Anda di halaman 1dari 41

LAPORA TUTORIAL

BLOK KURATIF DAN REHABILITATIF III


Perawatan Compromised Medic

Oleh :
KELOMPOK TUTORIAL 3
Tutor :
drg. Ekyantini Widyowati

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2014
ANGGOTA KELOMPOK TUTORIAL 3:

Ketua

: Alifah Sarah D

111610101020

Scriber Papan

: Yuntari Daniyati

111610101028

Scriber Meja

: Dyah Kurnia Aulia

111610101016

Anggota

:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mila Aditya Zeni


Ni Putu Inda
Tatit Fitri Pusparani
Ira Laila O.A.A
Afif Surya Adena
Benny Santoso

111610101017
111610101018
111610101033
111610101037
111610101059
111610101076

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat,
taufik dan hidayahnya sehingga penyusunan laporan tutorial Perawatan
Compromised Medic ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan tutorial ini
merupakan syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan pada Blok Kuratif dan
Rehabilitatif.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. drg. Ekyantini Widyowati selaku selaku tutor
kelompok tutorial III yang

pembimbing dalam

telah banyak memberikan dukungan,

bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan tutorial.


2. Para dosen pemateri Blok Kuratif dan Rehabilitatif III yang telah
memberikan ilmu.
3. Teman-teman kelompok tutorial 3 dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Tiada gading yang tak retak, bagitu pula kami sangat menyadari bahwa dalam
pembuatan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
sangat mangharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat di kemudian hari, khususnya
dalam bidang kedokteran gigi di kalangan Universitas Jember.

Jember, Februari 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ 1
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 3
DAFTAR ISI........................................................................................................ 4
Skenario........................................................................................................... 5
Clarifying Unfamiliar terms............................................................................ 5
Menetapkan Permasalahan.............................................................................. 4
Brainstorming.................................................................................................. 5
Mapping........................................................................................................... 14
Learning Onjective.......................................................................................... 15
Reporting/generalization................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 42

I. Skenario
Seorang anak laki-laki, umur 8 tahun mengeluhkan gigi belakang kanan
bawah sakit sejak 3 hari yang lalu. Rasa sakit muncul tanpa sebab ketika sedang
4

bermain maupun belajar, sehingga tidak bisa masuk sekolah. Dari anamnesa
diketahui bahwa apabila terluka, perdarahannya sulit dihentikan sehingga harus
dibawa ke dokter. Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi 75 karies profunda
disebelah oklual yang mengarah ke distal. Gigi tersebut masih vital. Gambaran
ronsenologis terlihat atap pulpa sudah perforasi, bifurkasi dan akar gigi baik, dan
benih gigi pengganti masih dibawah tulang alveolaris crest. Dokter gigi
mendiagnosis pulpitis irreversible pada gigi 75. Oleh karena mempunyai riwayat
pada perdarahannya, maka dilakukan konsul supaya compromised medic yang
dilakukan berhasil dengan baik.
II.Clarifying Unfamiliar Terms
II.1Compromised medic
Secara harfiah, arti dari compromised ialah beresiko/berbahaya dan medic
ialah medikasi.
Pasien dengan kondisi medik kompromais adalah seseorang dengan
kondisi medis ataupun perawatan medis yang rentan terhadap infeksi maupun
komplikasi serius (Marsh & Martin, 1999). Pasien medis kompromais adalah
seseorang yang mengidap satu ataupun lebih penyakit dan sedang menjalani satu
atau lebih medikasi sebagai perawatan penyakitnya tersebut (Ganda, 2008). Aspek
khusus yang perlu diperhatikan adalah efek obat anestesi terhadap kondisi
tersebut, potensi interaksi obat, serta kegawatdaruratan medis (Coulthard, et al.,
2003).
III.
Menetapkan Permasalahan
III.1
Apa tujuan dari compromised medic?
III.2
Apa saja penyakit yang tergolong compromised medic?
III.3
Apa tindakan yang harus dilakukan dokter gigi sebelum
perawatan?
III.4
Apa Rencana Perawatan yang harus dilakukan dokter gigi pada
gigi 75 dengan diagnosa pulpitis irreversible pada pasien tersebut yang
mengalami gangguan perdarahan?
III.5
Bagaimana cara mengetahui tes laboratorium dari pasien pada
skenario?
IV.

Brainstorming
IV.1 Tujuan Compromised Medic
1. Memberikan pertolongan pertama pada pasien.
2. Menstabilkan keadaan pasien.

3. Memberi perawatan yang sesuai agar dokter gigi dapat bertindak dengan
hati-hati terhadap kondisi sistemik pasien sehingga tidak terjadi komplkasi.
4.Mengantisipasi dan mengendalikan situasi pada saat pemeriksaan dan
perawatan.
5.Agar pasien mendapatkan pelayanan yang holistik, komperhensif dan
professional.
IV.2 Penyakit Compromised Medic di bagi menjadi 8 kategori:
Endocrine disorder
Cardiovaskular disorder
Penyakit jantung mempunyai hubungan penting dengan praktek
kedokteran gigi karena banyak alasan, termasuk resiko bahwa
pengobatan oral bisa mengakibatkan endokarditis bakterialis, penjalaran
nyeri insufisiensi koroner ke wajah bagian bawah dan mandibulum, dan
bahaya anestesi umum dan anestesi lokal dengan adrenalin pada pasien
demikian.
Respiratory disease
Haematological disorder
Klasifikasi Kelainan Perdarahan:
Ada beberapa macam kelainan perdarahan, yaitu sebagai berikut (Rose,
Louis F.1997):
I.Nonthrombocytopenic purpuras
a. Vascular wall alterations :
(1) Scurvy
(2) Infection
(3) Chemicals
(4) Allergy
b. Disorders of platelet function
(1) Genetic defects (Bernard-Soulier disease)
(2) Drugs:

(a) Aspirin
(b) NSAIDs
(c) Alcohol
(d) Beta-lactam antibiotics
(e) Penicillin
(f) Cephalothins
(3) Allergy
(4) Autoimmune disease
(5) von Willebrand's disease (secondary factor VIII deficiency)
(6) Uremia
II. Thrombocytopenic purpuras
a. Primaryidiopathic
b. Secondary :
(1) Chemicals
(2) Physical agents (radiation)
(3) Systemic disease (leukemia)
(4) Metastatic cancer to bone
(5) Splenomegaly
(6) Drugs
NSAIDs, Nonsteroidal antiinflammatory drugs.
(a) Alcohol
(b) Thiazide diuretics
(c) Estrogens
(d) Gold salts
(7) Vasculitis
(8) Mechanical prosthetic heart valves
(9) Viral or bacterial infections
III. Disorders of coagulation
a. Inherited
(1) Hemophilia A (deficiency of factor VIII)

(2) Hemophilia B (deficiency of factor IX)


(3) Others
b. Acquired
(1) Liver disease
(2) Vitamin deficiency :
(a) Biliary tract obstruction
(b) Malabsorption
(c) Excessive use of broad-spectrum antibiotics
(3) Anticoagulation drugs :
(a) Heparin
(b) Coumarin
(c) Aspirin and NSAIDs
(4) Disseminated intravascular coagulation (DIC)
(5) Primary fibrinogenolysis

Klaasifikasi gangguan perdarahan menurut, Lockhart ;

Liver disease
Renal disease
Allergies
Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara
lain: anestetik lokal, antibiotik, analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai
bahan atau produk-produk dental lainnya.. Reaksi alergi, yang terjadi selama atau
setelah perawatan gigi, merupakan salah satu masalah serius yang mungkin
terjadi.

IV.3

Dental Management Pada Pasien Dengan Kelainan Perdarahan


1. Pengidentifikasian Pasien
Ada empat metode atau cara yang dapat digunakan seorang dokter gigi
untuk

dapat

mengidentifikasi

pasien

yang

mempunyai

masalah

pada

perdarahannya. Dibutuhkan keahlian untuk pengaplikasian seberapa baik seorang


dokter gigi dapat menjaga pasien-pasien tersebut dari bahaya perdarahan hebat
setelah perawatan bedah kedokteran gigi. Empat metode tersebut yaitu sebagai
berikut (Rose, Louis F.1997):
Pemeriksaan riwayat medis pasien
Riwayat penyakit pasien harus dibuat selengkap mungkin. Pertanyaanpertanyaan hendaknya disusun secara berurutan dimulai dari pengalamanpengalaman pasien terdahulu. Beberapa penyakit gangguan perdarahan dapat
diturunkan, sehingga pertanyaan juga perlu diarahkan ke anggota keluarga yang
lain. Pengelompokan pertanyaan dilakukan sesuai dengan jenis-jenis penyakit
gangguan perdarahan yang mungkin dapat terjadi. Adapun pertanyaan tersebut
meliputi: apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan perdarahan,
apakah pernah mengalami perdarahan yang cukup lama setelah dilakukan
tindakan pembedahan seperti operasi dan cabut gigi, apakah pernah terjadi
perdarahan yang cukup lama setelah mengalami trauma, apakah sedang meminum
obat-obatan untuk pencegahan gangguan koagulasi atau sakit kronis, riwayat
penyakit terdahulu, dan apakah pernah mengalami perdarahan spontan.
Pemeriksaan Fisik
Penderita dengan gangguan pembekuan darah akan jelas terlihat pada kulit
dan membran mukosa sesaat setelah terjadi trauma ataupun tindakan invasif lain.
Terlihat adanya jaundice, spider angiomas, ecchymosis, dan sedikit tremor saat
memegang sesuatu akan didapatkan pada penderita liver. Kira-kira 50% penderita
liver akan mengalami penurunan jumlah platelet oleh karena terjadi
hipersplenisme akibat efek hipertensi portal sehingga didapatkan adanya ptechiae
pada kulit dan mukosa.

10

a
Gambar 1. a. Jaundice dan b. Spider Angioma

Gambar 2. a. Ecchymosis, b. Hiperplasi Gusi, c. Ptechiae pada Tangan,


dan d. Ptechiae pada Palatum
Screening clinical laboratory tests
PT, aPTT, TT, PFA-100, Jumlah Platelet
Pengawasan terhadap perdarahan hebat setelah prosedur bedah
2. Modifikasi Rencana Perawatan

11

Persiapan yang baik disajikan untuk pasien-pasien dengan berbagai macam


masalah perdarahan. Pasien dengan cacat congenital pembekuan darah harus
didukung untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan rongga mulut pasien, karena
sebagian besar perawatan kedokteran gigi pada pasien sekarang disulitkan dengan

kebutuhan untuk mengembalikan faktor yang hilang. Perawatan kedokteran gigi


sering membutuhkan rawat inap di rumah sakit untuk pasien dengan cacat yang
parah. aspirin dan jenis NSAID lainnya sebaiknya tidak digunakanuntuk
menghilangkan sakit pada pasien yang sedang menerima medikasi antikoagulan.
Berbagai senyawa yang terdapat di aspirin antara lain: Anacin, Synalgos-DC,
Fiorinal, Bufferin, Alka-Seltzer, Empirin dengan Codeine, dan Excedrin (Rose,
Louis F.1997).
3. Komplikasi dan Manifestasi
Pasien dengan kelainan perdarahan pernah mengalami perdarahan gingival
secara spontan (spontaneous gingival bleeding). Jaringan rongga mulut (seperti
soft palate, lidah, mukosa pipi) kemungkinan terdapat petechiae, ecchymoses,
jaundice, pallor, dan ulser. Spontaneous gingival bleeding dan petechiae biasanya
ditemukan pada pasien yang menderita trombositopenia.
Hemarthrosis pada TMJ jarang ditemukan dengan kelainan perdarahan dan
tidak ditemukan pada pasien yang menderita trombositopenia. Pembesaran
kelenjar parotid glands bisa dihubungkan dengan penyakit hati kronis yang paling
sering ditemukan pada para pecandu alcohol. Individu penderita leukemia bisa
ditandai dengan adanya general gingival hiperplasi (Rose, Louis F.1997).
Pada skenario, penatalaksanaan pasien dengan kelainan perdarahan dapat
dilakukan dengan cara;
1. medikasi untuk menghilangkan rasa sakitnya. Dihindari pemberian
analgesik berupa aspirin dan jenis NSAID lainnya. Oleh karena
pemberian obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet.
2. Pada pasien dengan gangguan perdarahan di konsul pada dokter spesialis
untuk memantau keadaan dan dokter gigi dapat menentukan perawatan
yang akan dilakukan.
3. Pemeriksaan laboratotorium harus dilakukan pasien dengan gangguan
IV.4

perdarahan.
Rencana Perawatan

12

Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi 75 karies profunda perforasi dan benih
gigi pengganti masih dibawah tulang alveolar crest setelah itu dokter gigi
mendiagnosa pulpitis irreversible pada gigi 75, jadi perawatan yang dapat
dilakukan yaitu pulpotomi devital, karena perawatan dengan pulpotomi devital
diindikasikan untuk pasien dengan gangguan perdarahan. Pasta yang digunakan
yaitu; ZOE, formokresol, CaOH2.
IV.5

Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratoris yang dilakukan bagi penderita dengan

gangguan perdarahan adalah partial thromboplastin time (PTT), prothrombin time


(PT), platelet count, ivy bleeding time, platelet function analyzer 100 (PFA-100),
dan thrombin time. Partial thromboplastin time (PTT) digunakan untuk
memeriksa sistem intrinsik (faktor VIII, IX, XI, dan XII) dan jalur utama (faktor
V dan X, protrombin, dan fibrinogen). Tes ini juga merupakan tes terbaik untuk
screening gangguan koagulasi. Prothrombine time digunakan untuk memeriksa
jalur ekstrinsik (faktor VII) dan jalur utama (faktor V dan X, prothrombin, dan
fibrinogen). Platelet count digunakan untuk memeriksa penyebab-penyebab
gangguan perdarahan akibat trombositopenia. Angka normal platelet count adalah
140.000-400.000/mm3 dari keseluruhan jumlah darah. Ivy bleeding time
digunakan untuk melihat gangguan fungsi platelet dan trombositopenia. Platelet
function analyzer 100 (FA-100) merupakan pemeriksaan invitro untuk mendeteksi
disfungsi platelet. Trombine time menunjukkan jumlah fibrinogen yang ada di
dalam darah.
V.

Mapping

Pemeriksaan Klinis

Riwayat Medis

Diagnosa
13

Rencana Perawatan

Rencana Perawatan

VI.

Learning Objective
1. Mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai macam-macam penderita
dengan Compromised medic.
2. Mampu mengetahui dan menjelaskan dental management pada pasien
dengan compromised medic.
3. Mampu mengetahui dan menjelaskan prosedur perawatan pada skenario.

VII.

Reporting/Generalization
VII.1
Macammacam penderita dengan Compromised medic
a. Gangguan perdarahan

Tabel 1. Perawatan Medis pada Penderita Gangguan Perdarahan


Jenis Penyakit
Von Willebrands disease

Hemofilia A

Defek
Defisiensi atau
kelainan vWF yang
menyebabkan
kerusakan adhesi
platelet, defisiensi
faktor VIII
Defisiensi atau defek

Tindakan Medis
DDAVP, EACA,
mengganti faktor VIII
yang dirusak oleh vWF

DDAVP, EACA, faktor

14

pada faktor VIII

Hemofilia B
Trombositopeni primer

Trombositopeni sekunder

Bernard-Soulier

Penyakit Liver

DIC

Defisiensi atau defek


pada faktor IX
Platelet mengalami
kerusakan akibat
proses autoimun
Defisiensi platelet yang
Menyebabkan
terjadinya percepatan
destruksi platelet,
berkurangnya produksi
platelet, dan platelet
abnormal
Defek genetik pada
membran
platelet; tidak terdapat
glicoprotein Ib (GP-Ib)
yang menyebabkan
gangguan pada adhesi
platelet
Defek pada faktor
koagulasi multipel

Defek faktor koagulasi


multipel yang
menimbulkan
degradasi fibrin dan
fibrinogen
sehingga terjadi
fibrinolisis dan
trombositopeni
Penatalaksanaan Di Bidang Kedoketran Gigi

VIII; porcine faktor VIII,


PCC, aPCC, faktor VIIa,
dan atau pemberian
steroids
Pemberian faktor IX
Pemberian prednisone,
IV gamma globulin; dan
platelet transfusion
Tranfusi platelet

Tranfusi platelet

Pemberian vitamin K,
pemberian terapi
pengganti hanya bila ada
perdarahan serius setelah
tindakan pembedahan
Pemberian heparin,
cryoprecipitate atau
pemberian fresh frozen
plasma sebagai pengganti
fibrinogen, transfusi
platelet

Metode pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi saat


mengidentifikasi pasien dengan kelainan perdarahan adalah membuat riwayat

15

penyakit secara lengkap, pemeriksaan fisik, skrining laboratoris, dan observasi


terjadinya perdarahan yang luas setelah tindakan pembedahan.
-

Tindakan Pencegahan Di Bidang Kedokteran Gigi

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan bagi pasien kelainan perdarahan pada
prinsipnya sama dengan pasien normal, yaitu menyikat gigi sehari dua kali dengan
menggunakan pasta gigi dengan kandungan fluor 1 ppm untuk anak di bawah usia
tujuh tahun dan 1,4 ppm untuk anak di atas usia tujuh tahun, sikat gigi yang
digunakan sebaiknya memiliki texture medium, menggunakan alat-alat interdental
seperti dental floss, tape, dan sikat inter dental, pemberian tambahan fluor melalui
cairan, tablet, aplikasi topikal, obat kumur yang mengandung fluor, memakan
makanan yang sehat untuk gigi, mengkonsumsi pemanis buatan, dan mengunjungi
dokter gigi setiap tiga hingga enam bulan sekali.
1. Perawatan Periodontal
Perawatan periodontal dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya
perdarahan. Pemberian periodontal dressing dengan atau tanpa topical
antifibriolytic agents dapat merupakan cara dalam menghentikan perdarahan.
Pemakaian obat kumur yang mengandung chlorhexidine gluconate dapat menjaga
kebersihan mulut. Pemberian penerangan secara lengkap bagi pasien sebelum
tindakan merupakan langkah awal yang baik, sehingga pasien akan mengerti
kemungkinan komplikasi-komplikasi yang akan terjadi.
2. Penambalan
Pemakaian matrix dan wedges saat penambalan perlu diperhatikan dengan benar.
Luka yang diakibatkan karena pemakaian yang salah dapat menjadi masalah saat
melakukan penambalan.
3. Anastesi dan Penanggulangan Rasa Sakit
Rasa sakit pada gigi dapat ditanggulangi dengan memberikan parasetamol
atau asetaminofen. Penggunaan aspirin harus dihindari oleh karena dapat menjadi
menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Apabila akan memberikan NSAID
hendaknya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli hematologi oleh
karena golongan obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet.
Anastesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah bukal, intra papilary, dan

16

intraligamen tidak memerlukan obat anti hemostatik namun anesthesi dengan cara
blok mandibula dan infiltrasi lingual harus diberikan anti hemostatik.
b. Infark Miokard
- Definisi
Infark miokard adalah akibat dari cedera iskemik berkepanjangan pada
jantung. Alasan yang paling sering bagi seseorang yang terkena infark miokard
adalah penyakit arteri koroner progresif sekunder akibat aterosklerosis.
- Gejala
Pasien biasanya mendapat nyeri dada berat pada area substernal atau
prekordial kiri. Nyeri bisa menjalar ke lengan kiri atau ke rahang dan bisa
berhubungan dengan nafas pendek, palpitasi, mual atau muntah. Nyeri biasanya
mirip dengan angina namun lebih panjang dan lama.
- Komplikasi
Komplikasinya termasuk artimia dan gagal jantung kongestif. Komplikasi
bergantung pada sejauh mana infark miokard. Pasien dengan infark kecil biasanya
sembuh dengan morbiditas minimal. Pasien dengan area cedera luas lebih
mungkin menderita gagal jantung dan aritmia yang membahayakan-jiwa.
- Perhatian Bagi Dokter Gigi Dalam Menangani Pasien dengan Infark
Miokard
Perhatian utama adalah gangguan iskemik jantung atau timbulnya aritmia
selama prosedur gigi. Resiko ini lebih mungkin terjadi semakin dekat dalam
waktu prosedur gigi ke infark miokard. Resiko ini juga meningkat dengan
peningkatan kompleksitas prosedur gigi dan dengan penggunaan vasokonstriktor
pada anestesi lokal.
- Resiko Pada Pasien dengan Riwayat Infark Miokard
Resiko tertinggi selama 6 bulan pertama setelah infark miokard
Resiko menengah selama periode 6-12 bulan setelah infark miokard
Resiko terendah setelah 12 bulan
- Evaluasi Gigi
Evaluasi gigi harus termasuk daftar riwayat lengkap seluruh tanggal infark
miokard yang dialami pasien. Infark terbaru sangat menarik, karena sebagian
besar menentukan kelayakan terapi gigi elektif. Dokter gigi terutama harus
waspada terhadap infark miokard selama satu tahun terakhir karena kondisi
tersebut meningkatkan bahaya prosedur pembedahan.
Anamnesa juga harus mendata komplikasi setelah infark miokard. Riwayat
nyeri dada substernal juga harus menjadikan dokter gigi waspada terhadap

17

kemungkinan angina. Dispnoe, ortopnea, dispnoe nokturnal paroksismal, dan


edema perifer bisa mengindikasikan gagal jantung kongestif. Palpitasi atau sinkop
harusnya mengesankan kemungkinan aritmia atau kelainan kondiksi. Evaluasi
gigi juga harus termasuk diskusi singkat dengan dokter pribadi pasien, jika
dibutuhkan, untuk mendefinisikan status medis pasien. Pemeriksaan fisik terbaru,
EKG, dan roentgenogram dada semuanya sumber informasi yang penting dimiliki
sebelum terapi gigi awal. Abnormalitas apapun harus dialamatkan dengan tepat.
- Managemen Gigi
Manajemen gigi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya
bergantung pada keparahan dan arah infark. Pasien yang mengalami infark
miokard akut tanpa komplikasi bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai
IV) durasi singkat setiap saat mengikuti kejadian. Prosedur yang menimbulkan
tekanan lebih baik ditunda sampai 6 bulan setelah infark. Konsultasi dengan
dokter disarankan. Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi pada penggunaan
epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-pasien ini.
Namun, protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus
dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres,
dan pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien paska infark.
Pasien yang mengalami komplikasi infark miokard atau yang
penyembuhannya tidak stabil membutuhkan pendekatan konservatif selama 6
bulan pertama setelah infark. Pasien-pasien ini bisa menjalani pemeriksaan gigi
tanpa protokol khusus (prosedur-prosedur tipe I) dan mendesak, prosedurprosedur operatif sederhana (tipe II) setelah konsultasi dengan dokter pasien
Semua pengobatan gigi lainnya harus ditunda sampai pasien stabil selama
setidaknya 6 bulan. Pasien pada kelompok dengan kedaruratan gigi ini harus
ditangani sekonservatif mungkin. Namun, jika ekstraksi atau pembedahan
dibutuhkan, dokter pasien harus berkonsultasi. Protokol meminimalkan stres harus
digunakan. Jika memungkinkan, prosedur-prosedur tersebut terbaik dilakukan di
sebuah rumah sakit, dengan pengawasan terus menerus.
- Pendekatan Medis Pada Pasien Dengan Infark Miokard
Dalam 6 bulan pertama
Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien
ini, pekerjaan dokter gigi harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan

18

gigi emergensi harus dibebaskan terkontrol, lingkungan dipantau. Penggunaan


vasokonstriktor pada anestesi lokal relatif dikontraindikasikan.
Dalam periode 6-12 bulan
Prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan
penggunaan bijaksana anestesi lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain 1:100.000,
dan mepivacaine 2% dengan levonordefrin 1:20.000, harus dibatasi sampai 2
Carpule untuk masing-masing pekerjaan. Prosedur elektif kompleks, restoratif dan
bedah, masih relatif dikontraindikasikan.
Periode > 1 tahun yang lalu
Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit
arteri koroner yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya.
Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-gigi
dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Jika
pasien memiliki komplikasi infark miokard dengan gejala sisa seperti aritmia dan
gagal jantung kongestif, perencanaan gigi harus diubah pada kenyataannya.
Sebagai contoh pembuatan gigi palsu parsial yang mudah dilepas akan lebih
disukai dibandingkan protese tanam periodontal kompleks. Lagi, pembatasan
vasokonstriktor hingga 2 Carpule anestesi lokal konvensional dengan epinefrin
1:100.000

atau

levonordefrin

1:20.000

atau

yang

sebanding

masih

direkomendasikan.
Pasien dengan infark miokard 6-12 bulan sebelum diusulkan perawatan
gigi
Pasien-pasien ini bisa menjalani pemeriksaan gigi (prosedur tipe I) tanpa
protokol khusus. Prosedur non-bedah (tipe II-III) dan prosedur bedah sederhana
(tipe IV) dapat dilakukan setelah konsultasi dengan dokter pasien. Dengan
pasien seperti ini, perhatian harus dilakukan untuk meminimalkan stres.
Prosedur yang lebih lama harus dibagi menjadi beberapa prosedur pendek dan
teknik sedasi tambahan harus digunakan. Janji pagi mungkin diperlukan.
Meskipun tidak terdapat data spesifik tentang gigi yang tersedia,
morbiditas dan mortalitas sehubungan dengan pembedahan non-gigi masih
meningkat selama periode ini. Karenanya, mungkin bijaksana untuk menunda

19

prosedur pembedahan gigi menengah sampai lanjut (tipe IV-V) sampai pasien
stabil selama lebih kurang 12 bulan setelah infark miokard.
Pasien dengan infark miokard terakhir lebih dari satu tahun yang lalu
Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit
arteri koroner yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya.
Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-gigi
dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi.
Mereka dapat menjalani pemeriksaan gigi (prosedur tipe I) dan prosedur nonbedah dan bedah sederhana (tipe II-IV) dengan perhatian khusus terhadap teknik
sedasi dan minimalisasi stres. Prosedur bedah menengah dan lanjut (tipe V-VI)
hasur dilakukan hanya setelah konsultasi cermat dengan dokter mereka.
Hospitalisasi

elektif

yang

membolehkan

pemantauan

memadai

harus

dipertimbangkan untuk semua pembedahan gigi lanjut (prosedur tipe IV) dan
menjadi wajib jika dibutuhkan anestesi umum.
- Tindakan Perawatan Gigi
a. Tindakan Non-Bedah
Tipe I : Pemeriksaan radiografi, tindakan oral hygiene dan pengambilan
cetakan model
Tipe II : Tindakan operatif dentistry sederhana, profilaksis supraginggival dan ortodontik
Tipe III : Tindakan operatif dentistry yang lebih dalam, pembersihan
karang gigi yang lebih dalam dan tindakan endodontik
b. Tindakan Bedah
Tipe IV : Ekstraksi gigi, kuretase atau ginggivoplasti
Tipe V : Ekstraksi gigi yang multipel, ginggivektomi dan tindakan
bedah dengan membuka flap
Tipe VI : Ekstraksi gigi untuk seluruh rahang, flap surgery, orthognatic
atau implant dan bedah rahang.
c. Congenital Heart Disease
- Komplikasi dan Penatalaksanaan Congenital Heart Disease (CHD)
Kelainan jantung pada anak yang umumnya terjadi adalah penyakit
jantung bawaan atau Congenital Heart Diseases /CHD. Congenital Heart
Diseases adalah kelainan jantung bawaan yang terjadi pada anak dan merupakan
salah satu jenis medically compromised patient yang sering datang ke praktek
dokter gigi. Salah satu peran dari dokter gigi anak mengkoordinir penanganan

20

anak dengan medically compromised. Sering digunakan istilah medically


compromised untuk mengingatkan klinisi bahwa anak-anak ini mempunyai
kondisi medis juga dapat mempengaruhi perawatan dental atau dapat juga disertai
dengan tanda dental/ oral yang spesifik. Berdasarkan manifestasi klinis, CHD
terdiri dari 2 tipe yaitu tipe sianosis dan asianosis. Tipe sianosis seperti pulmonary
stenosis, tetralogy of fallot (TOF). Manifestasi klinis tipe sianosis;sianosis
sistemik, clubbing finger, dyspnea dan heart murmur. Adapun prognosisnya
tergantung dari berat ringannya malformasi. Pada tipe sianosis aliran adalah right
to leftt shunt. Tidak ada tanda oral spesifik pada pasien dengan CHD, manifestasi
klinis tergantung dari anomaly struktur yang diderita. Manifestasi oral dari CHD
adalah sianosis gusi dan stomatitis, glositis, defek email terutama pada gigi
sulung, meningkatnya risiko karies dan penyakit periodontal.
a. sianosis pada gingival

b. Sianosis Bibir pada pasien CHD

21

c. Clubbing finger

Hal-Hal yang Perlu Di Perhatikan Selama Perawatan Dental


1. Pencegahan endokarditis bakterialis di rumah.
Pertimbangan penting dalam merencanakan perawatan gigi adalah

mencegah penyakit gigi dan mulut. Pasien dengan CHD termasuk ke dalam
kelompok yang berisiko terkena karies terutama pada periode gigi sulung. Drg
harus membuatintruksi home care yang baik pada orang tua dan pasien agar
memelihara kesehatan gigi dan mulutnya dengan baik karena bakteriaemia dapat
terjadi/ diperberat oleh kebersihan mulut yang buruk. Demikian juga pada
pemakaian dental floss dan alat bantu kebersihan gigi harus hati-hati karena
pemakaian dental floss, semprot air bertekanan tinggi dapat berisiko bakteriemia.
2. Prosedur preventif.
Yang penting dalam perawatan anak dengan CHD adalah pencegahan
penyakit gigi dan mulut yang meliputi pemberian fluor baik sistemik ataupun
lokal, penutupan fisur yang dalam, yang dilanjutkan dengan melibatkan
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah (home care). Prosedur ini dapat
mencegah terjadinya endokarditis bakterialis.
3. Pencegahan Endokarditis bakterialis pada perawatan dental.
Pencegahan Endokarditis bakterialis meliputi pemberian profilaksis
antibiotic pada prosedur dental yang dapat mengakibatkan perdarahan mukosa,
gusi/pulpa seperti ekstraksi, perawatan pulpa. Sebaiknya perawatan gigi invasiv
seperti ekstraksi, perawatan endodontic dihindari karena dapat menyebabkan
bakteriaemia bila tidak dilakukan dengan hati-hati. Bila diperlukan sekali
22

perawatan ekstraksi ataupun perawatan endodontic maka harus dilakukan


pemberian profilaksis antibiotik dan pasien sebaiknya kumur dengan mouth wash.
4. Mouth Preparation.
Mouth preparation penting dilakukan apabila akan dilakukan pembedahan
pada anak dengan CHD.
-

Penanganan Dental Pasien Dengan Kelainan Jantung

Penanganan pasien dengan kelainan jantung harus dilakukan secara


interdisciplinary approach dengan dokter spesialis jantung anak/cardiologist anak
dan spesialis lainnya seperti anastesi. Pemeriksaan dan konsultasi yang harus
dilakukan adalah :
1. Riwayat medis meliputi riwayat kesehatan lampau dan saat sekarang, obatobatan yang dikonsumsi, riwayat opname.
2. Pemeriksaan oral dengan terapi komprehensif.
3. Profilaksis antibiotik. Hal ini dilakukan bila defek belum menutup dan
pasien akan dilakukan perawatan saluran akar gigi, ekstraksi dengan pendekatan
konvensional. Hal ini dapat dilakukan bila defek sudah ditutup atau menutup
spontan, dengan sebelumnya selalu berkonsultasi dengan cardiologist anak.
Amoxicillin merupakan drug of choice antibiotic untuk profilaksis antibiotic
dalam pencegahan endokarditis bakterialis.
4. Pada kasus rampan karies dengan kasus kelainan jantung berat (TOF) maka
harus dilakukan koordinasi perawatan dengan dokter spesialis lain yang terkait
(cardiolog anak, anesthetist, dokter gigi anak ) dan perawatan dental dilakukan
dengan pendekatan farmakologi taitu di bawah anestesi umum, karena perawatan
dapat selesei dalam satu sesi. Dalam hal ini dirujuk ke bagian Special Care
Dentistry dan dirawat secara interdisiplin. Selalu berkonsultasi dengan dokter
jantung yang merawat, harus diingat bahwa tipe sianosis merupakan kelompok
yang berisiko saat akan dilakukan anestesi umum.
5. Rencana perawatan pada pasien dengan kelainan jantung dibawah anestesi
umum adalah: premedikasi, profilaksis antibiotic, anesthesia, dan pertimbangan
bedah.

23

6. CHD tipe sianosis tertentu berisiko untuk mengalami hipoksia, polisitemia,


koagulasi intravascular, disfungsi hati, oleh karena itu harus hati-hati agar
meminimalisir bahaya.
7. Merupakan kontra indikasi prosedur dental elektif pada pasien gangguan
jantung tertentu seperti infark myocardial, aritmia yang tidak terkontrol, dan
congesti heart failure .
8.

Perawatan

konvensional/non

dental

dapat

farmakologi

dilakukan

maupun

baik

dengan

dengan

pendekatan

pendekatan

farmakologi

tergantung berat ringannya kasus.


d. Hipertensi
- Perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi
a. Periodonsia
Hiperplasia Gingiva merupakan pembesaran gingival noninflamatori yang
disebabkan oleh meningkatnya jumlah sel penyusunnya. Gambaran klinis
hiperplasia gingiva yaitu gingiva sensitive, tidak mudah berdarah, berstippling,
dan bergranular. Calcium channel blocker sering menyebabkan hiperplasia
gingiva dan berdasarkan survei 12-20% disebabkan oleh nipedifine. Hiperplasia
ginggiva dilaporkan muncul setelah 2 bulan terapi hipertensi. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan riwayat pengguna nifedipine dengan jangka waktu relatif
lama. Pembesaran ginggiva dapat mengecil dalam waktu 1 minggu atau lebih
setelah pemberhentian obat, namun juga tergantung pada lamanya pemakaian
nifedipine dan kebersihan oral penderita. Maka jika bertemu pasien yang
didiagnosa hiperplasia ginggiva dan menderita hipertensi, periksa kembali riwayat
pemakaian obat antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin hentikan
pemakaian.

b. Penyakit Mulut (Oral Medicine)


Xerostomia adalah mulut kering akibat aliran air ludah yang berkurang.
Xerostomia dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan mengkonsumsi

24

makanan. Xerostomia juga merupakan penyebab utama nafas yang bau dan
munculnya banyak karies(lubang gigi) dalam rongga mulut. Hal ini dikarenakan,
saliva (air ludah) dalam mulut yang berfungsi sebagai buffer dan pendorong
terjadinya remineralisasi produksinya menjadi berkurang, sehingga menyebabkan
rongga mulut lebih rentan terhadap infeksi. Ketika kuman masuk ke dalam darah,
bisa melalui pembuluh darah yang terbuka akibat gusi berdarah, jenis-jenis bakteri
tertentu akan menempel pada platelet, dan menyebabkan sel-sel ini menggumpal
dalam pembuluh sehingga menyumbat dan mengganggu alirah darah ke jantung
sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah. Perawatan untuk
mencegah xerostomia lebih berat dapat berupa menghindari konsumsi obat-obatan
yang mengandung dekongestan dan antihistamin, mengisap-isap permen atau
permen karet non-gula/mengandung xylitol secara teratur, dan menggunakan air
ludah sintetis (karboksimetil selulosa). Penderita hipertensi yang mengkonsumsi
clonidine dalam dosis besar (>0,6 mg/hari) harus digganti obat antihipertensinya
jika ingin melakukan bedah gigi, dan tidak boleh meminum obat-obatan selama 1
hari.
c. Bedah Mulut
Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih
memungkinkan untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko
perdarahan yang terjadi pasca pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little,
1997). Pada penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih
dahulu ke bagian penyakit dalam agar pasien dapat dipersiapkan sebelum
tindakan. Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu
macam golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril)
dan golongan obat diuretik.
- Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi,
antara lain :
a. Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi:
Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah
lidokain yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc

25

larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila


dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat
terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi
injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis
adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh
darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga tekanan
darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung
yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark
myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi
asal kandungannya tidak lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan
obat anestesi lokal yang lain, yaitu Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi
tersebut mepivacaine mempunyai efek vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu
diberikan campuran vasokonstriktor.
b. Resiko akibat ekstraksi gigi pada penderita hipertensi:
Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit
dihentikan. Perdarahan bisa terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit
berhenti saat dilakukannya tindakan pencabutan gigi, atau bisa berupa oozing
(rembesan darah) yang membandel setelah tindakan pencabutan gigi selesai.
e. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa
dalam darah dan abnormalitas metabolisme lipid protein yang terinduksi oleh
kadar insulin yang berkurang ataupun tidak ada sama sekali. Sebagai tambahan,
aspek vaskuler diabetes mellitus yang berkaitan dengan atherosklerosis dan
mikroangiopati, terutama ginjal dan mata. Dari semua penyakit sistemik yang
telah diketahui, diabetes adalah penyakit yang paling dipersalahkan sebagai agen
risiko penyakit periodontal dan kelainan patologis di rongga mulut lainnya.
Oleh karena itu, semua dokter gigi sebaiknya mempunyai pemahaman
dasar mengenai insidensi, etiologi, implikasi sistemik dan temuan di rongga mulut
terkait diabetes lainnya.
-

Komplikasi Rongga Mulut

26

Komplikasi oral yang paling telihat pada diabetes baik tipe 1 maupun 2 dapat
diamati pada pasien diabetes tak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ketika hiperglikemia terkontrol baik, manifestasi oral minimal dan
manifestasi tersebut bahkan tidak terlihat pada beberapa pasien. Penemuan
intraoral antara lain penyakit periodontal yang prevalensinya lebih parah dan lebih
tinggi terlihat dibandingkan dengan pada pasien non-diabetes, xerostomia,
burning mouth syndrome (BMS), candidiasis, penyembuhan luka yang tertunda
dan abnormal, peningkatan kecenderungan infeksi, penurunan aliran saliva dan
pembesaran glandula saliva. Beberapa komplikasi ini dapat seara langsung
berhubungan dengan peningkatan cairan yang berkaitan dengan urinasi berlebihan
pada pasien diabetes tak terkontrol sedangkan lainnya, terutama zerostomia, dapat
dipengaruhi atau secara langsung tergantung pada tipe medikasi yang diperoleh
pasien.
Xerostomia, yang merupakan konsekuensi menurunnya aliran saliva, dapat
memacu burning mouth syndrome (BMS) dan karies, yang juga memfasilitasi
perkembangan candidiasis. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan
prevalensi karies pada pasien diabetes sedangkan penelitian lain menunjukkan
kebalikannya. Perkembangan karies dapat dipengaruhi oleh kenaikan tingkat
glukosa pada sekresi saliva, terutama pada pasien diabetes tak terkontrol,
sedangkan pada pasien yang terkontrol hal tersebut dapat minimal karena asupan
karbohidrat yang rendah.
Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes merupakan salah satu
faktor predisposisi perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi gingiva,
meskipun dengan kadar plak yang rendah, lebih prevalen pada pasien diabetes tak
terkontrol daripada pasien non-diabetes. Penderita diabetes terkontrol mempunyai
prevalensi gingivitis yang sama dengan pasien non-diabetes. Penderita diabetes
dewasa muda dan remaja mempunyai prevalensi inflamasi gingiva hipertrofi yang
lebih tinggi dan penyakit periodontal daripada pasien non-diabetes. Abses
periodontal rekuren juga termasuk penemuan tipikal pasien diabetes. Manifestasi
klinis panyakit periodontal pada pasien dewasa dan dewasa muda lebih parah
daripada yang diamati pada populasi non-diabetes. Penemuan ini telah

27

didokumentasikan dengan baik pada populasi India Pima yang mempunyai


prevalensi diabetes mellitus tipe 2 paling tinggi diantara kelompok etnis lainnya.
Pasien dengan diabetes mempunyai prevalensu attachment loss dan bone loss
paling tinggi dibandingkan dengan kontrol usia yang sama. Pasien diabetes juga
mempunyai kemungkinan peningkatan kerusakan periodontal dengan subjek
berusia 15 34 tahun berisiko dua kali lebih besar mengalami kerusakan
periodontal dibandingkan dengan subjek normal.
Peningkatan prevalensi penyakit gingiva dan periodontal pada pasien
diabetes diasumsikan mempunyai etiologi multifaktorial. Deposisi AGE pada
dinding kapiler gingiva, kolagen ligamen periodontal dan matriks tulang alveolar,
peningkatan

kadar

LDL

dengan

pembentukan

atheroma,

hiperglikemia

mempengaruhi penyembuhan luka periodontal normal, perubahan respon imun,


peningkatan oksidasi, perubahan fungsi leukosit polimorfonuklear (PMN) dan
faktor genetik adalah faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
penyakit periodontal pada paien diabetes mellitus. Beberapa faktor tersebut dapat
dimengerti dengan baik sedangkan lainnya perlu dievaluasi lebih jauh. Salah satu
faktor yang paling penting adalah hiperglikemia. Seperti yang telah dijabarkan di
atas, makin buruk kontrol glukosa, makin parah penyakit periodontal yang terjadi.
Pemeriksaan laboratorium yang paling dapat diandalkan untuk evaluasi
kontrol diabetes adalah uji hemoglobin terglikosilasi. Glukosa secara permanen
terikat pada hemoglobin menjadi AGE (hemoglobin terglikosolaso), senyawa
stabil ini terus bertahan di dalam darah selama kurang lebih 90 hari. Terdapat dua
macam tes hemoglobin terglikosolasi tetapi yang paling sering digunakan adalah
hemoglobin A1c (HbA1c). Hasil tes ini menunjukkan persentase hemoglobin
terglikosilasi yang berada dalam sirkulasi.
Nilai yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Normal 4 6 %
Baik terkontrol < 7%
Sedang terkontrol 7 8%
Beberapa

penelitian

menunjukkan

bahwa

peningkatan

kesehatan

periodontal pada pasien diabetes dapat meningkatkan status sistemik pasien

28

tersebut. Hubungan ini berdasarkan pada pengurangan AGE yang dapat diamati
pada sirkulasi darah setelah terapi periodontal yang memadai dilakukan.
-

Penatalaksanaan Dental Pasien dengan Diabetes

Kuesioner yang disusun secara teliti dapat memberikan beberapa indikasi


bahwa pasien dapat mempunyai risiko diabetes ataupun diabetes yang tidak
terdiagnosis, terutama tipe 2. Dengan demikian, jika jawaban positif terhadap
pertanyaan seperti: apakah anda seing buang air kecil terutama pada malam hari?
Atau apakah anda seing merasa haus? Pasien sebaiknya ditanya lebih lanjut
mengenai riwayat pribadi dan keluarga mengenai diabetes. Temuan berikut juga
merupakan indikasi kemungkinan diabetes: hilang berat badan, iritabilitas, mulut
kering, sering infeksi, riwayat penyembuhan luka yang lama, pada perempuan
yang melahirkan biasanya bayinya beratnya lebih dari 10 pon atau memiliki
riwayat aborsi spontan. Pasien obesitas lebih dari 40 tahun juga sebaiknya
ditanyai akan adanya risiko diabetes. Jika satu atau lebih penemuan sistemik
berkaitan dengan satu atau lebih penemuan intraoral berikut ini maka pasien harus
dites mengenai ada tidaknya diabetes: penyakit periodontal nyata, riwayat adanya
penyakit periodontal rekuren, abses multipel, riwayat adanya penundaan
penyembuhan luka intraoral setelah ekstraksi gigi, sindroma mulut kering (dry
mouth), candidiasis intraoral dan hilang berat badan juga menjadi penemuan
utama pasien AIDS. Dengan demikian, diagnosis diferensial yang teliti harus
dilakukan.
Dokter gigi dapat menggunakan glukometer yang tersedia secara komersial
untuk

mengkonfirmasi

kecurigaan

pasien

mempunyai

diabetes.

Direkomendasikan bahwa jika pasien dicurigai diabetes, ia sebaiknya dirujuk ke


dokter untuk evaluasi dan diagnosis secara tepat. Baru-baru ini, parameter untuk
menentukan konsentrasi diagnostik FPG telah diturunkan dari 140 menjadi 126
mg/dL, tetapi modifikasi ini masih dalam penelitian dan beberapa jurnal yang
dipublikasikan berpendapat kontra terhadap validitasnya.
1. Pasien diabetes tipe 1 dan 2 terkontrol biasanya dapat menerima semua
tindakan perawatan dental tanpa pencegahan tertentu.

29

2. Dokter gigi harus mengetahui tipe dan dosis insulin, termasuk medikasi
lainnya yang diminum pasien.
3. Dokter gigi sebaiknya mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat
serangan hipoglikemik dan tanda dan gejala yang menyertai. Kemungkinan
serangan hipoglikemik meningkat jika telah terjadi serangan sebelumnya (lihat
tanda dan gelana hipoglikemia di bawah).
4. Dalam rangka menghindari episode hipoglikemia ketika mendapatkan
perawatan dental, dianjurkan untuk menjadwalkan pasien berdasarkan waktu
aktivitas insulin tertinggi yang bervariasi dari 30 menit hingga 8 jam setelah
injeksi tergantung tipe insulinnya. Dengan demikian, kunjungan tidak haruse
selalu di pagi hari.
5. Pasien harus disarankan untuk tidak mengganti dosis dan waktu
administrasi insulin, serta tidak mengganti dietnya.
6. Disarankan untuk menyediakan jus jeruk di tempat praktik atau bentuk lain
glukosa, yang diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda awal
hipoglikemia. Biasanya, dosis 6 oz semua jus buah atau minuman lain
mengandung karbohidrat dapat membalik gejala hipoglikemi.
7. Jika pasien menerapkan monitoring glukosa darah mandiri, ia dianjurkan
untuk membawa glukometernya sendiri.
8. Tekanan emosi dan fisik meningkatkan jumlah kortisol dan epinefrin yang
disekresikan sehingga menginduksi hiperglikei. Dengan demikian, jika pasien
terlihat gelisah, sedasi pratindakan dapat dipertimbangkan.
9. Jika prosedur jangka panjang, terutama bedah, hendak dilakukan, sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter pasien.
10. Konsultasi dengan dokter pasien diwajibkan jika:
a) Pasien mempunyai komplikasi sistemik diabetes seperti penyakit
jantung atau ginjal,

30

b) Pasien kesulitan untuk mengontrol diabetes atau sedang mengonsumsi


dosis besar insulin,
c) Pasien mempunyai infeksi oral akut seperti abses periapikal atau abses
periodontal.
11. Hospitalisasi mungkin diperlukan pada pasien poin 10a atau 10b di atas.
12. Antibiotika sebaiknya diresepkan bagi pasien poin 10 di atas untuk
mencegah infeksi sekunder atau komplikasi infeksi pra-eksis dan untuk
mempercepat penyembuhan luka.
13. Perawatan kasus-kasus parah penyakit periodontal pada pasien diabetes,
bersamaan dengan prosedur bedah, mungkin memerlukan penggunaan tetrasiklin
sistemik. Tetrasiklin dapat membantu tidak hanya kondisi periodontal, tetapi juga
dapat mengontrol hiperglikemia.
f. Anemia
Dalam menentukan apakah akan mempertahankan atau mencabut gigi tanpa
pulpa, harus diingat bahwa:
(1) gigi tanpa pulpa pada umumnya bukan penyebab atau menambah
sebab penyakit sistemik,
(2) pada pasien dengan penyakit sistemik yang parah, seperti anemia berat,
gigi tanpa pulpa dan terinfeksi tidak mudah bereaksi terhadap perawatan.
Pada semua kasus dengan resiko, perawatan endodontik, terutama
instrumentasi saluran akar, harus dilakukan setelah pemberian premedikasi
antibiotika, sbb : 2 g penicillin V satu jam sebelum operasi dan 1 g enam jam
setelah operasi ; atau erythromicyn satu jam sebelum operasi dan 500 mg 6 jam
setelah operasi sebagai anjuran dari American Heart Association.
-

Anemia defisiensi besi

Penyembuhan luka mungkin melambat, yang menyebabkan terlambatnya


penyembuhan setelah ekstraksi gigi atau prosedur bedah oral lainnya. Prosedur

31

dental elektif tidak tidak boleh dilakukan sampai kadar hemoglobin lebih dari 10
mg/dl.
Terapi anemia defisiensi besi mungkin mencakup pemakaian ferrous sulfate
cair, yang menyebabkan pewarnaan hitam pada gigi dan lidah. Keadaan ini dapat
dikurangi dengan minum larutan melalui sedotan dan berkumur setelah tiap kali
minum.
-

Anemia pernisiosa

Lesi oral menyembuh dengan cepat jika diberikan terapi vitamin B12. Tidak
ada kontraindikasi untuk terapi dental pada pasien yang menggunakan vitamin
B12 untuk anemia pernisiosa. Tetapi pasien tidak boleh diberikan analgesia
nitrogen oksida karena terbukti mengganggu metabolisme vitamin B12 dan dapat
mencetuskan neuropati yang sedang sampai parah.
g. Alergi
Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara lain:
anestetik lokal, antibiotik, analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai bahan
atau produk-produk dental lainnya.. Reaksi alergi, yang terjadi selama atau setelah
perawatan gigi, merupakan salah satu masalah serius yang mungkin terjadi.
1. Anestetik lokal.
Alergi yang disebabkan oleh penggunaan anestetik lokal biasanya dipicu oleh
bahan pengawet dalam ampul, yang berperan sebagai germisida. Bahan pengawet
yang sering digunakan antara lain derivat paraben (metil-, etil-, propil-, dan butilparaben). Saat ini, sebagian besar anestetik lokal tidak mengandung bahan
pengawet untuk menghindari timbulnya reaksi alergi, yang mempersingkat waktu
penyimpanan larutan anesteik.
2. Antibiotik.
Antibiotik yang harus diperhatikan oleh dokter gigi (untuk menghindari alergi)
adalah penisilin, karena merupakan antibiotik pilihan dalam sebagian besar kasus
prosedur dental. Frekuensi reaksi alergi akibat penggunaan penisilin berkisar
antara 2% sampai 10% dan reaksi bermanifestasi sebagai reaksi ringan, parah,
atau, fatal.
3. Analgesik.

32

Analgesik yang berperan dalam reaksi alergi, meskipun jarang terjadi, antara
lain narkotik (kodein atau fetidin), dan asam asetilsalisilat (aspirin). Diantara
berbagai jenis analgesik, aspirin dinyatakan sebagai obat yang berperan dalam
sebagian besar reaksi alergi, yang berkisar antara 0,2% sampai 0,9%. Reaksi
alergi akibat konsumsi aspirin bervariasi mulai dari urtikaria biasa sampai syok
anafilaktik. Kadang-kadang, timbul gejala asma atau edema angioneurotik.
4. Obat-obatan anxiolitik.
Barbiturat merupakan obat-obatan anxiolitik yang paling sering menyebabkan
reaksi alergi. Biasanya menyerang individu yang memiliki riwayat urtikaria,
edema angioneurotik, dan asma. Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan hanya
berupa reaksi pada kulit (urtikaria).
5. Berbagai bahan dan produk kedokteran gigi.
Resin akrilik, antiseptik tertentu, larutan prosesing radiograf, dan sarung
tangan dapat memicu alergi. Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan berupa
stomatitis (eritema inflamasi) dan urtikaria kulit.
-

Jenis-jenis reaksi alergi

Manifestasi klinis alergi tidak selalu sama. tergantung pada reaksi tubuh,
gejala-gejala klinis yang timbul dan keparahannya bervariasi mulai dari ruam
biasa sampai kedaruratan medis. Berupa:
1. Anafilaksis. Ini merupakan tipe reaksi alergi yang paling berbahaya,
yang dapat menyebabkan kematian pasien dalam waktu beberapa menit. Dapat
mengakibatkan kerusakan sistem pernapasan dan sirkulasi akut, yang ditandai
dengan suara serak, disfagia, kecemasan, ruam, rasa terbakar, sensasi nyeri,
pruritus, dispnea, sianosis pada tungkai, bersin-bersin akibat bronkospasme, mual,
diare, kecepatan denyut jantung tidak beraturan akibat hipoksia, hipotensi, dan
kehilangan kesadaran. Anafilaksis dapat berakibat fatal dalam waktu 5-10 menit.
2. Urtikaria. Ini merupakan tipe alergi yang umum terjadi dan ditandai
dengan munculnya vesikel dalam berbagai ukuran, akibat sekresi histamin dan
serotonin, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas struktur vaskuler.
Vesikel akan menginduksi terjadinya pruritus dan sensasi terbakar pada kulit.

33

Reaksi tersebut dapat bersifat lokal atau menyebar ke seluruh tubuh. Reaksi yang
parah dapat menyebabkan penurunan volume darah, sehingga terjadi anafilaksis.
3. Edema angioneurotik (Quinckes edema). Reaksi ini timbul secara
mendadak, dan ditandai dengan pembengkakan berbatas tegas pada jaringan
lunak, terutama pada bibir, lidah, mukosa bukal, kelopak mata, dan epiglotis.
Hidup pasien berada dalam bahaya karena terjadi kerusakan saluran pernapasan
bagian atas, yang menyebabkan dispnea dan kesulitan menelan, jika tidak segera
dirawat, dapat mengakibakan kematian.
4. Asma alergi. Ini merupakan reaksi alergi terisolasi dan berupa
bronkospasme dan dispnea pernapasan.
-

Langkah-langkah pencegahan umum yang harus dilakukan jika pasien


memiliki riwayat alergi jenis apapun antara lain:
Bertanya tentang tipe alergi dan obat-obatan atau substansi yang

menyebabkan reaksi
Merujuk pasien ke ahli alergi untuk pemeriksaan, jika riwayat
menunjukkan bahwa pasien alergi terhadap anestetik local

Hindari

administrasi

obat-obatan

yang

dapat

menimbulkan

hipersensitivitas pasien. Misalnya, dalam kasus alergi aspirin, dapat diberikan


asetaminofen (Tylenol), atau dalam kasus alergi penisilin, dapat diberikan
makrolid.
Pasien yang memiliki riwayat penyakit-penyakit atopik, seperti rhinitis
alergi, asma, dan eksema harus diberi perhatian khusus
Dokter gigi harus mempersiapkan diri untuk menghadapi pasien yang
alergi terhadap obat-obatan tertentu (adrenalin, hidrokortison, antihistamin, dan
oksigen)

h. Asma

34

Salah satu keadaan gawat darurat yang mungkin dijumpai di klinik gigi adalah
asma. Asma merupakan suatu keadaan paroksismal dari hiper reaktifitas saluran
tracheo-bronchial. Ketika alergen eksternal menyebabkan spasme bronkus yang
diperantarai antibodi, kejadian tersebut dikategorikan sebagai asma ekstrinsik,
sedangkan asma yang disebabkan oleh faktor-faktor non alergika seperti stress,
infeksi saluran pernafasan, uap iritatif atau aktifitas fisik dapat dikategorikan
sebagai asma intrinsik. Asma intrinsik umum terjadi pada orang dewasa
sedangkan asma ekstrinsik umum terjadi pada anak-anak.
Serangan asma yang terjadi pada praktek kedokteran gigi dapat dihindari
dengan mengetahui secara lengkap riwayat kesehatan pasien. Sangat penting
untuk menanyakan kepada pasien beberapa hal seperti frekuensi serangan serta
derajat keparahan ketika serangan asma terjadi dan apa yang sering memicu
serangan tersebut. Petunjuk lain yang dapat digunakan untuk mengetahui
keparahan penyakit tersebut adalah dengan menanyakan berapa jumlah obat serta
jenis obat yang diminum pasien, demikian juga dengan mengetahui seberapa
sering pasien tersebut mendapat perawatan gawat darurat di rumah sakit serta
riwayat rawat inap pasien akibat serangan asma. Apabila pasien mendapat
perawatan dengan inhaler bronkodilator seperti albuterol atau metaproterenol dan
digunakan apabila diperlukan, dapat diindikasikan bahwa pasien menderita asma
yang ringan. Pada kasus yang lebih berat pasien dirawat dengan pemberian obatobatan profilaksis seperti kortikosteroid, cromolyn, beta-2 agonists dan leukotrien
modifiers. Gejala yang biasa terjadi diantaranya adalah nafas yang berbunyi,
terutama pada saat ekspirasi (mengik), sesak nafas, batuk-batuk dan dyspnea.
Pasien biasanya akan berusaha duduk untuk mencoba mengambil nafas. Gejala
yang lebih berat diantaranya adalah cemas, detak jantung cepat,sianosis pada
jaringan di bawah kuku dan penggunaan otot-otot aksesorius pernafasan seperti
muskulus SCM, muskulus trapezius dan muskulus abdominalis.
-

Penanganan apabila terjadi gejala-gejala asma, maka:

menghentikan segala jenis perawatan dental yang sedang dilakukan


menempatkan pasien pada posisi yang paling nyaman (biasanya menegakkan
tubuh pasien dengan kedua lengan terlentang)

35

pemberian inhaler bronkodilator serta diikuti dengan pemberian oksigen.


-

Jika gejala tidak mereda dan cenderung memburuk:

segera dilakukan tindakan Sistem Gawat darurat Medis (SGM)/Medical


Emergency System (MES)
pemberian epinephrine (0,3 mg)
pemberian inhaler yang dapat diulang setiap dua menit dan epinephrine
setiap 10 menit Apabila serangan asma diakibatkan oleh alergen eksogen dapat
diberikan hidrokortison (100 mg) intramuskular atau intravena.
Dari segi teknis untuk mengurangi kecemasan akibat perawatan yang
diberikan, dapat dilakukan kontrol nyeri dan teknik sedasi. Dengan demikian
pemicu serangan asma yang diakibatkan oleh faktor intrinsik dapat dikurangi.
Dokter gigi hendaknya juga memastikan apakah pasien sudah meminum obat
asma sebelum tindakan perawatan gigi dilakukan. Pasien sebaiknya juga sudah
menyiapkan obat pribadi yang khusus digunakan apabila sewaktu-waktu terjadi
serangan asma. Apabila pasien sering mengalami serangan asma, maka
penggunaan inhaler profilaksis hendaknya dipertimbangkan untuk dilakukan
beberapa saat sebelum dilakukan tindakan perawatan gigi.
Pengenalan: Pasien sadar kepayahan nafas akut, memperlihatkan adanya
wheezing, retraksi supraklavikula dan interkosta.
Posisi: Posisi yang nyaman, biasanya tegak lurus. A, B, C: Dianggap adekuat,
karena pasien sadar dan dapat berbicara.
a. Pemberian bronkodilator
b. Pemberian oksigen, baik dengan masker wajah atau kanula hidung
sebanyak 3-5 liter per menit
c. Memanggil EMS, jika orangtua pasien meminta atau jika episode
bronkospasme tidak berakhir setelah pemberian dua dosis bronkodilator.

Compromized medis pada penderita asma

Mengi biasanya disebabkan oleh karena bronkospasme (asma) dan berbeda


dengan batuk, keadaan ini cepat membaik dengan pemberian obat yang cocok.
36

Adanya mengi mengharuskan pasien dirujuk terlebih dahulu sebelum dirawat,


karena perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya serangan asma akut. Baik
narkotik maupun barbiturat sebaiknya dihindari karena merangsang serangan
asma. Meskipun demikian banyak serangan asma yang bisa diatasi sendiri oleh
pasien, biasanya dengan menggunakan inhaler isoproterenol. Apabila hal tersebut
gagal, atau tidak dapat digunakan, maka diberikan epinefrin 1:1000, 0,3-0,5 ml
secara subkutan pada pasien dewasa yang mempunyai tekanan darah normal.
Konsultasi media selalu diperlukan dalam menghadapi pasien asma.
i. Epilepsi
-

Gejala Klinis Epilepsi

Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu:


a. Grand mal
Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi.
b. Petit mal
Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan
kehilangan kontrol yang nyata. Pasien dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan
kehilangan keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi kosong selama
beberapa saat.
Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang
dibutuhkan hanyalah menunggu sampai kesadaran muncul kembali.
- Tanda-tanda Klinis
a. Hilangnya kesadaran

petit mal

b. Kontraksi otot-otot secara umum (tahap kronis)


c. Kejang-kejang tubuh yang tidak dapat dikontrol (tahap kronis)grand mal
d. interkontinen

- Pencegahan serangan
a. Penderita epilepsi yang dikontrol dengan baik dapat dirawat sama seperti
pasien-pasien lain tanpa pencegahan yang khusus.
37

b. Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien.


c. Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena
nervous dapat memicu kambuhnya epilepsi.
d. Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan.
e. Harus selalu menyedikan sendok atau handuk .
f. Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan
sebelum tiba di rumah sakit.
- Penatalaksanaan
Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak ada
pencegahan khusus yang perlu dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah dimulai,
maka dapat dilanjukan kembali dan semua peralatan disekitar penderita harus
disingkirkan.
Penanganan pada serangan grand mal adalah seperti pada pasien tidak
sadar. Sangat penting untuk mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari
dalam mulut, terutama geligi tiruan penuh, dan melindungi lidah dari kerusakan.
Semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan. Dapat memberikan alat
bantu pernafasan Brook. Tahap klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa
menit dan diikuti dengan keadaan mengantuk yang akan berlangsung selama
beberapa menit sampai beberapa jam, dimana selama masa tersebut pasien akan
berbicara dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh sakit kepala dan umumnya
merasa tidak sehat. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka sebaiknya
dipersingkat.
Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin
berlangsung lama atau diikuti dengan serangan lain dalam waktuy yang cepat.
Apabila hal ini terjadi, dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10 menit, maka
diperlukan advis medis dari dokter ahli atau bantuan ambulans. Jika bantuan yang
diharapkan belum datang, persediaan benzodiazepines pada praktik dapat
diberikan secara intravena. Diazepam atau midazolam 10mg yang diberikan
secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan serangan. Kadang-kadang
bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah advis medis dari dokter ahli
sebelum memberikan dosis yang melebihi jumlah ini.

38

VII.2

Prosedur Perawatan Pada Skenario

Kunjungan I :
Relief of pain ( menghilangkan rasa sakit).
Tindakan yang dapat dilakukan pada kunjungan pertama adalah
menghilangkan rasa sakit atau rasa nyeri pada gigi. Obat analgesik topikal yang
sering digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri gigi yaitu eugenol. Caranya
dengan meneteskan eugenol pada cotton pelet kemudian meletakannya di kavitas
gigi. Kemudian dilakukan penumpatan sementara dengan menggunakan caviton.
- pasien dikonsul kepada dokter spesialis untuk dilakukan pemeriksaan lebih
-

lanjut mengenai riwayat gangguan perdarahan yang diderita.


Pasien juga harus melakukan pemeriksaan laboratorium.

Kunjungan II
Setelah hasil laboratorium dan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter
spesialis menunjukkan hasil yang memungkinkan atau bisa untuk dilakukan
perawatan, dokter gigi dapat melakukan perawatan pada gigi yang telah
didiagnosa. Rencana perawatan pada kasus di skenario dengan diagnosa pulpitis
irreversible pada gigi 75 ialah pulpotomi devital.
Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation) adalah
pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya
di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam
saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung
dipakai pasta para formaldehid.
Indikasi :
1) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
2) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
3) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
4) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan
pulpektomi terutama pada gigi posterior.
5) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan
karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.

39

Pemberian TKF ( Tri Kresol Formalin) juga dapat dilakukan dengan


dikombinasikan eugenol (sebagai sedative, digunakan untuk mengurangi rasa
sakit) pada saat dilakukan devitalisasi. Kemudian dilakukan penumpatan
sementara.
Kunjungan III
Pengecekan apakah devitalisasi berhasil apabila sudah diketahui non vital,
buka atap pulpa kemudian singkirkan jaringan yang mati dalam kavum pulpa, Tutup
bagian yang diamputasi dengan campuran ZnO / eugenol pasta atau ZnO dengan
eugenol / formokresol dengan perbandingan 1:1, Tutup ruang pulpa dengan semen
zinc Phosphate/semen polycarboxilate kemudian pada kunjungan berikutnya kontrol
dan dilakukan restorasi.

40

DAFTAR PUSTAKA
Marsh P,MV Martin. 1999. Oral Microbiology, 4th edition. London: Wright.
Coulthard P, K Horner, P Sloan, and E Theaker. 2003. Master Dentistry, Vol 1.
Edinburgh: Churchill Livingstone
Ganda KM. 2008. Dentists Guide to Medical Conditions and Complications.
Ames: Wiley-Blackwell
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery) alih
bahasa, Purwanto, Basoeseno; editor, Lilian Yuwono. Jakarta: EGC
Grossman, dkk. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.
Rose, Louis F. & Donald Kaye. 1997. Buku Ajar Penyakit Dalam untuk
Kedokteran Gigi.
Little, J. W., Falace, D. A., Miller, C. S., Rhodus, N. L. Dental management of the
medically compromised patient. 7th ed. Canada: Mosby Elsevier; 2008 p. 396432.
Lockhart, P. B., Gibson, J., Pond, S. H., and Leitch, J. Dental management
considerations for the patient with an acquired coagulopathy. Part I coagulopathies
from systemic disease. British Dent Jour (serial on internet). 2003 October 25;
[ cited 2008 December 12 ]; 195:439-445:[about 7 screen]. Availabel from: http:/ /
www.nature.com/bdj/journal/v195/n8/abs/4810593a.html.
Moreno, G. G., Soriano, A. C., Arana, C., Scully, C. Hereditary blood coagulation
disorders: mangement and dental treatment. J Dent Res (serial on internet). 2005
June 20;[cited 2008 October 21]; 84(11):1978-985:[about 8 screen]. Available
from:jdr.iadrjournals.org/cgi/content/full/84/11/978

41

Anda mungkin juga menyukai