Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demensia tipe Alzheimer merupakan penyakit degeneratif otak yang
biasanya dimulai secara bertahap, menyebabkan orang bisa melupakan kejadian
yang baru terjadi, atau tugas- tugas rutin sehari hari. Alzheimer termasuk dalam
golongan dementia atau biasa disebut kepikunan. Kecepatan perjalanan penyakit
ini berbeda-beda pada tiap orang, namun penyakit otak ini pada akhirnya bisa
menyebabkan orang menjadi sering bingung serta bisa mengubah kepribadian dan
tingkah laku seseorang.7
Demensia merupakan suatu penurunan kualitas intelektual yang disertai
gangguan pengamatan, hingga menurunnya daya ingat yang sangat mengganggu
kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari, kemampuan untuk berkomunikasi, dan berbahasa, serta dalam
pengendalian emosi.8
Unit Riset Alzheimer Sir James McCusker Australia, yang merupakan
suatu yayasan dan penelitian untuk penyakit Alzheimer mengemukakan bahwa,
banyak orang sehat yang kurang mampu mengingat beberapa macam informasi
pada waktu menjadi tua, tetapi gejala penyakit Demensia tipe Alzheimer tidak
sesederhana gejala kelupaan seperti pada proses penuaan yang normal tersebut.
Orang dengan Demensia tipe Alzheimer akan sukar berkomunikasi, belajar,
berpikir, dan mengemukakan pendapat.
Penyakit Demensia tipe Alzheimer dapat merusak sel sel otak yang mana
tidak ditemukan pada orang tua yang normal. Penyebab Demensia tipe Alzheimer
bermacam macam, dan masih dalam penelitian. Usia dan riwayat keluarga
diidentifikasi sebagai faktor risiko yang potensial.7

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan refarat ini adalah untuk lebih mengerti dan
memahami tentang penyakit demensia tipe alzheimer dan untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Departemen Neurologi, Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Refarat ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umum agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
penyakit demensia tipe alzheimer.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Demensia


Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif
setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena
gangguan

otak

organik,

diikuti

keruntuhan

perilaku

dan

kepribadian,

dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori,


orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini
tidak reversibel, sebaliknya progresif.1
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa
disertai gangguan kesadaran.2 Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan

otak bersifat kronik / progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal
yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir , daya orientasi , daya pemahaman ,
berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai. Kesadaran tidak
berkabut , Biasanya disertai rendahnya daya fungsi kognitif , dan ada kalanya
diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku
sosial atau motivasi, sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai
otak.3
2.2. Definisi Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer

atau Senile Dementia of the Alzheimer Type

(SDAT) merupakan gangguan fungsi kognitif yang onsetnya lambat dan


gradual,degenerative, sifatnya progresif dan permanen. Awalnya pasien akan
mengalami gangguan fungsi kognitif dan secara perlahan-lahan akan mengalami
gangguan fungsi mental yang berat.1,2,3,4

2.3. Sejarah
Penyakit Alzheimer pertama kali ditemukan pada tahun 1907 oleh ahli
Psikiatri Jerman yaitu Alois Alzheimer. Dia menemukan penyakit ini setelah
mengobservasi seorang wanita yang bernama Auguste D (51 tahun) dari tahun
1901 sampai wanita ini meninggal pada tahun 1906. Wanita tersebut mengalami
gangguan intelektual dan memori tetapi tidak mengalami gangguan anggota
gerak, koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi
yang difus dan simetri, dan secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak
mengalamineuritis plaque dan degenerasi nerofibrillary. Lima tahun selanjutnya
sebelas kasus yang sama dilaporkan kembali sehingga ditetapkanlah nama
penyakit tersebut sebagai penyakit Alzheimer.2
2.4. Epidemiologi

Dari semua pasien yang mengalami demensia, 50-60 persen pasien


mengalami demensia tipe Alzheimer atau mengidap penyakit Alzheimer. Pada
umumnya risiko mengidap penyakit ini akan meningkat seiring bertambahnya
umur. Risiko akan meningkat dua kali lipat setiap lima tahun setelah umur 65
tahun. Untuk orang-orang yang berumur 65 tahun, rata-rata prevalensi laki-laki
mengidap penyakit Alzheimer sebesar 0,6 persen dan wanita sebesar 0,8 persen.
Untuk orang-orang yang berumur 90 tahun, rata-rata orang yang mengidap
penyakit ini sebesar 21 persen. Dari semua bentuk penyakit Alzheimer, 40-60
persen kasus tergolong dalam bentuk sedang dan berat. Lebih dari 50 persen
pasien Alzheimer menempati nursing home bed.1,2
Berdasarkan jenis kelamin, penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki. Rata-rata prevalensi pasien Alzheimer antara wanita dan lakilaki pada umur 85 tahun adalah 11 dan 14 persen, pada umur 90 tahun adalah 21
dan 25 persen, dan pada umur 95 tahun adalah 36 dan 41 persen. Hal ini mungkin
refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.1

2.5. Penyebab dan Faktor Risiko


Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui secara pasti, namun timbulnya
penyakit ini diduga akibat dari kumpulan beberapa faktor risiko yang dimiliki
pasien. Faktor-faktor tersebut yaitu bertambahnya usia, riwayat keluarga yang
positif Alzheimer, trauma (cedera kepala), toksin dari lingkungan (intoksikasi
logam seperti aluminum, infeksi virus, dan polusi udara/industri), gangguan
fungsi imunitas, stres (kecemasan dan sikap pesimis yang berlebihan), risiko
penyakit jantung (tekanan darah tinggi, perokok, obesitas, dan diabetes),
menurunnya sintesis neurotransmiter, sering terjadi inflamasi di otak, dan
genetik.1,2,3,5,6
Dari segi genetik, pasien yang berisiko mengidap penyakit ini adalah pasien yang
memiliki lipoprotein E-epsilon 4 (APOE e4) yang rapuh dan mudah mengalami
mutasi, protein prekursor amiloid (APP) pada kromosom 21, trisomi kromosom

21 atau downs syndrom, gen presenilin I yang terdapat di kromosom 14, dan gen
presenilin II pada kromosom 1.1,2,5
2.6. Patofisiologi
a. Neuropatologi
Karakteristik penyakit Alzheimer adalah hilangnya neuron dan sinap
di cerebral cortex dan daerah subkortikal. Oleh karena itu, daerah tersebut
menjadi atropi dan terjadi degenerasi pada temporal lobe danparietal lobe, serta
bagian dari frontal cortex dancingulate gyrus.2
Amyloid plaques dan neurofibrillary tangles secara jelas terlihat pada otak
pasien Alzheimer di bawah mikroskop. Plaques terlihat tebal, tidak larut, terdapat
deposit dari amyloid-beta protein dan cellular materialdi luar dan di sekitar
neuron. Mereka akan berkembang menjadi gumpalan serat yang tidak larut
dengan sel saraf yang sering disebut tangles. Pada pasien Alzheimer, tempat
berkumpulnya plaques dan tanglesberada pada tempat-tempat yang spesifik
sepertitemporal lobe.2

b. Biokimia
Penyakit Alzheimer diidentifikasi sebagai protein misfolding disease
(proteopathy), ini disebabkan oleh akumulasi folded A-beta yang abnormal
dan tau proteins pada otak. Plaques terbuat dari peptida kecil, 39-43 asam amino
yang disebut beta-amyloid (A beta/A). Beta-amyloid merupakan fragmen dari
protein besar yang disebut amyloid precursor protein (APP), transmembrane
protein yang mempenetrasi membran neuron. Pada penyakit Alzheimer tidak
diketahui proses yang menyebabkan APP dipecah menjadi fragmen kecil oleh
enzim yang kemudian diproteolisis. Fragmen ini akan meningkatkan serat
dari beta-amyloid yang membentuk gumpalan deposit di luar neuron yang
disebut senile plaques.2
Pada penyakit Alzheimer juga perlu diperhatikan adanya tauopathy yang
bisa

menyebabkan

agregasi tau protein

yang

abnormal.

Setiap

neuron

mempunyai cytoskeleton, struktur bagian dalamnya disebut dengan mikrotubul.


Mikrotubul ini bekerja seperti tracks, guiding nutrients,dan molecules dari badan
sel sampai akhir axon dan kembali lagi. Protein yang disebut tau menstabilkan
microtubule-associated protein. Pada penyakit Alzheimer,

tau

mengalami

perubahan kimia menjadi hyperphosphorylated, lalu mereka akan saling


berpasang-pasangan membentuk neurofibrillary tangles dan mendisintegrasikan
sistem transport neuron.2
Mekanisme penyakit :

Hipotesis

tradisional amyloid menyebutkan

akumulasi beta amyloid peptides yang mencetuskan terjadinya degenerasi neuron.


Akumulasi dari aggregated amyloid fibrils dipercaya menjadi bentuk toksik dari
protein yang berespon untuk mengacaukan cells calsium ion homeostasis, yang
menyebabkan sel menjadi mati (apoptosis). Selain itu mereka juga berkembang
menjadi A selectively di mitokondria sel otak pasien Alzheimer, menghambat
fungsi enzim dan penggunaan glukosa oleh neuron. Proses inflamasi dan sitokin
mungkin juga berperan pada patologi penyakit Alzheimer. Inflamasi secara umum
sebagai marker dari kerusakan jaringan dan kerusakan jaringan merupakan marker
dari respon imun.2
c. Genetik
Bentuk onset awal dari penyakit Alzheimer sebenarnya disebabkan oleh
mutasi tiga gen yang berbeda yaituamyloid precursor protein (APP), presenilins
1, danpresenilins 2. Mutasi pada gen APP dan presenilinsdapat meningkatkan
produksi protein kecil yang disebut A yang merupakan komponen dari senile
plaques.2
Faktor risiko genetik yang paling sering meningkatkan risiko terkena
penyakit Alzheimer adalah 4 allele dari apoprotein E (APOE). Gen ini
diimplikasikan pada 50% kasus late-onset sporadic Alzheimer.2
2.7. Gejala dan Tanda
Gejala klinis yang berkaitan dengan defisit kognitif multipel adalah
gangguan memori (termasuk ketidakmampuan untuk mempelajari informasi yang

baru atau me-recall informasi yang telah dipelajari sebelumnya), gangguan


berbahasa (aphasia), gangguan dalam kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik
meskipun fungsi organ motorik masih utuh (apraxia), gangguan dalam mengenali
objek meskipun fungsi organ sensorik masih utuh (agnosia), gangguan dalam
kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasikan, berpikir sekuensial dan
abstrak (gangguan fungsi eksekutif).1
Dalam perjalanannya, penyakit Alzheimer dapat dibagi dalam 3 fase yaitu:
Fase awal (Ringan). Pada tahap ini pasien mulai mengalami kehilangan
memori

maupun

fungsi

kognitif

lainnya,

tapi

pasien

masih

dapat

mengkompensasinya dan masih dapat berfungsi secara normal dan independen


dengan sedikit pertolongan. Sikap apatis dan kecenderungan menarik diri yang
merupakan gambaran di semua fase, mulai timbul di fase ini. Ciri-cirinya : 2,3,5,6
-

Gangguan Kognitif dan memori :

Bingung, lupa nama dan kata-kata dan menghindar berbicara untuk


mencegah kesalahan.

Mengulang pertanyaan dan kalimat.

Lupa kisah hidup mereka sendiri dan peristiwa yang baru terjadi.

Kurang mampu untuk mengorganisasikan dan merencanakan sesuatu serta


untuk berpikir logik.

Menarik diri dari lingkungan sosial dan tantangan-tantangan mental.

Disorientasi waktu dan tempat ; dapat tersesat di tempat-tempat yang


familiar.

2. Gangguan berkomunikasi mulai timbul :


-

Mulai mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri mereka sendiri.

Kadang tidak mampu untuk berbicara dengan benar meski masih dapat
berespon dan bereaksi terhadap apa yang dikatakan kepada mereka
ataupun terhadap humor yang dilontarkan.

Mengalami kesulitan untuk memahami bahan bacaan

3. Perubahan kepribadian mulai timbul :


-

Apatis, menarik diri dan menghindari orang lain.

Cemas, agitasi dan iritabel.

Tidak sensitif terhadap perasaan orang lain

Gampang marah terhadap hal-hal yang mendatangkan frustasi, rasa lelah,


ataupun kejutan.

4. Perilaku yang aneh mulai timbul :


-

Mencari dan menimbun benda-benda yang tidak berharga.

Lupa makan secara teratur ataupun hanya makan satu jenis makanan saja.
Fase menengah (sedang). Gambaran utama dari fase ini adalah

penurunan fungsi dari berbagai sistem tubuh pada saat yang bersamaan dan
membuat ketergantungan pada orang lain yang merawat menjadi meningkat.
Gangguan kognitif dan memori makin memberat, kepribadian mulai berubah dan
masalah-masalah fisik mulai meningkat. Muncul sikap agresif, halusinasi dan
paranoid. Ciri-cirinya : 2,3,5,6
1. Gangguan Kognitif dan memori yang signifikan:
-

Lupa kisah hidupnya sendiri dan peristiwa yang baru terjadi.

Mengalami kesulitan untuk mengingat nama dan wajah teman dan


keluarga. Tapi masih dapat membedakan wajah yang familiar dengannya
dari yang tidak dikenalnya.

Masih mengingat nama sendiri tetapi kesulitan untuk mengingat alamat


dan nomer telepon.

Tidak dapat berpikir logis secara jernih. Tidak dapat mengatur


pembicaraan mereka sendiri. Tidak dapat lagi mengikuti instruksi oral
maupun tulisan, masalah keuangan dan aritmatika semakin meningkat.

Terputus dari realitas. Tidak mengenal diri sendiri di depan cermin dan
dapat menganggap suatu cerita di televisi sebagai suatu kenyataan.

Disorientasi cuaca, hari dan waktu.

2. Gangguan berkomunikasi :
-

Mengalami kesulitan dalam berbicara, memahami, membaca dan menulis.

Mengulang-ulang cerita, kata-kata, pertanyaan dan bahasa tubuh.

Masih dapat membaca tetapi tidak berespon dengan tepat terhadap materi
bacaannya.

Kesulitan menyelesaikan kalimat.

3. Perubahan kepribadian mulai signifikan :


-

Apatis, menarik diri, curiga, paranoid (seperti menuduh pasangan


berhianat atau anggota keluarga ada yang mencuri).

Cemas, agitasi dan iritabel, agresif dan mengancam.

Halusinasi dan delusi muncul. Dapat melihat, mendengar, mencium dan


mengecap sesuatu yang tidak nyata.

4. Perilaku aneh yang timbul :


-

Perilaku seksual yang menyimpang (seperti : menganggap orang lain


sebagai pasangannya dan bermasturbasi di depan umum).

Berbicara sendiri (hampir sepertiga hingga setengah penderita alzheimer


berbicara sendiri).

Perubahan siklus tidur yang normal ( terjaga sepanjang malam, tidur


sepanjang siang)

5. Peningkatan dependensi :
-

Dapat makan sendiri, tetapi perlu bantuan untuk makan dan minum yang
cukup

Membutuhkan bantuan untuk berpakaian yang sesuai dengan cuaca atau


situasi

Membutuhkan bantuan untuk menyisir rambut, mandi, sikat gigi, dan


menggunakan toilet

Tidak dapat lagi ditinggalkan sendiri dengan aman (dapat meracuni diri
sendiri, membakar diri sendiri).

6. Penurunan kontrol sadar :


-

Inkontinensia uri dan feses.

Tidak merasa nyaman duduk di kursi atau di toilet.

10

Fase Lanjut (berat). Pada fase ini dapat dijumpai kemunduran


kepribadian, gejala kognitif dan fisik memberat. Tingkah laku yang liar di fase
awal perkembangan penyakit berubah menjadi lebih tumpul.2,3,5,6
Beberapa ciri khasnya : 2,3,5,6
1. Kognitif dan memori yang makin memburuk :
-

Tidak mengenali lagi orang yang familiar, termasuk istri dan anggota
keluarga yang lain.

2. Kemampuan komunikasi benar-benar menghilang :


-

Tampak merasa tidak nyaman. Tetapi dapat berteriak bila disentuh ataupun
bergerak.

Tidak mampu untuk tersenyum dan berkata-kata, atau berbicara dengan


inkoheren.

Tidak dapat menulis dan memahami material bacaan.

3. Kontrol sadar terhadap tubuh hilang :


-

Tidak dapat mengontrol gerakan, otot-otot terasa kaku.

Inkontinensia urin dan fecal komplit.

Tidak dapat berjalan, berdiri, sit up, ataupun mengangkat kepala tanpa
bantuan orang lain.

Tidak dapat menelan makanan dengan mudah, sering tersedak .

4. Dependensi komplit terhadap orang lain :


-

Membutuhkan bantuan di segala aktivitas hidupnya.

Membutuhkan perawatan sepanjang waktu.

5. Penurunan derajat kesehatan yang bermakna :


-

Sering terjadi infeksi, kejang-kejang, penurunan berat badan, kulit menjadi


tipis dan mudah terluka serta adanya refleks-refleks abnormal.

6. Tubuh melemah :
-

Menolak makan atau minum, berhenti kencing, tidak dapat berespon


terhadap lingkungan.

Hanya dapat merasakan dingin dan rasa tidak nyaman, serta hanya
berespon minimal terhadap sentuhan.

Kelelahan dan tidur yang berlebihan.

11

Organ-organ sensoris tidak berfungsi lagi ; bila organ sensoris masih


berfungsi, otak tidak mampu menerima input.

7. Perubahan kepribadian :
-

Apatis, menarik diri.

Kepribadian yang tumpul.

8. Perilaku yang aneh :


-

Menyentuh sesuatu benda berulang-ulang.

2.8. Diagnosis
Diagnosis pasti dari penyakit Alzheimer hanya bisa dikonfirmasi secara
histopatologi atau melalui pemeriksaan postmortem. Penyakit Alzheimer biasanya
didiagnosis dengan melihat riwayat pasien, gejala dan tanda klinis yang dialami
pasien, karakteristik neurologikal (untuk menentukan diagnosis banding) dan
neuropsikologikal (untuk mengevaluasi gangguan kognitif, contohnya : minimental state examinationatau MMSE).2
Pemeriksaan computed

tomography

(CT) atau magnetic

resonance

imaging (MRI), dan dengan single photon emission computed tomography


(SPECT) atau positron

emission

tomography

(PET) digunakan

untuk

membedakan subtipe dari demensia. Pemeriksaan fungsi intelektual dengan tes


memori dapat membedakan derajat penyakit Alzheimer.2
Ada delapan kriteria gangguan kognitif yang sering dialami pasien Alzheimer
yaitu memori, bahasa, persepsi, perhatian, costructive abilities, orientasi,problem
solving, dan functional abilities. Kriteria ini sesuai dengan NINCDS-ADRDA
Alzheimers Criteriayang terdapat pada Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-IV-TR) yang dipublikasikan olehAmerican Psychiatric
Association.2
2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan
suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.

12

Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang


menguntungkan. 9
a. Inhibitor Kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk
pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer
didapatkan penurunan kadar

asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar

asetilkolin dapat digunakan antikolinesterase yang bekerja secara sentral.


Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menyatakan bahwa obat-obatan
antikolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan
penderita alzheimer.9
Beberapa contoh obat kolinesterase yang saat ini sering digunakan yaitu :
Donepezil (Aricept). Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat
ringan sampai sedang. Efek samping obat ini lebih sedikit daripada tacrine. Obat
ini tidak menimbulkan peningkatan kadar ALT dan efek samping terhadap perut
juga sedikit.1,2,3,4,5
Rivastigmine (Exelon). Obat ini dapat membantu meningkatkan aktifitas
pasien seperti makan sendiri, memakai baju sendiri, mengurangibehavioral
symptoms (delusi dan agitasi), dan meningkatkan fungsi kognitif (berpikir,
mengingat, dan berbicara).1,2,3,4,5
Galantamine (Reminyl). Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer
derajat ringan sampai sedang. Efek samping obat ini juga sedikit.1,2,3,4,5
Memantine (Namenda). Cara kerja dari obat ini berbeda dan lebih
kompleks apabila dibandingkan dengan obat donepezil, rivastigmine dan
galantamine.. Obat ini bekerja dengan menghambat pembentukan glutamat yang
merupakan respon dari kerusakan sel sel otak yang terjadi sehingga dapat lebih
memperparah tingkat kerusakan sel. Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer
derajat berat Efek samping yang ditimbulkan adalah neurotoxic. Kadang-kadang
obat ini dikombinasikan dengan donepezil.1,2,3,4,5
b. Thiamin

13

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan


penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate
(75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada
nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3
bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.9
c. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki
fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000
mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang
bermakna.9
d. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan
noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral
selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki
fungsi kognitif.9
e. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi)
dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi
sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari).9
f. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan
bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada
pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,

14

disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan


fungsi kognitif.9
2.10. Intervensi Psikososial
Terapi ini bertujuan agar penderita Alzheimer menjadi lebih mengenal, lebih siap
menghadapi penyakitnya, dan lebih dapat memanage dirinya sendiri. 2 Intervensi
psikososial dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu :
Pendekatan prilaku, yaitu dengan mengidentifikasi dan menurunkan masalah
prilaku pasien seperti mengompol danwandering.2
Pendekatan emosi, meliputi reminiscence therapy (bermanfaat untuk kognitif
dan mood pasien), validation therapy, supportive psychotherapy, sensory
integration disebut jugasnoezelen, dan simulated presence therapy.2
Pendekatan kognitif, yaitu dengan melatih kemampuan berpikir pasien,
mengenal lingkungan pasien, dan berusaha mengingatnya.2
Pendekatan stimulasi orientasi, yaitu dengan terapi kesenian, terapi musik,
terapi binatang peliharaan, beraktifitas, dan rekreasi.2
2.11. Caregiving
Caregiver diperlukan ketika pasien telah mengalami kesulitan dalam beraktifitas
setiap hari seperti sulit menelan dan bergerak. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
progresivitas penyakit dan menghindari penyakit penyerta lainnya (malnutrisi dan
infeksi).2
2.12. Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita probable alzheimer menunjukkan
bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu:
1. Derajat beratnya penyakit
2. Variabilitas gambaran klinis
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer

15

mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan
biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.
2.14. Pencegahan
Penyakit Alzheimer tidak dapat dicegah secara langsung, namun dengan
menghindari faktor risiko maka risiko terkena penyakit Alzheimer akan
berkurang. Cara untuk mengurangi faktor risiko tersebut dapat dilakukan dengan
bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga; mediterranean dietyaitu
dengan mengonsumsi buah dan sayur (sayur dan buah segar mengandung
antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas), roti, gandum dan
sereal, minyak zaitun, ikan, dan anggur merah; mengonsumsi beberapa vitamin
seperti vitamin B12, B3, C, atau asam folat; makan makanan yang
mengandung ginkgo biloba; tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol; dan
meditasi relaksasi atau yoga. Selain bergaya hidup sehat, menjaga kebugaran
mental atau latihan otak juga penting untuk dilakukan. Cara menjaga kebugaran
mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai
pengetahuan.2,5
Selain itu, penggunaan NSAIDs (non-steroidal anti-inflammatory drug)
secara jangka panjang dapat mengurangi risiko penyakit Alzheimer. Terapi
penggantian hormon juga dapat mencegah perkembangan penyakit Alzheimer.2,5

16

BAB 3
KESIMPULAN
Penyakit Alzheimer

atau Senile Dementia of the Alzheimer Type

(SDAT) merupakan gangguan fungsi kognitif yang onsetnya lambat dan


gradual, degenerative, sifatnya progresif dan permanen. Awalnya pasien akan
mengalami gangguan fungsi kognitif dan secara perlahan-lahan akan mengalami
gangguan fungsi mental yang berat.
Sampai saat ini penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik
sangat menentukan (riwayat keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya
sebagai pencetus ekspresi genetik.
Diagnosis pasti dari penyakit Alzheimer hanya bisa dikonfirmasi secara
histopatologi atau melalui pemeriksaan postmortem. Penyakit Alzheimer biasanya
didiagnosis dengan melihat riwayat pasien, gejala dan tanda klinis yang dialami
pasien, karakteristik neurologikal dan neuropsikologikal. Pemeriksaan computed

17

tomography (CT)atau magnetic resonance imaging (MRI), dan dengan single


photon

emission

computed

tomography

(SPECT) ataupositron

emission

tomography (PET) digunakan untuk membedakan subtipe dari demensia.


Pemeriksaan fungsi intelektual dengan tes memori dapat membedakan derajat
penyakit Alzheimer.
Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan,
hanya dilakukan secara empiris, simptomatik, dan suportif untuk menyenangkan
penderita atau keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, B.J dan Sadock, V.A. (2007), Delirium Dementia and Amnestic and
Other Cognitive Disorders, Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Philadelphia, USA
2. Anonim, (2009, January 12-last update), Alzheimers disease,(Wikipedia),
Available :http://en.wikipedia.org/wiki/Alzheimers_disease(Accessed : 16
November 2013)
3. Anonim, (2008, November-last update), Alzheimers Disease Fact Sheet,
(NIH Publication), Available :http://www.nia.nih.gov/Alzheimers (Accessed :
16 November 2013)
4. Anonim, (2008, Desember 9-last update), NINDS Alzheimers Disease
Information Page,(NINDS),
Available
:http://www.ninds.nih.gov/disorders/alzheimersdisease/alzheimersdisease.htm(
Accessed : 16 November 2013)
5. Anonim, (2009-last update), Alzheimers Disease,(The Free Dictionary),
Available : http://medicaldictionary.thefreedictinary.com/Alzheimers+disease
(Accessed : 16 November 2013)

18

6. Crevoiserat, Stacey E (2009-last update), Alzheimers Disease Risk Factors,


Symptoms, and Stages,( about-alzheimers.net),
Available : http://EzineArticles.com/?
expert=Stacey_E._Crevoiserat (Accessed : 16 November 2013)
7. Erik Tapan, 2005. Penyakit Degeneratif. Kelompok Gramedia, Jakarta. Elek
Media Komputindo.
8. Faisal Yatim, 2003. Pikun (Demensia), Penyakit Alzheimer, dan Sejenisnya,
Bagaimana Cara Menghindarinya. Jakarta, Pustaka Populer Obor.
9. Japardi Iskandar, 2002. Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Medan, USU digital library

Anda mungkin juga menyukai