Anda di halaman 1dari 21

III.

PROKARYOTA
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:
1. Dapat mendifinisikan mikroba prokaryotik
2. Dapat menyebutkan karakter dasar bakteri, arkhaea dan bluegreen-algae.
3. Dapat menyebutkan bentuk dasar, struktur dan fungsi komponen utama sel bakteri
PENGANTAR
Prokaryota meliputi ragam mikroorganisma yang sangat besar, yaitu Archaea dan
bakteria (termasuk di dalamnya sianobakteria atau blue green algae). Pada umumnya
klasifikasi prokaryota di dasarkan pada beberapa sifat terutama sifat fenetiknya, antara lain:
1. ciri morfologi
2. cara reproduksi
3. pengecatan Gram untuk melihat struktur dinding sel
4. persen mol G+C dalam genom
5. susunan sel
6. kisaran faktor lingkungan untuk pertumbuhan (pH, suhu, oksigen)
7. akseptor elektron untuk respirasi (jika ada)
8. karakteristik biokimiawi
9. sifat serologinya
Pengelompokan mikroorganisma terutama dari kelompok Prokaryota berdasarkan
karakter di atas relatif lebih mudah dibandingkan klasifikasi secara filogenetis. Oleh sebab itu
hingga saat ini klasifikasi berdasarkan sifat-sifat yang telah disebutkan di atas, terutama ciri
morfologi dan metabolik yang khas masih populer.
Klasifikasi berdasar sifat fenetik terhadap archaea dan bakteria telah dilakukan oleh
David Bergey dan kolega (1927) dengan menerbitkan Bergeys Manual of Determinative
Bacteriology yang terus diperbaharui dan pada 1984 diterbitkan Bergeys Manual of
Systematic Bacteriology yang masih didasari sifat fenetik. Pada tahun 2001 Bergeys Manual
of Systematic Bacteriology edisi ke-dua diterbitkan dengan mengakomodasi klasifikasi
berdasar sifat filogenetiknya.
Dari buku edisi ke-2 tersebut Archaea dibagi menjadi 2 phyla yaitu Crenarchaeota
dan Euryarchaeota. Crenarchaeota semula terdiri dari archaea yang memetabolisasi sulfur
dan bersifat termofilik serta hipertermofilik, tetapi kenyataan saat ini termasuk pula yang
tumbuh pada suhu mesofilik. Adapun Euryarchaeota umumnya archaea methanogenik,
halofilik, termofilik dan pereduksi sulfur.
Adapun bakteria sendiri dikelompokkan dalam 24 phyla yaitu:
I. Phylum Aquificiae: kelompok bakteri yang menggunakan hidrogen untuk
memproduksi energi, Aquificae (Hydrogen oxydizier) : Aquifex (termofilik, pereduksi
oksigen)
II. Phylum Thermotogae: meliputi kelompok bakteri anaerobik, termofilik, dan
fermentatif, Gram negatif. Contoh: Thermotoga(termofilik), Fervidobacterium
(termofilik)
III. Phylum Thermodesulfobacteria, contoh: Thermodesulfobacterium (termofilik)

IV. Phylum Chloroflexi - bakteria non sulfur hijau (Green non-sulfur) yang
melangsungkan fotosintetik anoksigenik, contoh: Chloroflexus (fotosintetik,
meluncur), Herpetosiphon, Thermomicrobium (termofilik)
V. Phylum Deinococcus Thermus: meliputi bacteria tahan radiasi, contoh Deinococcus,
Thermus (termofilik)
VI. Phylum Thermomicrobia, kelompok bakteri seperti Thermodesulfovibrio (termofilik)
VII. Phylum Firmicutes- merupakan kelompok bakteri dengan G+C rendah, Gram positif,
contoh: Bacillus, Clostridium, Eubacterium, Heliobacterium(fotosintetik),
Lactobacillus, Mycoplasma (tidak berdinding sel), Spiroplasma (tidak berdinding sel)
VIII. Phylum Actinobacteria- sejumlah anggotanya membentuk filament, G+C tinggi,
Gram positif, contoh: Bifidobacterium, Mycobacterium, Propionibacterium,
Streptomyces
IX. Phylum Cyanobacteria kelompok bakteri fotosintetik oksigenik, contoh: Oscillatoria
(fotosintetik, meluncur), Prochlorococcus (fotosintetik), Synechococcus (fotosintetik)
X. Phylum Planctomycetes sejumlah anggotanya memiliki nucleus bermembran,
contoh: Planctomyces
XI. Phylum Chlamydiae kelompok bakteri parasit intraseluler obligat, penyebab
penyakit, contoh: Chlamydia
XII. Phylum Chlorobi bakteri sulfur hijau yang melangsungkan fotosintesis anoksigenik,
contoh: Chlorobium (fotosintetik)
XIII. Phylum Bacteroidetes merupakan kelompok bacteria yang secara ekologis pentinge,
contoh: Bacteriodes, Cytophaga (meluncur), Flexibacter (meluncur), Flavobacterium,
Rhodothermus (termofilik)
XIV. Phylum Fibrobacteres, salah satu contoh: Fibrobacter
XV. Phylum Spirochaeta (Spirochete)- kelompok bakteri berbentuk heliks, Gram-negatif,
motil (menggunakan filament aksial). Contoh: Borrelia, Leptonema, Spirochaeta
(tanpa dinding sel), Treponema
XVI. Phylum Gemmatimonadetes: bakteri Gram negative tanpa DAP (diaminopimelic acid)
pada dinding selnya
XVII. Phylum Chrysiogenetes kelompok bakteri khemolithoototrofik
XVIII. Phylum Nitrospira: didalamnya termasuk bakteri pengoksidasi nitrit, pereduksi sulfat
termofilik, pengoksidasi besi asidofilik
XIX. Phylum Deferribacteres: kelompok bakteri akuatik, anaerobik
XX. Phylum Fusobacteria: bakteri anaerobik heterotrofik, sering menyebabkan infeksi
pada manusia
XXI. Phylum Verrucomicrobia: bakteri akuatik atau terrestrial, sering memiliki inang
eukaryotik
XXII. Phylum Acidobacteria: bakteri asidofilik yang umum dijumpai di tanah
XXIII. Phylum Dictyoglomi: bakteri thermofilik khemoorganotrof
XXIV. Phylum Proteobacteria Gram negative
a. Alphaproteobacteria bersifat oligotrofik, diantaranya bakteri fotosintesis
ungu non sulfur, Rhodobacter (termofilik), Rickettsia, Rhodospirillum
(termofilik), Agrobacterium, Anaplasma (tanpa dinding sel)
b. Betaproteobacteria secara metabolic mirip dengan alphaproteobacteria,
contoh: Neisseria, Rhodocyclus (fotosintetik)
c. Gammaproteobacteria beragam dalam metabolisme energi, contoh:
Beggiatoa (meluncur), Chromatium (fotosintetik), Escherichia, Haemophilus,
Legionella, Pseudomonas, Salmonella, Vibrio, Yersinia
d. Deltaproteobacteria termasuk di dalamnya predator dan myxobacteria
penghasil buah (fruiting myxobacteria), contoh: Myxococcus (meluncur)

e. Epsilonproteobacteria meliputi bakteria patogen


Meskipun secara filogenetik klasifikasi bakteri sudah dapat diterima secara luas,
namun pengelompokan berdasar sifat fenetiknya masih umum digunakan, misalnya
pengenalan berdasarkan bentuk dan susunan sel, sifat struktur dinding sel.
ARCHAEA
Secara umum Archaea dicirikan oleh struktur membrane sel tanpa lemak dan
mengandung gliserol, dinding sel tanpa peptidoglikan, dan relatif tahan terhadap beragam
antibiotik. Karakter spesifik yaitu umum dijumpai pada lingkungan-lingkungan ekstrim
seperti termofilik atau hipertermofilik (>60oC), halofilik (salinitas 15-30%), basofilik (pH >
8), asidofilik (pH < 5).
Tabel 3.1. Tipe nutrisi dalam metabolisma Archaea
Tipe nutrisi Sumber energi
Fototrof
Cahaya matahari
Lithotrof
Senyawa
anorganik
Organotrof
Senyawa organik

Sumber C
Senyawa organik
Senyawa organik
atau fiksasi karbon
Senyawa organik
atau fiksasi karbon

Contoh Archaea
Halobacteria
Ferroglobus, Methanobacteria,
Pyrolobus
Pyrococcus, Sulfolobus atau
Methanosarcinales

BAKTERIA
Bakteria merupakan kelompok organisma yang paling melimpah dengan tingkat
keragaman yang tinggi baik secara morfologi, ekologi serta fisiologisnya. Bakteria dijumpai
pada rentang lingkungan yang luas. Di alam bakteria dapat hidup bebas, saprofitik,
fotosintetik, parasitik atau patogenik pada organisma lain, dengan sifatnya tersebut beberapa
bakteria dapat berperan antara lain dalam daur unsur dan interaksi dengan organisma lain.
Secara umum bakteria berkembang biak dengan pembelahan transfersal atau biner.
Berdasarkan morfologinya bakteria dibedakan dalam 3 bentuk dasar yaitu:
1. bulat atau kokus (coccus) atau sferik dengan variannya tersusun tunggal, duadua (diplococci), empat-empat (tetracocci), tersusun sebagai rantai (streptococci), tersusun delapan-delapan (sarcina) dan seperti buah anggur
(staphylococci)
2. batang (bacillus) atau silindris, dengan variannya seperti diplobacilli,
streptobaccili atau roset
3. bentuk lengkung dan variannya yaitu koma (vibrio) dan spiral
Ragam bentuk dasar sel bakteri ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.2. Ragam bentuk sel bakteri


Keragaman morfologi selsangat tinggi begitu pula keragaman makromorfologinya
dalam wujud koloni yang tumbuh pada media padat. Satu koloni diasumsikan berasal dari
satu sel bakteri yang mengalami pembelahan diri terus menerus membentuk suatu koloni
yang tampak dengan mata biasa, oleh sebab itu umumnya satu bercak atau koloni satuannya
adalah CFU (colony forming unit) (Gambar 3.3).

Gambar 3.3. Beragam koloni bakteri pada


media padat

Adapun jika ditinjau dari struktur dinding selnya, bakteri dapat dibedakan menjadi
Gram negatif dan Gram positif, meskipun sering dijumpai bakteri bersifat Gram variable.
Sifat tersebut ditunjukkanmelalui pengecatan diferensial yang dikenal dengan pengecatan
Gram yang terdiri atas 2 zat warna. Sebelum pengecatan Gram dimulai didahului dengan
mengulaskan sel bakteri pada permukaan gelas benda dan di-fiksasi yaitu mematikan sel
secara cepat tanpa merubah struktur sel, fiksasi juga akan melekatkan sel-sel bakteri secara
kuat pada permukaan gelas benda. Selanjutnya dilakukan pengecatan Gram dalam. 4 tahapan,
dimulai dengan pewarnaan pertama menggunakan kristal violet, dilanjutkan dengan
pemberian mordant berupa iodine supaya zat warna menempel kuat, selanjutnya dilakukan
peluruhan zat warna (decolorization) menggunakan alkohol, dilanjutkan dengan pewarnaan
ke-dua menggunakan safranin (lihat Gambar 3.4).

1 menit

3 menit

20 detik

1 menit

Gambar 3.4. Tahapan pewarnaan Gram


Dari hasil pengecatan Gram akan diketahui komposisi dinding selnya. Bakteri Gram negatif
menunjukkan bahwa dinding sel tersusun oleh lipopolisakarida (LPS) sehingga ketika
dilakukan dekolorisasi dengan alkohol lipid akan larut beserta zat warna yang terkandung di
dalamnya. Sebagai akibatnya, zat warna ke-dua yang akan mewarnai sel. Sebaliknya pada
bakteri Gram positif, dinding sel tersusun oleh peptidoglikan (peptidoglycan), ketika
direaksikan dengan mordant, maka zat warna akan terikat lebih kuat pada dinding sel dan
tidak terpengaruh saat dekolorisasi.
Bentuk bakteria selain karena sifat genetis juga dipengaruhi oleh umur dan faktor
lingkungan sehingga pada beberapa jenis tertentu bakteria dapat bersifat pleomorfi (tampil
dengan bentuk morfologi yang bermacam-macam). Dikenal pula adanya bentuk involusi
yaitu penyimpangan morfologi sel dari morfologi normalnya karena keadaan lingkungan
sekitar yang tidak menguntungkan seperti ketersediaan makanan, suhu, pH, dan kadar garam.
Adapun ukuran bakteria sangat bervariasi dalam bilangan mikro meter (m)

Beberapa sifat terkait genetis yang relatif sering berubah pada bakteria yaitu: bentuk
sel, aerobiosis, kemampuan menggunakan berbagai donor dan akseptor elektron, kemampuan
fotosintetis yang didasarkan pada keberadaan khlorofil, motilitas, kandungan G+C.
Sejumlah spesies bakteri diketahui memiliki kapsul yang tersusun atas polisakarida
dan berfungsi untuk proteksi terhadap keadaan sekeliling yang tidak menguntungkan. Sel
bakteri juga memiliki pili yang berfungsi untuk pelekatan. Diantara spesies bakteri seperti
dari genus Bacillus dan Clostridium diketahui pula menghasilkan endospora yang akan
bertahan pada kondisi yang buruk. Bakteria dapat pula dikelompokkan berdasarkan sumber
energi dan karbon yang dibutuhkan (Lihat Bab V dari buku ini). Secara umum pengenalan
bakteri dapat dilakukan melalui metoda berikut:

Pengamatan mikroskopis mengandalkan pengamatan bentuk, ukuran sel, ada tidak


spora, hasil pengecatan atau sifat Gram (Gram positif dan negatif), atau sifat acid fast
(mycobacterium dan Nocardia), ada tidaknya granula dan kapsul. Adapun pengamatan
makroskopis antara lain pengamatan karakter koloni seperti warna, ukuran, bentuk tepi
koloni, bentuk permukaan koloni. Pengamatan biokimiawi antara lain kemampuan
memproduksi enzim-enzim tertentu, kemampuan menggunakan beragam sumber gula dan
sebagainya.

Meskipun pengelompokan atau klasifikasi berbasis filogenetik sudah diperkenalkan


tetapi pencirian atau pengenalan secara konvensional masih tetap relevan. Selain bentuk sel,
sifat Gram, maka uji-uji biokimiawi dan enzimatik masih dilakukan. Secara komersial
pengujian semacam untuk keperluan identifikasi bakteri tersedia misalnya produk dari
bioMrieux API 20E untuk bakteri enterik Gram-negatif dan API 20NE untuk bakteri Gram
negative non-enterik, serta API 50CH untuk bakteri Gram positif. Contoh API 20E kit
ditunjukkan Gambar 3.5. berikut:

Gambar 3.5. Hasil pengujian biokimiawi dan enzimatik terhadap bakteri enterik Gram
negative dengan API 20E

CYANOBACTERIA
Cyanobacteria atau sianobakteria digolongkan ke dalam bakteria. Pada naskah ini
ditulis tersendiri karena sifat khas sianobakteria. Beberapa spesies sianobakteria juga mampu
mensekresi karbonat (travertine). Sianobakteria tersebar luas di air tawar dan asin, memiliki
pigmen fotosintesis berupa khlorofil a, phycocyanin dan phycoerythrin dan mampu
memfiksasi nitrogen serta menghasilkan oksigen. Karena pigmen fotosintesis yang dimiliki,
sianobakteria dapat menggunakan kisaran panjang gelombang yang luas (Gambar 3.6).

Gambar 3.6. Spektra absorpsi berbagai pigmen algae dan sianobakteria


Sianobakteria memiliki variasi bentuk morfologinya (Gambar 3.7.). Sel-sel dapat
tersusun sebagai rantai atau filamen seperti rambut atau membentuk koloni. Adapun
warnanya bervariasi tergantung pigmen yang dimiliki. Sianobakteria melakukan fotosintesa,
cadangan makanan dihimpun sebagai karbohidrat, lipid an senyawa nitrogenous cyanophycin.
Sianobakteria membentuk sel baru secara pembelahan, koloni baru dapat terbentuk melalui
fragmentasi pada bagian hetrosista (sel-sel pengikat nitrogen) dan akinet.

Gambar 3.7. Ragam sianobakteria


Sianobakteria merupakan organisma pertama endosimbion makroorganisma
sebagaimana dibuktikan oleh hasil penelitian terhada rRNA khloroplast pada tumbuhan
tingkat tinggi yang ternyata menunjukkan kesamaan dengan rRNA bakteria. Oleh karena itu
pada klasifikasi menurut Carl Woese (1990-an), khloroplas ditempatkan dalam satu domain
dengan bakteri dan sianobakteri.
Sianobakteria merupakan produsen utama lingkungan perairan, sehingga berada pada
ujung jejaring makanan. Sejumlah spesies dapat meledak populasinya dan menyebabkan
algae bloom. Beberapa sianobakteria juga diketahui menghasilkan toksin, misalnya
Microcystis., akan tetapi sejumlah sianobakteria telah pula dikembangkan sebagai suplemen

makanan atau pakan, misalnya Spirulina spp., atau dikembangkan sebagai pupuk biologis
karena kemampuannya dalam mengikat nitrogen. Dalam kaitannya dengan masalah
lingkungan, diketahui bahwa sianobakteria memberi perlindungan terhadap koral merah (rose
coral) dari sifat merusak UV matahari.

IV. MIKROBA EUKARYOTIK


TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:
1.
Dapat mendifinisikan mikroba eukaryotik
2.
Dapat menyebutkan karakter dasar fungi, protozoa dan algae.
3.
Dapat menyebutkan struktur dan fungsi komponen utama sel eukaryotik
PENGANTAR
Sel eukarryotik dicirikan dengan adanya membran inti yang sebenarnya sehingga inti
memiliki bentuk yang tetap. Mikroba eukaryotik memiliki keragaman yang tinggi. Di
dalamnya meliputi fungi, algae dan protozoa.
Mikroba eukaryotik ada yang merugikan karena menimbulkan penyakit infeksi
tanaman Fusarium pada berbagai tumbuhan, ataupun parasiter misalnya malaria.oleh
Plasmodium falciparum tetapi sebagian yang lain menguntungkan karena berbagai manfaat
seperti meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman oleh ekto dan endo mikoriza,
pengikatan nitrogen simbiotik oleh Rhizobium, atau untuk obet-obatan misalnya lumut kerak
Usnea.
Satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah peran mikroba eukaryotik dalam jejaring
makanan dan siklus unsur. Algae merupakan ujung dari jejaring makanan dan pabrik
makromolekul karbohidrat perairan melalui fotosintesa, di ujung yang lain, fungi akan
berperan dalam dekomposisi materi-organik (dekomposer).

FUNGI
Fungi memiliki sejarah panjang, setidaknya fosil fungi ditemukan dari sekitar 400
juta tahun lalu. Saat ini baru sekitar 5% yang sudah diketahui atau dipelajari. Fungi pada
awalnya pernah dikelompokkan sebagai tumbuhan dalam Species Plantarum oleh Carolus
Linnaeus (1753).
Fungi merupakan organisma berfilamen, non-fotosintetik, merupakan organisma
heterotrofik, eukaryotik. Struktur satuan selulernya berupa hifa yang merupakan bentukan
seperti benang tubular, tunggal. Hifae (jamak dari hifa) memiliki dinding sel yang
mengandung khitin dan selnya memiliki inti yang sebenarnya (umumnya jamak, nuclei) dan
organela seperti: mitokondria, ribosoma dan badan Golgi. Adapun struktur sub-selulernya
didukung dan diorganisasi oleh mikrotubuli dan retikulum endoplasma.
Pada umumnya organela dan materi sel lainnya terkonsentrasi dekat ujung hifa,
bagian hifa lainnya terisi oleh vakuola yang besar, dan pada beberapa kelompok fungi bagian
tersebut dipisahkan dari bagian hifa muda oleh adanya septa. Hifa meluas dengan
pertumbuhan ujung (apical) dan memperbanyak diri dengan membentuk cabang yang
berjalin menyusun miselium (Gambar 4.1a).
Beberapa kelompok fungi tidak membentuk hifa, jika ada bentukan seperti hifa, hal
itu merupakan pseudohifa, kelompok ini merupakan fungi bersel tunggal yang dikenal
sebagai yeast atau khamir (Gambar 4.1b). Yeast umumnya berkembang biak dengan
pembelahan biner dan pembentukan tunas. Yeast memiliki kisaran ukuran yang bervariasi
yaitu 1-5m x 5-30m, umumnya berbentuk telur.
Beberapa fungi mampu membentuk badan buah yang besar (makroskopis) yang
muncul ke permukaan tanah atau kayu, meskipun demikian sebagian besar massanya berupa
miselium. Fungi berbadan buah ini merupakan kelompok Basidiomycota, sebagai contoh
antara lain Pleurotus ostreatus, Volvariella volvacea, Auricula dan Amanita.

(a.)

(b)

Gambar 4.1. Hifa bersepta dan senositik (coenocytic) (a) dan yeast (b)
Dinding sel fungi tersusun oleh khitin mikrofibril semikristalin yang terpadu dengan
matriks amorf -glukan, beberapa protein mungkin ikut menyusun dinding selnya. Pada fungi

tingkat tinggi hifae tumbuh melalui pertumbuhan ujung hifa diikuti pembentukan septa.
Sedangkan pada fungi tingkat rendah tanpa diikuti pembentukan septa.
Pertumbuhan koloni fungi dicirikan oleh perkembangan radial miselium pada substrat
membentuk koloni sferik atau bundar (Gambar 4.2). Pertumbuhan fungi dapat diukur dengan
mengukur perubahan massa miselial setiap satuan waktu pada medium yang cukup nutrien.
Setelah fase lag, suatu periode eksponensial pendek ditunjukkan oleh pertumbuhan awal
ujung hifa, dan begitu hifa baru tumbuh, pertumbuhan yang terjadi mengikuti laju
pertumbuhan yang linear hingga nutrien habis, diikuti oleh fase stasioner.

miselia

Gambar 4.2. Miselia yang membentuk koloni jamur diantara koloni-koloni bakteri (kiri),
kanan Aspergillus tumbuh pada media dalam petridish yang dipenuhi
miselium, lingkaran hijau di tengah menunjukkan sporangia
Pertumbuhan hifa juga dapat diukur secara mikroskopi atau dengan menghitung total
jumlah ujung hifa, dan membagi jumlah tersebut dengan total panjang miselium pada koloni,
dengan cara ini rata-rata panjang hifa yang diperlukan untuk bertunasnya ujung hifa dapat
dihitung. Hasil ini disebut sebagai unit pertumbuhan hifa. Daerah pertumbuhan perifer
merupakan area miselium dibelakang ujung tunas hifa, yang memungkinkan pertumbuhan
radial pada tingkat pertumbuhan spesifik yang sama. Bagian ini berperan dalam mendukung
pertumbuhan ujung hifa yang optimal.
Fungi membutuhkan air untuk menyerap nutrien sehingga sebagian besar fungi
kehadirannya terbatas pada lingkungan yang lembab, beberapa bahkan merupakan fungi
perairan baik yang dijumpai di perairan masin maupun perairan tawar.
Secara umum fungi cenderung pada lingkungan yang bersifat asam dengan
pertumbuhan optimal umumnya pada pH 4-6. Adapun kisaran suhu pertumbuhan antara 540C, tetapi beberapa diantaranya psikrofilik yang tumbuh optimum pada suhu di bawah 5C
dan lainnya termofilik yang mampu tumbuh hingga suhu 50C atau lebih.
Secara umum talus fungi terdiri dari 2 bagian yaitu miselium dan spora. Sebagaimana
diutarakan di atas bahwa miselium tersusun oleh jalinan hifa. Terdapat 3 morfologi dasar
hifa yaitu:
1. hifa aseptat atau senositik yaitu hifa yang tidak memiliki septa

2. hifa bersepta dengan sel-sel berinti tunggal dan memiliki pori pada septatnya
sehingga memungkinkan perpindahan sitoplasma maupun nukleus dari satu ruang
ke ruang lainnya
3. hifa berseptat dengan inti lebih dari satu (multi nukleat) .
Fungi tersebar luas di alam meskipun tidak seluas sebaran bakteria. Fungi mudah
dijumpai seperti pada bahan makanan yang kedaluwarsa, buah-buahan, nektar bunga, daun,
tubuh serangga, tanah dan air. Fungi dapat bereproduksi dengan tunas, pembelahan sel atau
fragmentasi talus, pembentukan spora seksual dan aseksual, dan konyugasi.
Fungi bersifat monofiletik, artinya bahwa semua spesiesnya berasal dari common
ancestor yang sama, dan hal ini telah berulang kali diuji secara filogenetik-molekuker.
Beberapa sifat umum yang menunjukkan sifat monofiletik antara lain: dinding sel
mengandung khitin, heterotrof dengan cara absorpsi.
Dengan adanya penelitian-penelitian molekuler yang dilakukan, klasifikasi fungi
mungkin akan berubah dengan cepat, dan hingga saat ini tidak ada satu klasifikasi yang
diterima sepenuhnya sebagai satu-satunya klasifikasi fungi. Oleh sebab itu, sejumlah ahli
umumnya mencoba mengelompokkan fungi dan organism mirip fungi yang terdiri dari 3
kingdom yaitu Eumycota (fungi sebenarnya), Staminipilia dan Myxomycota (slime mold,
jamur lendir) (Gambar 4.3.). Dalam kaitan tersebut, maka pada buku ini pembicaraan tentang
fungi hanya dibatasi pada Eumycota. Terutama berdasarkan struktur reproduksi seksualnya,
maka secara umum fungi dibedakan menjadi 5 fila yaitu::
1.
2.
3.

4.
5.
6.

Chytridiomycota, memproduksi zoospor sehingga mampu bergerak bebas pada media


cairan dengan flagella sederhana.
Zygomycota memproduksi spora seksual dengan meiospora yang disebut zigospoa
dan secara aseksual dengan sporangiospora.
Glomeromycota dikenal pula sebagai fungi mikoriza arbuskular (arbuscular
mycorrhizal fungi). Umumnya anggota-anggotanya hanya melakukan reproduksi
aseksual.
Ascomycota, membentuk spora meiotik yang berada dalam suatu struktur seperti
kantung.
Basidiomycota, menghasilkan meiospora yang disebut sebagai basidiospora yang
terbentuk pada tangkai (basidia).
Deuteromycota (mitosporic fungi), merupakan kelompok fungi yang reproduksi
seksualnya belum diketahui, meskipun sebagian anggotanya mungkin memiliki
karakter yang mirip dengan Ascomycota maupun Glomeromycota

Dikutip dari: Deacon (2006)

fungi dibagi menjadi 4 phyla yaitu Cytridiomycota, Zygomycota, Ascomycota,


Basidiomycota (Alexopoulos et al. , 1996).
Phylum Cytridiomycota
Merupakan kelompok fungi dengan sekitar 1000 spesies yang sudah diketahui.
Termasuk kelompok fungi akuatik, berflagella. Memiliki gamet berflagella. Sp[orofit bersifat
diploid dan berkembang dengan baik. Contoh anggotanya yaitu Allomyces
Phylum Zygomycota
Merupakan kelompok paling sederhana dengan sekitar 1100 spesies yang sudah
diidentifikasi. Diantara spesiesnya bersifat saprofitik. Reproduksi seksual dan aseksual umum
terjadi. Hifa tidak bersepta kecuali untuk pembentukan struktur reproduktif. Fase diploidnya
berlangsung pendek (zygosporangium), secara umum proses reproduksinya dicontohkan
dengan Rhizopus sp. pada Gambar 4.3.
Phylum ini meliputi:
a. Klas Mucorales yang bersifat saprofitik dengan cara membebaskan enzim
ekstraseluler untuk mengurai substrat materi organik, selanjutnya mengabsorbsi
hasil penguraian ke dalam sel, hifa senositik dan membentuk zigospora
(zygospore) yaitu spora seksual yang berasal dari fusi gametangia. Reproduksi
aseksualnya dengan sporangiospora. Dapat bersifat parasitik atau saprofitik.
Contoh spesiesnya antara lain: Rhizopus stolonifer, Phycomyces sp.dan Pilobolus
sp.
b. Entomophthorales, sebagian besar anggotanya merupakan parasit pada hrewan,
terutama pada insekta. Contoh spesiesnya Basidiobolus sp. yang tumbuh pada
kotoran katak dan berkembang dengan mudah di air.

c. Zoopagales terdiri dari sejumlah spesies yang umumnya parasit terhadap hewan
kecil.
d. Glomales merupakan contoh yang spesies anggotanya tersebar luas di alam.
Memiliki lebih dari 100 spesies, sebagian membentuk hubungan simbiotik dengan
tumbuhan sebagai endomikoriza. Contoh spesiesnya: Glomus sp.

.
Gambar 4.3. Meiosis zigotik (b) yang berlangsung pada Rhizopus sp. (a)
Phylum Basidiomycota
Merupakan kelompok fungi dengan anggota yang besar, sekitar 22.000 spesies
diantaranya adalah jamur pembentuk fruting body (jamur besar). Diantara spesiesnya dapat
dimakan, sebagian lain sangat beracun. Spesies anggota phylum Basidiomycota tahapan
dikaryotiknya berkembang baik. Fungi mikroskopisnya menghasilkan basidiofor. Adapun
jamur besar pada di bagian bawah payung terdapat ribuan basidia masing-masing dengan 4
spora (dikenal sebagai basidiospora). Diantara spesiesnya dikenal sebagai ektomikoriza,
hifanya tumbuh menyelimuti perakaran tanaman. Mikoriza berperan menguntungkan bagi
tanaman inang karena antara lain memberikan perlindungan terhadap infeksi, mencegah
kekeringan, memperluas permukaan untuk penyerapan nutrien, menghasilkan zat perangsang
tumbuh.
Basidiomycota
memiliki
2
klas
yaitu
Heterobasidiomycetae
dan
Homobasidiomycetae. Heterobasidiomycetae meliputi jamur-jamur mikroskopis parasit
beragam tanaman. Beberapa spesies memiliki siklus hidup yang kompleks terkait dengan
musim, kondisi iklim setempat, dan tingkat perkembangan tanaman inang. Ustilago maydis
yang menyerang jagung, sering menyebabkan kegagalan panen.
Adapun
Homobasidiomycetae meliputi kelompok-kelompok jamur besar.
Homobasidiomycetae jarang dijumpai membentuk spora aseksual, adapun spora
seksualnya diproduksi pada basidia yang terdapat pada tubuh buah yang kompleks. Hidup
secara saprofitik, simbiotik atau parasitik, sel-selnya uniselular atau berupa miselium
bersepta, contoh spesies misalnya Amanita phalloides, Pleurotus sp.,Agaricus sp.
Phylum Ascomycota mencakup ribuan spesies diantaranya yeast atau ragi dan
mycobiont penyusun lumut kerak (lichens). Ascomycota memiliki anggota yang bersifat
saprofitik, simbiotik maupun parasitik. Fungi saprofitik berperan sebagai dekomposer karena

kemampuannya dalam mencerna beragam molekul kompleks seperti selulosa, lignin dan
kolagen. Pada umumnya anggota Ascomycota merupakan jasad uniseluler atau multi sel
dengan miselium bersepta dan berpori, memproduksi spora seksual berupa askospora yang
dibentuk di askus (aski = jamak) adapun spora aseksualnya berupa konidiospora. Beberapa
contoh spesiesnya yaitu: Endothia parasitica, Ceratocystis ulmi, Saccharomyces cerevisiae,
Neurospora crassa.
Diantara anggota Ascomycota yaitu Klas Hemiascomycetae yang memiliki
strukturnya yang paling sederhana dari semua fungi, dikenal sebagai yeast atau khamir. Pada
umumnya tidak membentuk hifae, tetapi jikapun ada bentukan seperti hifae sebenarnya
merupakan pesudo-hifae. Yeast sejak lama digunakan manusia untuk pembuatan makanan
atau minuman, misalnya Saccharomyces cerevisiae.
Klas Euascomycetae merupakan kelompok besar yang meliputi jamur besar atau
umum dikenal sebagai mushroom, misalnya morel (Morchella species) dan mycosymbiont
pada lumut kerak.
Klas Loculoascomycetae, pada umumnya bersifat saprofitik dengan melakukan
dekomposisi materi organik sehingga berperan dalam proses biogeokimiawi atau daur ulang
nutrient dalam biosfer. Meskipun demikian ada pula yang bersifat patogen atau merugikan.
Klas Laboulbeniomycetae, seluruh angotanya merupakan parasit spesifik pada
insekta.
Klas Deuteromycotae dikenal pula sebagai fungi imperfecti, meliputi sekitar 15.000
spesies pada umumnya uniseluler atau multisel dengan miselium bersepta, reproduksi
seksualnya belum diketahui jelas, reproduksi aseksual dengan membentuk konidisospora
yang yang muncul pada sel-sel khusus. Atau dilakukan degan cara reproduksi paraseksual
yang belum jelas prosesnya. Diantara contoh anngotanya yaitu Botrytis cinerea, Candida
albicans, Pneumocystis carini, Geotrichum candidum, Penicillium chrysogenum dan
Trichoderma reesei.
Kelompok spesifik dalam mikroorganisma yaitu Lichens atau lumut kerak yang
sebenarnya merupakan bentuk simbiosis antara phycobiont (komponen alga) dan mycobiont
(komponen fungus) Lumut kerak meliputi sekitar 20.000 spesies jamur yang berasosiasi
dengan sekurangnya 40 genera agae dan bakteria fotosintetik (sianobacteria) yang
membentuk simbiosa mutualistik. Spesies fungi yang terlibat sebagai mycobiont dapat
berasal dari ascomycota, basidiomycota Lumut kerak memiliki beragam manfaat bagi
kehidupan manusia seperti: bahan obat, bahan parfum, biomonitoring pencemaran udara.
Secara khusus ada 2 bentuk morfologi dasar lumut kerak yaitu seperti daun (foliose) dan
kerak yang menutup substrat (crustose) (Gambar 4.4.).
algae
fungi

(a)
(c)

Gambar 4.4. Irisan lintang lumut kerak (a), lumut


kerak foliose (b) dan crustose (c)

(b)
ALGAE
Algae tersusun oleh dua kelompok yaitu algae prokaryota (blue-green algae) yang
selanjutnya dikelompokkan dalam bakteria serta algae eukaryota. Algae eukaryota
selanjutnya disebut sebagai algae (tunggal: alga) diantaranya dapat bersel tunggal atau
multiseluler, bersifat motil oleh adanya flagelum atau flagella, dapat pula bersifat non-motil.
Beberapa spesies memproduksi sel anakan yang tetap menyatu dengan induk dan membentuk
koloni, misalnya Volvox. Spesies yang lain membentuk filamen seperti pada Spirogyra atau
lembaran talus (makroalgae) misalnya Palmaria, Ulva dan Sargassum.
Algae sebagian besar memiliki dinding sel dari selulosa, beberapa diantaranya
mengandung silika atau kalsium karbonat. Dinding sel mungkin bersifat fibril seperti
dijumpai pada fungi, atau mungkin tersusun oleh lempeng-lempeng yang disekresikan dari
badan Golgi atau suatu pelikel protein. Pada umumnya memiliki khloroplas meskipun
struktur dan kandungan pigmennya beragam.
Sel-sel algae mengandung nuklei, mitokondria, ribosom, badan Golgi dan khloroplas.
Struktur sel internal didukung oleh mikrotubuli dan retikulum endoplasma. Khloroplas sangat
beragam, dapat besar dan tunggal, banyak, seperti pita atau bentuk lainnya. Bentuk dan
kandungan pigmen menentukan gambaran taksonominya.
Algae bersifat polifiletik, artinya bahwa asal-usul nenek moyangnya tidak dari satu
jalur. Pengelompokan algae didasarkan pada struktur khloroplas dan pigmentasi, struktur
dinding sel dan siklus hidupnya.Ragam spesies algae ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Pertumbuhan algae uniseluler sinonim dengan pembelahan biner. Pada banyak algae
unisel, nuklei dapat bersifat haploid atau diploid, mengalami mitosis, dan sel kemudian
membelah longitudinal membentuk 2 sel anak. Pada kebanyakan spesies dijumpai dua
pembelahan haploid dalam sel induk diikuti dengan pembentukan 4 sel anakan yang motil.
Adapun algae berfilamen senositik melakukan pertumbuhan miripseperti yang terjadi pada
pertumbuhan hifa. Pertumbuhan lainnya terjadi melalui pembelahan sel vegetatif dalam
filamen atau lembaran talus.

(a)

(b)

(e)

(c)

(f)

(d)
Gambar 4.5. Ragam algae eukaryotic (a) Chlamydomonas reinhardtii,(b) Ceratium sp., (c)
Micrasterias sp. , (d) Volvox globator, (e) Glenodinium pulvisculus dan (f)
Spirogyra sp.
Perkiraan laju pertumbuhan alga dapat dilakukan dengan penghitungan sel atau
kandungan khlorofil pada kultur. Kinetika pertumbuhannya serupa dengan fungi, tetapi
karena algae merupakan jasad fotosintetik, kekurangan nutrien selain karbon dapat
menyebabkan pertumbuhan melambat, dan masuk fase stasioner atau fase kematian.
Nitrogen, fosfat dan silikon seringkali menjadi faktor pembatas. Pada kondisi optimum,
pembelahan biner berlangsung cepat dan menyebabkan ledakan populasi. Ledakan populasi
algae dapat bersifat merugikan misalnya pada kasus yang dikenal sebagai pasang merah (red
tides).
Algae merupakan jasad yang hidup di perairan, tempat lembab atau berair yang
dijangkau oleh sinar matahari. Algae merupakan jasad fotosintetik dan mendapatkan sumber
karbon dan energi yang dibutuhkan dengan fiksasi CO 2 melalui fotosintesa. Adapun nitrogen
harus didapat dalam bentuk nitrat, amonia atau asam-asam amino.
Berdasarkan perbedaan bentuk, pigmen dan habitatnya, Algae dibedakan dalam 7
phyla yaitu:
1. Chlorophyta: khromatofornya berwarna hijau yang mengandung khlorofil a dan sedikit
khlorofil b, beberapa jenis xanthofil, alfa karoten dan beta karoten. Makanan cadangan
disimpan dalam bentuk pati dan minyak. Dinding selnya berupa selulosa, xilan, mannan,
beberapa spesies mengalami kalsifikasi dan beberapa tidak memiliki dinding sel. Jika
flagela ada, maka jumlahnya 1, 2 hingga 8 atau banyak, sama panjang dan terletak apikal,
contoh anggotanya adalah: Volvox globator, Clamydomonas, Ulothrix dan Spirogyra.
2. Euglenophyta: khromatofornya mengandung pigmen seperti pada chlorophyta, makanan
cadangan disimpan dalam bentuk paramilon (paramylon) dan minyak, tidak memiliki
dinding sel, kebanyakan anggotanya berflagela 1 hingga 3, terletak apikal atau sub-apikal.
Contoh anggotanya yaitu: Euglena sp.
3. Chrysophyta: khromatofornya berwarna hijau kekuningan hingga coklat keemasan karena
kandungan xanthofil dan karoten. Khromatofornya mengandung chlorofil a dan khlorofil

c, alfa karoten, fukoxanthin dan satu jenis atau lebih xanthofil. Makanan cadangannya
berupa chrysolaminarin dan minyak. Dinding sel berupa selulosa, silika dan kalsium
karbonat. Jika flagela ada maka jumlahnya 1-2, sama atau tidak sama panjang, terletak
apikal. Beberapa contoh antara lain: Vaucheria dan diatomae.
4. Pyrrophyta: khromatofornya berwarna hijau kekuningan hingga coklat tua, pigmen
utamanya berupa khlorofil a dan khlorofil c, xanthofil dan beta karoten. Makanan
cadangan disimpan dalam bentuk pati dan minyak. Dinding sel berupa selulosa atau tanpa
dinding sel. Memiliki flagela 2 yang berbeda fungsi. Contohnya antara lain Gonyaulax
polyedra. Beberapa diantara anggotanya bersimbiosis pada invertebrata perairan laut
sebagai simbion (zooxanthellae).
5. Phaeophyta: khromatofornya berwarna coklat keemasan, mengandung khlorofil a,
khlorofil c, beberapa xanthofil (terutama fukoxanthin dan beta karoten). Makanan
cadangan dalam bentuk laminarin, mannitol dan minyak. Hampir semuanya merupakan
jasad yang hidup di laut terutama perairan pantai dan dapat berukuran besar hingga
beberapa puluh meter, beberapa contoh antara lain Fucus dan Sargassum.
6. Cyanophyta: khromatofor utamanya berupa khlorofil a, beta karoten, xanthofil, fikobilin
dan fikoerithrin yang tersebar merata dibagian tepi sitoplasmanya, bukan pada plastidaplastida. Makanan cadangan berupa karbohidrat spesifik Cyanophyceae dan minyak.
Tidak memiliki dinding sel, memiliki 2 flagela, tidak sama dan terletak sub-apikal.
7. Rhodophyta: kromatofornya mengandung khlorofil a, karoten, xanthofil, fikoerithrin, dan
fikosianin. Khromatofornya berwarna merah karena fikoerithrin paling dominan. Dinding
sel terdiri dua lapisan, bagian dalam berupa mikrofibril yang kaku sedang lapisan luar
lunak. Makanan cadangannya berupa sejenis pati yang dikenal sebagai floridean starch
yaitu polisakarida mirip amilopektin pada tumbuhan tinggi dan minyak dan terutama
hidup di laut.
Algae merupakan fitoplankton dan merupakan jasad yang menentukan produktivitas
primer perairan. Secara umum algae memiliki nilai manfaat tinggi karena merupakan ujung
rantai makanan, merupakan sumber pangan bagi hewan perairan. Adapun pada tanah lembab,
algae dapat berperan sebagai penstabil dan memperbaiki kualitas fisik tanah. Algae,
khususnya makroalgae juga menjadi sumber bahan berharga seperti agar, karagenan, asam
alginat. Agar dan karagenan merupakan polimer galaktosa atau senyawa yang mengandung
galaktosa. Karagenan dihasilkan dari beberapa alga merah seperti Gigartina, Eucheuma dan
Chondrus, banyak digunakan sebagai penstabil dan pengemulsi produk makanan, bahan pasta
gigi dan produk farmasi lain serta senyawa penyempurna tekstil dan kertas. Agar umumnya
dihasilkan dari Gelidium dan Gracilaria, biasa digunakan untuk industri farmasi dan
makanan. Adapun asam alginat dan alginat merupakan produk dari algae seperti Macrocystis,
Laminaria, Fucus dan Ascophyllum banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada industri
makanan, pemekat cat dan industri tekstil. Adapun kelompok diatom, cangkang silikanya
merupakan penyusun tanah diatoma yang dapat dimanfaatkan sebagai filter, dan pada
beberapa spesies dapat dikonsumsi sebagai pangan misalnya algae Porphyra tenera, P.
yezoensis, Chondrus, Acanthopeltis, Gracilaria.
Beberapa algae juga dapat merugikan misalnya Prototheca yang dijumpai pada

infeksi sistemik dan subkutan pada manusia, Cephaleuros yaitu anggota Chlorophyta yang
merupakan patogen daun tanaman hortikultur seperti teh, kopi, merica. Beberapa algae
mampu menghasilkan toksin dan menimbulkan red tide sehingga banyak ikan mati, diantara
penyebabnya adalah Gymnodinium dan Gonyaulax.
PROTOZOA
Protozoa merupakan kelompok mikroba yang memiliki keragaman yang tinggi baik
dari segi morfologi maupun ukuran (Gambar 4.6.). Secara keseluruhan protozoa merupakan
organisma eukaryotik, uniseluler, beberapa spesies membentuk koloni, hidup bebas atau
bersimbiosis mutualistik dengan bakteria, algae atau organisma tingkat tinggi. Protozoa juga
ada yang bersifat parasitik dan predatori. Beberapa protozoa pada kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan mampu membentuk kista yaitu suatu kondisi dorman. Protozoa dapat
dibedakan dalam 7 phyla yaitu Sarcomastigophora, Labyrinthomorpha, Ciliophora,
Apicomplexa, Microspora, Myxospora, dan Acetospora.

(a)

(d)

(c)

(b)

(e)

(f)

Gambar 4.6. Ragam protozoa (a) Eimeria (b) Amoeba, (c) Euplotes,(d) Trichodina, (e)
Vorticella, (f) Trypanosoma
A. Sarcomastigophora
Sarcomastigophora bergerak dengan flagela, pseudopodia, atau keduanya.
Reproduksi umumnya secara seksual terutama dengan singami (syngamy)
Sarcomastigophora terdiri dari 3 sub-phyla yaitu:
1. Mastigophora yang ditandai oleh adanya flagelum, meskipun tidak memiliki flagela
pada seluruh bagian siklus hidupnya. Reproduksi biasanya secara pembelahan biner.
Beberapa diantaranya mampu pula membentuk pseudopodia. Klas utama adalah
Phytoflagellata yang memiliki organela berpigmen atau tidak berwarna yang disebut
plastida dan dapat melakukan metabolisma baik secara fototrofik maupun heterotrofik.
Pada umumnya Phytoflagellata digolongkan sebagai algae dan hal ini sudah di
bicarakan sebelumnya. Adapun klas Zooflagellata bersifat obligat heterotrofik.

2.
3.

Beberapa spesies mampu melakukan gerak amoeboid dan beberapa membentuk koloni,
jenis lainnya memiliki cangkang luar berbahan silika. Sebagai contoh spesiesnya antara
lain: Chlamydomonas, Paranema dan Euglena.
Opalinata merupakan kelompok organisma yang berflagela banyak pada permukaan
tubuhnya. Sebagai contoh genus antara lain: Opalina dan Trichonympha.
Sarcodina merupakan kelompok organisma yang bergerak dengan pseudopodia. Flagela
mungkin dijumpai pada beberapa fase perkembangan awal siklus hidupnya. Reproduksi
biasanya secara pembelahan, jenis lainnya seperti Mycetozoa yang memiliki siklus
seksual. Organisma ini membentuk agregat atau koloni, menghasilkan bentuk
multiselular. Sebagai contoh adalah Arcella, Amoeba, Entamoba, Difflugia.

B. Labyrinthomorpha
Labyrinthomorpha merupakan kelompok organisma yang bergerak secara amoeboid
dan memiliki organella dipermukaan sel (sagenostosoma) yang berhubungan dengan jaringan
sitoplasma. Kelompok organisma ini melakukan reproduksi seksual dan menghasilkan spora
berflagela. Umumnya bersifat parasitik pada tumbuhan perairan laut. Salah satu contoh
genusnya yaitu: Labyrinthula.
C. Apicomplexa
Apicomplexa merupakan parasit yang ditandai oleh hadirnya organela khusus yang
dikenal sebagai kompleks apikal yang berlokasi di salah satu ujung selnya antara lain berupa
cincin polar, mikronema dan rhoptri (rhoptry) yaitu organela sekretoris yang berperan dalam
melakukan penetrasi ke dalam sel inang. Apicomplexa dikatakan pula sebagai sporozoa
karena memiliki fase spora pada siklus hidupnya. Kelompok organisma ini melakukan
reproduksi secara seksual secara singami maupun aseksual. Sebagai contoh adalah
Plasmodium, Toxoplasma dan Babesia.
D.

Microspora
Microspora merupakan kelompok organisma yang bersifat parasit intrasel pada hewan
avertebrata terutama arthropoda. Selama perkembangan dalam sel inang, spora terbentuk dan
dikeluarkan. Spora berdinding tebal mengandung sporoplasma infektif dan filamen polar
yang merupakan media infeksi sporoplasma ke dalam sel inang. Reproduksinya secara
pembelahan biner. Salah satu contohnya yaitu Nosema.
E. Myxozoa
Myxozoa merupakan kelompok organisma yang bersifat parasit pada hewan berdarah
dingin dan annelida. Memiliki spora multiseluler, dengan kapsul polar satu atau lebih dan
sporoplasma, kista terbentuk di dalam organ dalam inangnya. Salah satu contohnya yaitu
Ceratomyxa.
F. Ciliophora

Ciliophora merupakan kelompok organisma yang memiliki cilia setidaknya pada salah
satu fase hidupnya. Susunan cilia merupakan dasar pembedaan anggota-anggota dari subphylum ini. Memiliki dua macam nuklei, reproduksi seksual dengan konjugasi sedangkan
aseksualnya secara pembelahan biner. Anggotanya dapat hidup bebas seperti Paramaecium,
Stentor dan Vorticella. Sebagian yang lain bersifat komensalisma, dan sebagian yang lain
bersifat parasitik seperti Balantidium coli yang merupakan penyebab sejenis disentri.
G. Acetospora
Acetospora memiliki spora multiceluler dengan satu atau lebih sporoplasma, tanpa
kapsul polar maupun filamen polar, keseluruhan anggotanya parasitik Contoh anggotanya
yaitu Paramyxa dan Haplosporidium.

Anda mungkin juga menyukai