Anda di halaman 1dari 9

Deni Hidayat

Pertama, selama ini eksplorasi lokalitas hanya berhenti pada ranah kesenian
yang lain seperti tari, musik, ada musik tradisional atau tari tradisional. Sementara
dalam sastra ketika berbicara lokalitas adalah dengan bahasa madura. Hal yang
perlu diapresiasi adalah keberanian Alfaizi mengangkat tema lokal yang selama ini
dianggap ngeri seperti sihir dalam sebuah puisi modern yang selama ini belum ada
penyair yang melakukan.
Kedua, Puisi dalam Talken Koneng dilihat bentuknya memang sudah lama
akan tetapi lokalitas mantra itu mengisyaratkan bahwa Madura memiliki sebuah
tradisi yang selama ini mulai tenggelam sehingga Talken Koneng seakan
mengingatkan kita pada sebuah tradisi Madura kuno. Selain itu pemggunaan diksi
yang ketika dimaknai secara konotatif cenderung bersifat nakal akan tetapi ketika
bahasa itu digabungkan dengan mantra-mantra maka akan hal itu akan menarik.
Ketiga adalah keberanian Alfaizi karena di zaman modern bahkan post-
modern ketika penikmat tidak lagi minat pada sebuah puisi apalagi berbentuk mantra
yang sulit untuk dimaknai dan berbau manual sementara zaman sudah serba
otomatis Alfaizi berdiri menjadi bagian masa lalu dengan memunculkan himpunan
Talken Koneng .
Rusli KM
Sebuah puisi dikatakan berkualitas apabila mengandung nilai kebaruan
(inovasi). Puisi Alfaizi menitikberatkan pada karakter mantra sementara selama ini
penulis tidak lagi menggunakan mantra dalam sebuah karyanya, maka dari
kebaruan ini, himpunan puisi Talken Koneng merupakan karya sastra yang
berkualitas karena memiliki nilai inovatif. Dari hal tersebut kita sebagai pembaca
memerlukan waktu yang cukup lama untuk memaknai karya tersebut. Pilihan diksi
mencoba menggabungkan antara diksi bahasa indonesia dengan diksi bahasa
madura serta bentuk mantranya. Selain itu imajinasi dalam karya ini begitu kuat
karena dengan imajinasi seperti itu membutuhkan kemampuan seseorang
menafsirkan secara komprehensif apa yang terdapat dalam puisi. Dari hal tersebut
Talken Koneng merupakan karya sastra yang bersifat rumahan artinya tidak bisa
dinikmati oleh masyarakat pelajar SMP, SMA karena tidak bisa menafsirkannya.
M.Faizi
Secara umum Himpunan puisi Talken Koneng memiliki keistimewaan dalam
pemilihan tema karena pemilihan tema mistis, magis seperti ini jarang dilakukan
terutama dalam puisi, dan lebih menariknya lagi karena buku ini satu buku satu
tema, ketika seperti itu maka penulis benar-benar mempersiapkan konsep buku itu
secara matang. Dan ketika muncul pernyataan mirip Sutaji kalsum bahri maka itu
tidak benar karena gagasan Sutarji mengembalikan puisi pada mantra bentuknya
pada kalimat, kata-perkata, metafornya seperti kata Sungsang, sedangkan Alfaizi
menekankan pada isi, ruhnya. Selain itu puisi Talken Koneng seakan-akan sama
mantra..... dalam sisi lain ada puisi yang menanggapi mantra, seperti budul, kitab
kelelakian akan tetapi ketika gaya penulisannya dibikin sama maka kesannya akan
lebih berbeda dan menarik. Selain itu dalam menulis karya seperti ini penulis harus
mengelaborasi diksi. Dan diksi dalam Talken Koneng ini tidak berkembang karena
secara umum diksi dalam Talken Koneng sama dengan diksi yang digunakan
orang lain dan permainan kata-kata baru seperti kata gelaplah-gelaplah itu
menambah ciri khas dari seorang penyair untuk kepentingan bunyi dan ketika
muncul istilah puisi kamar dan puisi pentas maka puisi ini dikategorikan puisi pentas
karena bagusuntuk dibaca dengan suara keras.
Salamet
Pertama ketika saya membaca Talken Koneng ada kesan puisi itu memang
mantra dan setiap orang yang membaca Talken Koneng maka mantranya yang
pertama kali dirasakan tapi ketika membaca berulang-ulang ada sesuatu yang
menarik dan dilupakan di dalamnya mengandung makna yang luar biasa.
Kemampuan penulis merangkai kata menjadi puitis dan menggabungkan antara
mantra dengan kata dan itu bisa dikaji melalui kajian semiotik ada tanda ada
penanda dan tanda itu yang sering dilupakan.
Kedua Himpunan Puisi Talken Koneng sebenarnya puisi yang bisa
dikatakan sebagai penyelamat nilai tradisi yang mulai dilupakan oleh masyarakat.
Karena selama ini kita memaknai mantra sebagai bahasa tradisi moyang di
masyarakat yang memiliki nilai negatif dan positif misal tentang kelelakian, dan hal
itu kemudian melalui kecerdasan penulisnya dia mampu menggabungkan mantra
dengan kata yang kemudian menjadi puitical.
Ketiga adalah kemampuan penyair dalam memilah kata keras atau lembut
artinya pengarang pandai memilah kata yang proporsinya bagus. misal penggunaan
kata keras untuk penanda kasar. misal Batu dan Api.
Tirmizi Jaka
Kebudayaan sebagai ritus sejarah perjalanan kehidupan manusia sangat
bersentuhan dengan ritual dan saya pikir pemilihan Al-faizi tentang tema dari
himpunan puisinya mengangkat mantra-mantra semacam kalimat-kalimat ritual yang
dulu sempat populer di Madura. Hal tersebut merupakan hal yang patut
dibanggakan dan didukung karena eksotika kalimat atau susunan kalimat dalam
sebuah mantra yang berbasis tradisi hampir tidak bisa ditemui pada karya-karya
modern. Akan tetapi ketika pengarang membingkai nukilan-nukilan kalimat dalam
sebuah karya sementara karya perlu pertanggung jawaban dari itu bagaimana Alfaizi
mempertanggung jawabkan semua itu secara karya, karena semua itu sangat verbal
dan bagi orang-orang pedalaman yang akrab dengan hal tersebut maka dengan
sendirinya paham muatan kalimat mantra itu. Kemudian selanjutnya pengarang
paham tidak terhadap sesuatu yang ditulisnya yang hal itu mempengaruhi
popularitas karyanya. Selain itu fenomena negatif bahwa penikmat mantra
merupakan sesuatu yang negatif juga merupakan kendala dalam mensosialisasikan
karyanya sekalipun mereka penikmat estetika diksi mantra atau pengguna mantra
dalam tujuan tertentu.
Helmi Hartono
Himpunan puisi Talken Koneng tergolong puisi mantra, dan seperti yang
kita ketahui mantra ada di tengah-tengah masyarakat di seluruh dunia, karena
mantra adalah alat mengungkapkan spiritualitas seseorang. Maka dari itu himpunan
puisi Talken Koneng sangat bagus, bagusnya karena keberadaan masyarakat
Madura secara tidak langsung muncul dalam bentuk gambaran-gambaran puisi yang
ditulis oleh Alfaizin dalam Talken Koneng. Akan tatapi di sisi lain perlu ada kearifan
seorang pembaca karena mantra berkaitan dengan hal-hal yang bersifat magic dan
dalam simbol kebahasaan perlu pemahaman lebih lanjut karena ada hal
menyimpang dari norma-norma agama seperti Kata Hum, Hum, Huma.

Nurhadi
Himpunan puisi yang berjudul Talken Koneng merupakan pncaki dari karya
penyair Alfaizin Sanasren walaupun akan muncul puncak-puncak yang lain dan saya
sangat suka pada himpunan puisi tersebut, karena ketika saya membaca dan
menghayati himpunan puisi Talken Koneng ada beberapa hal yang baru dan
orisinil, diantaranya adalah daya ungkap, diksi, frase, klausa, kalimat ataupun bait
yang dilahirkan di himpunan puisi Talken Koneng memunculkan satu bentuk yang
baru artinya walaupun menganut aliran puisi mantra yang dipelopor Sutarji chalsom
bahri akan tetapi Alfaizin berhasil keluar dari pengaruh Sutarji, karena Sutarji hanya
pada persoalan teknik penyampaian ataupun diksi, frase, klausa kalimat atau bait
tetapi puisi-puisi yang muncul dalam himpunan puisi Talken Koneng juga
memunculkan isi, dan isi yang dimunculkan adalah isi yang merupakan isi dari
sebuah mantra sehingga kalau kita beca puisi-puisi tersebut jangan memehami
dengan berdasarkan normatif misalnya norma kemanusiaan, karena puisi-puisi
dalam Talken Koneng keluar dari itu misalnya yang muncul adalah kekejaman,
sihir, penguasaan jiwa seseorang, baik dalam kontek percintaan, atau dalam kontek
perbudakan. Maka dari itu yang muncul dalam puisi itu berisi tentang hal-hal bawah
sadar yang dalam istilah psiko analitik adalah Thes Es sesuatu yang di bawah sadar.
Mahendra
Pertama puisi itu menarik untuk dibaca karena gagasan atau ide-idenya
berangkat dari tradisi lokalitas budaya masyarakat yang memang lahir dan
berkembang di masyarakat
Kedua puisi dalam Talken Koneng bersifat mengakar yang mirip dengan
Zamar Gantang yang langsung menggali khazanah bahasanya dari bahasa lokal jadi
problem hilangnya makna dalam kata di himpunan puisi Talken Koneng menjadi
berbeda dengan puisinya tarji seperti Kawin Winka. Karena ketidak bermaknaan
dalam puisi-puisi Talken Koneng berbeda karena berangkat dari bahasa mantra
yang muncul dalam masyarakat itu
Kelemahan
# riset terhadap puisi Talken Koneng
# lahirnya puisi ini tidak seperti puisi karena terlalu bernuansa mantra dan eksplorasi
bahasanya didominasi oleh mantra dalam praktik bahasa puisi
# tidak........populer karena lemahnya sosialisasi dan jaringan penting dalam
mengukur karya sastra tersebut dengan karya yang lain.










Hidayat Raharja
Dilihat dari bentuk atau sisi bentuk himpunan puisi Talken Koneng
merupakan himpunan puisi yang mencoba merevitalisasi mantra, melihat dari
upaya-upaya seperti itu maka himpunan puisi Talken Koneng merupakan sesuatu
yang menarik akan tetapi hal tersebut bukan hal baru karena puisi yang berangkat
dari mantra telah lahir yang dipelopori oleh Sutarji kalzom bachri akan tetapi karya
Alfaizin tidak sama dengan karya Sutarji, bedanya dalam karya sutarji ada upaya
yang cukup lebur mengangkat sebuah mantra kedalam puisi, sehingga ada
metamorfosa baru dari bentuk-bentuk mantra riau dalam puisinya. Sedangkan karya
Alfaizin sanasren yang terlihat ada bahasa-bahasa mantra yang masih utuh dari
berbagai mantra yang digunakan dalam ritual masyarakat Madura sehingga bahasa
mantra dalam Talken Koneng belum bermetamorfosis secara sempurna dan
berangkat dari optimisme hal tersebut akan menemukan bentuk leburnya.
Dibandingkan teman-teman di Madura Alfaizin sudah berani mamberikan
perubahan. Dan secara kekuatan perlu terus dibangun karena bagi mereka
penikmat sastra kiblatnya tetap ke Sutarji karena adakalanya sebuah karya yang
orang-orang tidak memahami perlu diperjuangkan dengan cara menjelaskan bahwa
sesuatu yang dikerjakan adalah hal bermakna.
Adi Purnomo
Kemampuan Alfaizin mangangkat sebuah tradisi mantra yang terjadi di
masyarakat Madura melalui himpunan puisi Talken Koneng, itu merupakan hal luar
biasa karena dia mampu menciptakan diksi-diksi baru dalam bahasa Indonesia yang
berangkat dari diksi mantra dan Alfaizin mampu menciptakan imaji-imaji baru
meskipun di situ ada kerawanan apakah imaji yang diciptakan dalam himpunan puisi
tersebut mampu mewakili imaji awalnya yaitu mantra. Selain itu dalam dalam
sebuah mantra ada permainan rima, persajakan, imaji yang muncul dari berbagai
bentuk bunyi belum bisa dikatakan kata, apakah sudah terwakili dengan benar dan
berbeda ketika dibandingkan dengan puisi Sutarji kalsum bahri, dalam puisinya
Sutarji menemukan kebuntuan dalam mewakili apa yang berada di dalam
pemikirannya, apa yang dirasakan tidak mampu diwakili dengan kata-kata sehingga
dia melarikan kata sebuah bunyi seperti halnya mantra, berangkatnya Sutarji beda
dengan berangkatnya Alfaizin.
N. Hidayat
Talken Koneng merupakan sebuah karya yang berfungsi memperkaya
Khazanah sastra khususnya sastra Sumenep, selain itu pengarang berusaha lari
dari PAKEM puisi yang biasa ditulis oleh penyair-penyair Sumenep, seperti diksi,
penggunaan kata-kata yang tidak lazim, karena didominasi mantra di dalamnya.
Selain itu keunikan himpuna puisi Talken Koneng karena pengarang berusaha
memasukkan mantra-mantra munculnya di masyarakat Sumenep.
Syaf Anton. Wr
Talken Koneng ditulis oleh Alfaizin berdasarkan sastra lisan lama terkenal
yang berkaitan dengan mitos, karena mantra-mantra di dalamnya berkaitan dengan
tradisi yang berkembang di masyarakat. Tentang mantra dalam puisi sebenarnya
Sutarji Kalsum Bahri yang pertama memperkenalkan akan tatapi karya Alfaizin
berbeda dengan karya sutarji karena mantra-mantra dalam himpunan puisi Talken
Koneng yang digunakan adalah mantra-mantra Madura, tapi keterampilan,
kesigapan, dan kemampuan Alfaizin dalam mensiasati sastra lisan lama yang
kemudian dimodivikasi dalam sastra tulis merupakan sesuatu yang unik dan
menarik.
Himpunan puisi Talken Koneng merupakan bentuk genre baru dalam suatu
peristiwa kesastraan kita sekalipun mantra dalam bentuk sastra dipelopori oleh
Sutarji Kalsum Bahri akan tetapi karya Alfaizin ini berbeda karena karyanya
mengarah pada titik tradisi yang menguat sehingga banyak orang tertarik pada puisi-
puisi Alfaizin karena mengingatkan kita pada mantra di zamannya atau sastra lama
pada zamannya. Ada dua opsi diambil dari judul Talken Koneng yaitu Talken
yang merupakan orasi dalam sebuah upacara penguburan agar orang yang
meninggal tersebut diterima di sisi-Nya. Koneng diinisialkan pada sesuatu yang
kuno dan hampir dilupakan seperti kitab kuning yang hanya digunakan dalam tradisi
pesantren tradisional.

Anda mungkin juga menyukai