Puji serta syukur kita panjaktan kepada Tuhan semesta alam, Allah SWT,
yang dengan segala karuniaNya, makalah Tentang “Sepuluh Ringkasan dan
Ulasan Novel Indonesia” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam
tak lupa kita haturkan kepada Nabi Besar Muhammad saw, keluarga sahabat serta
para pengikutnya yang senantiasa istiqamah dalam mengemban risalahnya.
Mudah-mudahan sedikit yang kami bisa sumbangkan ini, akan dicatat oleh
Allah SWT sebagai bagian dari amal sholeh Penyusun dan akan menjadi ilmu
yang bermanfaat, yang senantiasa akan mengalirkan pahala bagi orang-orang yang
mengajarkannya.
Penyusun
Daftar Isi
1. PELABUHAN HATI
Pengarang : Titis Basino P.I. (17 Januari 1939)
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 1978
C inta Rani yang begitu besar kepada Ramelan, seorang mahasiswa fakultas
teknik, telah membuat gadis itu rela berkorban demi mewujudkan harapan
cintanya itu. la rela membiayai kuliah kekasihnya sampai Ramelan menyelesaikan
studihya dan menjadi insinyur, la juga nekat lari dari orang tuanya, kemudian
kawin dengan Ramelan secara sederhana. Dari upahnya menerima jahitan,
semuanya dapat berjalan sesuai dengan rencana,
Masa-masa bahagia pun mereka rasakan. Ramelan kemudian bekerja di
berbagai proyek, di sarnping mengajar di beberapa perguruan -tinggi. Satu per
satu anaknya lahir; "Dua anak laki-laki yang beringas dan dua gadis manis yang
cerdik" (hlm. 8). Mereka hidup dalam curahan kebahagiaan di sebuah rumah
sederhana.
Lambat-laun penghasilan Ramelan makin meningkat. Secara pasti
kehidupan mereka tak lagi kekurangan. Bahkan sebuah rumah gedung sedang
dipersiapkan secara diam-diam, walaupun Rani sendiri mengetahui rencana itu.
Suatu hari, teman Rani, Sofia, mengundang Rani untuk datang ke
rumahnya. Tanpa sepengetahuan suaminya, Rani memenuhi undangan itu. Sofia
kemudian mengajaknya ke tingkat atas. Dari Sana, tampak ada sebuah rumah
yang sedang dibangun. Letaknya persis bersebelahan-Saat itu, tampak jelas di
hadapan mata Rani; suaminya sedang bergandengan tangan dengan seorang
wanita muda. Sebuah pcmandangan yang mem-buat Rani percaya dan tidak
percaya. Ramelan yang dahulu ditolongnya hingga menjadi insinyur, suaminya
yang sedang mempersiapkan rumah impian untuk dirinya dan keempat anaknya,
di hadapannya kini sedang bermesraan dengan perempuan lain, Inilah awal
keretakan rumah tangga mereka.
Sejak kejadian itu, Rani memutuskan untuk tinggal bersama keempat
anaknya. la tak ingin lagi bertemu dengan laki-laki yang telah mengkhianati
cintanya. Sungguhpun begitu, Ramelan sendiri masih tetap berusaha untuk
membiayai sekolah anak-anaknya.
Untuk mengisi kekosongan dan menambah biaya hidupnya sehari-hari, Rani
kembali membuka usaha jahitan. la mulai terbiasa dengan keadaannya sekarang.
Para pe-langgannya pun dari hari. ke hari makin bertambah. Salah seorang
pelanggannya adalah Laksmi. Wanita cantik itu mulai akrab dengan Rani.
Namun, .rupanya kedukaan Rani harus kembali terulang. Ketika hendak
berbelanja keperluan jahitannya di Blok M, ia melihat Laksmi, pelanggannya itu,
sedang asyik bergandengan tangan dengan Ramelan. Maka, kesimpulan pun jatuh
sudah; Ramelan adalah laki-laki jalang yang selalu berganti-ganti wanita.
Belakangan diketahui bahwa sesungguhnya Ramelan sudah resmi menjadi suami
Laksmi. Namun, bagi Rani sendiri, peristiwa itu makin membuatnya tak lagi perlu
percaya kepada laki-laki.
Dari hasil jerih payahnya selama itu, Rani kemudian merombak rumahnya
dan menambah beberapa kamar untuk disewakan. Dari hasil menyewakan kamar-
kamar itu, kehidupan Rani mulai membaik walaupun bekas suaminya tak pernah
lagi me-ngirimkan uang untuk biaya anak-anaknya sekoiah. Anak-anaknya pun
mulai akrab dengan para penyewa kamar-kamar itu. Namun, rupanya keakraban
itu justru dilihat lain oleh para tetangganya. Gosip buruk pun berkembang hingga
sampai pula ke telinga bekas suaminya.
Rani sendiri tidak mau mempedulikan semua kabar busuk itu. Ramelan
yang mencoba menyuruh Rani untuk tidak lagi menyewakan kamar-kamarnya,
juga tidak digubris. la yakin pada jalannya sendiri yang memang tidak hendak ia
nodai.
Lebih dari dua tahun Rani menjalani kehidupan seperti itu. Sampai
akhirnya, Wastu dan Pragantha, dua mahasiswa fakultas teknik yang sudah sejak
lama tinggal di pondokan Rani, meminta Rani agar menghadiri ujian skripsi
mereka. Tentu saja Rani tidak berkeberatan. Pada hari yang ditentukan, ia datang
ke tempat kedua mahasiswa itu melangsungkan ujian akhirnya. Hasilnya adalah
mereka lulus dan berhak menyan-dang gelar insinyur.
Peristiwa itu bagi Rani, barangkali tidak lebih sebagai peristiwa biasa,
sungguhpun sebelum pulang, ia sempat berjumpa lagi dengan bekas kekasihnya
dahuiu sewaktu ia belum berhubungan dengan Ramelan. Namun, seperti juga
kejadian sehari-hari, ia kembali kepada kesibukannya mengurusi anak-anaknya.
Sore harinya, datang telepon dari Laksmi yang mengabarkan bahwa
Ramelan sakit keras dan kini sedang dirawat di rumah sakit Petamburan. Dalam
keadaan seperti itu, bagaimanapun, hati nurani Rani tak tega melihat bekas
suaminya dalam keadaan demikian. la pun memutuskan untuk menjenguk
bekas suaminya. Saat itu juga ia berangkat bersama keempat anaknya.
Laksmi rupanya sudah menunggu di sana. Kini Rani melihat, betapa orang
yang pernah ia cintai, ayah anak-anaknya itu, hanya terbaring tak berdaya. "Aku
membaca surat Yasin yang ada di tangan kiri dan tangan kananku menggenggam
erat tangan Ramelan. Tanpa kusadari, selama ayat-ayat suci itu kubaca dengan
khusyuk, Ramelan telah berhenti bernapas" (hlm. 129).
Ramelan telah mengakhiri hidupnya di hadapan Rani, bekas istrinya yang
tabah; Laksmi, istri mudanya yang masih menangis, dan keempat anaknya yang
memandang kosong ke arah kegelapan malam. Rani menyongsong keempat
anaknya; melangkah ke masa depan.
***
Novel karya Titis Basino ini, tampak jelas hendak mengangkat ketabahan
seorang wanita, seorang ibu dengan keempat anaknya. Dengan ketabahan itu, ia
berhasil tidak hanya menjadi kepala keluarga bagi anak-anaknya, tetapi juga
berhasil menjadi induk semang yang baik bagi mereka yang tinggal di
pondokannya. Lebih dari itu, ia juga berhasil membangun citra dirinya sebagai
wanita yang tak mudah goyah oleh cobaan apa pun. Penderitaan yang dialaminya,
telah membuatnya menjadi wanita yang matang, sekaligus menjadi ibu yang
bijaksana.
Sebaliknya, Ramelan yang lupa pada perjuangan istrinya dan gampang
terbawa arus oleh Hmpahan kesuksesannya, akhirnya harus menghadapi
kehidupan yang pendek. Laksmi yang jauh lebih muda daripada Rani, rupanya
tidak sepenuhnya dapat memberi kebahagiaan pada diri Ramelan.
Secara keseluruhan novel ini dibangun oleh jalinan peristiwa yang lancar
dan tidak terlalu rumit. Pesan pengarangnya untuk menampilkan citra wanita
sejati, boleh dikatakan berhasil lewat penokohan yang tidak terlalu kompleks.
2. WANITA ITU ADALAH IBU
Pengarang : Sori Siregar (12 November 1939)
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun : 1982
B iola tua itu kini kian hari kian berdebu. la diletakkan di atas lemari" (hlm.
11). Alat musik itu memang sudah hampir sepuluh tahun lamanya dibiarkan
tak tcrawat. Padahal, dulu si bocah laki-laki yang biasa dipanggil Man itu, sering
meiihat ayahnya memainkannya, la belum juga mengerti, mengapa ayahnya kini
tak lagi mau mcnjamah benda itu. Dan sesungguhnya ia ingin sekali mengetahui
alasan ayahnya menghentikan kebiasaannya. memainkan biola itu.
Suatu ketika ayahnya bercerita tentang pengalaman masa mudanya. Dari
cerita itulah si bocah sedikit banyak mengetahui bahwa ayahnya pernah gagal
menamatkan sekolahnya di SMA. Kegagalan itulah yang mendorong ayahnya
pulang ke kampung halaman. Walaupun begitu, semangat untuk menuntut ilmu
sama sekaii belum pudar. Ayahnya kemudian memasuki SGB (Sekolah Guru
Bawah) di PP. Diceritakan pula bahwa sewaktu di SMA, sang ayah menjalin
hubungan cinta dengan seorang wanita, putri sulung seorang polisi. Hubungan
cinta itu terus berlanjut lama, walaupun orang-orang di kampungnya menentang
hubungan itu. Diceritakannya pula bahwa wanita itu sudah tidak gadis lagi. la
seorang janda dengan dua orang anak. Dan, bukan orang sekampungnya. Namun,
cinta lebih kuat dari semua itu. Perkawinan itu pun terjadi hingga lahir seorang
anak laki-laki yang kemudian disusul oleh adik-adiknya. Olch karena itulah, si
bocah di bawa ke rumah bako, yakni keluarga sepertalian darah dengan ayah.
Belakangan, setelah anak laki-laki itu beranjak dewasa, ia mengetahui
bahwa ibunya menjadi gila karena ditinggal lama oleh sang ayah. Meskipun
begitu, ia masih belum mengerti mengapa ibunya sampai menjadi giia. Tidak
adakah penyebab lain yang membuat pikiran ibunya sampai tak waras begitu.
Itulah pertanyaan yang selalu ia coba jawab atas dasar cerita-cerita ayahnya
kemudian, dan keterangan dari neneknya.
Satu hal yang jelas adalah keadaan dirinya yang cacat. Penyakit poliolah
yang membuat kakinya cacat. Namun, itu tidak menjadikan lelaki itu putus
harapan. la tetap bertekad untuk terus melanjutkan sekoiahnya ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Paling tidak, ia berhasil merasakan pendidikan di
Sekolah Seni Rupa Indonesia Negcn.
Setamat pendidikan di salah satu akademi, pemuda itu tidak langsung
bekerja. Ayahnya sebenarnya berharap agar ia dapat bekerja sebagai pegawai
negeri. Namun, pemuda itu justru berpikiran lain, Menuntut ilmu bukanlah untuk
bekerja sebagai pegawai negeri, demikian pendiriannya. Meskipun adik-adiknya
membutuhkan uluran tangannya untuk membiayai sekoiah mereka, ia tctap ingin
bekcrja sesuai dengan kehendak hatinya.
Mungkin sikap tersebut tidak terlepas dari pendidikannya sewaktu tinggal
bersama uminya—kakak pcrempuan ayahnya. Pada diri uminya, pemuda itu
banyak belajar agama dan mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Pada saat itu mulai
tumbuh sikap ingin mandiri atau sedikitnya bertanggung jawab pada did sendiri.
Walaupun begitu, ia harus mengakui bahwa biaya sewaktu kuliah lebih banyak
diterima dari uminya. Menyadari hal itu, ia tidak mau menyia-nyiakan waktu; ia
banyak belajar dan mem-baca. Ia juga mulai mengenal para pengarang terkenal.
Semua itu memberi pengaruh cukup kuat pada dirinya. Paling tidak, ia mulai
membiasakan diri untuk membuat karangan atau mulai rajin berkecimpung dalam
keg ia tan tulis-menulis. Memang, dunia itulah yang hendak ia jadikan
pekerjaannya.
Sementara itu, sejalan dengan penyadaran dirinya untuk menentukan masa
depan-nya, lelaki itu mencoba bercermin pada orang-orang yang ada di
sekelilingnya. Ibunya, misalnya, yang tak waras lagi, sama sekali tak dapat
diharapkan lagi. Ayahnya, dengan gaji yang pas-pasan sebagai seorang guru,
masih tctap repot mengurusi anak-anaknya, sementara pemuda itu tak dapat
membantu apa-apa. Pemuda itu juga tak dapat terus menggantungkan hidup pada
uminya, meskipun pcrempuan itu memiliki sawah dan ladang yang cukup luas.
Seorang lagi, Bak Tuo—yang masih sekerabat dengan uminya—sungguh
merupakan kepala keluarga yang tak patut dijadikan contoh teladan. Kebiasaan
berjudi dan menghabiskan uang pensiunannya hanya untuk judi, telah
menyebabkan keluarganya telantar. Bahkan, Bak Tuo mulai berani pula mencuri
uang ayah pemuda itu. Akibatnya, kedua orang tua yang sebenarnya sudah
berumur itu, berkelahi.
Bagi si pemuda, kehidupan Bak Tuo memberi ny a kesadaran betapa pen
ting ke-hidupan masa muda. Kehidupan masa muda Bak Tuo, sampai ia
menghabiskan masa pensiunnya, hampir tak pernah lepas dari kebiasaan berjudi.
Dari situlah si pemuda mengambil sikap seperti ini: "aku menyimak dan menarik
pelajaran dari apa yang dialami Bak Tuoku. la adalah contoh yang amat tepat
untuk dijadikan sebagai manusia yang sia-sia di masa tua sesudah mengabaikan
masa dan hari mudanya" (hlm. 83).
Seorang lagi yang ikut mempengaruhi sikap hidup si pemuda adalah
seorang petani sejati yang biasa disebut Gaek. "Mempunyai tempat di hatiku,
rasanya ia adalah laki-laki seribu dongeng. Setiap dongeng yang ia ceritakan
selalu mengena di hatiku, di benakku. la adalah laki-laki yang mengisi masa
kanak-kanakku secara lebih sempurna" (hlm. 93). Lebih dari itu, si pemuda—
betapapun ia hidup cacat—makin menyadari bahwa sesungguhnya hidup adalah
kerja. Ternyata Gaek mampu hidup dan meng-hidupi masa depannya karena ia
mencintai kerja. Lelaki itu benar-benar telah berhasil memberi makna dalam
hidupnya. Pemaknaan bagi kehidupan inilah yang kin! di-temukan si pemuda
dalam diri orang-orang sekitarnya. Kelak ia akan berusaha untuk menjalani
kehidupan ini dengan penuh rnakna. Itulah yang menjadi tekad si pemuda.
***
N ovel Anak Tanah Air: Secercah Kisah ini, konon ditulis dalam dua versi:
versi pertama ditulis di Iwakura, Kyoto, November 1980; versi kedua
(final) ditulis di Hashimotocho, Osaka, Agustus 1983, Lengkapnya, novel ini
terdiri dari tiga bagian: bagian pertama, "Kilasan-kilasan" menceritakan tokoh
Ardi semasa sekolah di Taman Dewasa dan Taman Madya; bagian kedua, "Helai-
helai Kehidupan" menceritakan masa dewasa Ardi hingga terpedaya kelompok
Lekra/PKI; dan bagian terakhir, "Surat-surat Dini Hari" memuat surat-surat Hasan
yang ditujukan entah kepada siapa.
Dilihat dari sudut pencerita, novel ini mempergunakan tiga bentuk
pencerita, yaitu diaan (bagian pertama), akuan (bagian kedua), dan bentuk surat
(bagian ketiga). Secara tematik, keseluruhan novel ini ingin
menceritakan/mengangkat masalah politik yang terjadi antara tahun 50-an sampai
dengan 1965. Deskripsinya yang cukup terinci mengenai cara-cara PKI
menyebarkan pengaruhnya, terkesan semacam dokumen se-jarah yang terjadi
pada waktu itu. Demikian pula gambaran kehidupan para seniman waktu itu,
banyak melibatkan nama dan peristiwa yang memang ada secara faktual. Dalam
hal tersebut itulah kekuatan novel ini.
6. PERTEMUAN DUA HATI
A gak berbeda dengan novel-novel Nh. Dini lainnya, Pertemuan Dua Hati
memperlihatkan minat sastrawati yang produktif ini kepada persoalan
dunia pendidikan. Kisah seorang guru sekolah dasar ini, tampaknya sengaja
hendak menempatkan peran dan tanggung jawab seorang guru. Di lain pihak,
terkesan juga hendak menggam-barkan betapa tugas seorang guru tidak ringan.
Bu Suci yang harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya sakit ayan, muridnya
bengal, dan rekan sejawatnya kurang memberi dukungan, ternyata tetap
menjunjung tinggi idealisme profesinya sebagai guru. Dengan keyakinan itu,
betapapun beratnya, akhirnya dapat pula ia jalankan dengan baik. la berhasil
melaksanakan kewajibannya, baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai ibu
guru.
Sekitar lebih dari sepuluh resensi yang mengulas buku ini, umumnya
memberi pujian pada tema ceritanya. Sesungguhnya, memang dalam hal tema
itulah, novel ini memperlihatkan kekuatannya. Sebagai bahan pengajaran untuk
menanamkan pen-tingnya hubungan baik antara guru dan murid, novel ini kiranya
sesuai untuk dijadikan salah satu bahan acuan.
Studi yang cukup mendalam mengenai novel ini pernah dilakukan oleh
Oktaviani (FSU1, 1991) sebagai bahan penelitian skripsi sarjananya.
Tahun 1989, novel ini diangkat menjadi sinetron TVRI, dengan Titiek
Sandhora sebagai pemeran utamanya.
7. LAYAR TERKEMBANG
8. BELENGGU
S ejauh ini, para pengamat sastra Indonesia selalu menempatkan novel ini
sebagai novel terpenting yang terbit sebelum perang. Sejak kemunculan yang
pertama, 1940, novel ini banyak memperoleh berbagai tanggapan dan pujian.
Semula novel ini ditolak oleh Penerbit Balai Pustaka karena isinya dianggap tidak
sesuai dengan kebijaksanaan Balai Pustaka. Baru pada tahun 1940, penerbit Dian
Rakyat—milik Sutan Takdir Alisjahbana—menerbitkan novel ini yang ternyata
mendapat sambutan luas berbagai kalangan. Novel ini juga dipandang sebagai
novel pertama Indonesia yang menampilkan gaya arus kesadaran (stream of
consciousness).
Pada tahun 1969, novel ini memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah
Indonesia. Menurut Prof. Liang Liji, dalam makalahnya "Pengajaran dan
Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia di Tiongkok" yang dibawakan dalam
Kongres Bahasa Indonesia V, 28 Oktober 1988, Belenggu, bersama Bila Malam
Bsrtambah Malam dan Jalan Tak Ada Ujung sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Cina. Pada tahun 1989, John H. McGlynn, juga menerjemahkan Belenggu
ke dalam bahasa Inggris dengan judul Shackles yang diterbitkan Yayasan Lontar,
Jakarta.
Studi mengenai novel ini pernah dilakukan Ign. Sumarno (FS UGM, 1971)
sebagai bahan penelitian sarjana mudanya. Penelitian yang lebih mendalam
dilakukan M. Saleh Saad (FS UI, 1963), Robert A. Crawford (University of
Melbourne, 1971), The Shackles of Doubt: Armijn Pane and His Art, serta J
Angles (Australian National University, Canberra, 1988) berjudul "The Fiction of
Armijn Pane." Pada tahun 1982, R. Carle (RFJ, Berlin) membuat tafsiran atas
novel Belenggu dalam penelitiannya yang berjudul "Die Gedankkliche Exposition
des Romans Belenggu von Armijn Pane." Pada tahun 1988, J. Djoko S.
Passandaran (FKIP, Universitas Palangkaraya) meneliti novel Belenggu sebagai
novel eksistensial.
Hingga kini, berbagai ulasan dan tanggapan, baik berupa makalah ilmiah
maupun artikel, masih banyak yang membahas novel ini, dengan berbagai tafsiran
dan sudut pandang.
Novel Belenggu yang pertama kali muncul di majalah Pujangga Baru, No.
7, 1940 ini sebenarnya ditulis Armijn Pane, tahun 1938. Pada tahun 1965, novel
ini terbit dalam edisi bahasa Melayu di Kuala Lumpur dan hingga kini terus
mengalami cetak ulang.
9. AKI
P
Tahun : 1949
enyakit TBC yang diidap Aki menyebabkannya seperti orang yang sudah
tua. Dalam usia yang baru berumur 29 tahun, lelaki kurus kering ini tampak
seperti berumur 42 tahun. Biasanya, keadaan orang seperti itu disebabkan masa
mudanya yang habis dengan main perempuan jahat. Selain itu, bentuk tubuhnya
yang bongkok membuat Aki menjadi bahan tertawaan yang mengasyikkan. Akan
tetapi, ternyata hal itu tak dilakukan teman-temannya di kantor. Bahkan, mereka
sangat hormat kepada orang yang di mata mereka adalah orang yang berhati lurus
dan bertingkah wajar.
Penyakit TBC yang diderita Aki itu suatu ketika mencapai titik kritis.
Puncaknya adalah ketidak bernafasan Aki untuk beberapa saat. Sebagai istri setia,
Sulasmi terkejut melihat kenyataan yang menimpa suaminya. la kalap. Akan
tetapi, tak lama kemudian suaminya siuman, bahkan sebuah senyum tersungging
di bibirnya. Di antara senyuman itu, Aki mengatakan dengan pasti bahwa ia akan
mati pada tanggal 16 Agustus tahun depan. la berharap Sulasmi mau menyediakan
segala perlengkapan yang diperlukan untuk menghadapi hari kematiannya itu.
Rekan-rekan Aki di kantor menganggap lelaki itu sudah gila. Tidak
terkecuali anggapan kepala kantornya. la yang sudah merencanakan kenaikan
pangkat dan gaji Aki, tidak percaya kepada omongan pegawai kesayangannya itu.
Diselidikinya tingkah laku lelaki itu, tetapi Aki memang tidak gila. "Di sini
didapatinya Aki sedang bercakap-cakap dengan seorang bawahannya tentang
pekerjaan. Sep itu seketika lamanya memperhatikan cakap Aki, tapi satu kata pun
tiada menandakan bahwa Aki telah gila. la pergi ke meja Aki, diperhatikannya
pekerjaan Aki yang sedang terbentang di atas meja. Pekerjaan itu tiada cacatnya"
(him. 17).
Hari kematian yang dikatakan Aki telah tiba. Semua orang bersiap-siap.
Akbar dan Lastri, anak-anak Aki, meminta izin tidak bersekolah. Pegawai-
pegawai kantor menghiasi mobil kantor dengan bunga-bungaan. Kepala kantor
berlatih menghapalkan pidato yang kelak akan dibacakan di kubur Aki. Lelaki itu
sendiri memakai pakaian terbagus yang dimilikinya untuk menyambut Malaikatul
maut yang akan menjumpainya pukul tiga sore nanti.
Ketika pukul tiga telah lewat, Sulasmi memberanikan diri untuk melihat
suaminya. Dilihatnya mata suaminya yang tertutup rapat. Lalu, dipanggilnya
nama Aki berulang-ulang, tetapi tak ada jawaban. Dengan diiringi tangis, Sulasmi
berlari ke luar kamar untuk menemui orang-orang yang menungguinya. Tahulah
para penunggu itu bahwa Aki telah meninggal. Saling berebut mereka masuk ke
kamar Aki. Akan tetapi, mereka terkejut dan berlarian dari kamar ketika melihat
Aki sedang merokok. "Tiada seorang pun yang berani mengatakan, apa yang
dilihat mereka dalam kamar itu. Mereka puntang-panting lari meninggalkan
rumah Aki. Dan yang belum masuk kamar, karena keinginan hendak tahu yang
amat besar, menjulurkan kepalanya juga, tapi segera pun mereka lari puntang-
panting keluar. Sehingga akhirnya semua pegawai itupun meninggalkan rumah
Aki secepat datangnya" (him. 36).
Sulasmi bersyukur bahwa Aki tidak mati. Ternyata, Aki hanya tertidur dan
tebangun karena keributan pegawai-pegawai teman sekantornya.
Entah mengapa, sejak peristiwa itu Aki selalu terlihat sehat. la tampak lebih
muda dari usia yang 42 tahun. Lalu, sebagai pengganti kepala kantor yang telah
meninggal tiga tahun yang lalu, ia terlihat atraktif. Bahkan, Aki kembali
bersekolah di fakultas lukum, bergabung dengan mahasiswa-mahasiswa yang
usianya jauh di bawah Aki. Tentang hidup? Lelaki yang telah sembuh dari TBC
ini ingin hidup lebih lama lagi. la mgin hidup seratus tahun lagi. Separuh
hidupnya akan diabdikan sebagai pegawai dan separuh hidupnya lagi akan
dipergunakan sebagai akademikus.
***
10.DARAH MUDA
Pengarang : Adinegoro (1904-1966)
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun : 1927; Cetakan XX, 1931
Daftar Pustaka
Mahayana M.S, Sofyan O., Dian A. (2000). Ringkasan dan Ulasan Novel
Indonesia Modern. Jakarta : PT Gramedia.