Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FORMULASI

SEDIAAN SEMI PADAT DAN CAIR



SUSPENSI REKONSTITUSI
ERITROMISIN ETILSUKSINAT



PRAKTIKUM KE : I
JUDUL MATERI PRAKTIKUM : Suspensi Rekonstitusi Eritromisin Etilsuksinat
TANGGAL PRAKTIKUM : 19 Maret 2014
KELAS / GROUP : C I/ III
KETUA : Averina Hillary (2012210047)
ANGGOTA KELOMPOK :1. Astrid (2012210043)
2. Augustini (2012210046)
3. Azizah Oktaviany (2012210053)
4. Bellinda Stella (2012210058)










FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2014
I. Tujuan
1. Mengetahui cara pembuatan dan formula sediaan suspensI kering.
2. Mengamati pengaruh metode pembuatan granul atau serbuk kering dan
konsentrasi bahan pembasah/pensuspensi terhadap karakteristik fisik
suspensi.

II. Teori singkat

Suspensi kering atau suspensi rekonstitusi adalah sejumlah sediaan
resmi dan diperdagangkan yang terdiri dari campuran kering atau serbuk
granula, dimaksudkan untuk disuspensikan dalam air atau pembawa lainnya
sebelum pemberian. Sebagaimana telah diketahui sediaan resmi ini
mencantumkan Untuk Suspensi Oral pada judul resminya untuk
membedakannya dari suspensi yang sudah disiapkan.
Kebanyakan dari obat-obat yang dibuat sebagai campuran kering untuk
suspensi oral adalah obat-obat antibiotik. Produk kering yang dibuat secara
komersial guna mengandung obat-obat antibiotik, dengan bahan tambahan
untuk pewarna, pemanis, aroma, penstabil dan pensuspensi, atau zat pengawet
yang mungkin didinginkan untuk meningkatkan stabilitas dari serbuk kering
atau campuran granul atau dasar suspensi cair. Apabila akan dioplos dan
diberikan kepada pasien maka apoteker atau ahli farmasi akan membuka
serbuk yang ada pada dasar wadah secara perlahan-lahan dengan benda keras
lalu menambahkan sejumlah air murni sesuai dengan yang ditunjukkan pada
label dan dikocok dengan kencang sampai seluruh suspensi kering tersuspensi
sempurna.
Penting bagi seorang ahli farmasi untuk menambahkan secara tepat
jumlah air yang telah ditetapkan dalam campuran kering sehingga dihasilkan
konsentrasi yang tepat per unit dosis. Penggunaan air murni lebih baik untuk
menghindari penambahan kontaminasi yang dapat merusak dan memberi efek
kebalikan dari efek stabilitas sediaan yang dihasilkan. Ahli farmasi harus
memberitahukan pasien mengenai sifat-sifat ini dan mengharuskannya untuk
mengocok isinya baik-baik sesaat sebelum pemakaian dan obat disimpan
secara tepat (biasanya didinginkan).
Suspensi kering dibuat dengan cara granulasi. Granulasi adalah suatu
metode yang memperbesar ukuran partikel serbuk guna memperbaiki sifat alir.
Persyaratan pada sebuah granulat sebaiknya :
1. Dalam bentuk dan warna yang sedapat mungkin teratur
2. Memiliki sifat alir yang baik
3. Tidak terlalu kering
4. Hancur baik dalam air
5. Menunjukan kekompakan mekanis yang memuaskan
Untuk suspensi kering yang dibuat dengan cara granulasi memiliki
keuntungan sebagai berikut :
1. Mencegah agregasi campuran serbuk.
2. Mendapat sifat alir yang baik.
Sebagai bahan pengikat kering juga digunakan PVP.
Pembuatan suspensi kering berrlangsung dalam 4 tahapan, yaitu :
1. Agregasi campuran serbuk dengan penambahan suatu cairan
penggranul.
2. Pembagian rasa
3. Pengeringan granulat
4. Mengayak bagian yng halus sekalian menyiapkan granulat,
artinya melonggarkan butiran granulat yang masih melekat
bersama-sama dari proses pengeringan melalui gerakan-
gerakan yang hati-hati diatas ayakan.

Beberapa uji Evaluasi pada suspensi rekonstitusi :
1. Sifat-sifat mengalir
Sifat-sifat mengalir suatu bahan dihasilkan dari banyak gaya. Partikel-
partikel padat akan saling tarik-menarik, dan gaya yang bekerja antara
partikel-partikel bila mereka berhubungan terutama gaya permukaan.
Ada beberapa gaya yang dapat bekerja di antara partikel-partikel padat:
(1). Gaya gesekan/friksi, (2). Gaya tegangan permukaan, (3) gaya
mekanik yang disebabkan oleh saling menguncinya partikel yang
bentuknya tidak teratur, (4). Gaya elektrostatik, dan (5). Gaya kohesi
atau Van der walls. Semua gaya tersebut dapat mempengaruhi sifat alir
dari zat padat. Sifat sifat granul tersebut seperti ukuran partikel,
distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, kekerasan atau tekstur
partikel, penurunan energi permukaan dan luas permukaan juga dapat
dipengaruhi. Ada beberapa uji yang dapat digunakan sebagai pengukur
aliran dari pengaruh seluruh gaya yang saling bereaksi pada suatu saat.
Dua metode yang paling umum dipakai adalah (1) sudut baring (repose
angle) dan (2) pengukuran kecepatan mengalir.
Metode corong tegak dan kerucut yang berdiri bebas memakai corong
yang dijaga agar ujungnya berada pada suatu ketinggian yang
dikehendaki. H di atas kertas grafik yang terletak pada bidang
horizontal. Bubuk atau granul dituang perlahan-lahan sampai ke ujung
corong. R adalah jari-jari dari alas tumpukan bubut yang terbentuk
kerucut.

....................................................................................... (1)
Atau

................................................................................... (2)
adalah sudut baring. Bila sudut baring lebih kecil dari 30 biasanya
menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih
besar atau sama dengan 40 biasanya daya mengalirnya kurang baik.


2. Pertimbangan Rheologis
Karakteristik rheologis dari suatu suspensi farnasi dapat merupakan
faktor penentu yang penting dalam mengoptimisasi stabilitas fisika sistem
suspensi tersebut. Khususnya yang paling diinginkan adalah suspensi yang
mempunyai thiksotropi yang mudah dikembangkan. Suspensi seperti itu
bila diformulasi dengan tepat dapat mencegah sedimentasi, agregasi, dan
caking yang berdasarkan suatu yield value viskositas tinggi pada keadaan
istirahat, sedangkan pengocokan kuat mengurai viskositas agar dapat
dituang, sehingga produk tersebut dapat diberikan. Viskositas tinggi dapat
terbentuk kembali dengan cepat bila suspense sekali lagi pada keadaan
istirahat, dan akhirnya menghilangkan kemungkinan ketidakstabilan fisik
yang dibicarakan sebelumnya. Tanah liat bentonit dan beberapa resin
polimer cenderung membentuk media thiksotropi dalam air yang
dikembangkan dengan baik.
Pembuatan formulasi farmasi disarankan untuk mengupayakan
mencegah karakteristik rheologis tertentu dalam suatu produk farmasi
yang sedang dikembangkan. Khususnya karakteristik rheologis
pseudoplastis (dimana tidak ada yield value), dilatan, dan reopeksi (dimana
viskositas meningkat dengan tekanan shear) paling tidak diinginkan karena
kestabilan fisiknya yang buruk.

3. Volume Sedimentasi
Karena kemampuan mendispersi kembali merupakan salah satu
pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu
suspensi, dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah
didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan
suatu sistem homogen, maka pengukuran volume endapan dan mudahnya
ia mendispersi membentuk dua prosedur evaluasi dasar yang paling umum.
Konsep volume endapan (volume sedimentasi) adalah sederhana.
Pendeknya, konsep tersebut mempertimbangkan rasio tinggi akhir dari
endapan (H
u
) terhadap tinggi awal suspensi keseluruhan (H
o
) pada waktu
suspense mengendap dalam suatu silinder dibawah kondiri standar. Makin
besar fraksi ini, makin baik kemampuan suspensinya.
III. Data Preformulasi
Zat Aktif
1. Eritromisin Etil Suksinaat ( Farmakope Indonesia edisi IV hal 359,
Martindale edisi 36 hal 269 Drug Infomations 88 hal 197,, Drug
Information hal 240-241)
Rumus Molekul : C
43
H
75
NO
16

Berat Molekul : 862,06
Rumus Bangun :

Pemerian :Serbuk hablur putih atau sedikit kuning, tidak
berbau atau praktis tidak berbau; praktis tidak berasa
Kelarutan :Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam
etanol dan dalam polietilena glikol 400
Dosis : 1. Dewasa : 200 - 400 mg tiap 6 jam sekali pakai
2.Anak : 30-50mg/kg sehari dalam 4 dosis tiap
6 jam
pH : antara 6,0 dan 8,5
Inkompatibilitas : dengan natrium ampisilin dan natrium kloklasilin
Stabilitas :
Eritromisin etil suksinat setelah direkonstitusi dapat bertahan
kurang dari 10 hari dan harus dimpan di lemari es.
Suspensi rekonstitusi dapat disimpan pada suhu dibawah 30
0
C
atau dapat disimpan pada lemari es selama 10 hari-35 hari.

Khasiat : Antibiotik, obat malaria
Wadah :Dalam wadah tertutup rapat.

Zat Tambahan
1. CMC Na
(Handbook of Pharmaceutical Exipient 6
th
Ed hal. 134)
Rumus bangun :
O
O
O
OH
OH
O
ONa
H
O
O
O
ONa
OH
OH
OH
O
n/2

Pemerian : serbuk atau granul, warna putih sampai krem, tidak
berasa.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter, dan
toluene. Mudah terdispersi dalam air, pada semua
temperatur menghasilkan larutan koloidal
Bobot jenis : 0,52
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Konsentrasi : 0,1,-1,0%
pH : 6,5-8,5
Kegunaan : Pengental (thickening agent) dan suspending agent.
OTT : Tidak bercampur dengan larutan asam kuat dan larutan
asam yang mengandung logam seperti aluminium,
merkuri, dan zink
Stabilitas : CMC stabil, meskipun bahan tersebut bersifat
higroskopik.

2. Sorbitol
(Handbook of Pharmaceutical Exipient 6
th
Ed. Hal. 679, Farmakope
Indonesia IV hal.756)
Rumus bangun :
HO
HO OH
HO OH
HO

Pemerian :Serbuk, butiran atau kepingan putih, rasa manis,
higroskopis, berbau lemah.
Kelarutan :Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol
95%, dalam methanol dan dalam asam asetat.
Kegunaan :Wetting agent
Konsentrasi :3 15 %
OTT :Ion logam trivalent dalam asam kuat dan dalam
suasana alkali
Stabilitas :Stabil terhadap bahan pengkatalis, larutan asam dan
alkali.

3. PVP (Poly vinyl pyrrolidone)
(Handbook of Pharmaceutical Exipient 6
th
Ed hal. 581)
Rumus bangun:
N
O
CH CH
2
n

Pemerian :Serbuk putih, agak putih atau tidak berbau, serbuk
higroskopis.
Kelarutan :Mudah larut dalam suasana asam, sukar larut dalam
etanol 95%, methanol dan asam asetat.
Kegunaan :Bahan pengikat
Konsentrasi :0,5 5 %
OTT :Bercampur dengan garam anorganik, bahan alam dan
bahan kimia lain.
Stabilitas :Stabil dalam lingkaran kecil pemansan antara 110 -
130C.



4. Nipagin (Methylis Parabenum)
(Handbook of Pharmaceutical Exipient 6
th
Ed. Hal. 441, Farmakope
Indonesia IV hal.551)
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih;
tidak berbau atau berbau khas lemah; mempunyai
sedikit rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam
karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan
dalam eter.
Konsentrasi : 0,015% - 0,2%
Kegunaan : pengawet antimikroba
OTT : kemampuan atau aktivitas antibiotikal/antimikroba
akan berkurang jika terdapat sufaktan non ionic.
Inkompabilitas terhadap bentonite, magnesium trisilikat,
talk, tragakan, sodium alginate, minyak esensial,
atropine.

5. Etanol
(Handbook of Pharmaceutical Exipient 6
th
Ed. Hal. 17, Farmakope
Indonesia IV hal.63)
Rumus bangun : HO
Pemerian :Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, bau
khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah.
Kelarutan :Bercampur dengan air dan praktus tidak campur
dengan semua pelarut organik
Stabilitas :Mudah menguap di udara terbuka
OTT :Dengan yang mengandung Alumunium dan
berinteraksi dengan beberapa obat tertentu
Kegunaan :Antimikroba, Pengawet, Desinfektan, Solven
Wadah :Dalam wadah tertutup rapat

6. Strawberry essence
(Handbook of Pharmaceutical Excipents 6
th
hal.421)\
Rumus Molekul : C
16
H
19
N
3
O
4
S
BM : 349,40
BJ : 1,49 g/cm
3

pH : 5,3
Pemerian : Cairan jernih berwarna merah
Kelarutan : Larut dalam air dan alcohol 90%
Kegunaan : Pewarna dan pewangi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik sejuk dan kering, terhindar
dari cahaya matahari

7. Eritrosin
( Martindale edisi 36 hal 427 )
Rumus bangun :
O O NaO
I
I
I
I
ONa
O

Rumus molekul : C
20
H
614
Na
2
O
5

BM : 897,9
Pemerian : Serbuk halus berwarna merah
Kelarutan : Larut dalam air
Stabilitas : Tidak stabil terhadap udara
Kegunaan : Bahan Pewarna
Penyimpanan : Wadah kedap udara, tidak tembus cahaya.

8. Aerosil
(Martindale 28 p.958, Handbook of pharmaceutical Excipients 6
th

p.185)
Rumus bangun : Si O O
Pemerian : serbuk, ringan, putih, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, pelarut organic
pH : 3.8-4.2
Titik leleh : 1600
o
C
Konsentrasi : glidant 0,1-0,5%
Stabilitas : bersifat higroskopis tetapu mengadsorbsi besar
air tanpa mencairkan. Ketika digunakan dalam
sistem berair pada pH 0 0,75, efektif dalam
meningkatkan viskositas dari suatu sistem.
Inkompatibilitas : tidak tercampur dengan dietilstylbestrol
Wadah & Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik


IV. ALAT DAN BAHAN

Alat : 1. Lumpang Bahan : 1. Eritromisin etil suksinat
2. Alu 2. CMC Na
3. Botol vial besar 3. Sorbitol
4. Batang pegaduk 4. PVP
5. Spatula 5. Etanol
6. Pengayak no.14 6. Aquadest
7. Pengayak no.16 7. Na. benzoat
8. Viskometer Stormer 8. Eritrosin
9. Baskom 9. Strawberry essence
10. Kertas Perkamen 10. Aerosil
11. Cawan porselen
12. Pipet tetes
13. Timbangan
14. Tabung sedimentasi
15. Beaker glass
16. Stopwatch
17. Kertas millimeterblock
18. Sampul coklat
19. Botol coklat 60 ml

V. FORMULA
Bahan
(Formula I)
Granulasi
(%)
(Formula II)
Non-Granulasi
(%)
Eritromisin etilsuksinat 4 4
CMC 1 1
Sorbitol 5 5
PVP 1 -
Na Benzoat 0,05 0,05
Strawberry essence 0,2 0,2
Eritrosin 0.05 0.05
Etanol q.s -
Aerosil 0,1 0,1
Aquadest ad 100 ad 100


VI. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN

Perhitungan
Formula I (Granulasi)
1. Eritromisin Etilsuksinat =
2. CMC Na =
3. Sorbitol =
4. Nipagin =
5. PVP =
6. Strawberry essence =
7. Eritrosin =
8. Etanol = 5 mL
9. Aquadest = ( )

10. Aerosil =

Formula II (Non-Granulasi)
1. Eritromisin Etilsuksinat=
2. CMC Na =
3. Sorbitol =
4. Nipagin =
5. Strawberry essence =
6. Eritrosin =
7. Aquadest = ( )
8. Aerosil =

Penimbangan
Formula
Bahan
I
(g)
II
(g)
Eritromisin Etilsuksinat 16,03 16,05
CMC Na 4,03 4,02
Sorbitol 20,06 20,01
Nipagin 0,22 0,21
Eritromisin 0,13 0,08
Strawberry essence 0,8 0,8
PVP 4,02 -
Etanol 5 -
Aerosil 0,04 0,04

Distribusi data
Formula I
Bobot teoritis = 400 g 349,8 g = 50,2 g
Bobot yang didapat = 40,62 g
Faktor Koreksi Air = bobot yang didapat / bobot teoritis x 400 ml
= 40,62 / 50,2 x 400
= 323,67 ml
Bobot Yang Diserahkan = 60 ml bobot yg didapat
Faktor koreksi air
= 60 ml 40,62 g
323,67
= 7,53 g
Bobot Untuk Rekonstitusi = faktor koreksi air 60 mlBobot yg diserahkan
Faktor koreksi air
= 323,67 ml- 60 ml 7,53 g
323,67 ml
= 6,13 g
Air Untuk Rekonstitusi = faktor koreksi air 60 ml
= 323,67 ml 60 ml
= 263,67 ml

Formula II
Bobot teoritis = 400 g 358,8 g = 41,2 g
Bobot yang didapat = 35,84 g
Faktor Koreksi Air = bobot yang didapat / bobot teoritis x 400 ml
= 35,84 / 41,2 x 400 ml
= 347,96 ml
Bobot Yang Diserahkan = 60 ml bobot yg didapat
Faktor koreksi air

= 60 ml 35,84 g
347,96
= 6,18 g
Bobot Untuk Rekonstitusi = faktor koreksi air 60 mlBobot yg diserahkan
Faktor koreksi air
= 347,96 ml- 60 ml 6,18 gram
347,96 ml
= 5,11 g
Air Untuk Rekonstitusi = faktor koreksi air 60 ml
= 347,96 ml 60 ml
= 287,96 ml

VII. PEMBUATAN

Formula I (Granulasi)
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bahan-bahan ditimbang. Botol dikalibrasi 60 ml.
3. Digerus masing-masing bahan.
4. Eritromisin etilsuksinat dimasukkan ke dalam lumpang digerus sampai
halus
5. Eritromisin etilsuksinat ditambahkan CMC Na, Nipagin, eritrosin, dan
strawberry essence, kemudian digerus sampai homogen
6. Campuran homogen dimasukkan ke dalam baskon dan ditambahkan
PVP sambil diaduk hingga rata. Diteteskan dengan etanol, dan
dibentuk massa yang kompak.
7. Massa yang telah terbentuk diayak dengan pengayak No.14, kemudian
dikeringkan di oven (suhu 70C) , kemudian diayak lagi dengan
ayakan No.16.
8. Granul ditimbang sebanyak 6,93 gram dimasukkan ke dalam wadah,
dan
9. Sisa granul digunakan untuk evaluasi.

Formula II (Non-Granulasi)
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bahan-bahan ditimbang. Botol dikalibrasi 60 mL.
3. Eritromisin etilsuksinat dimasukkan ke dalam lumpang, kemudian
ditambahkan Sorbitol di gerus sampai halus homogen.
4. Campuran tersebut ditambahkan CMC, Na benzoat, eritrosin, dan
strawberry essence, kemudian digerus sampai homogen.
5. Campuran homogen ditimbang sebanyak 6,18 gram, dimasukkan ke
dalam wadah, dan
6. Sisa campuran homogen digunakan untuk evaluasi.


VIII. EVALUASI DAN PEMBAHASAN
1. Organoleptik
Formula I Formula II
Warna Merah muda Merah muda
Bau Tidak berbau Tidak berbau
Rasa Pahit Pahit

2. Sifat Alir :
a. Cara Langsung :
Timbang 25 g granul, tempatkan pada corong dalam keadaan
ditutup. Buka tutup, biarkan granul mengalir, hitung waktu
yang dibutuhkan untuk mengalir dengan stopwatch (g/det).
Syarat : Pustaka : Aulton (612)

Kec. Mengalir (g/s) Aliran
> 10 Very Free Flowing
4-10 Free Flowing
1,6-4 Cohesive
<1,6 Very Cohesive

b. Cara Tidak Langsung
Sama seperti cara langsung hanya granul yang telah keluar dari
corong ditampung di atas kertas millimeter block, lalu hitung
luas diameter dan tinggi granul. Hitung sudut istirahat dengan
persamaan :
Tg = h/r
= inv tg
Keterangan:
r = jari-jari bidang datar kerucut
h = tinggi kerucut
= sudut baring
Syarat : Pustaka : Aulton (248)
Sudut diam Keterangan
< 25
o
Sangat baik
25
o
-30
o
Baik
30
o
-40
o
Cukup
>40
o
Buruk


Sebelum penambahan aerosil

Formula I (Granulasi)
Bobot t (detik) h (cm) r (cm) () Kec.alir
(g/dtk)
25 g 7,20 2,00 3,93 28,68 3,47

Secara Langsung
Kecepatan alir = 3,47 g/detik
Kesimpulan = Cohesive
Secara Tidak Langsung
= 28,68
Kesimpulan = Baik

Formula II (Non-Granulasi)
Bobot t (detik) h (cm) r (cm) () Kec.alir
(g/dtk)
25 g 8,00 2,30 3,98 30,02 3,125

Secara Langsung
Kecepatan alir = 3,125 g/detik
Kesimpulan = Cohesive
Secara Tidak Langsung
= 30,02
Kesimpulan = Cukup

Setelah penambahan aerosil 0,1%

Formula I (Granulasi)
Bobot t (detik) h (cm) r (cm) () Kec.alir
(g/dtk)
25 g 4,51 2,15 3,87 29,05 5,54
25 g 4,30 2,00 3,94 26,91 5,81
25 g 4,70 2,1 3,70 29,58 5,32


Secara Langsung
Kecepatan alir = 5,32 ; 5,52; 5,81 g/detik
Kesimpulan = Free Flowing
Secara Tidak Langsung
= 26,91; 29,05; 29,58
Kesimpulan = Baik

Formula II (Non-Granulasi)
Bobot t (detik) h (cm) r (cm) () Kec.alir (g/dtk)
25 g 7,00 2,60 4,40 30,58 3,57
25 g 8,00 2,30 2,30 29,90 3,13
25 g 8,00 2,20 2,20 27,23 3,13

Secara Langsung
Kecepatan alir = 3,13 ;3,57 g/detik
Kesimpulan = Cohesive
Secara Tidak Langsung
= 27,23 ; 29,90 ; 30,58
Kesimpulan = Baik

3. Ukuran partikel ( Metode ayakan )
Metode:
Serbuk/granul dimasukkan ke dalam seperangkat ayakan selama 15
menit, kemudian bobot yang tertinggal di dalam masing-masing no
mess ayakan ditimbang.
Data bobot yang tertinggal pada mesh
No Mesh
Formula I
Granulasi
(g)
Formula II
Non-Granulasi
(g)
20 6,7628 0,1118
40 12,6416 1,0006
80 3,8982 19,4038
100 0 0,0042
120 0 0
200 0 0

Data Formula I
Mesh
Rata-rata
diameter
mesh (mm)
Bobot yang
tertinggal (g)
% Bobot
yang
tertinggal
% Bobot yang
tertinggal x Rata-
rata diameter mesh
20 0,850 6,7628 29,0217 24,6685
40 0,425 12,6416 54,2497 23,0561
80 0,180 3,8982 16,7286 3,0112
100 0,150 - - -
120 0,125 - - -
Total 23,3026 50,7358


( )

mm



Data Formula II
Mesh
Rata-rata
diameter
mesh (mm)
Bobot yang
tertinggal (g)
% Bobot
yang
tertinggal
% Bobot
yang
tertinggal x
Rata-rata
diameter
mesh
20 0,850 0,1118 0,5448 0,4631
40 0,425 1,0006 4,8761 2,072
80 0,180 19,4038 94,5586 17,0206
100 0,150 0,0042 0,0205 0,003075
120 0,125 - - -
Total 20,5204 100 19,5588


( )

mm
d

mm
d

0, 1800 mm
d

mm


4. Waktu Rekonstitusi
Metode :
Sejumlah serbuk/granul dimasukkan ke dalam botol vial besar,
tambahkan air sebanyak jumlah air untuk rekonstitusi. Dikocok hingga
serbuk/granul terdispersi merata. Hitung waktu yang dibutuhkan
dengan stopwatch.

Waktu
Bobot (g)
Formula I
(s)
Formula II
(s)
5,75 1m 18 dtk -
5,11 - 13


5. Viskositas dan sifat aliran
Alat = Viskometer Brookfield LV dan Viskometer Stormer
Viskometer Brookfield LV
Kv = 673,7 dyne/cm
2
= Skala Faktor
Viskometer Stormer
Konstanta alat Viskometer Stormer (Kv)




Viskositas pada Viskometer Stormer ()



Data Gliserin pada Viskometer Brookfield

p






Data Gliserin pada Viskometer Stormer
W
(gram)
Waktu
(sekon)
Putaran RPM
Kv
(


)
50 55,28 100 108,5384 124,8192
60 38,60 100 155,4404 148,9637

= 136,8915

Data Formula I (Granulasi) pada Viskometer Stormer
W
(gram)
Sb.X
Waktu
(sekon)
Putaran
RPM

Sb.Y

(cps)
40 51,56 100
116,3693
47,0542
50 33,26 100
180,3922
37,9427
60 21,35 100
281,0305
29,2263
50 26,11 100
229,7970
29,7853
40 44,03 100
136,2707
40,1822


Data Formula II (Non- Granulasi) pada Viskometer Stormer
W
(gram)
Sb.X
Waktu
(sekon)
Putaran
RPM

Sb.Y

(cps)
40 23,53 100 254,9936 21,4737
50 18,76 100 319,9057 21,3956
No. Spindel
RPM

Skala Faktor
(Skala x Faktor)
(cps)
1 12 11,5 5 57,5
1 30 28 2 56
1 60 51 1 51
= 57,5
60 13,18 100 455,2352 18,0423
50 15,14 100 396,3012 17,2711
40 20,32 100 295,2756 18,5442


6. Uji Sedimentasi
Metode :
1) Masukan 25 ml masing-masing formula sediaan ke dalam tabung
sedimentasi.
2) Amati selama 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, 1 hari, 2 hari,
dan 3 hari.
3) Hitung derajat sedimentasi dengan rumus
F = Vu
Vo
Keterangan :
F = derajat sedimentasi
Vu = Volume sedimentasi
Vo = Volume awal
Pengamatan
Formula
I II
15 menit

25 25

25 25
F 1 1

30 menit

25 25

25 25
F 1 1

40 menit

25 25

25 25
F 1 1

60 menit

25 25

25 25
F 1 1

1 hari

25 25

25 25
F 1 1

2 hari

25 25

24 25
F 0,96 1
3 hari

25 25

24 25
F 0,96 1

PEMBAHASAN

1. Uji organoleptik dilakukan secara visual untuk mengetahui kestabilan
fisik suatu suspensi kering dilihat dari warna, rasa, dan bau dari sediaan.
Kedua formula memiliki warna yang berbeda yaitu formula I berwarna
pink muda (Eritrosin sebagai coloring agent), sedangkan formula II
berwarna pink tua. Hal ini disebabkan penambahan etanol pada metode
granulasi (formula I) sehingga warna merah dari Eritrosin menjadi
memudar. Hal ini menunjukkan perbedaan metode pembuatan
mempengaruhi warna sediaan. Untuk rasa, kedua formula memiliki rasa
yang sama yaitu pahit. Perbedaan metode pembuatan tidak
mempengaruhi rasa sediaan. Untuk bau, kedua formula memiliki bau
yang sama yaitu tidak berbau. Penambahan essence strawberry tidak
cukup banyak untuk menutupi bau dari zat aktif.
2. Pada uji sifar alir, sebelum penambahan aerosil, sifat alir dari formula I
(granulasi) yaitu cohesive (kec. alir = 3,47 g/detik ) dan baik ( =
28,68). Untuk membuat sifat alir menjadi lebih baik maka ditambahkan
aerosil sebanyak 0,1 % dari bobot keseluruhan. Setelah ditambahkan
aerosil, sifat alir menjadi Free Flowing (kec.alir = 5,32 ; 5,52; 5,81
g/detik) dan baik ( =26,91; 29,05; 29,58). Tujuan penambahan aerosil
adalah sebagai glidant sehingga dapat mempermudah serbuk untuk
mengalir.
3. Sedangkan, pada Formula II (non granulasi), sebelum penambahan
aerosil, sifat alirnya cohesive (kec. alir = 3,125 g/detik) dan cukup ( =
30,02). Untuk membuat sifat alir menjadi lebih baik maka ditambahkan
aerosil sebanyak 0,1 % dari bobot keseluruhan. Setelah ditambahkan
aerosil, sifat alir menjadi cohesive (kec.alir = 3,13 ;3,57 g/detik) dan
baik ( =27,23 ; 29,90 30,58).
4. Dalam uji evaluasi sifat alir sediaan suspensi rekonstitusi dengan
metode tidak langsung, yang memiliki sifat alir lebih baik yaitu
Formula I (granulasi). Karena bentuk partikel granulasi bentuk lebih
sferis dan semakin pendek tinggi kerucut(h) serta semakin lebar jari-jari
bidang datar kerucut(r) sehingga sudut baring yang dihasilkan lebih
kecil, oleh karena itu sifat alirnya menjadi lebih baik.
5. Sifat alir dari Formula I (granulasi) dengan metode langsung memiliki
kecepatan alir yang lebih besar dari Formula II (non granulasi), karena
waktu yang diperlukan untuk mengalirnya granul lebih cepat dari
serbuk. Maka, waktu yang lebih cepat akan menghasilkan kecepatan alir
yang lebih besar dengan bobot yang sama (Kecepatan alir sediaan
serbuk/granul dihitung dengan cara membagi bobot dengan waktu yang
diperlukan oleh serbuk/granul).
6. Pada uji ukuran partikel, baik non granulasi maupun granulasi perlu
dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecepatan dispersi dan
pengendapannya. Pada Formula I, ukuran rata-rata partikel granul
adalah , sedangkan pada formula II, ukuran rata-rata partikel
serbuk adalah . Semakin kecil ukuran partikelnya, maka luas
permukaan granul lebih besar sehingga lebih mudah dibasahi dan lebih
cepat terdispersi dalam air. Sebaliknya, semakin besar ukuran partikel,
maka serbuknya lebih sukar terbasahi. Oleh karena itu, formula II yang
memiliki ukuran partikel yang lebih kecil akan lebih cepat terdispersi
sempurna dan laju pengendapan lebih lambat dibanding formula I.
Dilihat dari grafik hubungan antara diameter rata-rata partikel dengan ,
pada grafik formula II berbentuk lonceng sedangkan grafik formula I
tidak, hal ini dikarenakan pada formula II partikelnya berupa serbuk
halus sehingga sebagian besar serbuk dapat melewati mesh no.80,
sedangkan pada grafik formula I, partikelnya berupa granul (serbuk
kasar), sehingga sebagian besar partikel hanya dapat melewati mesh
no.40 dan hanya sedikit yang melewati mesh no.80, hal ini yang
menyebabkan grafik tidak lonceng.
7. Pada uji waktu rekonstitusi, formula I (granulasi) memerlukan waktu
1menit 18 detik sedangkan formula II (non granulasi) membutuhkan
waktu 13 detik hingga serbuk terlarut sempurna. Hal ini disebabkan
karena suspensi rekonstitusi granulasi memiliki ukuran partikel yang
lebih besar dari non granulasi. Oleh karena itu, semakin kecil ukuran
partikel, maka semakin cepat waktu yang diperlukan karena partikel
akan mudah terbasahi. Sebalikanya makin besar ukuran partikel maka
semakin sulit untuk terbasahi.
8. Pada uji viskositas dan rheologi, baik granul maupun non granul perlu
diuji karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan
pengendapan sediaan suspensi kering, sedangkan rheologi perlu diuji
untuk mengkarakterisasi kemudahan penuangan dari botol. Pada
percobaan, formula I (granulasi) mempunyai rentang nilai viskositas
yang lebih tinggi yakni (29,2263-47,0542) cps dibandingkan dengan
formula II(non granulasi) yang mempunyai nilai viskositas (17,2711-
21,4737) cps. Dari rheogram, baik formulai I maupun formula II sama-
sama memiliki sifat alir thiksotropi pseudoplastis dimana viskositas
menurun bila ditambah tegangan gesernya dan viskositas menaik bila
tegangan gesernya dikurangi serta kurva menurun berpindah ke sebelah
kiri kurva menaik. Hal ini menunjukkan konsistensi lebih rendah pada
satu laju geser manapun pada kurva menurun dibanding pada kurva
menaik dan terjadi pemecahan struktur yang tidak terbentuk kembali
dengan segera jika tegangan tersebut dikurangi atau dihilangkan. Sifat
ini baik dalam sediaan suspensi karena kestabilan fisiknya baik dan
merupakan sifat yang diinginkan dalam sediaan suspensi.
9. Pada uji volume sedimentasi, baik bentuk granul maupun non granul
diuji karena berhubungan dengan kecepatan suspensi terdispersi
kembali dan pembentukan caking pada sediaan suspensi. Pada
percobaan ini, formula I(granulasi) mulai mengalami pengendapan
dimulai dari hari kedua dan setelah 3 hari diamati, formula I(granulasi)
mengalami pengendapan dengan hasil akhir F =0,96 sedangkan formula
II(non granulasi) tidak mengalami sedimentasi dengan nilai F =1.
Kecepatan sedimentasi pada formula I(granulasi) lebih cepat karena
ukuran partikelnya lebih besar dari formula II(non granulasi) sehingga
lebih cepat mengendap dan dapat disimpulkan bahwa formula II(non
granulasi) dengan bentuk serbuk lebih stabil karena memiliki nilai F
=1.

IX. KEMASAN
Terlampir

X. KESIMPULAN DAN SARAN
Keterangan
Formula I
(granulasi)
Formula II
(Non-Granulasi)
Sifat alir/kecepatan alir Free Flowing Free Flowing
Sudut diam /sudut
baring
26,91; 29,05; 29,58
Baik
27,23 ; 29,90 30,58
Baik
Ukuran partikel
Waktu rekonstitusi 118 13
Viskositas dan
Rheologi
29,2263-47,0542 cPs
Thiksotropi pseudoplastis
17,2711-21,4737 cPs
Thiksotropi pseudoplastis
Volume Sedimentasi
15 menit, F : 1
30 menit, F : 1
45 menit, F : 1
60 menit, F : 1
Hari ke 1, F : 1
Hari ke 2, F : 0,96
Hari ke 3, F : 0,96
15 menit, F : 1
30 menit, F : 1
45 menit, F : 1
60 menit, F : 1
Hari ke 1, F : 1
Hari ke 2, F : 1
Hari ke 3, F : 1
Kesimpulan = Dari data pengujian di atas, dapat disimpulkan bahwa Formula I
(granulasi) lebih baik dari Formula II (non granulasi)

Saran = Penggunaan sweetening agent dengan konsentrasi yang lebih tinggi untuk
meningkatkan kemanisan sediaan suspensi kering, serta peningkatan konsentrasi
flavoring agent (strawberry essence). Peningkatan konsentrasi dari suspending
agent supaya sediaan yang dihasilkan lebih kental.



XI. DAFTAR PUSTAKA
1. Lachman, L. Lieberman, H. A dan Kanig. 1994, Teori dan Praktek
Farmasi Indudtri, edisi ketiga, alih bahasa : Siti Suyatmi, penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta
2. Ansel,CH. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi 4, Universitas
Indonesia, Jakarta : 2005.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Farmakope Indonesia edisi
IV. 1995.
4. Wade A, Welle Pj. Handbook of Pharmaceutical Excipents, 6
th
edition,
London : The Pharmaceutical press:1982.
5. Martindale, The Extra Pharmacopoeia, 28
th
edition. London : The
Pharmaceutical press:1982.
6. Kathy Litvak, et al. Drug Information Analysis 88, AHFS.
7. Aulton M.: Pharmaceutical Dosage Form tablet , 2
nd
. 1990.
8. Voight R.1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V.
Diterjemahkan oleh Soewandi, SIV. Cetakan ke-2. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai