Anda di halaman 1dari 23

PENGGUNAAN PESTISIDA

PROPOXUR SEBAGAI
ANTI-NYAMUK
TUGAS POLUTAN ORGANIK
KELAS JUMAT, TAHUN AJARAN 2014-2015
Mentari Dwi Astuti
1206241092

DEPARTEMEN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN UNIVERSITAS INDONESIA


0

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas kelimpahan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Polutan Organik dengan baik.
Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada bapak Dr.rer.nat Budiawan sebagai dosen
pembimbing penulis dalam mata kuliah Polutan Organik ini. Tidak lupa pula penulis ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Dalam tugas akhir ini, penulis menuliskan mengenai topik Penggunaan Pestisida
Propoksur sebagai Obat Anti-Nyamuk. Penulis mengharapkan dengan adanya tugas akhir ini
pembaca dapat menerima informasi mengenai apa itu propoksur, penggunaannya di dalam
obat nyamuk dan bagaimana bahaya yang dapat ditimbulkannya.
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis merasa masih banyak kekurangan dalam
isi yang penulis sajikan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran pembaca yang
dapat membantu penulis ke depannya.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Depok, 28 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1


DAFTAR ISI ............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 4
1.4 Contoh Kasus ...................................................................................................... 4-7
BAB II ISI
2.1 Pengertian Insektisida.......................................................................................... 8
2.2 Klasifikasi Insektisida.......................................................................................... 8-9
2.3 Pengertian Obat Anti Nyamuk ............................................................................ 9-10
2.4 Pembuatan Obat Nyamuk ................................................................................... 11-12
2.5 Pengertian Propoksur .......................................................................................... 12-13
2.6 Struktur dan Sifat Fisik Propoksur....................................................................... 13-14
2.7 Penggunaan Propoksur pada Obat Nyamuk.....................................................

14-15

2.8 Efek Toksikologi Propoksur terhadap Subjek Non-Target.............................

15-17

2.9 Bahaya Penggunaan Propoksur terhadap Lingkungan..................................

18-19

2.10 Solusi Penanganan terhadap Bahaya Propoksur dalam Obat Nyamuk...

19-20

BAB III
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 20
3.2 Saran .........................................................................................................

21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

21-22

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang hangat dan beriklim tropis menjadi tempat yang cocok untuk nyamuk
dapat berkembang biak. Tidak heran apabila pada malam hari terutama pada musim kemarau,
di rumah-rumah di Indonesia sering ditemukan banyaknya jumlah nyamuk yang ada dan
menghisap darah dari manusia. Hal tersebut sangatlah tidak nyaman bagi masyarakat
sehingga mereka pun berusaha untuk menghilangkan nyamuk-nyamuk tersebut, salah satunya
adalah dengan menggunakan obat anti nyamuk.

Kultur masyarakat Indonesia yang serba instan menyebabkan sangat lakunya produkproduk anti-nyamuk yang beredar di pasaran. Produk anti-nyamuk ini terdiri dari beberapa
jenis, seperti obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot, lotion kulit, hingga obat nyamuk
elektrik. Namun di dalam berbagai jenis obat nyamuk tersebut terdapat substansi yang tidak
sepenuhnya aman untuk manusia, terutama bagi anak-anak. Sayangnya, pengetahuan yang
dimiliki oleh orang Indonesia untuk memahami bahayanya obat nyamuk apabila
penggunaannya dilakukan secara tidak tepat masih sangat kurang, sehingga penggunaan obat
nyamuk yang berlebihan tidak dapat dicegah.

Teknologi yang semakin maju juga menciptakan berbagai inovasi oleh para produsen
dalam produk obat nyamuk mereka. Inovasi-inovasi tersebut misalnya diberikannya
pengharum pada obat nyamuk sehingga masyarakat menyukai dan semakin banyak membeli
obat nyamuk tersebut, hingga packaging yang menarik. Namun sebagaimanapun menarik
kemasannya, kandungan obat nyamuk tetaplah sama yaitu zat toksik yang berbahaya apabila
tidak digunakan dengan baik dan bijaksana. Salah satu zat toksik yang dikandung obat
nyamuk adalah propoksur yang keberadaannya belum banyak diketahui oleh masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas mengenai penggunaan propoksur dalam obat


nyamuk, penulis merumuskan sejumlah rumusan masalah yang akan dibahas mengenai hal
tersebut. Adapun rumusan masalah tersebut adalah:
1. Apa itu propoksur dan bagaimana keberadaannya dalam obat nyamuk dapat
bermanfaat?
2. Bagaimana bahaya dari propoksur apabila terpapar pada manusia?
3. Bagaimana cara menanggulangi atau mendegradasi propoksur?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi dan pengertian propoksur
2. Mengetahui struktur dan sifat fisik dari propoksur
3. Mengetahui bahaya dari propoksur yang terkandung dalam obat anti nyamuk
4. Mengkaji risiko dan bahaya serta memberikan solusi terhadap penggunaan
propoksur dalam obat anti nyamuk
5. Memenuhi tugas akhir dalam mata kuliah Polutan Organik

1.4 Contoh Kasus

Wangi Tidak Berarti Aman


25 April 2007
Produk antinyamuk sering dianggap bahan kimia yang aman bagi manusia. Bahkan, sekarang
ini, agar terkesan aman, banyak produk obat antinyamuk yang diberi tambahan pewangi.
Padahal, kalau cara pemakaiannya tak benar dan digunakan berlebihan, obat antinyamuk ini
bisa membahayakan kesehatan.
Merebaknya penyakit demam berdarah membuat sebagian orang makin tak terkendali dalam
menggunakan produk antinyamuk. Tanpa takaran jelas, produk antinyamuk digunakan
sesering mungkin untuk membasmi atau sekadar menghalau nyamuk di rumah. Pengaruh
iklan juga membuat orang tak waspada terhadap bahaya penggunaan produk antinyamuk
secara berlebihan.

Seperti dialami Listiawati (34), setiap pagi dan sore dia selalu menyemprot seluruh ruangan
rumahnya dengan cairan antinyamuk meski saat itu seluruh keluarga berada di dalam rumah,
termasuk anak-anak balita. Listiawati mengaku tidak tahu bila tindakannya itu berbahaya
bagi kesehatan. Lha, saya kan cuma ikutin iklan di televisi, ujarnya. Dia merujuk iklan di
televisi yang mempertontonkan adegan seorang ibu menyemprot cairan antinyamuk,
sementara anak dan suaminya berada di ruangan yang sama. Dalam iklan juga diperlihatkan
anak-anak dan sang suami dengan sukacita menghirup cairan antinyamuk yang wangi itu.
Cara pemakaian produk antinyamuk yang benar, menurut Ilyani S Andang, peneliti dari
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, memang tak pernah disosialisasikan dengan benar
oleh produsen antinyamuk. Sering terlihat iklan produk antinyamuk tak informatif dan
mendidik sehingga masyarakat pengguna produk menjadi salah kaprah dalam menggunakan
produk itu. Ilyani mengungkapkan, umumnya produk antinyamuk tak ada yang aman 100
persen karena mengandung zat kimia aktif. Zat kimia aktif ini berfungsi membunuh atau
menolak nyamuk agar tidak menggigit manusia sekaligus tak ramah pada manusia. Hanya
saja, tingkat bahaya dari zat-zat kimia yang dipakai pada produk antinyamuk itu berbedabeda.
Bahan kimia aktif yang banyak digunakan di Indonesia adalah diklorvos, propoksur, dan
transflutrin. Dari ketiga jenis itu, yang paling berbahaya adalah diklorvos dan propoksur.
Berdasarkan peringkat bahan kimia berbahaya yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), diklorvos menduduki peringkat kesatu sebagai produk paling berbahaya, sedangkan
propoksur menduduki peringkat kedua. Sementara transflutrin, meskipun berbahaya, masih
dianggap memiliki kadar bahaya yang lebih rendah, ujar Ilyani.
Menurut Pesticide Action Network, organisasi internasional tentang pestisida di Amerika
Serikat, diklorvos dan propoksur sering dipakai pada produk antinyamuk semprot, bakar, dan
elektrik. Padahal, bahan tersebut termasuk kategori yang sangat beracun.
Sementara di Indonesia, setelah diklorvos dilarang, produk antinyamuk beralih ke propoksur
dan transflutrin. Menurut Ilyani, sekarang ini masih ada beberapa produk antinyamuk yang
memakai propoksur. Dampak yang dirasakan langsung akibat pemakaian produk antinyamuk
berbeda-beda pada setiap orang, terutama pada anak-anak. Umumnya anak akan merasa
sesak napas, batuk-batuk, pusing, mual, muntah, hingga pingsan. Dampak jangka panjang

pada pemakaian produk antinyamuk terus-menerus setiap hari bisa menimbulkan kanker
paru-paru dan kanker kulit dalam waktu 5-10 tahun. (LUSIANA INDRIASARI).
Sumber: http://www.kompas.com

Home Pesticides Harmful to Unborn Babies, says Expert


By Cynthia Balana
Philippine Daily Inquirer
First Posted 07:39:00 09/15/2010
MANILA, Philippines. A United States-based Filipino doctor who specializes in caring for
premature babies or neonates yesterday warned against the use of pesticides and insecticides
at home to combat mosquito-borne diseases such as dengue and malaria.
Dr. Enrique Ostrea, a visiting neonatologist and professor of pediatrics at the Wayne State
University School of Medicine in Detroit, Michigan, said popular insecticides such as
Baygon and Katol (mosquito coils) contain toxic compounds such as propoxur and
pyrethroids which are harmful to humans, especially to the unborn and children.
Instead of relying on pesticides, Ostrea recommended proactive measures to reduce the
problems of mosquitos, flies and roaches at home such as the clearing of insect breeding
grounds, general cleanliness and the use of screens.
There should be judicious use of pesticides, particularly home pesticides. And spraying of
pesticides should not be done by pregnant women and children, he said, citing local studies
that showed that high exposure to pesticides could be detected in the hair, stool and blood of
newborns.
The study, entitled Fetal Exposure to Environmental Toxicants and Infant Outcome was
initiated by Ostrea and associates in 2003 among 936 pregnant women at the Bulacan
Provincial Hospital in Malolos who had reported the common use of pesticides in their homes
and farms.

Ostrea, a visiting professor of the University of the Philippines-College of Medicine, said the
study showed that The higher the exposure to propoxur, which is a component of Baygon,
the more significant the effects on the motor development of the child.
Ostrea spoke at a weekly health forum organized by the Philippine College of Physicians in
Quezon City. According to Ostrea, Baygon Mosquito Roach Killer, for example, contains the
toxic ingredients cyfluthrin (73 percent) and propoxur, while mosquito coil Katol has
bioallethrin (26 percent).
Pesticides are toxic to the brain and the nervous system, and the fetal brain is highly
vulnerable to these, Ostrea said.
He said that the development quotient was significantly lower for children who were exposed
to pesticides and insecticides while inside the womb. Among the possible adverse effects of
pesticides on children are autism, hearing loss, and abnormality in chromosomes that could
lead to leukemia (chromosonal biomarkers).
Sumber: http://newsinfo.inquirer.net/breakingnews/metro/view/20100915-292362/Homepesticides-harmful-to-unborn-babies-says-expert

BAB II
ISI

2.1 Pengertian Insektisida

Insektisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengontrol serangga dengan
cara membunuh atau mencegah mereka berperilaku yang tidak diinginkan atau destruktif.
Insektisida umumnya digunakan pada bidang agrikultural, kesehatan masyarakat, dan aplikasi
industrial, dan juga pada rumah tangga dan secara komersial. Jenis insektisida yang paling
banyak digunakan adalah organofosfat, piretroid, dan karbamat. Insektisida diaplikasikan
pada berbagai formulasi dan cara penyampaian tertentu (mis. semprot, umpan, difusi, dll)
yang mempengaruhi transportasi mereka dan transformasinya secara kimiawi. Mobilisasi
insektisida dapat terjadi melalui aliran (baik terlarut maupun terserap pada partikel tanah),
deposisi pada atmosfer, atau aliran di bawah permukaan tanah (Goring dan Hamaker 1972,
Moore dan Ramamoorthy 1994). Erosi tanah dari agrikultur yang intensitasnya tinggi,
memfasilitasi transportasi insektisida ke perairan (Kreuger et al. 1999). Beberapa insektisida
diakumulasi oleh organisme akuatik dan ditransfer kepada predator mereka. Insektisida
dirancang untuk bersifat mematikan pada serangga, maka insektisida memiliki risiko untuk
berbahaya terhadap serangga air, namun insektisida juga mempengaruhi berbagai invertebrata
perairan dan ikan.

2.2 Klasifikasi Insektisida


Insektisida diklasifikasikan berdasarkan struktur dan model perilakunya. Banyak
insektisida bekerja pada sistem saraf serangga (mis. inhibisi kolinesterase (ChE) dan yang
lainnya bekerja sebagai regulator pertumbuhan atau endotoksin.

Tabel berikut berisi mengenai beberapa jenis insektisida dan bagaimana mereka
bekerja (Radcliffe et al. (2009)).

Jenis Insektisida
Organoklorin

Mode Perilaku
Kebanyakan

bekerja

pada

saraf

dengan

menyebabkan

ketidakseimbangan natrium/kalium yang mencegah transmisi


normal impuls saraf, sementara beberapa bekerja pada reseptor

GABA (-asam aminobutarat) yang mencegah ion klorida untuk


memasuki neuron yang menyebabkan keadaan hyperexcitable yang
dikarakterisasi dengan gemetar.
Organofosfat

Menyebabkan inhibisi asetilkolinesterasi (AChE)

Karbamat

Menyebabkan

inhibisi

asetilkolinesterase

(AChE)

yang

berpengaruh pada sistem saraf pusat (mis. twitching pada otot dan
lumpuh), sangat beracun pada ikan.
Piretroid

Bekerja dengan membuka jalur natrium pada membran neuron


yang menyebabkan sistem saraf pusat yang menyebabkan keadaan
hyperexcitable yang menyebabkan gejala gemetar, tidak ada
koordinasi, hyperactivity dan kelumpuhanl efektif terhadap hama
serangga pertanian, sangat beracun terhadap ikan.

Quinazolin

Bekerja pada serangga tahapan larva dengan mengihibisi atau


menghalangi sintesis kitin pada eksoskeleton.
Tabel 1. Berbagai Jenis Insektisida

2.3 Pengertian Obat Anti-Nyamuk

Obat nyamuk adalah substansi yang dirancang untuk membuat suatu permukaan tidak
disukai oleh nyamuk. Mereka pada umumnya mengandung bahan aktif yang menghalau
nyamuk. Obat anti-nyamuk tersedia dalam berbagai bentuk, dari krim, lotion atau minyak,
namun kebanyakan dijual secara komersial sebagai produk aerosol.

Pengunaan anti nyamuk diperkirakan telah ada sekitar jutaan tahun yang lalu. Baik
primata dan burung telah menggunakan anti nyamuk natural ketika adanya gigitan serangga
yang meningkat. Anti nyamuk yang digunakan bervariasi dari penggunaan buah-buahan atau
dedaunan hingga minyak yang disekresi oleh serangga lain seperti kaki seribu. Suku asli
Amerika menggunakan akar tanaman sebagai bahan untuk anti nyamuk. Akar tersebut
dibakar dan asapnya diarahkan kepada serangga yang tidak diinginkan. Hingga sekarang,
mekanisme pembakaran anti nyamuk masih digunakan di seluruh dunia.

Seiring dengan majunya teknologi, senyawa tertentu ditemukan dan diisolasi. Hal ini
membentuk formula baru yang lebih efektif dan efisien untuk menjadi obat anti-nyamuk.
9

Banyak bahan kimia yang digunakan sebagai anti-nyamuk bekerja dengan


mengganggu sistem penggerak tubuh dalam nyamuk. Sistem penggerak ini, terletak pada
antena nyamuk, terbuat dari beberapa reseptor kimia. Riset telah menunjukkan bahwa
reseptor kimia ini diaktivasi oleha sam laktat, yang secara alami menguap dari kulit hewan
berdarah panas. Nyamuk memiliki kemampuan untuk mengikuti sumber keluarnya asam
laktat tersebut. Namun, ketika suatu bahan anti-nyamuk seperti DEET diaplikasikan di kulit,
bahan anti nyamuk tersebut ikut menguap dan menghalangi pengikatan asam laktat pada
reseptor kimia nyamuk tersebut. Hal ini menyembunyikan orang yang menggunakan antinyamuk tersebut dari nyamuk.

Bahan aktif pada obat anti-nyamuk harus memenuhi kriteria tertentu. Kriterianya
adalah sebagai berikut:
1. Harus secara efektif mengurangi serangan nyamuk pada area yang diinginkan untuk
waktu beberapa jam dan pada berbagai macam permukaan.
2. Harus bekerja pada berbagai keadaan lingkungan yang berbeda.
3. Harus tidak beracun atau menyebabkan iritasi ketika diaplikasikan pada kulit manusia
atau binatang.
4. Harus bersifat memuaskan seperti memiliki bau yang wangi, dan rasa lembut di
kulit.

Aerosol merupakan bentuk yang paling umum pada obat anti-nyamuk. Mereka terbuat
dari beberapa jenis bahan yang berbeda, termasuk pelarut, propelan, dan bahan tambahan
lainnya. Pelarut yang digunakan biasanya alkohol seperti etanol atau propanol, yang tugas
utamanya adalah melarutkan bahan aktif hingga konsentrasi yang diinginkan. Pelarut juga
menjaga agar semua bahannya tetap bercampur, agar produknya tetap efektif hingga
penyimpanan dalam waktu yang lama. Propelan adalah senyawa yang mudah menguap yang
menciptakan tekanan yang menyebabkan bahan lainnya untuk dikeluarkan dari wadah.
Propelan pada umumnya berupa gas hidrokarbon cair seperti propana, butana, dan dimetil
eter.

10

2.5 Pembuatan Obat Nyamuk

Produksi obat anti-nyamuk dapat dibagi menjadi dua tahap. Pertama adalah formulasi
dimana bahan-bahan penyusun obat nyamuk dicampur dan diformulasikan dan yang kedua
adalah dimasukan ke dalam packaging.

Bagan 1. Proses pembuatan obat-nyamuk aerosol

Tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:


1. Compounding
Bahan mentah (alkohol, DEET, pewangi, dan pelembab) dicampur. Karena bahanbahan ini mudah terbakar, maka tempat yang digunakan adalah tempat yang kedap
api.

11

2. Filling
Tahap ini menggunakan sistem conveyor-belt yang mencampurkan semua senyawa
untuk menghasilkan produk final obat anti-nyamuk.

Bagan 2. Tahap-tahap yang dikerjakan pada proses filling

2.5 Pengertian Propoksur

Propoksur adalah insektisida yang digunakan untuk mengontrol kecoa, lalat, nyamuk
serta serangga lainnya. Propoksur merupakan insektisida non-sistemik yang pertama kali
dikenalkan tahun 1959. Propoksur tidak digunakan pada hasil pertanian. Bahan ini digunakan
untuk melawan nyamuk pada area luar ruangan, untuk lalat pada pertanian, untuk kutu pada
hewan peliharaan, dan pada bangunan pribadi serta umum. Propoksur juga dapat digunakan
sebagai bahan kimia pembunuh siput, efektif terhadap kecoa, dan menjadi salah satu bahan
kimia yang dalam skala besar menggantikan DDT dalam mengontrol lalat dan nyamuk.
Apabila terkena kontak dengan hama target dapat menyebabkan keracunan. Banyak
formulasi propoksur tersedia dalam bentuk cair dan aerosol, konsentrat emulsi, dan bubuk.

12

Propoksur merupakan salah satu insektisida berjenis karbamat. Bahan kimia ini
menghalangi produksi dan kerja enzim kolinesterase, enzim esensial pada sistem saraf.
Material ini dengan cepat melumpuhkan sistem saraf serangga, memberikan propoksur
reputasi sebagai bahan kimia yang memiliki efek knockdown.

2.6 Struktur dan Sifat Fisik Propoksur

Propoksur murni berbentuk padatan kristalin putih dengan bau yang memiliki ciri
khas. Propoksur teknis memiliki kemurnian 95% dan merupakan bubuk kristalin berwarna
putih hingga krem dengan bau yang menyerupai susu-fenol. Propoksur diformulasi sebagai
konsentrat emulsi, 50% bubuk basah, umpan, dan 1 hingga 2% debu. Propoksur tidak stabil
pada media alkali, karena ia terhidrolisis oleh alkali yang kuat. Waktu paruhnya sekitar 40
menit pada pH 10. Propoksur berbahaya apabila dipanaskan hingga terdekomposisi, karena
mengeluarkan asap yang sangat beracun. Kontak kulit, inhalasi debu atau spray harus
dihindari.

Propoksur memiliki rumus kimia 2-Isopropoxyphenyl N-methylcarbamate dan


memiliki gugus benzena sebagai gugus aromatik.

Bagan 3. Struktur Propoksur

Tabel berikut ini menunjukkan sifat fisik dari propoksur.


Sifat Fisik

Keterangan

CAS #

114-26-1

Kelarutan dalam air

2,00 mg/L pada 20-25oC; 1,750 ppm pada


20oC

Kelarutan dalam pelarut lain

Larut dalam pelarut polar organik, larut


13

dalam aseton, metanol, dan berbagai macam


pelarut organik namun hanya sedikit larut
dalam hidrokarbon dingin
Titik leleh

81oC

Tekanan uap

6,5x10 hingga -6 mmHg pada 20oC, 1x10


hingga -6 mmHg pada 120oC

BCF (Bioconcentration Factor)

9 (dihitung dari kelarutan dalam air dengan


persamaan regresi)

Kow

Log Kow = 1,45

Koc

67 (dihintung dari kelarutan dalam air dengan


persamaan regresi)

Kelas kimia/kegunaan

Insektisida metil karbamat

2.7 Penggunaan Propoksur pada Obat Nyamuk

Insektisida golongan piretroid saat ini adalah satu-satunya insektisida yang


direkomendasikan oleh World Health Organization untuk treatment material insektisida
melawan nyamuk. Kesuksesan piretroid dikaitkan pada efeknya yang kuat pada dosis yang
rendah. Namun, resistansi piretroid terhadap nyamuk sudah meluas. Hal ini menyebabkan
perlu adanya strategi dan molekul baru yang dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas obat
nyamuk yang menggunakan bahan DEET. Di antara beberapa strategi yang diusulkan,
kombinasi anti-nyamuk dengan karbamat menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk kontrol
vektor nyamuk di bawah kondisi yang terjaga. Contohnya adalah campuran DEET dan
propoksur. Campuran tersebut menunjukkan toksisitas yang ekuivalen dengan deltametrin
pada dosis yang membunuh 100% (LD100) dari nyamuk Aedes Aegypti (Bonnet, 2009).

Komponen utama yang paling sering digunakan dalam obat nyamuk, DEET (N,Ndietil toluamida) yang termasuk dalam golongan piretroid dapat bekerja dengan efektif dan
sinergis dengan propoksur. Kesinergisan ini disebabkan oleh gangguan umum fisiologis yang
melibatkan berbagai target yang berbeda pada sistem saraf sentral. Selain itu dapat
disebabkan juga oleh detoksifikasi enzim pada serangga. Satu senyawa dari campurat DEETpropoksur dapat mengganggu detoksifikasi yang lainnya, dan dapat meningkatkan toksisitas
keduanya. Sebagai contoh, kesinergisan antara organofosfat dan piretroid disebabkan oleh
14

pengisolasian organofosfat oleh esterase, yang mencegah degradasi piretroid (Penettier,


2005). Walaupun DEET tidak berbagi ikatan ester, enzim yang lain seperti oksidasi telah
diketahui terlibat dalam detoksifikasi dan memiliki peran dalam sinergisme ini.

Pada area dimana resistansi piretroid tidak dapat dikontrol, penggunaan karbamat
yang dikombinasikan dapat menjadi alternatif yang efektif. Pada situasi lain, kombinasi
tersebut dapat juga digunakan sebagai suplemen piretroid. Namun, hanya asosiasi antara
insektisida dan repellent standard yang memproduksi efek sinergis yang menginhibisi
nyamuk untuk menghisap darah. Keuntungan sinergisme tersebut semakin meningkat dengan
fakta bahwa hal tersebut menurunkan secara signifikan dosis efektif yang diperlukan untuk
menghalau nyamuk.

2.8 Efek Toksikologi Propoksur terhadap Subjek Non-Target

TOKSISITAS AKUT
Propoksur diklasifikasikan sebagai sangat beracun terhadap manusia. Karbamat dapat
diserap melalui berbagai cara: bernapas, makan atau kontak dengan kulit.

Melalui penyemprotan propoksur pada aktivitas kontrol malaria oleh WHO, hanya
beberapa kasus keracunan yang ditemui. Orang-orang yang menggunakan propoksur secara
rutin menunjukkan penurunan aktivitas kolinesterase dalam darah per harinya. Tidak ada efek
adverse kumulatif pada aktivitas kolinesterase yang ditemukan. Manusia dewasa yang
mengonsumsi 90 mg dosis propoksur tidak menunjukkan gejala yang signifikan. Volunteer
pria berumur 42 tahun yang mengonsumsi 1,5 mg/kg propoksur mengalami gejala inhibisi
kolinesterase seperti mual, muntah, penglihatan kabut, naiknya detak jantung dan keringat
berlebih, dengan pemulihan sekitar tiga jam setelah dosis dikonsumsi.

Namun dengan senyawa karbamat lain, efek inhibisi kolinesterase oleh propoksur
berjangka pendek dan reversible. Gejala keracunan propoksur termasuk mual, muntah, kram
perut, berkeringat, diare, keluar air liur, lemah, tidak seimbang, penglihatan kabur, kesulitan
bernapas, dikenal sebagai incontinence. Karbamat diekskresi secara banyak dan tidak
terakumulasi dalam jaringan mamalia. Apabila paparan tidak berlanjut, inhibisi kolinesterase
berbalik secara signifikan. Pada kasus non-fatal, gejalanya tidak lebih dari 24 jam.

15

Jumlah bahan kimia yang mematikan untuk 50% hewan eksperimen disebut LD50.
LD50 untuk propoksur pada tikus bervariasi dari 83 mg/kg hingga 150 mg/kg. Pada tikus,
keracunan propoksur menghasilkan keabnormalan pada otak. LD 50 pada guinea pig adalah
40mg/kg. Kambing berumur 12 bulan memiliki LD50 lebih dari 800mg/kg. LD50 propoksur
teknis pada tikus adalah 50mg/kg untuk jantan dan 104 mg/kg untuk betina.

Propoksur dilaporkan kurang beracun ketika terserap melalui kulit daripada ketika
tertelan. 500 mg Baygon teknis yang dilarutkan dalam aseton tidak menyebabkan iritasi kulit
lebih dari 72 jam pada kelinci. Tes uji menunjukkan propoksur bukan merupakan iritan mata.

TOKSISITAS KRONIS
Paparan jangka panjang dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan paparan akut.
Pada tikus, tidak ada efek yang terlihat ketika tikus percobaan dipaparkan 7,5 mg/hari untuk
28 hari sebagai bagian dari studi oral.

Propoxur sangat terdetoksifikasi secara efisien, atau dibuat menjadi bentuk yang tidak
beracun, yang kemudian membuat tikus untuk dapat mentoleransi dosis harian yang sama
dengan LD50 insektisida tersebut untuk jangka panjang, apabila dosisnya dibuat berjangka
dalam satu hari dibandingkan diberikan sekaligus. Paparan tiga bulan terhadap tikus pada
dosis 40 mg/hari tidak mempengaruhi laju pertumbuhan, level kolinesterase, atau konsumsi
makanan.

Efek Reproduktif
Propoksur memiliki adverse effects pada tikus betina yang baru lahir yang diberikan
dosis oral 1600mg/kg antara hari ke-6 dan ke-15 kehamilan, dan 15 hari setelah melahirkan.
Keturunan dari tikus betina tersebut diberikan 5 mg/kg propoksur yang memperlihatkan
kurangnya berat saat lahir, perkembangan yang buruk pada gerak refleks, dan ketidakcocokan
sistem saraf pusat.

Efek Teratogenik
Pengurangan laju pertumbuhan teramati pada keturunan tikus yang diberikan 50, 150
atau 500 mg/kg propoksur, namun tidak ada keabnormalan teratogenik yang diamati.

Efek Mutagenik
16

Propoksur tidak menyebabkan mutasi pada enam jenis bakteri yang berbeda. Namun
turunan dari propoksur (N-nitroso) bersifat mutagenik.

Efek Karsinogenik
Tidak ada efek karsinogenik yang teramati untuk propoksur.

Toksisitas Organ
Otopsi manusia dewasa yang meninggal enam jam setelah mengonsumsi sejumlah
UNDEN, pestisida yang mengandung propoksur, menunjukkan pembengkakan otak dengan
cairan berlebih, paru-paru mengembang, dan jumlah darah yang meningkat pada kapiler
organ internal. Dosis sebanyak 50 dan 100 mg/kg propoksur pada tikus menurunkan aktivitas
kolinesterase pada otak dan darah, juga menyebabkan beberapa perubahan sel pada hati.

Bagan 4. Data Kesehatan untuk Paparan Inhalasi

17

2.9 Bahaya Penggunaan Propoksur terhadap Lingkungan

Analisis propoksur terhadap efek ekologinya dapat dijelaskan sebagai berikut.

Efek Berbahaya pada Burung


Burung yang makan pada area yang terpapar propoksur dapat terbunuh. Toksisitas
propoksur bervariasi tergantung jenis burung tersebut. LD 50 oral pada ayam adalah 47 mg/kg,
4 mg/kg pada burung liar, dan 9580 g/kg pada bebek.
Gejala akut keracunan propoksur pada burung adalah mata berair, air liur berlebih,
miskoordinasi otot diarea, dan gemetar. Tergantung jenis burung, tanda-tanda keracunan
dapat muncul lima menit setelah paparan, dan kematian antara 5 hingga 45 menit, atau
semalaman.

Efek Berbahaya pada Organisme Akuatik


Propoksur beracun pada ikan, dan juga hewan lain yang memakan ikan. LC 50 adalah
konsentrasi bahan kimia pada udara atau air yang membuntuh hewan eksperimen yang
terpapar terhadap bahan kimia tersebut pada waktu tertentu. LC50 untuk 48 jam untuk ikan
kecil adalah 19 ppb. LC50 96 jam untuk rainbow trout adalah 13,6 mg/L. LD50 oral propoksur
pada kodok adalah 595 mg/kg.

Efek pada Hewan Lain selain Target


Propoksur sangat berbahaya pada lebah madu. LD50 pada lebah lebih besar dari pada
1g/lebah. Propoksur beracun pada kehidupan liar. LD50 oral propoksur pada rusa adalah 100
hingga 350mg/kg.

2.10 Solusi Penanganan terhadap Bahaya Propoksur dalam Obat Nyamuk

Propoksur yang berbahaya terhadap lingkungan ini dapat terdegradasi dalam tanah
dan air yang dibantu dengan alkali.

Degradasi pada Tanah dan Air Tanah


Karena propoksur sangat larut dalam air (2000 g/mL) dan memiliki waktu paruh
dalam tanah yang panjang (28 hari), dan tidak terserap secara kuat dalam partikel tanah,

18

propoksur memiliki potensial yang tinggi untuk penetrasi ke dalam air tanah. Dalam satu
studi, tidak ada kehilangan propoksur dari tanah silt-loam yang diberikan propoksur selama
periode 6 bulan, namun 25% Baygon yang diberikan hilang pada pasir selama 100 hari. Pada
studi lainnya, propoksur memiliki mobilitas yang tinggi pada tanah berpasir dan tanah
lempung. Laju biodegradasi propoksur dalam tanah meningkat pada tanah yang sebelumnya
telah terpapar oleh propoksur atau pestisida metil karbamat lainnya.

Degradasi dalam Air


Propoksur tidak boleh diaplikasikan pada rawa-rawa dan muara dan harus dihindarkan
dari sumber air, danau atau kolam. Propoksur menghidrolisis atau hancur dalam air, pada laju
1,5% perhari pada larutan encer 1% pada pH 7. Air dapat terkontaminasi dengan
membersihkan peralatan, atau membuang limbah yang berkaitan dengan propoksur.

Degradasi pada Vegetasi


Propoksur tidak berbahaya terhadap tanaman. Hasil pertanian memiliki toleransi yang
baik, namun beberapa kerusakan dilaporkan pada chrysanthemum, carnation, dan
hydrangeas.
Propoksur memiliki aktivitas sitemik ketika diaplikasikan ke dalam tanah,
menunjukkan bahwa propoksur dapat memasuki akar tanaman dan naik ke dedaunan, yang
kemudian akan meracuni serangga yang memakan dedaunan tersebut.

2.10 Solusi Penanganan terhadap Bahaya Propoksur dalam Obat Nyamuk


Propoksur terhidrolisis pada media kaya alkali, dengan 50% terurai pada 20 oC dengan
waktu 40 menit pada pH 10. Propoksur harus diberikan alkali sebelum dikubur. Disarankan
menggunakan metode insinerasi untuk membuang propoksur.
Propoksur rusak relatif cepat pada sistem mamalia dan juga di lingkungan. Studi
metabolisme menunjukkan jumlah metabolit urin (seperti O-isopropoksifenil dan 2-hidrofenil
metilkarbamat) tereksresi secara cepat setelah paparan terhadap propoksur. Pada studi
metabolisme tikus, 85% propoksur yang terlabel radioaktif tereliminasi dalam waktu 16 jam,
25-35% sebagai senyawa mudah menguap CO 2 dan aseton, dan 50% di urin sebagai
konjugat.

19

Selain itu, studi yang dilakukan oleh Mahalakshmi et al (2008) menunjukkan bahwa
larutan propoksur cair dapat didegradasi dengan menggunakan TiO2 dan zeolit H yang
disupport oleh TiO 2. TiO2/H menunjukkan fotodegradasi yang meningkat karena kapaistas
adsorpsinya yang tinggi dimana molekul-molekul polutan dikumpulkan dan didegradasi
secara efektif. Selain itu, Kamanavalli dan Ninnekar (2000) meneliti bahwa bakteri spesi
Pseudomonas sp dapat mendegradasi propoksur. Bakteri tersebut mendegradasi propoksur
dengan menghidrolisisnya menjadi 2-isopropoksifenol dan metilamin, yang kemudian dapat
dimanfaatkan

menjadi sumber karbon. Kemudian di dalam air, propoksur juga dapat

didegradasi menggunakan 2,4,6-trifenilpiriliumZeolit Y sebagai fotokatalis (Sanjun et al,


2000). Propoksur yang berupa larutan encer diaerasi dan kemudian difotolisis dengan sinar
UV langsung dan membentuk jumlah kecil 2-isopropoksifenol, 1,2-dihidroksibenzena dan
isopropoksi-dihidroksibenzena.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Propoksur merupakan insektisida non-sistemik yang digunakan untuk membasmi
hama kecoa, lalat, nyamuk, dan serangga lainnya. Propoksur merupakan salah satu
insektisida berjenis karbamat yang menghalangi produksi dan kerja enzim kolinesterase,
enzim esensial pada sistem saraf dan memiliki efek knockdown pada hama target.
Apabila propoksur dicampur dengan DEET, makan keefektifannya akan meningkat
karena campuran tersebut menurunkan detoksivitas enzim lain yang terdapat pada tubuh
serangga sehingga tingkat racun yang dimiliki oleh propoksur dan DEET semakin tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa efektivitas dan efisiensi meningkat.
Toksisitas propoksur berbeda pada setiap makhluk hidup namun dalam metabolisme
mamalia dapat terurai secara lumayan cepat. Selain itu dengan bantuan alkali, bakteri
tertentu, dan zeolit yang telah dipelajari dapat membantu mendegradasi propoksur yang ada
di lingkungan.

20

3.2 Saran
Walaupun propoksur pada manusia dapat terdegradasi oleh sistem metabolisme
dengan baik, penggunaan yang berlebihan tetap tidak diperlukan. Hal ini perlu diperhatikan
dalam penggunaan obat nyamuk yang memiliki kandungan propoksur. Karena propoksur
memiliki data paparan yang berbahaya, maka dari itu penulis menyarankan untuk mengurangi
penggunaan obat nyamuk yang mengandung propoksur.
Sebaiknya dalam menangani nyamuk lebih baik kembali ke alam dengan
menggunakan kelambu atau menyimpan tanaman-tanaman yang aromanya tidak disukai oleh
nyamuk di dalam rumah atau di tempat dimana anak-anak biasa berada. Dengan melakukan
hal tersebut, tidak perlu digunakan obat nyamuk yang kandungannya dapat membahayakan
kesehatan orang-orang di sekitar kita.

DAFTAR PUSTAKA

Ware, George W., Whitacre, David M. 2004. The Pesticide Book, 6th ed. Ohio: MeisterPro
Information Resources
Sanjun, Ana et al. Degradation of propoxur in water using 2,4,6-triphenylpyrylium-Zeolite Y
as photocatalyst: product study and laser flash photolysis. Applied Catalysis B:
Environmental, 25 (4) (2000): 257-265
Mahalakshmi M. Et al. Photocatalytic degradation of aqueous propoxur solution using TiO2
and H Zeolite-supported TiO2. Journal of Hazardous Materials, 161 (1) (2009): 336343
Kamanavalli, C.M., Ninnekar H. Z. Biodegradation of propoxur by Pseudomonas species.
World Journal of Microbiology and Biotechnology, 16 (4) (2000): 329-331
Penettier et al. Combination of a non-pyrethroid insecticide and a repellent: a new approach
for controlling knockdown-resistant mosquitoes. Am. J. Trop. Med. Hyg., 72 (6)
(2005): 739-744
http://pmep.cce.cornell.edu/profiles/extoxnet/metiram-propoxur/propoxur-ext.html
21

http://www.epa.gov/caddis/ssr_ins_int.html
http://www.epa.gov/ttnatw01/hlthef/propoxur.html#ref4
http://pmep.cce.cornell.edu/profiles/extoxnet/metiram-propoxur/propoxur-ext.html

http://www.atsdr.cdc.gov/csem/csem.asp?csem=11&po=5

22

Anda mungkin juga menyukai