IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. I
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 05 Juli 1973
Usia
: 40 tahun
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
: dr. A
ANAMNESIS
Keluhan utama: Penglihatan kabur pada kedua mata
Anamnesis terpimpin : dialami sejak 5 tahun yang lalu awalnya pada mata kanan
hingga akhirnya mata kanan sudah tidak melihat lagi, kemudian 2 tahun terakhir
mata kiri juga mulai kabur, rasa seperti ada yang terbang-terbang (+), kilatan
cahaya (+), mata merah (-) kotoran mata berlebih (-), air mata berlebih (-), riwayat
trauma (-), riwayat alergi (-) riwayat tekanan darah tinggi (+) tidak berobat dengan
teratur, riwayat penyakit gula (+) sejak 7 tahun yang lalu dengan riwayat berobat
tidak teratur, Riwayat keluarga dengan kencing manis (-)
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Tanda vital
: Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8 C
1
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Inspeksi
Pemeriksaan
OD
OS
edema (-)
edema (-)
lakrimasi (-)
lakrimasi (-)
sekret (-)
sekret (-)
hiperemis (-)
hiperemis (-)
Jernih
Jernih
Normal
Normal
Pupil
bulat, sentral
bulat, sentral
Lensa
Jernih
Jernih
OD
OS
Tn
Tn
Palpebra
Apparatus lakrimalis
Silia
Konjungtiva
Mekanisme muskular
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Palpasi
Palpasi
Tensi Okuler
Nyeri Tekan
(-)
(-)
Massa Tumor
(-)
(-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Glandula Preaurikuler
OD
OS
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Jernih
Jernih
Normal
Normal
Pupil
Lensa
Jernih
jernih
Konjungtiva
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
Light Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
Campus visual
Tidak dilakukan pemeriksaan
Slit Lamp
SLOD : Hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+),
pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih
3
SLOS : Hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+),
pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.
OFTALMOSKOPI
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
WBC :
RBC :
HGB :
HCT :
PLT :
CT :
BT :
PT :
aPTT :
Na :
K:
Cl :
SGOT :
SGPT :
Ureum :
Hasil
5,48
3,86
11,5
33,7
269
700
300
14,2 INR 1,17
40,3
131
4,1
108
25
28
29 mg/L
Nilai Normal
(4,00 11,00)
(4,50 5,50)
(13,0 16,0)
(40,0 50,0)
(150 450)
(4 10)
(3 7)
(10,8 14,4)
(26,4 37,6)
(136 145)
(3,5 5,1)
(97 - 111)
<35
<45
0 53
4
satuan
103/uL
106/uL
g/dL
%
103/uL
Menit
Menit
Detik
Detik
mmol/L
mmol/L
mmol/L
U/L
U/L
Creatinine :
HbsAg (ELISA) :
Anti HCV (rapid)
GDP :
HbA1c
0,6 1,3
< 0,13 (-); 13,0 (+)
Negatif
(70 110)
mg/L
(4 6)
%
0,7 mg/L
< 0,13 (-)
(-)
229
9,8
Resume :
Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke poliklinik mata RSUH
dengan keluhan penurunan visus pada kedua mata dialami sejak 5 tahun yang
lalu, awalnya pada mata kanan hingga akhirnya mata kanan sudah tidak melihat
lagi, kemudian 2 tahun terakhir mata kiri juga mulai kabur, rasa seperti ada yang
terbang-terbang (+), kilatan cahaya (+), mata merah (-) kotoran mata berlebih (-),
air mata berlebih (-), riwayat trauma (-), riwayat alergi (-) riwayat hipertensi (+)
tidak berobat dengan teratur, riwayat Diabetes Mellitus (+) sejak 7 tahun yang
lalu dengan riwayat berobat tidak teratur. Riwayat keluarga dengan Diabetes
Mellitus (-).
Diagnosis Kerja
Proliferative Diabetic Retinopathy
Diagnosis Banding
Retinopati Hipertensi
5
Penatalaksanaan :
Regulasi ketat gula darah
Diet DM
Laser fotokoagulasi
Vitrektomi
Anjuran
-
USG B-Scan
Prognosis
Quo ad Vitam
: Dubia et Malam
Quo ad Visam
: Dubia et Malam
Quo as Sanationam
: Dubia
Quo ad Comesticam
: Bonam
Diskusi
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan
visus bilateral yang dialami sejak 9 bulan yang lalu. Tidak didapatkan adanya
riwayat tanda-tanda infeksi maupun riwayat trauma. Terdapat penyakit penyerta
berupa diabetes mellitus yang diketahui sejak 5 tahun lalu dan selama ini tidak
menjalani pengobatan secara teratur, pemeriksaan terakhir memperlihatkan kesan
gula darah tidak terkontrol. Terdapat riwayat keluarga dengan penyakit diabetes
mellitus, yaitu ibu pasien.. Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan keadaan
umum dan tanda vital dalam batas normal.
Dari pemeriksaan oftalmologi, pemeriksaan inspeksi ODS dalam batas
normal, penyinaran oblik ODS dalam batas normal, palpasi ODS dalam batas
6
normal, namun di dapatkan penurunan visus dengan VOD : 20/50; VOS : 1/300
yang tidak dapat dikoreksi dengan pinhole. Pada slit lamp ODS menunjukkan
semua bagian dalam batas normal.
Dari pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan neovaskularisasi, jaringan
fibrotik dan retinal detachment yang merupakan tanda-tanda proliferatif diabetic
retinopathy.
Sehingga berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah
dilakukan, pasien sesuai untuk di diagnosis ODS Proliferatif Diabetic
Retinopathy.
Pada saat ini pasien dikonsul ke bagian interna untuk mendapatkan terapi
diabetes mellitus yang sesuai (regulasi gula darah) dan direncanakan untuk
vitrektomi jika target gula darah telah tercapai
Terapi laser dapat menurunkan risiko penurunan visus lebih lanjut serta
dapat membantu meningkatkan fungsi penglihatan dengan cara menimbulkan
regresi dan menghilangkan neovaskularisasi yang berdampak atas adanya
kemungkinan perdarahan masif serta ablasio retina. Terapi dengan vitrektomi
dilakukan jika tidak terdapat perbaikan setelah laser fotokoagulasi dilakukan atau
perdarahan yang tidak mengalami perbaikan.
Sebelum melakukan terapi laser, dianjurkan untuk melakukan FFA yang
bertujuan untuk menentukan apakah penatalaksanaan dengan laser perlu
dilakukan,
OCT
RETINOPATI DIABETIK
I. Pendahuluan
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun, dimana pasien diabetes
memiliki risiko 25 kali lebih
penyakit
II. Definisi
Retinopati diabetik dapat didefinisikan sebagai keberadaan dan evolusi
karakteristik lesi mikrovaskular retina yang khas pada individu dengan
diabetes. Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil.
Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel
kapiler dan penurunan jumlah perisit. Kapiler membentuk kantung-kantung
kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan akan
membentuk nyala api karena lokasinya berada di dalam lapisan serat saraf yang
berorientasi horizontal.6,7
III.
Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan
10
IV.
Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea,
(2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh
jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk
bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea
transparan tempat lewatnya berkasberkas cahaya ke interior mata. Lapisan
tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung
pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam
dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen
di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel
batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi
impuls saraf. 7
Retina
Retina adalah lapisan paling dalam dari tiga lapisan berurutan bola mata.
Retina terdiri dari dua bagian: 7
1. Bagian photoreceptive (pars optica retinae), yang terdiri dari sembilan
pertama dari 11 lapisan di bawah ini.
2. Bagian nonreceptive (pars ceca retinae) membentuk epitel corpus ciliaris
dan iris.
Pars Optica retina menyatu dengan pars ceca retinae di ora serrata.
Retina berkembang dari divertikulum otak depan (proencephalon). Vesikel
optik berkembang secara invaginate untuk membentuk mangkuk doublewalled,
cangkir optik. Dinding luar menjadi epitel pigmen, dan dinding bagian dalam
akan berdiferensiasi kemudian menjadi sembilan lapisan retina. Retina tetap
terkait dengan otak depan sepanjang hidup melalui struktur yang dikenal
sebagai saluran retinohypothalamic.7
11
Gambar 1
Retina
(dikutip dari kepustakaan 7)
Gambar 2
Lapisan-lapisan retina
(dikutip dari kepustakaan 7 )
Membran limitan interna (serat sel glial yang memisahkan retina dari
corpus vitreous).
12
2.
3.
Lapisan sel ganglion (inti sel ganglion multipolar dari neuron ketiga; "
sistem akuisisi data ").
4.
Lapisan plexiform dalam (sinaps antara akson dari neuron kedua dan
dendrit dari neuron ketiga).
5.
Lapisan nuklear dalam (inti sel-sel saraf neuron bipolar kedua, sel
horisontal, dan sel amacrine).
6.
Lapisan plexiform luar (sinaps antara akson dari neuron pertama dan
dendrit dari neuron kedua).
7.
Lapisan nuklear luar (inti sel dari sel batang dan sel kerucut = neuron
pertama).
8.
9.
10.
Epitel pigmen retina (lapisan kubik tunggal sangat kaya sel epitel
berpigmen).
11.
dari temporal dan sedikit di bawah diskus optik. Diameternya kurang lebih
sama dengan diskus optik (1,7-2 mm). Makula terlihat kuning ketika diperiksa
di bawah lampu hijau, sehingga disebut makula lutea (titik kuning). Struktur
yang terletak di pusat adalah fovea centralis avascular, titik dimana persepsi
visual paling tajam. Fovea centralis berisi sel kerucut saja (tidak ada sel batang)
masing-masing dengan sel saraf sendiri, yang menjelaskan mengapa daerah ini
memiliki visual yang berbeda. Rangsangan cahaya di daerah ini bisa langsung
diterima pada sel-sel sensorik (neuron pertama) karena sel-sel bipolar (neuron
kedua) dan sel ganglion (neuron ketiga) terletak di perifer. 7
13
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di
luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga
sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti
dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform
luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di
koroid. Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan
bercabang-cabang pada permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri ini
merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Karena arteri sentralis
merupakan arteri terminal, oklusi akan menyebabkan infark retina.7
Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh
kapiler sehingga nutrisinya diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal
dari lapisan yang kaya pembuluh darah pada koroid.6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel
pigmen retina. Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya
tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami
ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.7
14
Gambar 3
Vaskularisasi retina
(dikutip dari kepustakaan 7)
Arteri retina biasanya berwarna merah cerah, memiliki strip refleks merah
terang yang menjadi lebih pucat dengan bertambahnya umur, dan tidak
menunjukkan denyut nadi. Vena retina berwarna merah gelap dengan strip
refleks sempit, dan mungkin menunjukkan pulsasi spontan pada diskus optik.
Denyut di vena retina normal, sedangkan denyut di arteri retina tidak normal.7
Dinding pembuluh darah transparan sehingga hanya darah akan terlihat di
oftalmoskopi. Dalam hal struktur dan ukuran, pembuluh retina adalah arteriola
dan venula, meskipun mereka disebut sebagai arteri dan vena. Diameter vena
biasanya 1,5 kali lebih besar dari diameter arteri. Kapiler tidak terlihat.
15
Gambar 4
Fundus normal
(dikutip dari kepustakaan 7 )
Innervasi Retina 7
Retina neurosensorik tidak memiliki innervasi sensorik. Gangguan pada
retina tidak menimbulkan rasa sakit karena tidak adanya innervasi sensorik.
Ketika radiasi elektromagnetik dalam spektrum cahaya tampak (panjang
gelombang 380-760 nm) mengenai retina, kemudian diserap oleh fotopigmen
di lapisan luar. Sinyal-sinyal listrik dibuat dalam reaksi fotokimia dengan
multipel langkah. Mereka mencapai sinapsis fotoreseptor sebagai aksi potensial
kemudian diteruskan ke neuron kedua. Sinyal-sinyal ini diteruskan ke neuron
ketiga dan keempat dan akhirnya mencapai korteks visual. Cahaya harus
melewati tiga lapisan inti sel sebelum mencapai lapisan fotosensitif sel batang
dan kerucut. Posisi inversi dari fotoreseptor ini disebabkan oleh perkembangan
retina dari divertikulum dari otak depan. Retina memiliki dua jenis
fotoreseptor, batang dan kerucut. Sel batang sekitar 110-95 juta memungkinkan
visual mesopic dan scotopic (senja dan penglihatan pada malam hari). Sel
batang sekitar 500 kali lebih peka cahaya dibanding sel kerucut dan
mengandung fotopigmen rhodopsin.
16
V. Etiopatogenesis
Retinopati diabetik adalah suatu microangiopathy. Meskipun penyebab
retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun keadaan
hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama. Lamanya terpapar
hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhinya
menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan
abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan
dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:1
1) Adhesi platelet yang meningkat
2) Agregasi eritrosit yang meningkat,
3) Abnormalitas lipid serum,
4) Fibrinolisis yang tidak sempurna,
5) Abnormalitas serum dan viskositas darah.
6) Tingkat abnormal dari hormon pertumbuhan
7) Peraturan berlebih dari faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF)
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke
seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan
dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina
tersebut. 1,2
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel
dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara
keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel
endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain
perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan
struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi
barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel.
Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan
17
permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan
erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran
basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan
untuk diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai
dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel,
dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit
mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar
yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2)
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah,
(4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di
retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan
kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.1
Tabel 1. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik 1,4
Mekanisme
Aksi yang terjadi
Usulan Terapi
Reduktase aldosa Meningkatkan produksi sorbitol Aldosa reduktase inhibitor (uji
(gula alkohol diproduksi dengan klinis di retinopati dan
mereduksi glukosa) dan dapat neuropati sejauh ini tidak
menyebabkan kerusakan
berhasil)
osmotik atau seluler lainnya
18
Peradangan
19
VEGF
PEDF
Hormon
Peran permisif memungkinkan
pertumbuhan dan tindakan patologis VEGF;
IGF-1
penurunan hormon
pertumbuhan atau IGF-1
mencegah neovaskularisasi
Hypophysectomy (sekarang
ditinggalkan); pegvisomant
(pertumbuhan hormonreseptor blocker; uji klinis
singkat gagal); octreotide
(somatostatin analog, uji klinis
sedang berlangsung)
20
Gambar 5
Oklusi Mikrovaskular pada Retinopatik Diabetik
(dikutip dari kepustakaan 9)
akibat
oklusi
dan
penumpukan
leukosit
kemudian
venules.
Inilah
yang
disebut
dengan Intraretinal
microvascular
abnormalities (IRMA. Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena
yang seperti manik-manik.9
21
Gambar 6
Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik
(Dikutip dari kepustakaan 9)
Gambar 7
Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di retina superficial
berdekatan dengan area non perfusi.
(Dikutip dari kepustakaan 9)
intraluminer
kapiler.
Kelemahan
fisik
dari
dinding
kapiler
Gambar 8
Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati Diabetik
(Dikutip dari kepustakaan 9)
Gambar 9
Lokasi NVD dan NVE
(Dikutip dari kepustakaan 9)
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel
endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh
dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat
berbahaya karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas
sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan
kebutaan. Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke
dalam mata dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu,
atau hitam pada lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang,
dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina.Oleh karena retina
hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka
sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas
sehingga terjadi ablasio retina.9
24
Gambar 10
Retina normal (A), Retinopati Proliferative Diabetic (B)
(Dikutip dari kepustakaan 4)
Sebuah retina normal ditunjukkan pada Panel A, dan retina dari pasien
dengan retinopati diabetik proliferatif ditampilkan di Panel B. Beberapa faktor
pertumbuhan dan membran reseptor polipeptida memiliki relevansi untuk
patogenesis retinopati diabetes, tetapi faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF) dan reseptornya, VEGFR-1 dan VEGFR-2, dan pigment-epithelium
derived factor (PEDF), yang reseptor belum ada diidentifikasi, sedang
menjalani penyelidikan paling intensif. Kedua faktor pertumbuhan keduanya
diproduksi di epitel pigmen retina, di mana sekresi konstitutif mereka
tampaknya sangat terpolarisasi.4
Neovaskularisasi retina pada retinopati diabetik proliferatif dan penyakit
pembuluh darah retina hampir selalu terjadi jauh dari epitel pigmen retina dan
menuju ruang vitreous.Ada bukti bahwa kedua VEGF dan PEDF diproduksi
dalam neuron retina dan dalam sel glial, seperti sel-sel Mller.Dalam retina
25
normal, VEGFR-1 adalah reseptor VEGF dominan pada permukaan retina sel
endotel vaskular, namun pada diabetes, VEGFR-2 muncul pada membran
plasma sel endotel. 9
Potensi hilangnya penglihatan pada pasien dengan diabetes retinopati
dapat dikaitkan dengan kondisi di bawah ini:9
1.
2.
3.
Klasifikasi
Retinopati diabetik diklasifikasikan menjadi tahap awal, nonproliferative
diabetic retinophaty (NPDR), dan tahap lanjut, proliferatif diabetic retinophaty
(PDR). PDR adalah manifestasi iskemia yang menginduksi neovaskularisasi
pada diabetes. Perkembangan dari tahap ringan menjadi proliferasi lanjut
terjadi dalam mode bertahap yang dapat diprediksi. Laju perkembangan
bervariasi pada pasien. NPDR, juga dikenal sebagai background diabetic
retinopathy, selanjutnya dinilai menjadi mild, moderate, severe, dan very
severe. PDR digambarkan sebagai early, high-risk, atau advanced.9
1.
(lRMAs), perdarahan intraretinal berupa titik dan blot, edema retina, eksudasi
padat, kelainan arteriolar, dan pelebaran vena retina.
2.
2.
3.
2.
Pembuluh darah baru halus dengan jaringan fibrous minimal dan meluas
ke belakang membrana limitan interna
2.
3.
mikroaneurisme,
perdarahan
retinal,
1.
Mild
2.
3.
Severe
I.
Mild
II.
Moderate NVE 0,5 dari area diskus pada 1 atau lebih kuadran
New vessel on disc (NVD) < 0,3 0,25 dari area diskus
III.
Rubeosis iridis
28
Gambar 11
Nonproliferative Diabetic
Gambar 12
Proliferative Diabetic Retinophaty (PDR)
Retinophaty (NPDR)
PDR
Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+)
Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+)
IRMA(+)
Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (+)
Gejala Klinis
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang
lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau
29
Kesulitan membaca
2.
3.
Penglihatan ganda
4.
5.
6.
Diagnosis
4.
Anamnesis
Pada stadium awal dari retinopati diabetik, pasien umumnya
simptomatik. Retinopati diabetik tetap tanpa gejala untuk waktu yang
lama. Pada stadium yang lanjut, pasien dapat mengeluhkan gejala seperti
floaters, blurred vision, distorsi, dan gangguan visus yang progresif.
Hanya di tahap akhir dengan keterlibatan makula atau perdarahan
vitreous akan pemberitahuan pasien gangguan penglihatan atau tiba-tiba
menjadi buta.3,7
5.
Pemeriksaan Oftalmologi
Diagnosis
retinopati
diabetes
dapat
ditegakkan
melalui
Mikroaneurisma
Mikroaneurisma adalah gejala klinis awal dari retinopati
diabetes dan terjadi karena hilangnya dinding kapiler akibat
hilangnya pericytes. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan
dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik
merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil,
30
Flame-shape hemorrhages
Flame-shape hemorrhages merupakan perdarahan yang
terjadi pada lapisan fiber saraf yang lebih superfisial
Edema macula
Edema macula adalah penyebab utama gangguan visus pada
pasien diabetes. Hal edema macula dapat disebabkan oleh
kerusakan fungsional dan nekrosis dari kapiler retina. Secara klinis,
edema macula dapat dibagi menjadi :
1.
2.
3.
6.
Pemeriksaan Penunjang
Retinopati
diabetik
dan
stadiumnya
didiagnosis
dengan
evaluasi
foto
fundus
stereoscopic
merupakan
gold
Angiografi fluorsens
Pada pemeriksaan angiografi floursens, mikroaneurisme
tampak sebagai lesi hiperfluoresens menentukan di fase awal
32
dot
dapat
dibedakan
dari
mikroaneurisme
sebagai
B-Scan ultrasonography
B-scan ultrasonografi dapat digunakan untuk mengevaluasi
status retina jika media terhalang oleh perdarahan vitreous.3
Penatalaksanaan
Mengontrol diabetes dan mempertahankan tingkat HbA1c pada
kisaran 6-7% adalah tujuan yang optimal dalam pengelolaan diabetes dan
retinopati diabetik. Jika tingkat dipertahankan, maka perkembangan
retinopati diabetes berkurang secara substansial, menurut The Diabetes
Control and Complications Trial. ETDRS menemukan bahwa operasi
laser untuk edema makula mengurangi kejadian hilangnya penglihatan
moderat (dua kali lipat dari sudut visual atau kira-kira kehilangan 2-baris
visual) dari 30% menjadi 15% selama periode 3 tahun.3
33
Glukosa Kontrol1,7
The Diabetes Control and Complications Trial telah
menemukan bahwa kontrol glukosa secara intensif pada pasien
dengan insulin-dependent diabetic mellitus (IDDM) mengalami
penurunan kejadian dan perkembangan retinopati diabetik.
Meskipun tidak ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan noninsulin-dependent diabetic mellitus (NIDDM), mungkin logis untuk
mengasumsikan bahwa prinsip yang sama berlaku.
2.
Fotokoagulasi
Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of
Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan
fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada
waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik
proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi
terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior.
Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :1
Gambar 13.
Panretina Photocoagulation
(dikutip dari kepustakaan 10)
36
Gambar 14.
Focal photocoagulation
(dikutip dari kepustakaan 10)
Strategi untuk mengobati edema makula tergantung pada jenis dan tingkat
kebocoran pembuluh darah. Jika edema adalah karena kebocoran fokal,
microaneurime diterapi langsung dengan photocoagulation laser. Dalam kasus
di mana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid laser diterapkan. Laser (100200 m) ditempatkan 1 burn-ukuran terpisah, meliputi daerah yang terkena.
Mekanisme yang tepat dimana PRP bekerja tidak sepenuhnya dipahami. Satu
teori adalah bahwa menghancurkan retina hipoksia mengurangi produksi faktor
vasoproliferative, seperti VEGF, sehingga mengurangi tingkat neovaskularisasi.1
3.
Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi
dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif
atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga
diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus
37
vitriektomi
disarankan untuk mata dengan perdarahan vitreous yang gagal untuk hilang
secara spontan dalam waktu 6 bulan. Vitriektomi dini (<6 bulan, > 4 bulan) dapat
menyebabkan pemulihan visus sedikit lebih besar pada pasien dengan diabetes
tipe I. Berikut ini adalah 5 indikasi yang paling umum dan tradisional untuk pars
plana vitriektomi pada pasien dengan diabetes:3,9
1.
2.
3.
4.
5.
sejak kesimpulan dari studi pada tahun 1988, hasil dari pars plana vitriektomi
sekarang mungkin lebih baik daripada yang dilaporkan dalam publikasi DRVS.9
Ablasio retina tractional tidak melibatkan makula dapat tetap stabil selama
bertahun-tahun.
Ketika
makula
terlibat,
vitriektomi
umumnya
langsung
2.
3.
4.
5.
Gambar 15.
Vitrectomy
(dikutip dari kepustakaan 10)
39
Komplikasi 1,3,9,11
A. Katarak Komplikata11
Katarak merupakan salah satu akibat dari gangguan penglihatan pada
pasien diabetes dengan insiden dan progresif katarak yang meningkat pada
pasien dengan diabetes melitus. Dengan meningkatnya insiden dari diabetes
tipe 1 dan tipe 2, secara seimbang meningkatkan diabetik katarak.
Patogenesis11
Sorbitol dibentuk dari glukosa dalam jalur polyol dengan enzim aldose
reductase, enzim pertama pada jalur polyol. Jalur ini tidak hanya terdapat pada
lensa, tetapi juga terdapat pada jaringan lain, termasuk dalam kornea, iris,
retina, saraf dan ginjal. Diketahui bahwa akumulasi dari sorbitol pada jaringan
intraselular menghasilkan perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat
hidropik yang akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula katarak. Di lensa,
sorbitol diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya menjadi fruktosa
oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Peningkatan akumulasi dari sorbitol
membuat keadaan hiperosmotik sehingga cairan masuk karena adanya
perbedaan gradien osmotik.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh hewan, akhirnya
ditemukan sebuah hipotesis osmotik dari katarak akibat mekanisme gula, yang
menghasilkan peningkatan cairan di daerah intraselular yang merupakan respon
dari media AR pada jalur polyol sehingga menghasilkan pembengkakkan
lensa dikarenakan oleh perubahan biokimia yang berakhir dengan pembentukan
katarak.
Perubahan tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi dari
sorbitol membuat perubahan pada endoplasmik retikulum yang kemudian hal
ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas. ER juga menyebabkan fluktuasi
dari kadar glukosa yang menghasilkan reaktif oksigen spesies dan
menyebabkan stress oksidatif yang merusak serat lensa.
Kemudian perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu
40
permeabilitas membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion kalium, asam
amino, dan myoinositol lebih tinggi didalam lensa dibandingkan jaringan
sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi perembesan dari
lensa keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk didalam lensa karena hilangnya
kadar kalium, sehingga terjadi gangguan elektrolit didalam lensa yang
menyebabkan kekeruhan pada lensa. Ini merupakan mekanisme awal yang
terjadi akibat dari kerja aldose reduktase yang membuat kekeruhan pada lensa.
Penelitian yang dilakukan oleh Beaver Dam Eye study dengan 3684
koresponden dengan usia diatas 43 tahun , dan dilakukan selama 5 tahun
ditemukan bahwa terdapat korelasi antara diabetes melitus dan pembentukan
katarak . Didalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa insiden dari
kortikal dan posterior subcapsular katarak berhubungan dengan diabetes.
Penelitian lebih lanjut menunjukan pasien dengan diabetes sangat
cenderung berkembang opaksiatas pada lensa bagian kortikal dan menunjukan
bahwa tingginya prevalensi operasi katarak, dibandingkan pada pasien yang
non-diabetik.
Gambar 16
Tampak gamaran snow flake appearance pada katarak diabetik
(dikutip dari kepustakaan 10)
Dari analisis yang dilakukan dibuktikan bahwa semakin lama durasi dari
diabetes yang dialami sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi
41
2.
Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular
3.
Pengobatan11
Pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien katarak diabetikum biasanya
yang paling sering digunakan adalah dengan teknik fakoemulsifikasi, karena
hasil yang didapatkan mengurangi resiko dari inflamasi post operasi, dan
astigmat, rehabilitasi visual secara cepat. Operasi sebaiknya dilakukan sebelum
lensa semakin opak dan matur. Hasil yang didapatkan dari operasi katarak
sangat baik, tetapi pasien dengan diabetes memiliki penglihatan lebih kurang
dibandingankan pasien tanpa diabetes melitus. Operasi memiliki kemungkinan
untuk terjadi retinopati secara cepat, menyebabkan terjadinya rubeosis atau
dapat terjadi perubahan makula, seperti makula eema atau sistoid edema
makula. Yang terburuk adalah pada mata yang dioperasi dapat terjadi
proliferatif retinopati dan atau tanpa disertai dengan edema makula.
Pengobatan yang dapat dilakukan dapat berupa :
42
diabetikum ini adalah alpha lipoic acid, vitamin E,dan Piruvat. Penggunaan
piruvat menunjukan selain sebagai efek menghambat perkembangan katarak
diabetikum , juga dapat mengurangi akumulasi dari sorbitol dan lipid
peroksidase pada lensa. Studi yang dilakukan pada manusia, menunjukam
hal ini efeknya sangat kecil dan secara penelitian tidak relevan.
3. Terapi farmokologi untuk mengobati edema makula setelah operasi katarak
Proinflamasi prostaglandin dikatakan berhubungan dengan mekanisme
keluarnya
cairan
dari
kapiler-kapiler
foveal
kedalam
ruang
B.
C. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder
yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan
iris dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran
aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari
glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma
kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya
berhubugan
dengan
neovaskular
44
pada
iris
(rubeosis
iridis).
vitreus
Perdarahan
sering terjadi
vitreus
pada
terjadi
retinopati
karena
diabetik
terbentuknya
45
E. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori
retina dari lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan
nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang
melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.
Diagnosis Banding9,10
7.
Retinopati Hipertensi
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan vaskuler retina pada penderita hipertensi. Kelainan vaskuler yang
terjadi dapat berupa penyempitan vaskular, percabangan vaskular, fenomena
crossing atau sklerosis dari vaskular.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami
beberapa perubahan patofisiologis. Pada tahap awal pembuluh darah retina
akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata yang merupakan akibat
dari peningkatan tonus arterioles dari mekanisme autoregulasi yang
sebenarnya merupakan mekanisme kompensasi. Sehingga pada keadaan
ini, pada pemeriksaan funduskopi akan tampak penyempitan arteriol retina
secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan
terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hyperplasia dinding tunika
media dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan
arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena
yang dikenal sebagai arteriovenous nicking. Terjadi juga perubahan pada
refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks
cahaya sentral yang dikenal sebagai copper wiring. Setelah itu akan
terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan
pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi
darah
dan
lipid,
dan
iskemik
46
retina.
Perubahan-perubahan
ini
Gambar 17
Retinopati Hipertensi
Dikutip dari kepustakaan nomor 9
47
8.
Gambar 18.
Central Retinal Artery Occlusion
(Dikutip dari kepustakaan nomor 9)
48
Pencegahan 7
Kegagalan untuk melakukan pemeriksaan rutin skrining ophthalmologi pada
pasien dengan diabetes mellitus adalah kelalaian yang mengekspos pasien untuk
risiko kebutaan. Semua pasien dengan diabetes tipe 2 karena itu perlu diberikan
pemeriksaan ophthalmologi untuk diagnosis gangguan, dan jenis pasien diabetes
tipe 1 harus melakukan pemeriksaan ophthalmologi dalam waktu 5 tahun dari
diagnosis. Setelah itu, pasien diabetes harus menjalani pemeriksaan ophthalmologi
sekali setahun, atau lebih sering jika terdapat retinopati diabetes.Pasien hamil
harus diperiksa sekali setiap trimester.
Prognosis 1,7
Kontrol kondisi retina juga perlu dilakukan secara berkala, berikut adalah
tabel waktu follow up pasien diabetik retinopathy berdasarkan jenisnya
Table 1. Tabel waktu follow up
Kelainan Retina
Normal or rare microaneurysms
Mild NPDR
Moderate NPDR
Severe NPDR
CSME
PDR
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan
tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan, Detachment
retinal tractional dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang
berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi
walaupun diberi terapi optimum.
49
DAFTAR PUSTAKA
1.
50