Anda di halaman 1dari 16

ALIRAN-ALIRAN KLASIK DALAM PENDIDIKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN

DI INDONESIA

1. Aliran-aliran Pendidikan
a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi Eksternal dalam
perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa
perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.
Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa
stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm bebaqs ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam
bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun
lingkungan tidak mendukung.

b. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leinitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak,
sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Hasil prkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran.
Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.
Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya
jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat
yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.

c. Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru dilahirkan
mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan.
Pendidikan yang diberikan orang dewasa malah dapat merusak pembawaan baik anak itu.
Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan Aminuddin R., 1992: 9),
yaitu:

Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman
dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami.
Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai
fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak
didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan
dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan menyediakan
lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak didik secara bebas diberi
kesempatan untuk menciptakan lingkungan lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan
perhatiannya.

Dengan demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang bersifat
paedosentris; artinya, faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat kegiatan proses belajar-
mengajar.

d. Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat bahwa seorang anak dilahirkan di dumia
sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor
pembawaan maupun faktor lingkungan sama sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang
dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan sesuai
untuk perkembangan anak itu. aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung
pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan.
Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia. Di indonesia telah di
terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut dilakukan dengan pendekatan efektif
fungsional yakni diterima sesuai kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang
konvergensi.

2. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan di Indonesia
a. Pengajaran Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran
alam sekitar,perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger di Jerman dengan heimatkunde, dan J.
Ligthart di Belanda dengan Het Voll Leven.
b. Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly dari Belgia dengan pengajaran
melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran global. Decroly
menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran,
yaitu:Metode Global dan Centre dinteret.
c. Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-pandangan yang
mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius menekankan agar
pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan. J.H. Pestalozzi mengajarkan
bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya.
d. Pengajaran Proyek
Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia,
antara lain dengan nam pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu
ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan
memecahkan persoalan secara konprehensif. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama
makin penting, utamanya masyarakat maju.

DUA ALIRAN POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA
Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran tersebut
dipandang sebagai tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.

1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932
di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan.
a. Asas dan Tujuan Taman Siswa

Asas Taman Siswa
Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan terbitnya persatuan
dalam peri kehidupan umum.
Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan
batin dapat memerdekan diri.
Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk
mengobarkan segala kepentinganpribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
Kemudian ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan,
asas kebangsaan, dan asas kemanusiaan.

Tujuan Taman Siswa
Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
Membangun abak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal
budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan
bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
b. Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Rtaman siswa adalah menyiapkan peserta didik yang
cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman siwa
membentuk pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan.
c. Hasil-hasil yang Dicapai
Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan nasional, lembaga-
lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata. Taman siswa pun telah
melahirkan alumni alumni besar di Indonesia.

2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei pada
tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera Barat).
a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut :
Berpikir logis dan rasional
Keaktifan atau kegiatan
Pendidikan masyarakat
Memperhatikan pembawaan anak
Menentang intelektualisme
Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai hal, seperti:
syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebagainya.


Tujuan Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah:
Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.

b. Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain
menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, menyiapkan tenaga guru atau
pendidik, dan penerbitan mjalah anak-anak Sendi, serta mencetak buku-buku
pelajaran.

c. Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan
nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan
(jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni.

SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. Sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda
Secara umum sistem pendidikan khususnya system persekolahan didasarkan
kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) social yang
ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu.
1. Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs)
Pada hakikatnya pendidikan dasar untuk tingkatan sekolah dasar
mempergunakan system pokok yaitu:
Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
a) Sekolah rendah Eropa, yaitu ELS (Europese Lagere school), yaitu sekolah
rendah untuk anak-anak keturunan Eropa atau anak-anak turunan Timur
asing atau Bumi putra dari tokoh-tokoh terkemuka. Lamanya sekolah
tujuh tahun 1818
b) Sekolah Cina Belanda, yaitu HCS (Hollands Chinese school), suatu sekolah
rendah untuk anak-anak keturunan tmur asing, khususnya keturunan
Cina. Pertama didirikan pada tahun 1908 lama sekolah tujuh tahun.
c) Sekolah Bumi putra Belanda HIS (Hollands inlandse school), yaitu sekolah
rendah untuk golongan penduduk Indonesia asli. Pada umumnya
disediakan untuk anak-anak golongan bangsawan, tokoh-tokoh
terkemuka atau pegawai negeri. Lamanya sekolah tujuh tahun dan
pertama didirikan pada tahun 1914.

Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah:
a) Sekolah Bumi Putra kelas II (Tweede klasee). Sekolah ini disediakan
untuk golonagan bumi putra. Lamaya sekolah tujuh tahun, pertama
didirikan tahun 1892.
b) Sekolah Desa (Volksschool). Disediakan bagi anak-anak golongan
bumi putra. Lamanya sekolah tiga tahun yang pertama kali didirikan
pada tahun 1907.
c) Sekolah Lanjutan (Vorvolgschool). Lamanya dua tahun merupakn
kelanjutan dari sekolah desa, juga diperuntukan bagi anak-anak
golongan bumi putra. Pertama kali didirikan pada tahun 1914.

d) Sekolah Peralihan (Schakelschool) Merupakan sekolah peralihan dari
sekolah desa (tiga tahun) kesekolah dasar dengan bahasa pengantar
bahasa Belanda. Lama belajarnya lima tahun dan diperuntukan bagi
anak-anak golongan bumi putra.

Disamping sekolah dasar tersebut diatas masih terdapat sekolah
khusus untuk orang Ambon seperti Ambonsche Burgerschool yang
pada tahun 1922 dijadikan HIS. Untuk anak dari golongan bangsawan
disediakan sekolah dasar khusus yang disebut sekolah Raja
(Hoofdensschool). Sekolah ini mula-mula didirikan di Tondano pada
tahun 1865 dan 1872, tetapi kemudian diintegrasi ke ELS atau HIS.

2. Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah
a) MULO (Meer Uit gebreid lager school), sekolah tersebut adalah
kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda.
Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Yang pertama didirikan pada
tahun 1914 dan diperuntukan bagi golongan bumi putra dan timur
asing. Sejak zaman jepang hingga sampai sekarang bernama SMP.
Sebenarnya sejak tahun 1903 telah didirikan kursus MULO untuk anak-
anak Belanda, lamanya dua tahun.
b) AMS (Algemene Middelbare School) adalah sekolah menengah umum
kelanjutan dari MULO berbahasa belanda dan diperuntukan golongan
bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang
petama didirikan tahun 1915. AMS ini terdiri dari dua jurusan (afdeling=
bagian), Bagian A (pengetahuan kebudayaan) dan Bagian B
(pengetahuan alam ) pada zaman jepang disebut sekolah menengah
tinggi, dan sejak kemerdekaan disebut SMA.
c) HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah
sekolah menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan
Eropa, bangsawan golongan bumi putra atau tokoh-tokoh terkemuka.
Bahasa pengantarnya adalah bahasa belanda dan berorentasi ke Eropa
Barat, khususnyairikan pada belanda. Lama sekolahnya tiga tahun dan
lima tahun. Didirikan pada tahun 1860.
d) Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs )
Sebagai pelaksanaan politik etika pemerintah belanda banyak
mencurahkan perhatian pada pendidikan kejuruan. Jenis sekolah
kejuruan yang ada adalah sebagai berikut:
a) Sekolah pertukangan (Amachts leergang) yaitu sekolah berbahasa
daerah dan menerima sekolah lulusan bumi putra kelas III
(limatahun) atau sekolah lanjutan (vervolgschool). Sekolah ini didirikan
bertujuan untuk mendidik tukang-tukang. didirikan pada tahun 1881
b) Sekolah pertukangan (Ambachtsschool) adalah sekolah pertukangan
berbahasa pengantar Belanda dan lamanya sekolah tiga tahun
menerima lulusan HIS, HCS atau schakel. Bertujuan untuk mendidik dan
mencetak mandor jurusanya antara lain montir mobil, mesin, listrik,
kayu dan piata batu
c) Sekolah teknik (Technish Onderwijs) adalah kelanjutan dari
Ambachtsschool, berbahasa Belanda, lamanya sekolah 3 tahun. Sekolah
tersebut bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga Indonesia untuk
menjadi pengawas, semacam tenaga teknik menengah dibawah
insinyur.
d) Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs). Tujuannya untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan Eropa yang berkembang dengan
pesat.
e) Pendidikan pertanian (landbouw Onderwijs) pada tahun 1903
didirikan sekolah pertaian Yang menerima lulusan sekolah dasra yang
berbahasa penganatar belanda. Pada tahun 1911 mulai didirikan
sekolah pertanian (cultuurschool) yang terdiri dari dua jurusan,
pertanian dan kehutanan. Lama belajaranya sekitar 3-4 tahun, dan
bertujuan untuk menghasilkan pengawas-pengawas pertanian dan
kehutanan. Pada rtahun 1911 didirikan pula sekolah pertanian
menengah atas (Middelbare Landbouwschool) yang menerima lulusan
MULO atau HBS yang lamanya belajar 3 tahun.
f) Pendidikan kejuruan kewanitaan (Meisjes Vakonderwijs).
g) Pendidikan ini merupakan kejuruan yang termuda. Kemudian
sekolah yang sejenis yang didirikn oleh swasta dinamakan Sekolah
Rumah Tangga (Huishoudschool). Lama belajarnya tiga tahun.
h) Pendidikan keguruan (Kweekschool). Lembaga keguruan ini adalah
lembaga yang tertua dan sudah ada sejak permulaan abad ke-19.
Sekolah guru negeri yang pertama didirikan pada tahun 1852 di
Surakarta. Sebelum itu pemerintah telah menyelenggarakan kursus-
kursus guru yang diberi nama Normal Cursus yang dipersiapkan untuk
menghasilkan guru-guru sekolah desa. Pada abad ke-20 terdapat tiga
macam pendidikan guru, yaitu:
Normalschool,sekolah guru dengan masa pendidikan empat tahun
dan menerima lulusan sekolah dasar lima tahun, berbahasa pengantar
bahasa dearah.
Kweekschool, sekolah guru empat tahun yang menerima lulusan
berbahasa belanda.
Hollandschool Indlandschool kweekschool, sekolah guru 6 tahun
berbahasa pengantar Belada dan bertujuan menghasilkan guru HIS-HCS.
Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Karena terdesak oleh kebutuhan tenaga ahli, maka didirikanlah:
a) Sekolah Tehnik Tinggi (Technische Hoge School).
Sekolah Tehnik Tinggi ini yang diberi nama THS didirikan atas usaha
yayasan pada tahun 1920 di Bandung. THS adalah sekolah Tinggi yang
pertama di Indonesia, lama belajarnya lima tahun. Sekolah ini kemudian
menjelma menjadi ITB.
b) Sekolah Hakim Tinggi (Rechskundige Hoge school).
RHS didirikan pada tahun 1924 di Jakarta. Lama belajarnya 5 tahun, yang
tama AMS dapat diterima di RHS. Tamatan ini dijadikan jaksa atau hakim
pada pengadilan.
c) Pendidiakn tinggi kedokteran.
Lembaga ini di Indonesia di mulai dari sekolah dasar lima tahun. Bahasa
pengantarnya bahasa melayu . pada tahun 1902 sekolah dokter jawa
diubah menjadi STOVIA (School Tot Opleiding Voor Indische Artsen)
yang menerima lulusan ELS, dan berbahasa pengantar Belanda.
Lama belajarnya 7 tahun. Kemudian syarat penerimaannya ditingkatkan
menjadi lulusan MULO. Pada tahun 1913 disamping STOVIA di Jakarta
didirikan sekolah tinggi kedokteran (Geneeskundige Hogeschool) Yang
lama belajaranya 6 tahun dan menerima lulusan AMS dan HBS.
3. Beberapa Ciri Umum Politik Pendidikan Belanda
Politik pendidikan colonial erat hubungannya dengan politik mereka
pada umumnya, suatu politik yang didominasi oleh golongan yang
berkuasa dan tidak didorong oleh nilai-nilai etis dengan maksud untuk
membina kematangan politik dan kemerdekaan tanah jajahannya.
Berhubungan dengan sikap itu dapat kita lihat sejumlah ciri politik dan
prakti pendidikan tertentu.
Menurut Tilaar (1995) dalam pandangannya menyebutkan cirri-ciri yang
dapat ditemukan pendidikan kita dimasa colonial belanda yaitu:
a. System Dualisme
Dalam system dualisme diadakan garis pemisahan antara system
pendidikan untuk golongan Eropa dan system pendidikan unutk
golongan bumi putra. Jadi disini diadakan garis pemisah sesuai dengan
politik colonial yang membedakan antara bumi putra dan pihak
penjajah.

b. System Korkondasi
System ini berarti bahwa pendidikan didaerah penjajahan disesuaikan
dengan pendidikan yang terdapat di Belanda. System ini diasumsikan
bahwa dengan System yang berkrkondasi dengan system yang ada di
negeri Belanda, maka mutu pendidikan terjamin setingkat pendidikan di
Negara Belanda.

c. Sentralisasi

Kebijakan pendidikan dizaman colonial diurus oleh departemen
pengajaran. Departemen ini yang mengatur segala sesuatu mengeani
pendidikan dengan perwakilannya yang terdapat dipropinsi-propinsi
Besar.

d. Menghambat gerakan Nasional
Pendidikan pada masa itu sangat selektif karena bukan diperuntukan
untuk masyarakat pribumi putra untuk mendapatkan pendidikan
dengan seluas-luasnya atau pendidikan yang lebih tinggi. Didalam
kurikulum pendidikan colonial pada waktu itu, misalnya sangat
dipentingkan penguasaan bahasa belanda dan hal-hal mengenai negeri
belanda. Misalnya dalam pengajaran ilmu bumi, anak-anak bumi putra
harus menghapal kota-kota kecil yang ada di negeri Belanda.

e. Perguruan swasta yang militer

Salah satu perguruan swasta yang gigih menentang kekuasaan colonial
adalah seolah-olah taman siswa yang didirikan oleh kihajar
dewantara tanggal 3 juli 1922.

f. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis
Perkembangan pendidikan merupakan rangkaian kompromi antara
usaha pemerintah untuk memberikan pendidikan minimal bagi pribumi
dan tuntutan yang terus menerus dari pihak Indonesia untuk
memperoleh pendidikan yang sama dengan orang Belanda.

Menurut Prof. Dr. S. Nasution mengemukakan enam cirri umum politik
pendidikan Belanda, yaitu ;
a. Dualisme
Dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah untuk anak Belanda
dan untuk yang tak berada, sekolah yang memberi kesempatan
melanjutkan dan tidak memeberi kesempatan.
b. Gradualisme
Gradualisme dengan mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana
mungkin bagi anak Indonesia dan memperlambat lahirnya sekolah untuk
anak Indonesia.
c. Prinsip Konkordansi
Prinsip yang memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti
model sekolah Nederland dan menghalangi penyesuaiannya dengan
keadaan Indonesia.
d. Control sentral yang kuat
Yang menciptakan birokrasi yang ketat yang hanya memungkinkan
perubahan kurikulum dengan persetujuan para pembesar di Indonesia
maupun di negeri Belanda.
e. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis
Menyebabkan pemerintah mengadakan percobaan dengan berbagai
macam sekolah menurut keadaan zaman.
f. Pendidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Penyelenggaraan dan penerimaan murid didasarkan atas kebutuhan
pemerintah Belanda dalam tenaga kerja.
Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar
kebijakannya di bidang pendidikan antara lain:
1. Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu;
2. Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik
kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung
kepentingan kolonial;
3. Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial,
khususnya yang ada di Jawa.
4. Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit
masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi
politik dan ekonomi pemerintah kolonial. Jadi secara tidak langsung,
Belanda telah memanfaatkan kelas aristokrat pribumi untuk
melanggengkan status quo kekuasaan kolonial di Indonesia.


4. Beberapa Ciri Umum Politik Pendidikan Jepang
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
(1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6
tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi
nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia
Belanda.
(2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko
(Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
(3) Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat
vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan,
teknik, dan pertanian. (4) Pendidikan Tinggi.
Guna memperoleh dukungan tokoh pribumi, Jepang mengawalinya
dengan menawarkan konsep Putera Tenaga Rakyat di bawah pimpinan
Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur pada
Maret 1943. Konsep ini dirumuskan setelah kegagalan the Triple
Movement yang tidak menyertakan wakil tokoh pribumi. Tetapi PTR
akhirnya mengalami nasib serupa setahun kemudian. Pasca ini, Jepang
tetap merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasehat bidang
pendidikan mereka. Upaya Jepang mengambil tenaga pribumi ini
dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem pendidikan mereka di
Manchuria dan China yang menerapkan sistem Nipponize (Jepangisasi).
Karena itulah, di Indonesia mereka mencobakan format pendidikan yang
mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal. Sekalipun patut dicatat
bahwa pada menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat
Jepang untuk menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni dengan
dikerahkannya Sendenbu (propagator Jepang) untuk menanamkan
ideologi yang diharapkan dapat menghancurkan ideologi Indonesia
Raya.

Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki
keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya.
Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain:
(1) Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu;
(2) Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang;
(3) Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang;
(4) Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis; serta
(5) Olaharaga dan nyanyian Jepang.
Sementara untuk pembinaan kesiswaan, Jepang mewajibkan bagi
setiap murid sekolah untuk rutin melakukan beberapa aktivitas
berikut ini:
(1) Menyanyikan lagi kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap pagi;
(2) Mengibarkan bendera Jepang, Hinomura dan menghormat
Kaisar Jepang, Tenno Heika setiap pagi;
(3) setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa, bersumpah
setia kepada cita-cita Asia Raya;
(4) Setiap pagi mereka juga diwajibkan melakukan Taiso, senam
Jepang;
(5) Melakukan latihan-latihan fisik dan militer;
(6) Menjadikan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam
pendidikan. Bahasa Jepang menjadi bahasa yang juga wajib
diajarkan.

Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil
beberapa kebijakan antara lain:
(1) Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa
Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang
dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asyari. Di
daerah-daerah dibentuk Sumuka;
(2) Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan
pemerintah Jepang;
(3) Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang
mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda
Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin;
(4) Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di
bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung
Hatta;
(5) Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk
barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi
cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan; dan
(6) Diizinkannya Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) terus
beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti
dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang
menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan
NU. Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai
aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini
membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya
setelah tercapainya kemerdekaan.


5. Sejarah Pendidikan Indonesia jaman Orde Baru

Dasar Hukum Pendidikan orde baru :
a. Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966, bab II pasal 3.
tujuan pendidikan Nasional Indonesia dimaksudkan untuk
membentuk manusia pancasila yang sejati berdasarkan
ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh
pembukaan UUD 1945.

Pembentukan manusia pancasila sejati diperlukan untuk
mengubah mental masyarakat yang sudah banyak
mendapat doktrinasi Manipol-Usdek pada zaman orde
lama. Pemurnian semangat pancasila dalam masyarakat
dianggap jaminan tegak berdirinya orde baru.

Dalam pasal 4 ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS /!966 , isi
pendidikan adalah untuk mencapai dasar dan tujuan
pendidikan . isi pendidikan :
mempertinggi mental , moral , budi pekerti , dam
memperkuat keyakinan beragama.
Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
Membina atau mengembangkan fisik yang kuat dan
sehat
b. Ketetapan no. IV /MPRS/1973 mengeluarkan garis-
garis besar haluan Negara(GBHN) yang merumuskan
tujuan pendidikan nasional adalah :
Pendidikan hakikatnya adalah usaha sadar untukl
mengembangkan kepribadian dan kemampuan dalam
dan luar sekolah dan berlangsung seumur Hidup.
Tanggung jawab pendidikan terdapat di keluarga,
masyarakat dan pemertintah.

Pembangunan pembagunan di bidang pendidikan
didasarkan pada falsafah Negara pancasila yang
diarahkan untuk membentuk manusia manusia
pembangunan yang ber-pancasila dan untuk membentuk
manusia Indonesia yang sehat dan jasmani dan rohaninya
memiliki ketrampilan, dapat mengembangkan kreativitas
dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap
demokrasi dan penuh tenggang rasa , dapat
mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai akal
budi pekerti yang luhur , mencintai bangsanya dan
mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang
dimaksud dalam UUD 1945.

c. TAP MPR NO. IV /MPR/1978 tentang tujuan
pendidikan dalam GBHN
Pendidikan nasional berdasarkan penghayatan dan
pengalaman pancasila oleh seluruh lapisan masyarakat
dengan pendidikan moral pancasila dan nilai-nilai 1945
yang dimaksukkan dalam kurikulum, Pendidikan seumur
hidup, Sistem pendidikan yang disesuaikan dengan
kebutuhan pembangunan dan peraturan perguruan tinggi
bermutu dan berkualitas.

Peningkatan Mutu Pendidikan Umum Dilakukan melalui
dua langkah dasar yaitu :
1. Peningkatan Mutu Guru
Mencakup juga mengenai hal penataan
ulang terhadap system pendidikan guru pra
jabatan, dari system lama yang bersifat multi-
strata ke system baru yang bersifat uni-strata.
Kalau dahulu untuk menjadi calon guru SD harus di
lakukan minimal menuntaskan sekolah menengah
atas dan calon guru SLTP harus menuntaskan
pendidikan di perguruan tinggi mak pada sisitim
yang baik baik para calon guru SD ataupun SLTP
harus sama-sama dipersiapkan di lembaga
pendidikan taraf perguruan tinggi. Bedanya disini
para calon guru SD mendapat pendidikan pra-
jabatan degan taraf D-II, sedangkan para calon
guru SLTP mendapatkan pendidikan pra-jabatan
sampai dengan taraf D-III. Dan untuk guru SMU
harus mendapatkan pendidikan pra-jabatan
sampai dengan taraf S-I atau S-II.

Penataran untuk meningkatkan mutu guru di
selenggarakan untuk setiap mata pelajaran.
Program-program penataran ini pada akhirnya
melahirkan lembaga-lembaga penataranyang
permanen yaitu PPPG ( Pusat Pengembangan
Penataran Guru ) dan BPG (Badan Penataran
Guru).sejak tahun 1977 (Pelita I ) sampai dengan
tahun1991 ( Pelita V) telah didirikan 6 PPPG untuk
meningkatkan mutu pendidikan umum dan 4 PPPG
kejuruan untuk meningkatkan mutu pendidikan
kejuruan.


2. Peningkatan Mutu Kurikulum
Pembaharuan kurikulum dari tingkat SD sampai
dengan SMU dmulai pada tahun 1968 dan selesai
pada tahun 1975.
Penyempurnaam kurikulum 1975 utuk SD, SMP,
dan SMA, serat kurikulum 1976 untuk sekolah-
sekolah kejuruan (SMEP, SMEA, SKKP, SKKA, ST,
STM, SPG). Kurikulum 1975 pada sekolah
menengah pertama dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
pendidikan umum meliputi pendidikan
agama,pendidikan moral pancasila, olah raga, dan
kesehatan.
Pendidikan kesenian
Pendidikan akademis meliputi bahasa
Indonesia, bahasa daerah, bahasa inggris, ilmu
pengertahuan social, matematika, ilmu
pengetahuan alam dan pendidikan keterampilan.
Sekurang-kurangnya ada sembilan point kekeliruan
pendidikan nasional kita selama ini (masa orde
Baru), meliputi:
1) Pengelolaan pendidikan di masa lampau
terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip, mengabaikan dimensi-dimensi lainnya
sehingga buahnya melahirkan generasi yang
mengidap split personality, kepribadian yang
pecah.

2) Pendidikan terlalu sentralistik sehingga
melahirkan generasi yang hanya bisa memandang
Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan
harapan tanpa mampu melihat peluang dan
potensi besar yang tersedia di daerah masing-
masing.

3) Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi
dasar pembangunan masyarakat yang berdisiplin.

4) Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap
berkompetisi di dunia global.
5) Pengelolaan pendidikan selama ini
mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia. Sebagai contoh, pada masa orde Baru,
Guru
negeri di sekolah lingkungan Dikbud mencapai 1
guru untuk 14 siswa, tetapi di madrasah (Depag)
hanya 1 guru negeri untuk 2000 siswa.
Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di
SMU negeri mencapai Rp. 400.000,-/siswa/tahun,
sementara untuk Madrasah Aliah hanya Rp.
4.000,-/anak/tahun.

6) Pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan pendidikan dan SDM
dikalahkan oleh uniformitas yang sangat
sentralistik. Kreatifitas masyarakat dalam
pengembangan pendidikan menjadi tidak tumbuh.

7) Sentralisasi pendidikan nasional
mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah.
8) Pendidikan nasional kurang menghargai
kemajemukan budaya, bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika.
9) Muatan indoktrinasi nasionalisme dan
patriotisme yang dipaksakan yakni melalui P4 dan
PMP, terlalu kering sehingga kontraproduktif.
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan
nasional ini sekarang telah melahirkan buahnya
yang pahit, yakni:
Generasi muda yang langitnya rendah, tidak
memiliki kemampuan imajinasi idealistik.
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi
dalam lapangan kerja pasar global.
Birokrasi yang lamban, korup dan tidak
kreatif.
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak
anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang
rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit,
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang
rendah moralnya.
Pemimpin-pemimpin daerah yang
kebingungan. Bupati daerah minus tetap
mengharap kucuran dari pusat, bupati daerah plus
menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang
tidak strategis.

Pendidikan pada Era reformasi
1) Era reformasi melahirkan keterkejutan
budaya, bagaikan orang yang terkurung
dalam penjara selama puluhan tahun
kemudian melihat tembok penjara runttuh.
Mereka semua keluar mendapati
pemandangan yang sangat berbeda,
kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak
terbatas. Suasana psikologis eforia itu
membuat masyarakat tidak bisa berfikir
jernih, menuntut hak tapi lupa kewajiban,
mengkritik tetapi tidak mampu
menawarkan soulusi
2) Masyarakat pendidikan tersadar bahwa
SDM produk dari system pendidikan
nasional kita tidak bisa bersaing dalam
persaingan global sehingga kita hanya
mampu mengekspor tenaga kerja PRT,
sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri
harus bersaing dengan tenaga skill
dari luar. Problemnya, output pendidikan
yang bermutu itu baru dapat
dinikmati 20-25 tahun kemudian. SDM kita
yag tidakkompetetip hari ini
adalah juga produkdari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu. Untuk
mengubah system pendidikan secara
radikal juga punya problem,yaitu tenaga
guru yang kita miliki adalah produk dari
system pendidikan yang tidak tidak tepat.
Dalam konsep IKIP guru adalah instrument
pendidikan, bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak
didiknya. Lingkaran setan inilah yang sulit
diputus.
3) Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan
politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah system pendidikan di Indonesia
menjadi pembangun budaya bangsa.
Sayang ahli-ahli pendidikan kita lebih
berorientasi kepada teksbook dibanding
melakukan ujicoba system di lapangan.
Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga
pengajar, bukan guru yang digugu dan
ditiru- seperti dalam filsafat pendidikan
nasional kita sejak dulu. Mestinya doctor
dan professor bidang
pendidikan tetapmengajar di SD-SLP
sehingga mampu melahirkan system
pendidikan berbasis budaya, menemukan
realita-realita yang bisa dikembangkan
menjadi teori, bukan kemudian berkumpul
di birokrasi untuk kemudian mengatur
pendidikan dari balikmeja berpedoman
kepada teori-teori Barat.. Selagi pendidikan
di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar,
maka sulit mengembangkan mereka pada
jenjang pendidikan berikutnya.
4) Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi
kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 % pun tidak banyak membantu
jika kreatifitas depdiknas, hanya pada
proyek-proyek pendidikan bukan pada
pengembangan pendidikan.
5) Swasta mempunyai peluang untuk
melakukan inovasi pendidikan
tanpa terikat aturan birokrasi yang jelimet,
tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika
dijumpai banyak lembaga pendidikan
swasta yang orientasinya pada bisnis
pendidikan.

6) Sekolah international diperlukan sebagai respond terhadap globalisasi, tetapi pembukaan sekolah
international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat pendidikannya berbeda.
7) Untuk mempercepat dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan Negara bukan
hanya diperuntukkan bagi sekolah formal, tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal.
Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat skill tenaga
kerja, dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informaldan non formal. Pada satu titiknanti, gelar-gelar
akademik juga tidak lagi relevan.

Anda mungkin juga menyukai