Peter Joseph Loughlin, The Domestication of The Trust: Bridging the Gap between
Common Law and Civil Law, hlm. 3, http://jurisconsultsgroup.com/Trusts.htm
11
Angela Sydenham, Nutshells: Equity & Trusts, (London: Sweet & Maxwell, 2000), hlm.
1.
sekaligus menjadi dasar bekerjanya equity dan common law secara bersama-sama.
Prinsip-prinsip dasar yang menjadi batasan hubungan equity dan common law
tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut:
12
a. Yurisdiksi common law tidak pernah mengakui equitable rights, titles and
interests. Dalam pandangan yang demikian, hanya trustee yang diakui oleh
common law sebagai pemilik dari suatu benda, dan bukan beneficiary. Ini
berarti suatu gugatan yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap equitable
obligations tidak pernah dapat dimajukan dihadapan pengadilan common law.
b. Court of equity tidak berwenang untuk memutuskan perkara yang berkaitan
dengan legal rights and titles. Dengan demikian, setiap pihak yang dimaksud
untuk menegakkan haknya dalam hukum (common law) harus memajukannya
dihadapan court of common law.
c. Equity tidak berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi. Court of
chancery hanya berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi dalam
bentuk restitusi dan bukan jenis-jenis kerugian lainnya yang dikenal dalam
common law. Jadi, dalam hal ini, court of chancery tidak mencampuri
kewenangan pemberian ganti rugi dalam common law. Hanya dalam common
law tidak cukup memberikan restitusi bagi pemegang hak, court of chancery
akan memutuskan yang selayaknya.
d. Court of common law tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan
tindakan-tindakan sementara (interlocutory relief, specific performance atau
12
Michael Evans, Outline of Equity and Trusts, (Sdyney: Butterworths, 1995), hlm. 5-8.
injunction).13
Masing-masing
peradilan
mempunyai
batas
kewenangan
a.
b.
13
Injuction adalah suatu istilah yang menunjuk pada kewenangan pengadilan, melalui
penetapannya untuk melarang seseorang melakukan suatu tindakan atau perbuatan tertentu, atau
perintah untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan harta benda atau fisik orang lain.
Larangan yang dikeluarkan pengadilan atas permintaan penggugat dalam suatu perkara, yang
ditujukan kepada pihak tergugat atau yang selanjutnya dijadikan tergugat selama proses perkara
berlangsung, dengan tujuan untuk melarang pihak tergugat tersebut untuk melakukan suatu
tindakan yang semula akan dilakukan olehnya, atau menghentikan tindakan yang semula
dilakukan olehnya tersebut, atau menghentikan tindakan yang sudah dilakukan olehnya tersebut,
yang tidak adil atau merugikan kepentingan penggugat. Interlocutory Injuction adalah injunction
yang dikeluarkan oleh pengadilan selama proses peradilan, untuk kepentingan jangka pendek
untuk menghentikan tindakan yang dapat menyebabkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki,
sebelum pada akhirnya pengadilan memutuskan untuk menerima atau menolak gugatan yang
dimajukan tersebut.
14
Alastair Hudson, Equity and Trusts, (London: Cavendish Publishing, 2002), hlm. 13-14.
pengadilan
untuk
memberikan
ganti
rugi
atau
untuk
Ibid, hlm. 17. Jill E. Martin dalam Hanbury and Maudsley Modern Equity, (London:
Stevens & Sons, 1985), hlm. 26 menyebutnya sebagai Maxims of Equity. Demikian juga Robert A
Pearce dan John Stevens, op cit, hlm. 17. Paul Todd dan Sarah Lowrie, op cit, hlm. 14
menyebutnya sebagai the Equitable Maxims.
16
Hudson, op cit., hlm. 17-18. Martin dalam Hanbury and Maudsley, op cit, hlm. 27-29.
Todd dan Lowrie, Textbook on Trusts, London: Blackstone Press Limited, 2000, hlm. 14.
17
Robert A Pearce dan John Stevens, op cit., hlm. 17-18.
tenancy merupakan salah satu bentuk kepemilikan benda oleh dua atau lebih
pihak, yang masing-masing memiliki kepentingan yang tidak terbagi secara
keseluruhan dan berlaku terhadapnya the rights of survivorship. 21
c. Where there is equal equity, the law shall prevail
Prinsip ketiga ini menunjukkan bahwa dalam hal terdapat dua orang secara
bersama-sama memiliki hak dalam equity (equitable right) menuntut
kepemilikan atas suatu benda, dan salah satu dari orang tersebut memiliki titel
hak dalam hukum (legal rights), dalam equity-pun, orang yang memiliki titel
hak dalam hukum menjadi pemilik dari benda tersebut, meskipun hak dalam
equity dari orang yang lainnya sudah diperolehnya lebih dahulu sebelum orang
yang memiliki titel hak dalam hukum ini memperoleh haknya dalam equity. 22
Sebagai contoh dapat diilustrasikan sebagai berikut : Katakanlah
seseorang menyerahkan suatu benda kepada X, yang bertindak sebagai trusts
untuk kepentingan Y. X kemudian menjual benda tersebut kepada Z. Z
18
membeli benda tersebut dari X sebagai seorang pembeli yang bonafide dengan
harga yang sepantasnya yang tidak mengetahui bahwa X adalah trustee dari
benda tersebut (bonafide purchaser for value, without notice). Dalam konteks
demikian, sebagai pembeli bonafide dengan harga yang pantas, Z juga
dilindungi oleh hukum, Z dianggap pada saat yang bersamaan memiliki titel
hak dalam hukum dan hak dalam equity. Dengan demikian, court of equity
menyatakan Z sebagai pemilik benda tersebut, dan Y dapat menuntut X atas
pelanggaran kewajiban X sebagai trustee dari benda yang dijual oleh X
tersebut.23
d. Where the equities are equal, the first in time shall prevail
Prinsip ini mengemukakan bahwa jika ada dua orang yang memiliki hak
dalam equity yang sama, dan tidak ada salah satupun dari mereka yang
memiliki titel hak dalam hukum, maka orang yang pertama kali memperoleh
hak dalam equity merupakan pemilik dari benda tersebut. 24
Prinsip ini dapat dicontohkan sebagai berikut : A merupakan pemilik
dari suatu bidang tanah, dan bermaksud untuk menjual bidang tanah tersebut.
A membuat perjanjian dengan B dengan tujuan untuk menjual bidang tanah
tersebut kepada B (estate contract). Pada lain kesempatan, A membuat
perjanjian serupa dengan C. Masing-masing B dan C memiliki hak dalam
equity atas bidang tanah tersebut, namun karena jual beli yang sebenarnya
belum dilangsungkan, baik B maupun C tidak memiliki titel hak dalam hukum
atas bidang tanah tersebut. Court of equity mengesahkan perjanjian antara A
23
24
25
i.
30
Ibid.
Hudson, op cit., hlm. 19
32
Ibid, hlm. 20
33
Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 21
34
Hudson, op cit., hlm. 21
35
Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 21-22 mengutip Romili MR dalam Parkin v. Thorold.
31
melangsungkan jual beli dapat dianggap telah memberikan hak dalam equity
kepada pembeli atas benda yang dijanjikan untuk dijual oleh calon penjual
dalam perjanjian untuk melangsungkan jual beli tersebut. 38
k. Equity imputes an intention to fulfil an obligation
Equity menempatkan tindakan manusia dalam konstruksi yang paling
menguntungkan. Bilamana ada seseorang melakukan suatu tindakan yang
dapat dikonstruksikan untuk memenuhi kewajibannya yang harus dipenuhi,
maka equity memperlakukan tindakan tersebut sebagai tindakan pemenuhan
kewajibannya tersebut. 39 Misalnya ada seorang, katakanlah A, yang
36
Ibid., hlm. 22
Ibid., hlm. 22. Lihat juga Hudson, op cit., hlm. 21. Lihat juga Todd & Lowrie, op cit.,
hlm. 15-16
38
Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 22
39
Ibid, hlm. 23
37
(crown) yang
masih dapat dirunutkan asalnya, tetap terikat dalam sistem sebelumnya yang
mewajibkan mereka untuk tetap membayar upeti kepada tuan tanah, naamun
mereka ini tidak lagi diperkenankan untuk melakukan tindakan sub-infeudation
kepada pihak lain. 44
43
Ibid, hlm. 7
44
Ibid.
Berdasarkan pada Quia Emptores, peralihan hak atas tanah yang terkait
dengan pemanfaatan tanah tersebut dilaksanakan dengan sistem jual beli hak dan
tidak lagi atau bukan lagi dengan cara melakukan sub-infeudation. Untuk
keperluan jual-beli tersebut, guna menyempurnakan proses pengalihan dalam
hukum, setiap bentuk pengalihan hak atas tanah senantiasa dilakukan secara
terbuka, terang dan jelas. Dalam hal penghuni atau pemanfaat suatu bidang tanah
pergi jauh dan atau meninggal dan meninggalkan anak-anak yang belum cakap
dan/atau isteri yang dianggap tidak cakap bertindak dalam hukum, metode
pengalihan hak pemanfaatan atas tanah yang biasa, yang dilakukan secara terbuka,
terang dan jelas tidak dapat dilaksanakan. Metode conveyancing yang
diperbolehkan oleh hukum untuk melaksanakan hal tersebut, dalam praktiknya
membawa dampak pengenaan pajak yang cukup tinggi bagi anak-anak dan/atau
isteri yang ditinggalkan tersebut. Hal ini kemudian mengakibatkan banyak orang
cenderung untuk melaksanakan sistem pengalihan hak pemanfaatan atas tanah
tersebut secara tertutup dan rahasia. 45 Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan
antara pihak yang namanya tercatat dengan pihak yang secara faktual menduduki,
mendiami, dan memanfaatkan bidang tanah tersebut untuk suatu jangka waktu
tertentu. Perbedaan ini selanjutnya hilang dengan sendirinya pada saat anak yang
belum dewasa tersebut menjadi dewasa (yang selanjutnya memperoleh kembali
haknya dalam hukum).
Salah satu hal yang berkembang terkait dengan aktivitas court of chancery
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah
45
Ibid, hlm. 8
pemanfaatan atas tanah yang seringkali dialihkan tidak secara terbuka, terang dan
jelas. Dengan konsepsi bahwa equity hanya merupakan pelengkap common law,
maka dalam sistem equity, orang atau pihak yang namanya terdaftar tetap
diperlakukan sebagai pemilik dalam hukum (trustee), sedangkan mereka yang
secara faktual memanfaatkan tanah tersebut diperlakukan sebagai pemilik dalam
equity (cestui que trusts atau beneficiary). Benda yang diserahkan dalam trusts
disebut dengan nama trusts corpus.
AR Fullarton, The Common Law and Taxation of Trusts in Australia in the Twenty-First
Century, hlm. 3, http://arfullartonassociation.com.au/trusts%20paper.htm
47
Beswick v Beswick (1968) pada 19.1 dikutip dari Gary Watt Briefcase on Equity and Trust,
(London: Cavendish Publishing Ltd., 1999), hlm. 3.
48
Angela Sydenham, op cit., hlm. 8-9
(a)
(b)
contracts generally create only a personal right, trust a right in the property
itself, a right in rem
(c)
(d)
valuable consideration, in the sense of law, may consist either in some right,
interest, profit or benefit accruing to one party or some forbearance,
detriment, loss or responsibility, given, suffered, or undertaken by the other. 50
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa suatu consideration adalah
timbal balik, saling berjanji unuk melakukan suatu prestasi satu terhadap yang
lainnya
Saxon, tidak ada suatu perjanjian yang dibuat secara cuma-cuma. Setiap
49
GH Treitel, Treitel: The Law of Contract, (London: Sweet and Maxwell, 1995), hlm. 63
Currie v Misa (1875) dikutip dari Richard Stone, Principles of Contract Law, (London:
Cavendish Publishing Ltd, 2000), hlm. 49. Lihat juga Richard D Taylor, Law of Contract,
(London: Blackstone Press Limited, 1998), hlm. 58
51
Treitel, op cit., hlm. 63-66. Lihat juga Stone, op cit., hlm. 50
50
perjanjian harus berisikan prestasi secara bertimbal balik antara para pihak
dalam perjanjian tersebut, kecuali dibuat dalam bentuk akta.
b. Perjanjian tidak dapat dibuat untuk kepentingan pihak ketiga. Dalam
pandangan tradisi hukum Anglo Saxon, asas privity of contract, meskipun
dalam suatu perjanjian dicantumkan kepentingan pihak ketiga, namun pihak
ketiga tersebut tidak dapat memperoleh manfaat atau menuntut dipenuhinya
hak pihak ketiga yang ada dalam perjanjian tersebut. 52
Dengan demikian jelaslah mengapa trusts berbeda dengan perjanjian,
sehingga tidak berada dalam lapangan hukum perjanjian. Trusts merupakan
produk equity sedangkan contract adalah produk common law.
diurus dengan pihak yang melakukan pengurusan atas benda (atau kepentingan
tersebut) untuk dan atas nama dari pemilik benda (dan atau kepentingan) tersebut.
Sedangkan perwakilan adalah hubungan eksternal atau tindakan keluar
dari pihak yang melakukan pengurusan atas benda (atau kepentingan) milik orang
lain dengan seseorang atau pihak tertentu, yang mengikatkan diri pemilik benda
52
Stephen Graw, An Introduction to the Law of Contract, (Melbourne: The Law Book
Company Limited, 1993), hlm. 129. Lihat juga Sydenham, op cit, hlm. 9. Lihat juga David B.
Parker dan Anthony R Mellows, op cit., hlm. 8.
(atau kepentingan) tersebut, serta bukan diri pengurus tersebut. Secara garis besar,
pengurusan dan perwakilan dapat terjadi karena :
1)
2)
3)
4)
5)
53
Dalam hak ini adalah pengurusan yang dilakukan oleh orangtua atas harta kekayaan
anaknya yang masih di bawah umur, di mana orang tua tersebut adalah juga sebagai wakil dari
anaknya yang masih di bawah umur dalam setiap tindakan perdata yang dilakukan atas nama
anaknya yang masih di bawah umur tersebut. Lihat Gunawan Widjaja, Aspek Hukum dalam Bisnis
: Pemilikan, Pengurusan, Perwakilan dan Pemberian Kuasa dalam Sudut Pandang KUH Perdata
(Jakarta : Prenada Media, 2004).
54
Dalam hukum perdata Belanda, pengurusan yang demikian disebut dengan nama
zaakwaarneming. Lihat rumusan Pasal 1354 sampai dengan Pasal 1358 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
55
Pengurusan yang demikian dalam hukum perdata Belanda disebut dengan lastgeving.
56
Hukum perdata Belanda membedakan jenis pengurusan ini dari jenis pengurusan lainnya.
Menurut hukum perdata Belanda pengurusan ini selalu disertai dengan kewenangan untuk
bertindak sesuai dengan maksud dan tujuan badan tersebut, yang dinamakan volmacht. Contoh
aspek pemberian kuasa dalam pengurusan persekutuan perdata dapat ditemukan dalam rumusan
Pasal 1636 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
57
Stone, op cit., hlm. 4.
Bryan A. Garner, Blacks Law Dictionary 8th ed (St. Paul: West Publishing Co, 2004),
hlm. 67
59
Stone, op cit., hlm. 11
60
Ibid, hlm. 9
61
Ibid
62
67
(atau donee atau recepient) menjadi pemilik sejati dari benda yang diserahkan
kepadanya tersebut.
Dalam hubungan trusts, dimana settlor menyerahkan legal rights atas
suatu benda kepada trustee dan equitable right kepada beneficiary, dapat
dikatakan juga bahwa beneficiary tersebut juga merupakan seorang volunteer
karena beneficiary menerima equitable ownership dari suatu benda, menikmati
benda tersebut tanpa adanya kewajiban untuk memberikan kontra prestasi kepada
settlor (sebagai pihak yang menyerahkan benda tersebut = donor). 72 Meskipun
secara sepintas hubungan antara settlor beneficiary dalam trusts serupa dengan
donor-volunteer dalam gift; perlu diperhatikan bahwa dalam suatu trusts,
kepemilikan dalam hukum (legal owner) diserahkan kepada trustee, dengan
tujuan agar trustee melakukan kontrol atau pengawasan agar beneficiary dapat
menikmati benda yang diserahkan dalam trusts tersebut. Dalam trusts yang perlu
diperhatikan adalah kewajiban trustee untuk memenuhi kewajibannya dalam
trusts kepada beneficiary. 73
72
Ibid.
Ibid.
74
Ibid., hlm. 30
73
to a person (the trustee) to hold that property on trust for the benefit of another
person (the beneficiary) in accordance with terms set out by the settler.
Konsepsi awal trusts tersebut menunjukkan bahwa trusts is a
relationship recognized by equity which arises where property is vested in (a
person or) persons called the trustees, which those trustees are obligated to hold
for the benefit of other persons called cestuis que trust or beneficiaries. 75
Trustee
Settlor
Beneficiary
78
the assets constitute a separate fund and are not part of the trustees
estate;
b.
title to the trust assets stands in the name of the trustee or in the
name of another person on behalf of the trustee;
c.
the trustee has the power and the duty, in respect of which he is
accountable, to manage, to employ or dispose of the assets in
accordance with the terms of the trusts and the special duties
imposed upon him by law
The reservation by the settlor of certain rights and powers, and the fact
that the trustee may himself have rights as a beneficiary, are not
necessarily inconsistent with the existence of a trusts.
2. Klasifikasi Trusts
TRUST
EXPRESS
Public /
Charitable
Fixed
Under Trust
Instrument
NON EXPRESS
Un-Enforceable Trust of
Imperfect Obligation
Private
Protective
Discretionary
Implied &
Resulting
Traditional
Constructive
New Model
By the Operation
of Law
a. Express Trusts
Express trusts terjadi jika seorang settlor membuat pernyataan bahwa harta
kekayaan tertentu diserahkan dalam trusts untuk kepentingan orang-orang atau
tujuan tertentu.79
Express trusts selanjutnya dibedakan ke dalam :
1) private trusts;
2) public trusts;
3) trusts of imperfect obligation.
Margaret Halliwell, Equity and Trusts (London: Old Bailey Press, 2002), hlm. 3.
Ibid., hlm. 4.
81
Ibid.
80
2) Charitable Trusts
Charitable trusts adalah suatu public trusts yang dengan sengaja dibuat
atau dibentuk untuk kegiatan bagi kepentingan umum yang diakui oleh pengadilan
sebagai charitable (suatu bentuk amal atau kedermawanan). 84 Charity adalah
pengertian hukum, sehingga apa yang dikandung atau dirasakan oleh donor
(sebagai settlor) tidaklah penting. Pengadilan menentukan apakah suatu tindakan
yang dilakukan termasuk ke dalam tindakan charity atau bukan. Dalam Re.
Hummeltenberg [1923] 1 Ch 237 seorang pewasiat meninggal dunia mewasiatkan
82
sebagian harta peninggalannya untuk mendirikan sekolah yang melatih orangorang dalam bidang kerohanian untuk tujuan amal. Mengenai hal tersebut Russie
LJ mengemukakan : 85
In my opinion the question whether a gift is or may be operative
for the public benefit is the question to be answered by the court by
forming an opinion on the evidence before it.
Pada sisi lain, meskipun dalam pandangan pemberi wasiat suatu tindakan
hanya ditujukan untuk kepentingan pemberi wasiat, namun jika dalam pandangan
pengadilan hal tersebut membawa kepentingan bagi masyarakat banyak, wasiat
yang ditinggalkan tersebut dapat menjadi suatu charitable trusts. 86
Untuk menilai apakah suatu tindakan pemberian adalah charitable trusts
atau bukan, ada tiga hal pokok yang diperhatikan oleh pengadilan yaitu sebagai
berikut.87
a) Trusts must be of a charitable nature within the spirit and intendment of the
preamble to the Statute of Elizabeth as interpreted by the courts and extended
by statute;
b) It must promote a public benefit of a nature recognized by the courts as a
public benefit;
c) The purpose of the trusts must be wholly and exclusively charitable
85
J dengan tegas
mengemukakan bahwa suatu trusts bukanlah trusts jika tidak ada objek yang
tertuju pada kepentingan orang perorangan tertentu. 89
Ada tiga kondisi yang harus diperhatikan dalam suatu purpose trusts, yang
sering kali dipergunakan oleh pengadilan untuk menyatakan bahwa suatu purpose
trusts adalah purpose trusts yang memiliki akibat hukum dan atau memiliki
kekuatan hukum. Ketiga kondisi tersebut adalah sebagai berikut. 90
a)
The trusts must be for a purpose which has been previously upheld by the
court
b)
c)
pengecualian dari berlakunya ketentuan trusts secara umum. Purpose trusts hanya
dibatasi pada pelaksanaan suatu wasiat yang jika tidak dilaksanakan akan
88
Ibid., hlm. 5
Ibid., hlm. 155
90
Ibid., hlm. 157
91
Hal ini terkait dengan ketentuan umum bahwa Trusts must not be continue beyond the
perpetuity period, yang merupakan unlawfull trusts.
89
menyebabkan terjadinya hibah atas sisa benda milik pewasiat. Pengadilan dapat
secara tidak langsung melaksanakan trusts tersebut dengan meminta jaminan dari
trustee untuk melaksanakan wasiat tersebut sesuai dengan dan untuk kepentingan
yang telah ditentukan tersebut, dan selanjutnya memberikan kepada para penerima
wasiat sisa (lainnya) untuk melaksanakan wasiat tersebut secara bebas jika hal
tersebut tidak dilaksanakan. 92
b. Not-Express Trusts
Not-express trusts dapat dibedakan lagi ke dalam :
1) resulting trusts;
2) constructive trusts.
1) Resulting Trusts
Resulting trusts sering kali dinamakan juga implied trusts. 93 Suatu trusts
dikatakan merupakan implied atau resulting trusts jika, misalnya seorang settlor
menyatakan kehendaknya untuk memberikan kepada seorang beneficiary uang
sejumlah tertentu untuk keperluan selama hidup dari orang tersebut. Trusts yang
demikian tidak menjelaskan ke mana perginya sisa uang yang diletakkan dalam
trusts tersebut, ketika beneficiary telah meninggal dunia. Dalam konteks yang
demikian kepada settlor atau masuk ke dalam harta kekayaan settlor pada saat
meninggal dunia. 94
92
Dalam konteks yang lain, resulting trusts dapat terjadi misalnya dalam hal
dua atau lebih orang membeli sesuatu benda secara bersama-sama, baik atas nama
seseorang dari mereka atau atas nama bersama. Dalam hal ini, equity mengatakan
bahwa suatu resulting trusts telah terjadi untuk kepentingan atas benda yang
dibeli tersebut untuk kepentingan dari seluruh pihak yang telah berkontribusi
untuk membeli benda tersebut. 95
2) Constructive Trusts
Suatu trusts adalah constructive trusts jika trusts tersebut dipaksakan
pelaksanaannya oleh Pengadilan karena perilaku dari pihak tertentu dalam trusts
tersebut yang tidak adil yang berkehendak untuk mempertahankan seluruh atau
sebagian kepentingan atau manfaat atas suatu benda tertentu hanya untuk
kepentingan dirinya sendiri. Dalam trusts jenis ini, kehendak dari settlor tidak lagi
menjadi perhatian (penting), oleh karena constructive trusts ini berjalan demi
hukum dan diatur sepenuhnya menurut ketentuan atau aturan hukum yang
berlaku.
Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan terjadinya constructive
trusts adalah misalnya : 96
a)
Seorang pihak ketiga (di luar instrumen trusts), yang bukan bona fide
purchaser for value without notice, menguasai suatu benda yang diletakkan
atau diserahkan dalam trusts diwajibkan untuk menjadi constructive trustee
bagi beneficiary benda yang berada dalam kekuasaannya tersebut ;
95
96
Ibid.
Pettit, op cit., hlm. 55.
b)
c)
Dalam suatu perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan jual beli tanah,
pemilik menjadi constructive trustee bagi pembeli hingga seluruh proses
jual beli diselesaikan dan pembeli menjadi pemilik.
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa jika ada
pemisahan kepemilikan, sedangkan tidak ada express trusts, implied trusts atau
resulting trusts, pihak terhadap siapa suatu benda diserahkan penguasaan dan
kepemilikannya menjadi trustee dalam suatu constructive trusts. 97 Constructive
trusts lahir karena kehendak hukum semata-mata. 98 Dikatakan karena kehendak
hukum, oleh karena constructive trusts diwajibkan oleh dan berdasarkan pada
putusan pengadilan tanpa perlu memerhatikan kehendak dari para pihak yang ada
dalam hubungan hukum tersebut. 99
97
Ibid.
Hudson, op cit., hlm. 342.
99
Ibid.
100
Creation of Trusts: Is there a Valid trusts? Hlm. 3, dikutip dari :
http://www.Search.yahoo.com/search?/p=property+transferred+in+Breach+of+Trust&sm=Ya
hoo%21+Search&toggle=1&ei=UTF-8&fr=FP-tab-web-t-296&b=51, 6 Januari 2006.
98
menjadi atau melahirkan suatu trusts yang sah. Untuk membuat suatu pernyataan
trusts sah, perlu dipenuhi 3 syarat berikut di bawah ini : 101
a. certainty of words or intention (kepastian kata-kata dan kehendak);
b. certainty of subject-matter (kepastian mengenai benda dan kepentingannya);
c. certainty of objects (kepastian mengenai pihak penerima manfaat).
Berikut di bawah ini adalah diagram yang menggambarkan kewajiban
pemenuhan tiga syarat agar suatu pernyataan trusts (express trusts) yang
diucapkan oleh settlor menjadi sah. 102
Trusts the Three
Certainties
Words /
Intention
Property
Subject
Matter
Beneficial
Interest
Objects /
Beneficiary
Fixed
Trusts
Discretionary
Power
101
Halliwell, op cit., hlm. 14. Lihat juga Mohamed Ramjohn, Sourcebook on Law of Trusts
(London: Cavendish Publishing Limited, 1998), hlm. 60-61.
102
Michael Doherty, Revision Workbook Equity and Trusts (London: Old Bailey Press,
2004), hlm. 11.
Sementara itu, kata-kata trusts itu sendiri tidak perlu ternyata dengan tegas
dalam rumusan kata-kata yang dibuat oleh settlor, selama rumusan kata-kata
itu sendiri dengan tegas mengisyaratkan bahwa settlor bermaksud untuk
menciptakan trusts. 103
b. Kepastian Mengenai Benda dan Kepentingannya
Kepastian mengenai hal tertentu dalam penciptaan trusts terwujud dalam
sebagai berikut.
1) Benda atau property yang diserahkan atau diletakkan dalam trusts haruslah
sesuatu yang telah ditentukan secara pasti. Dalam Sprange v. Barnard (1989)
dua Bro CC pemberian sejumlah uang tertentu (300 Poundsterling) oleh
pewasiat kepada suaminya untuk dipergunakan selama hidup suaminya dan
selanjutnya menyerahkan sisanya untuk bagian yang sama besar kepada
saudara laki-laki dan saudara perempuan pewasiat tidaklah diperlakukan
sebagai trusts, melainkan sebagai hibah murni. Hal ini diputuskan dengan
mengingat bahwa tidak ada suatu kepastian berapa jumlah sisa yang masih ada
yang dapat diserahkan oleh suaminya (setelah meninggal) kepada saudara
laki-laki dan saudara perempuan pewasiat. 104
2) Beneficial interest harus telah pasti. Dalam Boyce v. Boyce (1849) 16 Sim
476, trusts yang dibuat oleh pewasiat atas sejumlah rumah tertentu kepada
isterinya sebagai trustee selama hidupnya dan selanjutnya menyerahkan salah
satunya kepada anak perempuannya A dengan hak untuk memilih terlebih
dahulu dan anak perempuan lainnya B untuk sisanya; telah dianggap batal
103
104
Sydenham, loc. cit., hlm. 15. Lihat juga Halliwell, op cit., hlm. 17.
Doherty, op cit., hlm. 12.
110
111
Beneficiary, di mata hukum (common law) bukanlah pemilik yang berhak atas
benda yang berada dalam trusts tersebut.
Penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam suatu trusts, trustee
memiliki kewenangan yang terbatas, khususnya dalam hal tidak boleh menikmati
benda yang berada dalam trusts, serta ketiadaan wewenang untuk melakukan
tindakan-tindakan yang semata-mata ia kehendaki atas trusts corpus yang dapat
merugikan kepentingan beneficiary. Trustee tidak memiliki dominium plenum atas
112
benda yang berada dalam pemilikannya. Tindakan trustee untuk merusak atau
menghancurkan benda dalam trusts adalah suatu tindakan yang merupakan
pelanggaran terhadap hak dalam equity dari seorang beneficiary. Hal ini
menunjukkan bahwa seorang trustee tidaklah memiliki kewenangan sepenuhnya
untuk bertindak bebas atas benda yang berada dalam trusts. Kewenangan trustee
yang terbatas ini mencerminkan adanya perbedaan antara kepemilikan dalam
trusts oleh trustee dan makna pemilikan yang sebenarnya. 113
Maurizio Lupoi, The Civil Law Trusts, Vanderbilt Journal of Transnational Law [Vol.
32 : 1999], hlm. 5.
114
pihak lainnya dalam hubungan hukum tersebut. Dalam kaitannya dengan trusts,
seorang trustee memiliki kewajiban kepada beneficiary berdasarkan pada
hubungan hukum trusts yang terkait dengan benda yang diletakkan dalam trusts,
dan perilaku atau tindakan hukum yang terkait dengan cara pengelolaan benda
yang berada dalam trusts tersebut. 118 Kewajiban yang terkait dengan pengelolaan
benda yang berada dalam trusts ini digunakan atau dipakai sebagai pedoman
untuk menghindari benturan kepentingan antara kepentingan trustee dengan
kepentingan beneficiary sehubungan dengan eksistensi dan pemanfaatan dari
benda yang berada dalam kepemilikan trustee tersebut. Hubungan fiduciary antara
trustee dan beneficiary ini lahir bersamaan dengan diciptakannya trusts oleh
settlor. 119
Dari penjelasan yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa fiduciary
relation memiliki karakteristik yang sangat luas.
Hudson mengatakan bahwa kewajiban fiduciary merupakan kewajiban
yang berada di luar atau tambahan kewajiban yang telah disebutkan dalam bentukbentuk perjanjian yang melahirkan suatu hubungan fiduciary seperti tersebut di
atas, maupun dalam instrumen pernyataan trusts oleh settlor. Kewajiban fiduciary
direksi dengan perseroan tidak hanya sebatas yang disebutkan dalam Anggaran
Dasar atau peraturan perusahaan. Kewajiban fiduciary agen kepada prinsipalnya
tidak hanya sebatas yang disebutkan dalam perjanjian keagenan. Demikian juga
halnya dengan trusts. Dalam suatu trusts berbentuk dana pensiun atau reksa dana,
kewajiban trustee tidak
118
119
hanya terikat
pengangkatannya sebagai trustee tetapi lebih jauh lagi trustee diwajibkan untuk
melaksanakan kewajibannya yang dibebankan kepadanya secara profesional,
seiring atau sejalan dengan keahliannya dalam bidang di mana ia telah diangkat
dan ditunjuk untuk mewakili kepentingan dari seluruh beneficiary. 120
Sebagaimana halnya fiduciary duty yang berlaku bagi Direksi terhadap
perseroan terbatas, fiduciary duty trustee terhadap harta kekayaan yang berada
dalam trusts (trusts corpus) juga dibedakan ke dalam duty of loyalty and good
faith dan duty of care;121 karena secara alamiah trusts berbeda dengan suatu
perseroan terbatas, fiduciary duty trustee terhadap trusts corpus juga berbeda
dengan fiduciary duty direksi dalam suatu perseroan terbatas. 122
with that duty. 124 Dengan demikian, dalam duty of loyalty and good faith
terkandung prinsip duty not to profit from the position as trustee.
Dikutip dari Aquity dan Trusts; Trustee Duties and Powers, Breach of Trust, Tracing.
February 2002.
125
Pettit, op cit., hlm. 374.
mempekerjakan pengacara lain turut serta melakukan pengurusan atas benda yang
berada dalam pemilikan trustee tersebut. 126
Dalam hubungannya dengan hak untuk menerima remunerasi, tidak ada
larangan trustee untuk memperoleh penghasilan dari jasa yang diberikan olehnya
sehubungan dengan benda yang diserahkan dalam trusts kepadanya tersebut.
Hanya saja agar penghasilan tersebut merupakan penghasilan yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan, besarnya penghasilan yang harus dan dapat diterima oleh
seorang trustee selama ia mengemban tugasnya sebagai trustee tersebut harus
ternyata secara tegas dalam instrumen yang menciptakan trusts tersebut atau
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai suatu hubungan
hukum trusts. Sebagaimana dinyatakan oleh Lord Norman, 127 the rule is not that
reward for services is repugnant to the fiduciary duty, but that he who has the
duty shall not take any secret remuneration or any financial benefit not authorized
by the law, or by his contact, or by the trusts deed under which he acts, as the
case may be. Dengan nerasi hanya jika remunerasi tersebut dinyatakan dengan
tegas dalam :
(1) instrumen yang melahirkan trusts. 128
(2) perjanjian dengan cestui que trusts. 129
(3) perintah pengadilan. 130
(4) aturan dalam Cradock v Piper, yang di dalamnya dinyatakan bahwa suatu
kantor pengacara di mana salah satu pengacaranya merupakan trustee berhak
126
atas biaya dan keuntungan sewajarnya atas pemberian jasa kepada pengacara
yang menjadi trustee dan co-trustee yang bukan rekan dalam kantor
pengacara tersebut. Dalam konteks ini, pengadilan mempertimbangkan bahwa
biaya jasa hukum tersebut tidaklah lebih besar dari biaya jasa hukum yang
sedianya diberikan oleh kantor pengacara tersebut kepada co-trustee yang
bukan rekan dalam kantor pengacara tersebut. 131
(5) aturan hukum yang berlaku, seperti misalnya yang diberikan berdasarkan
Trustee Act 1925, yang menyatakan bahwa :
where the court appoints a corporation, other than public trustee, to be a
trustee either solely or jointly with another person, the court may authorize
the corporation to charge such remuneration for its services as trustee as the
court may think fit.
(6) kebiasaan yang berlaku. Dalam konteks ini, pengadilan tidak dengan begitu
saja menerima alasan adanya kebiasaan yang berlaku, yang memungkinkan
seorang pemegang kewajiban fiduciary untuk memperoleh manfaat atau
keuntungan dari kewajibannya sebagai pemegang kewajiban fiduciary
tersebut hal-hal berikut.132
Selain hal tersebut diatas, seorang trustee juga dilarang untuk memperoleh
keuntungan secara tidak benar atau tidak wajar, yang lahir sebagai akibat dari
pemilikan atau pengurusannya terhadap trusts corpus. Dalam konteks tersebut
perlu diperhatikan hal-hal berikut. 133
131
1.
2.
3.
4.
atas setiap transaksi yang terkait dengan harta dalam trusts tersebut, yang
terjadi karena tidak adanya keterbukaan informasi oleh trustee.
3) Larangan Bagi Trustee Untuk Membeli Trusts Corpus dan Hak Dalam Equity
Trusts Corpus
Kewajiban fiduciary kedua bagi seorang trustee terrefleksi dalam larangan bagi
trustee untuk membeli atau secara umum menjadi pemilik dalam hukum dan
pemilik equitable dari benda yang semula diserahkan kepada trustee dalam trusts
tersebut. Larangan ini pada pokoknya dapat disimpulkan dari ketentuan yang
melarang terjadinya transaksi sendiri atau yang dikenal dengan nama self-dealing
rule. Beneficiary berhak untuk melarang dan membatalkan pembelian atau
tindakan apapun yang juga menyebabkan beralihnya hak milik secara absolut ke
tangan trustee, meskipun pembelian dan atau perbuatan hukum tersebut adalah
perbuatan hukum yang dalam transaksi sewajarnya, yaitu pembelian atau
perbuatan hukum yang dinilai wajar, jujur dan dapat dipertanggungjawabkan atau
bahkan bermanfaat bagi harta yang berada di dalam trusts itu sendiri. Bahkan
secara umum dikatakan bahwa 134 the purchase is not permitted in any case,
however honest the circumstances.
b. Duty of Care
Jika duty of loyalty and good faith terkait dengan kewajiban dari trustee
untuk tidak mencari keuntungan pribadi dalam kedudukannya sebagai trustee atas
134
suatu trusts corpus yang berada di bawah kepemilikannya, baik dengan atau tidak
merugikan kepentingan dari beneficiary, maka dalam duty of care terkait tugas
dari seorang trustee untuk menjaga agar harta kekayaan yang berada dalam trusts
tersebut tidak berkurang dan jika memungkinkan terus bertambah.
135
lagi dapat menikmati benda tersebut, karena trustee tidak lagi memenuhi
kewajibannya. Equitable tracing atau pelacakan dalam equity ini adalah hak yang
diberikan oleh equity yang pelaksanaannya dibatasi oleh prinsip ketiga equity,
yaitu where there is equal equity, the law shall prevail. Prinsip ketiga equity
tersebut menjelaskan bahwa dalam hal dua orang yang secara bersama-sama
memiliki hak dalam equity (equitable right) yang sama menuntut kepemilikan atas
suatu benda, dan salah satu dari orang tersebut memiliki titel hak dalam hukum
(legal rights), dalam equity-pun orang ini, yang memiliki titel hak dalam hukum
akan menjadi pemilik dari benda tersebut, meskipun hak dalam equity dari orang
yang lainnya sudah diperolehnya lebih dahulu sebelum orang yang memiliki titel
hak dalam hukum ini memperoleh hak dalam equity-nya. 136
Tracing dalam equity dengan tracing dalam common law sebagaimana
dinyatakan oleh Lord Millet dalam Foskett v. McKeown. 137 Namun demikian,
remedy dalam equity cenderung berbeda dengan remedy dalam common law. 138
Dikatakan bahwa : 139
The tracing claim in equity gives rise to a proprietary remedy which
depends on the continued existence of the trust property in the hands of the
defendant. Unless he is a bona fide purchaser in value without notice, he
must restore the trust property to its rightful owner if he still has it.
Dalam common law, remedy pada umumnya terwujud dalam bentuk ganti
rugi, dan pemilik menerima penggantian dalam bentuk uang, walaupun dalam halhal tertentu bisa berbeda. 140
136
Sehubungan dengan tracing dalam equity, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan agar tracing yang dilakukan tersebut dapat efektif. Ketiga hal
tersebut adalah : 141
a. Trusts-property must be identifiable. Pada konteks ini, equity mensyaratkan
bahwa benda yang berada dalam trusts yang telah beralih kepada pihak lain
haruslah masih dapat diidentifikasikan atau dibedakan dari benda-benda
lainnya yang ada.
b. Adanya hubungan fidusia. Dalam equity, seseorang yang kehilangan suatu
benda secara tidak sah yang berada dalam trusts tidaklah selalu melahirkan
kewenangan
dalam
equity
untuk
memperoleh
penggantian.
Untuk
141
143
Lawrence M. Friedman, History of American Law 2nd ed, (New York: Simon & Schuster,
1985), hlm. 19.
144
Ibid., hlm. 20.
lainnya menyatukan kedua sistem peradilan di bawah satu atap, tetapi dengan
sistem administrasi dan kewenangan yang berbeda. 148
Berbeda dengan negara-negara bagian di Amerika Serikat yang
mempunyai sistem hukum yang berbeda-beda dan perlakuan yang berbeda
terhadap equity, pada tingkat federal, hanya dikenal satu jenis peradilan yang
menyelesaikan segala macam persoalan yang terkait, baik dengan common law
maupun equity. 149
Seiring dengan pertumbuhan equity yang berbeda dari sumber asalnya,
perkembangan trusts di Amerika Serikatpun berbeda dengan yang terjadi di
Inggris Raya. Trusts bukan lagi suatu pranata yang lahir dari equity, yang sematamata ada dan tercipta untuk memberikan perlindungan bagi hak-hak yang tidak
dapat diperoleh atau dipertahankan dalam common law. Pengertian trusts-pun
mengalami perubahan. Dikatakan bahwa trusts adalah a right of property, real
or personal, held by one party, the person appointed or required by law to
administer a trust, for the benefit of another.150 Trusts instrument sendiri
diartikan sebagai :
the document which sets out in writing the authority, duties and rights of
the parties involved. The instrument may be known as an Agreement,
Indenture, Declaration, or Deed. In the case of a testamentary
trusts, the trust instrument is the decedents will. 151
Dari definisi yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa trusts dapat
dibentuk berdasarkan perjanjian. Di luar pembentukan trusts karena kehendak
148
settlor, di Amerika Serikat trusts dapat dibentuk berdasarkan pada perjanjian yang
tunduk pada ketentuan common law. Selanjutnya, guna melindungi kepentingan
pihak-pihak tertentu yang dalam pandangan hukum (common law) berada pada
posisi yang relatif lebih lemah, maka dibuatlah undang-undang yang mengatur
mengenai bentuk-bentuk constructive trusts, yang selanjutnya dikenal dengan
nama statutory trusts. Bentuk-bentuk constructive trusts dalam bentuk undangundang tersebut (statutory trusts) dapat ditemukan misalnya dalam ketentuanketentuan yang mengatur mengenai perlindungan bagi pemilik proyek konstruksi,
general contractors, subcontractors dan pemasok dalam industri konstruksi yang
dapat ditemukan di Maryland, New York, New Jersey, Illinois, Minnessota,
Wisconsin dan Michigan. 152 Pengaturan yang demikian (statutory trusts) juga
dapt ditemukan di Canada. 153
Peran trusts dalam kegiatan ekonomi di Amerika Serikat telah berkembang
sedemikian rupa sehingga trusts sudah berperan sebagai : 154
156
157
Ibid., hlm. 6.
kebendaan yang diserahkan ini dapat merupakan hak kebendaan yang paling
luas (yaitu hak milik) maupun hak kebendaan yang merupakan turunan (jura
in re-aliena) dari hak milik, sebagai suatu benda yang independen. Demikian
juga hak perseorangan yang dapat diserahkan adalah juga hak yang diakui
sebagai benda dalam hukum. Penyerahan benda, hak kebendaan atau hak
perseorangan yang merupakan benda ini dilakukan oleh settlor kepada trustee.
c. Penyerahan benda, hak kebendaan, atau hak perseorangan yang merupakan
benda ini oleh settlor kepada trustee tersebut senantiasa dikaitkan dengan
kewajiban pada trustee untuk mengurus benda tersebut, dan untuk
menyerahkan kenikmatan atau kemanfaatan atau hasil yang diperoleh dari
pengelolaan benda atau hak kebendaan yang diserahkan oleh settlor tersebut
kepada beneficiary. Kewajiban tersebut tercermin dalam bentuk kewajiban
yang disebutkan dengan tegas dalam pernyataan atau perjanjian yang
menciptakan trusts itu sendiri atau dalam ketentuan peraturan perundangundangan, termasuk putusan hakim yang mengandung fiduciary duty di
dalamnya.
d. Benda atau hak kebendaan atau hak perseorangan yang diserahkan oleh settlor
kepada trustee meskipun tercatat atas nama trustee, namun merupakan harta
kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan milik trustee yang lainnya.
e. Pada umumnya settlor, trustee dan beneficiary merupakan tiga pihak yang
berbeda. Walau tidak selalu atau sering terjadi, settlor dimungkinkan untuk
dapat menjadi beneficiary; demikian juga trustee, dalam hal tertentu dapat
juga menjadi beneficiary. Dalam hal settlor merupakan beneficiary; demikian
juga trustee, dalam hal tertentu dapat juga menjadi beneficiary. Dalam hal
settlor merupakan trustee yang terjadi adalah suatu grantor trusts, yang pada
umumnya bersifat revocable. 158
Ciri-ciri dan karakteristik trusts tersebut diatas, agak berbeda dengan lima
ciri-ciri dan karakteristik trusts yang dikemukakan oleh Maurizio Lupoi, di mana
menurut Lupoi dengan dilaksanakannya penyerahan suatu benda oleh settlor,
settlor telah kehilangan kewenangan dan haknya atas benda yang diserahkan
tersebut. Kelima ciri-ciri atau karakteristik menurut Lupoi tersebut adalah : 159
a. adanya penyerahan suatu benda kepada trustee, atau suatu pernyataan trusts;
b. adanya pemisahan kepemilikan benda tersebut dengan harta kekayaan milik
trustee yang lain;
c. pihak yang menyerahkan benda tersebut (settlor), kehilangan kewenangannya
atas benda tersebut;
d. adanya pihak yang memperoleh kenikmatan (beneficiary) atau suatu tujuan
penggunaan benda tersebut, yang dikaitkan dengan kewajiban trustee untuk
melaksanakannya;
e. adanya unsur kepercayaan (fiduciary component) dalam penyelenggaraan
kewajiban trustee tersebut, khususnya yang berkaitan dengan benturan
kepentingan.
158
161
a. express trusts;
b. implied trusts;
c. resulting trusts;
d. constructive trusts.
Oleh Edwards & Stockwell dalam Trusts and Equity selanjutnya diubah
klasifikasinya menjadi : 162
a. express trusts;
b. resulting trusts;
c. constructive trusts;
d. statutory trusts.
Demikianlah dari seluruh uraia dan penjelasan yang diberikan di atas
dapatlah dilihat bagaimana konsepsi trusts yang semula berada dalam sistem
160
equity, yang tidak mengenal dan mengakui perjanjian sebagai dasar lahirnya suatu
trusts, telah berubah sedemikian rupa sehingga perjanjian menjadi salah satu
instrumen penting bagi kelahiran dan eksistensi trusts.