DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VIII
(P4200214009)
A. Ulfiyani Wahid
(P4200214019)
Sri Haryati B.
(P4200214029)
Nurdiana Djamaluddin
(P4200214038)
Yunita Nurmalasari
(P4200214039)
KATA PENGANTAR
Makassar,
Oktober 2014
Kelompok VII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berpikir kritis adalah sikap terhadap isu-isu dan proses penalaran. Berpikir Kritis
tidak identik dengan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, tapi pasti
pemecahan masalah efektif dan membuat keputusan bersamaan tidak dapat terjadi tanpa
berpikir kritis (Lemire, 2002).Penilaian buruk atau pemikiran bias membuat jalan yang
berputar untuk penilaian yang baik dan pengambilan keputusan yang efektif. Berpikir
kritis membantu mengatasi hambatan tersebut. Keterampilan berpikir kritis mungkin
tidak datang secara alami. Perawat yang merupakan pemikir yang kritis harus berpikiran
terbuka dan memiliki kemampuan untuk merefleksikan tindakan sekarang dan masa lalu
dan menganalisis informasi yang kompleks.
Berpikir kritis merupakan keterampilan yang dikembangkan untuk kejelasan
pemikiran dan peningkatan efektivitas pemecahan masalah. Akar dari konsep berpikir
kritis dapat ditelusuri dari Socrates, yang mengembangkan metode menggali pertanyaan
sebagai cara berpikir lebih jelas dan dengan konsistensi logis yang lebih besar. Ia
menunjukkan bahwa orang sering tidak dapat secara rasional membenarkan klaim
percaya diri untuk pengetahuan. Arti yang membingungkan, bukti tidak memadai, atau
keyakinan diri bertentangan mungkin terletak di bawah permukaan retorika. Oleh karena
itu penting untuk mengajukan pertanyaan yang mendalam dan menyelidiki urutan
berpikir, mencari bukti, meneliti pemikiran/pertimbangan dan asumsi, menganalisis
konsep dasar, dan menelusuri implikasi. Pemikir lainnya, seperti Plato, Aristoteles,
Thomas Aquinas, Francis Bacon, dan Descartes, menekankan pentingnya berpikir kritis
sistematis dan kebutuhan untuk mendisiplinkan sistematis pikiran untuk membimbing
dalam kejelasan dan ketepatan berpikir. Pada awal 1900-an, Dewey menyamakan
berpikir kritis dengan refleksi pemikiran (Masyarakat Berpikir Kritis, 2008). Pemikiran
kritis, kemudian, ditandai dengan pemikiran yang memiliki tujuan, sistematis,
memandang sudut pandang alternatif, terjadi dalam kerangka acuan, dan didasarkan pada
informasi
Tersirat tanya dalam proses berpikir kritis. Berikut adalah beberapa pertanyaan
yang
akan
diajukan
ketika
berpikir
kritis
tentang
masalah
atau
isu:
(1) Apa pertanyaan yang diajukan? (2) Apakah ini pertanyaan yang tepat? (3) Apakah
ada
pertanyaan
lain
yang
harus
dijawab
terlebih
dahulu?.
Tidak peduli apa pertanyaan yang diajukan, pemikir kritis perlu mengetahui "mengapa"
dari pemikiran, modus penalaran (induktif atau deduktif), apa sumber dan keakuratan
informasi, apa asumsi yang mendasari dan konsep, dan apa mungkin hasil dari
berpikir?(Komunitas Berpikir Kritis, 2008).
B. Tujuan
Untuk lebih memahami makna dan maksud dari berpikir kritis dalam keperawatan dan
keterampilan pengambilan keputusan, serta untuk mengetahui penerapan dan model
berpikir kritis dalam keperawatan, sehingga kita mampu menyelesaikan suatu masalah
serta dapat mengambil suatu keputusan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
Menurut Facione (2007), berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai satu set
keterampilan kognitif termasuk interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan,
dan pengontrolan diri. Menggunakan keterampilan ini, perawat dalam merawat pasien
secaralangsung yang juga sebagai pemimpin dan manajer dapat menganalisis,
mengonsep kejadian, dan menghindari kecenderungan untuk membuat keputusan dan
memecahkan masalah tergesa-gesa atau atas dasar informasi yang tidak akurat. Facione
juga menjelaskan bahwa berpikir kritis tidak hanya keterampilan, tetapi juga sifat yang
didasarkan pada komponen etika yang kuat. (Huber, 2010)
Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan sebuah komponen esensial dalam
tanggung gugat professional dan asuhan keperawatan yang bermutu. Para pemikir kritis
dalam keperawatan memperlihatkan kebiasaan berpikir seperti ini : percaya diri,
perspektif kontekstual, kreativitas, fleksibilitas, rasa ingin tahu, integritas intelektual,
intuisi berpikiran terbuka, tekun dan refleksi. Para pemikir kritis dalam keperawatan
melatih keterampilan kognitif dalam menganalisis, menerapkan standar, membedakan,
mencari informasi, memberi alasan logis, memperkirakan dan mengubah pengetahuan.
(Scheffer & Rubenfeld, 2007 p. 6)
Selain itu, Potter dan Perry (2009), mendefenisikan berpikir kritis adalah
bagaimana
perawat
menggunakan
informasi
sebagai
pertimbangan,
membuat
kesimpulan, dan membentuk gambaran mental tentang apa yang akan terjadi pada klien.
B. Model Berpikir Kritis
Tingkat 3
Komitmen
Tingkat 2
Kompleks
Tingkat 1
Dasar
Gambar Model Berpikir Kritis Untuk Penilaian Keperawatan Kataoka-Yasiro (Kataoka-Yasiro 1994, Dikutip
Dalam Potter & Perry, 2009)
dan
keperawatan
diperlukan
untuk
memikirkan
masalah
integrity
(Integritas),
Intellectual
Perseverance
(Ketekunan),
untuk
diatur
oleh
orang
lain,
individu
belajar
menerima
2. Keyakinan diri/motivasi
Lewin (1935), dikutip dalam Maryam, Setiawati, Ekasari (2008) mengatakan
motivasi sebagai pergerakan positif atau negatif menuju pencapaian tujuan. Motivasi
merupakan upaya ntuk menimbulkan rangsangan, dorongan, ataupun
pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat atau melaksanakan sesuatu/
memperlihatkan perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
3. Kecemasan
Kecemasan dapat mempengaruhi kualitas pemikiran sesorang. Jika terjadi
ketegangan, hipotalamus dirangsang dan mengirimkan impuls untuk menggiatkan
mekanisme simpatis-adrenal medularis yang mempersiapakan tubuh untuk bertindak.
Peningkatan kecemasan dapat menurunkan kemampuan berpikir dan sangat
membatasi model inquiry (penyelidikan), new ideas and creativity (ide baru dan
kreatifitas), dan knowing how you think (tahu bagaiman kamu berpikir). (Rubenfeld
& Scheffer, 2007)
4. Kebiasaan dan rutinitas
Salah satu faktor yang dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis adalah terjebak
dalam rutinitas, dan cara tersering yang membuat kita terjebak dalam rutinitas adalah
penggunaan model kebiasaan yang berlebihan. Perawat baru biasanya masih taat
pada pedoman dan belum mempunyai kebiasaan dalam keperawatan, namun
perawat tersebut akan mengembangkan kebiasaan dengan cepat. Masalah
dalam keperawatan akan muncul ketika perawat berhenti berpikir setelah
mereka mengembangkan kebiasaan yang nyaman, terjamin dan aman dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Kebiasaan dapat menghambat
penggunaan model inquiry (penyelidikan) dan new ideas and creativity (ide baru dan
kreatifitas) (Rubenfeld & Scheffer, 2007)
5. Perkembangan Intelektual
Perkembangan intelektual seseorang berbeda-beda. Seseorang yang semakin cerdas
akan semakin cakap dalam membuat tujuan, berinisiatif, tidak hanya
menunggu perintah saja, tetap pada tujuan, tidak mudah dibelokkan oleh orang
lain. Orang cerdas juga akan mudah menyesuaikan diri dan mudah menyusaikan
cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan sesuai kondisi dan situasi yang
dihadapi, serta akan belajar dari kesalahan. Dengan demikian, semakin cerdas
seseorang semakin kritislah dia. (Rubenfeld & Scheffer, 2007)
6. Konsistensi
Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat harus mampu menggunakan
keterampilan berpikir mereka, menaikkan kekuatannya sampai tingkat tinggi dan
selalu menjadi pemikir hebat. Banyak faktor yang mempengaruhi pemikiran
konsistensi seseorang, antara lain makanan, minuman, suhu, ruangan, cahaya,
pakaian, dan banyak faktor lain yang membuat kemampuan berpikir menjadi
naik turun. (Rubenfeld & Scheffer, 2007)
7. Perasaan
Perasaan atau emosi biasanya diidentifikasi dalam satu kata, yaitu sedih, lega,
senang, frustasi, bingung, marah dan lain-lain. Perasaan merupakan bagian dari
kehidupan yang tidak dapat dan tidak boleh diabaikan. Seseorang harus menyadari
bagaimana perasaan mempengaruhi pemikiran dan membentuk cara-cara
untuk memodifikasi keadaan sekitar yang memberikan kontribusi pada
perasaan. (Rubenfeld & Scheffer, 2007)
8. Pengalaman
Pengalaman dalam hidup merupakan aset yang berharga dalam mempelajari
keperawatan. Selama rentang kehidupan, keterampilan koping berkembang dan dapat
dibagi dengan orang lain. Pengalaman dalam keperawatan merupakan hal utama
untuk mengembangkan diri menjadi perawat profesional. (Rubenfeld & Scheffer,
2007)
F. Problem Solving
Kreativitas dan pemecahan masalah saling terkait erat. Pemecahan masalah secara
kreatif didefinisikan sebagai pemikiran diarahkan pada pencapaian tujuan dengan cara
baru dan ide yang tepat atau hasil (Le Storti et al., 1999). Pernyataan ini menyiratkan
bahwa jika para pemimpin dan manajer bertindak tanpa berpikir, hasilnya mungkin
kurang diinginkan (Menkes, 2006). Meskipun, secara tradisional, pemecahan masalah
telah ditekankan secara rasional, berpikir logis, kreativitas sangat penting jika hasil klinis
terbaik yang akan dicapai.
Aktifitas pemecahan masalah telah memetakan dua buah konsep yaitu: (1)
pemecahan masalah individu atau klinik, (2) pemecahan masalah yang berhubungan
memiliki berbagai gaya pemecahan masalah. Meskipun cara berfikir yang berbeda
tentang cara pemecahan masalah yang ada, dengan menggunakan keterampilan
refleksi dan analisis berfikir kritis, seorang perawat dapat meningkatkan kesadaran
diri dan pengetahuan tentang cara alternatif bertindak atas masalah (Huber, 2010).
2. Langkah-langkah dalam proses pemecahan masalah
Langkah-langkah dalam proses pemecahan masalah berbeda-beda dalam
berbagai sumber. Kerangka kerja untuk pemecahan masalah yang diambil dari
berbagai sumber (Bowen, 1999; Facione, 2007; Finkelman, 2001 dikutip dalam
Huber 2010). Bagaimanapun, hal tersirat bahwa proses ini linear atau dianggap
terdapat garis lurus dari langkah pertama sampai langkah ketujuh. Pada
kenyataannya, proses terjadi secara berulang-ulang. Ini berarti bahwa informasi dan
umpan balik dari satu langkah kegiatan ke dalam proses yang dinamis, dan siklus
langkah-langkah dapat dimulai lagi sebelum menyelesaikan semua langkah. Sebagai
informasi yang dikumpulkan, masalah mungkin harus didefenisikan ulang, sebagai
solusi yang dihasilkan, informasi baru dapat mengungkap bahwa dapat
mendefinisikan masalah lagi. Ketujuh langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Mendefinisikan masalah. Apakah sebuah masalah yang ada membutuhkan
waktu dan sumber daya untuk memecahkannya? Mungkin protocol yang suda
ada dapat digunakan untuk menangani masalah yang terjadi. Di sisi lain,
mungkin masalah tersebut benar-benar terdiri lebih dari satu masalah, atau
mungkin apa yang menjadi masalah tidak memrlukan tindakan sama sekali
(Davidhizar & Bowen, 1999). Secara jelas, merumuskan masalah dapat dibantu
dengan memperbaiki pernyataan tertulis dari masalah. (mis., masalahnya
adalah....).
b. Mengumpulkan informasi. Pemecah masalah tidak bisa melebih-lebihkan
pentingnya langkah ini. Terlalu sering, orang memulai proses pemecahan
masalah tanpa harus menghabiskan cukup waktu mengumpulkan informasi
tentang masalah. Sangat penting untuk memulai dengan mengumpulkan
sebanyak
mungkin
masukan
dan
informasi
dari
berbagai
sumber.
kesulitan
nantinya.
Informasi
harus
dianalisis
dengan
memisahkan informasi yang penting dengan yang tidak penting, dan jadwal
kejadian mungkin perlu ditentukan untuk mendapatkan pemahaman penuh
ini
harus
dilakukan
secara
hati-hati
pada
setiap
solusi
keputusan untuk salah satu pilihan. Salah satu strategi yang berguna adalah
dengan tegas menjelaskan mengapa pilihanpilihan tertentu lebih dipilih
dibanding yang lainnya (Facione, 2007 dikutip dalam Huber 2010).
g. Menerapkan dan mengevaluasi solusi
Ini merupakan tahap aksi/penerapan dan umpan balik. Hasil analisis masalah
dan proses pengambilan keputusan kognitif sekarang berujung pada penerapan
langsung yang ditetapkan sebagai kebutuhan yang perlu diambil. Tahap ini
memerlukan resiko dan keberanian. Pemeriksaan berkala terhadap efektivitas
perlu dibuat dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam proses pemecahan
masalah. Beberapa orang tidak pernah bisa sampai ke tahap ini. Mereka tidak
bisa menghasilkan solusi. Amati teman anda, apakah mereka pengidentifikasi
masalah? Beberapa orang mengalami kesulitan besar dalam mengidentifikasi
masalah. Orang lain dapat dengan mudah mengetahui apa masalahnya tetapi
tidak bisa lebih dari mengidentifikasi masalah. Apakah individu merupakan
pembuat solusi? Jika mereka mampu menghasilkan solusi, apakah mereka dapat
mengambil resiko untuk membuat keputusan dan menerapkan solusi? Aspek
evaluasi melibatkan pengecekan dan menanyakan apakah ada sesuatu yang tidak
terjawab. Ukuran koreksi diri ini akan membantu memastikan bahwa keputusan
terbaik telah dibuat (Facione, 2007dikutip dalam Huber 2010).
G. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah inti dari kepemimpinan dan manajemen. Hal itu
diharapkan kepada pemimpin dan manajer untuk dilakukan (Keynes, 2008). Sehingga
keputusan adalah hasil yang terlihat dari proses kepemimpinan dan manajemen.
Efektivitas pengambilan keputusan merupakan salah satu kriteria untuk mengevaluasi
pemimpin dan manajemen.Namun, staf perawat dan manajer perawat serta pemimpin
harus mengambil keputusan dalam lingkungan yang tidak pasti (Drummond, 2001) dan
kompleks (Clancy dan Delaney, 2005).
Pengambilan keputusan, seperti pemecahan masalah secara keseluruhan, dapat
dianggap sebagai proses dengan langkah-langkah yang daapat diidentifikasi namun
dipengaruhi oleh konteks dan dengan pemahaman intuitif terhadap situasi. Perawat
membuat keputusan dalam situasi pribadi, klinik, dan organisasi dan dibawah kondisi
kepastian, ketidakpasitan, dan resiko.Ada berbagai model dan strategi pengambilan
keputusan yang ada. Kontrol perawat atas pengambilan keputusan dapat bervariasi untuk
jumlah kontrol dan di mana dalam proses mereka dapat mempengaruhi hasil keputusan.
Kesadaran komponen, proses, dan strategi pengambilan keputusan memberikan
kontribusi untuk efektivitas dalam kepemimpinan keperawatan dan pengambilan
keputusan manajemen. Elemen dasar dari pemecahan masalah pengambilan keputusan
dapat diringkas kedalam dua bagian sebagai berikut: (1) mengidentifikasi masalah, dan
(2) membuat keputusan. Menurut Finkelman (2001), langkah-langkah dari proses
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Mengenali dan menentukan proses
2. Mengumpulkan data dan informasi yang relevan
3. Mengidentifikasi solusi atau pilihan yang mungkin untuk memecahkan masalah atau
berurusan dengan masalah
4. Mencapai keputusan
5. Mengevaluasi hasil
6. Menguji atau menilai solusi
Keputusan yang diinginkan dapat dikategorikan menjadi dua titik akhir: minimal
dan optimal. Hasil keputusan minimal dalam hasil yang cukup memenuhi persyaratan
dasar dan minimal memenuhi tujuan yang diinginkan. Hal ini kadang-kadang disebut
keputusan yang memuaskan. Sedangkan keputusan optimal termasuk membandingkan
kemudian memilih solusi optimal yang paling sesuai dengan tujuan (Choo, 2006). Selain
dua strategi ini, Janis dan Mann (1977) menjelaskan dua strategi lainnya: gabungan
membaca sekilas dan inkrementalisme. Inkrementailsme adalah lambatnya kemajuan
menuju ke jalan optimal. Gabungan membaca sekilas menggabungkan rasionalisme ketat
dari
pengoptimalan
dengan
keluar
dari
keterpurukan
melalui
pendekatan
Dalam menggunakan trial and error, menembak dari pinggul atau panah jenis
lemparan solusi diberlakukan. Sebuah solusi yang tampaknya menarik dipilih dan
mudah dicoba. Manajer yang biasanya menggunakan trial and error sebagai strategi
untuk pengambilan keputusan sering dipandang tidak efektif. Mereka dianggap
sebagai pemecah masalah yang buruk. Bukti protokol praktek berbasis telah
digantikan trial and error pengambilan keputusan.
2. Proyek percontohan
Proyek percontohan melibatkan eksperimen dengan uji coba terbatas. Proyek
percontohan atau uji coba didefinisikan dengan hati-hati digunakan untuk percobaan
dengan mencoba solusi alternatif secara kecil atau terbatas untuk melihat apakah
masalah besar akan terjadi dan untuk mengurangi risiko. Strategi proyek percontohan
juga terkait dengan inisiatif peningkatan kualitas.
3. Teknik kreativitas
Teknik kreativitas meliputi sesi pengungkapan masalah, proses Delphi, dan teknik
kelompok nominal, dimana kelompok berkumpul untuk latihan berpikir bebas (Van
deVen&Delbecq, 1974). Mereka terutamanya cocok diaplikasikan untuk masalah
yang kompleks yang tampaknya tidak memiliki solusi yang baik. Teknik kreativitas
digunakan sebagai cara untuk menghasilkan solusi, ide, dan pemikiran dengan
mendekati masalah dengan kebebasan dari bias yang dilakukan. Teknik-teknik
tersebut sering strategi yang berbasis tim.
4. Pohon Keputusan
Sebuah pohon keputusan adalah model grafis yang secara visual menampilkan
pilihan, hasil, dan risiko yang harus diantisipasi. Sebuah pohon keputusan dimulai
dari bagian kiri dan mengalir ke kanan atau dimulai dari atas dan jatuh ke bawah.
Sebuah pertanyaan atau masalah yang diajukan, dan pilihan yang mungkin akan
menjadi bercabang. Dengan demikian jalur keputusan dapat ditelusuri melalui titik
pilihan dan seterusnya. Misalnya, pohon keputusan yang sangat sederhana mungkin
mulai dengan pertanyaan "Apakah Anda berkomitmen untuk menjadi seorang
perawat?". Jawaban untuk pertanyaan itu adalah ya atau tidak. Tergantung pada
jawaban, jalan yang sesuai diikuti sebagai dipetakan pada pohon keputusan. Pohon itu
memungkinkan visualisasi dari alternatif dan konsekuensinya. Ini membantu dengan
pengambilan keputusan melalui analisis dan kejelasan (Pidgeon &Gregory, 2004).
I. Contoh Berpikir Kritis
Pukul 3 pagi, perawat melihat lampu kamar Tn. X masih menyala. Kemudian perawat
mendekati pasien dan menanyakan Selamat pagi Tn.X, saya melihat lampu kamar anda
masih menyala, apa yang anda lakukan? ada yang bisa saya bantu? Tn. X tersenyum dan
menjawab saya baik-baik saja. Perawat mengobservasi dan menemukan tissue di lantai
dan melihat bahwa mata Tn. X merah dan bengkak. Dari kasus tersebut bisa kita dapatkan
kesimpulan sementara (sedikitnya 4 kesimpulan dari proses berpikir kritis perawat), yaitu:
1. Klien baik-baik saja, memang normal klien bangun pada jam tersebut dan mata klien
merah mungkin karena klien menggosok matanya akibat alergi
2. Klien baik-baik saja tetapi tidak bisa tidur siang sebentar karena rasa bosan. Sehingga
mata terlihat merah dan bengkak
3. Klien tidak dalam keadaan baik tetapi tidak ingin berbicara kepada siapapun tentang
masalahnya
4. Klien dalam keadaan tidak baik tetapi tidak tahu bagaimana untuk minta bantuan
kepada orang lain.
Disini peran perawat adalah memvalidasi : Anda bicara kalau anda baik-baik
saja, tetapi saya melihat mata anda merah dan bengkak. Kemudian bandingkan dengan
informasi yang diperoleh teman kita. Yang perlu dipelajari :
Apakah kita mendapat jawaban yang sebenarnya dari pertanyaan kita? Kapan kita
membandingkan jawaban yang kita peroleh dengan jawaban teman kita apakah ada
perbedaan?
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berpikir kritis didefinisikan sebagai satu set keterampilan kognitif termasuk interpretasi,
analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan, dan pengontrolan diri. Sedangkan berpikir
kritis dalam keperawatan berarti sebuah komponen esensial dalam tanggung gugat
professional dan asuhan keperawatan yang bermutu.
Komponen berpikir kritis terdiri atas: (1) dasar pengetahuan khusus; (2) pengalaman; (3)
kompetensi; (4) sikap untuk berpikir kritis; (5) standar untuk berpikir kritis. Adapun
factor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berpikir kritis antara lain: (1) kondisi
fisik; (2) keyakinan diri/motivasi; (3) kecemasan; (4) kebiasaan dan rutinitas; (5)
perkembangan intelektual; (6) konsistensi; (7) perasaan; dan (8) pengalaman.
Inti dari kepemimpinan dan manajemen adalah bagaimana mereka mengambil
keputusan. Dalam hal ini berpikir kritis dan penggunaan kreativitas pun sangat
dibutuhkan dalam memecahkan sebuah masalah. Begitupun bagi seorang perawat dalam
aktivitasnya yang selalu berhubungan dengan masalah atau konflik, baik itu dengan
pasien, teman sejawat, maupun pimpinannya.
B. Saran
Diharapkan para pemimpin, manajemen, dan perawat dapat terus melatih kemampuan
berpikir kritis dan kreativitasnya sesuai dengan tahapan-tahapannya, sehingga masingmasing (sesuai peran dan fungsinya) dapat memberikan keputusan yang terbaik dalam
menyelesaikan suatu masalah dimana semua pihak yang terkait tidak ada yang merasa
dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA