Anda di halaman 1dari 60

BAB II

LEMBAGA TRUST DALAM SISTEM ANGLO SAXON


A. Kelahiran Equity dan Trusts di Inggris
1. Sistem Hukum Anglo Saxon dan Equity
Pada negara-negara dengan tradisi hukum Anglo Saxon, trusts adalah suatu
pranata atau institusi yang unik. Trusts tidaklah berdiri sendiri, melainkan
merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar, yaitu equity. Trusts lahir
karena adanya equity, tanpa equity tidak ada trusts. 10 Trusts merupakan salah satu
kontribusi terbesar dari equity. 11
Kelahiran equity di Inggris tidak diketahui dengan pasti. Lebih kurang
pada abad kelima belas menjelang abad keenam belas, lahir pandangan dan
persepsi bahwa penerapan dan pelaksanaan aturan hukum yang kaku (common
law) yang pada saat itu seringkali dinilai tidak memberikan keadilan. Sejak saat
itulah mulai dikembangkan suatu sistem peradilan lain diluar hukum (court of
law) yang berlaku. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa raja harus terus
berupaya memberikan keadilan bagi rakyatnya.
Sebagai suatu sistem yang berkembang dan berjalan seiring dengan
berkembangan dan perjalanan common law, equity dan common law memiliki
hubungan yang saling melengkapi. Diantara keduanya, equity dan common law
ada garis-garis merah yang menjadi dan merupakan batasan berhubungan dan
10

Peter Joseph Loughlin, The Domestication of The Trust: Bridging the Gap between
Common Law and Civil Law, hlm. 3, http://jurisconsultsgroup.com/Trusts.htm
11
Angela Sydenham, Nutshells: Equity & Trusts, (London: Sweet & Maxwell, 2000), hlm.
1.

Universitas Sumatera Utara

sekaligus menjadi dasar bekerjanya equity dan common law secara bersama-sama.
Prinsip-prinsip dasar yang menjadi batasan hubungan equity dan common law
tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut:

12

a. Yurisdiksi common law tidak pernah mengakui equitable rights, titles and
interests. Dalam pandangan yang demikian, hanya trustee yang diakui oleh
common law sebagai pemilik dari suatu benda, dan bukan beneficiary. Ini
berarti suatu gugatan yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap equitable
obligations tidak pernah dapat dimajukan dihadapan pengadilan common law.
b. Court of equity tidak berwenang untuk memutuskan perkara yang berkaitan
dengan legal rights and titles. Dengan demikian, setiap pihak yang dimaksud
untuk menegakkan haknya dalam hukum (common law) harus memajukannya
dihadapan court of common law.
c. Equity tidak berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi. Court of
chancery hanya berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi dalam
bentuk restitusi dan bukan jenis-jenis kerugian lainnya yang dikenal dalam
common law. Jadi, dalam hal ini, court of chancery tidak mencampuri
kewenangan pemberian ganti rugi dalam common law. Hanya dalam common
law tidak cukup memberikan restitusi bagi pemegang hak, court of chancery
akan memutuskan yang selayaknya.
d. Court of common law tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan
tindakan-tindakan sementara (interlocutory relief, specific performance atau

12

Michael Evans, Outline of Equity and Trusts, (Sdyney: Butterworths, 1995), hlm. 5-8.

Universitas Sumatera Utara

injunction).13

Hanya court of chancery yang memiliki kewenangan yang

demikian. Court of chancery memiliki kewenangan untuk mengambil


tindakan sementara seperti untuk menghentikan suatu perbuatan yang
merugikan, yang diperlukan agar penuntut dalam court of chancery tidak
dirugikan lebih jauh.
e. Perkara yang tengah diperiksa di common law tidak dapat begitu saja
dialihkan proses pemeriksaannya ke court of chancery, demikian pula
sebaliknya.

Masing-masing

peradilan

mempunyai

batas

kewenangan

pemeriksaan dan yurisdiksinya sendiri-sendiri.

a.

Semua pengadilan harus mengakui equitable rights, titles and interests ;

b.

Semua pengadilan tetap mempunyai kewenangan umum dalam memutuskan


hak-hak dalam hukum (legal rights and titles)

2. Prinsip prinsip Equity


Equity merupakan konstruksi etikal, 14 yang diterapkan secara kasuistis,
ternyata pada akhirnya juga memperoleh bentuk-bentuk hukumnya, yang

13

Injuction adalah suatu istilah yang menunjuk pada kewenangan pengadilan, melalui
penetapannya untuk melarang seseorang melakukan suatu tindakan atau perbuatan tertentu, atau
perintah untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan harta benda atau fisik orang lain.
Larangan yang dikeluarkan pengadilan atas permintaan penggugat dalam suatu perkara, yang
ditujukan kepada pihak tergugat atau yang selanjutnya dijadikan tergugat selama proses perkara
berlangsung, dengan tujuan untuk melarang pihak tergugat tersebut untuk melakukan suatu
tindakan yang semula akan dilakukan olehnya, atau menghentikan tindakan yang semula
dilakukan olehnya tersebut, atau menghentikan tindakan yang sudah dilakukan olehnya tersebut,
yang tidak adil atau merugikan kepentingan penggugat. Interlocutory Injuction adalah injunction
yang dikeluarkan oleh pengadilan selama proses peradilan, untuk kepentingan jangka pendek
untuk menghentikan tindakan yang dapat menyebabkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki,
sebelum pada akhirnya pengadilan memutuskan untuk menerima atau menolak gugatan yang
dimajukan tersebut.
14
Alastair Hudson, Equity and Trusts, (London: Cavendish Publishing, 2002), hlm. 13-14.

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya menghasilkan prinsip-prinsip (hukum) dalam equity, yang kemudian


diterapkan setiap proses dalam peradilan, khususnya setelah berlakunya
Judicature Act (Imp) 1873. Prinsip-prinsip equity ini, pada mulanya terdiri dari
dua belas preposisi 15 yang kemudian berkembang terus dari waktu ke waktu.
Prinsip-prinsip equity secara garis besar dijelaskan berikut di bawah ini. 16
a. Equity will not suffer a wrong to be without remedy
Prinsip ini merupakan dasar atau pondasi equity. Pada dasarnya setiap pihak
yang melakukan perbuatan yang melawan hukum atau yang bersalahan
dengan hukum (termasuk perikatan yang lahir dari perjanjian) dapat digugat
dihadapan

pengadilan

untuk

memberikan

ganti

rugi

atau

untuk

mengembalikan kerugian pada keadaan seperti semula, maupun untuk


memenuhi kewajibannya. Dalam hal ketentuan hukum yang berlaku tidak
cukup memberikan penggantian yang layak atau pelaksanaan kewajiban yang
sepadan, equity mencoba untuk menyeimbangkan kekurangan tersebut dengan
memberikan penggantian yang seimbang. Dalam konteks trusts, equity
memberikan hak kepada beneficiary untuk menuntut pelaksanaan trusts oleh
trustee, suatu hak yang tidak diperoleh beneficiary dalam common law. 17
b. Equity follows the law
Court of chancery tidak berhak mengeluarkan putusan yang berbeda atau
mengabaikan putusan yang dikeluarkan oleh court of common law, kecuali
15

Ibid, hlm. 17. Jill E. Martin dalam Hanbury and Maudsley Modern Equity, (London:
Stevens & Sons, 1985), hlm. 26 menyebutnya sebagai Maxims of Equity. Demikian juga Robert A
Pearce dan John Stevens, op cit, hlm. 17. Paul Todd dan Sarah Lowrie, op cit, hlm. 14
menyebutnya sebagai the Equitable Maxims.
16
Hudson, op cit., hlm. 17-18. Martin dalam Hanbury and Maudsley, op cit, hlm. 27-29.
Todd dan Lowrie, Textbook on Trusts, London: Blackstone Press Limited, 2000, hlm. 14.
17
Robert A Pearce dan John Stevens, op cit., hlm. 17-18.

Universitas Sumatera Utara

dalam hal terjadinya ketidakadilan. Court of chancery juga tidak boleh


menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 18 Jika suami
isteri membeli harta kekayaan atas nama mereka berdua, tetapi rumah yang
dibeli hanya tercatat atas nama suami, equity memperlakukan mereka sebagai
tenants in common, dan bukan joint tenancy. 19 Tenants in common adalah
suatu bentuk kepemilikan di mana setiap pemilik (tenant) mempunyai
kepentingan yang tidak terbagi atas suatu benda. 20

Sementara itu, joint

tenancy merupakan salah satu bentuk kepemilikan benda oleh dua atau lebih
pihak, yang masing-masing memiliki kepentingan yang tidak terbagi secara
keseluruhan dan berlaku terhadapnya the rights of survivorship. 21
c. Where there is equal equity, the law shall prevail
Prinsip ketiga ini menunjukkan bahwa dalam hal terdapat dua orang secara
bersama-sama memiliki hak dalam equity (equitable right) menuntut
kepemilikan atas suatu benda, dan salah satu dari orang tersebut memiliki titel
hak dalam hukum (legal rights), dalam equity-pun, orang yang memiliki titel
hak dalam hukum menjadi pemilik dari benda tersebut, meskipun hak dalam
equity dari orang yang lainnya sudah diperolehnya lebih dahulu sebelum orang
yang memiliki titel hak dalam hukum ini memperoleh haknya dalam equity. 22
Sebagai contoh dapat diilustrasikan sebagai berikut : Katakanlah
seseorang menyerahkan suatu benda kepada X, yang bertindak sebagai trusts
untuk kepentingan Y. X kemudian menjual benda tersebut kepada Z. Z
18

Ibid., hlm. 18.


Evans, op cit., hlm. 11
20
Blacks Law Dictionary 6th ed., hlm. 1465
21
Ibid.
22
Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 18
19

Universitas Sumatera Utara

membeli benda tersebut dari X sebagai seorang pembeli yang bonafide dengan
harga yang sepantasnya yang tidak mengetahui bahwa X adalah trustee dari
benda tersebut (bonafide purchaser for value, without notice). Dalam konteks
demikian, sebagai pembeli bonafide dengan harga yang pantas, Z juga
dilindungi oleh hukum, Z dianggap pada saat yang bersamaan memiliki titel
hak dalam hukum dan hak dalam equity. Dengan demikian, court of equity
menyatakan Z sebagai pemilik benda tersebut, dan Y dapat menuntut X atas
pelanggaran kewajiban X sebagai trustee dari benda yang dijual oleh X
tersebut.23
d. Where the equities are equal, the first in time shall prevail
Prinsip ini mengemukakan bahwa jika ada dua orang yang memiliki hak
dalam equity yang sama, dan tidak ada salah satupun dari mereka yang
memiliki titel hak dalam hukum, maka orang yang pertama kali memperoleh
hak dalam equity merupakan pemilik dari benda tersebut. 24
Prinsip ini dapat dicontohkan sebagai berikut : A merupakan pemilik
dari suatu bidang tanah, dan bermaksud untuk menjual bidang tanah tersebut.
A membuat perjanjian dengan B dengan tujuan untuk menjual bidang tanah
tersebut kepada B (estate contract). Pada lain kesempatan, A membuat
perjanjian serupa dengan C. Masing-masing B dan C memiliki hak dalam
equity atas bidang tanah tersebut, namun karena jual beli yang sebenarnya
belum dilangsungkan, baik B maupun C tidak memiliki titel hak dalam hukum
atas bidang tanah tersebut. Court of equity mengesahkan perjanjian antara A
23
24

Todd dan Lowrie, __ op cit., hlm. 19


Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 18

Universitas Sumatera Utara

dengan B sehingga dapat ditindaklanjuti dengan jual beli yang sebenarnya. C


yang mengalami kerugian, dapat menuntut ganti rugi dari A di common law
berdasarkan estate contract tersebut. 25
e. He who seeks equity must do equity
Prinsip ini melihat ke depan. 26 Dalam konteks ini, seorang yang menyatakan
dan menuntut haknya dalam equity harus melaksanakan juga kewajibankewajiban dalam equity. Misalnya seorang beneficiary yang menuntut agar
seorang trustee melaksanakan kewajiban sebagai trustee bagi beneficiary,
harus mau mengganti semua pengeluaran-pengeluaran yang telah dilakukan
oleh trustee untuk memelihara dan atau menyelamatkan benda yang berada
dalam trust-nya tersebut. 27
f. He who comes to equity come with clean hands
Jika prinsip kelima melihat ke depan, prinsip keenam melihat ke belakang. 28
Menurut prinsip ini, setiap orang yang menuntut haknya dalam equity, harus
dapat membuktikan bahwa ia telah memperoleh hak dalam equity-nya tersebut
tanpa melakukan pelanggaran hak orang lain. Jika terbukti bahwa dalam
memperolehnya, ada hak pihak lain yang telah dilanggar, equity menolak
untuk peneguhan hak dalam equity-nya tersebut.29

25

Todd dan Lowrie, op cit., hlm. 21


Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 18
27
Evans, op cit., hlm. 11
28
Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 19
29
Evans, op cit., hlm. 12
26

Universitas Sumatera Utara

g. Delay defeats equity


Prinsip ini sering juga disebut dengan Equity assists the diligent and not the
tardy. 30 Dalam prinsip ini, waktu untuk mempertahankan hak dalam equity
menjadi perhatian yang penting. Seorang yang menuntut haknya dalam equity
tidak boleh mengabaikannya, begitu ia mengetahui adanya keadaan atau fakta
hukum yang menunjukkan telah terjadi pelanggaran terhadap haknya dalam
equity. 31 Prinsip ini selanjutnya berkembang menjadi suatu doktrin yang
dikenal dengan Doctrine of laches, yaitu suatu doktrin yang tidak mungkin
mengabulkan tuntutan hak dalam equity jika tuntutan itu dimajukan dengan
lewatnya suatu jangka waktu tertentu. 32
h. Equity is equity
Jika ada lebih dari satu orang yang menikmati kepentingan yang sama atas
suatu benda tertentu, tetapi tanpa adanya suatu ketentuan, kesepakatan atau
perjanjian bagaimana cara membagi benda tersebut diantara mereka, equity
menyatakan bahwa benda tersebut harus dibagi di antara mereka secara adil
dan sama besarnya. 33

i.

Equity looks to the intent rather than the form


Dalam common law, sesuatu perbuatan hukum dilaksanakan dengan
memenuhi dua hal, yaitu formalitas dan substansi. 34 Dikatakan bahwa : 35

30

Ibid.
Hudson, op cit., hlm. 19
32
Ibid, hlm. 20
33
Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 21
34
Hudson, op cit., hlm. 21
35
Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 21-22 mengutip Romili MR dalam Parkin v. Thorold.
31

Universitas Sumatera Utara

Courts of Equity make a distinction between that which is a matter of


substance and that which is matter of form; and if it finds that by insisting on
the form, the substance will be defeated, it holds it to be inadequate to allow a
person to insist on such form, and thereby defeat the substance.
j.

Equity looks on that as done which ought to be done


Prinsip ini menyatakan bahwa dalam hal suatu perjanjian adalah suatu
perjanjian yang dapat dipaksakan pelaksanaannya, equity menganggap pihak
yang menjanjikan untuk melakukan prestasi telah melakukan prestasi yang
dijanjikan olehnya tersebut, karena ia dapat dipaksa untuk melakukannya
dalam common law. 36 Dalam Walsh v. Lonsdale, suatu perjanjian untuk
menyewakan dianggap telah menciptakan hak dalam equity untuk menyewa
bagi penyewa, meskipun persyaratan sewa menyewa dalam common law
belum dipenuhi seluruhnya. 37

Ini berarti juga suatu perjanjian untuk

melangsungkan jual beli dapat dianggap telah memberikan hak dalam equity
kepada pembeli atas benda yang dijanjikan untuk dijual oleh calon penjual
dalam perjanjian untuk melangsungkan jual beli tersebut. 38
k. Equity imputes an intention to fulfil an obligation
Equity menempatkan tindakan manusia dalam konstruksi yang paling
menguntungkan. Bilamana ada seseorang melakukan suatu tindakan yang
dapat dikonstruksikan untuk memenuhi kewajibannya yang harus dipenuhi,
maka equity memperlakukan tindakan tersebut sebagai tindakan pemenuhan
kewajibannya tersebut. 39 Misalnya ada seorang, katakanlah A, yang

36

Ibid., hlm. 22
Ibid., hlm. 22. Lihat juga Hudson, op cit., hlm. 21. Lihat juga Todd & Lowrie, op cit.,
hlm. 15-16
38
Pearce dan Stevens, op cit., hlm. 22
39
Ibid, hlm. 23
37

Universitas Sumatera Utara

mempunyai utang kepada B meninggal dunia, dan meninggalkan sejumlah


uang kepada B. Equity akan memperlakukan uang yang ditinggalkan A kepada
B tersebut sebagai pemenuhan kewajiban pembayaran utang A kepada B,
kecuali ada bukti lain yang menyatakan sebaliknya. 40
l.

Equity acts in personam


Prinsip yang keduabelas ini merupakan prinsip yang diturunkan dari teori
bahwa equity tidak memberikan tuntutan hak kebendaan atas harta kekayaan
tertentu, melainkan hanya memberikan hak untuk memajukan gugatan secara
pribadi yang bersifat perorangan. 41

3. Kelahiran Trusts di Inggris


Trusts yang merupakan salah satu bentuk equity adalah produk yang tidak
langsung dari feodalisme yang berkembang di Inggris setelah masa penundukan
dan pendudukan oleh Norman (The Norman Conquest) pada tahun 1066. Pada
masa tersebut, kepemilikan atas tanah berada di tangan raja

(crown) yang

didistribusikan kemanfaatannya kepada rakyat melalui para tuan tanah


(overlord). 42 Para tuan tanah ini mewakili raja mendistribusikan kemanfaatan
(beneficiary) tanah-tanah yang secara hukum berada di bawah pemilikan raja.
Dalam sistem tersebut, tuan tanah yang menerima manfaat pertama dari raja
dimungkinkan untuk menyerahkan hak kemanfaatan lebih lanjut (yang bukan
merupakan jual beli) dari tanah tersebut kepada pihak lain yang selanjutnya
memanfaatkan dan menikmati tanah tersebut. Sistem yang demikian disebut
40

Hudson, op cit., hlm. 22


Evans, op cit., hlm. 13
42
Paul Todd dan Sarah Lowrie, op cit., hlm. 5-6
41

Universitas Sumatera Utara

dengan nama sub-infeudation. Pada umumnya penyerahan kemanfaatan atas


tanah tersebut dilakukan secara terstruktur, yaitu dari seorang tuan tanah besar
(overlord) kepada beberapa tuan tanah kecil (mense), yang selanjutnya
menyerahkan lagi kemanfaatan tanah tersebut, baik secara utuh atau dipecahpecah kepada rakyat yang memerlukan. Proses sub-infeudation ini, pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya kesukaran bagi sebagian besar tuan tanah besar
(overlord) untuk melakukan pemanfaatan tanah. Sub-infeudation ini, yang
berjalan secara turun temurun mengakibatkan terjadinya pendataan yang tidak lagi
akurat mengenai siapa yang diberikan hak dan siapa yang secara faktual
memanfaatkan tanah yang dikenakan upeti. 43
Dalam perkembangan lebih lanjut dikeluarkanlah Quia Emptores di tahun
1290 oleh raja, yang melarang pemberian hak lebih lanjut dalam bentuk subinfeudation. Quia Emptores mengonstruksikan hubungan hukum dari setiap orang
atau pihak yang memanfaatkan atau menikmati bidang tanah baru berdasarkan
pada Quia Emptores tersebut sebagai suatu bentuk hubungan hukum langsung
dengan raja sebagai pemilik tanah. Orang atau pihak yang masih memanfaatkan
bidang tanah lama

(yang diperolehnya berdasarkan sub-infeudation), sejauh

masih dapat dirunutkan asalnya, tetap terikat dalam sistem sebelumnya yang
mewajibkan mereka untuk tetap membayar upeti kepada tuan tanah, naamun
mereka ini tidak lagi diperkenankan untuk melakukan tindakan sub-infeudation
kepada pihak lain. 44

43

Ibid, hlm. 7
44
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pada Quia Emptores, peralihan hak atas tanah yang terkait
dengan pemanfaatan tanah tersebut dilaksanakan dengan sistem jual beli hak dan
tidak lagi atau bukan lagi dengan cara melakukan sub-infeudation. Untuk
keperluan jual-beli tersebut, guna menyempurnakan proses pengalihan dalam
hukum, setiap bentuk pengalihan hak atas tanah senantiasa dilakukan secara
terbuka, terang dan jelas. Dalam hal penghuni atau pemanfaat suatu bidang tanah
pergi jauh dan atau meninggal dan meninggalkan anak-anak yang belum cakap
dan/atau isteri yang dianggap tidak cakap bertindak dalam hukum, metode
pengalihan hak pemanfaatan atas tanah yang biasa, yang dilakukan secara terbuka,
terang dan jelas tidak dapat dilaksanakan. Metode conveyancing yang
diperbolehkan oleh hukum untuk melaksanakan hal tersebut, dalam praktiknya
membawa dampak pengenaan pajak yang cukup tinggi bagi anak-anak dan/atau
isteri yang ditinggalkan tersebut. Hal ini kemudian mengakibatkan banyak orang
cenderung untuk melaksanakan sistem pengalihan hak pemanfaatan atas tanah
tersebut secara tertutup dan rahasia. 45 Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan
antara pihak yang namanya tercatat dengan pihak yang secara faktual menduduki,
mendiami, dan memanfaatkan bidang tanah tersebut untuk suatu jangka waktu
tertentu. Perbedaan ini selanjutnya hilang dengan sendirinya pada saat anak yang
belum dewasa tersebut menjadi dewasa (yang selanjutnya memperoleh kembali
haknya dalam hukum).
Salah satu hal yang berkembang terkait dengan aktivitas court of chancery
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah

45

masalah kepemilikan hak

Ibid, hlm. 8

Universitas Sumatera Utara

pemanfaatan atas tanah yang seringkali dialihkan tidak secara terbuka, terang dan
jelas. Dengan konsepsi bahwa equity hanya merupakan pelengkap common law,
maka dalam sistem equity, orang atau pihak yang namanya terdaftar tetap
diperlakukan sebagai pemilik dalam hukum (trustee), sedangkan mereka yang
secara faktual memanfaatkan tanah tersebut diperlakukan sebagai pemilik dalam
equity (cestui que trusts atau beneficiary). Benda yang diserahkan dalam trusts
disebut dengan nama trusts corpus.

4. Trusts dan Hukum Perjanjian


Hukum perjanjian merupakan bagian dari common law, sedangkan trusts
sebagaimana disinggung sebelumnya merupakan suatu produk equity, yang
memperoleh perlindungan hukum hanya dalam court of equity. Dengan konsepsi
tersebut, trusts hanya didefinisikan sebagai 46 legal relationship created under the
laws of equity whereby property (the corpus) is held by one party (the trustee) for
the benefit of other (cestui que trusts or beneficiaries). Konsepsi trusts tersebut
jelas berbeda dengan konsepsi perjanjian dalam tradisi hukum Anglo Saxon.
Dalam tradisi hukum Anglo Saxon Contract is a private relationship
between the parties to the contract; it is not of the essence of a trust that a setllor
can give property to his trustee on trust for a third party. 47 Dengan demikian
berarti antara trusts dengan perjanjian dapat ditemukan beberapa perbedaan
prinsipil, yaitu sebagai berikut. 48
46

AR Fullarton, The Common Law and Taxation of Trusts in Australia in the Twenty-First
Century, hlm. 3, http://arfullartonassociation.com.au/trusts%20paper.htm
47
Beswick v Beswick (1968) pada 19.1 dikutip dari Gary Watt Briefcase on Equity and Trust,
(London: Cavendish Publishing Ltd., 1999), hlm. 3.
48
Angela Sydenham, op cit., hlm. 8-9

Universitas Sumatera Utara

(a)

contracts are an invention of common law, trust of equity

(b)

contracts generally create only a personal right, trust a right in the property
itself, a right in rem

(c)

contracts are enforceable only if supported by consideration or made in a


deed; a beneficiary under a property constituted trust can enforce the trust
even where he has not given any consideration

(d)

contracts cannot usually be enforced by third parties, a rule which is subject


to limited statutory exceptions.A beneficiary can enforce a trust where
he or she is not a party to the Agreement between the settlor and the trustees
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, perlu diketahui hal-hal berikut

dalam tradisi hukum Anglo Saxon:


a. Perjanjian harus memiliki consideration, agar perjanjian tersebut sah, atau
dalam hal tidak adanya consideration, perjanjian tersebut harus dibuat dalam
bentuk akta

(autentik). 49 Consideration tersebut harus memiliki nilai. A

valuable consideration, in the sense of law, may consist either in some right,
interest, profit or benefit accruing to one party or some forbearance,
detriment, loss or responsibility, given, suffered, or undertaken by the other. 50
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa suatu consideration adalah
timbal balik, saling berjanji unuk melakukan suatu prestasi satu terhadap yang
lainnya

(reciprocity). 51 Dengan demikian, dalam konsepsi hukum Anglo

Saxon, tidak ada suatu perjanjian yang dibuat secara cuma-cuma. Setiap
49

GH Treitel, Treitel: The Law of Contract, (London: Sweet and Maxwell, 1995), hlm. 63
Currie v Misa (1875) dikutip dari Richard Stone, Principles of Contract Law, (London:
Cavendish Publishing Ltd, 2000), hlm. 49. Lihat juga Richard D Taylor, Law of Contract,
(London: Blackstone Press Limited, 1998), hlm. 58
51
Treitel, op cit., hlm. 63-66. Lihat juga Stone, op cit., hlm. 50
50

Universitas Sumatera Utara

perjanjian harus berisikan prestasi secara bertimbal balik antara para pihak
dalam perjanjian tersebut, kecuali dibuat dalam bentuk akta.
b. Perjanjian tidak dapat dibuat untuk kepentingan pihak ketiga. Dalam
pandangan tradisi hukum Anglo Saxon, asas privity of contract, meskipun
dalam suatu perjanjian dicantumkan kepentingan pihak ketiga, namun pihak
ketiga tersebut tidak dapat memperoleh manfaat atau menuntut dipenuhinya
hak pihak ketiga yang ada dalam perjanjian tersebut. 52
Dengan demikian jelaslah mengapa trusts berbeda dengan perjanjian,
sehingga tidak berada dalam lapangan hukum perjanjian. Trusts merupakan
produk equity sedangkan contract adalah produk common law.

5. Perbedaan Trusts Dengan Berbagai Pranata Hukum Anglo Saxon


a. Perbedaan Trusts dengan Pengurusan, Perwakilan dan Keagenan
Pengurusan dan perwakilan adalah suatu konsepsi yang merupakan
refleksi dari satu keping mata uang yang bersisi ganda. Pengurusan menunjuk
pada hubungan internal antara pemilik suatu benda

(atau kepentingan) yang

diurus dengan pihak yang melakukan pengurusan atas benda (atau kepentingan
tersebut) untuk dan atas nama dari pemilik benda (dan atau kepentingan) tersebut.
Sedangkan perwakilan adalah hubungan eksternal atau tindakan keluar
dari pihak yang melakukan pengurusan atas benda (atau kepentingan) milik orang
lain dengan seseorang atau pihak tertentu, yang mengikatkan diri pemilik benda

52

Stephen Graw, An Introduction to the Law of Contract, (Melbourne: The Law Book
Company Limited, 1993), hlm. 129. Lihat juga Sydenham, op cit, hlm. 9. Lihat juga David B.
Parker dan Anthony R Mellows, op cit., hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara

(atau kepentingan) tersebut, serta bukan diri pengurus tersebut. Secara garis besar,
pengurusan dan perwakilan dapat terjadi karena :
1)

kehendak undang-undang semata-mata, yaitu pengurusan dan perwakilan


yang dilakukan oleh orang-perorangan tertentu terhadap harta kekayaan
anak-anak atau orang dewasa yang dinyatakan tidak cakap untuk bertindak
dalam hukum ; 53

2)

kehendak undang-undang yang disertai dengan perbuatan manusia ; 54

3)

putusan dan atau penetapan pengadilan ;

4)

pemberian kuasa yang merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus ; 55

5)

pengurusan yang dilakukan oleh orang-perorangan yang merupakan


pengurus dari suatu badan sebagai harta bersama yang terikat, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, berdasarkan
pemberian wewenang, yang mempunyai aspek kehendak undang-undang
dan perjanjian pemberian kuasa di dalamnya. 56
Agency adalah legal relationship under which one person (the agent)

acts on behalf of another (the principal).57 Menurut Blacks Law Dictionary,

53

Dalam hak ini adalah pengurusan yang dilakukan oleh orangtua atas harta kekayaan
anaknya yang masih di bawah umur, di mana orang tua tersebut adalah juga sebagai wakil dari
anaknya yang masih di bawah umur dalam setiap tindakan perdata yang dilakukan atas nama
anaknya yang masih di bawah umur tersebut. Lihat Gunawan Widjaja, Aspek Hukum dalam Bisnis
: Pemilikan, Pengurusan, Perwakilan dan Pemberian Kuasa dalam Sudut Pandang KUH Perdata
(Jakarta : Prenada Media, 2004).
54
Dalam hukum perdata Belanda, pengurusan yang demikian disebut dengan nama
zaakwaarneming. Lihat rumusan Pasal 1354 sampai dengan Pasal 1358 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
55
Pengurusan yang demikian dalam hukum perdata Belanda disebut dengan lastgeving.
56
Hukum perdata Belanda membedakan jenis pengurusan ini dari jenis pengurusan lainnya.
Menurut hukum perdata Belanda pengurusan ini selalu disertai dengan kewenangan untuk
bertindak sesuai dengan maksud dan tujuan badan tersebut, yang dinamakan volmacht. Contoh
aspek pemberian kuasa dalam pengurusan persekutuan perdata dapat ditemukan dalam rumusan
Pasal 1636 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
57
Stone, op cit., hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara

Agency adalah 58 fiduciary relationship created by the express or implied contract


or by law, in which one party (the agent) may act on behalf of another party (the
principal) and bind that other party by words or actions. Dari definisi yang
diberikan diatas dapat diketahui bahwa pada prinsipnya seorang agen bertindak
sebagai pengurus dari benda (atau kepentingan) seorang lain, serta mewakili orang
tersebut dalam setiap tindakan hukumnya yang terkait dengan benda (atau
kepentingan) yang diurus oleh agen tersebut. Jika hubungan hukum dalam
lapangan hukum perdata, maka hubungan hukum keagenan adalah hubungan
hukum yang berada dalam lapangan hukum dagang (commercial). 59
Secara prinsip dapat dikatakan bahwa ada persamaan antara agency dan
trusts, yaitu : 60
1) agent dan trustee memiliki hubungn fidusia (fiduciary relationship) dengan
principal maupun beneficiary, meskipun secara prinsip hubungan fidusia
antara agent-principal dan trustee-beneficiary berbeda ;
2) agent dan trustee memiliki kontrol atau pengawasan terhadap benda milik
principal atau beneficiary ; walau demikian jika diperhatikan bahwa : 61
1. hubungan hukum yang melekat pada hubungan antara agent dengan benda
yang berada dalam pengawasannya berbeda dengan hubungan antara
trustee dengan benda yang berada dalam pengawasannya ; agent sama
sekali tidak memiliki kepentingan yang bersifat kebendaan atas benda
yang berada di bawah pengawasannya tersebut, sedangkan trustee adalah
58

Bryan A. Garner, Blacks Law Dictionary 8th ed (St. Paul: West Publishing Co, 2004),
hlm. 67
59
Stone, op cit., hlm. 11
60
Ibid, hlm. 9
61
Ibid

Universitas Sumatera Utara

pemilik dalam hukum dari benda yang berada dalam pengawasannya


tersebut ;
2. seorang beneficiary tidaklah memiliki titel hak dalam hukum atas benda
yang tercatat sebagai milik trustee (atau pihak lain atas nama trustee),
sedangkan principal adalah pemilik sejati dari benda yang berada dalam
pengawasan agent ;
3. tanggung jawab yang timbul dari hubungan hukum pihak ketiga-agentprincipal dan pihak ketiga-trustee-beneficiary sangat jauh berbeda,
principal bertanggung jawab atas tindakan agent dengan pihak ketiga,
sedangkan seorang beneficiary tidaklah bertanggung jawab atas tindakan
trustee dengan pihak ketiga ;
4. hubungan fidusia antara trustee-beneficiary merupakan kewajiban yang
merupakan suatu bentuk kewajiban dan tanggung jawab hukum yang
harus dilaksanakan oleh trustee kepada beneficiary : sedangkan hubungan
fidusia agent-principal kepada agent untuk melaksanakan sesuatu untuk
dan demi kepentingan principal, yang tanpa kewenangan tersebut agent
tidak berhak sama sekali untuk melakukannya (privity of contract)
Dengan demikian, jelas bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan
antara hubungan hukum dengan keagenan (agency) dengan trusts.

Universitas Sumatera Utara

b. Perbedaan Trusts dengan Power


Power adalah 62 an authority vested in a person to deal with or dispose
of property of not his own. : Sehubungan dengan power ini, perlu dibedakan
antara : 63
1) bare power, atau personal power yaitu pemberian kewenangan yang bersifat
individual ; dan
2) trusts power, yaitu power to which some fiduciary obligation is attached
Secara sederhana dapat dibedakan apakah suatu power termasuk dalam
bare power atau personal power atau mere power, 64 dan bukan suatu trusts
powerkarena suatu mere power bersifat discretionary dengan pengertian
pelaksanaannya sepenuhnya diserahkan pada orang yang menerima power
(donee/appointer). Hal ini berbeda dengan trusts power, dimana pelaksanaan dari
suatu kewenangan yang diberikan dalam suatu trans bersifat imperatif. Ini berarti
trust power wajib untuk dilaksanakan, dengan segala konsekuensi hukumnya. 65
Martin melihat sisi lain perbedaan antara bare power dengan trusts power, dimana
bare power berakhir dengan meninggalnya donee, sedangkan trusts power tidak
berakhir dengan meninggalnya trustee. 66

c. Perbedaan Trusts dengan Penitipan (Bailment)

62

Martin., op. cit., hlm. 172


Istilah ini dipakai oleh Petitt., lihat op. cit., hlm. 25 dan seterusnya.
64
Ibid
65
Martin, op cit., hlm. 172
66
Evans, op cit., hlm. 220
63

Universitas Sumatera Utara

Bailment adalah 67 a delivery of personal property by one person (the


bailor) to another (the bailee) who holds the property for a certain purpose under
an express or implied-in-fact contract. Berbeda dengan jual beli atau hibah,
dalam bailment involves a change in possession but not in title. 68
Dalam penitipan (bailment) tidak terjadi peralihan hak milik dari pihak
yang menitipkan (bailor) kepada pihak yang menerima penitipan suatu barang
(bailee). Bailee berkewajiban untuk memelihara kebendaan yang dititipkan
kepadanya, yang berada dalam penguasaannya tersebut menurut suatu standar
atau aturan yang telah ditetapkan dalam hukum (common law). Dalam suatu
trusts, trustee merupakan pemilik dari benda yang berada dalam trusts, sedangkan
beneficiary merupakan penikmat benda yang berada di bawah kepemilikan
trustee. 69

d. Perbedaan Trusts dengan Hibah (Gift)


Gift atau hibah adalah suatu bentuk penyerahan dan seluruh hak
kebendaan yang melekat pada suatu benda atau property tertentu dari seorang
pemilik sejati (absolute owner) kepada seorang lainnya yang disebut dengan
volunteer. 70 Seorang volunteer adalah seseorang yang menerima penyerahan
absolute dari suatu benda tanpa memberikan consideration for the transfer (of
ownership). 71 Setelah menerima hibah atau menyatakan suatu hibah, volunteer

67

Garner, Blacks Law Dictionary, hlm. 151


Ibid., hlm. 152.
69
Martin, op cit., hlm. 48-49
70
Hudson, loc. cit., hlm. 41
71
Ibid
68

Universitas Sumatera Utara

(atau donee atau recepient) menjadi pemilik sejati dari benda yang diserahkan
kepadanya tersebut.
Dalam hubungan trusts, dimana settlor menyerahkan legal rights atas
suatu benda kepada trustee dan equitable right kepada beneficiary, dapat
dikatakan juga bahwa beneficiary tersebut juga merupakan seorang volunteer
karena beneficiary menerima equitable ownership dari suatu benda, menikmati
benda tersebut tanpa adanya kewajiban untuk memberikan kontra prestasi kepada
settlor (sebagai pihak yang menyerahkan benda tersebut = donor). 72 Meskipun
secara sepintas hubungan antara settlor beneficiary dalam trusts serupa dengan
donor-volunteer dalam gift; perlu diperhatikan bahwa dalam suatu trusts,
kepemilikan dalam hukum (legal owner) diserahkan kepada trustee, dengan
tujuan agar trustee melakukan kontrol atau pengawasan agar beneficiary dapat
menikmati benda yang diserahkan dalam trusts tersebut. Dalam trusts yang perlu
diperhatikan adalah kewajiban trustee untuk memenuhi kewajibannya dalam
trusts kepada beneficiary. 73

B. Konsepsi Trusts Dalam Tradisi Hukum Anglo Saxon


1. Konsepsi dan Pengertian Trusts
Dalam pandangan tradisi hukum Anglo Saxon, 74 trust is created where
the absolute owner of property (the settlor) passes the legal title in that property

72

Ibid.
Ibid.
74
Ibid., hlm. 30
73

Universitas Sumatera Utara

to a person (the trustee) to hold that property on trust for the benefit of another
person (the beneficiary) in accordance with terms set out by the settler.
Konsepsi awal trusts tersebut menunjukkan bahwa trusts is a
relationship recognized by equity which arises where property is vested in (a
person or) persons called the trustees, which those trustees are obligated to hold
for the benefit of other persons called cestuis que trust or beneficiaries. 75
Trustee

Settlor

Beneficiary

Mengutip Underhill, Pettit dalam Equity and the Law of Trusts,


menyatakan sebagai berikut. 76
A trust is an equitable obligation, binding a person (who is called a
trustee) to deal with property over which he has control (which is called
the trust property) either for the benefit of persons (who are called the
beneficiaries or cestui que trust) of whom he may himself be one, and
anyone of whom may enforce the obligation, or for a charitable purpose,
which may be enforced at the instance of the Attorney-General, or for
some other purpose permitted by law though unenforceable.
Dalam pengertian yang demikian berarti trusts merupakan suatu pranata
unik yang berada dalam sistem equity, yang melibatkan eksistensi tiga pihak,
yaitu :
a. settler (settler) ;
b. trustee ;
c. beneficiary.
75
76

Jill E Martin, op cit., hlm. 47.


Pettit, op cit., hlm. 22.

Universitas Sumatera Utara

Secara teoritis, dalam suatu pernyataan trusts, settlor menyerahkan suatu


benda untuk diletakkan dalam trusts yang tercatat atas nama atau dalam
kepemilikan trustee. Pemberian oleh seorang settlor ini disertai dengan kewajiban
kepada trustee untuk menyerahkan kenikmatan atau kemanfaatan benda tersebut
kepada pihak ketiga yang disebut dengan beneficiary. Ini menunjukkan bahwa
settlor sebagai pemberi suatu benda, setelah pernyataan trusts yang diucapkan
olehnya dilaksanakan tidak lagi menguasai, memiliki atau mempunyai
kepentingan apapun atas benda yang sudah diserahkan dalam trusts tersebut.
Penyerahan benda tersebut tidak disertai dengan suatu kontra prestasi langsung
yang harus dilakukan oleh trustee kepada settlor, melainkan kepada seorang pihak
ketiga yang disebutkan oleh settlor dalam pernyataan trusts-nya tersebut. Dalam
konteks tersebut, antara settlor, trustee dan beneficiary tidak ada perjanjian
(kontrak) sama sekali. Beneficiary tidaklah mempunyai kewenangan dalam
hukum (common law) untuk menuntut pemenuhan kewajiban trustee, demikian
juga settlor (oleh karena settlor sudah kehilangan haknya atas benda tersebut
dalam hukum).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa seorang trustee adalah pihak yang
mempunyai kewenangan atas benda yang berada dalam trusts, yang merupakan
bagian dari kewajibannya terhadap beneficiary atau cestui que trust, meskipun
kewenangan tersebut hanya sebatas pencatatan atau pendaftaran atas nama trustee

Universitas Sumatera Utara

tersebut.77 Bahkan dalam perkembangan selanjutnya sebagaimana dikatakan oleh


Gary Watt dalam Briefcase Equity & Trusts :

78

A trust has the following characteristics:


a.

the assets constitute a separate fund and are not part of the trustees
estate;

b.

title to the trust assets stands in the name of the trustee or in the
name of another person on behalf of the trustee;

c.

the trustee has the power and the duty, in respect of which he is
accountable, to manage, to employ or dispose of the assets in
accordance with the terms of the trusts and the special duties
imposed upon him by law

The reservation by the settlor of certain rights and powers, and the fact
that the trustee may himself have rights as a beneficiary, are not
necessarily inconsistent with the existence of a trusts.

2. Klasifikasi Trusts
TRUST

EXPRESS

Public /
Charitable

Fixed

Under Trust
Instrument

NON EXPRESS

Un-Enforceable Trust of
Imperfect Obligation

Private

Protective

Discretionary

Implied &
Resulting

Traditional

Constructive

New Model

By the Operation
of Law

Diagram 2 : Klasifikasi Trusts


77
78

Ibid., hlm. 23.


Gary Watt, op cit., hlm. 2-3.

Universitas Sumatera Utara

a. Express Trusts
Express trusts terjadi jika seorang settlor membuat pernyataan bahwa harta
kekayaan tertentu diserahkan dalam trusts untuk kepentingan orang-orang atau
tujuan tertentu.79
Express trusts selanjutnya dibedakan ke dalam :
1) private trusts;
2) public trusts;
3) trusts of imperfect obligation.

1) Private dan Public Trusts 80


Express trusts dapat melahirkan private trusts maupun public trusts.
Express trusts melahirkan private trusts jika benda yang diletakkan dalam trusts
tersebut hanya dimanfaatkan oleh satu orang atau satu kelompok orang tertentu.
Sementara itu, express trusts dinilai melahirkan public trusts jika benda yang
diletakkan dalam trusts tersebut dipergunakan untuk suatu tujuan sosial tertentu,
yang dapat dinikmati oleh banyak orang, seperti misalnya suatu charitable trusts.
Private trusts selanjutnya dibedakan ke dalam fixed trusts, protective
trusts, dan discretionary trusts.
a) Discretionary dan Fixed Trusts 81
Discretionary trusts adalah suatu trusts di mana trustee diberikan kebebasan
(kebijakan) untuk melakukan suatu tindakan untuk kepentingan dari salah satu
atau lebih beneficiary tertentu dalam suatu kelompok orang yang telah
79

Margaret Halliwell, Equity and Trusts (London: Old Bailey Press, 2002), hlm. 3.
Ibid., hlm. 4.
81
Ibid.
80

Universitas Sumatera Utara

ditentukan oleh settlor atau kepada seluruh beneficiary dalam kelompok


tersebut, semata-mata atas pertimbangan dari trustee. Sementara itu, dalam
fixed trusts, kewajiban trustee sudah ditentukan dengan pasti. Trustee hanya
melaksanakan segala sesuatu yang telah ditentukan dalam pernyataan trusts
dan wajib untuk melaksanakannya untuk kepentingan dari seluruh beneficiary,
serta tidak diperkenankan untuk bertindak berdasarkan pada kebijakannya
sendiri.
b) Protective Trusts 82
Protective trusts adalah trusts yang dengan sengaja secara khusus diciptakan
oleh settlor agar beneficiary tidak menghabiskan atau menghilangkan atau
meniadakan dengan cara apapun juga hak-haknya dalam equity (beneficiary
rights) kepada pihak lain, selama benda yang dinikmatinya tersebut masih
berada dalam trusts di bawah pemilikan trustee 83

2) Charitable Trusts
Charitable trusts adalah suatu public trusts yang dengan sengaja dibuat
atau dibentuk untuk kegiatan bagi kepentingan umum yang diakui oleh pengadilan
sebagai charitable (suatu bentuk amal atau kedermawanan). 84 Charity adalah
pengertian hukum, sehingga apa yang dikandung atau dirasakan oleh donor
(sebagai settlor) tidaklah penting. Pengadilan menentukan apakah suatu tindakan
yang dilakukan termasuk ke dalam tindakan charity atau bukan. Dalam Re.
Hummeltenberg [1923] 1 Ch 237 seorang pewasiat meninggal dunia mewasiatkan
82

Ibid., hlm. 4-5


Ibid. hlm. 5
84
Ibid
83

Universitas Sumatera Utara

sebagian harta peninggalannya untuk mendirikan sekolah yang melatih orangorang dalam bidang kerohanian untuk tujuan amal. Mengenai hal tersebut Russie
LJ mengemukakan : 85
In my opinion the question whether a gift is or may be operative
for the public benefit is the question to be answered by the court by
forming an opinion on the evidence before it.
Pada sisi lain, meskipun dalam pandangan pemberi wasiat suatu tindakan
hanya ditujukan untuk kepentingan pemberi wasiat, namun jika dalam pandangan
pengadilan hal tersebut membawa kepentingan bagi masyarakat banyak, wasiat
yang ditinggalkan tersebut dapat menjadi suatu charitable trusts. 86
Untuk menilai apakah suatu tindakan pemberian adalah charitable trusts
atau bukan, ada tiga hal pokok yang diperhatikan oleh pengadilan yaitu sebagai
berikut.87
a) Trusts must be of a charitable nature within the spirit and intendment of the
preamble to the Statute of Elizabeth as interpreted by the courts and extended
by statute;
b) It must promote a public benefit of a nature recognized by the courts as a
public benefit;
c) The purpose of the trusts must be wholly and exclusively charitable

85

Ibid., hlm. 171.


Dalam Re King [1923] I Ch 243 dikatakan bahwa suatu wasiat untuk membangun jendela
dengan kaca berpatri dengan warna warni (stained-glass) di gereja yang semula ditujukan bagi
kepentingan pewasiat dianggap sebagai charitable trusts karena hal tersebut ternyata telah
memberikan manfaat bagi gereja, yang terwujud dalam bentuk peningkatan peribadatan di gereja
tersebut.
87
Halliwell, op cit., hlm. 172.
86

Universitas Sumatera Utara

3) Purpose Trusts (Trusts of Imperfect Obligations)


Purpose trusts adalah trusts yang dibuat untuk tujuan tertentu dan bagi
kepentingan tujuan tersebut daripada untuk kepentingan seorang atau lebih
beneficiary. Purpose trusts ini sering kali disebut juga dengan nama trusts of
imperfect obligation. Secara umum trusts yang demikian batal dan tidak
memiliki kekuatan hukum, karena dalam konsepsi private trusts, trusts dibuat dan
diciptakan untuk kepentingan dari seorang atau lebih beneficiary tertentu dan
bukan untuk tujuan atau kepentingan tertentu. 88 Roxburgh

J dengan tegas

mengemukakan bahwa suatu trusts bukanlah trusts jika tidak ada objek yang
tertuju pada kepentingan orang perorangan tertentu. 89
Ada tiga kondisi yang harus diperhatikan dalam suatu purpose trusts, yang
sering kali dipergunakan oleh pengadilan untuk menyatakan bahwa suatu purpose
trusts adalah purpose trusts yang memiliki akibat hukum dan atau memiliki
kekuatan hukum. Ketiga kondisi tersebut adalah sebagai berikut. 90
a)

The trusts must be for a purpose which has been previously upheld by the
court

b)

The trusts must be limited in perpetuity 91

c)

There must be someone who will execute the purpose trusts


Dengan demikian pada dasarnya suatu purpose trusts merupakan

pengecualian dari berlakunya ketentuan trusts secara umum. Purpose trusts hanya
dibatasi pada pelaksanaan suatu wasiat yang jika tidak dilaksanakan akan
88

Ibid., hlm. 5
Ibid., hlm. 155
90
Ibid., hlm. 157
91
Hal ini terkait dengan ketentuan umum bahwa Trusts must not be continue beyond the
perpetuity period, yang merupakan unlawfull trusts.
89

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan terjadinya hibah atas sisa benda milik pewasiat. Pengadilan dapat
secara tidak langsung melaksanakan trusts tersebut dengan meminta jaminan dari
trustee untuk melaksanakan wasiat tersebut sesuai dengan dan untuk kepentingan
yang telah ditentukan tersebut, dan selanjutnya memberikan kepada para penerima
wasiat sisa (lainnya) untuk melaksanakan wasiat tersebut secara bebas jika hal
tersebut tidak dilaksanakan. 92

b. Not-Express Trusts
Not-express trusts dapat dibedakan lagi ke dalam :
1) resulting trusts;
2) constructive trusts.

1) Resulting Trusts
Resulting trusts sering kali dinamakan juga implied trusts. 93 Suatu trusts
dikatakan merupakan implied atau resulting trusts jika, misalnya seorang settlor
menyatakan kehendaknya untuk memberikan kepada seorang beneficiary uang
sejumlah tertentu untuk keperluan selama hidup dari orang tersebut. Trusts yang
demikian tidak menjelaskan ke mana perginya sisa uang yang diletakkan dalam
trusts tersebut, ketika beneficiary telah meninggal dunia. Dalam konteks yang
demikian kepada settlor atau masuk ke dalam harta kekayaan settlor pada saat
meninggal dunia. 94

92

Pettit, op cit., hlm. 49.


Halliwell, op cit., hlm. 5.
94
Ibid.
93

Universitas Sumatera Utara

Dalam konteks yang lain, resulting trusts dapat terjadi misalnya dalam hal
dua atau lebih orang membeli sesuatu benda secara bersama-sama, baik atas nama
seseorang dari mereka atau atas nama bersama. Dalam hal ini, equity mengatakan
bahwa suatu resulting trusts telah terjadi untuk kepentingan atas benda yang
dibeli tersebut untuk kepentingan dari seluruh pihak yang telah berkontribusi
untuk membeli benda tersebut. 95

2) Constructive Trusts
Suatu trusts adalah constructive trusts jika trusts tersebut dipaksakan
pelaksanaannya oleh Pengadilan karena perilaku dari pihak tertentu dalam trusts
tersebut yang tidak adil yang berkehendak untuk mempertahankan seluruh atau
sebagian kepentingan atau manfaat atas suatu benda tertentu hanya untuk
kepentingan dirinya sendiri. Dalam trusts jenis ini, kehendak dari settlor tidak lagi
menjadi perhatian (penting), oleh karena constructive trusts ini berjalan demi
hukum dan diatur sepenuhnya menurut ketentuan atau aturan hukum yang
berlaku.
Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan terjadinya constructive
trusts adalah misalnya : 96
a)

Seorang pihak ketiga (di luar instrumen trusts), yang bukan bona fide
purchaser for value without notice, menguasai suatu benda yang diletakkan
atau diserahkan dalam trusts diwajibkan untuk menjadi constructive trustee
bagi beneficiary benda yang berada dalam kekuasaannya tersebut ;
95
96

Ibid.
Pettit, op cit., hlm. 55.

Universitas Sumatera Utara

b)

Trustee memperoleh manfaat pribadi dari suatu trusts, yang selanjutnya


diwajibkan untuk tetap memeliharanya dalam trusts untuk kepentingan dari
beneficiary ;

c)

Dalam suatu perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan jual beli tanah,
pemilik menjadi constructive trustee bagi pembeli hingga seluruh proses
jual beli diselesaikan dan pembeli menjadi pemilik.
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa jika ada

pemisahan kepemilikan, sedangkan tidak ada express trusts, implied trusts atau
resulting trusts, pihak terhadap siapa suatu benda diserahkan penguasaan dan
kepemilikannya menjadi trustee dalam suatu constructive trusts. 97 Constructive
trusts lahir karena kehendak hukum semata-mata. 98 Dikatakan karena kehendak
hukum, oleh karena constructive trusts diwajibkan oleh dan berdasarkan pada
putusan pengadilan tanpa perlu memerhatikan kehendak dari para pihak yang ada
dalam hubungan hukum tersebut. 99

3. Terciptanya (Express) Trusts


Seperti telah dijelaskan di atas, pada dasarnya suatu trusts diciptakan dari
pernyataan trusts yang diucapkan oleh settlor yang dinamakan dengan express
trusts. Pernyataan trusts sendiri, dalam konsepsi tradisi hukum Anglo Saxon dapat
mengambil bentuk sebagai berikut. 100

97

Ibid.
Hudson, op cit., hlm. 342.
99
Ibid.
100
Creation of Trusts: Is there a Valid trusts? Hlm. 3, dikutip dari :
http://www.Search.yahoo.com/search?/p=property+transferred+in+Breach+of+Trust&sm=Ya
hoo%21+Search&toggle=1&ei=UTF-8&fr=FP-tab-web-t-296&b=51, 6 Januari 2006.
98

Universitas Sumatera Utara

a. Declaration of trusts, dengan pengertian bahwa dengan dinyatakannya


deklarasi tersebut, settlor yang semula merupakan pemilik sejati (dominium)
atas suatu benda tertentu, demi hukum berubah statusnya menjadi trustee yang
hanya memiliki kewenangan sebagai pemilik dalam hukum, dan tidak lagi
berhak untuk menikmati benda tersebut, yang selanjutnya berubah pula
statusnya menjadi benda yang berada dalam trusts. Dengan deklarasi tersebut,
seorang atau lebih pihak yang ditunjuk dalam deklarasi tersebut demi hukum
menjadi beneficiary yang berhak atas kenikmatan benda tersebut. Jadi dalam
hal ini tidak terjadi perpindahan hak milik dari settlor kepada trustee oleh
karena settlor sendiri adalah trustee.
b. Deed of trusts, dalam suatu akta yang bertujuan untuk menyerahkan suatu
benda kepada trustee yang merupakan pihak ketiga di luar settlor, dengan
tidak menutup kemungkinan bahwa settlor sendiri menjadi salah satu trustee
(dalam hal diangkat lebih dari seorang trustee). Deed of trusts ini pada
umumnya dibuat selama hidup seseorang. Deed of trusts ini pada umumnya
dibuat selama hidup seseorang. Deed of trusts ini sering kali disebut juga
dengan trusts instrument.
c. Trusts will, yang pembuatannya tunduk pada ketentuan yang mengatur
mengenai tata cara pemberian wasiat. Dalam konteks yang terakhir ini, settlor
tidak mungkin menjadi trustee, dan penyerahan benda ke dalam kepemilikan
trustee-pun hanya terjadi setelah settlor meninggal dunia.
Sehubungan dengan Express trusts tersebut perlu juga untuk diperhatikan
bahwa tidak semua pernyataan trusts (express trusts) yang dibuat (oleh settlor)

Universitas Sumatera Utara

menjadi atau melahirkan suatu trusts yang sah. Untuk membuat suatu pernyataan
trusts sah, perlu dipenuhi 3 syarat berikut di bawah ini : 101
a. certainty of words or intention (kepastian kata-kata dan kehendak);
b. certainty of subject-matter (kepastian mengenai benda dan kepentingannya);
c. certainty of objects (kepastian mengenai pihak penerima manfaat).
Berikut di bawah ini adalah diagram yang menggambarkan kewajiban
pemenuhan tiga syarat agar suatu pernyataan trusts (express trusts) yang
diucapkan oleh settlor menjadi sah. 102
Trusts the Three
Certainties

Words /
Intention

Property

Subject
Matter

Beneficial
Interest

Objects /
Beneficiary

Fixed
Trusts

Discretionary

Power

Diagram 3 : Terciptanya Trusts

a. Kepastian Kata-kata dan Kehendak


Kepastian mengenai kata-kata dan kehendak menunjukkan bahwa settlor
sudah mantap dengan keputusannya untuk menciptakan (create) trusts.

101

Halliwell, op cit., hlm. 14. Lihat juga Mohamed Ramjohn, Sourcebook on Law of Trusts
(London: Cavendish Publishing Limited, 1998), hlm. 60-61.
102
Michael Doherty, Revision Workbook Equity and Trusts (London: Old Bailey Press,
2004), hlm. 11.

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, kata-kata trusts itu sendiri tidak perlu ternyata dengan tegas
dalam rumusan kata-kata yang dibuat oleh settlor, selama rumusan kata-kata
itu sendiri dengan tegas mengisyaratkan bahwa settlor bermaksud untuk
menciptakan trusts. 103
b. Kepastian Mengenai Benda dan Kepentingannya
Kepastian mengenai hal tertentu dalam penciptaan trusts terwujud dalam
sebagai berikut.
1) Benda atau property yang diserahkan atau diletakkan dalam trusts haruslah
sesuatu yang telah ditentukan secara pasti. Dalam Sprange v. Barnard (1989)
dua Bro CC pemberian sejumlah uang tertentu (300 Poundsterling) oleh
pewasiat kepada suaminya untuk dipergunakan selama hidup suaminya dan
selanjutnya menyerahkan sisanya untuk bagian yang sama besar kepada
saudara laki-laki dan saudara perempuan pewasiat tidaklah diperlakukan
sebagai trusts, melainkan sebagai hibah murni. Hal ini diputuskan dengan
mengingat bahwa tidak ada suatu kepastian berapa jumlah sisa yang masih ada
yang dapat diserahkan oleh suaminya (setelah meninggal) kepada saudara
laki-laki dan saudara perempuan pewasiat. 104
2) Beneficial interest harus telah pasti. Dalam Boyce v. Boyce (1849) 16 Sim
476, trusts yang dibuat oleh pewasiat atas sejumlah rumah tertentu kepada
isterinya sebagai trustee selama hidupnya dan selanjutnya menyerahkan salah
satunya kepada anak perempuannya A dengan hak untuk memilih terlebih
dahulu dan anak perempuan lainnya B untuk sisanya; telah dianggap batal
103
104

Sydenham, loc. cit., hlm. 15. Lihat juga Halliwell, op cit., hlm. 17.
Doherty, op cit., hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara

demi hukum dengan meninggalnya A. Adapun alasan yang dikemukakan


adalah karena kepentingan (beneficial interest) dari B menjadi tidak pasti lagi
dengan meninggalnya A. 105 Dalam konteks yang terakhir ini kepastian
kepentingan masing-masing beneficiary (A dan B) sangatlah penting agar
trustee dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik. 106
c. Kepastian Mengenai Penerima Manfaatnya
Kepastian dalam objek atau beneficiary (pihak yang memperoleh kenikmatan
dari benda yang diletakkan dalam trusts) merupakan hal ketiga yang sangat
penting atau esensial dalam menciptakan suatu trusts yang sah menurut
hukum.
1) Trusts dengan Penerima Manfaat yang sudah Pasti
Suatu fixed trusts adalah suatu trusts yang sudah ditentukan dengan pasti
objek atau beneficiary yang akan menikmati benda yang diletakkan dalam
trusts. Suatu pernyataan bahwa pewasiat menyerahkan suatu jumlah uang
tertentu kepada A, dua pertiga dari sisa harta kekayaannya (setelah
dipotong pemberian kepada A) kepada B dan sepertiganya kepada C
adalah suatu bentuk fixed trusts. Dalam konteks tersebut, jelas bahwa A, B
maupun C menerima suatu jumlah uang yang telah tertentu dan dapat
diperhitungkan besarnya. 107
Untuk menguji apakah suatu trusts yang telah dibuat adalah suatu
fixed trusts yang sah, dipergunakanlah uji class ascertainability. Dalam
uji ini, seluruh rangkaian objek yang diserahkan guna kemanfaatan atau
105

Doherty, Ibid., hlm. 12.


Halliwell, op cit., hlm. 20.
107
Halliwell, op cit., hlm. 22-23.
106

Universitas Sumatera Utara

kepentingan dari seluruh beneficiary harus sudah pasti atau dapat


dipastikan besar maupun jumlahnya. Suatu daftar yang lengkap dari
seluruh beneficiary serta kepentingan atau manfaat yang akan diterimanya
sebagai beneficiary harus dapat dijabarkan dengan lengkap dan pasti. 108
2) Trusts dengan Kewenangan Menentukan Penerima Manfaat dari
Kumpulan Tertentu
Dalam trusts powers ini, uji yang dipergunakan bukanlah class
ascertainability, melainkan individual ascertainability. Dalam uji jenis
ini, yang harus ditentukan adalah apakah seorang individu tertentu
merupakan bagian dari kumpulan atau kelompok yang berhak untuk
menikmati atau memperoleh manfaat atau kepentingan dari suatu trusts.
Untuk keperluan uji ini kelompok individu yang berhak atas trusts ini
dapat demikian banyaknya selama sepanjang kelompok individu tersebut
telah ditentukan secara pasti. 109
3) Trusts dengan Kewenangan Menentukan Penerima Manfaat dan Besarnya
Manfaat yang Diterima
Suatu discretionary trusts adalah trusts yang diciptakan dengan
memberikan kewenangan kepada trustee untuk menentukan siapa yang
menerima manfaat dari suatu trusts, dan dalam hal tertentu, trustee juga
menentukan besarnya manfaat yang diterima beneficiary. Kepastian
mengenai objek dalam trusts ini memungkinkan trustee untuk, pada
saatnya, memutuskan siapa-siapa saja dari sejumlah atau sekelompok
108
109

Doherty, op cit., hlm. 13.


Ibid.

Universitas Sumatera Utara

orang tertentu, yang berhak untuk menerima manfaat atau menikmati


trusts yang telah diciptakan tersebut. 110

C. Ciri-ciri dan Karakteristik Unik Trusts dalam Perkembangan


Awal Tradisi Hukum Anglo Saxon
Lusiana Ho mengemukakan sekurangnya ada empat hal yang menjadi
alasan atau menyebabkan mengapa trusts tidak dikenal dalam tradisi hukum
Eropa Kontinental. Keempat hal tersebut adalah : 111
1. adanya pemisahan pemilikan ke dalam pemilikan dalam hukum dan pemilikan
dalam ekuitas (yang merupakan penerima manfaat), dengan ketentuan bahwa
kepemilikan dalam hukum diserahkan kepada trustee;
2. adanya pemisahan kepemilikan dari harta kekayaan yang diletakkan dalam
trusts di tangan trustee dengan harta kekayaan milik trustee sendiri;
3. adanya kewajiban fidusia yang dibebankan kepada trustee;
4. adanya kewenangan bagi beneficiary untuk melakukan equitable tracing dan
menegakkan haknya dalam bentuk proprietary remedies dalam equity
terhadap benda yang diserahkan dalam trusts yang berada di tangan pihak
ketiga, kecuali terhadap pembeli yang beritikad baik (bona fide purchasers for
value without notice).
Keempat hal tersebutlah yang menjadikan trusts sebagai sesuatu yang unik
dalam tradisi Anglo Saxon. Sir Frederick W. Maitland menyatakan bahwa trusts

110
111

Halliwell, op cit., hlm. 23.


Lihat Lusiana Ho, loc cit., hlm. 288.

Universitas Sumatera Utara

adalah 112 the greatest and most distinctive achievement performed by


Englishmen in the field of jurisprudence. Keempat hal tersebut jugalah yang
merupakan ciri-ciri dan karakteristik unik dari trusts dalam perkembangan awal
tradisi hukum Anglo Saxon, khususnya yang berlaku di Inggris.

1. Pemilikan Ganda dan Penyerahan Pemilikan dalam Hukum Kepada Trustee


Salah satu ciri khas trusts adalah adanya pemilikan ganda (dual
ownership). Maksud pemilikan ganda tersebut adalah pemilikan yang berada di
tangan dua orang atau subjek hukum. Pemilikan pertama yang dinamakan dengan
legal ownership atau pemilikan dalam hukum yang ada di tangan trustee.
Sementara itu, pemilikan kedua yang disebut dengan beneficial owner atau equity
owner adalah pihak yang menerima manfaat dari atau menikmati benda yang
diserahkan kepada trustee sebagai pemilik hukum. Ini berarti setiap tindakan atau
perbuatan hukum yang bertujuan atau terkait dengan kepemilikan atas benda
tersebut dalam hukum

(common law) hanya dapat dilakukan oleh trustee.

Beneficiary, di mata hukum (common law) bukanlah pemilik yang berhak atas
benda yang berada dalam trusts tersebut.
Penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam suatu trusts, trustee
memiliki kewenangan yang terbatas, khususnya dalam hal tidak boleh menikmati
benda yang berada dalam trusts, serta ketiadaan wewenang untuk melakukan
tindakan-tindakan yang semata-mata ia kehendaki atas trusts corpus yang dapat
merugikan kepentingan beneficiary. Trustee tidak memiliki dominium plenum atas
112

FW Maitland, Equity: A Course of Lectures, 2nd ed (Cambridge: Cambridge University


Press, 1936), hlm. 23 dikutip dari Lusiana Ho, The Reception of Trust in Asia: Emerging Asian
Principles of Trust? Singapore Journal of Legal Studies [2004], hlm. 288.

Universitas Sumatera Utara

benda yang berada dalam pemilikannya. Tindakan trustee untuk merusak atau
menghancurkan benda dalam trusts adalah suatu tindakan yang merupakan
pelanggaran terhadap hak dalam equity dari seorang beneficiary. Hal ini
menunjukkan bahwa seorang trustee tidaklah memiliki kewenangan sepenuhnya
untuk bertindak bebas atas benda yang berada dalam trusts. Kewenangan trustee
yang terbatas ini mencerminkan adanya perbedaan antara kepemilikan dalam
trusts oleh trustee dan makna pemilikan yang sebenarnya. 113

2. Pemisahan Kepemilikan Trusts Corpus dengan Harta Kekayaan Milik Trustee


Pribadi
Pemisahan kepemilikan trusts corpus atau harta kekayaan yang diserahkan
dalam trusts dengan harta kekayaan trustee sendiri merupakan konsekuensi logis
bahwa trustee hanyalah merupakan pengurus atau pengelola harta kekayaan yang
diserahkan dalam trusts kepadanya. Sebagai pengurus dan pengelola harta
kekayaan yang berada dalam trusts, trusts corpus tersebut bukanlah milik yang
sesungguhnya dari trustee meskipun benda tersebut berada dalam atau diserahkan
kepemilikannya dalam hukum kepada trustee. Hukum hanya melihat trustee
sebagai satu-satunya pemilik dalam hukum sehingga setiap gugatan yang terkait
dengan kewajiban trusts corpus-pun ditujukan semata-mata kepada trustee,
dengan kewajiban trustee untuk memenuhinya dari trusts corpus. Equity
memberikan hak kepada trustee untuk memperoleh penggantian dari trusts corpus
atas segala sesuatu yang telah dikeluarkan dari harta kekayaan trustee pribadi.
113

Maurizio Lupoi, The Civil Law Trusts, Vanderbilt Journal of Transnational Law [Vol.
32 : 1999], hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

3. Hubungan dan Kewajiban Fidusia dari Trustee Kepada Beneficiary


Dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan beneficiary, trustee
diberikan kewenangan dan sekaligus juga kewajiban. Kewenangan yang dimaksud
adalah serangkaian kemampuan dan kecakapan yang dilahirkan dari instrumen
yang menciptakan trusts tersebut, maupun yang diberikan oleh undang-undang
kepada trustee sebagai pemilik benda yang diletakkan dalam trusts, untuk
melakukan tindakan atau perbuatan hukum yang terkait dengan benda yang
berada dalam trusts tersebut. Tindakan atau perbuatan hukum tersebut antara lain
meliputi kegiatan untuk melakukan investasi atas dana tunai yang dipercayakan
kepadanya. Trustee wajib melaksanakan kepercayaan yang diberikan untuk
menentukan sendiri beneficiary yang berhak atas dana yang diserahkan dalam
(discretionary) trusts dan lain sebagainya. 114
Hubungan trustee-beneficiary adalah suatu bentuk hubungan kepercayan
yang dinamakan fiduciary relation. Pengertian fiduciary itu sendiri tidaklah
dapat dengan mudah untuk dijabarkan atau didefinisikan. Secara sederhana
hubungan kepercayaan (fiduciary) dapat dilihat dari hubungan antara direksi
perusahaan dengan perusahaan itu sendiri, 115 agen dengan perusahaan
prinsipalnya, 116 rekanan bisnis dalam hubungan dengan rekanan lainnya.117
Hubungan fiduciary melukiskan hubungan hukum di mana salah satu pihak dalam
hubungan tersebut memiliki kewajiban yang dinamakan duty of loyalty kepada

114

Lihat Hudson, op cit., hlm. 34.


Lihat Regal (Hasting) Ltd v. Gulliver [1942] 1 All ER 378.
116
Lihat Boardman v Philips [1967] 1 AC 46.
117
Lihat Clegg v. Edmondson (1857) 8 De GIGI DAN MULUT & G 787.
115

Universitas Sumatera Utara

pihak lainnya dalam hubungan hukum tersebut. Dalam kaitannya dengan trusts,
seorang trustee memiliki kewajiban kepada beneficiary berdasarkan pada
hubungan hukum trusts yang terkait dengan benda yang diletakkan dalam trusts,
dan perilaku atau tindakan hukum yang terkait dengan cara pengelolaan benda
yang berada dalam trusts tersebut. 118 Kewajiban yang terkait dengan pengelolaan
benda yang berada dalam trusts ini digunakan atau dipakai sebagai pedoman
untuk menghindari benturan kepentingan antara kepentingan trustee dengan
kepentingan beneficiary sehubungan dengan eksistensi dan pemanfaatan dari
benda yang berada dalam kepemilikan trustee tersebut. Hubungan fiduciary antara
trustee dan beneficiary ini lahir bersamaan dengan diciptakannya trusts oleh
settlor. 119
Dari penjelasan yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa fiduciary
relation memiliki karakteristik yang sangat luas.
Hudson mengatakan bahwa kewajiban fiduciary merupakan kewajiban
yang berada di luar atau tambahan kewajiban yang telah disebutkan dalam bentukbentuk perjanjian yang melahirkan suatu hubungan fiduciary seperti tersebut di
atas, maupun dalam instrumen pernyataan trusts oleh settlor. Kewajiban fiduciary
direksi dengan perseroan tidak hanya sebatas yang disebutkan dalam Anggaran
Dasar atau peraturan perusahaan. Kewajiban fiduciary agen kepada prinsipalnya
tidak hanya sebatas yang disebutkan dalam perjanjian keagenan. Demikian juga
halnya dengan trusts. Dalam suatu trusts berbentuk dana pensiun atau reksa dana,
kewajiban trustee tidak
118
119

hanya terikat

pada hubungan hukum sebatas

Lihat Hudson, op cit., hlm. 34.


Ibid., hlm. 34

Universitas Sumatera Utara

pengangkatannya sebagai trustee tetapi lebih jauh lagi trustee diwajibkan untuk
melaksanakan kewajibannya yang dibebankan kepadanya secara profesional,
seiring atau sejalan dengan keahliannya dalam bidang di mana ia telah diangkat
dan ditunjuk untuk mewakili kepentingan dari seluruh beneficiary. 120
Sebagaimana halnya fiduciary duty yang berlaku bagi Direksi terhadap
perseroan terbatas, fiduciary duty trustee terhadap harta kekayaan yang berada
dalam trusts (trusts corpus) juga dibedakan ke dalam duty of loyalty and good
faith dan duty of care;121 karena secara alamiah trusts berbeda dengan suatu
perseroan terbatas, fiduciary duty trustee terhadap trusts corpus juga berbeda
dengan fiduciary duty direksi dalam suatu perseroan terbatas. 122

a. Duty of Loyalty dalam Trusts


Duty of loyalty adalah salah satu doktrin yang berkembang dalam equity.
Dengan duty of loyalty, trustee diharapkan untuk tidak melakukan tindakan atau
perbuatan hukum yang dapat menguntungkan diri trustee itu sendiri, baik dengan
merugikan atau tidak merugikan harta kekayaan yang berada dalam trusts. 123 Hal
yang sama dikatakan oleh Moffat bahwa A person in a fiduciary position is
under a duty of loyalty to some other person or body; this is translated into the
legal principle that a fiduciary should not allow his personal interest to conflict
120

Hudson, op cit., hlm. 400.


Lihat Melanie B. Leslie, Trust ing Trustees: Fiduciary Duties and the Limits of Default
Rules, Benjamin N Cardozo Scholl of Law, Jacob Burns Institute for Advanced Legal Studies,
Working Paper No. 111, 2005, hlm. 2, http://ssrn.com/abstract=711849.
122
Hukum perseroan terbatas berkembang dalam common law yang merupakan bagian dari
perjanjian yang dipertahankan dalam court of common law, berbeda dari trusts yang berkembang
dari equity dan hanya dapat dipertahankan dalam court of equity. Perbedaan secara alamiah ini
membawa pada akibat dapat dikecualikan tidaknya fiduciary duty ini dalam tindakan pengurusan
oleh direksi maupun trustee.
123
Leslie, op cit., hlm. 5.
121

Universitas Sumatera Utara

with that duty. 124 Dengan demikian, dalam duty of loyalty and good faith
terkandung prinsip duty not to profit from the position as trustee.

1) Trustee Tidak Boleh Memperoleh Keuntungan Secara Tidak Wajar Dalam


Kapasitasnya Sebagai Trustee
Kewajiban trustee untuk tidak mencari atau memperoleh keuntungan
dalam kedudukan sebagai trustee dari suatu benda atau sejumlah dana tertentu
merupakan salah satu kewajiban fiduciary dari trustee. Dalam Bray v Ford, Lord
Herschell mengatakan bahwa 125 It is an inflexible rule of a court of equity that a
person in a fiduciary positionis not, unless otherwise expressly provided,
entitled to make profit; he is not allowed to put himself in a position where his
interest and duty conflict.

2) Pelaksanaan Kewajiban Tanpa Kompensasi Berlebihan


Sejak tahun 1734, telah berlaku suatu adagium bahwa seorang trustee
tidak diperkenankan untuk mengambil keuntungan secara tidak wajar atas setiap
tindakan yang dilakukannya untuk kepentingan beneficiary yang bendanya berada
dalam pemilikan atau pengurusan trustee tersebut. Dalam konteks ini dikatakan
bahwa seorang pengacara yang menjadi trustee tidak diperkenankan untuk
membuat perjanjian dengan firma hukum di mana ia merupakan rekan, atas
kepentingan yang terkait dengan benda yang diurus olehnya tersebut. Hal ini
tidaklah berarti trustee tersebut tidak diperkenankan untuk mengangkat atau
124

Dikutip dari Aquity dan Trusts; Trustee Duties and Powers, Breach of Trust, Tracing.
February 2002.
125
Pettit, op cit., hlm. 374.

Universitas Sumatera Utara

mempekerjakan pengacara lain turut serta melakukan pengurusan atas benda yang
berada dalam pemilikan trustee tersebut. 126
Dalam hubungannya dengan hak untuk menerima remunerasi, tidak ada
larangan trustee untuk memperoleh penghasilan dari jasa yang diberikan olehnya
sehubungan dengan benda yang diserahkan dalam trusts kepadanya tersebut.
Hanya saja agar penghasilan tersebut merupakan penghasilan yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan, besarnya penghasilan yang harus dan dapat diterima oleh
seorang trustee selama ia mengemban tugasnya sebagai trustee tersebut harus
ternyata secara tegas dalam instrumen yang menciptakan trusts tersebut atau
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai suatu hubungan
hukum trusts. Sebagaimana dinyatakan oleh Lord Norman, 127 the rule is not that
reward for services is repugnant to the fiduciary duty, but that he who has the
duty shall not take any secret remuneration or any financial benefit not authorized
by the law, or by his contact, or by the trusts deed under which he acts, as the
case may be. Dengan nerasi hanya jika remunerasi tersebut dinyatakan dengan
tegas dalam :
(1) instrumen yang melahirkan trusts. 128
(2) perjanjian dengan cestui que trusts. 129
(3) perintah pengadilan. 130
(4) aturan dalam Cradock v Piper, yang di dalamnya dinyatakan bahwa suatu
kantor pengacara di mana salah satu pengacaranya merupakan trustee berhak
126

Ibid, hlm. 374-375.


Dikuti dari Ibid., hlm. 375.
128
Ibid.
129
Ibid., hlm. 376.
130
Ibid.
127

Universitas Sumatera Utara

atas biaya dan keuntungan sewajarnya atas pemberian jasa kepada pengacara
yang menjadi trustee dan co-trustee yang bukan rekan dalam kantor
pengacara tersebut. Dalam konteks ini, pengadilan mempertimbangkan bahwa
biaya jasa hukum tersebut tidaklah lebih besar dari biaya jasa hukum yang
sedianya diberikan oleh kantor pengacara tersebut kepada co-trustee yang
bukan rekan dalam kantor pengacara tersebut. 131
(5) aturan hukum yang berlaku, seperti misalnya yang diberikan berdasarkan
Trustee Act 1925, yang menyatakan bahwa :
where the court appoints a corporation, other than public trustee, to be a
trustee either solely or jointly with another person, the court may authorize
the corporation to charge such remuneration for its services as trustee as the
court may think fit.
(6) kebiasaan yang berlaku. Dalam konteks ini, pengadilan tidak dengan begitu
saja menerima alasan adanya kebiasaan yang berlaku, yang memungkinkan
seorang pemegang kewajiban fiduciary untuk memperoleh manfaat atau
keuntungan dari kewajibannya sebagai pemegang kewajiban fiduciary
tersebut hal-hal berikut.132
Selain hal tersebut diatas, seorang trustee juga dilarang untuk memperoleh
keuntungan secara tidak benar atau tidak wajar, yang lahir sebagai akibat dari
pemilikan atau pengurusannya terhadap trusts corpus. Dalam konteks tersebut
perlu diperhatikan hal-hal berikut. 133

131

Lihat Ibid, hlm. 377.


Ibid, hlm. 378.
133
Doherti, op cit., hlm. 183-184.
132

Universitas Sumatera Utara

1.

Jika seorang trustee menjadi anggota direksi suatu perusahaan di mana


sebagian besar saham dalam perusahaan tersebut berada dalam pemilikan
trusts oleh trustee, trustee tersebut bertanggung jawab sebagai constructive
trustee atas setiap gaji yang diterimanya dari perusahaan tersebut. Aturan
tersebut tidak berlaku dalam hal trustee telah menjadi anggota direksi
sebelum ia ditunjuk sebagai trustee (Re. Macadam [1946] Ch 73 atau ia
menjadi anggota Direksi karen ia mempergunakan hak bersuaranya melalui
saham yang berada dalam pemilikannya sebagai trustee (Re. Dover Coalfield
Extension Ltd. [1908] Ch 65. Ini merupakan konsekuensi logis bahwa
seorang trustee dalam kondisi yang demikian pasti telah menerima sejumlah
uang jasa dalam pelaksanaan tugasnya sebagai trustee.

2.

Trustee bertanggung jawab sebagai constructive trustee atas penghasilan


yang diterima olehnya dari usaha yang secara langsung bersaingan dengan
kegiatan usaha atas sejumlah dana yang berada dalam pemilikannya sebagai
trustee.

3.

Trustee tidak diperkenankan untuk mempergunakan informasi rahasia dan


kesempatan yang diperolehnya dalam kaitannya dengan kedudukannya
sebagai trustee.

4.

Trustee bertanggung jawab sebagai constructive trustee atas setiap komisi


yang diterima oleh kantornya sehubungan dengan atau dalam hal yang terkait
dengan harta atau kepentingan yang berada di bawah kepemilikan trusts
olehnya. Trustee juga bertanggung jawab sebagai constructive trustee atas
setiap keuntungan yang diterima olehnya dari harta yang berada dalam trusts

Universitas Sumatera Utara

atas setiap transaksi yang terkait dengan harta dalam trusts tersebut, yang
terjadi karena tidak adanya keterbukaan informasi oleh trustee.

3) Larangan Bagi Trustee Untuk Membeli Trusts Corpus dan Hak Dalam Equity
Trusts Corpus
Kewajiban fiduciary kedua bagi seorang trustee terrefleksi dalam larangan bagi
trustee untuk membeli atau secara umum menjadi pemilik dalam hukum dan
pemilik equitable dari benda yang semula diserahkan kepada trustee dalam trusts
tersebut. Larangan ini pada pokoknya dapat disimpulkan dari ketentuan yang
melarang terjadinya transaksi sendiri atau yang dikenal dengan nama self-dealing
rule. Beneficiary berhak untuk melarang dan membatalkan pembelian atau
tindakan apapun yang juga menyebabkan beralihnya hak milik secara absolut ke
tangan trustee, meskipun pembelian dan atau perbuatan hukum tersebut adalah
perbuatan hukum yang dalam transaksi sewajarnya, yaitu pembelian atau
perbuatan hukum yang dinilai wajar, jujur dan dapat dipertanggungjawabkan atau
bahkan bermanfaat bagi harta yang berada di dalam trusts itu sendiri. Bahkan
secara umum dikatakan bahwa 134 the purchase is not permitted in any case,
however honest the circumstances.

b. Duty of Care
Jika duty of loyalty and good faith terkait dengan kewajiban dari trustee
untuk tidak mencari keuntungan pribadi dalam kedudukannya sebagai trustee atas

134

Pettit, op cit., hlm. 379.

Universitas Sumatera Utara

suatu trusts corpus yang berada di bawah kepemilikannya, baik dengan atau tidak
merugikan kepentingan dari beneficiary, maka dalam duty of care terkait tugas
dari seorang trustee untuk menjaga agar harta kekayaan yang berada dalam trusts
tersebut tidak berkurang dan jika memungkinkan terus bertambah.

Larangan untuk Mendelegasikan Kewajibannya


Kewajiban fiduciary kedua adalah kewajiban dari seorang trustee untuk
menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya tanpa hak atau kewenangan
untuk mengalihkan atau mendelegasikan segala sesuatu yang telah dibebankan
kepadanya kepada orang lain atau pihak lain. Dalam konteks ini tidaklah berarti
seorang trustee sama sekali dilarang atau tidak diperkenankan untuk menyerahkan
atau mendelegasikan sebagian tugas dan kewajibannya kepada pihak lain. Seorang
trustee diperkenankan untuk menyerahkan atau mendelegasikan sebagian tugas
atau kewajiban yang dibebankan kepadanya tersebut selama dan sepanjang hal
tersebut dimungkinkan dalam instrumen yang melahirkan trusts tersebut atau
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan atau karena adanya
perintah pengadilan. 135

4. Pelacakan dalam Equity dan Hak Kebendaan Tersembunyi (Remedies)


Equity memberikan hak kepada beneficiary untuk melakukan tracing
(pelacakan) terhadap benda yang diletakkan dalam trusts ketika beneficiary tidak

135

Lihat Pettit, op cit., hlm. 382.

Universitas Sumatera Utara

lagi dapat menikmati benda tersebut, karena trustee tidak lagi memenuhi
kewajibannya. Equitable tracing atau pelacakan dalam equity ini adalah hak yang
diberikan oleh equity yang pelaksanaannya dibatasi oleh prinsip ketiga equity,
yaitu where there is equal equity, the law shall prevail. Prinsip ketiga equity
tersebut menjelaskan bahwa dalam hal dua orang yang secara bersama-sama
memiliki hak dalam equity (equitable right) yang sama menuntut kepemilikan atas
suatu benda, dan salah satu dari orang tersebut memiliki titel hak dalam hukum
(legal rights), dalam equity-pun orang ini, yang memiliki titel hak dalam hukum
akan menjadi pemilik dari benda tersebut, meskipun hak dalam equity dari orang
yang lainnya sudah diperolehnya lebih dahulu sebelum orang yang memiliki titel
hak dalam hukum ini memperoleh hak dalam equity-nya. 136
Tracing dalam equity dengan tracing dalam common law sebagaimana
dinyatakan oleh Lord Millet dalam Foskett v. McKeown. 137 Namun demikian,
remedy dalam equity cenderung berbeda dengan remedy dalam common law. 138
Dikatakan bahwa : 139
The tracing claim in equity gives rise to a proprietary remedy which
depends on the continued existence of the trust property in the hands of the
defendant. Unless he is a bona fide purchaser in value without notice, he
must restore the trust property to its rightful owner if he still has it.
Dalam common law, remedy pada umumnya terwujud dalam bentuk ganti
rugi, dan pemilik menerima penggantian dalam bentuk uang, walaupun dalam halhal tertentu bisa berbeda. 140

136

Robert A Pearce dan John Stevens, op cit., hlm. 18.


Edwards dan Stockwell, op cit., hlm. 431.
138
Ibid.
139
Ibid.
140
Ibid. hlm. 429.
137

Universitas Sumatera Utara

Sehubungan dengan tracing dalam equity, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan agar tracing yang dilakukan tersebut dapat efektif. Ketiga hal
tersebut adalah : 141
a. Trusts-property must be identifiable. Pada konteks ini, equity mensyaratkan
bahwa benda yang berada dalam trusts yang telah beralih kepada pihak lain
haruslah masih dapat diidentifikasikan atau dibedakan dari benda-benda
lainnya yang ada.
b. Adanya hubungan fidusia. Dalam equity, seseorang yang kehilangan suatu
benda secara tidak sah yang berada dalam trusts tidaklah selalu melahirkan
kewenangan

dalam

equity

untuk

memperoleh

penggantian.

Untuk

memperoleh penggantian dalam equity, suatu hubungan fidusia harus ada


antara pihak-pihak yang saling bersengketa.
c. Tracing tidak boleh menyebabkan inequitable consequences. Tracing tidak
akan diperkenankan jika pelaksanaan tracing tersebut melahirkan akibat yang
tidak menyenangkan atau merugikan kepentingan pihak ketiga. Jika uang
yang semula berada dalam trusts dipergunakan untuk memperbaiki suatu
benda tertentu, meskipun uang tersebut masih dapat diidentifikasikan. Namun,
jika pada kenyataannya, tracing akan menyebabkan terjadinya penjualan
benda yang dimodifikasi dengan mempergunakan uang yang semula berada
dalam trusts, equity tidak akan mengizinkan dilakukan tracing dan selanjutnya
tidak memperbolehkan penggantian dari equity. 142

141

Parker dan Mellows, op cit., hlm. 473-474.


142
Parker dan Mellows, op cit., hlm. 474.

Universitas Sumatera Utara

D. Transplantasi Trusts di Amerika Serikat


1. Perkembangan Trusts di Amerika Serikat
Secara historis, Amerika Serikat berbeda dengan negara-negara yang
menganut tradisi hukum Anglo Saxon lainnya, yang tergabung dalam negaranegara persemakmura (British Commonwealth). Sebagai suatu negara serikat,
Amerika Serikat tidaklah pernah dijajah oleh Inggris, meskipun sejarah
menunjukkan bahwa sebagian besar negara-negara bagiannya merupakan bekas
jajahan Inggris. Sejarah juga menunjukkan bahwa beberapa negara bagian di
Amerika Serikat pernah juga dijajah oleh negara-negara dengan tradisi hukum
Eropa Kontinental, yaitu Spanyol di Florida, Prancis di New Orleans, dan Swedia
di Delaware. 143 Dengan demikian, sesungguhnya tiap-tiap negara bagian di
Amerika Serikat memiliki sistem hukumnya sendiri, yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Dari muatan-muatan hukum yang ada, disamping hukum
Inggris, hukum Perancis yang diberlakukan selama masa kolonialisasi negaranegara bagian tersebut masih meninggalkan bekasnya di Lousiana, dan hukum
Spanyol di California dan beberapa negara bagian di sebelah barat Amerika
Serikat.144
Konsepsi hukum yang berasal dari tradisi hukum Anglo Saxon, yang
masuk dan ditansplantasikan selama masa pendudukan negara Inggris di negaranegara bagian tertentu di Amerika Serikat tidaklah begitu saja diambil alih pada
saat negara-negara bagian tersebut memilih untuk menjadi negara serikat. Hal ini

143

Lawrence M. Friedman, History of American Law 2nd ed, (New York: Simon & Schuster,
1985), hlm. 19.
144
Ibid., hlm. 20.

Universitas Sumatera Utara

juga ditunjukkan dalam pemilihan penggunaan hukum Inggris di negara-negara


bagian di Amerika Serikat. Hukum yang dipergunakan, meskipun bersumber dari
hukum Inggris tidaklah sepenuhnya sama dengan hukum yang berkembang di
Inggris itu sendiri. Pengaruh budaya hukum yang berkembang di tiap-tiap negara
bagian juga menyebabkan terjadinya atau lahirnya berbagai perbedaan antara
tradisi hukum Anglo Saxon yang berkembang di negara-negara bagian Amerika
Serikat dengan tradisi hukum Anglo Saxon di Inggris. 145 Hal ini juga
menyebabkan terjadinya perbedaan atau penyimpangan dalam penegakan hukum
dan keadilan di Amerika Serikat dan di Inggris. Sistem (peradilan) equity yang
dikenal di Inggris tidaklah sepenuhnya dikenal oleh seluruh negara-negara bagian
di Amerika Serikat yang menganut tradisi hukum Anglo Saxon. Massachussets,
misalnya, merupakan salah satu negara bagian dengan tradisi hukum Anglo Saxon
yang tidak mengenal sistem peradilan equity. 146 Demikian juga Pennsylvania
tidak memiliki sistem peradilan equity. Sementara itu, di negara-negara bagian
lainnya seperti Carolina, Maryland dan New York dapat ditemukan peradilan
yang secara khusus menangani perkara-perkara equity. 147 Judicature Act yang
menyatukan sistem administrasi peradilan di Inggris menjadi di bawah satu atap
ternyata memperoleh penyelesaian yang berbeda-beda di tiap-tiap bagian lainnya
yang secara keseluruhan berjumlah tiga puluh tiga negara bagian mengikuti sistem
serupa, empat negara bagian tetap mempertahankan sistem administrasi peradilan
yang berbeda antara equity dan hukum, sedangkan tiga belas negara bagian
145

Ibid., hlm. 20. Baca juga hlm. 35.


Ibid., hlm. 27.
147
Ibid., hlm. 54. Lihat juga Brendan F Brown, Equity in Law of the United States of
Amerika dalam Ralph A Newman, ed, Equity in the Worlds Legal System: A Comparative
Study, (Brussel: Etablissements Emile Bruylant, 1973), hlm. 212.
146

Universitas Sumatera Utara

lainnya menyatukan kedua sistem peradilan di bawah satu atap, tetapi dengan
sistem administrasi dan kewenangan yang berbeda. 148
Berbeda dengan negara-negara bagian di Amerika Serikat yang
mempunyai sistem hukum yang berbeda-beda dan perlakuan yang berbeda
terhadap equity, pada tingkat federal, hanya dikenal satu jenis peradilan yang
menyelesaikan segala macam persoalan yang terkait, baik dengan common law
maupun equity. 149
Seiring dengan pertumbuhan equity yang berbeda dari sumber asalnya,
perkembangan trusts di Amerika Serikatpun berbeda dengan yang terjadi di
Inggris Raya. Trusts bukan lagi suatu pranata yang lahir dari equity, yang sematamata ada dan tercipta untuk memberikan perlindungan bagi hak-hak yang tidak
dapat diperoleh atau dipertahankan dalam common law. Pengertian trusts-pun
mengalami perubahan. Dikatakan bahwa trusts adalah a right of property, real
or personal, held by one party, the person appointed or required by law to
administer a trust, for the benefit of another.150 Trusts instrument sendiri
diartikan sebagai :

the document which sets out in writing the authority, duties and rights of
the parties involved. The instrument may be known as an Agreement,
Indenture, Declaration, or Deed. In the case of a testamentary
trusts, the trust instrument is the decedents will. 151
Dari definisi yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa trusts dapat
dibentuk berdasarkan perjanjian. Di luar pembentukan trusts karena kehendak
148

Brown, Ibid dalam Newman, hlm. 212-213.


Ibid., hlm. 213.
150
Anonym 2, Questions and Answer about Personal Trusts, tidak dipublikasikan, hlm. 1.
151
Ibid.
149

Universitas Sumatera Utara

settlor, di Amerika Serikat trusts dapat dibentuk berdasarkan pada perjanjian yang
tunduk pada ketentuan common law. Selanjutnya, guna melindungi kepentingan
pihak-pihak tertentu yang dalam pandangan hukum (common law) berada pada
posisi yang relatif lebih lemah, maka dibuatlah undang-undang yang mengatur
mengenai bentuk-bentuk constructive trusts, yang selanjutnya dikenal dengan
nama statutory trusts. Bentuk-bentuk constructive trusts dalam bentuk undangundang tersebut (statutory trusts) dapat ditemukan misalnya dalam ketentuanketentuan yang mengatur mengenai perlindungan bagi pemilik proyek konstruksi,
general contractors, subcontractors dan pemasok dalam industri konstruksi yang
dapat ditemukan di Maryland, New York, New Jersey, Illinois, Minnessota,
Wisconsin dan Michigan. 152 Pengaturan yang demikian (statutory trusts) juga
dapt ditemukan di Canada. 153
Peran trusts dalam kegiatan ekonomi di Amerika Serikat telah berkembang
sedemikian rupa sehingga trusts sudah berperan sebagai : 154

a. kegiatan operasional dari suatu bisnis keluarga;


b. kegiatan operasional dari skema investasi kolektif (investment collective
scheme);
c. pemilikan / penguasaan harta kekayaan (asset holding) dari sekelompok
individu tertentu, keluarga maupun kelompok-kelompok lainnya
152

James D. Fullarton, Trust Fund Laws and Agreements, hlm. 2.


http://fulltertonlaw.com/Trustfundchap.htm
153
Charles G.T. Wiche dan Duncan W. Glaholt, Construction Trusts in Ontario, hlm. 4,
disajikan di hadapan Lumbermans Credit Bureau tanggal 23 April 2003, http://www.glaholt.com
154
Baca lebih lanjut Statistic Department IMF, The Legal Structure, Economic Function, and
Statistical Treatment of Trusts, disampaikan dalam the 14th meeting of the IMF Committee on
Balance Payment Statistic, 24-26 Oktober 2001, Tokyo, Jepang, hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara

Secara praktis, trusts, khususnya pure trusts, dalam berbagai kegiatan


ekonomi tersebut diatas mengambil bentuk yang serupa dengan suatu perusahaan,
hanya saja bentuk perusahaan yang demikian tidaklah tunduk pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti misalnya suatu perseroan
terbatas atau persekutuan perdata, melainkan tunduk pada aturan kebebasan
berkontrak dalam hukum perjanjian. 155

2. Perkembangan dan Perubahan Ciri-ciri dan Karakteristik Trusts di Amerika


Serikat
Seperti dijelaskan sebelumnya transplantasi hukum senantiasa membawa
perubahan dalam isi hukum yang ditransplantasikan tersebut. Demikian juga
kiranya transplantasi trusts dari Inggris ke Amerika Serikat juga membawa
perubahan dalam paradigma dan konsepsi trusts. Perubahan-perubahan tersebut
pada pokoknya terjadi karena perbedaan dalam struktur hukum yang ada dan
budaya hukum yang berkembang di Amerika Serikat, yang tidak mengakui
keberadaan Ratu Inggris sebagai Kepala Negara. Hal-hal tersebut pada akhirnya
memberikan nuansa baru bagi trusts yang tercermin dari perbedaan dalam
pemberian definisi atau pengertian terhadap trusts yang berkembang di Amerika
Serikat. Underhill, misalnya mendefinisikan trusts sebagai berikut : 156
An equitable obligation binding a person (who is called trustee) to
deal with property over which he has control (which is called trust
property) for the benefit of persons (who are called beneficiaries or
cestui que trusts) of whom he may himself be one and anyone of
whom any enforce the obligation.........
155

156

Lihat Sweet, op cit., hlm. 2.


Parker & Mellow, op cit., hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, Lewin memberikan pengertian trusts sebagai berikut. 157


The word trust refers to the duty or aggregate accumulation of
obligations that rest upon a person described as a trustee. The
responsibilities are in relation to the property held by him, or under
his control. That property he will be compelled by a court in its
equitable jurisdiction to administer in the manner lawfully
prescribed by the trust instrument, or where there be no specific
provision written or oral, or to the extent that such provision is
invalid or lacking, in accordance with equitable principles. As a
concequence the administration will be such a manner that the
consequential benefits and advantages accrue, not to the trustee,
but to the person called cestui que trust or beneficiaries, if there be
any; if not, for some purpose which the law will recognize and
enforce. A trustee may be a beneficiary, in which case advantages
will accrue in his favour to the extent of his beneficial interest.
Dari beberapa rumusan dan penjelasan yang telah diberikan sebelumnya,
dapatlah diketahui bahwa trusts (dalam tradisi hukum Anglo Saxon) yang
ditransplantasikan di Amerika Serikat dalam perkembangannya dewasa ini tidak
lagi sama atau serupa dengan trusts yang ada di negara asalnya, Inggris. Dalam
proses transplantasi tersebut, trusts yang berkembang di Amerika Serikat
memperlihatkan ciri-ciri dan karakteristik sebagai berikut.
a. Trusts melibatkan eksistensi tiga pihak, yaitu settlor, trustee dan beneficiary.
Eksistensi dari tiga pihak ini dapat terjadi karena kehendak sendiri, baik
karena kematian (trusts will), maupun selama hidupnya settlor (intervivos
trusts), atau karena adanya perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga (pure
trusts).
b. Dalam suatu trusts selalu terjadi penyerahan benda, termasuk hak, baik itu
hak kebendaan, maupun hak perseorangan yang diakui sebagai benda. Hak

157

Ibid., hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara

kebendaan yang diserahkan ini dapat merupakan hak kebendaan yang paling
luas (yaitu hak milik) maupun hak kebendaan yang merupakan turunan (jura
in re-aliena) dari hak milik, sebagai suatu benda yang independen. Demikian
juga hak perseorangan yang dapat diserahkan adalah juga hak yang diakui
sebagai benda dalam hukum. Penyerahan benda, hak kebendaan atau hak
perseorangan yang merupakan benda ini dilakukan oleh settlor kepada trustee.
c. Penyerahan benda, hak kebendaan, atau hak perseorangan yang merupakan
benda ini oleh settlor kepada trustee tersebut senantiasa dikaitkan dengan
kewajiban pada trustee untuk mengurus benda tersebut, dan untuk
menyerahkan kenikmatan atau kemanfaatan atau hasil yang diperoleh dari
pengelolaan benda atau hak kebendaan yang diserahkan oleh settlor tersebut
kepada beneficiary. Kewajiban tersebut tercermin dalam bentuk kewajiban
yang disebutkan dengan tegas dalam pernyataan atau perjanjian yang
menciptakan trusts itu sendiri atau dalam ketentuan peraturan perundangundangan, termasuk putusan hakim yang mengandung fiduciary duty di
dalamnya.
d. Benda atau hak kebendaan atau hak perseorangan yang diserahkan oleh settlor
kepada trustee meskipun tercatat atas nama trustee, namun merupakan harta
kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan milik trustee yang lainnya.
e. Pada umumnya settlor, trustee dan beneficiary merupakan tiga pihak yang
berbeda. Walau tidak selalu atau sering terjadi, settlor dimungkinkan untuk
dapat menjadi beneficiary; demikian juga trustee, dalam hal tertentu dapat
juga menjadi beneficiary. Dalam hal settlor merupakan beneficiary; demikian

Universitas Sumatera Utara

juga trustee, dalam hal tertentu dapat juga menjadi beneficiary. Dalam hal
settlor merupakan trustee yang terjadi adalah suatu grantor trusts, yang pada
umumnya bersifat revocable. 158
Ciri-ciri dan karakteristik trusts tersebut diatas, agak berbeda dengan lima
ciri-ciri dan karakteristik trusts yang dikemukakan oleh Maurizio Lupoi, di mana
menurut Lupoi dengan dilaksanakannya penyerahan suatu benda oleh settlor,
settlor telah kehilangan kewenangan dan haknya atas benda yang diserahkan
tersebut. Kelima ciri-ciri atau karakteristik menurut Lupoi tersebut adalah : 159
a. adanya penyerahan suatu benda kepada trustee, atau suatu pernyataan trusts;
b. adanya pemisahan kepemilikan benda tersebut dengan harta kekayaan milik
trustee yang lain;
c. pihak yang menyerahkan benda tersebut (settlor), kehilangan kewenangannya
atas benda tersebut;
d. adanya pihak yang memperoleh kenikmatan (beneficiary) atau suatu tujuan
penggunaan benda tersebut, yang dikaitkan dengan kewajiban trustee untuk
melaksanakannya;
e. adanya unsur kepercayaan (fiduciary component) dalam penyelenggaraan
kewajiban trustee tersebut, khususnya yang berkaitan dengan benturan
kepentingan.

158

Grantors Trust, diambil dari :


http://search.yahoo.com/search?p=property+transferred+in+Breach+of+Trust&sm=yahoo%2
1+Search&toogle=1&ei=UTF-8&fr=FP-TAB-WEB-T-296%=51, hlm. 15.
159
Lupoi, op cit., hlm. 4. Bandingkan juga dengan Sri Sunarni Sunarto, Penerapan Konsepsi
Trust Dalam Rangka Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Disertasi Doktoral yang
dipertahankan di Program Pascasarjan Universitas Padjajaran Bandung, 2003, hlm. 86-97 dan 115148, yang tidak memasukkan pentingnya eksistensi Settlor dalam penelitiannya.

Universitas Sumatera Utara

Uraian dan penjelasan di atas memperlihatkan dan menunjukkan bahwa


trusts yang semula hanya dibuat untuk kepentingan :
1. orang perorangan tertentu dalam suatu private trusts;
2. tujuan tertentu dalam suatu trusts of imperfect obligation, termasuk charitable
trusts yang merupakan public trusts, kemudian ternyata juga dapat
dipergunakan untuk kepentingan;
3. komersial, yang dinamakan dengan commercial trusts. 160
Di samping itu, trusts yang semula secara sederhana dapat diklasifikasikan
ke dalam :

161

a. express trusts;
b. implied trusts;
c. resulting trusts;
d. constructive trusts.
Oleh Edwards & Stockwell dalam Trusts and Equity selanjutnya diubah
klasifikasinya menjadi : 162

a. express trusts;
b. resulting trusts;
c. constructive trusts;
d. statutory trusts.
Demikianlah dari seluruh uraia dan penjelasan yang diberikan di atas
dapatlah dilihat bagaimana konsepsi trusts yang semula berada dalam sistem
160

Lihat James, McIntyre, Trusts, Fall 1995, hlm. 2.


Pettit, Ibid.
162
Edwards & Stockwell, op cit., hlm. 13-15.
161

Universitas Sumatera Utara

equity, yang tidak mengenal dan mengakui perjanjian sebagai dasar lahirnya suatu
trusts, telah berubah sedemikian rupa sehingga perjanjian menjadi salah satu
instrumen penting bagi kelahiran dan eksistensi trusts.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai