Anda di halaman 1dari 88

PETUNJUK PRAKTIKUM

LIMNOLOGI
Dr. Hadi Suwono, M.Si

Ranu Klakah/Ranu Lamongan

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Agustus 2013

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah Penulis panjatkan kepada Allah swt., karena hanya


atas perkenannya PETUNJUK PRAKTIKUM LIMNOLOGI dapat terselesaikan.
Petunjuk Praktikum Limnologi ini disusun untuk memberi pemahaman dasardasar melakukan praktikum dan penelitian perairan tawar. Buku ini ditujukan
kepada mahasiswa tingkat sarjana di jurusan biologi, geografi, perikanan, dan
jurusan-jurusan lain yang berkaitan dengan pengelolaan perairan tawar. Buku
ini juga ditujukan kepada para pegiat lingkungan maupun masyarakat umum
yang tertarik pada penyelamatan lingkungan perairan tawar.
Banyak petunjuk praktikum limnologi yang disusun oleh para pengajar
limnologi, dan buku ini adalah salah satu dari banyak buku yang melatihkan
keterampilan dasar praktikum limnologi. Oleh sebab itu dewan pembaca perlu
membaca referensi lain untuk lebih memperkaya keterampilannya. Para
mahasiswa utamanya, perlu lebih banyak praktik dan melakukan pengamatan
lapangan untuk lebih memperkaya kasanah pengetahuannya sehingga mereka
dapat menemukan konsep-konsep baru serta dapat mengaplikasikan ilmunya di
lingkungannya.
Petunjuk praktikum ini disusun ke dalam 8 kegiatan praktik. Setiap unit
praktikum dilengkapi dengan Pengantar, Tujuan, Prinsip, Alat dan Bahan,
prosedur Kerja, Analisis dan Diskusi, dan Tugas.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini Penulis mendapat
dukungan dan masukan yang berharga dari keluarga dan kolega. Dalam
kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang-orang tercinta
dan tersayang, istriku Bekti Hendrawati dan kedua buah hatiku Marsya Aulia
Rizkita dan Reihan Athala Rizki Putranda. Terima kasih juga Penulis sampaikan
kepada sejawat Drs. Fathurrahman, M.Si, yang telah memberikan saran dan
masukan bagi sempurnanya buku ini.
Tak lupa Penulis mohon doa restu dari semua pihak dan dewan
pembaca agar buku ini menjadi setitik kontribusi bagi pengembangan
pengelolaan perairan tawar dalam rangka pemanfaatan dan pelestariannya.
Terakhir Penulis mohon dengan sangat kepada Pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang konstruktif dan inovatif untuk penyempurnaan buku ini.
Kritik dan saran dapat dikirimkan melalui email: hadi.suwono @um.ac.id.

Malang, Agustus 2013

Penulis,
Dr. Hadi Suwono, M.Si

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

PRAKTIKUM 1

PEMETAAN DANAU

PRAKTIKUM 2

PRODUKTIVITAS PRIMER

11

PRAKTIKUM 3

KOMPOSISI DAN BIOMASA FITOPLANKTON

17

PRAKTIKUM 4

KOMPOSISI DAN BIOMASA PERIFITON

25

PRAKTIKUM 5

PENCUPLIKAN, IDENTIFIKASI, DAN NUMERASI


ZOOPLANKTON

31

PRAKTIKUM 6

PENCUPLIKAN MAKROZOOBENTOS

47

PRAKTIKUM 7

ESTIMASI KERAPATAN POPULASI IKAN DENGAN


METODE CMR

61

PRAKTIKUM 8

MENGOLEKSI, MEMBIAKKAN, DAN MENGAMATI


HEWAN UJI

71

DAFTAR PUSTAKA

79

PRAKTIKUM I
PEMETAAN DANAU

A. Pengantar
Dalam melakukan kajian limnologi danau diperlukan peta. Peta ini dapat
berupa peta sederhana maupun peta yang lengkap. Peta tersebut dapat
dilengkapi

pula

dengan

kontur

kedalaman

untuk

menentukan

stasiun

pengamatan.
Kegiatan praktikum tentang pemetaan danau ini akan mengantar saudara
pada teknik-teknik dasar pembuatan peta suatu danau,

membuat kontur

kedalaman, dan membaca peta. Hal ini sangat penting karena dalam kajian
limnology peta merupakan suatu alat untuk menentukan luas wilayah, posisi
stasiun, besar populasi, ukuran sampel, maupun teknik-teknik sampling yang
akan digunakan di dalam suatu penelitian limnologi.
Danau adalah suatu cekungan yang luas yang terisi oleh sejumlah air. Air
yang masuk ke danau dapat berasal dari air hujan, mencairnya gletser, aliran
sungai, dan adanya mata air. Danau juga dapat diartikan sebagai cekungan
besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air tawar yang seluruh cekungan
tersebut dikelilingi oleh daratan.

B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat:
1. mengetahui macam-macam peta dan pembuatannya
2. mengaplikasikan kemampuan dalam membuat peta di lapangan yang
sesungguhnya
3. membaca peta dan kontur.

C. Prinsip
Para peneliti memerlukan gambaran mengenai kondisi daerah di mana
penelitian limnologi dilaksanakan. Gambaran tersebut dapat berupa deskripsi
danau dan sekeliling danau, luas danau, dan luas daerah tangkapan air,
ketinggian danau, kedalaman danau, batas-batas,

maupun rona lingkungan.

Peta merupakan salah satu bentuk dari gambaran umum daerah kajian. Untuk
mempelajari struktur komunitas, penyebaran tanaman dan hewan serta dengan
faktor-faktor pengendali, perkiraan perjalanan (migrasi) binatang, menentukan
lokasi pencuplikan atau stasiun penelitian di lapangan, bentuk dan ketinggian
daerah tangkapan air, dan kedalaman danau diperlukan peta.
Penggunaan suatu peta sangat penting bagi para ilmuwan yang bekerja di
lapangan. Ahli limnologi umumnya bekerja di lapangan dengan berbagai data
yang diperolehnya. Untuk hal tersebut di atas, maka diperlukan keterampilan
dalam mempergunakan peta dan membuat pemetaan dengan alat bantu,
sehingga gambaran dalam bentuk yang sederhana tersebut dapat membantu
dalam kegiatan penentuan stasiun dan analisis data.
Macam-Macam Peta
Dengan kemajuan teknologi, seluruh wujud permukaan fisik bumi ini
dapat kita pelajari dengan seksama dari peta. Sesuai dengan banyaknya data
dan informasi yang disajikan, (berdasarkan luas daerah yang tergambar) maka
macam peta dapat digolongkan menjadi:
1. Peta geografik (geo = bumi, grafos = catatan), menyajikan gambaran
proyeksi dari seluruh permukaan fisik bumi, sebagai contoh: atlas, globe.
Skala lebih kecil dari 1 : 250.000
2. Peta topografi (topos = lapangan, grafos = catatan), menyajikan gambaran
proyeksi dari sebagian permukaan fisik bumi, sebagai contoh: peta gunung,
peta danau. Skala antara 1 : 25.000 sampai 1 : 250.000
3. Peta teknik, menyajikan gambaran proyeksi permukaan fisik bumi untuk
menunjang kebutuhan-kebutuhan teknik tertentu, sebagai contoh: peta
teknik jaringan jalan raya, jaringan rel KA. Skala lebih besar dari 1 : 25.000
4. Tematik, menyajikan data dan informasi yang mempunyai tema/topik
tertentu sehubungan dengan kedudukan geografiknya, sebagai contoh: peta
kepadatan penduduk di Indonesia, peta lahan pertanian. Umumnya skala
peta tematik beraneka ragam sesuai dengan data dan informasi yang ingin
disampaikan.
Ketentuan Peta
Ketentuan peta adalah persyaratan yang harus diperhatikan dalam
menyajikan

informasi,

sehingga

fungsi

peta

menjadi

maksimal

dalam

penggunaannya. Ketentuan yang harus terdapat dalam peta meliputi judul peta,
keterangan pembuatan, nomor peta, lembar derajat, sistem koordinat, skala
peta, dan legenda peta.

Kontur
Kontur adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan titik-titik
yang sama (untuk daratan), atau menghubungkan kedalaman yang sama
danau, bendungan atau laut). Garis kontur berguna untuk mengetahui suatu
tempat dari permukaan bumi dan untuk mengetahui bentuk medan yang
sebenarnya. Garis kontur dapat pula menyatakan hubungan ketinggian tempat
yang mempunyai tekanan dan suhu udara yang sama.
Di danau, garis kontur yang menyatakan kedalaman yang sama berkaitan
dengan faktor disiko-kimia. Kedalaman yang sama bisa memiliki jenis tanah
yang sama, intensitas cahaya matahari yang sama, sehingga mungkin memiliki
komunitas plankton maupun bentik yang serupa.

Teknik Pemetaan
Beberapa teknik pembuatan peta sederhana di lapangan, dapat dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana pula. Pada prinsipnya adalah
mengumpulkan data lapangan berupa sudut dan jarak serta pencatatan bagianbagian yang dipetakan, kemudian menggambarkan pada kertas grafik.

D. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pemetaan ini antara lain seperti
di bawah ini, sementara jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
1. Kompas geologis
2. Klinometer
3. Tali rafia
4. Roll meter
5. Patok bambu (ukuran 1 meter)
6. Teleskop

E. PROSEDUR KERJA
Teknik pemetaan yang dapat dilakukan, biasanya tergantung dari kondisi
daerah/danau yang akan dipetakan serta peralatan pendukung yang tersedia.
Teknik yang dapat dilakukan di antaranya adalah: 1) radiasi atau memancar, 2)
traversing, 3) berputar, dan 4) intersection.

1. Cara Radiasi
Cara radiasi digunakan jika di bagian tengah danau terdapat daratan
kecil yang dapat melihat semua tepian danau. Langkah-langkah pemetaan
adalah sebagai berikut.
a. Tentukan titik-titik yang akan menjadi batas terluar dari obyek pengamatan
atau lapangan yang akan dipetakan kemudian beri nama titik 1, 2, 3, dan
seterusnya (lihat Gambar 1.1)
b. Tentukan dua titik pusat, yang memungkinkan pengamatan ke seluruh lokasi
(titik permanen), misalnya titik A dan B.
c. Bidiklah dengan kompas sudut A1, A2, A3, dan seterusnya. Ukur semua
sudut

demikian seterusnya sampai titik-titik terakhir yang menjadi batas

terluar dari lokasi pengamatan.


d. Bidiklah dengan kompas sudut B1, B2, B3, dan seterusnya. Ukur semua
sudut

demikian seterusnya sampai titik-titik terakhir yang menjadi batas

terluar dari lokasi pengamatan.


e. Masukkan data dalam tabel berikut ini.
Besar sudut
A1
A2
A3
Dan seterusnya
f.

Besar sudut
B1
B2
B3
Dan seterusnya

Bawa data ke laboratorium.

g. Di laboratorium data yang di bawa dari lapangan digunakan untuk


mengambar peta danau. Mula-mula tentukan skala perbandingan panjang di
lapangan dengan panjang pada kertas grafik. Buatlah titik A dan B di
tengah-tengah kertas sesuai dengan perbandingan antara panjang di

lapangan dengan panjang di peta. Misalnya skala 1:1000, artinya jarak di


lapangan 100 m maka jarak di peta adalah 10 cm.
h. Buatlah garis A1 sesuai dengan besarnya sudut A1. Buat pula garis B 1
sebesar sudut B1. Pertemuan antara garis A1 dan B1 sekarang menjadi titik
1 pada danau. Demikian seterusnya sampai semua titik diketahui. Titik 2
misalnya merupakan perpotongan garis A2 dan B2.

U
1

A .

Ukur jarak
A dan B

Gambar 1.1 Skema teknik pemetaan secara radiasi

2. Cara Berputar
Cara berputar dilakukan bila titik memungkinkan adanya titik pusat di
tengah danau. Cara transversing ini dilakukan dengan menyusuri seluruh tepian
danau, membidik sudut setiap titik dan mengukur jarak setiap titik. Teknik
pembuatannya adalah sebagai berikut.
a. Tentukan titik-titik yang akan menjadi batas terluar dari obyek pengamatan
atau lapangan yang akan dipetakan kemudian beri nama titik A, B, C, dan
seterusnya (lihat Gambar 1.2).
b. Bidiklah dengan kompas garis yang menghubungkan titik A ke titik B, titik B
ke titik C, titik C ke titik D, dan seterusnya. Catat besarnya sudut, demikian
seterusnya sampai titik terakhir yang menjadi batas terluar dari lokasi
pengamatan.

Ukur jarak
AB, BC, dst

U
A

Gambar 1.2 Skema Teknik Pemetaan Secara Melingkar

c. Setiap kali membidik besarnya sudut, ukur pula berapa jarak titik A ke B,
titik B ke C, dan seterusnya. Sehingga pada akhir pengamatan Anda memiliki
data besarnya sudut AB, BC, CD, dan seterusnya; serta jarak AB, BC, dan
seterunya
d. Masukkan data dalam tabel berikut ini.
Besar sudut garis pada titik
AB
BC
CD
Dan seterusnya

Besar jarak antar titik (meter)


AB
BC
CD
Dan seterusnya

e. Bawa data ke laboratorium


f. Di laboratorium data yang di bawa dari lapangan digunakan untuk
mengambar peta danau. Mula-mula tentukan skala perbandingan panjang di
lapangan dengan panjang pada kertas grafik. Buatlah titik A di bagian
tertentu kertas (misalnya bagian agak ke atas). Buatlah garis AB dengan
sudut sebesar sudut AB. Buatlah titik B dengan jarak yang sebanding
dengan perbandingan peta. Skala perbandingan antara panjang di lapangan
dengan panjang di peta, misalnya skala 1:1000, artinya jarak di lapangan
100 m maka jarak di peta adalah 10 cm.

g. Demikian seterusnya buatlah titik C, D, E dengan jarak yang sudah


ditentukan menurut besarnya sudut dan besarnya jarak. Demikian
seterusnya sampai semua titik diketahui.

3. Cara Intersection
Cara intersection dilakukan jika tidak memungkinkan dilakukan cara
radiasi dan berputar, misalnya jika tidak ada daratan di tengah danau dan/atau
tepian danau tidak dapat disusuri sehingga tidak memungkinkan memutari
danau.
Cara

intersection

dilakukan

dengan

membuat

garis

lurus

yang

panjangnya diketahui. Dari garis lurus ini dicari titik-titik sudut perpotongan
danau. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Buatlah suatu garis lurus di lapangan/daerah yang akan dipetakan, misalnya
PQ, bidik sudut PQ, kemudian ukur pula jaraknya (Gambar 1.3).
b. Tandai titik-titik batas terluar danau yang akan dipetakan, misalnya A, B, C,
...dan seterusnya
c. Bidik sudut PA, PB, PC, ... selanjutnya bidik pula sudut QA, QB, QC, dan
seterusnya.
d. Masukkan data dalam tabel berikut ini.
Besar sudut garis pada titik
PA
PB
PC
Dan seterusnya

Besar jarak antar titik (meter)


QA
QB
QC
Dan seterusnya

e. Data dibawa ke laboratorium untuk dipetakan menjadi gambar danau.


f.

Gambarkan garis PQ di kertas grafik dengan sudut yang telah dicatat.


Perkecil garis PQ dengan skala tertentu. Tentukan panjang garis PG dengan
mengacu pada panjang di lapangan dibagi dengan skala yang telah
ditetapkan.

g. Selanjutnya pindahkan sudut-sudut tersebut, titik pertemuan garis-garis itu


adalah titik batas terluar.
h. Buatlah garis lurus perpanjangan sudut-sudut tersebut, titik pertemuan
garis-garis itu adalah titik batas terluar.

U
Q

A
B

E
Gambar 1.3 Skema Teknik Pemetaan Secara Intersection

F. ANALISIS DATA DAN DISKUSI


Perhitungan luas dapat dilakukan dengan menghitung kotak-kotak yang
terdapat pada kertas grafik. Luas gambar kemudian dikalikan dengan kuadrat
skala sehingga dihasilkan luas sebenarnya.
Dalam praktikum gunakan dua model yang berbeda untuk memetakan
danau. Jika anda melakukan praktek pembuatan peta di lapangan dengan
menggunakan 2 cara atau lebih, coba bandingkanlah hal-hal berikut ini:
a. kemudahan membuatnya
b. kesederhanaan,

kekomplitan,

diperlukannya
c. ketepatan hasilnya
d. kemudahannya dibaca.

kecanggihan

kebutuhan

alat-alat

yang

G. TUGAS
1. Bagaimana cara membuat peta kontur kedalaman suatu danau? Jika ada
waktu coba praktekkan di lapangan!
2. Lakukan pemetaan pada danau yang digunakan dalam praktik lapangan!
3. Susunlah laporan hasil kerja saudara dengan format sebagai berikut:

a. Judul
b. Tujuan
c. Tata kerja
d. Hasil pemetaan (dalam bentuk gambar)
e. Analisis teknik/cara pemetaan dan hasil gambarnya
f. Kesimpulan dan saran
g. Daftar pustaka.
4. Bandingkan hasil pemetaanmu dengan peta danau yang dikeluarkan oleh
Badan Pemetaan Nasional (Bakorsutanal).

PRAKTIKUM 2
PRODUKTIVITAS PRIMER

A. Pengantar
Aliran energi di dalam ekosistem dimulai saat terjadinya proses fiksasi
pada proses fotosintesis. Melalui fotosintesis energi cahaya diubah menjadi
energi kimia organik yang disimpan oleh tumbuhan. Sejumlah energi yang
dikumpulkan oleh tumbuhan disebut sebagai produksi atau lebih khusus disebut
sebagai produksi primer. Laju penyimpanan energi pada tumbuhan disebut
sebagai produktivitas primer. Seluruh energi yang disimpan sebagai akibat
proses fotosintesis disebut sebagai produksi primer kotor. Tumbuhan juga
membutuhkan sejumlah energi untuk hidupnya. Energi yang dipakai untuk
kehidupannya diambil dari hasil fotosintesis melalui proses respirasi. Jadi energi
yang disimpan oleh tumbuhan setelah dikurangi dengan proses respirasi disebut
produksi primer bersih. Produksi dinyatakan dalam satuan energi/satuan
area/satuan waktu atau satuan biomasa/satuan area/satuan waktu. Misalnya
Kkal/m persegi/tahun, Gram/m kubik/hari, dan lain-lain.
Produsi primer bersih dikumpulkan oleh tumbuhan sepanjang waktu
disebut sebagai biomasa. Sepanjang kehidupan tumbuhan produk yang
dikumpulkan sebagian akan mengalami degradasi, dekomposisi dan sebagian
lagi tetap dipertahankan sebagai materi hidup. Materi zat organik yang
dikumpulkan pada suatu area disebut sebagai biomassa standing crop atau
standing crop(panen tegakan).
B. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Menentukan stasiun pengukuran produktivitas primer dengan tepat
2. Menjelaskan cara melakukan pengukuran produktivitas primer
3. Mendeskripsikan alasan bahwa pengukuran produktivitas primer dilakukan
dengan cara menghitung kadar oksigen
4. Menghitung produktivitas primer menggunakan metode oksigen.

C. Prinsip
Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat, karena terdapat
perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Perbedaan metabolisme
juga terjadi antar musim, oleh sebab itu disarankan pengukuran energi ini
dalam skala tahunan.
Berbagai metode telah dilakukan untuk mengukur produktivias primer,
setiap prosedur memiliki keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Metode yang
digunakan dalam mengukur produktivitas primer di lingkungan perairan tawar
antara lain adalah sebagai berikut.
1. Metode oksigen menggunakan botol gelap-botol terang
Metode oksigen merupakan metode yang umum dilakukan untuk
mengukur produktivitas primer di lingkungan akuatik (fitoplankton dan
makrofita). Metode oksigen yang paling mudah adalah metode oksigen
menggunakan botol gelap botol terang (Gambar 2.1).
Pelampung

Botol gelap

Botol terang

Botol gelap

Gambar 2.1 Pengukuran Produktivitas Primer dengan Botol Gelap Botol


Terang

Prinsip metode ini didasarkan pada estimasi pelepasan oksigen oleh


produsen pada waktu tertentu. Oksigen diproduksi oleh produsen dan selama
itu pula oksigen juga digunakan untuk respirasi. Proses pembentukan oksigen
hanya terjadi jika ada cahaya, oleh sebab itu kadar oksigen akan bervariasi
menurut waktu, kondisi lingkungan, musim, kondisi permukaan air dan
kejernihan air. Prosedurnya adalah mula-mula diukur kadar oksigen pada air
dalam kedalaman yang diinginkan. Air tersebut selanjutnya dimasukkan ke
kedua botol. Botol didedahkan secara in situ selama waktu yang diinginkan. Di
dalam botol gelap jelas tidak terjadi proses fotosintesis, karenanya konsenrasi
oksigennya akan turun karena ada proses respirasi dan dekomposisi. Sebaliknya
di dalam botol terang terjadi proses fotosintesis, respirasi dan dekomposisi. Jadi
akan terjadi penurunan oksigen di dalam botol gelap dan mungkin kenaikan
oksigen di dalam botol terang. Pendedahan disarankan dilakukan selama 6 jam.
Dari hasil eksperimen tersebut dapat diukur sebagai berikut.
oksigen yang digunakan untuk respirasi = kadar oksigen di botol gelap pada
awal eksperimen - kadar oksigen di botol gelap pada akhir eksperimen
Produktivitas primer kotor = kadar oksigen di botol terang pada akhir percobaan
- kadar oksigen di botol gelap pada akhir percobaan
Produktivitas primer bersih = Produktivitas primer kotor oksigen yang
digunakan dalam respirasi.
Nilai akhir dari hasil penghitungan adalah kadar oksigen dalam mg/liter. Untuk
mengubah nilai mg/l oksigen ke nilai mg karbon/m3 air, dilakukan dengan
menggandakan setiap mg/l oksigen dengan 375,36. Hasil akhir pengukuran
adalah mg karbon/m3. Nilai tesebut harus diubah ke dalam bentuk mg
karbon/m3/unit waktu. Unit waktu dapat berupa per jam atau per hari. Karena
sinar matahari hanya ada selama kurang lebih 12 jam selama satu hari (24
jam), maka nilai per jam harus digandakan 12 kali untuk menghitung
produktivitas harian.
2. Metode klorofil

Metode ini didasarkan pada hubungan yang erat antara jumlah klorofil
dengan jumlah fotosintesis. Metode ini dapat dilakukan baik pada tumbuhan di
daratan maupun tumbuhan akuatik (fitoplankton dan makrofita).
Mula-mula dilakukan pencuplikan/sampling fitoplankton dengan pengambilan sampel air dalam volume tertentu. Organisme selain fitoplankton harus
dipisahkan dari sample. Sampel selanjutnya di saring menggunkan filter khusus
fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan yang rendah. Filter yang
mengandung klorofil dilarutkan pada aseton 85%, kemudian dibiarkan semalam,
dan selanjutnya disentrifugasi. Supernatannya dibuang dan pelet yang
mengandung klorofil dikeringkan dan ditimbang beratnya. Berat klorofil diukur
dalam mg kalorofil/unit area. Pengukuran kadar klorofil juga dapat dilakukan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 665 nm. Dengan
data hasil pengamatan tersebut kita dapat mencari efisiensi asimilasi komunitas,
indeks produktivitas dan efisiensi pemeliharan tubuh tumbuhan.
Dalam praktikum kali ini mahasiswa akan mempraktikkan penentuan
produktifitas primer menggunakan metode oksigen dengan botol gelap botol
terang. Pengukuran produktivitas primer ini dilakukan di danau yang dikaji.
Pengukuran produktivitas dilakukan pada kedalaman 0 m; 1,5 m; dan 3 m;
masing-masing dengan dua ulangan. Pengukuran dilakukan mulai jam 06
sampai 12, atau Pendedahan selama 6 jam. Dengan demikian untuk
mendapatkan data produktivitas primer harian, hasil pengukuran 6 jam dikalikan
dua.
D. Alat dan Bahan
1. Botol gelap dan Botol terang
2. DO meter (Dissoved Oxygen meter)
3. Pelampung (jerigen)
4. Tali
5. Batang bambu
6. Pencuplik air Van Dorn atau Patalas
7. Pengukur waktu
8. Aluminium foil
9. Lux meter
10. Secchi disc.

E. Prosedur Kerja
1. Pilihlah stasiun yang akan diukur produktivitas primernya. Untuk setiap
stasiun ukurlah produktivitas primer pada kedalaman 0 m; 1,5 m; dan 3 m;
masing-masing dua ulangan. Kedalaman perairan yang akan diiukur
produktivitas primer dapat disesuaikan dengan kondisi kedalaman perairan.
Tetapi pada umumnya kedalaman yang digunakan adalah kedalaman daerah
fotik atau daerah yang terkena cahaya matahari. Kedalaman fotik
diperkirakan kurang dari 1,7 X kedalaman kedalaman kecerahan air.
2. Untuk setiap stasiun dan setiap kedalaman siapkan 2 botol gelap dan 2 botol
terang (satu stasiun dengan 3 kedalaman memerlukan 6 botol gelap dan 6
botol terang) . Cara membuat botol gelap adalah botol tersebut dicat hitam
dan ditutup dengan aluminium foil.
3. Siapkan bahan-bahan lain yaitu pelampung, tali, batang bambu, pencuplik
air.
4. Masukkan sampel air (misalnya pada kedalaman 0 meter) secara perlahanlahan ke dalam botol gelap ( dua buah) dan botol terang (dua buah).
Hindari terjadi aerasi yang dapat meningkatkan kadar oksigen dalam botol.
5. Ukur kadar oksigen dalam botol tersebut. Pasang botol pada tempat yang
disediakan (lihat Gambar 3.1)
6. Ambil sampel air pada kedalaman 1,5 m menggunakan Pencuplik air Van
Dorn atau Patalas. Secara perlahan-lahan masukkan sampel air ke dalam
botol gelap ( dua buah) dan botol terang (dua buah). Hindari terjadi aerasi
yang dapat meningkatkan kadar oksigen dalam botol. Ukur kadar oksigen
dalam botol tersebut. Pasang botol pada tempat yang disediakan (lihat
Gambar 3.1)
7. Ambil sampel air pada kedalaman 3 m menggunakan Pencuplik air Van Dorn
atau Patalas. Secara perlahan-lahan masukkan sampel air ke dalam botol
gelap ( dua buah) dan botol terang (dua buah). Hindari terjadi aerasi yang
dapat meningkatkan kadar oksigen dalam botol. Ukur kadar oksigen dalam
botol tersebut. Pasang botol pada tempat yang disediakan (lihat Gambar
3.1)
8. Dedahkan secara in situ botol gelap dan botol terang selama 6 jam (jam 0612 siang).

9. Setelah mencapai pendedahan 6 jam keluarkan botol satu demi satu, buka
tutupnya dan ukur kadar oksigennya. Masukkan datanya dalam table yang
telah disiapkan (Tabel 2.1).
10. Ukur berapa intensitas cahaya matahari menggunakan lux meter.
11. Hitung pula kecerahan air menggunakan keeping secchi.

Tabel 2.1 Hasil Pengukuran Produktivitas Primer

Kedalaman
(meter)
0

Jenis botol

ulangan

Gelap

Kadar oksigen Kadar oksigen


awal (ppm)
akhir (ppm)

2
Terang

1
2

1,5

Gelap

1
2

Terang

1
2

Gelap

1
2

Terang

1
2

Analisis Data dan Diskusi


1. Apakah manfaat mempelajari produktivitas primer?
2. Hitung produktivitas primer di beberapa stasiun yang telah Anda amati.
3. Bagaimana produktivitas primer di daerah yang Anda pelajari?
4. Apakah ada korelasi antara kadar produktivitas primer dengan kedalaman
air?
5. Apakah ada korelasi antara produktivitas primer dengan kecerahan air?
6. Susunlah laporan hasil kerja saudara dengan format sebagai berikut:

a. Judul
b. Tujuan
c. Tata kerja
d. Hasil pemetaan (dalam bentuk gambar)
e. Analisis teknik/cara pemetaan dan hasil gambarnya
f.

Kesimpulan dan saran

g. Daftar pustaka.

PRAKTIKUM 3
KOMPOSISI DAN BIOMASA FITOPLANKTON

A. Pengantar
Fitoplankton merupakan kelompok organisme yang memegang peranan
sangat

penting dalam ekosistem air, karena fitoplankton mempunyai

kandungan klorofil yang mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis


pada ekosistem air yang di lakukan oleh fitoplankton sebagai produsen
merupakan sumber energi utama bagi kelompok organisme air lainya yang
berperan sebagai konsumen, di mulai dengan zooplankton dan diikuti oleh
organisme air lainya seperti ikan melalui rantai dan jaring-jaring makanan.
Fitoplankton merupakan tumbuhan mikroskopik yang hidup melayanglayang didalam air. Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang
mendapat

cahaya

matahari

yang

dibutuhkan

untuk

melakukan proses

fotosintesis. Setidaknya sekitar 90% proses fotosintesis diperairan dilakukan


oleh fitoplankton, sedangkan 10% sisanya berasal dari hasil fotosintesis yang
dilakukan oleh makrofita.
Fitoplankton terdiri dari berbagai jenis ganggang, yaitu Cyanophyta
(ganggang hijau biru), Cryptophyceae (kriptofita), Dinophyceae (dinoflagelata),
Chlorophyta

(ganggang

hijau),

Euglenophyta

(kelompok

euglena),

Bacillariophyceae (diatom), Chrysophyceae dan Haptophyceae (ganggang


kuning keemasan). Hasil pengamatan fitoplankton di Ranu Grati menunjukkan di
Ranu Grati terdapat berbagai taksa fitoplankton sebagai berikut, Cyanophyceae
(Dactyloccopsis,

Anabaenopsis,

Lingbya),

Chlorophyceae

(Cosmarium,

Staurastrum, Trachelo-monas, Ankistridesmus, Scenedesmu, Euglena, Oocystis,


Dictyosphaerium, Tetraedon, Coelastrum), Chrysophyceae (Synedra, Symbela,
Nitschia, Denticula), dan Pyrrophyceae (Peridinium wildemani, Gymnodinium).
Kerapatan total fitoplankton adalah 13420 individu/liter (Suwono, 2004).
Di Ranu Bedali terdapat 15 jenis alga fitoplankton yaitu Dactylococcopsis

fascicularis, Anabaenopsis raciborscii, Peridinium wildemani, Cymella ruttneri,


Lyngbya limnetica, Aphanotheca, Tetraedon, Gymnodinium, Synedra rumpens,
Nitschia amphibia, N. striolata, Lagerheimia ciliata, Gleococcus, Phacotus, dan
Oocystis crassa. Di Ranu Pakis terdapat fitoplankton yaitu: (1) Cyanophyceae:

Dactylococcopsis fascicularis, Anabaenopsis raciborscii, Lyngbya limnetica,


Aphanotheca nidulans, (2) Chrysophyceae: Cryptomonas, Croomonas, Cymbella
ruttneri, Cymbella turgida, Synedra rumpens, (3) Dynophyceae: Gymnodinium,
Peridinium

wildemani,

(4)

Desmidiaceae:

Staurastrum

punctulatum,

S.

floriferum, Cosmarium subcostatum, C. bioculotum, (5) Chlorophyceae:


Phacotus, Oocystis natans, Oocystis crassa, , Dictyosphaerium pulchellum,
Nephricytium lunatum, Tetraedon trigonum, Schroederia, Lagerheimia ciliata,
Tetraedon muticum, T. trigonum, Kirchneriella subsolitaria, Ankistrodesmus
falcatus, A. pirenogerus, Coelastrum sphaericum, C. reticulatum, Crucigenia
apiculata, Scenedesmus platydiscus. Produktivitas primer Ranu Pakis cukup
tinggi, yaitu 533 mg/m3.hari-1 (Sporrer dan Kunze, 1995b).
Di Ranu Lamongan terdapat berbagai jenis fitoplankton, yaitu: (1)
Cyanophyceae: Dactylococcopsis fascicularis, Anabaenopsis raciborscii, Lyngbya

limnetica, Aphanotheca microsphaeria, (2) Chrysophyceae: Cryptomonas,


Croomonas, Cymbella ruttneri, Cymbella turgida, Synedra rumpens, Nitschia
acicularis, N. bacata, N. striolata, N. holsatica, Melosira granulata, Pinnularia,
Navicula, (3) Dynophyceae: Peridinium, (4) Desmidiaceae: Staurastrum
punctulatum, S. floriferum, Cosmarium subcostatum, C. bioculotum, (5)
Chlorophyceae: Phacotus, Oocystis natans, Oocystis crassa, , Dictyosphaerium

pulchellum,

Nephricytium

lunatum,

Tetraedon

trigonum,

Schroederia,

Lagerheimia ciliata, Tetraedon muticum, T. trigonum, Kirchneriella subsolitaria,


Ankistrodesmus falcatus, A. pirenogerus, Coelastrum sphaericum, Coelastrum
reticulatum, Crucigenia apiculata, Scenedesmus platydiscus (Ruttner, 1952;
Green,et al, 1976; Suwono, et al, 1997).

B. Tujuan
Melalui praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu sebagai berikut.
1. Menentukan stasiun pencuplikan fitoplankton
2. Melakukan pencuplikan fitoplankton
3. Mengidentifikasi jenis-jenis fitoplankton
4. Menghitung kerapatan fitoplankton
5. Mengukur volume fitoplankton

C. Prinsip

Fitoplankton selain disusun oleh kelompok bakteri terutama juga disusun


dari kelompok ganggang (alga) mikroskopik. Ganggang ini ada yang uniselluler,
koloni atau membentuk filamen. Sebagian besar fitoplankton berukuran kurang
dari 100 mikron, oleh sebab itu pencuplikan menggunakan jaring plankton
(plankton net) tidak disarankan. Kecuali untuk alga yang berbentuk filamen
dengan panjang lebih dari 100 mikron biasanya tertangkap menggunakan jaring
plankton.
Metode yang disarankan adalah metode Utermohl. Prinsip metode ini
adalah pengendapan. Fitoplankton dimatikan dan diawetkan menggunakan
formalin atau lugol iodin. Penggunaan lugol iodin lebih disarankan karena lugol
memberikan warna biru pada kloroplast sehingga membantu identifikasi jenis
alga. Lugol iodin juga menyebabkan fitoplankton lebih berat sehingga cepat
mengendap.
Kerapatan fitoplankton ditentukan berdasarkan jumlah individu per
satuan volume atau luasan tertentu. Jika dalam bentuk koloni, dihitung terlebih
dahulu jumlah sel per koloni kemudian dihitung seluruh sel sel.

Gambar 3.1 Jenis-jenis Fitoplankton yang banyak Ditemukan di Danau

Kerapatan fitoplankton juga dapat ditentukan berdasarkan kerapatan


biomasa per volume tertentu. Menghitung biomasa fitoplankton dilakukan
dengan cara menentukan volume setiap sel. Setiap jenis fitoplanton ditentukan

bentuk

geometrisnya.

Kemudian

dihitung

volume

masing-masing

sel

berdasarkan bentuk geometris tersebut. Dengan rumus bahwa berat jenis sama
dengan berat per volume, maka jika berat jenisnya dianggap 1 (karena
keseluruhan sel tersusun atas air) maka berat sama dengan volume.

D. Alat dan Bahan


1. Botol volume 1 liter
2. Formalin atau lugol iodine
3. Pipet tetes
4. Botol ukuran 100 ml
5. Selang plastik diameter 0,5-1 cm
6. Hemocytometer
7. Kaca benda dan kaca penutup objek
8. Mikroskop
9. Pencuplik air Van dorn (jika tidak ada diganti dengan Patalas).
E. Prosedur Kerja
Pencuplikan untuk pemeriksaan kualitatif
1. Ambil sampel fitoplankton dalam air secara sembarang. Masukkan ke dalam
botol (volume 1 liter).
2. Tambahkan formalin 2-5 cc. Tutup botol dan bawa ke laboratorium.
Pencuplikan untuk pemeriksaan kuantitatif
1. Ambil sampel fitoplankton sebanyak 1 liter pada bagian permukaan danau.
2. Masukkan sampel ke dalam botol yang telah disiapkan. Tambahkan formalin
2-5 cc sehingg sampel mengandung formalin 1%.
3. Bawa sampel ke laboratorium untuk diendapkan.
4. Untuk mengambil sampel fitoplankton dari kedalaman tertentu gunakan
pencuplik air Van Dorn (jika tidak ada ganti dengan patalas.
5. Buka pencuplik air dan masukkan ke dalam air sampai pada kedalaman yang
diinginkan. Goyang-goyangkan alat tersebut dan isi dengan air pada
kedalaman yang diinginkan.

6. Jika sudah yakin bahwa pencuplik air sudah terisi dengan sampel air pada
kedalaman yang diinginkan, tarik pencuplik air ke permukaan.
7. Masukkan air sampel ke dalam botol volume 1 liter dan awetkan dengan
formalin dengan menambahkan 2-5 cc formalin.
8. Tutup botol sampel dan bawa ke laboratorium.

Penyiapan pencacahan
Pemeriksaan di laboratorium meliputi identifikasi jenis dan penghitungan
kerapatan. Kerapatan dapat ditentukan sebagai jumlah individu per liter.
Kerapatan juga dapat dihitung berdasarkan berat biomasa per volume tertentu
(misalnya per liter).
Sampel yang sudah dibawa ke laboratorium diperlakukan secara khusus
untuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Sampel yang diambil dari
lapangan (sampel untuk kualitatif maupun kuantitatif) diendapkan selama
kurang lebih 1 hari.
Setelah diperkirakan sampel mengendap maka alirkan air permukaan
pada sampel perlahan-lahan. Jangan sampai

teraduk supaya endapan

fitoplankton tidak teraduk kembali. Dari 1 liter sampel diharapkan akan menjadi
100 ml sampel.
Sampel yang telah terkonsentrasi menjadi 100 ml (ini mengandung
seluruh fitoplankton dari 1 liter sampel) dapat dikonsentrasikan lagi dengan cara
disentrifugasi. Masukkan sampel ke dalam tabung sentrifugasi dan lakukan
sentrifuasi. Ambil endapan dan masukkan kedalam botol yang telah disiapkan.
Lakukan sentrifugasi sampai mendapatkan konsentrat sampel dengan volume
10 ml. Dengan demikian dari 1 liter sampel, fitoplankton dikonsentrasikan pada
10 ml sampel.

Identifikasi
1. Lakukan identifikasi dengan menggunakan sampel untuk pemeriksaan
kualitatif
2. Dengan menggunakan pipet tetes ambil secara acak fitoplankton yang ada
di dalam sampel

3. Teteskan sampel fitoplankton pada kaca benda dan tutup dengan kaca
penutup
4. Amati fitoplankton yang terdapat di kaca benda
5. Identifikasi jenis-jenis yang ada. Lakukan identifikasi seperti yang telah
dijelaskan pada matakuliah Botani Tumbuhan rendah.

Penghitungan kerapatan
1. Penghitungan kerapatan dalam jumlah individu/liter
Aduk sampel dan ambil sampel dengan pipet tetes. Letakkan hemositometer
di meja dan teteskan sampel pada daerah penghitungan. Tutup dengan kaca
penutup.

Amati

dimikroskop.

Volume

yang

tertampung

dalam

hemositometer adalah 0,3 X 0,3 X 0,1 mm3. Lakukan beberapa kali


pengamatan sehingga mendapatkan volume 1 cm3 atau 1 ml.
Catat jenis-jenis fitoplankton yang ada dan hitung jumlah masing-masing
fitoplankton.
2. Penghitungan kerapatan dalam satuan biomasa (gram/liter)
Penghitungan kerapatan dalam satuan biomasa merupakan kelanjutan dari
jumlah

individu/liter.

Jika

diketahui

jumlah

individu/liter

selanjutnya

dilakukan konversi dalam bentuk berat (gram/liter).


Ukur volume setiap spesies. Pengukuran dilakukan dengan melakukan
pende-katan

bentuk

geometrisnya.

Chlorella,

Chroococcum,

bentuk

geometrisnya adalah bulat. Navicula, pinnularia, berbentuk silinder.


Ukur panjang, lebar, atau diameter, setiap jenis menggunakan mikroskop.
Hitung volumenya.

Ruang Pengamatan

Gambar 3.2 Penempatan Tetesan Sampel Fitoplankton Pada


Hemositometer.

3. Menghitung kerapatan dengan hemositometer


Teteskan sampel fitoplankton ke dalam hemositometer (Gambar 3.2). Hitung
berapa jumlah yang ditemukan. Keseluruhan ruang pada hemositometer
adalah 0,1 mm X 0,1 mm X 0,1 mm.

F. Analisis Data dan Diskusi


1. Jelaskan bagaimana mengkonversi jumlah individu yang diperoleh dari
penghitungan di hemositometer ke dalam jumlah individu per liter sampel
lapangan.
2. Jelaskan bagaimana menghitung volume Paramaecium.
3. Bandingkan keanekaragaman komunitas fitoplankton dari dua stasiun atau
lebih menggunakan indeks Shannon Wiener.

G. Tugas
Dalam Praktikum ini Anda ditugaskan untuk menghitung kerapatan
fitoplankton di danau yang sudah ditentukan. Lakukan pencuplikan fitoplankton.
Identifikasi jenis-jenis yang ada, serta bagaimana kerapatannya. Tentukan
stasiun mana yang memiliki keragaman lebih tinggi daripada yang lain. Gunakan
indeks Shannon-Wiener untuk menentukan keanekaragaman. Jelaskan mengapa
stasiun tersebut keanekaragamannya lebih tinggi daripada yang lainnya.

PRAKTIKUM 4
KOMPOSISI DAN BIOMASA PERIFITON

A. Pengantar
Untuk

mengetahui

berbedaan

kerapatan

zooplankton

antar

waktu

pengamatan dilakukan analisis variansi dengan terlebih dahulu data kerapatan


ditransformasi dalam bentuk log. Jika terdapat perbedaan kerapatan, dilakukan
uji lanjut tes Duncan.
Faktor-faktor

lingkungan

abiotik

yang

diukur

bersamaan

dengan

pengambilan sampel zooplankton, meliputi: kecerahan air, suhu air, pH air,


kadar oksigen terlarut, konduktivitas, alkalinitas total, salinitas serta kelimpahan
fitoplankton.

B. Tujuan
Melalui kegiatan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memilih stasiun untuk pencuplikan perifiton
2. Menentukan alat yang digunakan dalam mencuplik perifiton
3. Mengidentifikasi jenis-jenis perifiton berdasarkan ciri-cirinya
4. Menghitung kerapatan perifiton

C. Prinsip
Perifiton sering juga dikenal dengan nama aufwuch merupakan
kelompok mikroorganisme terutama tumbuhan yang melekat atau sedikit
bergerak pada berbagai susbstrat di bawah permukaan air, baik pada
permukaan batu, kayu, akar dan daun tumbuhan akuatik serta pada permukaan
material lainnya. Kelompok perifiton tersusun atas protozoa fotosintetik, dan
dari kelompok tumbuhan tersusun atas mikroalga.
Perifiton sangat penting peranannya dalam ekosistem perairan karena
merupakan produsen primer yakni sebagai penghasil oksigen dan bahan
organik, juga berguna sebagai bahan makanan bagi invertebrata dan ikan dalam
ekosistem tersebut. Di danau hampir 69% fiksasi karbon disumbangkan oleh
autotrof, 23% diantaranya berasal dari alga planktonik, 7% dari tumbuhan

mikroskopik akuatik dan selebihnya berasal dari alga perifiton. Sedangkan di


sungai perifiton lebih berperan sebagai produsen daripada fitoplankton, hal ini
disebabkan fitoplankton di sungai terbawa arus sedangkan perifiton relatif
menetap pada berbagai tempat.
Perifiton juga dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan,
khususnya indikator periaran sungai. Perifiton memiliki kelabihan dalam
fungsinya sebagai indikator pencemaran sungai karena perifiton hidup melekat
pada substrat perairan sehingga kehidupannya dipengaruhi oleh kondisi air di
habitat

tersebut.

Berbeda

dengan

fitoplankton

yang

hidupnya

sangat

dipengaruhi oleh gerakan air, perifiton tidak terpengaruh oleh gerakan air.
Perubahan kelimpahan dan keanekaragaman perifiton memperlihatkan adanya
perubahan

lingkungan

perairan.

Perubahan

ini

dapat

disebabkan

oleh

pencemaran, sehingga perifiton dapat menunjukkan adanya pencemaran.


Penelitian tentang pentingnya perifiton sebagai indikator pencemaran
memerlukan penelitian yang rinci. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
substrat buatan untuk merangsang perifiton melekat pada subatrat buetan
tersebut. Adanya pencemaran akan direspons oleh perifiton dan ditampilkan
sebagai perubahan komunitas, populasi, maupun perubahan individu perifiton.
Perubahan perifiton ini bisa mewaktu maupun meruang. Perubahan mewaktu
adalah perubahan/perbedaan berdasarkan waktu pengamatan, sedangkan
perubahan

meruang

adalah

perubahan/perbedaan

antar

lokasi/stasiun

pengamatan.
Mikroalga perifiton umumnya disusun atas tiga divisi yakni Cyanophyta,
Chlorophyta, dan Bacillarophyta. Kadang-kadang juga ditemukan beberapa
genus dari divisi Rhodophyta terutama dari genus Lamanea, Hildenbandia,

Batrachospermum, serta dari divisi Chrysophyta terutama dari genus Vaucheria


dan Hydrurus. Penyusun perifiton yang paling banyak adalah dari diatom.
Perifiton

dapat

dikumpulkan

dari

permukaan

benda-benda

yang

terendam dalam air. Permukaan benda-benda yang terendam dalam air,


misalnya batu, ranting, rumah siput dapat dikerok dan sampel dapat ditampung
karena permukaan benda-benda tersebut biasanya ditumbuhi oleh perifiton.
Namun cara ini sulit kalau mau digunakan untuk menentukan seberapa lama
perifiton hidup dan berapa luasan tempat yang ditempelinya.

Para peneliti menggunakan subastrat buatan untuk memerangkap


perifiton. Substrat yang biasanya terbuat dari kaca dapat dengan mudah untuk
ditempatkan dilokasi yang ditentukan. Susbtrat buatan juga pada dikontrol
waktu pendedahannya. Substrat buatan biasanya tidak hanya satu tetapi lebih
dari satu (sebagai ulangan) dan diletakkan di stasiun pengamatan. Dalam waktu
tertentu substrat ini diambil perifitonnya dan dikembalikan lagi ke lokasi
pengamatan.

D. Alat dan Bahan


1. Botol sampel 10-25 mililiter
2. Formalin atau lugol iodine
3. Pipet tetes
4. Susbstrat buatan (dari kaca ukuran 2-5 cm atau dapat pula digunakan kaca
benda) yang dirangkai dan perangkainya dapat ditancapkan di sungai
5. Hemocytometer
6. Kaca benda dan kaca penutup objek
7. Mikroskop
E. Prosedur Kerja
1. Pasang rangkaian substrat buatan di sungai pada stasiun yang telah Anda
tentukan. Dedahkan pada perairan sungai selama 2 minggu. Dalam satu
stasiun penelitian sebaiknya minimal terdapat 3 ulangan untuk pemeriksaan
kuantitatif dan 1 substrat disiapkan untuk pemeriksanaan kaulitatif.
2. Setelah dua minggu ambil sampel perifiton. Lepaskan substrat dari
tempatnya. Dalam satu stasiun
3. Secara pelan-pelan gosok permukaan substrat yang telah ditempeli perifiton
dan masukkan sampel perifiton ke dalam botol (volume 10 mililiter).
Tambahkan formalin 2-5 tetes. Tutup botol dan bawa ke laboratorium.
Penyiapan identifikasi dan pencacahan
Pemeriksaan di laboratorium meliputi identifikasi jenis dan penghitungan
kerapatan. Kerapatan dapat ditentukan sebagai jumlah individu per cm2.
Kerapatan juga dapat dihitung berdasarkan berat biomasa per luasan tertentu
tertentu (misalnya per cm2).

Sampel yang sudah dibawa ke laboratorium diperlakukan secara khusus


untuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Sampel yang diambil dari
lapangan (sampel untuk kualitatif maupun kuantitatif) tidak perlu diendapkan
seperti sampel fitoplanton karena sampel yang diperoleh sudah mencukupi
untuk diamati. Sampel yang dikumpulkan dalam botol sebaiknya diencerkan
menjadi 10 ml. dengan demikian 10 ml sampel ini menunjukkan 10 cm2 di
habitat.

Jika anda mengambil 1 ml untuk diamati berarti kerapatan

menunjukkan 1 cm2.

Identifikasi
1. Lakukan identifikasi dengan menggunakan sampel untuk pemeriksaan
kualitatif.
2. Dengan menggunakan pipet tetes ambil secara acak perifiton yang ada di
dalam sampel.
3. Teteskan sampel perifiton pada kaca benda dan tutup dengan kaca penutup.
4. Amati perifiton yang terdapat di kaca benda.
5. Identifikasi jenis-jenis yang ada. Lakukan identifikasi seperti yang telah
dijelaskan pada matakuliah Botani Tumbuhan rendah.
Penghitungan kerapatan
1. Penghitungan kerapatan dalam jumlah individu/cm2
Aduk sampel dan ambil sampel dengan pipet tetes. letakkan hemositometer
di meja dan teteskan sampel pada daerah penghitungan. Tutup dengan kaca
penutup. Amati dimikroskop. Catat jenis-jenis perifion yang ada dan hitung
jumlah masing-masing jenis perifiton. Volume yang tertampung dalam
hemositometer adalah 0,3 X 0,3 X 0,1 mm3. Lakukan beberapa kali
pengamatan sehingga mendapatkan volume 1 cm3 atau 1 ml. Perlu dicatat
bahwa jumlah yang terdapat dalam 1 ml sampel sama dengan kerapatan 1
cm2, karena Anda mendapatkan sampel 10 ml yang berasal dari substrat
buatan seluas 10 cm2. Jika ukuran substrat buatan yang Anda gunakan
berbeda maka buatlah konversinya sehingga Anda tetap menggunakan
satuan kerapatan sebagai individu/cm2 atau individu/m2.
2. Menghitung kerapatan dengan hemositometer

Teteskan sampel fitoplankton ke dalam hemositometer (Gambar 3.2). Hitung


berapa jumlah yang ditemukan. Keseluruhan ruang pada hemositometer
adalah 0,3 mm X 0,3 mm X 0,1 mm.
Ruang pengamatan

Gambar 4.1 Penempatan Tetesan Sampel Fitoplankton Pada


Hemositometer

3. Penghitungan kerapatan dalam satuan biomasa (gram/liter)


Penghitungan kerapatan dalam satuan biomasa merupakan kelanjutan dari
jumlah

individu/cm2.

Jika

diketahui

jumlah

individu/cm2 selanjutnya

dilakukan konversi dalam bentuk berat (gram/ cm2).


Ukur volume setiap spesies. Pengukuran dilakukan dengan melakukan
pende-katan

bentuk

geometrisnya.

Chlorella,

Chroococcum,

bentuk

geometrisnya adalah bulat. Navicula, pinnularia, berbentuk silinder.


Ukur panjang, lebar, atau diameter, setiap jenis menggunakan mikroskop.
Hitung volumenya.

F. Analisis Data dan Diskusi


1. Jelaskan bagaimana mengkonversi jumlah individu yang diperoleh dari
penghitungan di hemositometer ke dalam jumlah individu per liter sampel
lapangan.
2. Jelaskan bagaimana menghitung volume Paramaecium.
3. Bandingkan keanekaragaman komunitas fitoplankton dari dua stasiun atau
lebih menggunakan indeks Shannon Wiener.

G. Tugas

1. Dalam

Praktikum

ini

Anda

ditugaskan

untuk

mencuplik

perifiton

menggunakan substrat buatan. Anda juga ditugaskan menghitung kerapatan


perifiton di sungai yang sudah ditentukan.
2. Kondisi di habitat sungai berdasarkan kecepatan arus dibedakan dua habitat,
yaitu habitat lubuk dan jeram. Jeram memiliki kecepatan arus yang lebih
tinggi, sedangkan lubuk arusnya pelan dan cenderung diam. Tentukan
habitat lubuk dan jeram untuk setiap stasiun pengamatan.
3. Pasang substrat buatan di habitat-habitat di stasiun yang telah ditentukan.
Tuliskan tanggal pemasangan. Tuliskan beberapa keterangan penting bahwa
pemasangan ini untuk penelitian/praktikum, supaya tidak diambil oleh orang
lain.
4. Lakukan pengambilan sampel setiap 2 minggu sekali selama 3-5 kali
pengamatan.
5. Identifikasi dan hitung kerapatan setiap jenis perifiton. Tentukan stasiun
mana yang memiliki keragaman lebih tinggi daripada yang lain. Gunakan
indeks Shannon-Wiener untuk menentukan keanekaragaman. Jelaskan
mengapa stasiun tersebut keanekaragamannya lebih tinggi daripada yang
lainnya.

PRAKTIKUM 5
PENCUPLIKAN, IDENTIFIKASI, DAN NUMERASI ZOOPLANKTON

A. Pengantar
Zooplankton memiliki peranan yang sangat penting di perairan.
Zooplanton memiliki tingkatan trofik antara trofik terendah (fitoplankton) dan
tingkatan trofik tertinggi (sumberdaya ikan) dalam rantai makanan di perairan.
Zoplankton memiliki peranan penting dalam membawa karbon dioksida ke
perairan dalam karena mereka dapat berenang ke atas dan ke bawah (migrasi
vertikal) dalam sehari. Seperti yang kita ketahui bahwasannya karbon dioksida
merupakan senyawa yang menyebabkan pemanasan global. Zooplankton
merupakan plankton hewani. Zooplankton pada umumnya bersifat sebagai
pemakan fitoplankton dan bakterioplankton. Zooplankton didominasi oleh 4
kelompok utama yaitu Protozoa, Rotifera, Cladocera, dan Cepopoda.
Lingkungan

perairan

tawar

sering

berubah

karena

perubahan

lingkungan. Perubahan massa air yang disebabkan pengaruh lingkungan akan


berpengaruh pada dinamika biota perairan khususnya zooplankton. Sehingg
penelitian zooplankton merupakan salah satu penelitian yang penting di bidang
limnologi.

B. Tujuan
Melalui kegiatan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memilih stasiun untuk pencuplikan zooplankton
2. Menentukan alat yang digunakan dalam mencuplik zooplankton
3. Mengidentifikasi jenis-jenis zooplankton berdasarkan ciri-cirinya
4. Menghitung kerapatan zooplankton

C. Prinsip
Zooplankton memiliki ukuran yang bervariasi antara 64 mikron sampai
beberapa milimeter. Zooplankton yang terkecil adalah dari kelompok Protozoa.
Oleh sebab itu zooplankton dapat dicuplik menggunakan jala plankton (plankton
net). Ada berbagai model plankton net, yang dikembangkan sesuai dengan

manfaatnya. Jala plankton biasa digunakan untuk mencuplik plankton di


permukaan. Jala plankton ada yang dimodifikasi sehingga dapat digunakan
untuk mencuplik zooplankton pada kedalaman tertentu misalnya Juday Plankton
Trap.

Gambar 5.1 Jala Plankton (A) dan Juday Plankton Trap (B). Juday pada
Waktu
Mengambil Sampel pada Keladalam Tertentu (a) danKondisi
Tertutup Setelah Mengambil Pada Kedalaman Tertentu.

Kain atau screen yang digunakan untuk menjala/menjaring plankton


adalah kain dari sutera yang memiliki ukuran lubang lebih besar dari 64 mikron.
Kain tersebut berfungsi untuk menyaring plankton dan membawa plankton
menuju ke tanung pengumpul. Tabung pengumpul terletak di ujung dasar jala
plankton.
Zooplankton didominasi oleh 4 kelompok utama yaitu Protozoa, Rotifera,
Cladocera, dan Cepopoda. Penjelasan masing-masing takson tersebut adalah
sebagai berikut.
A. Protozoa

Protozoa merupakan hewan yang tubuhnya terdiri dari satu sel. Protozoa
memiliki bentuk yang bermacam-macam, ada yang tetap dan ada yang tidak
tetap. Protozoa hidup secara individu (soliter) dan ada pula yang membentuk
koloni. Protista yang hidup bebas antara lain cilliata, flagellata, dan sarcodina.

1. Flagelata
Flagelata merupakan komponen utama penyusun protozooplankton
dalam jumlahnya berlimpah di air. Flagellata yang umum adalah Dinoflagellata
(Ceratium dan Peridinium), Chrysomonadea (Dinobryon, Mallomonas dan

Synura),

Euglenoid

(Euglena),

Volvocidae

(Volvox

dan

Eudorina),

Choanoflagellates (Astrosiga). Berdasarkan ukurannya dibedakan menjadi dua


kelompok utama, yaitu (a) heterotrophic nanoflagellata (ukuran tubuh di bawah
15 mikromili), dan (b) heterotrofik flagellata (ukuran tubuhnya dalam kisaran >
15-200 mikromili). Di danau-danau temperata dan subtropika Dinoflagellata
cenderung berlimpah terutama pada danau yang pH-nya rendah. Di danaudanau asam jumlahnya mendominasi.
2. Ciliata
Ciliata merupakan anggota protozoa dengan ciri utama sel tubuhnya
memiliki cilia. Cilia pada umumnya tersebar di semua permukaan sel. Dari tiga
kelompok ciliate,

kelompok Oligotrichia (Strombidium dan Halteria) banyak

ditemukan di danau tropis. Ordo Choreotrichida (Tintinnidium, Tintinnopsis dan

Codonella) distribusinya di daerah temperate sampai tropis. Haptoridae


(Askenasia dan Mesodinium) terdistribusi secara luas dan berlimpah. Ciliates
mendapatkan nutrisi dengan cara fotosintesis; ada pula yang bersifat holozoic;
dan memakan bakteri, ganggang, dan protista lain. Ciliates merupakan
zooplankton dari danau-danau yang eutrofik. Beberapa contoh zooplankton
yang tergolong Cilliates antara lain, Paramaecium caudatum, Didinum, Stentor,

Vorticella, Stylonichia.
3. Sarcodina
Sarcodina

merupakan

protozoa

yang

sedikit

ditemukan

dalam

zooplankton air tawar. Bahkan di danau eutrofik kelimpahan Sarcodina tidak


terlalu besar. Beberapa contoh zooplankton yang tergolong Sarcodina antara

lain, Amoeba, Clamydomonas, Polytoma, Difflugia sp, Actynophrys sol, Oplania

ranarum.

B. Rotifera
Dalam klasifikasi Rotifera merupakan salah satu filum dalam klasifikasi
hewan. Rotifera memiliki ukuran tubuh yang kecil ditandai dengan terdapatnya
silia yang disebut korona di bagian anterior tubuh. Rotifera merupakan suatu
kelompok penting hewan penyusun komunitas zooplankton. Rotifera memiliki
variasi morfologi dan adaptasi. Rotifera yang banyak ditemukan adalah rotifera
betina. Rotifera jantan jarang dibentuk (karena umumnya bereproduksi secara
partenogenetik) dan umurnya pendek hanya 2-3 hari saja.
Umumnya bentuk badan memanjang dan memiliki bagian yang disebut
sebagai kepala, batang tubuh, dan kaki; yang pada umumnya tak dapat
dibedakan dengan jelas. Ujung anterior atau korona memiliki silia, pada
beberapa jenis seluruh tubuhnya juga ditutupi silia. Gerakan silia berguna untuk
membantu gerak tubuh serta menggerakkan makanan ke arah mulut itu.
Kebanyakan rotifera bersifat sesil (melekat) dan non-predator plankton. Rotifer
yang bersifat omnivor memasukkan makanan ke dalam tubuh melalui gerakan
silia yang mengarahkan aliran materi organik menuju mulut. Gerakan rotifer
sangat lambat dan tergantung pada gerakan silia di bagian perifer tubuhnya.
Tubuh rotifera berbentuk silinder dengan lanjang 100-500 mikron. Di
bagian anterior terdapat cekungan bersilia yang disebut korona. Silia ini selalu
bergerak, berguna untuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Tubuh
tersusun atas kepala, batang tubuh, dan kaki, meskipun seringkali bagian kepala
tidak dapat dibedakan dengan batang tubuh. Sistem organnya masih sangat
sederhana. Di bagian kepala terdapat semacam otak sebagai pusat saraf. Di
batang tubuh terdapat sistem pencernaan, reproduksi, dan sistem ekskresi
berupa protonefridia. Makanan rotifera berupa plankton dan detritus.

Brachionus

Bdelloid

Gambar 5. 2 Rotifera atau Rotatoria. Perhatikan Korona yang Terdapat di


Anterior. http://en.wikipedia.org/wiki/Rotatoria

Proses reproduksi rotifer hampir sama dengan cladocera. Rotifer dapat


bereproduksi secara seksual dan aseksual melalui partenogenesis. Selama
musim perkembangbiakan, rotifer jantan tidak ada dan reproduksi terjadi secara
parteno-genesis. Betina diploid menghasilkan telur-telur dalam jumlah banyak.
Telur-telur tumbuh menjadi anak-anak rotifer, jadi rotifer anak ini bersifat
haploid.
Dalam kondisi stres, misalnya suhu terlalu panas atau musim salju atau
makanan berkurang, akan terjadi reproduksi secara seksual (miktik). Betina
mula-mula menghasilkan telur-telur haploid. Jika telur-telur ini dibuahi maka
terbentuklah telur diploid yang dilindungi oleh dinding yang tebal dan menjadi
tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Telur diploid mengalami masa
istirahat dan dapat bertahan dalam kondisi ekstrim (misalnya kondisi
dingin/bersalju) sampai kondisi lingkungan membaik. Dalam kondisi yang
menguntungkan telur-telur tersebut akan menetas dan lahir betina-betina
diploid. Ketahanan dan laju reproduksi rotifer berkaitan erat dengan sumber
daya makanan dan suhu. Makanan dan suhu juga menentukan keseimbangan
reproduksi dan mortalitasnya (angka kematian).
C. Zooplankton Crustacea
Crustacea merupakan hewan tak bertulang belakang yang umumnya
hidup di perairan tawar, tetapi ada juga beberapa yang hidup di laut. Respirasi
melalui permukaan tubuh atau insang. Badan dibedakan secara jelas ada
abdomen (perut) dan cephalotorax (kepala-dada). Jadi segmen kepala dan dada
menyatu. Udang-udangan memiliki kaki. Kaki melekat pada dada. Di perairan
tawar plankton crustacea yang dominan adalah Cladocera dan Copepoda,
keduanya merupakan anggota kelas malacostraca (udang-udangan tingkat
rendah).
1. Cladocera
Cladocera merupakan penyusun utama zooplankton. Ukuran tubuhnya
berkisar antara 0,2 sampai 0,3 mm. Tubuh cladocera tersusun atas kepala,

dada, dan perut. Dada dan perut ditutup oleh karapak pada bagian belakang.
Karapak berbentuk bulat, oval, kadang memanjang tergantung jenisnya.
Di kepala terdapat sepasang mata majemuk. Mata majemuk cladocera
merupakan

organ yang sensitif terhadap cahaya sehingga disebut sebagai

bintik mata. Bintik mata tersusun atas mata majemuk yang besar dan oselus
kecil. Cladocera memiliki dua pasang antena. Sepasang antena kedua berukuran
besar berfungsi sebagai alat renang dan menjadi organ utama untuk gerak.
Cladocera merupakan hewan pemakan dengan menyaring (filter

feeders), dilengkapi dengan bulu-bulu yang sangat halus pada rongga mulut
yang berfungsi untuk menyaring makanan. Struktur mulut terdiri atas;
mandibula berkhitin yang berfungsi untuk menggiling makanan, sepasang
maksila (rahang atas), dan medium labrum yang menutup mulut.
Cladocera memiliki 5 pasang kaki yang melekat pada bagian ventral
torax. Abdomen berbentuk kecil memanjang dan memiliki dua seta pada ujung
anterior. Kaki-kaki tersebut pipih dan memiliki rambut dan seta yang panjang.
Gerakan kaki-kaki menghasilkan aliran air yang dapat mengoksigenasi seluruh
tubuh serta mengalirkan makanan kea rah anterior terutama mulut. Partikel
makanan disaring oleh seta yang terdapat di sekeliling mulut dan dasar kaki.
Cladocera dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi
secara aseksual dilakukan dengan cara parthenogenesis. Cara ini sama seperti
yang dilakukan oleh rotifer. Dalam kondisi yang menguntungkan, betina diploid
menghasilkan telur-telur yang haploid yang jumlahnya ratusan. Telur-telur ini
kemudian menetas dan berkembang menjadi anak-anak yang haploid.
Reproduksi seksual dilakukan dengan cara betina menghasilkan telur-telur yang
siap dibuahi. Telur-telur ini jumlahnya sedikit bervariasi dari dua, empat,
delapan, dan empat puluh pada daphnidae. Telur-telur ini dibuahi dan kemudian
di simpan pada kantung telur yang ada di bagian dorsal betina. Telur dilindungi
oleh karapaks. Telur kemudian menetas dan terbentuk larva. Larva ini kemudian
berkembang menjadi dewasa.
Cladocera merupakan salah satu ordo pada filum Arthropoda dan klas
Cristacea. Taksonomi Cladocera (dalam, http://en.wikipedia.org/wiki/Cladocera)
adalah sebagai berikut.
2. Copepoda

Salah satu kelompok zooplankton yang merupakan pemangsa utama


fitoplankton adalah copepoda yang tergolong dalam Crustacea Subklas
Copepoda. Zooplankton jenis ini seringkali dijumpai mendominasi dan banyak
memangsa diatom dibandingkan dengan zooplankton jenis lainnya. Hal ini
disebabkan karena copepoda memiliki kemampuan memecahkan dinding sel
diatom yang kerangkanya dari silikat.

Daphnia ambigua

Ceriodaphnia cornuta

Daphnia longiremis

Daphnia lumholtzi

Simocephalus
exspinosus

S. Vetulus

Achantoleberis
curvirostris

Bosmina longirostris

Leptodora kindtii

Leydigia leydigi

Graptoleberis

Cydorus sphaericus

Allona afinis

Diaphanosoma
brachurum

Latonopsis ocidentalis

Dispalarona rostrata

Gambar 5.3 Gambar Beberapa Jenis Cladocera

Copepoda

memiliki

peranan

penting

sebagai

salah

satu

rantai

penghubung antara fitoplankton dengan konsumer atau tingkatan tropik yang


lebih tinggi. Cepopoda merupakan anggota zooplankton dari kelas Crustacea.
Copepoda dikelompokkan ke dalam tiga kelompok sub Ordo, yaitu Calanoida,
Cyclopoida, dan Harpacticoida.
Badan copepoda tersusun atas metasome anterior (Cephalothorax) yang
dibagi menjadi bagian kepala, lima pasang appendiks, antena dan mulut, dan
dada dengan enam pasang kaki perenang. Bagian urosome posterior terdiri dari
segmen abdomen, di mana pada betina segmen yang pertama dimodifikasi
menjadi

segmen

genital.

Ketiga

subordo

copepoda

dapat

dibedakan

berdasarkan struktur antena pertama, urosom, dan kaki ke lima (kaki paling
belakang).
Bagian mulut dari subordo harpacticoidae dapat digunakan untuk
memotong partikel sedimen atau bagian tubuh makrovegetasi. Harpacticoidea
aktif mengejar dan menangkan makanan yang berupa partikel tumbuhan
maupun hewan. Makanan ditangkap oleh maxilla (rahang) atas kemudian
didorong oleh rahang bawah untuk masuk ke saluran pencernaan. Berbagai
partikel makanan dicerna dengan cara berbeda. Diatom mampu dicernanya
tetapi beberapa ganggang mungkin tidak mampu dicerna.
Copepoda bereproduksi secara seksual. Copepod memiliki variasi periode
kawin antar spesies, ada yang kawin sepanjang tahun ada pula yang hanya
pada periode tertentu. Perkawinan dilakukan dengan cara jantan menjepit
betina kemudian mengalirkan spermatofornya di genital betina pada bagian
abdomen ventral. Betina akan membawa 1 atau 2 kantong telur yang telah
terfertilisasi. Telur-telur tersebut kemudian menetas membentuk larva nauplii.

Larva nauplii mengalami moulting (ganti kulit) sebanyak 5 kali dan berkembang
menjadi larva copepodit. Larva copepodit juga mengalami moulting (ganti kulit)
lima kali sebelum menjadi dewasa.
Copepoda adalah kelompok zooplankton yang memegang peranan
penting dalam rantai makanan pada suatu ekosistem perairan. Salah satu
contohnya adalah Argulus indicus dan Cyclops. Copepoda kaya akan protein,
lemak,

asam

amino

esensial

yang

dapat

mempercepat

pertumbuhan,

meningkatkan daya tahan tubuh, serta mencerahkan warna pada udang dan
ikan. Keunggulan copepoda juga telah diakui oleh beberapa peneliti lain, karena
kandungan DHA-nya yang tinggi, dapat menyokong perkembangan mata dan
meningkatkan derajat kelulushidupan larva. Copepoda juga mempunyai
kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan Artemia sehingga
dapat menghasilkan pigmentasi yang lebih baik bagi larva ikan. Beberapa jenis
copepoda telah dikembangkan untuk dibudidayakan terutama dari

kelompok

harpacticoid dan calanoid.

Cyclops betina dewasa

Diaptomus

Larva Nauplius

Gambar 5.4 Beberapa Jenis Copepoda. Copepoda Betina Membawa Kantong


Telur.

Gambar 5.5 Acartiella sinensis jantan,


Antena Kedua Melengkung. 8.
Dorsal; 9. segmen abdomen dan
furca dorsal; 10. Antenna kedua
(antenula). Pholpunthin ( 1997).

D. Zooplankton di Danau Tropis


Suwono telah mengadakan penelitian zooplankton di Ranu Grati, Ranu
Lamongan (Ranu Klakah), Ranu Pakis, dan Ranu Bedali. Hasilnya adalah sebagai
beirkut. Zooplankton di Ranu Grati tersusun atas tujuh jenis Rotifera atau
Rotatoria (yaitu Brachionus falcatus, B. angularis, Anuraea valga, Pedalia,

Polyarthra, Monostyla, Trichocerca), satu jenis Cladocera (Ceriodaphnia


cornuta),

tiga

jenis

Copepoda

(Cyclops

sp.,

Thermocyclops

hyalinus,

Mesocyclops leuckarti), dan dan satu jenis Insecta (larva Chaoborus sp.). Di
Ranu Bedali ditemukan 5 jenis Rotatoria, yaitu Brachionus angularis, B.

calycyflorue, Pompolix sulcata, Anuraea valga, dan Anuraeopsis fissa, dua jenis
Entomostraca yaitu Cyclops hyalinus dan Cyclops leuckarti serta ditemukan pula
larva Chaoborus.
Jenis-jenis zooplankton yang diamati oleh Suwono dan juga oleh Ruttner
(1952) di Ranu Pakis adalah: (1) Rotatoria atau Rotifera: Brachionus falcatus,

Pedalia intermedia, Anuraea valga, Polyarthra platyptera, Anuraea valga,


Anuraeopsis fissa, Asplanchna, Platyas patulus, Diurella dixon-nuttalli, (2)
Crustaceae: (Copepoda) Mesocyclops hyalinus, Diiaphanosoma paucispinosum,
Cladocera (Moina weberi, Ceriodaphnia), (3) Diptera: larva Chaoborus.
Di Ranu Lamongan dijumpai empat belas taksa zooplankton, terdiri dari
delapan taksa Rotifera (Anuraeosis fissa, Brachionus calyciflorus, B. caudatus, B.

falcatus, Hexarthra insulana, Keratella tropica, Lecane dan Pompholix sulcata),


satu taksa Cladocera (Ceriodaphnia cornuta), tiga taksa Copepoda (Eucyclops

agiloides, Mesocyclops leuckarti, Thermocyclops hyalinus, serta Ostracoda


(Cypria javana) dan Diptera (Larva Chaoborus).

D. Alat dan Bahan

1. Jala plankton
2. Juday Plankton Trap
3. Sprayer
4. Aquades
5. Formalin
6. Tali
7. Botol kecil
8. Sedgwick Rafter Counting cell
9. Kaca benda
10. Mikroskop
11. Spidol permanen
12. Pipet tetes
E. Prosedur Kerja
Pemgambilan sampel zooplankton dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif. Pengambilan kualitatif merupakan pengambilan untuk mendapatkan
sampel

jenis-jenis

zooplankton.

Pegambilan

kualitatif

berguna

untuk

memperbanyak koleksi, bukan untuk mendapatkan kerapatan populasi. Sampel


pengambilan kualitatif digunakan untuk identifikasi jenis zooplankton. Jadi
prinsipnya adalah pengambilan sebanyak-banyaknya.
Pencuplikan untuk pemeriksaan kualitatif
Penduplikan kualitatif dilakukan menggunakan jala plankton. Pasang jala
plankton ke dalam air. Ambil sampel air sebanyak-banyaknya dari berbagai
kedalaman. Pengambilan cara ini diharapkan dapat mengambil semua jenis
zooplankton yang akan digunakan untuk identifikasi dan koleksi.
Pencuplikan untuk pemeriksaan kuantitatif
Pemeriksaan kuantitatif bertujuan untuk menentukan kerapatan populasi
setiap jenis zooplankton. Prinsip pengambilan kuantitatif adalah mengambil
sampel zooplanton dalam jumlah volume tertentu. Pengambilan secara
kuantitatif dilakukan dengan berbagai metode sesuai dengan tujuannya.
1. Penentuan kerapatan zooplankton permukaan

Penentuan kerapatan zooplankton di bagian air permukaan ditentukan


dengan cara mengambil air sejumlah volume tertentu yang kemudian disaring
ke dalam plankton net. Volume air yang diambil misalnya 5 liter, 10 liter, atau
20 liter. Zooplankton yang tersaring akan ditampung di dalam botol penampung.
Sampel yang dikumpulkan dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan
menggunakan formalin. Diharapkan kadar formalin dalam sampel adalah 5%.
Misalnya air yang disaring adalah 10 liter, maka dengan demikian jumlah
zooplankton yang diperoleh dan dimasukkan ke dalam botol sampel adalah
semua zooplankton dalam volume 1 liter tersebut. Jika volume dalam botol
sampel adalah 100 ml maka zooplankton yang terdapat di dalam botol sampel
tersebut adalah semua zooplankton dari 10 liter air.
Cara kedua yang digunakan adalah menggunakan tarikan secara
horizontal. Plankton net dipasang pada air permukaan kemudian ditarik pelanpelan sampai pada jarak tertentu (Gambar 5.6). jika jari-jari mulut plankton net
adalah r dan jarak tarikan adalah s maka volume air yang tersaring adalah:

= s

Gambar 5.6 Pengambilan Sampel Zooplankton dengan Tarikan Horizontal

2. Pencuplikan kedalaman tertentu


Kadangkala peneliti ingin mengetahui stratifikasi kerapatan zooplankton,
misalnya berapa kerapatan zooplankton di kedalaman 0-1 m, 1-2 m, 2-3 m, dan
seterusnya. Pencuplikan tidak mungkin dilakukan menggunakan jala plankton
biasa. Misalnya jika ingin mencuplik zooplankton pada kedalaman 4-3 m, maka
jala plankton harus dimasukkan pada kedalaman 4 meter kemudian ditarik ke

atas sampai pada kedalaman 3 m. Selanjutnya plankton net tidak boleh


mengambil sampel pada kedalaman di atas 3 meter. Pencuplikan cara demikian
dilakukan menggunakan pencuplik plankton 'Juday' (berukuran 200 mesh/inchi)
di kedalaman tertentu. Juday plankton trap dapat mengambil sampel pada
kedalaman tertentu (misalnya 12-10 meter).

F. Analisis Data dan Diskusi


Semua zooplankton yang diperoleh dari lapangan harus diawetkan
dengan formalin atau alkohon. Jika tidak diawetkan zooplankton akan
mengalami pembusukan oleh jamur dan bakteri, atau kadang-kadang ada
zooplankton yang bersifat predator, misalnya larva Chaoborus yang bisa
memakan habis zooplankton lain dalam sampel tersebut.
Sampai di laboratorium dilakukan pengamatan, sesuai tujuan penelitian.
Terutama yang pertama adalah mengidentifikasi jenisnya. Untuk keperluan
identifikasi gunakan sampel kualitatif. Identifikasi dilakukan di mikroskop
dengan mengamati ciri-ciri masing-masing spesies dan dicocokkan dengan ciriciri yang ada di literatur.
Identifikasi protozoa dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri protozoa
dengan gambar/literatur. untuk mengidentifikasi rotifer cirri-ciri yang peril
diperhatikan adalah struktur/morfologi tubuh, struktur corona, dan kadangkadang jumlah telurnya. Untuk identifikasi Cladocera ciri-ciri yang diamati
adalah

segmen

tubuh,

furca,

antena,

caudal

ramus,

endopod,

kaki,

receptaculum seminis, bentuk tubuh, perisai, abdomen, dan kuku belakang


(claw). Untuk Copepoda cirri yang diamati adalah bentuk abdomen, alat
reproduksi, antenna kedua (antenna yang besar), dan kaki.
Selain diidentifikasi kerapatan zooplankton juga dihitung. Penghitungan
dilakukan dengan menggunakan Sedgwick-Rafter Counting Cell. Volume air
sampel dalam 1 sedgwick adalah 1 ml (Gambar 5.7). Perhatikan cara
memasukkan sampel ke dalam cawan Sedgwick. Mula-mula pasang kaca
penutup dalam keadaan miring dan isi sampai penuh cawan Sedgwick. Setelah
penuh geser kaca penutup sehingga menutup semua ruang cawan. Lakukan
dengan hati-hati jangan sampai ada rongga udara di dalam cawan. Sedgwickrafter adalah nama ahli limnology yang menemukan cawan ini.

Gambar 5.7 Pengamatan Zooplankton Dalam Cawan Sedgwick-Rafter

Cara menghitung sampel dalam cawan Sedgwick adalah gerakkan meja


benda mikroskop perlan-pelan dan catat semua zooplankton yang ada di dalam
cawan. Peneliti akan mudah menghitung semua zooplankton jika mengenal
dengan baik cirri setiap jenis. Oleh sebab itu sebelum menghitung lakukan
pengenalan jenis dengan baik.
Penghitungan masing-masing jenis dalam cawan Sedgwick biasanya
tidak dilakukan untuk semua sampel. Misalnya volume dicuplik di lapangan
adalah 10 liter kemudian disaring dalam jala plankton dan didapatkan sampel
terkonsentrasi sebesar 10 ml, ini berarti yang ada di 10 ml sama dengan yang
ada di 10 liter. Jika peneliti memiliki sampel sebanyak 10 ml, pengamatan dapat
dilakukan untuk 5 ml saja (selama 5 kali pengamatan dalam cawan). Kemudian
hasilnya dihitung per ml, selanjutnya dikalikan 10 ml. hasil ini menunjukkan
jumlah zooplankton dalam 10 ml sampel yang sebenarnya berasal dari sejumlah
volume tertentu sampel lapangan.

N = kerapatan di komunitas yang dicuplik (ind./liter)


n = jumlah jenis dalam 1 ml sampel
dikonsentrasikan
a = volume sampel yang dikonsentrasikan.

yang telah

Penelitian zooplankton kadang-kadang tidak hanya membandingkan


zooplankton antar waktu pengamatan dan antar tempat. Sesuai dengan
tujuannya sampel harus diambil menurut waktu dan tempat yang berbeda.
Analisis zooplankton dapat menggunakan analisis statistic. Untuk
mengetahui berbedaan kerapatan zooplankton antar waktu pengamatan
dilakukan analisis variansi dengan terlebih dahulu data kerapatan ditransformasi
dalam bentuk log. Jika terdapat perbedaan kerapatan, dilakukan uji lanjut tes
Duncan.
Dalam mencuplik zooplankton juga perlu dilakukan pengamatan rona
lingkungan serta factor fisiko-kimia air. Faktor-faktor lingkungan abiotik yang
diukur bersamaan dengan pengambilan sampel zooplankton, misalnya meliputi:
kecerahan air, suhu air, pH air, kadar oksigen terlarut, konduktivitas, alkalinitas
total, salinitas serta kelimpahan fitoplankton. Dengan mengetahui kondisi
lingkungan peneliti dapat menentukan factor apa yang menentukan kelimpahan
dan kerapatan zooplankton. Analisis korelasi antara kerapatan dengan faktor
lingkungan juga dapat dilakukan menggunakan analisis statistik.
G. Tugas
1. Tentukan lokasi pengamatan zooplankton
2. Pada lokasi yang telah ditentukan, pilih/tentukan stasiun pengamatan.
Stasiun ditentukan berdasarkan perbedaan rona lingkungan
3. Di setiap stasiun pengamatan lakukan pencuplikan zooplankton secara
tarikan vertikal dan tarikan horizontal
4. Lakukan

pencuplikan

zooplankton

untuk

menentukan

stratifikasi

kerapatannya. Gunakan Juday plankton trap.


5. Lakukan pengukuran faktor fisiko-kimia di tempat pencuplikan sampel
zooplankton.
6. Awetkan sampel zooplankton menggunakan formalin (sampel mengandung
formalin 3-5%)
7. Identifikasi jenis-jenis zooplankton apa yang Anda temukan serta hitung
kerapatannya.
8. Lakukan analisis statistik apakah ada perbedaan kerapatan zooplankton
antar tempat dan antar waktu.

9. Lakukan pula statistik untuk menemukan korelasi antara kerapatan


zooplankton dengan faktor fisiko-kimia.

PRAKTIKUM VI
PENCUPLIKAN MAKROZOOBENTOS

A. Pengantar
Makroinvertebrata bentik adalah kelompok hewan yang tidak memiliki
tulang belakang dan mudah dilihat dengan kasat mata (ukuran tubuh lebih dari
0.5 cm) yang hidupnya di dasar perairan. Beberapa kelompok hewan yang
termasuk makroinvertebrata bentik adalah larva serangga, cacing, udang, siput,
dan lain sebagainya. Makroinvertebrata dapat hidup dan berkembang baik di
perairan pada kondisi perairan yang berlumpur, perairan yang alami, berbatu
pada bagian dasarnya, maupun pada dasar perairan yang airnya mengalir
dengan cepat.
Beberapa hewan makroinvertebrata sangat peka terhadap perubahan
kondisi perairan terutama pada perairan sungai. Beberapa kegiatan manusia
seperti pemakaian pestisida dan pupuk pada lahan pertanian, sampah rumah
tangga di daerah pemukiman,

meningkatnya jumlah lumpur (akibat erosi),

serta polusi dari industri menyebabkan menurunnya kualitas air. Biota yang
toleransinya tinggi terhadap faktor lingkungan akan berkembang dengan baik,
sedangkan yang tidak toleran akan menurun populasinya bahkan punah. Akibat
pencemaran tersebut beberapa jenis makroinvertebrata yang toleran jumlahnya
meningkat, sebaliknya yang intoleran populasinya menurun atau bahkan tidak
ditemukan lagi. Hewan-hewan yang peka

terhadap penurunan kualitas air

sungai tersebut (kelimpahannya meningkat atau menurun) dapat dipakai


sebagai penanda (indikator) kualitas air sungai yang baik.

B. Tujuan
Melalui kegiatan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memilih stasiun untuk pencuplikan makrozoobentos
2. Menentukan alat yang digunakan dalam mencuplik makrozoobentos
3. Mengidentifikasi jenis-jenis makrozoobentos berdasarkan ciri-cirinya
4. Menghitung kerapatan makrozoobentos
5. Menentukan keanekaragaman makrozoobentos

6. Mendemonstrasikan penelitian peran makrozoobentos sebagai indikator


pencemaran perairan.
C. Prinsip
Berdasarkan ukurannya,

zoobentos

dapat digolongkan ke dalam

kelompok zoobentos mikroskopik atau mikrozoobentos dan makrozoobentos.


Mikrozoobentos berukuran kecil dan membutuhkan mikroskop untuk melihanya.
Anggota mikrozoobentos terutama adalah protozoa. Makrozoobentos dapat
mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3 5 mm pada saat pertumbuhan
maksimum sehingga mudah dilihat menggunakan mata telanjang. Untuk melihat
struktur tubuh makroinvertebrata bentik diperlukan mikroskop terutama jika
ingin melakukan identifikasi.
Organisme

yang

termasuk

makrozoobentos

diantaranya

adalah:

Crustacea, Isopoda, Decapoda, oligochaeta, Mollusca, Nematoda, Insecta,


dan Annelida. Taksa-taksa tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting di
dalam komunitas perairan karena sebagian dari padanya menempati tingkatan
trofik kedua ataupun ketiga. Sedangkan sebagian yang lain mempunyai peranan
yang penting di dalam proses demineralisasi dan pendaurulangan bahan-bahan
organik, baik yang berasal dari perairan maupun dari daratan.
Sebagian besar hewan bentos adalah invertebrata, mencakup kurang
lebih 90% dari keseluruhan hewan bentos. Berikut ini adalah makroinvertebrata
bentik yang memiliki peran penting sebagai organisme indikator dalam
penentuan kualitas perairan di danau dan terutama di sungai.
Cacing pipih (Filum Platyhelminthes, Kelas Turbellaria)
Cacing gelang (Filum Annelida)
Cacing air (Kelas Oligochaeta)
Lintah (Kelas Hirudinea)
Moluska (Filum Mollusca)
Keong (Kelas Gastropoda)
Remis, kijing (Kelas Bivalvia)
Siput (Kelas Gastropoda)
Arthropods (Filum Arthropoda)
Udang-udangan (Subphylum Crustacea, Kelas Malacostraca)

isopoda (Ordo Isopoda)

Scuds (Ordo Amphipoda)


ketam (Ordo Decapoda)
Arachnids (Suborder Trombidiformes)
Acarina air (Famili Group Hydracarina)
Insects (Subphylum Atelocerata, Kelas Hexapoda, Subclass Insecta)
Mayflies (Ordo Ephemeroptera)
Dragonflies and damselflies (Ordo Odonata)
Stoneflies (Ordo Plecoptera)
True bugs (Ordo Hemiptera)
Dobsonflies and alderflies (Ordo Megaloptera)
Water beetles (Ordo Coleoptera)
Caddisflies (Ordo Trichoptera)
True flies (Ordo Diptera)
Makroinvertebrata perairan darat didominasi oleh serangga pada fase
larva. Serangga fase dewasa tidak ada yang menjadi anggota makroinvertebrata
bentik. Keanekaragaman serangga sangat melimpah pada air yang mengalir.
Ordo Ephemeroptera (mayflies), Plecoptera (stone flies), Trichoptera (caddis

flies), Diptera (true flies), dan Odonata (dragonflies dan damselflies) biasanya
mendominasi keseluruhan biomasa. Kelompok lain yang penting pada perairan
darat adalah Mollusca (snails dan clams), Annelida (cacing dan lintah), dan
Crustacea (udang, ketam). Penjelasan dari masing-masing takson adalah
sebagai berikut.
Cacing Pipih (Filum Platyhelminthes, Kelas Turbellaria)
Cacing pipih bergerak dengan mengeluarkan lendir yang memungkinkan
rambut (silia) pada tubuhnya menggerakkan tubuhnya pada substrat. Cacing
pipih merupakan predator bagi invertebrata lainnya, tetapi mereka juga
dekomposer yang memakan bahan-bahan organik. Ia dapat mendeteksi adanya
makanan dengan menggunakan reseptor kimia. Cacing pipih bereproduksi
secara seksual dan aseksual, tergantung pada kondisi lingkungan seperti suhu
air. Ia mampu bereproduksi secara aseksual yang memungkinkan ia dapat
bertahan pada kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan mampu hidup
beberapa tahun.
Cacing beruas-ruas (Filum Annelida)

Cacing air menghuni lumpur di dasar danau, kolam, atau sungai


terutama pada riam. Ia hidup pada lokasi yang kaya dengan bahan organik mati
dan ganggang di sedimen, meskipun cacing air ini bersifat predator terhadap
invertebrata. Mereka memiliki cara makan yang umum. Mereka juga menelan
sedimen dan mencerna bahan-bahan organik dan melepaskan pelet. Mereka
mempengaruhi kondisi substrat dengan mencampurkan lapisan atas dan lapisan
bawah sedimen. Cacing ini juga merupakan sumber makanan bagi beberapa
invertebrata dan ikan.
Cacing air bergerak sepanjang waktu. Ia mampu hidup pada air yang
dalam yang memiliki dasar berupa lumpur. Cacing ini bereproduksi secara
seksual atau aseksual. Mereka dapat melakukan regenerasi baik pada bagian
depan maupun bagian belakang tubuhnya dan mampu hidup beberapa minggu
sampai beberapa tahun.

Kelas Oligochaeta

Kelas Hirudinea

Gambar 6.1 Beberapa Contoh Annelida Air.

Moluska (Filum Mollusca, Kelas Pelecypoda)


Moluska adalah hewan yang memiliki tubuh yang lunak yang tertutup
dengan cangkang yang keras yang terbuat dari kalsium karbonat. Tubuhnya
tidak bersegmen dan dapat di bedakan antara kepala dan badan. Ia memiliki
otot kaki yang digunakan untuk bergerak. Keong (salah satu anggota
Gastropoda) memiliki cangkang yang berputar. Keong menghuni dasar danau,
kolam, rawa, dan sungai yang mengalir pelan. Ia dapat hidup di berbagai
substrat mulai dari substrat berbatu, berlumpur, maupun liat. Keong adalah
pemakan tumbuhan, makan dengan mengunyah perifiton yang ada di substrat
dengan menggunakan mulutnya yang bergigi yang disebut radula. Keong ini
mungkin bermanfaat bagi tumbuhan air dengan cara melepaskan ganggang

yang menempel pada batang dan daun tumbuhan sehingga tumbuhan dapat
menerima cahaya untuk fotosintesis. Sebagian besar moluska dapat hidup 2
sampai 5 tahun. Ia merupakan sumber makanan bagi vertebrata misalnya ikan,
amfibi, reptilia, burung, dan mamalia.
Remis dan kijing merupakan moluska yang memiliki dua cangkang. Di
lihat dari biomasanya, ia merupakan invertebrata terbesar di air. Ia tinggal di air
yang tidak dalam dan memiliki aliran air yang berukuran medium. Karena ia
tinggal di lapisan di bawah substrat, mereka hidupnya dibatasi oleh stabilitas
dasar perairan sungai. Ia bersifat filter feeders (memakan dengan menyaring),
mengambil air, menyaring bahan-bahan organik, dan melepaskan sisa air.
Bivalvia merupakan

sumber makanan bagi berbagai hewan. Siklus

hidupnya meliputi fase larva yang berenang bebas atau parasit yang dinamakan
glochidia, yang bentuknya berbeda dengan dewasanya. Larva ini melekat pada
inang ikan (dan bersifat spesifik). Setelah lepas dari ikan ia berkembang
menjadi dewasa.

Gambar 6.2 Dua contoh Mollusca dari Kelas Gastropoda (A) dan Bivalvia (B)

Arthropoda, Subphylum Crustacea, Kelas Malacostraca


Malacostraca atau udang-udangan besar banyak menghuni kolam,
sungai, dan danau. Tubiuhnya tertutup oleh kulit yang terbuat dari kalsium
karbonat dan protein yang disebut khitin. Kulit ini mengalami beberapa
perubahan selama ia berkembang menjadi dewasa.
Udang-udangan hidup bebas di air. Ia banyak hidup di perairan yang
berdasar batu, dan serasah. Letak

nichenya adalah sebagai pengumpul dan

predator. Udang mengalami pergantian kulit selama 5-8 kali untuk menjadi
dewasa. Mereka bersifat fototaksis negative. Udang bersifat nocturnal. Mereka
mampu bergerak dengan cepat utuk menghindari

bahaya dengan cara

berulang-ulang menekuk abdomennya dan bergerak menjauh dengan gerakan


mundur.
Subkelas Malacostraca
Ordo Decapoda

Ordo Amphipoda

Ordo Isopoda

Gambar 6.3 Contoh-contoh Malacostraca

Insects (Subphylum Atelocerata, Kelas Hexapoda, Subclass Insecta)


Serangga merupakan kelompok organisme yang jumlah spesiesnya
beragam. Jumlah spesiesnya mencapai 751.000, atau kira-kira 70% dari semua
hewan.

Insekta merupakan kelompok invertebrata yang berlimpah di air.

Karena kemelimpahannya maka serangga merupakan memiliki peran ekologi


yang penting. Mereka memiliki variasi nich dalam ekosistem air. Mereka juga
menghuni berbagai mikrohabitat.
Banyak spesies serangga air. Sebagian besar dalam fase larva,
sedangkan fase dewasanya berada di teresterial karena memiliki sayap.
Serangga air melakukan metamorphosis, ada yang sempurna dan ada yang
tidak sempurna.

Distribusi Makroinvertebrata dan Perannya dalam Rantai Makanan


Perubahan aliran sungai menjadi faktor penyebab langsung perubahan
komunitas. Makroinvertebrata bentik memiliki cara adaptasi yang berbeda-beda
sehingga mereka juga memiliki niche yang berbeda pula. Salah satu bentuk
perbedaan niche adalah dari cara makan.
Menurut Vannote (Iowater, 2005) ada 4 model cara makan hewan bentik
yaitu sebagai berikut.

1. Shredders: memakan jaringan tanaman yang hidup


2. Collectors (memakan dengan menyaring): mengkonsumsi bahan organik
yang terdekomposisi

3. Grazers: memakan alga dan diatom yang diambil dari substrat


4. Predators: memakan hewan lain.

Kelas Insecta
Ordo Plecoptera
(Stonefly)

Ordo Trichoptera
(Caddisfly)

Ordo Megaloptera
(Alderflies)

Ordo Ephemeroptera
(Mayfly)

Ordo Megaloptera (Dobsonfly)

Ordo Coleoptera
(Water Penny
Beetle)

Ordo Coleoptera
(Riffle Beetles)

Ordo Odonata
(Damselfly)

Ordo Odonata
(Dragonfly)

Ordo Diptera

Ordo Diptera

Ordo Diptera

Ordo Diptera

Famili Simuliidae
(Black Fly)

Famili Tipulidae
(Crane Fly)

Famili
Chironomidae
(Midge Fly)

Famili Athericidae
(Snipe Fly)

Gambar 6.4 Contoh-contoh Larva Insekta yang Hidup Di Air

Meskipun populasi hewan mungkin berubah karena perubahan ukuran


sungai, rantai makanan pada umumnya tidak mengalami perubahan. Dalam
rantai makanan yang sederhana, cahaya matahari merupakan energi utama
bagi sistem perairan. Produsen mentransfer energi dari matahari menjadi
makanan yang selanjutnya akan digunakan oleh konsumen dan dekomposer.
Dekomposer akan memecah produsen dan konsumen yang mati, melepaskan
unsur-unsur kimia ke dalam sistem yang akan digunakan leh produsen.
Dalam rantai makanan di sungai, energi masuk ke sistem melalui
matahari dan masukan dari luar sistem yang berupa nutrien dan materi
alokhton. Alga, diatom, tumbuhan, menggunakan energi dari matahari dan
nutrien untuk tumbuh dan bereproduksi. Selanjutnya alga, diatom, dan
tumbuhan akan dimakan oleh komsumen. Jika mereka mati akan dimakan oleh

shredders dan collectors atau didekomposisi oleh bakteri dan jamur. Hewanhewan Grazers, shredders, dan collectors akan dimakan oleh makroinvertebrata
bentik predator. Sebagai contoh kepik air memakan alga dengan cara
mengambil dari substrat. Kepik air menjadi makanan larva serangga. Larva
serangga ini dimakan oleh predator. Dalam hal ini ini materi berpindah melalui
rantai makanan menyediakan nutrien dan bahan organik ke dalam lingkungan.

Peranan Makroinvertebrata Bentik


Makroinvertebrata bentik memilik fungsi penting sebagai sumber
makanan di lingkungan akuatik dan juga sebagai parameter perubahan kualitas
dan kuantitas input perairan di ekosistem akuatik. Keanekaragaman komunitas
makroinvertebrata merupakan instrumen parameter kesehatan parairan akibat
adanya proses pengolahan materi organik dari manusia maupun sumber alami
lainnya. Proses pengolahan materi organik mempengaruhi kadar CO2, suhu,
dan panas; efisiensi proses ini bergantung pada keanekaragaman komunitas,

semakin banyak niche

individual yang ada semakin mempercepat

proses

pengembalian unsur-unsur. Kandungan materi organik yang berlebihan serta


adanya senyawa toksik pada perairan cenderung mengurangi keanekaragaman.
Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus
hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali
lubang (Kendeigh, 1980; Odum 1993). Hewan ini memegang beberapa peran
penting dalam perairan seperti dalam

proses

dekomposisi dan mineralisasi

material organik yang memasuki perairan serta meduduki beberapa tingkatan


trofik dalam rantai makanan (Odum, 1993).
Makroinvertebrata

bentik merupakan salah satunya komponen utama

lingkungan bentik. Makroinvertebrata bentik merupakan komponen penting


dalam ekosistem perairan tawar, yaitu sebagai berikut.

a. Sebagai penyedia makanan bagi berbagai tingkat trofik yang lebih tinggi.
b. Memainkan peranan penting dalam biodegradasi bahan organik.
c. Memudahkan biomineralisasi bahan organik dan meningkatkan regenerasi
nutrien.

d. Berperan

dalam

menyuburkan

dasar

perairan

dan

meningkatkan

produktivitas bentik.

e. Sebagai anggota komunitas bentos yang dapat menyumbangkan pengaruh


interaktif kepada biota perairan lainnya melalui kompetisi,

simbiosis,

predasi, dan asosiasi.

f. Karena sensitivitasnya ysng tinggi terhadap masukan antropogenik dan


bahan-bahan pencemar, membuatnya sebagai organisme yang baik sekali
untuk studi pencemaran dan digunakan sebagai bioindikator dalam menilai
kondisi lingkungan perairan.
Terkait dengan responnya terhadap lingkungan,

makroinvertebrata

bentik mempunyai kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi


terhadap lingkungannya, sehingga jenis tertentu dari makroinvertebrata bentik,
seperti Nematoda dan Copepoda sering digunakan sebagai indikator dalam
menyatakan kelimpahan bahan organik. Perbandingan Nematoda dan Copepoda
(rasio N/C) dapat digunakan sebagai alat biomonitoring pencemaran organik
dalam komunitas bentik. Pengaruh utama akumulasi bahan organik adalah

pengurangan kandungan oksigen dalam sedimen dan selanjutnya menstimulasi


pembentukan lapisan hidrogen sulfida.
Kepadatan Tubifex dan Chironomus yang melimpah juga merupakan
indikator adanya pencemaran organik. Dalam kondisi ada pencemaran organik
terjadi penurunan oksigen karena oksigen digunakan oleh bakteri dan jamur
dalam aktivitas dekomposisi bahan organik tersebut. Kadar oksigen yang rendah
tidak dapat ditoleransi oleh organisme lainnya. Sebaliknya, kedua organisme
tersebut mentolerir kadar oksigen yang rendah. Dalam kondisi tersebut dan
kondisi tanpa pesaing, Tubifex dan Chironomus berkembang dengan baik
sehingga populasinya melimpah.
Makroinvertebrata

bentik

selain

berperan

melapukkan

dan

menghancurkan bahan-bahan organik di dalam sedimen, juga berperan dalam


menyuburkan

dasar

perairan

dan

meningkatkan

produktivitas.

Makroinvertebrata bentik memakan apa saja yang ada di muka mulutnya,


sedimen, sisa tumbuhan/binatang yang sudah lapuk, bakteri dan mikroflora
bentik, yang selanjutnya dicerna dan dikeluarkan sebagai nutrien dan mineral
yang siap digunakan oleh produsen.

Makroinvertebrata Bentik sebagai Indikator Pencemaran


Organisme yang hidupnya relatif menetap baik digunakan sebagai
petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk
ke habitatnya. Hewan yang menetap diantaranya adalah perifiton dan
makrozoobentos. Kelompok hewan bentos dapat lebih mencerminkan adanya
perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu, karena hewan bentos
terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah (Oey, et al,
1978 dalam Rizky,

2007). Diantara hewan bentos yang relatif mudah

diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenisjenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih
dikenal dengan Makroinvertebrata bentik (Rosenberg dan Resh, 1993 dalam
Rizky, 2007).
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan,

baik biotik mupun abiotik. Faktor biotik yang

berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber


makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika kimia air yang

diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO),

kebutuhan oksigen biologi

(BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan
substrat dasar (Allard and Moreau, 1978; APHA, 1992; dalam Rizky, 2007).
Penggunaan

makrozoobentos

sebagai

indikatork

kulitas

perairan

dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Cara ini dikenal sejak abad 19 dengan
pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan
tercemar. Jenis-jenis organisme tertentu ini berbeda dengan jenis-jenis
organisme yang hidup di perairan yang tidak tercemar. Kemudian oleh para hli
biologi perairan pengetahuan ini dikembangkan sehingga perubahan struktur
dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat
dijadikan indikator kualitas perairan (rosenberg dan Resh, 1993, dalam Rizky,
2007).
Metode kualitatif tertua untuk mendeteksi pencemaran secara biologis
adalah sistem saprobik (Rizky, 2007) yaitu sistem zonasi pengayaan bahan
organik berdasarkan spesies hewan dan tumbuhan secara spesifik. Hynes
(1978) berpendapat bahwa sistem saprobik mempunyai beberapa kelemahan
antara lain kurang peka terhadap pengaruh buangan yang bersifat toksik. Tidak
ditemukannya makrozoobentos tertentu belum tentu dikarenakan adanya
pencemaran organik, sebab mungkin dikarenakan kondisi fisik perairan yang
kurang mendukung kehidupannya atau kemunculannya dikarenakan daur
hidupnya.
Keragaman jenis disebut juga

keheterogenan jenis,

merupakan ciri

yang menggambarkan struktur komunitas di dalam organisasi kehidupan.


Keragaman jenis merupakan topik yang penting dalam pembahasan mengenai
makroinvertebrata Bentik. Hal ini penting karena peran dari makroinvertebrata
bentik sebagai indikator pencemaran. Suatu komunitas dikatakan mempunyai
keragaman jenis tinggi,

jika kelimpahan masing-masing jenis optimal dan

berimbang, sebaliknya keragaman dikatakan rendah jika hanya terdapat


beberapa jenis yang melimpah dan jenis yang lain tertekan populasinya.
Keanekaragaman organisme di komunitas dinyatakan sebagai nilai
indeks, misalnya indeks keragaman Shannon Wiener, indeks Sorensen, dan lain
sebagainya. Indeks keragaman jenis menggambarkan keadaan komunitas
organisme secara matematis, sehingga diperlukan suatu kemampuan untuk
menafsirkan keanekaragaman berdasarkan nilai indeks tersebut. Nilai indeks

akan lebih bermakna jika dibandingkan dengan nilai indeks dari ruang yang
berbeda dan/atau dari waktu yang berbeda. Dengan demikian penelitian
keanekaragaman menggunakan indeks harus dilakukan secara meruang atau
mewaktu. Indeks keragaman Shannon-Wiener dihitung dengan rumus sebagai
berikut.

H =

dimana

H = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener


Pi = proporsi individu spesies ke i dari semua individu dalam komunitas
Ni = jumlah individu spesies ke i dalam komunitas
N = total jumlah individu dalam komunitas
Berdasarkan nilai indeks keragaman

jenis zoobentos,

yang dihitung

berdasarkan formulasi ShannonWiener, dapat ditentukan beberapa kualitas air.


Wilhem (1975)

menyatakan

bahwa air yang tercemar berat,

indeks

keragaman jenis zoobentosnya lebih kecil dari satu (0<H<1). Jika berkisar
antara satu dan tiga (1<H<3), maka air tersebut setengah tercemar. Air bersih,
indeks keragaman zoobentosnya lebih besar dari tiga. Nilai ini adalah perkiraan.
Masing-masing

komunitas

kadang

memiliki

perilaku

besaran

indeks

keanekaragaman yang spesifik.

D. Alat dan Bahan


1. Eckman Grab
2. Saringan bertingkat
3. Jala surber
4. Kantong plastik
5. Formalin
6. Secchi disk
7. Alat ukur faktor fisiko-kimia: DO meter, SCT meter, turbidimeter, pH meter

E. Prosedur Kerja
1. Pilih lokasi di sungai atau di danau yang dijadikan lokasi penelitian.
2. Lakukan pencuplikan sampel makrozoobentos, di danau maupun di sungai.

3. Pencuplikan makrozoobentos di danau gunakan Eckman Grab karena


memiliki dasar berlumpur. Stasiun di danau dipilih pada daerah litoral
dengan kedalaman 0-2 meter (tergantung kedalaman Secchi disk, atau
kedalaman maksimum sekitar 1,7 X kedalaman secchi disk). Cara
menggunakan eckman grab (Gambar 6.5) adalah: buka mulut eckman grab
dengan hati-hati supaya anda tidak terjepit. Masukkan ke dalam air dengan
cara ditekan ke bawah supaya menancap pada dasar perairan. Lakukan
pencuplikan dengan 3 kali ulangan.
4. Pencuplikan makrozoobentos di sungai, dibedakan untuk dasar sungai
berlumpur dan dasar sungai berbatu. Dasar sungai yang berlumpur (daerah
lubuk) gunakan Eckman Grab. Dasar sungai berbatu (daerah jeram)
gunakan jala surber. Cara menggunakan jala surber adalah: masukkan jala
surber di stasiun yang diamati dengan mulut melawan arus. Aduk-aduk
daerah yang dibatasi oleh jala surber. Bersihkan batu-batu, serasah, karena
ada kemungkinan hewan bentos melekat pada benda-benda tersebut.
Lakukan pencuplikan dengan 3 kali ulangan, pilih secara acak.

Gambar 6.5 Eckman Grab dalam Kondisi Terbuka dan tertutup.

5. Masukkan sampel ke dalam saringan. Saring dengan hati-hati, buang


kotoran dan lumpur-lumpur yang menempel.
6. Masukkan sampel yang diperoleh ke dalam plastik atau botol mulut lebar
dan awetkan dengan formalin sehingga sampel mengandung formalin 2-5%.

7. Di laboratorium amati hewan-hewan bentos menggunakan mikroskop


binokuler. Identifikasi jenisnya menggunakan kunci determinasi seperti yang
telah Anda pelajari pada matakuliah zoologi invertebrate.
8. Hitung kerapatan masing-masing jenis. Penghitungan kerapatan di dasarkan
pada luasan alat pencuplikan. Luasan permukaan alat pencuplik eckman
grab adalah 15 cm X 15 cm. Sedangkan luasan jala surber kira-kira adalah
30 cm X 30 cm. Buatlah konversinya sehingga diperoleh kerapatan dalam
satuan individu/ meter persegi.
F. Analisis dan Diskusi
1. Hewan bentik apakah yang Anda temukan di sungai? Apakah ada perbedaan
jenis antara habitat jeram dengan lubuk?

2. Hewan bentik apakah yang Anda temukan di danau? Samakah komposisinya


dengan sungai
3. Hitung kerapatan masing-masing jenis hewan bentik di habitat yang Anda
pelajari
4. Hitung keanekaragaman hewan bentik di habitat yang Anda pelajari, daerah
mana yang memiliki keabekaragaman tinggi dan daerah mana yang memiliki
keanekaragaman yang rendah.
5. Bagaimana keanekaragaman hewan bentik di sungai yang anda teliti!
Apakah

menunjukkan

tanda-tanda

adanya

pencemaran

berdasarkan

penghitungan nilai indeks keanekaragaman hewan bentik


G. Tugas
1. Lakukan

penelitian

hewan

bentik

di

ekosistem

sungai

dan

danau/bendungan.
2. Tentukan stasiun pengamatan yang tepat.
3. Dalam penelitian di sungai Anda harus hati-hati terhadap arus yang deras
dan

daerah

yang

dalam.

Demikian

pula

dengan

penelitian

di

danau/bendungan, gunakan perahu yang aman dan jangan lupa memakai


pelampung.

KEGIATAN VII
ESTIMASI KERAPATAN POPULASI IKAN DENGAN METODE CMR
(CAPTURE-MARK-RELEASE AND RECAPTURE)

A. Pengantar
Kegiatan praktikum ini akan mengantar saudara pada salah satu teknik
mengestimasi kelimpahan suatu hewan mobile, yaitu ikan di lapangan (kolam
atau waduk kecil). Salah cara yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode
CMR, yaitu metode tangkap-tandai-lepaskan-tangkap lagi.
B. Tujuan
Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk:
1. memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang penggunaan teknik
CMR dalam mengukur kerapatan atau kelimpahan populasi,
2. melatih mahasiswa dalam penerapan metode CMR.
C. Prinsip
Kerapatan (densitas) dan kelimpahan merupakan salah satu karakter
populasi, yaitu jumlah individu anggota populasi. Pada umumnya ukuran satuan
besarnya kerapatan populasi dinyatakan dengan cacah individu atau biomassa
per satuan luas areal atau volume.
Berdasarkan habitatnya, ukuran kerapatan populasi dapat ditentukan
dengan cara kerapatan kasar (crude density), dan kerapatan ekologis.
Berdasarkan cara pengambilan cuplikannya dapat dibedakan antara kerapatan
nisbi dan kerapatan mutlak. Penentuan kerapatan mutlak dapat dilakukan
dengan teknik pencuplikan, atau dengan cara penghitungan total (sensus).
Untuk teknik pencuplikan dapat dilakukan dengan berbagai metode, yang salah
satunya menggunakan metode CMR. Ada beberapa pengembangan dalam
metode CMR yaitu:
1. Metode Petersen
Menurut Petersen (1982) metode Petersen merupakan suatu metode yang
sederhana untuk mengestimasikan jumlah populasi N, sedangkan hewan yang
diestimasikan bersifat tertutup. Suatu cuplikan n1 adalah hewan-hewan yang

diambil dari suatu populasi, kemudian hewan-hewan tersebut diberi tanda


pengenal dan dikembalikan ke dalam populasinya. Setelah beberapa saat,
hewan-hewan yang ditandai tersebut akan bercampur, kemudian cuplikan n2
diambil yang terdiri dari hewan-hewan yang telah bertanda m2 dan hewanhewan yang belum bertanda. Proporsi hewan-hewan yang bertanda pada
sampel kedua dijadikan dasar pertimbangan untuk mengestimasikan proporsi
hewan-hewan yang belum diketahui. Dari kenyataan ini kita mendapatkan dua
persamaan untuk memperoleh estimasi N, yaitu:

m2
n2

n2
N

N=

n1n 2
m2

Estimasi N yang disebut Estimasi Petersen atau Indeks Licoln ini


cenderung mengalami bias, estimasinya terlalu tinggi sehingga hasilnya kurang
dapat dipercaya jika nl + n2

> N, untuk mengurangi bias estimasi dapat

dimodifikasi menjadi:

N=

n1 + 1 n 2 + 1
1
m2 + 1

Persamaan ini akan memberikan hasil yang tidak berbias jika nl + n2 < N
dan pertimbangan aproksimasinya adalah: E(N n1n2) = N - NB. Sedangkan
b = [- (n1 + 1) (n1) / N], artinya U = n1n2 / N = E [m2n1, n2]
Robson dan Regier dalam (Seber, 1982) menguraikan, bahwa yang
mendukung keakuratan metode Petersen yang utama adalah jika U > 4 dan b <
0,02, selain itu m2 7. Hal ini dapat berarti jika individu yang tertangkap dan
telah bertanda berjumlah 7 atau lebih, dapat memberikan hasil yang tidak bias
dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk mengurangi estimasi yang bias, maka
perlu dihitung aproksimasi atau varians, yaitu:

V=

n1 1 n 2 1 n1 m 2 n 2 m 2
2
m 2 1 m 2 2

Pada kenyataannya, jika nl + n2 N, N dan V tidak mengalami bias jika


m2 mencukupi. Untuk tingkat kepercayaan 95% dari suatu aproksimasi, maka
interval N dapat dihitung dengan:
N 1,96 V
Untuk penandaan ganda, Chapman (1952) dalam (Seber, 1982)
memodifikasi metode Petersen, sehingga disebut Esimasi petersen Rata-rata.

Pada metode ini setiap tahap pencuplikan diadakan perhitungan N sehingga


didapatkan Ni* dengan rumus:

Ni*

Mi + 1 ni + 1
1
mi + 1

Dengan ketentuan Ni* adalah jumlah N pada setiap tahap pencuplikan, Mi


yaitu jumlah individu bertanda sebelum periode pengambilan sampel I, dan mi
adalah jumlah individu pada tiap cuplikan. Varians tiap tahap Vi* dapat dihitung
dengan rumus:

Vi* =

Mi + 1 ni + 1 Mi - mi ni - mi
2
mi + 1 mi + 2

Estimasi populasi alamiah dari N adalah rata-rata dari Ni*, yaitu:


N = Ni / (s-1)
Untuk tingkat kepercayaan 95%, maka aproksimasi selanjutnya dapat dihitung
dengan rumus:
N 1,96 V*
2. Metode Schanabel
Metode Schanabel merupakan perpanjangan sederhana dari metode
Petersen, yang terdiri dari rangkaian cuplikan s yaitu nl, n2, ....ns. Pada metode
ini
setiap sampel diberi tanda pengenal dan individu-individu yang belum bertanda
mengembalikannya ke populasi. Untuk populasi tertutup, yaitu tidak terjadi
migrasi, kematian dan sebagainya, ada beberapa model dalam metode
Schanabel, namun sebelumnya perlu diketahui simbol-simbol berikut:
N

= jumlah populasi estimasi

= jumlah pencuplikan

Ni

= jumlah individu pada tiap cuplikan

Mi

= jumlah individu bertanda pada tiap ni

Ui

= ni - mi

Mi

= jumlah individu bertanda sebelum periode pengambilan sampel I


Mi = Uj (I = 1, 2, ... s + 1)

kemungkinan estimasi maksimum dari N pada metode ini dapat diberikan oleh:

ni - mi Mi
mi
N - Mi

Besarnya estimasi N pertama adalah:


N = [ ni Mi]/ Mi = A/m atau N = niMi / m
Atau N = niMi / m
Jika estimasi N mengalami bias akibat ni/N dan Mi/N < 0,1, maka N dapat
dimodifikasi menjadi estimasi yang hampir tak terbias, yaitu:
N =A / (m + 1)
Estimasi N maupun N dapat diterapkan untuk m 50 dan m > 50. Untuk m <
50 aproksimasinya dapat menggunakan table Chapman Poison pada Tabel A1
untuk mendapatkan interval lebih pendek dengan tingkat kepercayaan 95%,
sedangkan untuk m > 50 menggunakan aproksimasi normal dai Poison Yaitu
tingkat kepercayaan 95% dari N dapat dihasilkan oleh akar kuadrat dari:

m - A/N 2
A/N

1,962

Yakni :

N/A

4m + 1,96

2m + 1,962

m2

3. Metode Schumacher
De Lury (1958) dalam Seber (1982) menyatakan bahwa, minimnya jumlah
individu hewan yang didapatkan dalam setiap cuplikan, dan bervariasinya
jumlah cuplikan sehingga tampak tidak ada kemiripan dapat menyebabkan
proporsi individu-individu sample pada suatu waktu mungkin menyimpang dari
proporsi yang sebenarnya, sehingga jumlahnya benar-benar tidak tepat. Dalam
keadaan ini hal yang lebih baik adalah memperhatikan ukuran sample sendiri
untuk mendukung proporsi hewan-hewan yang ditandai secara keseluruhan.
Dari kenyataan tersebut berarti bahwa (Mi / N )[ 1 - (Mi/N)] tidak banyak
berubah Mi / N, yaitu antara 0,2 - 0,8. Oleh karena itu dengan meletakkan Ui =
ni, maka R didapatkan dari rumus:
= (mi Mi) / (ni Mi2)
karena = 1 / N, maka estimasi N dari metode Schumacher dapat dihitung:
N = (ni Mi2) / (mi Mi)
Untuk taraf kepercayaan 95%, maka varians N

ni Mi 2

mi Mi t1.2 / 2 2 ni Mi 2

dengan ketentuan:

mi 2 niMi
s
2


ni
ni Mi 2

Jadi aproksimasi pada metode Schumacher dapat diterima, jika Mi / N tidak


banyak bervariasi, yaitu antara 0,2 - 0,8.
Batasan-batasan Metode Capture Recapture dianggap syah apabila
memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Individu yang bertanda maupun yang tidak bertanda pengenal bercampur
secara acak di dalam populasi, sehingga peluang tertangkapnya setiap
individu adalah sama.
2) Di dalam populasi tidak terjadi migrasi, kelahiran, maupun kematian selama
periode penangkapan, pelepasan, dan penangkapan ulang.
3) Tanda pengenal yang diberikan pada individu-individu sample tidak hilang
sampai periode penangkapan berikutnya.
4) Pemberian tanda pengenal tidak mempengaruhi aktivitas hidup individu dan
tidak mempermudah atau mempersulit penangkapan selanjutnya.
5) Penangkapan pada suatu waktu tidak berpengaruh terhadap peluang
penangkapan ulang pada waktu yang lain.
Setiadi dan Tjondronegoro (1989) menyatakan adanya beberapa masalah
yang dapat berkembang pada metode tangkap dan tangkap lagi antara lain:
1) Individu yang bertanda menjadi mangsa bagi pemangsanya
2) Individu dalam populasi mempunyai daerah territorial
3) Telah berpengalamannya individu binatang sehingga makin sulit untuk
ditangkap pada saat melihat umpan atau jaring yang disediakan.
Metode tangkap dan tangkap lagi menghadapi anggapan rawan antara
alain pada hewan-hewan yang ditandai dan tidak ditangkapnya secara acak.
Anggapan ini dapat menimbulkan kesukaran pada saat pelaksanaan.
D. Alat dan Bahan
1. Jaring ikan
2. Penanda ikan (cat warna jelas, misalnya merah)

3. Akuarium/tangki

E. Prosedur Kerja
1. Datanglah ke kolam yang akan dipelajari
2. Dengan menggunakan jaring ikan, tangkaplah ikan. Tandai dengan
memberikan noktah (cat merah) pada ikan yang tertangkap. Masukkan ikan
yang ditangkap dan ditandai ke dalam akuarium/tangki. Jangan lupa diberi
aerator supaya ikan tidak mengalami kematian.
3. Untuk sementara waktu ikan-ikan tidak dilepas dulu supaya tidak
mempengaruhi penangkapan pertama.
4. Lakukan penangkapan dengan frekuensi jala tebar tertentu, misalnya
menebar sebanyak 10 kali tebaran.
5. Selesai penangkapan lepaskan ikan yang sudah ditandai.
6. Beri kesempatan ikan yang bertanda bercampur dengan.
7. Setelah ikan-ikan bercampur secara baik, lakukan penangkapan kedua.
8. Lakukan penangkapan dengan jumlah tebaran jala yang sama dengan
penangkapan pertama. Hitung berapa ikan yang bertanda dan berapa ikan
yang tidak bertanda yang tertangkap pada penangkapan kedua ini.
F. ANALISIS DATA
1. Metode Peterson
a. Setelah data didapatkan maka dibuat tabel pengolahan data sebagai berikut:
Tabel Pengolahan Data Metode Peterson
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
Keterangan:

ni

mi

Mi

Ni*

Vi*

: jumlah pencuplikan

ni

: jumlah individu pada tiap pencuplikan

mi

: jumlah individu bertanda pada tiap ni

Mi

: jumlah individu bertanda sebelum periode pengambilan sampel i

Ni*

: jumlah N pada setiap tahap pencuplikan

Vi*

: varians tiap Ni*

b. Selanjutnya dihitung jumlah estimasi menurut metode Peterson yang telah


dimodifikasi dengan rumus sebagai berikut:

Ni*

Mi + 1 ni + 1
1
mi + 1

varians tiap tahap Vi* dapat dihitung dengan rumus:

Vi* =

Mi + 1 ni + 1 Mi - mi ni - mi
2
mi + 1 mi + 2

estimasi rata-rata dari Ni* adalah:


N = Ni / (s 1)
Untuk tingkat kepercayaan 95%, maka aproksimasi selanjutnya dapat dihitung
dengan rumus:
N 1,96 v V*
Tabel dan perhitungan serupa juga dapat dibuat untuk mengolah data hasil
percobaan dengan menggunakan model
2. Metode Scanabel
a. Setelah data diperoleh maka dibuat tabel pengolahan sebagai berikut:
Tabel Pengolahan Data Metode Scanabel
i

ni

mi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
Keterangan:
N

: jumlah populasi estimasi

Mi

niMi

miMi

NiMi2

Mi2/ni

: jumlah pencuplikan

ni

: jumlah individu pada tiap pencuplikan

mi

: jumlah individu bertanda pada tiap ni

Mi

: jumlah individu bertanda sebelum periode pengambilan sampel i

b. Perhitungan jumlah estimasi pada metode Schanabel ada dua macam, yaitu:
N = niMi / m
c. Jika estimasi N mengalami bias akibat ni/N dan Mi/N < 0,1, maka N dapat
dimodifikasi menjadi estimasi yang hampir tak terbias, yaitu:
N = niMi / (m + 1)
d. Untuk m 50 aproksimasinya dapat menggunakan tabel Chapman Poison
pada tabel A1 untuk mendapatkan interval lebih pendek dengan tingkat
kepercayaan 95%, sedangkan untuk m > 50 menggunakan aproksimasi
normal dari Poison yaitu untuk tingkat kepercayaan 95% dari N dapat
dihasilkan oleh akar kuadrat dari:

m - A/N

A/N

1,96 2

yakni:

N/A

2m + 1,962 1,962 v 4m + 1,962


m2

di mana A = niMi
tabel yang serupa juga dapat dibuat untuk mengolah data hasil percobaan
dengan menggunakan model.
3. Metode Scumacher
a. Untuk tabel pengolahan data, antara metode Schanabel dan metode
Schumacher adalah sama, jadi satu macam tabel dapat dipergunakan untuk
dua metode estimasi. Sedangkan perhitungan estimasi metode Schumacher
dapat menggunakan rumus:
N = ( ni Mi2) / ( mi Mi)
b. Untuk taraf kepercayaan 95%, maka varians N:

2
dengan ketentuan:

ni Mi 2

mi Mi t s-2 / 2 2 ni Mi 2

12

mi 2 niMi

s - 2
ni
ni Mi 2

c. Aproksimasi pada metode Schumacher dapat diterima, jika Mi/N tidak


banyak bervariasi, yaitu antara 0,2 - 0,8.
G. DISKUSI
1. Bandingkanlah kemudahan penggunaan antar metode CMR menurut
pengembangan Petersen, Schanabel, dan Schumacher.
2. Bandingkan pula ketepatan hasil perhitungan relatif terhadap jumlah
populasi sebenarnya.
H. TUGAS
1. Lakukan pengamatan populasi ikan menggunakan metode CMR
2. Susunlah laporan ilmiah dari kegiatan praktikum saudara menggunakan
format yang sistematis!

PRAKTIKUM VIII
MENGOLEKSI, MEMBIAKKAN, DAN MENGAMATI HEWAN UJI

A. Pengantar
Ada banyak hewan yang dapat digunakan sebagai hayati (bioassay). Uji
hayati merupakan proses pengujian dampak suatu bahan pencemar/racun
dengan menggunakan organisme. Organisme yang digunakan sebagai uji
adalah organisme yang kemungkinan terkena dampak bahan pencemar atau
racun tersebut, baik organisme target maupun non-target. Pengujian bahan
(biasanya pestisida, insektisida, fungisida, dll) terhadap organisme target
digunakan untuk menguji kekuatan membunuh dari bahan tersebut. Pengujian
terhadap organisme non-target digunakan sebagai evaluasi terhadap dampak
negatif bagi organisme di lingkungan.
Hewan yang digunakan sebagai uji hayati bermacam-macam, mulai dari
protozoa sampai vertebrata. Pemilihan hewan uji tergantung pada tujuannya.
Pengujian insektisida misalnya, selain pada hewan target, juga dapat dilakukan
uji hayati pada hewan non-target seperti serangga lain bukan-hama, serangga
makrodekomposer, dan predator serangga.
B. Tujuan
1. Terampil melakukan isolasi organisme uji
2. Terampil membiakkan hewan uji
C. Prinsip
Proses uji hayati yang dilakukan di laboratorium membutuhkan
pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam mengoleksi, membiakkan,
mengamati dan memperlakukan hewan uji. Mengoleksi hewan invertebrata
membutuhkan ketrampilan khusus karena kita berhubungan dengan organisme
yang ukurannyya sangat kecil, mobil, dan memiliki periode berbiak yang relatif
pendek. Membiakkan hewan uji juga membutuhkan kemampuan memilih
medium dan nutrisi yang tepat. keberhasilan uji hayati sangat tergantung pada
ketersediaan hewan uji, oleh sebab itu mahasiswa harus berlatih bagaimana
mengoleksi dan membiakkan hewan uji.

D. Cara Kerja
Latihan 1. Mengoleksi, membiakkan dan mengamati Protozoa
Protozoa yang hidup bebas maupun yang parasitik mempunyai habitat
tertentu untuk tiap spesiesnya. Kebanyakan protozoa yang hidup bebas tersebar
luas di suatu perairan, sedangkan yang parasitik seringkali terbatas pada hospes
tertentu dan pada organ tertentu pula. Beberapa spesies yang hidup bebas
dapat ditemukan terkumpul dalam populasi yang sangat padat pada suatu
cuplikan yang kecil yang kebetulan kondisinya sesuai, namun lebih sering terjadi
protozoa tersebar dalam dalam perairan yang luas dengan kepadatan populasi
yang sangat rendah.
Air, tumbuhan yang terendam, daun-daun yang mulai membusuk,
lumpur, dapat diamati dengan mikroskop untuk mendapatkan protozoa. Jika
ditemukan jenis yang diinginkan dapat diambil dan dipisahkan ke dalam medium
tertentu. Jenis-jenis yang mudah ditemukan dari cuplikan air ini adalah ciliata,
mastigophora, dan beberapa sarcodina. Di laboratorium, medium yang
mengandung protozoa tadi harus disimpan di tempat yang sejuk, dengan
cahaya yang cukup, agar hewan-hewan tadi beradaptasi pada lingkungan yang
baru.
Untuk mendapatkan biakan Amoeba air tawar yang ukurannya besar,
isilah beberapa cawan petri dengan air dari kolam. Sebelumnya kocok dulu air
yang berasal dari kolam dan tuangkan ke dalam cawan petri. Letakkan sebutir
beras dalam air tadi, dan tutup cawan petrinya. Tunggu 2-3 hari, dan periksa
bagian dasar cawan petri dengan mikroskop stereo. Jika dalam air sampel
terdapat Amoeba, hewan tadi akan berkumpul di sekeliling beras. Ambillah
dengan pipet pasteur (pipet tetes yang ujungnya halus) untuk dibiakkan dalam
cawan lain yang sudah disiapkan.
Untuk mengumpulkan protozoa parasitik yang akan digunakan dalam
praktikum, paling mudah didapat dari usus katak. Pada saluran pencernaan
katak dan amphibi lainnya biasanya ditemukan bermacam-macam protozoa,
terutama ciliata dan opalinata. protozoa dari intestinal manisia lebih sukar di
dapat. Hewan tadi dapat dicari dalam tinja segar dari manusia yang terinfeksi.
Untuk menemukan parasit dalam keadaan hidup, harus diamati dari tinja segar
yang diambil tidak lebih dari dua jam. Pada kondisi diluar tubuh, kebanyakan

protozoa intestinal akan cepat berubah menjadi bentuk kista yang non-aktif
tetapi merupakan stadium yang infektif (hati-hati!!!).
Untuk mengambil protozoa yang hidup di tanah dapat dilakukan dengan
mengambil satu sendok makan tanah basah yang kaya bahan organik. Tanah
basah tersebut dimasukkan dalam cawan petri dan diratakan. Cawan diberi air
sampai berlebih. Cawan diletakkan di tempat yang sejuk dan ada cahaya.
Setelah 2-3 hari amati cawan dengan menggunakan mikroskop stereo. Protozoa
yang di dapat dapat diambil dengan pipet Pasteur dan dimasukkan ke dalam
medium yang sudah disiapkan.
Membiakkan Protozoa
Untuk keperluan percobaan seringkali dibutuhkan jumlah Protozoa dalam
jumlah yang banyak. untuk menyediakannya perlu dibiakkan di laboratorium.
Keberhasilan membiakkan protozoa sangat tergantung pada beberapa faktor,
yaitu ketersediaan hewan yang akan dibiakkan, penyediaan medium yang cukup
nutrisi, dan ada tidaknya predator/pemangsa.

Jenis protozoa

Makanan

Medium

1. Paramecium, Chilomonas,
Arcella, Colpoda, Stylonychia,

Bakteri, bahan-bahan
organik mati

Ekstrak jerami

2. Didinium dan Ciliata predator

Paramecium, Colpoda,

Ekstrak jerami

3. Actinosphaerium

Paramecium, Colpoda,

Ekstrak jerami atau


medium Knop

Amoeba

Chilomonas
Chilomonas

Pengamatan Protozoa
Cara yang paling baik untuk mengamati protozoa dengan mikroskop
adalah dalam keadaan segar dan masih hidup. Preparat permanen meskipun
sering dapat menjelaskan beberapa organela tertentu, tidak sebaik dan
semenarik preparat segar.
Masukkan beberapa ml medium yang mengandung biakan protozoa
pada cawan

petri. Amati di mikroskop stereo. Dengan menggunakan pipet

Pasteur ambilah beberapa protozoa yang diinginkan dan teteskan pada kaca
benda yang bersih.

1. membiakkan Amoeba
Ada banyak Amoeba di air tawar, tetapi yang paling baik untuk penelitian
dan dibuat biakan adalah Amoeba proteus. Amoeba ini dapat dicari dalam air
kolam atau akuarium. Dengan menggunakan pipet panjang ambillah air contoh
kira-kira setengah cawan petri. Biarkan selama 1-2 jam kemudian amati dengan
mikroskop stereo. Masih dengan mikroskop stereo ambilah Amoeba yang
ditemukan menggunakan pipet pasteur dan masukkan dalam medium
pembiakan.
Medium

Amoeba biasanya tidak dapat dibiakkan dalam medium air keran, karena
air keran mengandung kaporit yang beracun bagi kebanyakan protozoa.

Amoeba baik dibiakkan dalam medium Chalkley dengan resep sebagai berikut:
- NaCL

16,0 gram

- NaHCO3

0,8 gram

- Kcl

0,4 gram

- NaHPO4

0,2 gram

Dilarutkan dalam 1 liter air suling. Larutan ini digunakan sebagai larutan stok.
Untuk membuat medium: ambil 5 ml larutan stok, encerkan dalam air suling
hingga 1 liter.
Membuat biakan
Alat-alat gelas untuk membiakkan harus dicuci bersih dengan detergen
dan dibilas dengan air keran beberapa kali, kemudian dibilas lagi dengan air
suling. Amoeba baik dibiakkan dalam cawan-cawan petri. Isilah cawan petri
dengan medium hingga setengahnya. Letakkan dua butir beras dan biarkan
tertutup selama satu hari. Biarkan medium ditumbuhi bakteri, atau berilah
bakteri Aerobacter sebagai makanan Amoeba.
Inokulasikan beberapa ekor Amoeba dengan pipet Pasteur. Simpan
cawan petri di tempat gelap untuk menghindari tumbuhnya alga. Setelah
berumur satu minggu, jika pertumbuhan baik, Amoeba sudah dapat dipanen.
2. Membiakkan Paramecium, Colpoda

Paramecium dan Colpoda banyak ditemukan dari koleksi air kolam,


sawah, genangan air yang mengandung jerami atau air tanah. Ada beberapa
spesies Paramecium, misalnya P. bursaria, P. aurelia, dan yang paling baik
untuk dibiakkan adalah P. caudatum. Paramecium dapat dibiakkan dalam
medium air jerami.
Membuat medium
Jerami kering (atau dapat diganti dengan rumput kering) dipotongpotong dengan pisau atau gunting menjadi panjang kira-kira 1 cm. Timbang
potongan jerami sebanyak 10 gram tambahkan air suling sebanyak 200 ml.
Rebuslah dan biarkan mendidih selama 15 menit. Air rebusan disaring dan
dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer. Tutup erlenmeyer dengan aluminium
foil dan simpan dalam refrigerator. Medium ini merupakan medium stok. Untuk
membuat medium biakan encerkan larutan stok 5X atau 10X dengan air suling.
Medium yang baik berwarna kuning kecoklatan seperti air the yang encer.
Membuat biakan
Untuk

membuat

biakan

Paramecium

gunakan

beberapa

gelas

Erlenmeyer 125 ml. isilah masing-masing tabung dengan medium sebanyak


kira-kira 50 ml. Biarkan tabung terbuka semalam, supaya ditumbuhi oleh bakteri
yang menjadi makanan Paramecium. Atau medium dapat diinokulasi dengan
bakteri saprofit.
Inokulasikan 5-10 ekor ke dalam tiap Erlenmeyer, dan tutp Erlenmeyer
dengan kertas aluminium foil atau kapas.
Dalam waktu 4-7 hari populasi Paramecium sudah cukup banyak untuk
dipanen. Biakan tadi dapat disimpan selama 2 minggu di tempat yang gelap.
Biasanya dalam waktu 2 minggu populasi Paramecium akan menurun dan
akhirnya habis. Untuk itu setiap 2 minggu biakan harus diremajakan dengan
membuat inokulasi pada medium yang baru.
Catatan. Sekarang banyak jerami yang terkontaminasi pestisida. Jika biakan
tidak mau tumbuh dalam waktu 4 hari, mungkin medium tadi dibuat dari jerami
yang mengandung pestisida. Usahakan mendapat bahan jerami yang tidak
terkontaminasi.
3. Membiakkan Euglena

Euglena adalah flagellata soliter yang hidup bebas di air tawar. Euglena
banyak dijumpai di kolam, danau, selokan, dan juga air sawah. Secara umum air
yang banyak mengadung bahan organik yang membusuk merupakan sumber
yang baik untuk mendapatkan Euglena. Euglena mudah dikenal karena struktur,
ukuran, pergerakan, dan sifat-sifat lainnya.
Cara membiakkan Euglena
Ada beberapa cara membiakkan Euglena di laboratorium. Suatu cara
yang sederhana adalah dalam botol bear yang bermulut lebar. Isilah air sumur
atau air kolam yang jernih yang telah didihkan ke dalam botol bermulut lebar,
kemudianb biarkan dingin. Dalam air tadi, tiap satu liternya masukkan 10-20
butir nasi. Setelah satu atau dua hari, air tadi disimpan di tempat yang banyak
sinar matahari.
Inokulasikan Euglena yang diambil dari kolam ke dalam medium, dan
simpan medium di tempat yang banyak sinar matahari. Untuk menjaga biakan,
jika airnya berkurang karena menguap, tambahkan air baru. Tiap bulan juga
dapat ditambah beberapa butir nasi sebagai makanannya.
Cara lain untuk membuat biakan Euglena adalah dengan kotoran ternak.
Sedikit kotoran kuda atau kotoran sapi direbus ke dalam air sumur atau air
kolam yang jernih. Kira-kira satu gram kotoran kering direbus dalam satu liter
air. Air rebusan didiamkan selama 36-48 jam, kemudian diinokulasikan dengan

Euglena.
Biakan harus disimpan ditempat yang banyak cahaya atau disimpan
ditempat yang diberi lampu. Tiap hari biakan tadi dijemur di panas matahari
satu atau dua jam. Dengan cara ini Euglena dapat tumbuh dan berbiak cukup
cepat.

Latihan 2. Membuat biakan metazoa


1. Biakan Hydra

Hydra biasanya hidup diperairan yang jernih dan mengandung banyak


tumbuhan air yang terendam terutama Hydrilla. Ambil air dari kolam, danau,
sawah dan masukkan ke dalam ember, botol besar, atau kantung plastik.
Sertakan pula tumbuhan air, tapi jangan sertakan akarnya, cukup dipotong

batangnya, agar air tetap jernih. Tumbuhan air jangan terlalu banyak digoyang
agar Hydra yang menempel tidak terlepas.
Setelah sampai di laboratorium masukkan air contoh ke dalam botol
besar bermulut lebar atau bejana akuarium. Hydra dapat diamati secara
langsung pada akuarium tadi. Agar muda terlihat bejana disinari lampu atau
diamati di bawah terik matahari. Hydra dapat terlihat mata karena ukurannya
cukup besar (panjang 5-10 mm). Jika menemukan Hydra ambil dengan pipet
dan simpan dalam cawan petri.
Cara lain untuk mennagkap Hydra dapat dilakukan sebagai berikut.
Bejana tempat menyimpan air dan Hydrilla seluruhnya ditutup dengan kertas
hitam, kecuali satu sisi kecil. Letakkan akuarium di tempat yang terang. Jika
akuarium/bejana

tadi

dibiarkan

selama

atau

hari,

Hydra

akan

menempel/berkumpul di dinding kaca yang terang tadi.

Biakan intensif
Untuk membuat biakan ini gunakan bejana alas rata, yang ditutup
dengan kain kasa agar tidak menjadi sarang nyamuk. Medium buatan dapat
disediakan sebagai berikut:
Larutan stok A:

Larutan stok B:

- Kcl

3,75 gram

- CaCl2

41,6 gram

- NaHCO3

42 gram

- MgCl2

10,2 gram

Masing-masing dilarutkan hingga 1 liter.


Untuk membuat medium, tambahkan 20 ml dari masing-masing stok dalam 1
liter air suling, dan tambahkan Hcl 1 N (kira-kira 9 ml), hingga pH antara 7,57,8. Bejana diisi dengan 1-2 cm medium. Masukkan beberapa Hydra ke dalam
medium dan simpan di tempat yang terang. Untuk makannya, Hydra dapat
diberi makan dengan Daphnia atau Artemia yang baru saja menetas. Dengan
cara ini Hydra akan berkembang biak secara vegetatif dengan membentuk
kuncul, dan populasinya menjadi padat. Untuk mendapatkan Hydra yang
berbiak dengan cara seksual, biakan disimpan di tempat dingin (10o C--15o C)
selama 3 minggu.
2. Pembiakan Planaria

Planaria hidup bebas di air tawar. Planaria banyak ditemukan di air yang
bersih belum tercemar. Planaria tinggal di tempat yang gelap, di bawah batu
atau daun-daunan. Planaria dapat dikumpulkan dari habitatnya. Untuk
membawa ke laboratorium Planaria harus disimpan dalam botol yang cukup
longgar dan diisi air bersih. Planaria dapat dipindahkan ke dalam medium
pembiakan. mengambil Planaria jangan sekali-kali menggunakan pinset, hewan
ini akan luka atau rusak.

Membuat biakan Planaria


Air untuk memelihara biakan Planaria sebaiknya air sumur. Bejana untuk
biakan juga jangan akuarium, karena hewan ini sesuai pada air yang dangkal.
Selain itu air harus sering diganti. Untuk memelihara Planaria dapat digunakan
bejana alas rata yang dapat menampung air kira-kira 1 liter dengan kedalaman
3-5 cm.
Setiap bejana dapat dibiakkan kira-kira 10 Planaria. Bejana disimpan di
tempat gelap atau ditutup dengan kertas hitam. Jika berada di tempat terang

Planaria akan aktif bergerak sehingga pertumbuhannya kurang baik. Untuk satu
bejana Planaria dapat diberi makan dengan 5 potong daging atau potonganpotongan cacing tanah. Paling sedikit setiap dua hari air harus diganti dan sisa
makanan harus dibuang supaya kandungan oksigen terlarut air baik. memberi
makan Planaria dapat dilakukan 2 kali seminggu.
3. Rotifera
Rotifera dapat dikoleksi dari air kolam, air danau, air sawah atau dari
tanah. Mengoleksi Rotifera dari air dapat dilakukan dengan cara mengoleksi
protozoa, sedangkan mengoleksi Rotifera tanah dapat dilakukan seperti pada

Stenostomum. Rotifera pemakan bakteri dapat dibiakkan dalam medium jerami


yang telah mengandung bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

Birmingham, M., Gautsch, J., Heimdal, D., Hubbard, T., dan Krier, K. 2005.
Benthic Macro-invertebrate Indexing. Iowa: Iowater.
Dodds, W.K. 2002. Fresh Water Ecology, Concept and Environmental
Application. London: Academic Press.
Goldman, G.R. dan Horne, A.J. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company.
London.
Green, J., Corbet, S.A., Watts, E. & Oey, B.L. 1976. Ecologycal studies in
Indonesian lakes. Overturn and restratification of Ranu Klakah. J. Zool.
London. 180: 315--354.
Green, J., Corbet, S.A., Watts, E. & Oey, B.L. 1995. Comparative studies in
Indonesian lakes. Tropical Limnology Volume II. K.H. Timotius & F.
Goltenboth (Eds.). Salatiga: Faculty of Science and Mathematic, Satya
Wacana Christian University.
Klein, L. 1973. River polution I:
Buttherworths.

Chemical analysis. London: Oxford

Kleppel, G.S., Ingram, S., dan Samuels, W.B. 1980. Factors Controlling
Phytoplankton Primary Productivity in Byram Lake, M.T Kisco, New york,
Summer, 1977. Hydrobiologia. 70: 95-101.
Lehmusluoto, P., Machbub, M., Terangna, N., et al. 1999. Limnology in
Indonesia, From Legacy of the Past to the Prospect for the future. In
Limnology in Developing Country. Wetzel, R.G. & Gopal, B. (Eds). New
Delhi: International Association for Limnology.
Moss, B. 1988. Ecology of fresh waters. Blackwell Scientific. Oxford.
Odum, E.P. 1990. Fundamentals of Ecology. Philadelphia: McGraw-Hill Book
Company Inc.
Pholpunthin, P. 1997. Fresh water Zooplankton (Rotifera, Cladocera, and
Copepoda) from Thale-Noi South Thailand. J. Sci. Soc. Thailand. 23 (1997):
23-34.
Rizky,

H. 2007. Makrozoobentos, Indikator Perairan Tawar. (online).


http://smk3ae .wordpress. com/2008/06/09/makrozoobentos-indikatorperairan-air-tawar. Di-akses 9 September 2009.

Ruttner, F. 1931. Hydrographisce und hidrochemische beobachtungen auf Java,


Sumatra und Bali. Arch. Hydrobiol. Suppl. 8: 197-454.
Sporer, P. & C. Kunze. 1995a. Changes within the limnological and
environmental situation of the Lake lamongan , East Java, Indonesia, within
the previous 65 years. Tropical Limnology Volume II. K.H. Timotius & F.
Goltenboth (Eds.). Salatiga: Faculty of Science and Mathematic, Satya
Wacana Christian University.
Sporer, P. & C. Kunze. 1995b. Changes within the limnological and
environmental situation of the Lake Pakis , East Java, Indonesia, within the
previous 65 years. Tropical Limnology Volume II. K.H. Timotius & F.

Goltenboth (Eds.). Salatiga: Faculty of Science and Mathematic, Satya


Wacana Christian University.
Suwono, H., Susilowati, Dharmawan,A., Ibrohim. 1997. Pelestarian Ranu
Lamongan, Lumajang, Jawa Timur. Laporan Penelitian yang didanai oleh
Yayasan Keanekaragaman Hayati. Tidak dipublikasikan.
Suwono, H., Prasetyo, T.I., Suarsini, E. 1999. Dinamika Kerapatan dan Peran
Ekologik Zooplankton di Ranu Lamongan, Lumajang Jawa Timur. Jurnal
MIPA. 28 (2): 21-29.
Suwono, H. 2004. Studi tentang plankton di Ranu Grati, Pasuruan, Jawa timur.

Jurnal MIPA.

Walseng, B. 2002. Plankton versus Littoral Cruataceans (Copepods and


Cladocerans) as Indikator of Recovery from acidification. Verh. Internat
Verein. Limnol. 28: 140-143
Welch, P.S. 1952. Limnology. New York: McGraw-Hill Book Company Inc.
Wetzel, RG. 1990. Limnology. Saunders College Publishing. New York
Winter, J.G. dan Duthie, H.C. 2001. Relating benthic Diatom Community
Structure to Nutrien Loads and water Quality in Southern Ontario Streams.
Verh. Internat. Verein. Limnol. 27: 3902-3906.
Welch. Paul. S. 1954. Limnologycal Methods. New York: McGraw-Hill Book
Company Inc.

PETUNJUK PRAKTIKUM
LIMNOLOGI
Dr. Hadi Suwono, M.Si

Ranu Klakah/Ranu Lamongan

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Agustus 2008

Anda mungkin juga menyukai