Makalah (Sumber Hukum Yang Disepakati Dan Tidak Disepakati)
Makalah (Sumber Hukum Yang Disepakati Dan Tidak Disepakati)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penetapan hukum dalam agama Islam harus didasari dengan pijakan
atau alasan yang disebut sumber hukum. Dengan berkembangnya zaman, baik
di bidang ekonomi, sosial politik, teknologi dan informasi, adakalanya timbul
permasalah-permasalahan baru. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penetapan
hukum terhadap masalah tersebut.
Dalam kajian ilmu usul fiqh, para ulama usul mengartikan dalil secara
etimologis dengan sesuatu yang dapat memberikan petunjuk kepada apa yang
dikehendaki. Adapun secara terminologis yang dimaksud dengan dalil hukum
ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk dengan menggunakan
pikiran yang benar untuk menentukan hukum syara yang bersifat amali, baik
secara qoti maupun secara zanni.
Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami
bahwa pada dasarnya yang disebut dalil hukm ialah: segala sesuatu yang dapat
dijadikan landasan atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam upaya
menemukan dan menetapkan hukum syara atas dasar pertimbangan yang
benar dan tepat. Oleh karena itu dalam ber-istinbat (penetapan hukum)
persoalan yang mendasar yang harus diperhatikan adalah menyangkut apa
yang menjadi dalil yang dapat dipergunakan dalam menetapkan hukum syara
dari suatu persoalan yang dihadapi.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas pada Mata Kuliah Ushul Fiqh Pada
Jurusan PAI, STAI YAPTIP Kampus II Ujung Gading.
2. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai teori-teori yang berhubungan
dengan Sumber Hukum yang disepakati dan yang tidak disepakati
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Hukum Yang Disepakati
1. Al-Quran
Al-Quran menurut etimiologis adalah bacaan, kalamullah, kata alQuran berasal dari kata kerja qaraa yang berarti membaca dan bentuk
masdarnya adalah quran yang berarti bacaan. Al-Quran dengan makna
bacaan dinyatakan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat, antara lain dalam
surat al-Qiyamah, al-Baqarah dan lain sebagainya.
Sedangkan Al-Quran menurut terminologis adalah wahyu Allah
yang berfungsi sebagai mujizat bagi Rasulallah Muhammad SAW,
pedoman hidup bagi setiap muslim dan sebagai kolektor serta
penyempurnaan terhadap kitab-kitab Allah sebelunnya yang bernilai abadi
dan bernilai ibadah bagi yang membaca, menghapal dan mengamalkannya.
Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat al-Quran. Imam alGhazali menjelaskan dalam kitab al-Mustasfa min Ilm al-Usul, bahwa
hakikat al-Quran adalah kalam yang berdiri pada Zat Allah SWT, yaitu
salah satu sifat di antara sifat-sifat Allah yang Qadim. Menurut
mutakallimin (ahli teologi Islam), hakikat al-Quran ialah makna yang
berdiri pada Zat Allah SWT. Adapun menurut golongan Muktazilah,
hakikat al-Quran adalah huruf-huruf dan suara yang diciptakan Allah
SWT. yang setelah berwujud lalu hilang lenyap. Dengan pendapat ini
kaum Muktazilah memandang al-Quran sebagai makhluk (ciptaan) Allah
SWT. karena itu, al-Quran bersifat baru, tidak qadim.
Sebagai mujizat, Al-Quran telah menjadi salah satu sebab
masuknya orang-orang Arab di zaman Rosullallah kedalam agama Islam,
dan menjadi sebab penting bagi masuknya orang-orang penting sekarang,
dan bagi masa yang akan datang.
2. Al-Hadist
Secara etimologis hadits dapat diartikan: baru, tidak lama, ucapan,
pembicaraan, cerita. Menurut ahli hadits: segala ucapan, perbuatan, dan
keadaan Nabi Muhammad SAW. atau segala berita yang bersumber dari
Nabi Muhammad SAW. berupa ucapan, perbuatan, takrir, maupun
deskripsi sifat-sifat Nabi SAW. Menurut ahli usul fiqh: segala perkataan,
perbuatan, dan takrir Nabi SAW yang bersangkut-paut dengan hukum.
Istilah lain untuk sebutan hadits ialah sunah, kabar dan asar.
Menurut sebagian ulama, cakupan sunah lebih luas karena ia diberi
pengertian segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, takrir, maupun pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup
dan baik itu terjadi sebelum masa kerasulan maupun sesudahnya. Selain
itu titik berat penekanan sunah adalah kebiasaan normatif Nabi SAW.
Kabar yang berarti berita atau warta, selain dinisbatkan kepada
Nabi SAW, bias juga kepada sahabat dan tabiin. dengan denikian kabar
lebih umum dari hadits karena termasuk di dalamnya semua riwayat yang
bukan dari Nabi SAW. asar yang juga sebagai nukilan, lebih sering
digunakan untuk sebutan bagi perkataan sahabat Nabi SAW, meskipun
kadang-kadang dinisbatkan kepada Nabi SAW. Dalam lingkup pengertian
yang sudah dijelaskan, kata tradisi juga dipakai sebagai padanan kata
hadits.
Perbedaan pengertian yang diberikan tentang hadits dan tentang
pengertian kata yang semaksud dengannya (sunah, kabar, asar) disebabkan
adanya perbedaan sudut pandang para ulama dalam melihat Nabi
Muhammad SAW dan peri kehidupannya. Ulama hadits melihat Nabi
SAW sebagai pribadi panutan umat manusia. Ulama usul fiqh melihatnya
sebagai pengatur undang-undang dan pencipta dasar-dasar untuk
berijtihad. Sedangkan para fukaha (ahli fiqh) melihatnya sebagai pribadi
yang seluruh perbuatan dan perkataannya menunjuk pada hukum agama
(syara). Perbedaan sudut pandang tersebut membawa pengertian hadits
pada perbedaan pengertian, baik yang memberi penekanan yang amat
i
landasan
hukum.
Menurut
beliau,
menetapkan
hukum
4. Urf (Adat)
Al-Urf al-am yaitu adat kebiasaan mayoritas dari berbagai negeri
di satu masa. Seperti ucapan engkau telah haram aku gauli sebagai ucapan
talak kepada istri.
Al-Urf al-Khash yaitu adat yang berlaku pada masyarakat atau
negeri tertentu. Seperti kebiasaan masyarakat Irak menggunakan kata aldabbah hanya kepada kuda.
Adat yang benar (shahih) yaitu suatu hal baik yg menjadi
kebiasaan suatu masyarakat, seperti anggapan bahwa apa yg diberikan
pihak laki-laki kepada calon istri ketika khitbah dianggap hadiah, bukan
mahar.
Adat yang salah (fasid) yaitu sesuatu yang menjadi adat yang
sampai menghalalkan yang diharamkan Allah atau sebaliknya. Seperti tari
perut di Mesir saat pesta perkawinan.
Mazhab yang dikenal banyak menggunakan urf sebagai landasan
hukum adalah kalangan Hanafiah dan Malikiyah, selanjutnya baru
kalangan Hanabilah dan Syafiiyah. Imam Malik mendasarkan sebagian
besar hukumnya kepada perbuatan penduduk Madinah (ketika itu). Imam
Syafii ketika hijrah ke Mesir mengubah sebagian pendapatnya tentang
hukum yg telah dikeluarkannya ketika di Baghdad karena perbedaan urf,
sehingga dalam mazhab syafii dikenal istilah qaul qadim dan qaul jadid .
5. Syaru Man Qablana
Yaitu syariat atau ajaran nabi-bani sebelum Islam yang
berhubungan dengan hukum, seperti syariat nabi Ibrahim, Nabi Musa,
Nabi Isa. Apakah syariat-syariat yang diturunkan kepada mereka itu
berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad Saw.
Para ulama ushul Fiqh sepakat bahwa syariat para Nabi terdahulu
yang tidak tercantum dalam Quran dan Sunnah Rasul Saw, tidak berlaku
lagi bagi umat Islam. Karena kedatangan syariat Islam telah mengakhiri
berlakunya syariat terdahulu.
i
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum
merupakan
efek
yang
timbul
dari
perbuatan
yang
diperintahkan oleh Allah SWT. Hukum juga merupakan khitab atau perintah
Allah SWT yang menuntut mukallaf untuk mengerjakan atau memilih antara
mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu menjadi sebab,
syarat atau penghalang bagi adanya yang lain.
Al-Quran dan sunah sebagai sumber hukum Islam yang utama harus
senantiasa dipegang oleh seseorang yang mengemukakan pendapatnya.
Artinya, hujjah yang dikemukakan untuk mendukungnya atau menetapkan
suatu hukum dalam Islam harus didasarkan kepada al-Quran dan sunah. Ijma,
qiyas dan metode penetapan hukum lainnya yang dianut oleh berbagai mazhab
tidak dapat berdiri sendiri tanpa didasarkan kepada kedua sumber hukum
Islam tersebut
Adapun istihsan, al-maslahah al-mursalah, urf, sad az-zariah, istishab
dan sebagainya, adalah hujjah yang tidak disepakati oleh seluruh ulama.
B. Saran
Kami sebagai penulis dari makalah ini mengharapkan serta menerima
kritikan dan saran dari mahasiswa/ mahasiswi demi memperbaiki isi makalah
ini, dengan mengucapkan terima kasih kami kepada Dosen yang telah
memberi bimbingan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan benar.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Khallaf, Abdul Wahhab, Prof. Dr., Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Pustaka Amani,
2003.
Qosim, M. Rizal, Pengalaman Fiqih 3, Solo: Tiga Serangkai, 2009.
Tim Penyusun Buku Ajar dan Tim Editor, Fiqih Madrasah Aliyah, Semarang: CV.
Gani dan Son, 2004.
Umar, Muin, dkk, Drs., Ushul Fiqih 1, Jakarta: Derektorat Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama Islam, 1986
KATA PENGANTAR
Puji sukur kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmad dan karunianya kepada kita semua dan dengan rahmad-Nya jualah
pemakalah dapat menyusun makalah ini dengan sedemikian rupa.
Salawat berangkai salam penulis mohon kepada Allah untuk rasulnya
muhammad SAW, semoga dengan adanya uswatun hasanah, makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Selanjutnya penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran kepada kita
semua dan tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis sudah membuatnya dengan baik,
namun apabila masih ada kekurangan penulis mengharapkan kritik dan saran guna
kesempurnaan makalah ini
(Kelompok IV)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan....................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Hukum Yang Disepakati............................................. 2
B. Sumber Hukum Yang Tidak Disepakati................................... 4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 10
B. Saran.......................................................................................... 10
DAFTAR KEPUSTAKAAN