Diajukan Kepada :
Oleh :
UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Oktober 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan juga pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.
Penulis
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
3.1 Kesimpulan.............................................................................................16
3.2 Saran.......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1 Latar Belakang
Karya sastra dapat dinikmati oleh setiap orang dengan begitu mudah. Begitu
banyak karya sastra yang dibuat dan dituliskan secara kreatif dan juga menarik.
Adanya pelbagai dari karya-karya yang telah diciptakan akan selalu mengundang
keinginan dan minat dalam mengenal unsur-unsur pembangun sebuah karya
hingga menjadi sesuatu yang menarik perhatian.
Sebuah karya sastra tidak bisa terlepas dari pengaruh subjektif pengarangnya.
Pengaruh subjektif yang biasanya disebut sebagai unsur ekstrinsik yang memiliki
perbedaan dengan unsur utama sebuah karya sastra yaitu unsur intrinsik. Dalam
membedakan dan memahami kedua unsur ini membutuhkan analisis yang
mendalam sehingga dapat menentukan ekstrinsik dan intrinsik suatu karya sastra.
BAB II
4
PEMBAHASAN
Ada dua unsur pokok yang membantu sebuah karya sastra, yaitu unsur
intrinsik atau unsur dalam dan unsur ekstrinsik atau unsur luar. Unsur intrinsik
adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra,
sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur luar sastra yang ikut mempengaruhi
terciptanya karya sastra. Karya sastra dibedakan atas tiga macam bentuk, yakni
karya sastra bentuk puisi, prosa, dan drama
5
1943
Racun berada di reguk pertama
Membusuk rabu terasa di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam-membelam
Jalan kaku-lurus. Putus
Candu.
Tumbang
Tanganku menadah patah
Luluh
Terbenam
Hilang
Lumpuh.
Lahir
Tegak
Berderak
Rubuh
Runtuh
Mengaum. Mengguruh
Menentang. Menyerah
Kuning
Merah
Hitam
Kering
Rata
Rata
Rata
Dunia
Kau
Aku
Terpaku.
(Chairil Anwar)
6
Tema puisi di atas adalah keadaan tahun 1943 yang penuh derita
dan tantangan. Coba perhatikan kalimat pertama “racun berada di regu
pertama, membusuk Rabu terasa di dada, tenggelam darah dalam
nanah”. Ini seolah menggambarkan begitu tidak enaknya dan
menjijikkan suasana pada tahun 1943. Untuk dapat menangkap tema
sebuah puisi, pertama kali kita baca puisi itu berkali-kali sampai tahu
betul hubungan antar kata dalam puisi tersebut.
Amanat atau pesan adalah sesuatu yang hendak disampaikan oleh
penyair kepada pembaca lewat puisinya. Bedanya dengan tema, kalau
tema adalah persoalan yang dikemukakan sedangkan amanat adalah
sesuatu yang hendak disampaikan lewat persoalan itu. Amanat
biasanya berada di balik tema atau tersirat di balik rangkaian kata
puisi itu. Oleh karena itu tafsiran terhadap amanat biasanya bermacam-
macam, sangat subjektif. Namun ke subjektif itu dapat diperkecil
dengan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pribadi
penyairnya. Contohnya seperti dalam puisi Chairil Anwar yang
berjudul 1943. Amanat yang tersirat dalam puisi tersebut adalah coba
mengertilah dengan keadaan saat itu bahwa kami masyarakat sudah
selalu berusaha untuk merdeka akan tetapi karena penderitaan dan
paksaan sampai-sampai semua upaya kami gagal, sehingga kami hanya
bisa termangun saja. Kita dapat menafsirkan amanat seperti di atas
karena kita tahu bagaimana situasi politik di Indonesia sekitar tahun
1943. Tanpa mengetahui latar belakang sejarah yang terjadi saat itu
rasanya agak sukar menafsirkan amanat dengan baik.
Simbolisasi atau perlambangan dalam puisi tidak mengacu pada
gambar atau benda yang menggantikan pengertian tertentu akan tetapi
mengacu pada kata atau lambang kebahasaan lain yang digunakan
untuk menggantikan suatu pengertian atau hal lain. Misalnya kata
merah melambangkan pengertian berani atau marah. Simbolisasi
diperlukan oleh penyair untuk lebih mengkonkretkan hal-hal yang
akan disampaikannya. Contoh:
Aku adalah angin yang kembara
7
Aku adalah orang yang terbang ke sana kemari tidak menentu yang
selalu mengembara.
Musikalitas adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengucapan bunyi.
Unsur musikalitas sangat penting dalam puisi Karena tanpa
memperhatikan unsur ini maka efek puitisnya akan berkurang. Unsur
ini meliputi rima dan bunyi. Rima adalah persamaan bunyi yang
terdapat pada kata-kata dalam puisi sedangkan bunyi yang dimaksud di
sini adalah bunyi bahasa yang terdapat dalam kata-kata pada puisi.
Korespondensi adalah perhubungan yang terdapat dalam puisi.
Perhubungan tersebut bisa bermacam-macam, meliputi perhubungan
antara kata dengan kata, frase dengan frase, kalimat dengan kalimat,
bait dengan bait atau campuran di antara unsur-unsur tersebut.
Supaya lebih jelas apa dan bagaimana perhubungan/korespondensi
itu maka berikut contoh puisi Chairil Anwar yang berjudul sia-sia
Sia-sia
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
Darah dan suci.
Bait pertama menyiratkan awal sebuah peristiwa. Bait kedua
berkorespondensi dengan bait pertama yakni korespondensi penjelas.
Bait ketiga juga berkorespondensi dengan bait pertama dan kedua
yakni menjelaskan bagaimana situasi yang timbul setelah peristiwa di
atas terjadi dan bait keempat mengkonotasikan situasi batin penyair
dengan timbulnya peristiwa tersebut.
Diksi berarti pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Diksi
berhubungan dengan pemilihan kata yang bermakna tepat dan selaras,
yang penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa, dan
khalayak pembaca atau pendengar.
Coba perhatikan bagaimana Chairil Anwar menggunakan kata-kata
dalam puisinya yang berjudul “aku”. Kalau sampai waktuku/ku tak
mau seorang kan merayu/tidak juga kau//
8
Susunan kalau sampai waktuku merupakan susunan yang sangat
tepat untuk mengungkapkan sampainya keakuan. Susunan tersebut
tidak dapat dibalik misalnya menjadi kalau waktuku sampai. Kalau
tersusun demikian terasa kekerasannya kurang tergambar secara tegas.
Bentuk kata waktuku akan terasa mempertegas judul yang berbunyi
aku. Jika kata kalau diganti dengan kata jika sekalipun maknanya sama
akan terasa kurang kuat mengungkapkan maksud yang dikehendaki.
Fonem /K/pada awal baris, akan terasa lebih kuat.
Gaya bahasa termasuk unsur intrinsik yang cukup penting dalam puisi.
Boleh dikatakan hampir tak ada puisi yang hadir tanpa sebuah gaya
bahasa. Dengan gaya bahasa gagasan yang terungkap akan terasa lebih
konkret dan penuh. Dengan gaya bahasa, puisi akan lebih hidup. Gaya
bahasa yang biasa dipergunakan dalam puisi antara lain personifikasi,
metafora, simile, asosiasi, dan perulangan. Menurut Prof. Dr. H.G.
Tarigan (Suroto 2015: 114) mengelompokkan gaya bahasa menjadi
empat yakni:
1. Gaya bahasa perulangan
2. Gaya bahasa perbandingan
3. Gaya bahasa pertentangan
4. Gaya bahasa pertautan
9
berbagai tindak kejahatan antara lain perampokan sebuah toko milik
Ciu Lan Fong, juga pembunuhan yang dilakukan terhadap pemilik
toko emas di sawah besar yang dilakukan oleh tiga orang remaja yang
bernama Joni, Sukandar, dan Yusuf. Ketiga remaja ini berasal dari
lingkungan yang berbeda. Joni berasal dari keluarga yang
berkecukupan sedangkan Sukandar berasal dari keluarga yang kurang
mampu demikian pula si Yusuf. Sekalipun latar belakang keluarganya
tidak sama namun ketiganya memiliki dan mengalami perasaan yang
senasib yakni kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari
orang tuanya. Itulah sebabnya mereka berbuat sesuka hatinya agar
terpuaskan rasa hati dan kesepiannya.
Dari contoh tersebut segera tampak pokok persoalan apa yang akan
dikemukakan pengarang dan apa yang diceritakan oleh pengarang.
Pokok persoalan atau amanat yang hendak disampaikan lewat cerita
tersebut adalah bahwa kasih sayang dan perhatian orang tua sangat
penting bagi anak-anak remaja agar mereka tidak merasa gersang di
tengah kehidupannya. Lebih-lebih dalam lingkungan kehidupan kota
besar yang serba individual. Sedangkan pokok ceritanya atau tema
adalah tindak kejahatan yang dilakukan oleh Joni, Yusuf, dan
sukandar.
Plot atau alur ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang
disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat
dari awal sampai akhir cerita. Secara tradisional plot cerita prosa
disusun berdasarkan urutan sebagai berikut:
1. Perkenalan
2. Pertikaian
3. Perumitan
4. Klimaks
5. Pelarian
Penokohan atau perwatakan adalah bagaimana pengarang
menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-
tokoh tersebut. Ini berarti ada dua hal penting, yang pertama
10
berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua
berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan.
Kedua hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat. Penampilan
dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak tokoh tersebut.
Melukiskan atau menggambarkan watak para tokoh dalam cerita
dikenal tiga macam cara, yaitu:
1. Secara analitik pengarang menjelaskan atau menceritakan
secara terinci watak tokoh-tokohnya. Misalnya, A adalah
seorang yang kikir dan dengki. Hampir setiap hari ia bertengkar
dengan tetangga dan istrinya hanya karena masalah uang. Ia
mudah sekali marah.
2. Secara dramatik di sini pengarang tidak secara langsung
menggambarkan watak tokoh-tokohnya, tetapi menggambarkan
watak tokoh-tokohnya dengan cara misalnya:
Melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh.
Umpamanya digambarkan keadaan sebuah kamar acak-
acakan, buku berserakan, pakaian kotor berhamburan,
dan lain-lain. Dengan kembaran lingkungan tersebut
pembaca sudah dapat menduga bagaimana
penghuninya.
Pengarang mengemukakan atau menampilkan dialog
antara tokoh dengan satu tokoh lain. Dari dialog-
dialognya dapat diketahui bagaimana watak tiap tokoh
tersebut. Tutur kata serta bahasa yang digunakan
biasanya menggambarkan watak penuturnya.
Pengarang menceritakan perbuatan, tingkah laku atau
reaksi tokoh terhadap suatu kejadian. Apakah reaksinya
spontan, penuh emosi, tenang, ataupun gugup. Semua
itu sebenarnya menampakkan watak yang dimilikinya.
3. Gabungan cara analitik dan dramatik. Di sini antara penjelasan
dan dramatik saling melengkapi. Hal yang harus diingat di sini
adalah bahwa antara penjelasan dengan perbuatan atau reaksi
11
serta tutur kata dan bahasanya jangan sampai bertolak
belakang. Misalnya orang yang dikatakan tenang tetapi dalam
tutur katanya tiba-tiba meledak penuh emosi hal itu tentu tidak
cocok.
Latar (setting) adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta
suasana terjadinya peristiwa. Sudah barang tentu latar yang
dikemukakan yang berhubungan dengan sang tokoh atau beberapa
tokoh. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan perwatakan.
Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa
yang sedang dikemukakan.
Dialog atau percakapan adalah ujaran-ujaran yang dilakukan oleh para
tokoh dalam suatu cerita. Dialog mempunyai kedudukan yang penting
sebab membantu pembaca untuk memahami perwatakan para tokoh
dan mengetahui tema cerita. Bagi si penulis, dialog dapat menunjang
penggambaran latar, plot, perwatakan, dan pesan.
Sudut pandang (pusat pengisahan) adalah kedudukan atau posisi
pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang
menempatkan dirinya dalam cerita tersebut. Apakah ia ikut terlibat
langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di
luar cerita. Penempatan diri pengarang dalam suatu cerita dapat
bermacam-macam, yaitu:
1. Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian
disebut sudut pandang orang pertama aktif. Di sini pengarang
menuturkan cerita dirinya sendiri. Biasanya kata yang digunakan
adalah aku atau saya.
2. Pengarang sebagai tokoh bawahan. Di sini pengarang ikut
melibatkan diri dalam cerita akan tetapi ia mengangkat tokoh
utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut
pandang orang pertama pasif. Kata “aku” masuk dalam cerita
tersebut, tetapi sebenarnya ia ingin menceritakan tokoh utamanya.
3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Di
sini pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal. Gerak
12
batin dan lahirnya serba diketahuinya. Itulah sebabnya dikatakan
pengamat yang serba tahu. Apa yang dipikirkannya, yang
dirasakannya, yang direncanakannya, termasuk yang akan sedang
dilakukannya semua diketahuinya. Sudut pandang yang demikian
ini sering disebut sudut pandang orang ketiga yang serba tahu.
Kata ganti yang digunakan adalah kata “ia”.
13
diutarakannya sebenarnya adalah karena kekuasaan seseorang akan
tega terhadap kemenakan sendiri. Sebagai amanat yang hendak
disampaikan adalah apabila orang haus akan kekuasaan dan sampai
tega membunuh kemenakan sendiri maka akan datang bencana
pembalasan itu.
i. Bedanya dengan karya sastra roman dan novel hanya terletak pada
penyampaian temanya. Dalam novel atau roman tema bisa jelas
lewat keterangan atau dialog pelakunya. Sedangkan tema dalam
drama terselubung di dalam dialog. Itulah sebabnya untuk
mengetahui tema sebuah drama haruslah dipahami betul isi dialog
dan perwatakan para pelakunya.
b. Plot atau alur dalam drama memegang peranan yang sangat penting.
Dari plot itulah dapat diketahui apa sebenarnya yang hendak
disampaikan oleh penulisnya. Alur dalam drama selalu alur maju.
Drama tidak pernah mengenal alur mundur. Hal yang seperti itu tak
mungkin dapat dilakukan. Seandainya akan menceritakan masa lalu
seorang tokoh biasanya hanya diceritakan saja oleh tokoh tertentu.
Jadi kemundurannya tidak dilakukan.
c. Karakterisasi seorang tokoh akan menentukan warna dialog dan gaya
tingkah lakunya. Sementara bagi seorang penikmat atau pembaca,
lewat dialog lah mereka akan dapat mengetahui watak seorang
tokoh. Seorang tokoh yang berwatak kasar akan tampil dengan kata-
kata dan dialog yang kasar pula.
d. Dialog dan tingkah laku atau akting merupakan wujud drama yang
paling esensial sebagai sebuah pertunjukan. Kedua hal itulah yang
segera tampak dihadapan penonton ketika pertunjukan dimulai.
Dialog dan tingkah laku harus merupakan satu kesatuan yang utuh
maksudnya dialog harus cocok dengan gerak dan tingkah lakunya.
e. Setting (latar) yang tepat dan baik akan menjadi sempurna dalam
sebuah pertunjukan drama. Dikatakan tepat bila setting benar-benar
cocok dengan situasi waktu maupun situasi tempat. Dikatakan baik
jika setting yang ditampilkan benar-benar ditata secara rapi tidak asal
14
atau ceroboh. Misalnya latar belakang yang menggambarkan sebuah
ruang kantor akan tetapi di sana terletak sebuah kompor, tentu akan
terasa janggal. Ruang tamu di rumah seorang pengusaha kaya tentu
tidak cocok digambarkan dengan sepasang kursi kayu yang sudah
lusuh warnanya serta meja persegi empat dengan kendi berisi air
misalnya. Oleh karena itu setting juga harus tepat benar dengan
tempat berlangsungnya peristiwa. Menata setting tidak sekedar
menempatkan perlengkapan atau peralatan di panggung atau pentas.
Penata harus tahu bagaimana warna dan nada ceritanya. Kapan cerita
itu terjadi dan di mana peristiwa itu berlangsung. Itulah sebabnya
setting harus sesuai dengan waktu dan tempat.
15
ia tak perlu harus memeluk agama yang dibicarakannya. Cukup kalau ia
mempelajarinya dengan baik.
Untuk membuat cerita seperti pengakuan pariyem atau Sri sumarah
misalnya. Pengarang harus tahu benar pandangan hidup orang Jawa. Baik orang
Jawa dari golongan rendah seperti pariyem atau orang bangsawan seperti Pak
Raden (dalam F.S. Si Unyil). Tanpa pengetahuan akan seluk-beluk kehidupan
toko yang diceritakannya tak mungkin dapat membuat gambaran yang wajar dan
masuk akal.
Cerita detektif adalah cerita yang berhubungan dengan masalah kepolisian
dan hukum. Pengetahuan akan seluk beluk kepolisian dan hukum sangat
menunjang pembuatan cerita detektif. Bukan hanya itu, karena cerita detektif juga
berkaitan dengan masalah kejahatan maka pengetahuan akan masalah kejahatan
pun digali. Dengan pengetahuan yang memadai akan kedua hal tersebut kiranya
dapat dibuat sebuah cerita detektif yang baik.
Perlu juga diketahui seperti pengetahuan sosial budaya suatu masyarakat,
seluk-beluk kehidupan masyarakat modern pun perlu dipelajari. Pokoknya semua
aspek kehidupan manusia di mana saja dan kapan saja perlu diketahui guna
menunjang keberhasilan sebuah cerita. Orang yang berlatar belakang kehidupan
adat Batak dengan orang yang melatar kehidupan adat Bali tentu tidak akan sama
dengan menggambarkan tokoh atau dalam menyampaikan temanya.
16
1. Penggunaan psikologi dalam pemahaman karya sastra
Setiap karya sastra selalu berbicara mengenai perilaku atau tingkah
laku manusia dengan berbagai aspek dan kecenderungan dalam
lingkungan sosialnya. Setiap tokoh memiliki karakter yang khas.
Karakter khas ini diperngaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Persepsi, adalah cara seseorang menilai, membedakan,
dan menafsirkan suatu masalah sehingga menemukan
titik terang tertentu.
b. Motivasi, adalah dorongan dasar yang memiliki oleh
setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan yang ada
atau diperlukan.
c. Emosi, adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
karakter manusia. Emosi berkaitan erat dengan feeling
(perasaan).
d. Belajar, adalah bentuk perubahan-perubahan dari
tingkah laku yang hasilnya relatif terlihat dan tampak
akibat dari adanya atau munculnya pengalaman-
pengalaman dari cerita masa lalu.
e. Berpikir, adalah kemampuan untuk membentuk konsep
dan menggunakannya melalui kemammpuan membuat
makna.
17
masalah pendidikan, masalah kepemimpinan, politik, dan
beberapa hal lainnya yang dapat timbul dari perubahan struktur
atau pola sosial masyarakat disuatu tempat atau daerah.
3. Masalah agama dan filsafat dalam karya prosa.
Karya sastra selalu menampilkan masalah etika dan moral
manusia. Karya sastra tidak menyajikan batasan-batasan etika
dan moral secara teoritis tetapi menyajikan permasalahan etika
dan moral melalu perilaku fisik tokoh, emosi, dan rasio tokoh-
tokohnya. Karya-karya sastra yang baik selalu mengandung
sesuatu yang patut untuk direnungkan. Hasil perenungan dan
nilai kebenaran sehingga dapat dijadikan cermin bagi
pembacanya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
18
Ada dua unsur pokok yang membantu sebuah karya sastra, yaitu
unsur intrinsik atau unsur dalam dan unsur ekstrinsik atau unsur luar.
Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi
terciptanya karya sastra, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur luar
sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra. Bentuk karya
sastra di Indonesia dan seluruh dunia memanfaatkan faktor sosial dan
budaya sebagai permasalahan utama atau sekedar sebagai latar belakang
sebuah cerita.
3. 2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi,Harry D. 2005. Sastra Indonesia Teori dan Apresiasi untuk SMP dan SMA.
Jakarta: PT. Ghalia Indonesia Printing.
19
Suarta,I Made & Dwipayana, I Kadek Adhi. 2015. Keterampilan Membaca Sastra
Panduan Teori dan Praktik. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Suroto. (2015). Teori dan Bimbingan: Apresiasi Sastra Indonesia (Edisi Kedua).
Jakarta: Erlangga
Suwondo,Tirto.2011.Membaca Sastra, Membaca Kehidupan. Yogyakarta:
HIKAYAT Publishing.
20