Anda di halaman 1dari 11

PRAPLANNING PENYULUHAN KESEHATAN PENGAWASAN MENELAN OBAT

DAN PENATALAKSANAAN EFEK SAMPING OAT BAGI PENDERITA TB PARU DI


RA-3 RSUP HAM MEDAN
Disusun Oleh :
Mei Rianita E Sinaga

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

PRAPLANNING PENYULUHAN KESEHATAN PENGAWASAN MENELAN OBAT


DAN PENATALAKSANAAN EFEK SAMPING OAT BAGI PENDERITA TB PARU
1. Latar Belakang
Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat
dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua negara. Dari Laporan tahunan
WHO (2003) disimpulkan bahwa ada 22 negara dengan kategori beban tinggi terhadap TBC
(high Burden of TBC Number). Sebanyak 8,9 juta penderita TBC dengan proporsi 80% pada
22 negara berkembang dengan kematian 3 juta orang per tahun dan 1 orang dapat terinfeksi
TBC setiap detik.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2009, Indonesia
menempati urutan ke lima untuk insidensi kasus TB di dunia, lima negara dengan insidensi
kasus TB terbanyak adalah India (1.62.4 juta), Cina (1.11.5 juta), Afrika Selatan (0.400.59
juta), Nigeria (0.370.55 juta) dan Indonesia (0.340.52 juta). Tuberkulosis merupakan
pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat tiga dalam daftar
sepuluh penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sebesar 88000
kematian setiap tahunnya (www.tbcindonesia.or.id : 2008). Melihat besarnya masalah tersebut
pemerintah

membentuk

Gerakan

Terpadu

Nasional

Penanggulangan

Tuberkulosis

(GERDUNAS TBC). GERDUNAS TBC diharapkan dapat memperluas metode DOTS


(Directly Observed Treatment Of Short Course). Metode DOTS meliputi 5 komponen utama
sesuai rekomendasi WHO, diantaranya adalah pengobatan dengan panduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) (Depkes RI,
2002).
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu kunci keberhasilan
pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita. Kemungkinan ketidakpatuhan penderita
selama pengobatan TB sangatlah besar. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya adalah pemakaian obat dalam jangka panjang, jumlah obat yang diminum cukup
banyak serta kurangnya kesadaran dari penderita akan penyakitnya. Oleh karena itu perlu
peran aktif dari tenaga kesehatan sehingga keberhasilan terapinya dapat dicapai.
Prinsip pengobatan TB Paru adalah obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari
beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin, Etambutol) dalam jumlah
cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten)
dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal. Pada
tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk

mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Sebagian besar pasien TB dapat
menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting
dilakukan selama pengobatan.

2. Satuan Acara Pengajaran (SAP)


A. Tujuan Instruksional
1.

Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama 50 menit, diharapkan klien dengan penyakit
TB Paru dan keluarganya dapat memahami konsep tentang pengawasan menelan
obat dan penatalaksanaan efek samping OAT.

2.

Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 50 menit, diharapkan klien dengan penyakit
TB Paru dan keluarganya akan dapat:

a.

menyebutkan pengertian, persyaratan dan tugas PMO.

b.

menyebutkan terapi OAT dan efek sampingnya.

c.

menjelaskan penatalaksanaan efek samping OAT.


B. Pokok Bahasan
Pengawasan Menelan Obat dan Penatalaksanaan Efek Samping OAT
C. Sub Pokok Bahasan
1.
Defenisi PMO
2.
Persyaratan PMO
3.
Tugas PMO
4.
Terapi OAT
5.
Efek samping dan Penatalaksanaan OAT.
D. Sasaran Penyuluhan
Klien dengan Penyakit TB Paru dan Keluarganya di RA-3 RSUP HAM Medan

E. Metode
Penyuluhan dan diskusi
F. Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Jumat, 2 Desember 2011
Waktu

: 50 Menit

Tempat

: RA-3 RSUP HAM Medan

G. Media dan Alat


Leaftlet
H. Pengorganisasian
Penyuluh: Mei Rianita E Sinaga
I. Strategi Kegiatan
Tahap

Kegiatan Penyuluhan

Metode

Kegiatan

Media

Peserta

Waktu

Alat
Pendahuluan

Penyajian

Penutup

1. Membuka
pertemuan dengan
memberi salam
2. Memperkenalkan
diri kepada peserta
3. Menjelaskan
TIU/TIK
1.Menjelaskan
pengertian perawatan
kehamilan.
2. Menjelaskan tujuan
perawatan payudara
dan gigi pada trimester
tiga.
3. Menjelaskan
perawatan payudara
dan gigi pada trimester
tiga.
1. Memberi
kesempatan bertanya
pada peserta
2. Membuat
kesimpulan

Ceramah

Mendengarkan

Ceramah

Mendengarkan

25

dan

Tanya Jawab

Diskusi

Diskusi

Mendengarkan

Leafle

Bertanya

20

3. Menutup
penyuluhan
4. Membagikan leaflet

J. Evaluasi
a.

Kriteria Struktur : Penyuluhan dilakukan di tempat yang strategis, alat dan media
lengkap dan jumlah peserta penyuluhan yaitu sekitar 80% dari yang direncanakan.

b.

Kriteria Proses : Proses penyuluhan berlangsung dengan baik, peserta berpartisipasi


dalam penyuluhan dengan bertanya, menjawab dan antusias.

c.

Kriteria Hasil : Peserta penyuluhan memahami materi 80% dari yang disampaikan
oleh penyuluh.

3. Materi Penyuluhan
a. Pengertian PMO
PMO (pengawasan menelan obat) adalah orang yang dipercaya, dikenal, disetujui oleh
petugas kesehatan maupun penderita untuk mengawasi penderita TBC dalam meminum obat
dan pengobatan yang teratur sampai selesai. Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan
oleh :
1. Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal setiap minggu maka paramedis atau petugas
sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara
teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus
dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini. Beberapa kemungkinan yang
dapat menjadi PMO adalah :
a. Petugas kesehatan
b. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
c. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah

2. Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS,
selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
b. Persyaratan PMO
Untuk menjadi PMO, sebagai persyaratannya adalah seseorang yang dikenal,
dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani
dan dihormati oleh pasien, seseorang yang tinggal dekat dengan pasien, bersedia membantu
pasien dengan sukarela, serta bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama- sama
dengan pasien. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader
dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien, sehingga apabila
pasien sudah tidak dirawat lagi di Rumah Sakit, pengobatan tetap berjalan dengan teratur.
c. Tugas PMO
PMO memiliki beberapa tugas, diantaranya :
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.
Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.
Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat.

Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.


Melakukan kunjungan rumah.
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB.

d. Terapi OAT
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip prinsip: OAT harus diberikan
dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal), pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister, sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan. Terdapat 2 macam sifat atau aktivitas obat terhadap
tuberkulosis yakni:
Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh. Aktivitasnya diukur
dari kecepatan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan
didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Rifampisin dan INH
disebut bakterisid yang lengkap karena kedua obat ini dapat masuk ke seluruh populasi
kuman. Pyrazinamid hanya bekerja di lingkungan yang asam sedangkan streptomisin bekerja
di lingkungan yang basa. Oleh karena itu masing-masing mendapat nilai setengah. Etambutol
dan tiasetazon tidak mendapat nilai.
Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat.
Aktivitasnya diukur dari kekambuhannya setelah pengobatan dihentikan.
Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan antara lain (Anonim, 2002) :
1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang
dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg BB.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak dapat
dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermiten 3 kali seminggu.
3) Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, yang dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
4) Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk


pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai
60 tahun dosisnya 0,75g/hari, sedangkan untuk berumur 60 atau lebih diberikan 0,50g/hari.
5) Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:


a) KATEGORI 1
Kategori 1 ini diobati dengan INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol selama 2
bulan, 9 fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan INH dan
Rifampisin 3 kali dalam seminggu (2HRZE/4H3R3).
Terdiri dari :
Pasien TB paru BTA (+), kasus baru
Pasien TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
Pasien TB extra paru
b) KATEGORI 2
Kategori 2 diobati dengan INH, Rifampisin, Pirazinamid, etambutol, dan streptomisin
selama 2 bulan setiap hari dan selanjutnya INH,Rifampisin dan etambutol selama 5 bulan
seminggu 3 kali (2HRZES/HRZE/5H3R3E3). Jika setelah 2 bulan BTA masih postif, fase
intensif ditambah 1 bulan sebagai sisipan (dengan HRZE). Paduan OAT ini diberikan untuk
pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien TB paru kasus kambuh
Pasien TB Paru kasus gagal pengobatan
Pasien TB Paru dengan pengobatan terputus
c) KATEGORI 3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan tiga kali seminggu
(4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru BTA negatif dan rongent positif sakit ringan

Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

e. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya


Efek samping OAT dapat dibagi menjadi efek samping ringan dan berat.
Efek samping ringan
Efek samping
tidak ada nafsu makan,
mual, sakit perut, warna
kemerahan pada urine
Nyeri sendi
Kesemuatan sampai
dengan rasa terbakar di
kaki

Obat

Penatalaksanaan

Rifampisin

Semua OAT diminum


malam sebelum tidur

Pirasinamid
INH

Beri aspirin
Beri vitamin B6
(piridoksin) 100mg per
hari

Efek samping berat


Efek samping

Obat

Gatal dan kemerahan


kulit

Semua jenis OAT

Tuli dan Gangguan


keseimbangan

Streptomisin

Ikterus tanpa penyebab


lain

Hampir semua OAT

Bingung dan muntahmuntah (permulaan


ikterus karena obat)
Gangguan penglihatan
Purpura dan renjatan
(syok)

Etambutol

Penatalaksanaan
Antihistamin, bila
berkurang teruskan OAT,
bila makin parah
hentikan dan rujuk.
Streptomisin dihentikan,
ganti Etambutol
Hentikan semua OAT
sampai ikterus
menghilang
Hentikan semua OAT,
segera lakukan tes fungsi
hati
Hentikan Etambutol

Rifampisin

Hentikan Rifampisin

Hampir semua OAT

Referensi :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Kedua
Idris, Fachmi. 2004. Penanggulangan Tuberculosis Strategi DOTS, Pengurus Besar IDI.
Jakarta
http:/www.tbcindonesia.or.id/ pdf/Lembar-Fakta-TB.pdf. Diakses tanggal 1 desember 2011
Wold Health Organization. 2010. Global Tuberculosis Control 2010

Anda mungkin juga menyukai