Anda di halaman 1dari 2

KASUS KASUS PELANGGARAN KODE ETIK

1. Pemeriksaan Psikologi yang dilakukan oleh orang Nonpsikologi. Mengatasnamakan


sebuah lembaga konsultan Jogja Consultant untuk kepentingan pribadi. Artinya,
pemeriksaan psikologi tanpa izin penanggungjawab wilayah. Kasus ini dilakukan pada
tanggal 3Mei 2014.
2. Terlibat rasa suka antara Klien dengan Psikolog (Konselor). Kasus ini berujung pada
jenjang pernikahan.
3. Manipulasi data, seperti meluluskan beberapa subjek dengan alasan adanya ganjaran
financial. Hasil asesmen dipermak sedemikian rupa sehingga peserta dapat diluluskan
dalam tesnya.
4. Pemalsuan tanda tangan Psikolog. Hal ini dilakukan oleh seorang Mahasiswa S2 yang
memberikan tes psikologi kepada seseorang dan mengatasnamakan Psikolog serta
memalsukan tanda tangannya.

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KASUS


3. Kasus manipulasi data merupakan salah satu kasus yang sering kali terjadi dalam
pelanggaran kode etik. Menurut Psikolog yang kami wawancarai, kasus
pelanggaran kode etik dengan pemalsuan data ini disebabkan oleh adanya
keinginan Psikolog yang bersangkutan untuk mendapatkan keuntungan pribadi,
seperti misalnya imbalan berupa uang, jabatan, dan lain-lain. Kasus manipulasi
data sebenarnya dapat dihindari, namun, hal ini tergantung kepada moral dan
keteguhan Psikolog yang bersangkutan.

Pengetahuan yang dimiliki Psikolog mengenai Kode Etik Psikologi dirasa cukup
baik, hal ini disebabkan adanya mata kuliah Kode Etik Psikologi ketika pada
jenjang Perguruan Tinggi. Terjadinya kasus manipulasi bukan disebabkan oleh
awam nya pengetahuan Psikolog tentang Kode Etik itu sendiri, melainkan faktor
moral dan keteguhan yang dipegang oleh Psikolog yang bersangkutan.

Kasus manipulasi data, tidak hanya terjadi di bidang Psikologi saja, juga terjadi
pada bidang disiplin ilmu lainnya. Penyebab lain sering terjadinya manipulasi data
adalah, tidak adanya kasus yang ditindak lanjuti secara tegas oleh pihak-pihak

yang bertanggung jawab. Hal ini juga disebabkan tidak adanya laporan dari pihak
yang merasa dirugikan atas pemalsuan data tersebut.

4. Pada kasus pemalsuan tanda tangan Psikolog oleh Mahasiswa S2 tersebut, menurut
keterangan dari Psikolog yang kami wawancarai, bahwasannya Mahasiswa
tersebut sebelumnya tidak meminta izin dan mengira bahwa tidak akan ada
salahnya jika laporan hasil tes tersebut di palsukan tanda tangannya. Ketika diusut,
ia mengaku bahwasannya saat mencari Psikolog yang bersangkutan untuk dimintai
tanda tangan, Mahasiswa S2 tersebut merasa kesulitan untuk menemui Psikolog
sehingga ia berpikir untuk mencoba meniru tanda tangan dari Psikolog tersebut.
Penyebab lain terjadinya kasus pemalsuan tanda tangan ini juga disebabkan oleh
ketidak teguhan dari pribadi yang bersangkutan dalam memegang teguh Kode Etik
Profesi nya, sehingga menyebabkan nama baik profesi Psikolog menjadi tercoreng.

Pada kasus ini, pihak yang merasa dirugikan langsung melakukan protes terhadap
Psikolog yang tanda tangannya dipalsukan. Ketika Psikolog tersebut memeriksa
kembali hasil tes, ia merasa tidak pernah menandatangani hasil tes tersebut, hal ini
dibuktikan dengan melihat catatan pribadinya mengenai daftar hasil tes yang
pernah ia tanda tangani. Dalam kasus ini, Psikolog tersebut melakukan langkah
antisipasi yang cerdas karena sudah menyiapkan catatan pribadi mengenai hasil tes
yang telah ia tanda tangani.

Sebagai sanksi, Mahasiswa S2 tersebut di skors selama beberapa semester dari


kampusnya, dan membuat surat perjanjian untuk tidak melakukan hal yang sama
dikemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai