SAP TB Paru
SAP TB Paru
membentuk
Gerakan
Terpadu
Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis
mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Sebagian besar pasien TB dapat
menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting
dilakukan selama pengobatan.
Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama 50 menit, diharapkan klien dengan penyakit
TB Paru dan keluarganya dapat memahami konsep tentang pengawasan menelan
obat dan penatalaksanaan efek samping OAT.
2.
Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 50 menit, diharapkan klien dengan penyakit
TB Paru dan keluarganya akan dapat:
a.
b.
c.
E. Metode
Penyuluhan dan diskusi
F. Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Jumat, 2 Desember 2011
Waktu
: 50 Menit
Tempat
Kegiatan Penyuluhan
Metode
Kegiatan
Media
Peserta
Waktu
Alat
Pendahuluan
Penyajian
Penutup
1. Membuka
pertemuan dengan
memberi salam
2. Memperkenalkan
diri kepada peserta
3. Menjelaskan
TIU/TIK
1.Menjelaskan
pengertian perawatan
kehamilan.
2. Menjelaskan tujuan
perawatan payudara
dan gigi pada trimester
tiga.
3. Menjelaskan
perawatan payudara
dan gigi pada trimester
tiga.
1. Memberi
kesempatan bertanya
pada peserta
2. Membuat
kesimpulan
Ceramah
Mendengarkan
Ceramah
Mendengarkan
25
dan
Tanya Jawab
Diskusi
Diskusi
Mendengarkan
Leafle
Bertanya
20
3. Menutup
penyuluhan
4. Membagikan leaflet
J. Evaluasi
a.
Kriteria Struktur : Penyuluhan dilakukan di tempat yang strategis, alat dan media
lengkap dan jumlah peserta penyuluhan yaitu sekitar 80% dari yang direncanakan.
b.
c.
Kriteria Hasil : Peserta penyuluhan memahami materi 80% dari yang disampaikan
oleh penyuluh.
3. Materi Penyuluhan
a. Pengertian PMO
PMO (pengawasan menelan obat) adalah orang yang dipercaya, dikenal, disetujui oleh
petugas kesehatan maupun penderita untuk mengawasi penderita TBC dalam meminum obat
dan pengobatan yang teratur sampai selesai. Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan
oleh :
1. Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal setiap minggu maka paramedis atau petugas
sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara
teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus
dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini. Beberapa kemungkinan yang
dapat menjadi PMO adalah :
a. Petugas kesehatan
b. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
c. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
2. Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS,
selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
b. Persyaratan PMO
Untuk menjadi PMO, sebagai persyaratannya adalah seseorang yang dikenal,
dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani
dan dihormati oleh pasien, seseorang yang tinggal dekat dengan pasien, bersedia membantu
pasien dengan sukarela, serta bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama- sama
dengan pasien. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader
dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien, sehingga apabila
pasien sudah tidak dirawat lagi di Rumah Sakit, pengobatan tetap berjalan dengan teratur.
c. Tugas PMO
PMO memiliki beberapa tugas, diantaranya :
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.
Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.
Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat.
d. Terapi OAT
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip prinsip: OAT harus diberikan
dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal), pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister, sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan. Terdapat 2 macam sifat atau aktivitas obat terhadap
tuberkulosis yakni:
Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh. Aktivitasnya diukur
dari kecepatan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan
didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Rifampisin dan INH
disebut bakterisid yang lengkap karena kedua obat ini dapat masuk ke seluruh populasi
kuman. Pyrazinamid hanya bekerja di lingkungan yang asam sedangkan streptomisin bekerja
di lingkungan yang basa. Oleh karena itu masing-masing mendapat nilai setengah. Etambutol
dan tiasetazon tidak mendapat nilai.
Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat.
Aktivitasnya diukur dari kekambuhannya setelah pengobatan dihentikan.
Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan antara lain (Anonim, 2002) :
1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang
dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg BB.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak dapat
dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermiten 3 kali seminggu.
3) Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, yang dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
4) Streptomisin (S)
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
Obat
Penatalaksanaan
Rifampisin
Pirasinamid
INH
Beri aspirin
Beri vitamin B6
(piridoksin) 100mg per
hari
Obat
Streptomisin
Etambutol
Penatalaksanaan
Antihistamin, bila
berkurang teruskan OAT,
bila makin parah
hentikan dan rujuk.
Streptomisin dihentikan,
ganti Etambutol
Hentikan semua OAT
sampai ikterus
menghilang
Hentikan semua OAT,
segera lakukan tes fungsi
hati
Hentikan Etambutol
Rifampisin
Hentikan Rifampisin
Referensi :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Kedua
Idris, Fachmi. 2004. Penanggulangan Tuberculosis Strategi DOTS, Pengurus Besar IDI.
Jakarta
http:/www.tbcindonesia.or.id/ pdf/Lembar-Fakta-TB.pdf. Diakses tanggal 1 desember 2011
Wold Health Organization. 2010. Global Tuberculosis Control 2010