleural 756 750 756
6


Indikasi pemasangan WSD sebagai berikut :
Hemotoraks, efusi pleura
Pneumotoraks ( > 25 % )
Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Kontra Indikasi Pemasangan sebagai berikut:
Infeksi pada tempat pemasangan
Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

Cara Pemasangan WSD sebagai berikut :
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di
linea aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah
sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke
dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

Ada Beberapa Macam WSD sebagai berikut :
1. WSD dengan satu botol
Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai
botol penampung.
Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
7

Umumnya digunakan pada pneumotoraks

2. WSD dengan dua botol
Botol pertama sebagai penampung / drainase
Botol kedua sebagai water seal
Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
Dapat dihubungkan sengan suction control

3. WSD dengan 3 botol
Botol pertama sebagai penampung / drainase
Botol kedua sebagai water seal
Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan
manometer.

8

3. Thoracotomy
Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan:
a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan
besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml,
tetapi perdarahan tetap berlangsung terus.
c. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam
dalam waktu 2 4 jam.
d. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu
atau luka di daerah posterior, medial dari scapula harus
dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi karena
kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus atau
jantung yang potensial menjadi tamponade jantung
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi.
Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang
dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus
ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna
darah (arteri / vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk di pakai
sebagai dasar dilakukannya torakotomi
Torakotomi sayatan dapat dilakukan di samping, di bawah lengan
(aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata
sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral torakotomi);
atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa
kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk (interkostal
disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong tulang, saraf, dan
otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25 cm

Berdasarkan klasifikasi, penatalaksanaannya sebagai berikut :
1. Hemothorax kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi)
dan tidak memerlukan tindakan khusus.
2. Hemothorax sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi
sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh
dipasang penyalir sekat air.
9

3. Hemothorax besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan
transfusi.

I. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
Pengkajian
1. Data fokus
Aktifitas/istirahat : adanya sesak nafas
Sirkulasi : adanya takhikardia, frekuensi denyut nadi tidak teratur,
tekanan darah menurun, didapatkan adanya S3 atau S4 /irama gallop
Integritas : ketakutan dan gelisah
Makanan/cairan : adanya pemasangan infus IV line
Nyeri/kenyamanan : Nyeri dada unilateral, meningkat bila bernapas dan
batuk, wajah berkerut karena menahan nyeri
Pernapasan : takipnea, peningkatan kerja napas, retraksi interkostal,
perkusi pekak, palpasi gerakan dada tidak simetri (paradoksal).
Kulit pucat, sianosis, berkeringat
Penggunaan ventilator mekanik
Keamanan : riwayat trauma

Pengumpulan Data
Hal yang penting dalam riwayat keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Identitas
a. Umur : Biasanya terjadi usia 18 30 tahun.
b. Alergi terhadap obat atau makanan tertentu.
c. Pengobatan terakhir.
d. Pengalaman pembedahan.
e. Riwayat penyakit dahulu.
f. Riwayat penyakit sekarang.
g. Dan Keluhan.
2. Data subyektif
Klien mengeluh sesak napas
Klien mengungkapkan nyeri dada
10

Klien bertanya-tanya tentang penyakitnya
Klien meminta informasi tentang tindakan yang dilakukan
3. Data obyektif :
Perubahan kedalaman pernapasan
Gangguan pengembangan dada
Takikardia
Gelisah
Sianosis
Kontur nadi kecil dan lemah
Perkusi dada pekak berbatas
Klien tampak gelisah
Ekspresi wajah meringis
4. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan :
Sesak napas, Nyeri, batuk-batuk, terdapat retraksi pada klavikula atau
dada. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun
dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan adanya
suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup). Pada asukultasi,
suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang . Pekak
dengan batas seperti, garis miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas
ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia lemah,
Pucat, Hb turu normal, dan hipotensi.
c. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
d. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
e. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
f. Sistem Muskuloskeletal Integumen.
11

Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan .Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya
kripitasi sub kutan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
i. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
j. Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. Pa
Co2 kadangkadang menurun. Pa O2 normal/menurun. Saturasi O2
menurun (biasanya). Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

J. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu (Bulecheck, 2012) :
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Defisit volume cairan
3. Penurunan curah jantung
4. Nyeri akut
5. Risiko infeksi
6. Gangguan mobilitas fisik


12

K. Rencana Tindakan Keperawatan (Ackley, 2011)
No. Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Ketidakefektifan
pola nafas
berhubungan dengan
Deformitas dinding
dada, nyeri,
gangguan
muskuloskeletal

Batasan
karakteritik
- Perubahan
kedalaman
pernapasan
- Dispneu
- Penurunan
kapasitas vital
- Pernapasan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24
jam diharapkan pola nafas
pasien efektif.

NOC
- Respiratory status:
ventilation
- respiratory status:
airway patency
- vital sign status

Kriteria hasil:
- Menunjukkan jalan nafas
yang paten (irama nafas,
frekuensi pernafasan
dalam rentang normal,
Airway management
1. Monitor respiratory rate,
kedalaman, kenyamanan
bernapas.




2. Tentukan jika penyebab,
apakah fisiologis atau
psikologis.



3. Baringkan pasien dalam
posisi yang nyaman, dalam
posisi duduk, dengan kepala
1. Ketika respiratory rate
meningkat lebih 30x/mnt,
dilanjutkan dengan
pengukuran fisiologis lain,
studi menunjukkan bahwa
perubahan fisiologis signifikan
terjadi
2. Studi menunjukkan penyebab
dispneu psikologis
berhubungan dengan
kecemasan, sedangkan dispneu
fisiologis berhubungan dengan
batuk, sputum, dan palpitasi
3. Penelitian menunjukkan duduk
tegak menghasilkan volume
tidal dan menit ventilasi lebih
tinggi daripada posisi duduk
13

cuping hidung
- Penggunaan otot
aksesorius untuk
bernafas
- Takipnea
- Penurunan
tekanan ekspirasi
- Penurunan
tekanan inspirasi
tidak ada suara nafas
abnormal).
- Tanda-tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan).
tempat tidur ditinggikan 60-
90 derajat.

4. Catat penggunaan otot nafas
tambahan yang digunakan,
retraksi, konfusi, atau
letargy.
5. Auskultasi suara napas,
catat penurunan dan
hilangnya suara nafas,
crackles atau wheezing

Kolaborasi
6. Monitor saturasi oksigen
secara berkesinambungan
dengan menggunakan pulse
oximetry.
7. Berikan oksigen sesuai
resep.
dengan kepala tempat tidur
<45%
4. Ada gejala yang menjadi
signal meningkatnya kesulitan
bernafas dan hipoksia

5. Suara nafas abnormal dapat
mengindikasikan patologi
respiratori yang berhubungan
dengan perubahan pola nafas




6. Saturasi oksigen kurang dari
90% mengindikasikan masalah
oksigenasi yang signifikan.

7. Pemberian oksigen dapat
mengatasi hipoksia
8. Mengawasi kemajuan
14

8. Kaji seri foto thorak






9. Awasi GDA dan nadi
oksimetri, kaji kapasitas
vital/pengukuran volume
tidal.
perbaikan
hemothorak/pneumothorak dan
ekspansi paru.
Mengidentifikasi posisi selang
endotracheal mempengaruhi
inflasi paru
9. Mengkaji status pertukaran gas
dan ventilasi.
2. Penurunan curah
jantung berhubungan
dengan Perubahan
kontraktilitas,
perubahan afterload,
perubahan irama.

Batasan
Setelah dilakukan
intervensi selama 1 x 24
jam penurunan curah
jatung teratasi
Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
Tidak ada distensi vena
leher
1. Catat adanya tanda dan
gejala penurunan curah
jantung

2. Monitor status pernapasan



1. Mengetahui status kesehatan
klien sehingga dapat
menentukan intervensi yang
tepat
2. Status pernapasan yang
menandakan gagal jantung
dapat ditemukan secara dini
sehigga dapat dilakukan
15

Karakteristik :

Perubahan irama
jantung :
Takikardi

Perubahan
Afterload : kulit
lembab,
penurunan nadi
perifer,
penurunan
resistensi
vaskular paru,
dispnea.

Perubahan
kontraktilitas :
AGD dalam batas normal
3. Monitor balance cairan


4. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
5. Monitor adanya dyspnea
dan takipnea



6. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan RR

7. Monitor jumlah, bunyi, dan
irama jantung


intervensi dengan cepat
3. Volume cairan tubuh yang
kurang dapat menyebabkan
penurunan curah jantung
4. Aktivitas yang berlebih dapat
meningkatkan kerja jantung

5. Dyspnea dan takipnea
mungkin terjadi karena
kurangnya oksigen yang
dibawa oleh darah akibat
penurunan curah jantung
6. Mengetahui perkembangan
kondisi klien setelah dilakukan
intervesi
7. Jumlah, bunyi, dan irama
jantung menunjukkan kerja
jantung dalam memompa
darah
16

batuk, dispnea
paroksismal
nokturnal

Perilaku : Gelisah





8. Kaji kulit terhadap pucat
dan sianosis.





9. Tinggikan kaki, hindari
tekanan pada bawah lutut.


10. Berikan oksigen
tambahan dengan nasal
kanula atau masker sesuai
indikasi.
8. Pucat menunjukkan
menurunnya perfusi perifer
sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung,
vasokontriksi, dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refraktori GJK.
9. Menurunkan stasis vena dan
dapat menurunkan insiden
thrombus atau pembentukan
embolus.
10. Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hypoxia
atau iskemia.




17

3. Nyeri akut
berhubungan dengan
agen injury.

Batasan
Karakteristik:
Perubahan selera
makan
Perubahan
frekuensi
pernapasana,
jantung
Laporan isyarat
Mengekspresikan
perilaku
Melaporkan nyeri
secara verbal
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 60
menit pasien menunjukkan
penurunan nyeri, dibuktikan
dengan kriteria hasil:
- Tanda vital dalam rentang
normal
- Tidak mengalami
gangguan tidur dan
tampak tenang

Managemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
symbol presipitasi



2. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan


3. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan

1. Langkah pertama dalam
pengkajian nyeri untuk
menentukan jika klien tidak
dapat mendiskripsikan
nyerinya sendiri. Tanyakan
kepada klien tentang intensitas
nyerinya kemudian memilih
symbol yang sesuai dengan
tingkatan nyerinya.
2. Reaksi nonverbal dari pasien
seringkali mengungkapkan
nyeri yang tidak bias
disampaikan secara langsung.
3. Lingkungan yang tidak
kondusif juga merupakan
faktor yang memperparah rasa
nyeri yang dirasakan .

18

4. Tingkatkan istirahat


5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali






6. Kolaborasi: Berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri
4. Dengan beristirahat perasaan
nyeri yang dialami pasien akan
lebih bias diminimalkan.
5. Dengan memonitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik dapat
diketahui seberapa efektif
analgesik bisa mengurangi rasa
nyeri pasien. Karena nyeri
yang meningkat dicerminkan
oleh perubahan vital sign di
luar batas normal.
6. Penatalaksanaan secara medis

4. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kehilangan
cairan secara aktif.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2x24 jam
diharapkan volume cairan
klien kembali seimbang.
Managemen Cairan
1. Kaji BB, penyakit yang
mendasari, dan prosedur
bedah yang dijalani.

1. Informasi disediakan untuk
menjelaskan penggantian
cairan.
19


Batasan
karakteristik:
Penurunan status
mental
Penurunan
tekanan dan
frekuensi nadi
Penurunan turgor
kulit
Membran
mukosa kering
Peningkatan
hematokrit
Peningkatan suhu
tubuh
Penurunan berat
badan
- Keseimbangan cairan
- Hidrasi
- Status nutrisi: intake
makanan dan minuman
Kriteria Hasil:
- Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam batas
normal.
- Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik,
membrane mukosa
lembab, tidak ada ras
haus yang berlebihan.

2. Monitor tanda kehilangan
cairan pada pasien.
3. Monitor cairan yang masuk
dan keluar.
4. Berikan caiaran sesuai
kebutuhan dan yang
diprograrmkan












2. Memperlihatkan tingkat
kehilangan cairan pada klien.
3. Untuk mengetahui
keseimbangan cairan tubuh
4. Mencegah terjadinya dehidrasi
20

5. Risiko Infeksi

Faktor risiko
Pertahanan tubuh
primer dan
sekunder yang
tidak adekuat
Imunologis tidak
adekuat
Malnutrisi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 6 jam
diharapkan Klien tidak
mengalami infeksi

NOC
- Kontrol risiko
- Keamanan infeksi :
newborn

Kriteria hasil
- Pasien bebas dari tanda
dan gejala infeksi.
- Jumlah leukosit dalam
batas normal
- Temperatur suhu stabil
Infection Control
1. Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung
meningggalkan klien
2. Gunakan sabun tangan
antimikroba untuk
mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan. Ikuti
standard precautions dan
gunakan sarung tangan
ketika bersentuhan dengan
darah, membran mukosa,
kulit terbuka, atau
substansi tubuh lainnya.

1. Standard precaution harus
diterapkan pada semua pasien,
semua pasien diasumsikan
sebagai pembawa pathogen


2. Untuk mensterilkan tangan
dari bakteri

3. Pencegahan infeksi yang baik
dibutuhkan untuk mencegah
infeksi saat perawatan, dengan
hygiene tangan dan standard
precautions




21

Gunakan juga goggle dan
celemek sesuai kebutuhan.
Kolaborasi
4. Observasi dan laporkan
tanda infeksi seperti
kemerahan, hangat, pus,
dan peningkatan suhu
tubuh.


5. Berikan terapi antibiotik
bila perlu




4. Studi surveillance prospective
tentang infeksi yang didapat
dari perawatan pada unit
hamatologi terdapat demam
yang tidak diketahui asalnya
sebagai tanda klinik yang
penting dan umum terjadi

5. Antibiotik mampu mencegah
terjadinya infeksi dengan cara
membunuh mikroorganisme.

22

DAFTAR PUSTAKA
Ackley BJ, Ladwig GB. Nursing diagnosis handbook an evidence-based guide to
planning care. United Stated of America: Elsevier, 2011.
Barbara c. long (1996), Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan Proses
Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pajajaran, Bandung
Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3
th
Edition . Philadelphia: F.
A. Davis Company
Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1,
EGC, Jakarta
Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1.
Jakarta: EGC
Lestari, S. 2010. Hematothoraks. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah
Yogyakarta.
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=HEMATOTHORAX
Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax. Lecturer notes Cape Peninsula
University of Technology Faculty of Health & Wellness Science. Paper 25.
http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25
Mancini. . 2011. Hemothoraks. http://emedicine.medscape.com/article/2047916-
overview
Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis
& NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
Publishing, 2013.
Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta.
Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2002.
Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS
Pirngadi Medan. 2000. Pengamatan Hasil Penanganan Evakuasi
Hemothoraks antara WSD dan Continous Suction Drainage.
http://www.scribd.com/doc/56222226/HEMOTHORAKS.

Anda mungkin juga menyukai