Anda di halaman 1dari 7

EVALUASI SASTRA

OLEH

I GUSTI AYU HARI WIDAYANI


1329011028

PRODI PENDIDIKAN BAHASA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2014

TES KESASTRAAN
1. Penilaian dalam pengajaran sastra

Penilaian dalam hal ini dapat berfungsi ganda : 1. Mengungkapkan


kemampuan apresiasi sastra siswa, dan 2. Menunjang tercapainya tujuan pengajaran
apresiasi sastra. Fungsi pertama jelas dan menjadi tujuan penulisan ini. Fungsi yang
kedua pun akan terjadi jika penilaian yang dilakukakn lebih menekankan pada tujuan
untuk mengungkapkan kemampuan apresiasi siswa secara langsung.

2. Kadar apresiatif tes dan tugas kesastraan


Tes atau tugas-tugas kesastraan dalam penulisan ini dimaksudkan sebagai tes
atau tugas-tugas yang dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan apresiasi satra
siswa atau tugas-tugas tersebut dapat apresiatif, atau sebaliknya kurang apresiatif.
Namun, kedua pengertian tersebut bukan dalam pengertian atau tingkat-tingkat kadar
keapresiatifan. Artinya ada tugas atau tes yang berkadar apresiatif tinggi ,sedang, dan
rendah.
Jadi bagaimanakah kriteria tes atau tugas-tugas kesastraan yang membaca
karya sastra secara langsungjadi siswa benar-benar dihadapkan pada karya sastra
tertentu, baik berupa puisi, cerpen, novel, atau drama. Tes satra yang apresiatif adalah
tes yang berangkat dari karya sastra secara langsung dan untuk dapat mengerjakanya
siswa harus membaca karya itu sungguh-sungguh. Jadi, soal-soal atau tugas tersebut
berupa memperlakukan secara langsung sebuah karya tertentu, baik berupa
pengenalan, pengidentifikasian, pemahaman, penganalisisan, memberi pertimbangan
tertentu, penilaian, danlain-laian. Tes atau tugas-tugas yang demikian adalah tes atau
tugas yang berkadar apresiatif tinggi.
Persoalan yang kemudian muncul adalah perlu dan pentingkah tes kesastraan
yang kadar apresiatifnya rendah tersebuat bagi siswa? Jawaban yang tepat adalah
perlu tetapi tidak terlalu diperlukan, penting tetapi tidak begitu penting. Hal-hal
tersebut dianggap penting karena berperan membantu meningkatkan daya apresiasi

sastra. Kita dapat semakin menghargai dan memahami suatu karya sastra (yang
dibaca). Hal itu menjadi kurang penting karena yang dibutuhkandan yang harus
ditekankan adalah daya apresiasi siwa. Artinya kemampuan siswa membaca,
memahami, dan menghargai karya sastra secara lebih baik, dan bukan sekedar
pengetahuan siswa tentang teori dan kesejateraan karya.

PENDEKATAN TAKSONOMIS TES KESASTRAAN


Pendekatan taksonomis beranggapan bahwa keluaran hasil belajar walau pada
kenyataan merupakan satu kesatuan yang padu dalam diri siswa dapat dibedakan
enjasi berbagai aspek, jenis, dan tingkatan tetentu. Taksonomi Bloom, yaitu
membedakan keluaran hasil belajar ke dalam tiga ranah: kognitif, afektif, dan
psikomotoris.
Pada umunya, penilaian hasil belajar sastra lebih ditekankan atau mencangkup
ranah kognitif saja . ranah psikomotoris dan afektif kurang mendapat perhatian.
Menilai dan mengukur hasil belajar yang bersifat kognitif memang lebih mudah dari
pada kedua ranah lain, khususnya tingkatan kognitif yang lebih awal. Akan tetapi, hal
itu tidak dapat dibenarkan jikka kemudian diartikan sebagai tak perlunya penilaian
terhadap ranah afektif dan psikomotoris.
1. Penilaian ranah kognitif
Hasil belajar sastra yang bersifat kognitif lebih banyak berhubungan dengan
proses berfikir. Ia dibedakan ke dalam tingkat yang paling sederhana, tingkat ingatan
C1, sampai tingkat yang paling kompleks, tingkat evaluasi C6, hasil belajar kognitif
ini dapat diukur dengan mempergunakan berbagai bentuk tes objektif maupun esai,
secara lisan maupun tertulis. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dalam proses
pengajaran, tes formatif, atau pada akhir pengajaran, tes sumatif. Tes sumatif
biasanya dilakukan dalam bentuk ulangan umum atau ujian semester dengan alat
penilaian yang berupa tes tertulis.

2. Penilaian ranah afektif


Ranah afektif berhubungan dengan maslah sikap, pandangan dan nilai-nilai yang
diyakini seseorang. Bagaimana sikap dan pandangan seseorang terhadap sesuatu
antara lain tampak dari

tingkah lakunya memperlakukan sesuuatu yang

bersangkutan. Keluaran hasil belajar yang bersifat afektif dapat dinilai dengan
melakukan wawancara, pengamatan terhadap tingkah laku yang mencerminkan sikap
siswa terhadap sastra, atau juga dengan memberikan tugas tertulis. Pengukuran
dengan memberikan tugas tertulis dapat mempergunakan bentuk skala (umunya skala
Likert), jawaban singkat ya dan tidak atau berupa prosedur nominasi.

3. Penilaian ranah psikomotorik


Ranah psiko motoric adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas
otot, fisik atau gerakan-gerakan anggota badan.keluaran hasil belajar psikomotoris
adalah keterampilan-keterampilan gerak tertentu yang diperoleh setelah mengalami
peristiwa belajar. Pengertian keterampilan gerak tersebut hendaknya senantiasa
dikaitkan dengan gerak keterampilan atau penampilan yang sesuai dengan bidan
studi yang diajarkan. Oleh karena itu, gerak-an otot sebagai hasil belajar sastra,
tentu saja akan berbeda gerakan otot sebagai hasil belajar bidang keolahragaan
misalnya.
Penilaian hasil belajar psikomotoric harus juga dilakukan dengan alat tes yang
berupa tes perbuatan. Penilaian dilakukan dengan pengamatan. Tes psikomotor
kesastraan misalnya walau tetap ada unsur kognitif dan sikap karena yang utama
adalah kadarnya- tugas berdeklamasi, membaca puisi, (kesemuanya dengan mimic
dan pantomimic)untuk melakukan pengamatan terlebih dahulu kita perlu menentukan
kriteria sekaligus aspek-aspek yang dinilai.
TINGKAT TES KESASTRAAN
1. Tes kesastraan tingkat ingatan
Tes kesastraan pasda tingkat ingatan sekedar menghendaki siswanya untuk
mampu mengungkapkan kembali kemampuan ingatanya yang berhubungan dengan

fakta, konsep, pengertian, definisi, deskripsi, atau penanaman tentang suatu hal. Tes
mungkin saja hanya meminta untuk menyebutkan definisi, nama angkatan, dan
sebagainya.

2. Tes kesastraan tingkat pemahaman


Tes kesastraan tngkat pemahaman menghendaki siswa untuk mampu memahami,
membedakan, dan menjelaskan fakta, hubungan antar konsep, dan lain-lain yang
sifattnya lebih dari sekedar mengingat.kemampuan pemahaman antara laian berupa
kemampuan menangkap isi prosa atau puisi yang dibacanya.

3. Tes kesastraan tingkat penerapan


Tes sastra tingkat penerapan menuntut siswa untuk mampu menerapkan
pengetahuan teoretisnya ke dalam kegiatan praktis yang kongkret. Artinya, siswa
telah dituntut benar-benar untuk memperlakukan karya sastra secara nyata.
Kemampuan aplikasi ini antara lain berupan kemampuan mengubah, memodifikasi,
mendemonstrasikan, mengoprasikan, menerapkan sesuatu hal atau kemampuan.

4. Tes kesastraan tingkat analisis


Tes kesastraan tingkat analisis , disamping menuntut siswa untuk benar-benar
membaca karya sastra tertentu, siswa diharapkan mampu melakukan kerja analisis
terhadapnya. Aktivitas membaca karya sastra tidak sekedar untuk mengetahui isi
cerita saja , jika itu berupa fiksi , melainkan harus dibarengi dengan sikap kritis , baik
terhadap unsur-unsur yang mendukungnya maupun karya sastra sebagai sebuah
keseluruhan.

5. Tes kesastraan tingkat sintesis


Tes kesastaraan pada tingkat sintesis, sebagai kelanjutan berfikir analitis,
menuntut

siswa

untuk

mampu

mengkategorikan,

menghubungkan,

mengkombinasikan dan menjelaskan, dan meramalkan hal-hal yang berkenaan


dengan unsur-unsur karya sastra. Tugas kemampuan sintesis ini antara lain berupa

kemampuan mengkategorisasikan suatu ciri, atau keadaan yang sejenis, misalnya


puisi, cerpen, atau novelyanng memiliki persamaan unsur seperti: tema, alur, dan
latar, menunjuk dan menjelaskan kaitanya antara beberapa hal baik dalam sebuah
karya maupun beberapa karya.
Tugas kemampuan sintesis lainnya adalah menjelaskan hubungan antara beberapa
unsur atau unsur-unsur dalam sebuah karya sastra dalam bentuk satu kesatuan,
misalnya hubungan antara pilihan kata, kalimat, dan gaya untuk mengungkapkan
tema puisi.
6. Tes kesastraan tingkat penilaian
Tes kesastraan pada tingkat evaluasi menuntut siswa untuk mampu melakukan
penilaian terhadap berbagai masalah ktesastraan, baik karya sastra dengan berbagai
unsurnya maupun kehidupan sastra secara keseluruhan. Kerja analisis terhadap karya
sastra biasanya dilanjutkan dengan penilaian terhadapnya. Data-data yang diperoleh
dari kerja analisis itulah antara lain yang dijadikan dasar penilaian.

TES KESASTRAAN KATEGORI MOODY


Berbeda dengan tes pendekatan taksonomo Bloom yang dapat diterapkan pada semua
mata pelajaran dan pokok bahasan, tingkat tes kategori Moody memang secra khusus
direncanakan untuk kesastraan.
1. Tes kesastraan tingkat informasi
Tes

kesastraann

tingkat

informasi

dimaksudkan untuk

mengungkapkan

kemampuan siswa yang berkaitan dengan hal-hal pokok yang berkenaan dengan
sastra, baik yang menyangkut data-data tentang suatu karya maupun data-data lain
yang dapat dipergunakan untuk membantu menafsirkan. Data-data yang dimaksudkan
berhubungan dengan pertanyaan: apa yang terjadi, dimana, kapan, berapa, nama,
nama-nama pelaku, dan sebagainya.

2.

Tes kesastraan pada tingkat konsep


Tes kesastraan pada tingkat konsep berkaitan dengan presepsi tentang

bagaimana data-data atau unsur-unsur karya sastra itu diorganisasikan. Unsur-unsur


karya sastra merupakan hal pokok yang dipersoalkan dalam tes tingkat ini. Maslalhmasalha yang dimaksud berpa pertanyaan: apa sajakah unsur-unsur yang tterdapat
dalam fiksi dan puisi, mengapa pengarang justru memilih unsur yang seperti itu, apa
efek pemilihan unsur itu, apa konflik pokok yang dipermasalahkan, konflik apa saja
yang timbul.
3. Tes kesastraan pada tingkat perspektif
Tes kesastraan pada tingkat persepektif berkaitan dengan pandangan siswa, atau
pembaca pada umunya, sebuhungan dengan karya sastra yang dibacanya.bagaimana
pandangan siswa dan reaksi siswa terhadap sebuah karya akan ditentukan oleh
kemampuanya memahami karya yang bersangkutan. Masalah-masalah yang
dipersoalkan pada tes tingkat ini adalah: apakah sebuah karya sastra ada manfaatnya,
apakah ia sesuai dengan realitas kehidupan, kesimpulan apa yang dapat diambil dari
karya tersebut.

4. Tes kesastraan pada tingkat apresiasi


Tes kesastraan pada tingkat apresiasi terutama berkisar pada permasalahan
dan atau kaitan antara bahasa sastra dengan lingustik. Seperti apa bahasa sastra, atau
apa ciri bahasa sastra, belum ada kesepakatan yang diterima oleh semua orang.
Tetapi, bahwa bahasa sastra sebagai salah satu fenomena lingustik menunjukan sosok
yang berbeda dengan fenomena lingustik secara umum,hal itu memang tidak dapat
dipungkiri.

Anda mungkin juga menyukai