LIMNOLOGI
Dr. Hadi Suwono, M.Si
KATA PENGANTAR
Penulis,
Dr. Hadi Suwono, M.Si
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
PRAKTIKUM 1
PEMETAAN DANAU
PRAKTIKUM 2
PRODUKTIVITAS PRIMER
11
PRAKTIKUM 3
17
PRAKTIKUM 4
25
PRAKTIKUM 5
31
PRAKTIKUM 6
PENCUPLIKAN MAKROZOOBENTOS
47
PRAKTIKUM 7
61
PRAKTIKUM 8
71
DAFTAR PUSTAKA
79
PRAKTIKUM I
PEMETAAN DANAU
A. Pengantar
Dalam melakukan kajian limnologi danau diperlukan peta. Peta ini dapat
berupa peta sederhana maupun peta yang lengkap. Peta tersebut dapat
dilengkapi
pula
dengan
kontur
kedalaman
untuk
menentukan
stasiun
pengamatan.
Kegiatan praktikum tentang pemetaan danau ini akan mengantar saudara
pada teknik-teknik dasar pembuatan peta suatu danau,
membuat kontur
kedalaman, dan membaca peta. Hal ini sangat penting karena dalam kajian
limnology peta merupakan suatu alat untuk menentukan luas wilayah, posisi
stasiun, besar populasi, ukuran sampel, maupun teknik-teknik sampling yang
akan digunakan di dalam suatu penelitian limnologi.
Danau adalah suatu cekungan yang luas yang terisi oleh sejumlah air. Air
yang masuk ke danau dapat berasal dari air hujan, mencairnya gletser, aliran
sungai, dan adanya mata air. Danau juga dapat diartikan sebagai cekungan
besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air tawar yang seluruh cekungan
tersebut dikelilingi oleh daratan.
B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat:
1. mengetahui macam-macam peta dan pembuatannya
2. mengaplikasikan kemampuan dalam membuat peta di lapangan yang
sesungguhnya
3. membaca peta dan kontur.
C. Prinsip
Para peneliti memerlukan gambaran mengenai kondisi daerah di mana
penelitian limnologi dilaksanakan. Gambaran tersebut dapat berupa deskripsi
danau dan sekeliling danau, luas danau, dan luas daerah tangkapan air,
ketinggian danau, kedalaman danau, batas-batas,
Peta merupakan salah satu bentuk dari gambaran umum daerah kajian. Untuk
mempelajari struktur komunitas, penyebaran tanaman dan hewan serta dengan
faktor-faktor pengendali, perkiraan perjalanan (migrasi) binatang, menentukan
lokasi pencuplikan atau stasiun penelitian di lapangan, bentuk dan ketinggian
daerah tangkapan air, dan kedalaman danau diperlukan peta.
Penggunaan suatu peta sangat penting bagi para ilmuwan yang bekerja di
lapangan. Ahli limnologi umumnya bekerja di lapangan dengan berbagai data
yang diperolehnya. Untuk hal tersebut di atas, maka diperlukan keterampilan
dalam mempergunakan peta dan membuat pemetaan dengan alat bantu,
sehingga gambaran dalam bentuk yang sederhana tersebut dapat membantu
dalam kegiatan penentuan stasiun dan analisis data.
Macam-Macam Peta
Dengan kemajuan teknologi, seluruh wujud permukaan fisik bumi ini
dapat kita pelajari dengan seksama dari peta. Sesuai dengan banyaknya data
dan informasi yang disajikan, (berdasarkan luas daerah yang tergambar) maka
macam peta dapat digolongkan menjadi:
1. Peta geografik (geo = bumi, grafos = catatan), menyajikan gambaran
proyeksi dari seluruh permukaan fisik bumi, sebagai contoh: atlas, globe.
Skala lebih kecil dari 1 : 250.000
2. Peta topografi (topos = lapangan, grafos = catatan), menyajikan gambaran
proyeksi dari sebagian permukaan fisik bumi, sebagai contoh: peta gunung,
peta danau. Skala antara 1 : 25.000 sampai 1 : 250.000
3. Peta teknik, menyajikan gambaran proyeksi permukaan fisik bumi untuk
menunjang kebutuhan-kebutuhan teknik tertentu, sebagai contoh: peta
teknik jaringan jalan raya, jaringan rel KA. Skala lebih besar dari 1 : 25.000
4. Tematik, menyajikan data dan informasi yang mempunyai tema/topik
tertentu sehubungan dengan kedudukan geografiknya, sebagai contoh: peta
kepadatan penduduk di Indonesia, peta lahan pertanian. Umumnya skala
peta tematik beraneka ragam sesuai dengan data dan informasi yang ingin
disampaikan.
Ketentuan Peta
Ketentuan peta adalah persyaratan yang harus diperhatikan dalam
menyajikan
informasi,
sehingga
fungsi
peta
menjadi
maksimal
dalam
penggunaannya. Ketentuan yang harus terdapat dalam peta meliputi judul peta,
keterangan pembuatan, nomor peta, lembar derajat, sistem koordinat, skala
peta, dan legenda peta.
Kontur
Kontur adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan titik-titik
yang sama (untuk daratan), atau menghubungkan kedalaman yang sama
danau, bendungan atau laut). Garis kontur berguna untuk mengetahui suatu
tempat dari permukaan bumi dan untuk mengetahui bentuk medan yang
sebenarnya. Garis kontur dapat pula menyatakan hubungan ketinggian tempat
yang mempunyai tekanan dan suhu udara yang sama.
Di danau, garis kontur yang menyatakan kedalaman yang sama berkaitan
dengan faktor disiko-kimia. Kedalaman yang sama bisa memiliki jenis tanah
yang sama, intensitas cahaya matahari yang sama, sehingga mungkin memiliki
komunitas plankton maupun bentik yang serupa.
Teknik Pemetaan
Beberapa teknik pembuatan peta sederhana di lapangan, dapat dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana pula. Pada prinsipnya adalah
mengumpulkan data lapangan berupa sudut dan jarak serta pencatatan bagianbagian yang dipetakan, kemudian menggambarkan pada kertas grafik.
E. PROSEDUR KERJA
Teknik pemetaan yang dapat dilakukan, biasanya tergantung dari kondisi
daerah/danau yang akan dipetakan serta peralatan pendukung yang tersedia.
Teknik yang dapat dilakukan di antaranya adalah: 1) radiasi atau memancar, 2)
traversing, 3) berputar, dan 4) intersection.
1. Cara Radiasi
Cara radiasi digunakan jika di bagian tengah danau terdapat daratan
kecil yang dapat melihat semua tepian danau. Langkah-langkah pemetaan
adalah sebagai berikut.
a. Tentukan titik-titik yang akan menjadi batas terluar dari obyek pengamatan
atau lapangan yang akan dipetakan kemudian beri nama titik 1, 2, 3, dan
seterusnya (lihat Gambar 1.1)
b. Tentukan dua titik pusat, yang memungkinkan pengamatan ke seluruh lokasi
(titik permanen), misalnya titik A dan B.
c. Bidiklah dengan kompas sudut A1, A2, A3, dan seterusnya. Ukur semua
sudut
Besar sudut
B1
B2
B3
Dan seterusnya
U
1
A .
Ukur jarak
A dan B
2. Cara Berputar
Cara berputar dilakukan bila titik memungkinkan adanya titik pusat di
tengah danau. Cara transversing ini dilakukan dengan menyusuri seluruh tepian
danau, membidik sudut setiap titik dan mengukur jarak setiap titik. Teknik
pembuatannya adalah sebagai berikut.
a. Tentukan titik-titik yang akan menjadi batas terluar dari obyek pengamatan
atau lapangan yang akan dipetakan kemudian beri nama titik A, B, C, dan
seterusnya (lihat Gambar 1.2).
b. Bidiklah dengan kompas garis yang menghubungkan titik A ke titik B, titik B
ke titik C, titik C ke titik D, dan seterusnya. Catat besarnya sudut, demikian
seterusnya sampai titik terakhir yang menjadi batas terluar dari lokasi
pengamatan.
Ukur jarak
AB, BC, dst
U
A
c. Setiap kali membidik besarnya sudut, ukur pula berapa jarak titik A ke B,
titik B ke C, dan seterusnya. Sehingga pada akhir pengamatan Anda memiliki
data besarnya sudut AB, BC, CD, dan seterusnya; serta jarak AB, BC, dan
seterunya
d. Masukkan data dalam tabel berikut ini.
Besar sudut garis pada titik
AB
BC
CD
Dan seterusnya
3. Cara Intersection
Cara intersection dilakukan jika tidak memungkinkan dilakukan cara
radiasi dan berputar, misalnya jika tidak ada daratan di tengah danau dan/atau
tepian danau tidak dapat disusuri sehingga tidak memungkinkan memutari
danau.
Cara
intersection
dilakukan
dengan
membuat
garis
lurus
yang
panjangnya diketahui. Dari garis lurus ini dicari titik-titik sudut perpotongan
danau. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Buatlah suatu garis lurus di lapangan/daerah yang akan dipetakan, misalnya
PQ, bidik sudut PQ, kemudian ukur pula jaraknya (Gambar 1.3).
b. Tandai titik-titik batas terluar danau yang akan dipetakan, misalnya A, B, C,
...dan seterusnya
c. Bidik sudut PA, PB, PC, ... selanjutnya bidik pula sudut QA, QB, QC, dan
seterusnya.
d. Masukkan data dalam tabel berikut ini.
Besar sudut garis pada titik
PA
PB
PC
Dan seterusnya
U
Q
A
B
E
Gambar 1.3 Skema Teknik Pemetaan Secara Intersection
kekomplitan,
diperlukannya
c. ketepatan hasilnya
d. kemudahannya dibaca.
kecanggihan
kebutuhan
alat-alat
yang
G. TUGAS
1. Bagaimana cara membuat peta kontur kedalaman suatu danau? Jika ada
waktu coba praktekkan di lapangan!
2. Lakukan pemetaan pada danau yang digunakan dalam praktik lapangan!
3. Susunlah laporan hasil kerja saudara dengan format sebagai berikut:
a. Judul
b. Tujuan
c. Tata kerja
d. Hasil pemetaan (dalam bentuk gambar)
e. Analisis teknik/cara pemetaan dan hasil gambarnya
f. Kesimpulan dan saran
g. Daftar pustaka.
4. Bandingkan hasil pemetaanmu dengan peta danau yang dikeluarkan oleh
Badan Pemetaan Nasional (Bakorsutanal).
PRAKTIKUM 2
PRODUKTIVITAS PRIMER
A. Pengantar
Aliran energi di dalam ekosistem dimulai saat terjadinya proses fiksasi
pada proses fotosintesis. Melalui fotosintesis energi cahaya diubah menjadi
energi kimia organik yang disimpan oleh tumbuhan. Sejumlah energi yang
dikumpulkan oleh tumbuhan disebut sebagai produksi atau lebih khusus disebut
sebagai produksi primer. Laju penyimpanan energi pada tumbuhan disebut
sebagai produktivitas primer. Seluruh energi yang disimpan sebagai akibat
proses fotosintesis disebut sebagai produksi primer kotor. Tumbuhan juga
membutuhkan sejumlah energi untuk hidupnya. Energi yang dipakai untuk
kehidupannya diambil dari hasil fotosintesis melalui proses respirasi. Jadi energi
yang disimpan oleh tumbuhan setelah dikurangi dengan proses respirasi disebut
produksi primer bersih. Produksi dinyatakan dalam satuan energi/satuan
area/satuan waktu atau satuan biomasa/satuan area/satuan waktu. Misalnya
Kkal/m persegi/tahun, Gram/m kubik/hari, dan lain-lain.
Produsi primer bersih dikumpulkan oleh tumbuhan sepanjang waktu
disebut sebagai biomasa. Sepanjang kehidupan tumbuhan produk yang
dikumpulkan sebagian akan mengalami degradasi, dekomposisi dan sebagian
lagi tetap dipertahankan sebagai materi hidup. Materi zat organik yang
dikumpulkan pada suatu area disebut sebagai biomassa standing crop atau
standing crop(panen tegakan).
B. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Menentukan stasiun pengukuran produktivitas primer dengan tepat
2. Menjelaskan cara melakukan pengukuran produktivitas primer
3. Mendeskripsikan alasan bahwa pengukuran produktivitas primer dilakukan
dengan cara menghitung kadar oksigen
4. Menghitung produktivitas primer menggunakan metode oksigen.
C. Prinsip
Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat, karena terdapat
perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Perbedaan metabolisme
juga terjadi antar musim, oleh sebab itu disarankan pengukuran energi ini
dalam skala tahunan.
Berbagai metode telah dilakukan untuk mengukur produktivias primer,
setiap prosedur memiliki keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Metode yang
digunakan dalam mengukur produktivitas primer di lingkungan perairan tawar
antara lain adalah sebagai berikut.
1. Metode oksigen menggunakan botol gelap-botol terang
Metode oksigen merupakan metode yang umum dilakukan untuk
mengukur produktivitas primer di lingkungan akuatik (fitoplankton dan
makrofita). Metode oksigen yang paling mudah adalah metode oksigen
menggunakan botol gelap botol terang (Gambar 2.1).
Pelampung
Botol gelap
Botol terang
Botol gelap
Metode ini didasarkan pada hubungan yang erat antara jumlah klorofil
dengan jumlah fotosintesis. Metode ini dapat dilakukan baik pada tumbuhan di
daratan maupun tumbuhan akuatik (fitoplankton dan makrofita).
Mula-mula dilakukan pencuplikan/sampling fitoplankton dengan pengambilan sampel air dalam volume tertentu. Organisme selain fitoplankton harus
dipisahkan dari sample. Sampel selanjutnya di saring menggunkan filter khusus
fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan yang rendah. Filter yang
mengandung klorofil dilarutkan pada aseton 85%, kemudian dibiarkan semalam,
dan selanjutnya disentrifugasi. Supernatannya dibuang dan pelet yang
mengandung klorofil dikeringkan dan ditimbang beratnya. Berat klorofil diukur
dalam mg kalorofil/unit area. Pengukuran kadar klorofil juga dapat dilakukan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 665 nm. Dengan
data hasil pengamatan tersebut kita dapat mencari efisiensi asimilasi komunitas,
indeks produktivitas dan efisiensi pemeliharan tubuh tumbuhan.
Dalam praktikum kali ini mahasiswa akan mempraktikkan penentuan
produktifitas primer menggunakan metode oksigen dengan botol gelap botol
terang. Pengukuran produktivitas primer ini dilakukan di danau yang dikaji.
Pengukuran produktivitas dilakukan pada kedalaman 0 m; 1,5 m; dan 3 m;
masing-masing dengan dua ulangan. Pengukuran dilakukan mulai jam 06
sampai 12, atau Pendedahan selama 6 jam. Dengan demikian untuk
mendapatkan data produktivitas primer harian, hasil pengukuran 6 jam dikalikan
dua.
D. Alat dan Bahan
1. Botol gelap dan Botol terang
2. DO meter (Dissoved Oxygen meter)
3. Pelampung (jerigen)
4. Tali
5. Batang bambu
6. Pencuplik air Van Dorn atau Patalas
7. Pengukur waktu
8. Aluminium foil
9. Lux meter
10. Secchi disc.
E. Prosedur Kerja
1. Pilihlah stasiun yang akan diukur produktivitas primernya. Untuk setiap
stasiun ukurlah produktivitas primer pada kedalaman 0 m; 1,5 m; dan 3 m;
masing-masing dua ulangan. Kedalaman perairan yang akan diiukur
produktivitas primer dapat disesuaikan dengan kondisi kedalaman perairan.
Tetapi pada umumnya kedalaman yang digunakan adalah kedalaman daerah
fotik atau daerah yang terkena cahaya matahari. Kedalaman fotik
diperkirakan kurang dari 1,7 X kedalaman kedalaman kecerahan air.
2. Untuk setiap stasiun dan setiap kedalaman siapkan 2 botol gelap dan 2 botol
terang (satu stasiun dengan 3 kedalaman memerlukan 6 botol gelap dan 6
botol terang) . Cara membuat botol gelap adalah botol tersebut dicat hitam
dan ditutup dengan aluminium foil.
3. Siapkan bahan-bahan lain yaitu pelampung, tali, batang bambu, pencuplik
air.
4. Masukkan sampel air (misalnya pada kedalaman 0 meter) secara perlahanlahan ke dalam botol gelap ( dua buah) dan botol terang (dua buah).
Hindari terjadi aerasi yang dapat meningkatkan kadar oksigen dalam botol.
5. Ukur kadar oksigen dalam botol tersebut. Pasang botol pada tempat yang
disediakan (lihat Gambar 3.1)
6. Ambil sampel air pada kedalaman 1,5 m menggunakan Pencuplik air Van
Dorn atau Patalas. Secara perlahan-lahan masukkan sampel air ke dalam
botol gelap ( dua buah) dan botol terang (dua buah). Hindari terjadi aerasi
yang dapat meningkatkan kadar oksigen dalam botol. Ukur kadar oksigen
dalam botol tersebut. Pasang botol pada tempat yang disediakan (lihat
Gambar 3.1)
7. Ambil sampel air pada kedalaman 3 m menggunakan Pencuplik air Van Dorn
atau Patalas. Secara perlahan-lahan masukkan sampel air ke dalam botol
gelap ( dua buah) dan botol terang (dua buah). Hindari terjadi aerasi yang
dapat meningkatkan kadar oksigen dalam botol. Ukur kadar oksigen dalam
botol tersebut. Pasang botol pada tempat yang disediakan (lihat Gambar
3.1)
8. Dedahkan secara in situ botol gelap dan botol terang selama 6 jam (jam 0612 siang).
9. Setelah mencapai pendedahan 6 jam keluarkan botol satu demi satu, buka
tutupnya dan ukur kadar oksigennya. Masukkan datanya dalam table yang
telah disiapkan (Tabel 2.1).
10. Ukur berapa intensitas cahaya matahari menggunakan lux meter.
11. Hitung pula kecerahan air menggunakan keeping secchi.
Kedalaman
(meter)
0
Jenis botol
ulangan
Gelap
2
Terang
1
2
1,5
Gelap
1
2
Terang
1
2
Gelap
1
2
Terang
1
2
a. Judul
b. Tujuan
c. Tata kerja
d. Hasil pemetaan (dalam bentuk gambar)
e. Analisis teknik/cara pemetaan dan hasil gambarnya
f.
g. Daftar pustaka.
PRAKTIKUM 3
KOMPOSISI DAN BIOMASA FITOPLANKTON
A. Pengantar
Fitoplankton merupakan kelompok organisme yang memegang peranan
sangat
cahaya
matahari
yang
dibutuhkan
untuk
melakukan proses
(ganggang
hijau),
Euglenophyta
(kelompok
euglena),
Anabaenopsis,
Lingbya),
Chlorophyceae
(Cosmarium,
wildemani,
(4)
Desmidiaceae:
Staurastrum
punctulatum,
S.
pulchellum,
Nephricytium
lunatum,
Tetraedon
trigonum,
Schroederia,
B. Tujuan
Melalui praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu sebagai berikut.
1. Menentukan stasiun pencuplikan fitoplankton
2. Melakukan pencuplikan fitoplankton
3. Mengidentifikasi jenis-jenis fitoplankton
4. Menghitung kerapatan fitoplankton
5. Mengukur volume fitoplankton
C. Prinsip
bentuk
geometrisnya.
Kemudian
dihitung
volume
masing-masing
sel
berdasarkan bentuk geometris tersebut. Dengan rumus bahwa berat jenis sama
dengan berat per volume, maka jika berat jenisnya dianggap 1 (karena
keseluruhan sel tersusun atas air) maka berat sama dengan volume.
6. Jika sudah yakin bahwa pencuplik air sudah terisi dengan sampel air pada
kedalaman yang diinginkan, tarik pencuplik air ke permukaan.
7. Masukkan air sampel ke dalam botol volume 1 liter dan awetkan dengan
formalin dengan menambahkan 2-5 cc formalin.
8. Tutup botol sampel dan bawa ke laboratorium.
Penyiapan pencacahan
Pemeriksaan di laboratorium meliputi identifikasi jenis dan penghitungan
kerapatan. Kerapatan dapat ditentukan sebagai jumlah individu per liter.
Kerapatan juga dapat dihitung berdasarkan berat biomasa per volume tertentu
(misalnya per liter).
Sampel yang sudah dibawa ke laboratorium diperlakukan secara khusus
untuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Sampel yang diambil dari
lapangan (sampel untuk kualitatif maupun kuantitatif) diendapkan selama
kurang lebih 1 hari.
Setelah diperkirakan sampel mengendap maka alirkan air permukaan
pada sampel perlahan-lahan. Jangan sampai
fitoplankton tidak teraduk kembali. Dari 1 liter sampel diharapkan akan menjadi
100 ml sampel.
Sampel yang telah terkonsentrasi menjadi 100 ml (ini mengandung
seluruh fitoplankton dari 1 liter sampel) dapat dikonsentrasikan lagi dengan cara
disentrifugasi. Masukkan sampel ke dalam tabung sentrifugasi dan lakukan
sentrifuasi. Ambil endapan dan masukkan kedalam botol yang telah disiapkan.
Lakukan sentrifugasi sampai mendapatkan konsentrat sampel dengan volume
10 ml. Dengan demikian dari 1 liter sampel, fitoplankton dikonsentrasikan pada
10 ml sampel.
Identifikasi
1. Lakukan identifikasi dengan menggunakan sampel untuk pemeriksaan
kualitatif
2. Dengan menggunakan pipet tetes ambil secara acak fitoplankton yang ada
di dalam sampel
3. Teteskan sampel fitoplankton pada kaca benda dan tutup dengan kaca
penutup
4. Amati fitoplankton yang terdapat di kaca benda
5. Identifikasi jenis-jenis yang ada. Lakukan identifikasi seperti yang telah
dijelaskan pada matakuliah Botani Tumbuhan rendah.
Penghitungan kerapatan
1. Penghitungan kerapatan dalam jumlah individu/liter
Aduk sampel dan ambil sampel dengan pipet tetes. Letakkan hemositometer
di meja dan teteskan sampel pada daerah penghitungan. Tutup dengan kaca
penutup.
Amati
dimikroskop.
Volume
yang
tertampung
dalam
individu/liter.
Jika
diketahui
jumlah
individu/liter
selanjutnya
bentuk
geometrisnya.
Chlorella,
Chroococcum,
bentuk
Ruang Pengamatan
G. Tugas
Dalam Praktikum ini Anda ditugaskan untuk menghitung kerapatan
fitoplankton di danau yang sudah ditentukan. Lakukan pencuplikan fitoplankton.
Identifikasi jenis-jenis yang ada, serta bagaimana kerapatannya. Tentukan
stasiun mana yang memiliki keragaman lebih tinggi daripada yang lain. Gunakan
indeks Shannon-Wiener untuk menentukan keanekaragaman. Jelaskan mengapa
stasiun tersebut keanekaragamannya lebih tinggi daripada yang lainnya.
PRAKTIKUM 4
KOMPOSISI DAN BIOMASA PERIFITON
A. Pengantar
Untuk
mengetahui
berbedaan
kerapatan
zooplankton
antar
waktu
lingkungan
abiotik
yang
diukur
bersamaan
dengan
B. Tujuan
Melalui kegiatan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memilih stasiun untuk pencuplikan perifiton
2. Menentukan alat yang digunakan dalam mencuplik perifiton
3. Mengidentifikasi jenis-jenis perifiton berdasarkan ciri-cirinya
4. Menghitung kerapatan perifiton
C. Prinsip
Perifiton sering juga dikenal dengan nama aufwuch merupakan
kelompok mikroorganisme terutama tumbuhan yang melekat atau sedikit
bergerak pada berbagai susbstrat di bawah permukaan air, baik pada
permukaan batu, kayu, akar dan daun tumbuhan akuatik serta pada permukaan
material lainnya. Kelompok perifiton tersusun atas protozoa fotosintetik, dan
dari kelompok tumbuhan tersusun atas mikroalga.
Perifiton sangat penting peranannya dalam ekosistem perairan karena
merupakan produsen primer yakni sebagai penghasil oksigen dan bahan
organik, juga berguna sebagai bahan makanan bagi invertebrata dan ikan dalam
ekosistem tersebut. Di danau hampir 69% fiksasi karbon disumbangkan oleh
autotrof, 23% diantaranya berasal dari alga planktonik, 7% dari tumbuhan
tersebut.
Berbeda
dengan
fitoplankton
yang
hidupnya
sangat
dipengaruhi oleh gerakan air, perifiton tidak terpengaruh oleh gerakan air.
Perubahan kelimpahan dan keanekaragaman perifiton memperlihatkan adanya
perubahan
lingkungan
perairan.
Perubahan
ini
dapat
disebabkan
oleh
meruang
adalah
perubahan/perbedaan
antar
lokasi/stasiun
pengamatan.
Mikroalga perifiton umumnya disusun atas tiga divisi yakni Cyanophyta,
Chlorophyta, dan Bacillarophyta. Kadang-kadang juga ditemukan beberapa
genus dari divisi Rhodophyta terutama dari genus Lamanea, Hildenbandia,
dapat
dikumpulkan
dari
permukaan
benda-benda
yang
menunjukkan 1 cm2.
Identifikasi
1. Lakukan identifikasi dengan menggunakan sampel untuk pemeriksaan
kualitatif.
2. Dengan menggunakan pipet tetes ambil secara acak perifiton yang ada di
dalam sampel.
3. Teteskan sampel perifiton pada kaca benda dan tutup dengan kaca penutup.
4. Amati perifiton yang terdapat di kaca benda.
5. Identifikasi jenis-jenis yang ada. Lakukan identifikasi seperti yang telah
dijelaskan pada matakuliah Botani Tumbuhan rendah.
Penghitungan kerapatan
1. Penghitungan kerapatan dalam jumlah individu/cm2
Aduk sampel dan ambil sampel dengan pipet tetes. letakkan hemositometer
di meja dan teteskan sampel pada daerah penghitungan. Tutup dengan kaca
penutup. Amati dimikroskop. Catat jenis-jenis perifion yang ada dan hitung
jumlah masing-masing jenis perifiton. Volume yang tertampung dalam
hemositometer adalah 0,3 X 0,3 X 0,1 mm3. Lakukan beberapa kali
pengamatan sehingga mendapatkan volume 1 cm3 atau 1 ml. Perlu dicatat
bahwa jumlah yang terdapat dalam 1 ml sampel sama dengan kerapatan 1
cm2, karena Anda mendapatkan sampel 10 ml yang berasal dari substrat
buatan seluas 10 cm2. Jika ukuran substrat buatan yang Anda gunakan
berbeda maka buatlah konversinya sehingga Anda tetap menggunakan
satuan kerapatan sebagai individu/cm2 atau individu/m2.
2. Menghitung kerapatan dengan hemositometer
individu/cm2.
Jika
diketahui
jumlah
individu/cm2 selanjutnya
bentuk
geometrisnya.
Chlorella,
Chroococcum,
bentuk
G. Tugas
1. Dalam
Praktikum
ini
Anda
ditugaskan
untuk
mencuplik
perifiton
PRAKTIKUM 5
PENCUPLIKAN, IDENTIFIKASI, DAN NUMERASI ZOOPLANKTON
A. Pengantar
Zooplankton memiliki peranan yang sangat penting di perairan.
Zooplanton memiliki tingkatan trofik antara trofik terendah (fitoplankton) dan
tingkatan trofik tertinggi (sumberdaya ikan) dalam rantai makanan di perairan.
Zoplankton memiliki peranan penting dalam membawa karbon dioksida ke
perairan dalam karena mereka dapat berenang ke atas dan ke bawah (migrasi
vertikal) dalam sehari. Seperti yang kita ketahui bahwasannya karbon dioksida
merupakan senyawa yang menyebabkan pemanasan global. Zooplankton
merupakan plankton hewani. Zooplankton pada umumnya bersifat sebagai
pemakan fitoplankton dan bakterioplankton. Zooplankton didominasi oleh 4
kelompok utama yaitu Protozoa, Rotifera, Cladocera, dan Cepopoda.
Lingkungan
perairan
tawar
sering
berubah
karena
perubahan
B. Tujuan
Melalui kegiatan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memilih stasiun untuk pencuplikan zooplankton
2. Menentukan alat yang digunakan dalam mencuplik zooplankton
3. Mengidentifikasi jenis-jenis zooplankton berdasarkan ciri-cirinya
4. Menghitung kerapatan zooplankton
C. Prinsip
Zooplankton memiliki ukuran yang bervariasi antara 64 mikron sampai
beberapa milimeter. Zooplankton yang terkecil adalah dari kelompok Protozoa.
Oleh sebab itu zooplankton dapat dicuplik menggunakan jala plankton (plankton
net). Ada berbagai model plankton net, yang dikembangkan sesuai dengan
Gambar 5.1 Jala Plankton (A) dan Juday Plankton Trap (B). Juday pada
Waktu
Mengambil Sampel pada Keladalam Tertentu (a) danKondisi
Tertutup Setelah Mengambil Pada Kedalaman Tertentu.
Protozoa merupakan hewan yang tubuhnya terdiri dari satu sel. Protozoa
memiliki bentuk yang bermacam-macam, ada yang tetap dan ada yang tidak
tetap. Protozoa hidup secara individu (soliter) dan ada pula yang membentuk
koloni. Protista yang hidup bebas antara lain cilliata, flagellata, dan sarcodina.
1. Flagelata
Flagelata merupakan komponen utama penyusun protozooplankton
dalam jumlahnya berlimpah di air. Flagellata yang umum adalah Dinoflagellata
(Ceratium dan Peridinium), Chrysomonadea (Dinobryon, Mallomonas dan
Synura),
Euglenoid
(Euglena),
Volvocidae
(Volvox
dan
Eudorina),
Vorticella, Stylonichia.
3. Sarcodina
Sarcodina
merupakan
protozoa
yang
sedikit
ditemukan
dalam
ranarum.
B. Rotifera
Dalam klasifikasi Rotifera merupakan salah satu filum dalam klasifikasi
hewan. Rotifera memiliki ukuran tubuh yang kecil ditandai dengan terdapatnya
silia yang disebut korona di bagian anterior tubuh. Rotifera merupakan suatu
kelompok penting hewan penyusun komunitas zooplankton. Rotifera memiliki
variasi morfologi dan adaptasi. Rotifera yang banyak ditemukan adalah rotifera
betina. Rotifera jantan jarang dibentuk (karena umumnya bereproduksi secara
partenogenetik) dan umurnya pendek hanya 2-3 hari saja.
Umumnya bentuk badan memanjang dan memiliki bagian yang disebut
sebagai kepala, batang tubuh, dan kaki; yang pada umumnya tak dapat
dibedakan dengan jelas. Ujung anterior atau korona memiliki silia, pada
beberapa jenis seluruh tubuhnya juga ditutupi silia. Gerakan silia berguna untuk
membantu gerak tubuh serta menggerakkan makanan ke arah mulut itu.
Kebanyakan rotifera bersifat sesil (melekat) dan non-predator plankton. Rotifer
yang bersifat omnivor memasukkan makanan ke dalam tubuh melalui gerakan
silia yang mengarahkan aliran materi organik menuju mulut. Gerakan rotifer
sangat lambat dan tergantung pada gerakan silia di bagian perifer tubuhnya.
Tubuh rotifera berbentuk silinder dengan lanjang 100-500 mikron. Di
bagian anterior terdapat cekungan bersilia yang disebut korona. Silia ini selalu
bergerak, berguna untuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Tubuh
tersusun atas kepala, batang tubuh, dan kaki, meskipun seringkali bagian kepala
tidak dapat dibedakan dengan batang tubuh. Sistem organnya masih sangat
sederhana. Di bagian kepala terdapat semacam otak sebagai pusat saraf. Di
batang tubuh terdapat sistem pencernaan, reproduksi, dan sistem ekskresi
berupa protonefridia. Makanan rotifera berupa plankton dan detritus.
Brachionus
Bdelloid
dada, dan perut. Dada dan perut ditutup oleh karapak pada bagian belakang.
Karapak berbentuk bulat, oval, kadang memanjang tergantung jenisnya.
Di kepala terdapat sepasang mata majemuk. Mata majemuk cladocera
merupakan
bintik mata. Bintik mata tersusun atas mata majemuk yang besar dan oselus
kecil. Cladocera memiliki dua pasang antena. Sepasang antena kedua berukuran
besar berfungsi sebagai alat renang dan menjadi organ utama untuk gerak.
Cladocera merupakan hewan pemakan dengan menyaring (filter
feeders), dilengkapi dengan bulu-bulu yang sangat halus pada rongga mulut
yang berfungsi untuk menyaring makanan. Struktur mulut terdiri atas;
mandibula berkhitin yang berfungsi untuk menggiling makanan, sepasang
maksila (rahang atas), dan medium labrum yang menutup mulut.
Cladocera memiliki 5 pasang kaki yang melekat pada bagian ventral
torax. Abdomen berbentuk kecil memanjang dan memiliki dua seta pada ujung
anterior. Kaki-kaki tersebut pipih dan memiliki rambut dan seta yang panjang.
Gerakan kaki-kaki menghasilkan aliran air yang dapat mengoksigenasi seluruh
tubuh serta mengalirkan makanan kea rah anterior terutama mulut. Partikel
makanan disaring oleh seta yang terdapat di sekeliling mulut dan dasar kaki.
Cladocera dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi
secara aseksual dilakukan dengan cara parthenogenesis. Cara ini sama seperti
yang dilakukan oleh rotifer. Dalam kondisi yang menguntungkan, betina diploid
menghasilkan telur-telur yang haploid yang jumlahnya ratusan. Telur-telur ini
kemudian menetas dan berkembang menjadi anak-anak yang haploid.
Reproduksi seksual dilakukan dengan cara betina menghasilkan telur-telur yang
siap dibuahi. Telur-telur ini jumlahnya sedikit bervariasi dari dua, empat,
delapan, dan empat puluh pada daphnidae. Telur-telur ini dibuahi dan kemudian
di simpan pada kantung telur yang ada di bagian dorsal betina. Telur dilindungi
oleh karapaks. Telur kemudian menetas dan terbentuk larva. Larva ini kemudian
berkembang menjadi dewasa.
Cladocera merupakan salah satu ordo pada filum Arthropoda dan klas
Cristacea. Taksonomi Cladocera (dalam, http://en.wikipedia.org/wiki/Cladocera)
adalah sebagai berikut.
2. Copepoda
Daphnia ambigua
Ceriodaphnia cornuta
Daphnia longiremis
Daphnia lumholtzi
Simocephalus
exspinosus
S. Vetulus
Achantoleberis
curvirostris
Bosmina longirostris
Leptodora kindtii
Leydigia leydigi
Graptoleberis
Cydorus sphaericus
Allona afinis
Diaphanosoma
brachurum
Latonopsis ocidentalis
Dispalarona rostrata
Copepoda
memiliki
peranan
penting
sebagai
salah
satu
rantai
segmen
genital.
Ketiga
subordo
copepoda
dapat
dibedakan
berdasarkan struktur antena pertama, urosom, dan kaki ke lima (kaki paling
belakang).
Bagian mulut dari subordo harpacticoidae dapat digunakan untuk
memotong partikel sedimen atau bagian tubuh makrovegetasi. Harpacticoidea
aktif mengejar dan menangkan makanan yang berupa partikel tumbuhan
maupun hewan. Makanan ditangkap oleh maxilla (rahang) atas kemudian
didorong oleh rahang bawah untuk masuk ke saluran pencernaan. Berbagai
partikel makanan dicerna dengan cara berbeda. Diatom mampu dicernanya
tetapi beberapa ganggang mungkin tidak mampu dicerna.
Copepoda bereproduksi secara seksual. Copepod memiliki variasi periode
kawin antar spesies, ada yang kawin sepanjang tahun ada pula yang hanya
pada periode tertentu. Perkawinan dilakukan dengan cara jantan menjepit
betina kemudian mengalirkan spermatofornya di genital betina pada bagian
abdomen ventral. Betina akan membawa 1 atau 2 kantong telur yang telah
terfertilisasi. Telur-telur tersebut kemudian menetas membentuk larva nauplii.
Larva nauplii mengalami moulting (ganti kulit) sebanyak 5 kali dan berkembang
menjadi larva copepodit. Larva copepodit juga mengalami moulting (ganti kulit)
lima kali sebelum menjadi dewasa.
Copepoda adalah kelompok zooplankton yang memegang peranan
penting dalam rantai makanan pada suatu ekosistem perairan. Salah satu
contohnya adalah Argulus indicus dan Cyclops. Copepoda kaya akan protein,
lemak,
asam
amino
esensial
yang
dapat
mempercepat
pertumbuhan,
meningkatkan daya tahan tubuh, serta mencerahkan warna pada udang dan
ikan. Keunggulan copepoda juga telah diakui oleh beberapa peneliti lain, karena
kandungan DHA-nya yang tinggi, dapat menyokong perkembangan mata dan
meningkatkan derajat kelulushidupan larva. Copepoda juga mempunyai
kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan Artemia sehingga
dapat menghasilkan pigmentasi yang lebih baik bagi larva ikan. Beberapa jenis
copepoda telah dikembangkan untuk dibudidayakan terutama dari
kelompok
Diaptomus
Larva Nauplius
tiga
jenis
Copepoda
(Cyclops
sp.,
Thermocyclops
hyalinus,
Mesocyclops leuckarti), dan dan satu jenis Insecta (larva Chaoborus sp.). Di
Ranu Bedali ditemukan 5 jenis Rotatoria, yaitu Brachionus angularis, B.
calycyflorue, Pompolix sulcata, Anuraea valga, dan Anuraeopsis fissa, dua jenis
Entomostraca yaitu Cyclops hyalinus dan Cyclops leuckarti serta ditemukan pula
larva Chaoborus.
Jenis-jenis zooplankton yang diamati oleh Suwono dan juga oleh Ruttner
(1952) di Ranu Pakis adalah: (1) Rotatoria atau Rotifera: Brachionus falcatus,
1. Jala plankton
2. Juday Plankton Trap
3. Sprayer
4. Aquades
5. Formalin
6. Tali
7. Botol kecil
8. Sedgwick Rafter Counting cell
9. Kaca benda
10. Mikroskop
11. Spidol permanen
12. Pipet tetes
E. Prosedur Kerja
Pemgambilan sampel zooplankton dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif. Pengambilan kualitatif merupakan pengambilan untuk mendapatkan
sampel
jenis-jenis
zooplankton.
Pegambilan
kualitatif
berguna
untuk
= s
segmen
tubuh,
furca,
antena,
caudal
ramus,
endopod,
kaki,
yang telah
pencuplikan
zooplankton
untuk
menentukan
stratifikasi
PRAKTIKUM VI
PENCUPLIKAN MAKROZOOBENTOS
A. Pengantar
Makroinvertebrata bentik adalah kelompok hewan yang tidak memiliki
tulang belakang dan mudah dilihat dengan kasat mata (ukuran tubuh lebih dari
0.5 cm) yang hidupnya di dasar perairan. Beberapa kelompok hewan yang
termasuk makroinvertebrata bentik adalah larva serangga, cacing, udang, siput,
dan lain sebagainya. Makroinvertebrata dapat hidup dan berkembang baik di
perairan pada kondisi perairan yang berlumpur, perairan yang alami, berbatu
pada bagian dasarnya, maupun pada dasar perairan yang airnya mengalir
dengan cepat.
Beberapa hewan makroinvertebrata sangat peka terhadap perubahan
kondisi perairan terutama pada perairan sungai. Beberapa kegiatan manusia
seperti pemakaian pestisida dan pupuk pada lahan pertanian, sampah rumah
tangga di daerah pemukiman,
serta polusi dari industri menyebabkan menurunnya kualitas air. Biota yang
toleransinya tinggi terhadap faktor lingkungan akan berkembang dengan baik,
sedangkan yang tidak toleran akan menurun populasinya bahkan punah. Akibat
pencemaran tersebut beberapa jenis makroinvertebrata yang toleran jumlahnya
meningkat, sebaliknya yang intoleran populasinya menurun atau bahkan tidak
ditemukan lagi. Hewan-hewan yang peka
B. Tujuan
Melalui kegiatan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memilih stasiun untuk pencuplikan makrozoobentos
2. Menentukan alat yang digunakan dalam mencuplik makrozoobentos
3. Mengidentifikasi jenis-jenis makrozoobentos berdasarkan ciri-cirinya
4. Menghitung kerapatan makrozoobentos
5. Menentukan keanekaragaman makrozoobentos
zoobentos
yang
termasuk
makrozoobentos
diantaranya
adalah:
flies), Diptera (true flies), dan Odonata (dragonflies dan damselflies) biasanya
mendominasi keseluruhan biomasa. Kelompok lain yang penting pada perairan
darat adalah Mollusca (snails dan clams), Annelida (cacing dan lintah), dan
Crustacea (udang, ketam). Penjelasan dari masing-masing takson adalah
sebagai berikut.
Cacing Pipih (Filum Platyhelminthes, Kelas Turbellaria)
Cacing pipih bergerak dengan mengeluarkan lendir yang memungkinkan
rambut (silia) pada tubuhnya menggerakkan tubuhnya pada substrat. Cacing
pipih merupakan predator bagi invertebrata lainnya, tetapi mereka juga
dekomposer yang memakan bahan-bahan organik. Ia dapat mendeteksi adanya
makanan dengan menggunakan reseptor kimia. Cacing pipih bereproduksi
secara seksual dan aseksual, tergantung pada kondisi lingkungan seperti suhu
air. Ia mampu bereproduksi secara aseksual yang memungkinkan ia dapat
bertahan pada kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan mampu hidup
beberapa tahun.
Cacing beruas-ruas (Filum Annelida)
Kelas Oligochaeta
Kelas Hirudinea
yang menempel pada batang dan daun tumbuhan sehingga tumbuhan dapat
menerima cahaya untuk fotosintesis. Sebagian besar moluska dapat hidup 2
sampai 5 tahun. Ia merupakan sumber makanan bagi vertebrata misalnya ikan,
amfibi, reptilia, burung, dan mamalia.
Remis dan kijing merupakan moluska yang memiliki dua cangkang. Di
lihat dari biomasanya, ia merupakan invertebrata terbesar di air. Ia tinggal di air
yang tidak dalam dan memiliki aliran air yang berukuran medium. Karena ia
tinggal di lapisan di bawah substrat, mereka hidupnya dibatasi oleh stabilitas
dasar perairan sungai. Ia bersifat filter feeders (memakan dengan menyaring),
mengambil air, menyaring bahan-bahan organik, dan melepaskan sisa air.
Bivalvia merupakan
hidupnya meliputi fase larva yang berenang bebas atau parasit yang dinamakan
glochidia, yang bentuknya berbeda dengan dewasanya. Larva ini melekat pada
inang ikan (dan bersifat spesifik). Setelah lepas dari ikan ia berkembang
menjadi dewasa.
Gambar 6.2 Dua contoh Mollusca dari Kelas Gastropoda (A) dan Bivalvia (B)
predator. Udang mengalami pergantian kulit selama 5-8 kali untuk menjadi
dewasa. Mereka bersifat fototaksis negative. Udang bersifat nocturnal. Mereka
mampu bergerak dengan cepat utuk menghindari
Ordo Amphipoda
Ordo Isopoda
Kelas Insecta
Ordo Plecoptera
(Stonefly)
Ordo Trichoptera
(Caddisfly)
Ordo Megaloptera
(Alderflies)
Ordo Ephemeroptera
(Mayfly)
Ordo Coleoptera
(Water Penny
Beetle)
Ordo Coleoptera
(Riffle Beetles)
Ordo Odonata
(Damselfly)
Ordo Odonata
(Dragonfly)
Ordo Diptera
Ordo Diptera
Ordo Diptera
Ordo Diptera
Famili Simuliidae
(Black Fly)
Famili Tipulidae
(Crane Fly)
Famili
Chironomidae
(Midge Fly)
Famili Athericidae
(Snipe Fly)
shredders dan collectors atau didekomposisi oleh bakteri dan jamur. Hewanhewan Grazers, shredders, dan collectors akan dimakan oleh makroinvertebrata
bentik predator. Sebagai contoh kepik air memakan alga dengan cara
mengambil dari substrat. Kepik air menjadi makanan larva serangga. Larva
serangga ini dimakan oleh predator. Dalam hal ini ini materi berpindah melalui
rantai makanan menyediakan nutrien dan bahan organik ke dalam lingkungan.
proses
proses
a. Sebagai penyedia makanan bagi berbagai tingkat trofik yang lebih tinggi.
b. Memainkan peranan penting dalam biodegradasi bahan organik.
c. Memudahkan biomineralisasi bahan organik dan meningkatkan regenerasi
nutrien.
d. Berperan
dalam
menyuburkan
dasar
perairan
dan
meningkatkan
produktivitas bentik.
simbiosis,
makroinvertebrata
bentik
selain
berperan
melapukkan
dan
dasar
perairan
dan
meningkatkan
produktivitas.
diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenisjenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih
dikenal dengan Makroinvertebrata bentik (Rosenberg dan Resh, 1993 dalam
Rizky, 2007).
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan,
(BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan
substrat dasar (Allard and Moreau, 1978; APHA, 1992; dalam Rizky, 2007).
Penggunaan
makrozoobentos
sebagai
indikatork
kulitas
perairan
dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Cara ini dikenal sejak abad 19 dengan
pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan
tercemar. Jenis-jenis organisme tertentu ini berbeda dengan jenis-jenis
organisme yang hidup di perairan yang tidak tercemar. Kemudian oleh para hli
biologi perairan pengetahuan ini dikembangkan sehingga perubahan struktur
dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat
dijadikan indikator kualitas perairan (rosenberg dan Resh, 1993, dalam Rizky,
2007).
Metode kualitatif tertua untuk mendeteksi pencemaran secara biologis
adalah sistem saprobik (Rizky, 2007) yaitu sistem zonasi pengayaan bahan
organik berdasarkan spesies hewan dan tumbuhan secara spesifik. Hynes
(1978) berpendapat bahwa sistem saprobik mempunyai beberapa kelemahan
antara lain kurang peka terhadap pengaruh buangan yang bersifat toksik. Tidak
ditemukannya makrozoobentos tertentu belum tentu dikarenakan adanya
pencemaran organik, sebab mungkin dikarenakan kondisi fisik perairan yang
kurang mendukung kehidupannya atau kemunculannya dikarenakan daur
hidupnya.
Keragaman jenis disebut juga
keheterogenan jenis,
merupakan ciri
akan lebih bermakna jika dibandingkan dengan nilai indeks dari ruang yang
berbeda dan/atau dari waktu yang berbeda. Dengan demikian penelitian
keanekaragaman menggunakan indeks harus dilakukan secara meruang atau
mewaktu. Indeks keragaman Shannon-Wiener dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
H =
dimana
jenis zoobentos,
yang dihitung
menyatakan
indeks
keragaman jenis zoobentosnya lebih kecil dari satu (0<H<1). Jika berkisar
antara satu dan tiga (1<H<3), maka air tersebut setengah tercemar. Air bersih,
indeks keragaman zoobentosnya lebih besar dari tiga. Nilai ini adalah perkiraan.
Masing-masing
komunitas
kadang
memiliki
perilaku
besaran
indeks
E. Prosedur Kerja
1. Pilih lokasi di sungai atau di danau yang dijadikan lokasi penelitian.
2. Lakukan pencuplikan sampel makrozoobentos, di danau maupun di sungai.
menunjukkan
tanda-tanda
adanya
pencemaran
berdasarkan
penelitian
hewan
bentik
di
ekosistem
sungai
dan
danau/bendungan.
2. Tentukan stasiun pengamatan yang tepat.
3. Dalam penelitian di sungai Anda harus hati-hati terhadap arus yang deras
dan
daerah
yang
dalam.
Demikian
pula
dengan
penelitian
di
KEGIATAN VII
ESTIMASI KERAPATAN POPULASI IKAN DENGAN METODE CMR
(CAPTURE-MARK-RELEASE AND RECAPTURE)
A. Pengantar
Kegiatan praktikum ini akan mengantar saudara pada salah satu teknik
mengestimasi kelimpahan suatu hewan mobile, yaitu ikan di lapangan (kolam
atau waduk kecil). Salah cara yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode
CMR, yaitu metode tangkap-tandai-lepaskan-tangkap lagi.
B. Tujuan
Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk:
1. memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang penggunaan teknik
CMR dalam mengukur kerapatan atau kelimpahan populasi,
2. melatih mahasiswa dalam penerapan metode CMR.
C. Prinsip
Kerapatan (densitas) dan kelimpahan merupakan salah satu karakter
populasi, yaitu jumlah individu anggota populasi. Pada umumnya ukuran satuan
besarnya kerapatan populasi dinyatakan dengan cacah individu atau biomassa
per satuan luas areal atau volume.
Berdasarkan habitatnya, ukuran kerapatan populasi dapat ditentukan
dengan cara kerapatan kasar (crude density), dan kerapatan ekologis.
Berdasarkan cara pengambilan cuplikannya dapat dibedakan antara kerapatan
nisbi dan kerapatan mutlak. Penentuan kerapatan mutlak dapat dilakukan
dengan teknik pencuplikan, atau dengan cara penghitungan total (sensus).
Untuk teknik pencuplikan dapat dilakukan dengan berbagai metode, yang salah
satunya menggunakan metode CMR. Ada beberapa pengembangan dalam
metode CMR yaitu:
1. Metode Petersen
Menurut Petersen (1982) metode Petersen merupakan suatu metode yang
sederhana untuk mengestimasikan jumlah populasi N, sedangkan hewan yang
diestimasikan bersifat tertutup. Suatu cuplikan n1 adalah hewan-hewan yang
m2
n2
n2
N
N=
n1n 2
m2
dimodifikasi menjadi:
N=
n1 + 1 n 2 + 1
1
m2 + 1
Persamaan ini akan memberikan hasil yang tidak berbias jika nl + n2 < N
dan pertimbangan aproksimasinya adalah: E(N n1n2) = N - NB. Sedangkan
b = [- (n1 + 1) (n1) / N], artinya U = n1n2 / N = E [m2n1, n2]
Robson dan Regier dalam (Seber, 1982) menguraikan, bahwa yang
mendukung keakuratan metode Petersen yang utama adalah jika U > 4 dan b <
0,02, selain itu m2 7. Hal ini dapat berarti jika individu yang tertangkap dan
telah bertanda berjumlah 7 atau lebih, dapat memberikan hasil yang tidak bias
dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk mengurangi estimasi yang bias, maka
perlu dihitung aproksimasi atau varians, yaitu:
V=
n1 1 n 2 1 n1 m 2 n 2 m 2
2
m 2 1 m 2 2
Ni*
Mi + 1 ni + 1
1
mi + 1
Vi* =
Mi + 1 ni + 1 Mi - mi ni - mi
2
mi + 1 mi + 2
= jumlah pencuplikan
Ni
Mi
Ui
= ni - mi
Mi
kemungkinan estimasi maksimum dari N pada metode ini dapat diberikan oleh:
ni - mi Mi
mi
N - Mi
m - A/N 2
A/N
1,962
Yakni :
N/A
4m + 1,96
2m + 1,962
m2
3. Metode Schumacher
De Lury (1958) dalam Seber (1982) menyatakan bahwa, minimnya jumlah
individu hewan yang didapatkan dalam setiap cuplikan, dan bervariasinya
jumlah cuplikan sehingga tampak tidak ada kemiripan dapat menyebabkan
proporsi individu-individu sample pada suatu waktu mungkin menyimpang dari
proporsi yang sebenarnya, sehingga jumlahnya benar-benar tidak tepat. Dalam
keadaan ini hal yang lebih baik adalah memperhatikan ukuran sample sendiri
untuk mendukung proporsi hewan-hewan yang ditandai secara keseluruhan.
Dari kenyataan tersebut berarti bahwa (Mi / N )[ 1 - (Mi/N)] tidak banyak
berubah Mi / N, yaitu antara 0,2 - 0,8. Oleh karena itu dengan meletakkan Ui =
ni, maka R didapatkan dari rumus:
= (mi Mi) / (ni Mi2)
karena = 1 / N, maka estimasi N dari metode Schumacher dapat dihitung:
N = (ni Mi2) / (mi Mi)
Untuk taraf kepercayaan 95%, maka varians N
ni Mi 2
mi Mi t1.2 / 2 2 ni Mi 2
dengan ketentuan:
mi 2 niMi
s
2
ni
ni Mi 2
3. Akuarium/tangki
E. Prosedur Kerja
1. Datanglah ke kolam yang akan dipelajari
2. Dengan menggunakan jaring ikan, tangkaplah ikan. Tandai dengan
memberikan noktah (cat merah) pada ikan yang tertangkap. Masukkan ikan
yang ditangkap dan ditandai ke dalam akuarium/tangki. Jangan lupa diberi
aerator supaya ikan tidak mengalami kematian.
3. Untuk sementara waktu ikan-ikan tidak dilepas dulu supaya tidak
mempengaruhi penangkapan pertama.
4. Lakukan penangkapan dengan frekuensi jala tebar tertentu, misalnya
menebar sebanyak 10 kali tebaran.
5. Selesai penangkapan lepaskan ikan yang sudah ditandai.
6. Beri kesempatan ikan yang bertanda bercampur dengan.
7. Setelah ikan-ikan bercampur secara baik, lakukan penangkapan kedua.
8. Lakukan penangkapan dengan jumlah tebaran jala yang sama dengan
penangkapan pertama. Hitung berapa ikan yang bertanda dan berapa ikan
yang tidak bertanda yang tertangkap pada penangkapan kedua ini.
F. ANALISIS DATA
1. Metode Peterson
a. Setelah data didapatkan maka dibuat tabel pengolahan data sebagai berikut:
Tabel Pengolahan Data Metode Peterson
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
Keterangan:
ni
mi
Mi
Ni*
Vi*
: jumlah pencuplikan
ni
mi
Mi
Ni*
Vi*
Ni*
Mi + 1 ni + 1
1
mi + 1
Vi* =
Mi + 1 ni + 1 Mi - mi ni - mi
2
mi + 1 mi + 2
ni
mi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
Keterangan:
N
Mi
niMi
miMi
NiMi2
Mi2/ni
: jumlah pencuplikan
ni
mi
Mi
b. Perhitungan jumlah estimasi pada metode Schanabel ada dua macam, yaitu:
N = niMi / m
c. Jika estimasi N mengalami bias akibat ni/N dan Mi/N < 0,1, maka N dapat
dimodifikasi menjadi estimasi yang hampir tak terbias, yaitu:
N = niMi / (m + 1)
d. Untuk m 50 aproksimasinya dapat menggunakan tabel Chapman Poison
pada tabel A1 untuk mendapatkan interval lebih pendek dengan tingkat
kepercayaan 95%, sedangkan untuk m > 50 menggunakan aproksimasi
normal dari Poison yaitu untuk tingkat kepercayaan 95% dari N dapat
dihasilkan oleh akar kuadrat dari:
m - A/N
A/N
1,96 2
yakni:
N/A
di mana A = niMi
tabel yang serupa juga dapat dibuat untuk mengolah data hasil percobaan
dengan menggunakan model.
3. Metode Scumacher
a. Untuk tabel pengolahan data, antara metode Schanabel dan metode
Schumacher adalah sama, jadi satu macam tabel dapat dipergunakan untuk
dua metode estimasi. Sedangkan perhitungan estimasi metode Schumacher
dapat menggunakan rumus:
N = ( ni Mi2) / ( mi Mi)
b. Untuk taraf kepercayaan 95%, maka varians N:
2
dengan ketentuan:
ni Mi 2
mi Mi t s-2 / 2 2 ni Mi 2
12
mi 2 niMi
s - 2
ni
ni Mi 2
PRAKTIKUM VIII
MENGOLEKSI, MEMBIAKKAN, DAN MENGAMATI HEWAN UJI
A. Pengantar
Ada banyak hewan yang dapat digunakan sebagai hayati (bioassay). Uji
hayati merupakan proses pengujian dampak suatu bahan pencemar/racun
dengan menggunakan organisme. Organisme yang digunakan sebagai uji
adalah organisme yang kemungkinan terkena dampak bahan pencemar atau
racun tersebut, baik organisme target maupun non-target. Pengujian bahan
(biasanya pestisida, insektisida, fungisida, dll) terhadap organisme target
digunakan untuk menguji kekuatan membunuh dari bahan tersebut. Pengujian
terhadap organisme non-target digunakan sebagai evaluasi terhadap dampak
negatif bagi organisme di lingkungan.
Hewan yang digunakan sebagai uji hayati bermacam-macam, mulai dari
protozoa sampai vertebrata. Pemilihan hewan uji tergantung pada tujuannya.
Pengujian insektisida misalnya, selain pada hewan target, juga dapat dilakukan
uji hayati pada hewan non-target seperti serangga lain bukan-hama, serangga
makrodekomposer, dan predator serangga.
B. Tujuan
1. Terampil melakukan isolasi organisme uji
2. Terampil membiakkan hewan uji
C. Prinsip
Proses uji hayati yang dilakukan di laboratorium membutuhkan
pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam mengoleksi, membiakkan,
mengamati dan memperlakukan hewan uji. Mengoleksi hewan invertebrata
membutuhkan ketrampilan khusus karena kita berhubungan dengan organisme
yang ukurannyya sangat kecil, mobil, dan memiliki periode berbiak yang relatif
pendek. Membiakkan hewan uji juga membutuhkan kemampuan memilih
medium dan nutrisi yang tepat. keberhasilan uji hayati sangat tergantung pada
ketersediaan hewan uji, oleh sebab itu mahasiswa harus berlatih bagaimana
mengoleksi dan membiakkan hewan uji.
D. Cara Kerja
Latihan 1. Mengoleksi, membiakkan dan mengamati Protozoa
Protozoa yang hidup bebas maupun yang parasitik mempunyai habitat
tertentu untuk tiap spesiesnya. Kebanyakan protozoa yang hidup bebas tersebar
luas di suatu perairan, sedangkan yang parasitik seringkali terbatas pada hospes
tertentu dan pada organ tertentu pula. Beberapa spesies yang hidup bebas
dapat ditemukan terkumpul dalam populasi yang sangat padat pada suatu
cuplikan yang kecil yang kebetulan kondisinya sesuai, namun lebih sering terjadi
protozoa tersebar dalam dalam perairan yang luas dengan kepadatan populasi
yang sangat rendah.
Air, tumbuhan yang terendam, daun-daun yang mulai membusuk,
lumpur, dapat diamati dengan mikroskop untuk mendapatkan protozoa. Jika
ditemukan jenis yang diinginkan dapat diambil dan dipisahkan ke dalam medium
tertentu. Jenis-jenis yang mudah ditemukan dari cuplikan air ini adalah ciliata,
mastigophora, dan beberapa sarcodina. Di laboratorium, medium yang
mengandung protozoa tadi harus disimpan di tempat yang sejuk, dengan
cahaya yang cukup, agar hewan-hewan tadi beradaptasi pada lingkungan yang
baru.
Untuk mendapatkan biakan Amoeba air tawar yang ukurannya besar,
isilah beberapa cawan petri dengan air dari kolam. Sebelumnya kocok dulu air
yang berasal dari kolam dan tuangkan ke dalam cawan petri. Letakkan sebutir
beras dalam air tadi, dan tutup cawan petrinya. Tunggu 2-3 hari, dan periksa
bagian dasar cawan petri dengan mikroskop stereo. Jika dalam air sampel
terdapat Amoeba, hewan tadi akan berkumpul di sekeliling beras. Ambillah
dengan pipet pasteur (pipet tetes yang ujungnya halus) untuk dibiakkan dalam
cawan lain yang sudah disiapkan.
Untuk mengumpulkan protozoa parasitik yang akan digunakan dalam
praktikum, paling mudah didapat dari usus katak. Pada saluran pencernaan
katak dan amphibi lainnya biasanya ditemukan bermacam-macam protozoa,
terutama ciliata dan opalinata. protozoa dari intestinal manisia lebih sukar di
dapat. Hewan tadi dapat dicari dalam tinja segar dari manusia yang terinfeksi.
Untuk menemukan parasit dalam keadaan hidup, harus diamati dari tinja segar
yang diambil tidak lebih dari dua jam. Pada kondisi diluar tubuh, kebanyakan
protozoa intestinal akan cepat berubah menjadi bentuk kista yang non-aktif
tetapi merupakan stadium yang infektif (hati-hati!!!).
Untuk mengambil protozoa yang hidup di tanah dapat dilakukan dengan
mengambil satu sendok makan tanah basah yang kaya bahan organik. Tanah
basah tersebut dimasukkan dalam cawan petri dan diratakan. Cawan diberi air
sampai berlebih. Cawan diletakkan di tempat yang sejuk dan ada cahaya.
Setelah 2-3 hari amati cawan dengan menggunakan mikroskop stereo. Protozoa
yang di dapat dapat diambil dengan pipet Pasteur dan dimasukkan ke dalam
medium yang sudah disiapkan.
Membiakkan Protozoa
Untuk keperluan percobaan seringkali dibutuhkan jumlah Protozoa dalam
jumlah yang banyak. untuk menyediakannya perlu dibiakkan di laboratorium.
Keberhasilan membiakkan protozoa sangat tergantung pada beberapa faktor,
yaitu ketersediaan hewan yang akan dibiakkan, penyediaan medium yang cukup
nutrisi, dan ada tidaknya predator/pemangsa.
Jenis protozoa
Makanan
Medium
1. Paramecium, Chilomonas,
Arcella, Colpoda, Stylonychia,
Bakteri, bahan-bahan
organik mati
Ekstrak jerami
Paramecium, Colpoda,
Ekstrak jerami
3. Actinosphaerium
Paramecium, Colpoda,
Amoeba
Chilomonas
Chilomonas
Pengamatan Protozoa
Cara yang paling baik untuk mengamati protozoa dengan mikroskop
adalah dalam keadaan segar dan masih hidup. Preparat permanen meskipun
sering dapat menjelaskan beberapa organela tertentu, tidak sebaik dan
semenarik preparat segar.
Masukkan beberapa ml medium yang mengandung biakan protozoa
pada cawan
Pasteur ambilah beberapa protozoa yang diinginkan dan teteskan pada kaca
benda yang bersih.
1. membiakkan Amoeba
Ada banyak Amoeba di air tawar, tetapi yang paling baik untuk penelitian
dan dibuat biakan adalah Amoeba proteus. Amoeba ini dapat dicari dalam air
kolam atau akuarium. Dengan menggunakan pipet panjang ambillah air contoh
kira-kira setengah cawan petri. Biarkan selama 1-2 jam kemudian amati dengan
mikroskop stereo. Masih dengan mikroskop stereo ambilah Amoeba yang
ditemukan menggunakan pipet pasteur dan masukkan dalam medium
pembiakan.
Medium
Amoeba biasanya tidak dapat dibiakkan dalam medium air keran, karena
air keran mengandung kaporit yang beracun bagi kebanyakan protozoa.
Amoeba baik dibiakkan dalam medium Chalkley dengan resep sebagai berikut:
- NaCL
16,0 gram
- NaHCO3
0,8 gram
- Kcl
0,4 gram
- NaHPO4
0,2 gram
Dilarutkan dalam 1 liter air suling. Larutan ini digunakan sebagai larutan stok.
Untuk membuat medium: ambil 5 ml larutan stok, encerkan dalam air suling
hingga 1 liter.
Membuat biakan
Alat-alat gelas untuk membiakkan harus dicuci bersih dengan detergen
dan dibilas dengan air keran beberapa kali, kemudian dibilas lagi dengan air
suling. Amoeba baik dibiakkan dalam cawan-cawan petri. Isilah cawan petri
dengan medium hingga setengahnya. Letakkan dua butir beras dan biarkan
tertutup selama satu hari. Biarkan medium ditumbuhi bakteri, atau berilah
bakteri Aerobacter sebagai makanan Amoeba.
Inokulasikan beberapa ekor Amoeba dengan pipet Pasteur. Simpan
cawan petri di tempat gelap untuk menghindari tumbuhnya alga. Setelah
berumur satu minggu, jika pertumbuhan baik, Amoeba sudah dapat dipanen.
2. Membiakkan Paramecium, Colpoda
membuat
biakan
Paramecium
gunakan
beberapa
gelas
Euglena adalah flagellata soliter yang hidup bebas di air tawar. Euglena
banyak dijumpai di kolam, danau, selokan, dan juga air sawah. Secara umum air
yang banyak mengadung bahan organik yang membusuk merupakan sumber
yang baik untuk mendapatkan Euglena. Euglena mudah dikenal karena struktur,
ukuran, pergerakan, dan sifat-sifat lainnya.
Cara membiakkan Euglena
Ada beberapa cara membiakkan Euglena di laboratorium. Suatu cara
yang sederhana adalah dalam botol bear yang bermulut lebar. Isilah air sumur
atau air kolam yang jernih yang telah didihkan ke dalam botol bermulut lebar,
kemudianb biarkan dingin. Dalam air tadi, tiap satu liternya masukkan 10-20
butir nasi. Setelah satu atau dua hari, air tadi disimpan di tempat yang banyak
sinar matahari.
Inokulasikan Euglena yang diambil dari kolam ke dalam medium, dan
simpan medium di tempat yang banyak sinar matahari. Untuk menjaga biakan,
jika airnya berkurang karena menguap, tambahkan air baru. Tiap bulan juga
dapat ditambah beberapa butir nasi sebagai makanannya.
Cara lain untuk membuat biakan Euglena adalah dengan kotoran ternak.
Sedikit kotoran kuda atau kotoran sapi direbus ke dalam air sumur atau air
kolam yang jernih. Kira-kira satu gram kotoran kering direbus dalam satu liter
air. Air rebusan didiamkan selama 36-48 jam, kemudian diinokulasikan dengan
Euglena.
Biakan harus disimpan ditempat yang banyak cahaya atau disimpan
ditempat yang diberi lampu. Tiap hari biakan tadi dijemur di panas matahari
satu atau dua jam. Dengan cara ini Euglena dapat tumbuh dan berbiak cukup
cepat.
batangnya, agar air tetap jernih. Tumbuhan air jangan terlalu banyak digoyang
agar Hydra yang menempel tidak terlepas.
Setelah sampai di laboratorium masukkan air contoh ke dalam botol
besar bermulut lebar atau bejana akuarium. Hydra dapat diamati secara
langsung pada akuarium tadi. Agar muda terlihat bejana disinari lampu atau
diamati di bawah terik matahari. Hydra dapat terlihat mata karena ukurannya
cukup besar (panjang 5-10 mm). Jika menemukan Hydra ambil dengan pipet
dan simpan dalam cawan petri.
Cara lain untuk mennagkap Hydra dapat dilakukan sebagai berikut.
Bejana tempat menyimpan air dan Hydrilla seluruhnya ditutup dengan kertas
hitam, kecuali satu sisi kecil. Letakkan akuarium di tempat yang terang. Jika
akuarium/bejana
tadi
dibiarkan
selama
atau
hari,
Hydra
akan
Biakan intensif
Untuk membuat biakan ini gunakan bejana alas rata, yang ditutup
dengan kain kasa agar tidak menjadi sarang nyamuk. Medium buatan dapat
disediakan sebagai berikut:
Larutan stok A:
Larutan stok B:
- Kcl
3,75 gram
- CaCl2
41,6 gram
- NaHCO3
42 gram
- MgCl2
10,2 gram
Planaria hidup bebas di air tawar. Planaria banyak ditemukan di air yang
bersih belum tercemar. Planaria tinggal di tempat yang gelap, di bawah batu
atau daun-daunan. Planaria dapat dikumpulkan dari habitatnya. Untuk
membawa ke laboratorium Planaria harus disimpan dalam botol yang cukup
longgar dan diisi air bersih. Planaria dapat dipindahkan ke dalam medium
pembiakan. mengambil Planaria jangan sekali-kali menggunakan pinset, hewan
ini akan luka atau rusak.
Planaria akan aktif bergerak sehingga pertumbuhannya kurang baik. Untuk satu
bejana Planaria dapat diberi makan dengan 5 potong daging atau potonganpotongan cacing tanah. Paling sedikit setiap dua hari air harus diganti dan sisa
makanan harus dibuang supaya kandungan oksigen terlarut air baik. memberi
makan Planaria dapat dilakukan 2 kali seminggu.
3. Rotifera
Rotifera dapat dikoleksi dari air kolam, air danau, air sawah atau dari
tanah. Mengoleksi Rotifera dari air dapat dilakukan dengan cara mengoleksi
protozoa, sedangkan mengoleksi Rotifera tanah dapat dilakukan seperti pada
DAFTAR PUSTAKA
Birmingham, M., Gautsch, J., Heimdal, D., Hubbard, T., dan Krier, K. 2005.
Benthic Macro-invertebrate Indexing. Iowa: Iowater.
Dodds, W.K. 2002. Fresh Water Ecology, Concept and Environmental
Application. London: Academic Press.
Goldman, G.R. dan Horne, A.J. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company.
London.
Green, J., Corbet, S.A., Watts, E. & Oey, B.L. 1976. Ecologycal studies in
Indonesian lakes. Overturn and restratification of Ranu Klakah. J. Zool.
London. 180: 315--354.
Green, J., Corbet, S.A., Watts, E. & Oey, B.L. 1995. Comparative studies in
Indonesian lakes. Tropical Limnology Volume II. K.H. Timotius & F.
Goltenboth (Eds.). Salatiga: Faculty of Science and Mathematic, Satya
Wacana Christian University.
Klein, L. 1973. River polution I:
Buttherworths.
Kleppel, G.S., Ingram, S., dan Samuels, W.B. 1980. Factors Controlling
Phytoplankton Primary Productivity in Byram Lake, M.T Kisco, New york,
Summer, 1977. Hydrobiologia. 70: 95-101.
Lehmusluoto, P., Machbub, M., Terangna, N., et al. 1999. Limnology in
Indonesia, From Legacy of the Past to the Prospect for the future. In
Limnology in Developing Country. Wetzel, R.G. & Gopal, B. (Eds). New
Delhi: International Association for Limnology.
Moss, B. 1988. Ecology of fresh waters. Blackwell Scientific. Oxford.
Odum, E.P. 1990. Fundamentals of Ecology. Philadelphia: McGraw-Hill Book
Company Inc.
Pholpunthin, P. 1997. Fresh water Zooplankton (Rotifera, Cladocera, and
Copepoda) from Thale-Noi South Thailand. J. Sci. Soc. Thailand. 23 (1997):
23-34.
Rizky,
Jurnal MIPA.
PETUNJUK PRAKTIKUM
LIMNOLOGI
Dr. Hadi Suwono, M.Si