Alveolektomi
Alveolektomi
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
ALVEOLOPLASTI SEBAGAI
TINDAKAN BEDAH PREPROSTODONTIK
Gabriella Aditya
Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut-Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRACT
Changes in oral and dental tissues occured with the progress of aging. The
alveolar bone is undergone a resorption which requires action in order to maintain
several functions such as esthetic, mastication and phonetic. In edentulous old
people, denture is important. However, in the process of making denture, there are
problems in its preparation, adaptation and stabilization. Therefore, a careful
measure to overcome these problems should be taken, among which is a
consideration to perform a preprosthetic surgery, namely, alveoloplasty. This type of
surgery is meant to preserve good dental supporting tissue. (J Kedokter Trisakti
1999;18(1) : 27 - 33)
lic
k
.d o
.c
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
melakukan
sebagian
transversal, atau
pengambilan
besar prosesus
septa, serta plat luar dan dalam alveolus
dengan menggunakan tang potong.
Shearer mempublikasikan External
Alveolectomy pada tahun 1920, yang
menggambarkan teknik yang digunakannya sejak tahun 1905. Sejak teori Willard
dipublikasikan, banyak yang mendukung
maupun menentang keseluruhan konsep
alveolektomi serta tindakan bedah untuk
melakukan pembuangan gigi. Banyak
dokter
gigi
maupun
prostodontis,
termasuk De Van, merekomendasikan
tindakan alveolektomi pada masa awal
1920-an, tetapi 10 tahun kemudian ia
mengundurkan diri dari jabatannya dan
menyatakan bahwa tindakan alveolektomi
yang sebelumnya ia anjurkan merupakan
kesalahan
terbesar
dalam
karier
profesionalnya.
Molt, pada tahun 1923 mendorong
digunakannya preoperasi studi model
untuk menghindari dilakukannya tindakan
bedah yang terlalu luas. Ia menganjurkan
agar sedapat mungkin septum interdental
dipertahankan sehingga dapat berfungsi
sebagai matriks pada proses regenerasi
tulang. Ia juga menganjurkan agar penutupan jaringan lunak tidak terlalu tegang,
serta tidak terlalu rapat menutupi margin
yang luka; untuk mempertahankan kedalaman sulkus vestibular.
Masalah resorbsi tulang berlebih
yang mengikuti suatu tindakan alveolektomi mulai diakui pada tahun 1936,
pada saat O. T. Dean mempubli--kasikan
suatu teknik yang benar-benar baru yaitu
Intra-Septal Alveolectomy yang pertama
kali digunakannya pada tahun 1916.
Berbeda dengan para pendahulunya di
bidang bedah prepros-todontik, ia menganjurkan untuk mempertahankan korteks
labial pada waktu pembuangan tulang
interradikular medular. Dengan metode ini
ia dapat mematahkan dan membengkokkan korteks labial ke arah palatal,
serta membentuknya sesuai bentuk yang
diinginkan. Dengan teknik ini maka
lic
k
.d o
.c
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
INDIKASI ALVEOLOPLASTI
Dalam melakukan alveoloplasti ada
beberapa keadaan yang harus dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi.
Keadaan-keadaan tersebut antara lain :
(i) pada rahang di mana dijumpai
neoplasma yang ganas, dan untuk
penanggulangannya
akan
dilakukan
terapi radiasi(1,3), (ii) pada prosesus
alveolaris yang dijumpai adanya undercut;
cortical plate yang tajam; puncak ridge
yang tidak teratur; tuberositas tulang; dan
elongasi, sehingga mengganggu dalam
proses pembuatan dan adaptasi gigi
tiruan(1,10), (iii) jika terdapat gigi yang
impaksi, atau sisa akar yang terbenam
dalam tulang; maka alveoloplasti dapat
mempermudah pengeluarannya, (iv) pada
prosesus alveolaris yang dijumpai adanya
kista atau tumor, (v) akan dilakukan
tindakan apikoektomi (1), (vi) jika terdapat
ridge prosesus alveolaris yang tajam atau
menonjol sehingga dapat menyebabkan
facial neuralgia maupun rasa sakit
setempat(1,4,10), (vii) pada tulang interseptal
yang terinfeksi; di mana tulang ini dapat
dibuang
pada
waktu
dilakukan
gingivektomi, (viii) pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan
alveoloplasti yang
bertujuan
untuk
memperbaiki hubungan antero-posterior
antara maksila dan mandibula (1), (ix)
setelah tindakan pencabutan satu atau
beberapa gigi, sehingga dapat segera
dilakukan pencetakan yang baik untuk
pembuatan gigi tiruan(10), (x) adanya torus
palatinus (palatal osteoma) maupun torus
lic
k
.d o
.c
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
lic
k
.d o
.c
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
TEKNIK-TEKNIK ALVEOLOPLASTI
Starshak (1971) mengemukakan 5
macam teknik alveoloplasti, yaitu : (i)
teknik Alveolar Kompresi, (ii) teknik
Simpel Alveoloplasti, (iii) teknik KortikoLabial Alveoloplasti, (iv) teknik Dean
Alveoloplasti, dan (v) teknik Obwegeser
Alveoloplasti.
Teknik Alveolar Kompresi
Merupakan teknik alveoloplasti yang
paling mudah dan paling cepat. Pada
teknik ini dilakukan penekanan cortical
plate bagian luar dan dalam di antara jarijari. Teknik ini paling efektif diterapkan
pada pasien muda, dan harus dilakukan
setelah semua tindakan ekstraksi, terutama pada gigi yang bukoversi. Tujuan
dilakukannya tindakan ini adalah untuk
mengurangi lebar soket dan menghilangkan tulang-tulang yang dapat
menjadi undercut.
Teknik Simpel Alveoloplasti
Teknik ini dapat digunakan jika
dibutuhkan pengurangan cortical margin
labial atau bukal, dan kadang-kadang
juga alveolar margin lingual atau palatal.
Biasanya digunakan flep tipe envelope,
tetapi kadangkala digunakan juga flep
trapesoid dengan satu atau beberapa
insisi. Pada teknik ini pembukaan flep
hanya sebatas proyeksi tulang, karena
pembukaan yang berlebihan pada bagian
apikal dapat menyebabkan komplikasikomplikasi yang tidak diinginkan.
lic
k
.d o
.c
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
KOMPLIKASI TINDAKAN
ALVEOLOPLASTI
Dalam melakukan suatu tindakan
bedah tidak terlepas dari kemungkinan
terjadinya komplikasi, demikan pula
halnya dengan alveoloplasti. Dimana
komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi
antara lain: rasa sakit, hematoma,
pembengkakan yang berlebihan, timbulnya rasa tidak enak pasca operasi
(ketidaknyamanan), proses penyembuhan
yang lambat, resorbsi tulang berlebihan (9),
serta osteomyelitis (3). Tetapi semua hal
tersebut dapat diatasi dengan melakukan
prosedur operasi serta tindakan-tindakan
pra dan pasca operasi yang baik.
KESIMPULAN
Tujuan utama dari suatu tindakan
bedah preprostodontik adalah untuk
mempersiapkan bentuk ridge sehingga
dapat memberikan dukungan terbaik bagi
gigi tiruan dalam hal stabilitas maupun
retensi.(7) Selain itu alveoloplasti dilakukan
untuk membentuk prosesus alveolaris
lic
k
.d o
.c
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c
F -X C h a n ge
F -X C h a n ge
c u -tr a c k
N
y
bu
to
DAFTAR PUSTAKA
1. Archer, W. H. Oral and Maxillofacial
Surgery. 5th ed. Vol. I. Philadelphia:
Saunders, 1975: 135, 179-187.
2. Birn, H. and Winther, J. E. Manual of
Minor Oral Surgery A Step by Step Atlas.
1st ed. Philadelphia: Saunders, 1975: 109115.
3. Guernsey, L. H. Preprosthetic Surgery. In:
Kruger, G. O., editor. Textbook of Oral
and Maxillofacial Surgery. 5th ed. St.
Louis: Mosby, 1979: 111.
4. Indresano, A. T. and Laskin, D. M.
Procedures to Improve the Bony Alveolar
Ridge. In: Laskin, D. M., editor. Oral and
Maxillofacial Surgery. St. Louis: Mosby,
1985: 293-305.
5. Laufer, D., Glick, D., Gutman, D. and
Sharon, A. Patient Motivation and
6.
7.
8.
9.
10.
lic
k
.d o
.c
.d o
lic
to
bu
O
W
!
PD
O
W
!
PD
c u -tr a c k
.c