Anda di halaman 1dari 7

KONTRASEPSI SEDERHANA

Kontrasepsi sederhana merupakan cara kontrasepsi atau pencegahan


kehamilan yang dilakukan atau digunakan secara sederhana atau sewaktu-waktu,
bahkan untuk sekali pemakaian saat melakukan hubungan seksual. Kontrasepsi
sederhana dibagi atas dua cara yaitu cara kontrasepsi tanpa menggunakan alat-alat
atau obat dan cara kontrasepsi dengan menggunakan alat atau obat.
1.

Cara Kontrasepsi Tanpa Menggunakan Alat/ Obat

2. Coitus interruptus
Coitus interruptus atau senggama terputus merupakan salah satu usaha
kontrasepsi yang paling tua dan masih merupakan cara yang paling
banyak digunakan sekarang. Cara ini dilakukan dengan mengeluarkan
penis dan membuang sperma diluar vagina saat pria ejakulasi. Cara ini
banyak digunakan dalam abad ke-18 dan 19 dan memegang peranan
penting dalam pembatasan penduduk.
Keuntungannya, cara ini tidak membutuhkan biaya, alat-alat maupun
persiapan.
Kekurangannya, untuk mensukseskan cara ini dibutuhkan pengendalian
diri yang besar dari pihak pria. Beberapa pria karena faktor jasmani dan
emosional tidak dapat mempergunakan cara ini. Dulu dikatakan bahwa
coitus interruptus dapat menyebabkan hipertrofi (pembesaran) prostat,
impotensi dan bendungan panggul, namun bukti ilmiah tidak ada. Tapi
jika salah satu anggota dari pasangan tidak menyetujuinya, dapat
menimbulkan ketegangan dan dengan demikian mungkin merusak
hubungan seks.
Efektifitas cara ini umumnya dianggap kurang, sungguhpun penyelidikan
yang dilakukan di AS dan Inggris membuktikan bahwa angka kehamilan
dengan cara ini hanya sedikit lebih tinggi daripada cara yang
mempergunakan kontrasepsi mekanis dan kimiawi.

Kegagalan dengan cara ini dapat disebabkan karena adanya pengeluaran


mani sebelum ejakulasi yang dapat mengandung sperma apalagi pada
hubungan seksual yang berulang, dan terlambatnya pengeluaran penis dari
vagina. Cara ini mudah diterima karena merupakan cara yang dapat
dirahasiakan dan tidak perlu minta nasihat pada orang lain.
3. Istibra/ pantang berkala
Abstinensi atau tidak melakukan hubungan seksual dalam jangka waktu
tertentu merupakan suatu cara kontrasepsi yang telah tua, yaitu sejak
manusia menyadari bahwa hubungan seks dapat menyebabkan kehamilan.
Kemudian orang menduga bahwa ada masa subur dan masa tidak subur
pada seorang wanita, sehingga tidak usah melaksanakan abstinensi secara
terus menerus.
Tahun 1930, Ogino (Jepang) dan Knaus (Austria) membuktikan bahwa
ovulasi terjadi antara menstruasi, dan bukan saat menstruasi. Mereka juga
mengemukakan bahwa saat ovulasi tetap ialah 2 minggu sebelum haid
yang akan datang. Dengan diketahuinya saat ovulasi, maka diketahui juga
masa subur dan masa tidak subur. Sehingga abstinensi hanya perlu
dilakukan secara periodik, yakni sewaktu masa subur. Atas dasar teori ini
lahirlah cara kontrasepsi yang disebut Rhytme method yang melukiskan
abstinensi yang periodik dan bersifat siklik dari masa subur dan tidak
subur seorang wanita. Dasar dari metoda ini ialah pengetahuan mengenai
saat terjadinya ovulasi.
Untuk menentukan saat ovulasi dapat dilakukan beberapa cara yaitu:
a. Metoda kalender; sering juga dikenal sebagai metoda Ogino Kraus
dan mulai digunakan sejak tahun 1930. Metoda ini menunjukkan
bahwa ovulasi dapat terjadi antara hari ke-12 dan hari ke-16 sebelum
haid. Jadi 5 hari diantara hari tersebut merupakan masa yang terlarang
untuk berhubungan seks.
Kekurangan dari metoda ini adalah waktu yang tepat dari ovulasi sulit
untuk ditentukan apalagi pada wanita dengan haid yang tidak teratur,

saat

terjadinya

ovulasi sulit

atau

sama

sekali

tidak

dapat

diperhitungkan.
b. Metoda suhu basal badan; dasarnya ialah naiknya suhu basal pada
waktu ovulasi karena kadar progesteron naik. Kenaikan suhu ini 0,30,50C. kenaikan suhu ini dapat terjadi segera atau berangsur-angsur
dan terus menerus. Yang paling penting ialah perubahan suhu dan
bukan nilai absolutnya, maka pengukuran harus dilakukan setiap hari
yaitu pada pagi hari sebelum bangun dari tempat tidur dan sebelum
makan atau minum.
Kekurangan dari cara ini ialah bahwa kita hanya dapat menentukan
masa aman setelah ovulasi.
Keuntungan dari cara rhytme method dengan cara kalender dan mengukur
suhu basal badan ini adalah aman dan tidak berbahaya bagi penggunanya
karena tidak menggunakan obat atau alat. Efektifitas istibra berkala atau
pantang berkala (Rhytme method) ini rendah, angka kegagalan 30 dari
100 wanita. Efektifitas akan lebih tinggi jika kedua cara penentuan masa
ovulasi diatas digunakan bersama-sama.
4.

Cara Kontrasepsi Dengan Menggunakan Alat/ Obat

5. Kondom
Kondom atau istilah bahasa Indonesianya Sarkon merupakan alat
kontrasepsi yang tertua walaupun dulu terutama dipergunakan sebagai
pencegah penyakit kelamin. Pemakaian kondom untuk tujuan kontrasepsi
baru dimulai kira-kira pada abad ke-18 di Inggris. Kondom yang paling
umum dipakai ialah kondom dari karet dengan tebal kira-kira 0,05 mm,
tersedia berbagai ukuran dengan bermacam-macam warna. Saat ini
kondom telah digunakan secara luas di seluruh dunia dengan program
keluarga berencana.
Prinsip kerja kondom ialah sebagai perisai dari penis sewaktu melakukan
hubungan seks (koitus) dan mencegah pengumpulan sperma dalam
vagina. Bentuk kondom silindris dengan pinggir yang tebal pada ujung

yang terbuka, sedang ujung yang buntu berfungsi sebagai penampung


sperma. Diameternya biasanya kira-kira 31-36,5 mm dan panjangnya lebih
kurang 19 cm.
Keuntungan kondom yang penting antara lain dapat diandalkan karena
cukup efektif, selain digunakan untuk tujuan kontrasepsi juga untuk
memberi perlindungan terhadap penyakit kelamin dan juga terhadap
infeksi alat kandungan lainnya, murah dan merupakan cara yang
sederhana dan non medis artinya pemakaiannya tidak usah diawasi oleh
tenaga dokter dan dengan demikian pula distribusi dan pemasarannya
dapat bebas serta merupakan suatu cara dimana pihak pria aktif ikut
bertanggung jawab dalam usaha keluarga berencana.
Kekurangannya ialah ada kalanya pasangan yang mempergunakannya
merasakan selaput karet tersebut sebagai penghalang dalam kenikmatan
sewaktu melakukan hubungan kelamin. Ada pula pasangan yang tidak
menyukai kondom oleh karena adanya asosiasi dengan soal pelacuran.
Sebab-sebab kegagalan memakai kondom ialah bocor atau koyaknya alat
itu atau tumpahnya sperma yang disebabkan oleh tidak dikeluarkannya
penis segera setelah terjadi ejakulasi. Efek sampingan kondom tidak ada,
kecuali jika ada alergi terhadap bahan untuk membuat kondom
Efektifitas kondom tergantung dari mutu kondom dan ketelititan dalam
penggunannya.

Kalau

kondom digunakan

sebagaimana

mestinya,

kegagalan tidak seberapa yakni hanya sekitar 3 %. Efektifitas kondom


dapat ditingkatkan dengan penambahan spermisida atau pembunuh
sperma.
Cara pemakaiannya:
Kondom yang baik tidak perlu dites dulu, misalnya dengan meniupnya
terlebih dahulu karena tindakan ini justru dapat merusaknya misalnya
karena kuku tajam. Yang penting adalah bahwa kondom perlu dipasang
sebelum ejakulasi dan harus terpasang dengan baik. Waktu memasang,
udara harus keluar dari ujung kondom, karena kalau ada udara pada
ujungnya, maka ujung bisa pecah atau mendesak mani keluar dari

pangkalnya. Waktu penis dicabut, sebaiknya pangkal kondom dipegang


agar kondom tidak ketinggalan.
6. Diafragma dan Kap Cervix
Diafragma dan kap cervix menutup cervix dari bawah sehingga sel mani
tidak dapat memasuki saluran servix, biasanya dipakai bersamaan dengan
spermisida.
Kekurangan dari diafragma dan kap servix ini ialah diperlukannya
motivasi yang cukup kuat, umumnya hanya cocok untuk wanita yang
terpelajar dan tidak dipergunakan secara massal, pemakaian yang tidak
teratur dapat menimbulkan kegagalan dan tingkat kegagalan lebih tinggi
dari pil dan IUD.
Keuntungan dari cara ini adalah hampir tidak ada efek sampingan, dengan
motivasi yang baik dan pemakaian yang betul, hasilnya cukup memuaskan
dan dapat dipakai sebagai pengganti pil atau IUD pada wanita-wanita
yang tidak boleh mempergunakan pil atau IUD oleh karena suatu sebab.
Saat ini cara ini sudah sangat jarang digunakan.
7. Kontrasepsi kimiawi (spermatisida)
Penggunaan obat-obat spermatisida (pembunuh sperma) untuk tujuan
kontrasepsi telah dikenal sejak zaman dahulu. Obat spermatisida yang
digunakan sebagai kontrasepsi terdiri dari 2 komponen yaitu zat kimiawi
yang mampu mematikan spermatozoa dan yang diperlukan untuk
membuat tablet atau krim. Cara kontrasepsi dengan obat spermatisida
umumnya digunakan bersama-sama dengan cara lain (diafragma vaginal)
atau apabila ada kontraindikasi terhadap cara lain.
Kontrasepsi kimiawi dapat berbentuk suppositoria, jelly, krim, atau busa.
Saat ini diusahakan supaya mengandung germicide untuk mencegah
infeksi.
Suppositoria kimiawi, mudah dipakai tapi kurang dapat dipercaya.
Merupakan bentuk yang paling mudah dipakai, tapi harus diberitahukan

bahwa kalau dilakukan hubungan seksual beberapa kali, maka juga


beberapa kali suppositoria harus dimasukkan.
Jelly, wahananya gelatin yang larut air dan mencair dengan mudah dalam
badan. Baik dipakai pada wanita yang kering vaginanya, sering dipakai
bersamaan dengan diafragma dan kondom.
Krim dan pasta, bahan dasar adalah sabun stearat, sering dipergunakan
bersamaan dengan diafragma dan kondom.
Tablet berbusa dan aerosol, kalau tablet ini dimasukkan ke dalam vagina,
ia berbusa dan busa ini masuk ke celah-celah yang kecil yang mungkin
mengandung spermatozoa.
Secara singkat, obat kimiawi ini mudah sekali dipakai, tapi sebaiknya
selalu dipakai bersamaan dengan diafragma atau kondom. Banyak wanita
tidak menyukainya karena terlalu basah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Kontrasepsi. Dalam: Ilmu Kandungan. Edisi I. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka FKUI, 1982
2. Tim Pengajar Bagian OBS-GIN UNPAD. Cara-cara Kontrasepsi.
Dalam: Teknik Keluarga Berencana. Bandung: Elstar Offset FK UNPAD,
1980.
3. Metode Kontrasepsi. Diambil dari:
http:///www.bkkbn.com/kontrasepsi_236.html. Last updated, 2004.
4. Bahan Kuliah Kontrasepsi. FK UNSRAT 2000

Anda mungkin juga menyukai