Ipi268331 PDF
Ipi268331 PDF
Suwarto
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP. Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
Jl. Sujono Humardani No.1 Jombor Sukoharjo Jawa Tengah Kode Pos: 57521
Email: suwartowarto@yahoo.com
Abstrak, tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki keefektifan yang
sama untuk semua tujuan. Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang
dihadapi siswa, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Secara umum tes diagnostik
dikembangkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sedang tes prestasi
dikembangkan untuk mengetahui kemampuan-kemampuan siswa setelah mengikuti serangkaian
proses pembelajaran. Tes diagnostik dikembangkan melalui tahapan: (1) menyusun spesifikasi
tes, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, (4) melakukan ujicoba tes, (5) menganalisis butir
soal, (6) memperbaiki tes, (7) merakit tes, (8) melaksanakan tes, (9) menafsirkan hasil tes.
Kata-kata Kunci: Tes Diagnostik
187
188
Pendahuluan
Tujuan tes yang penting adalah untuk: (a) mengetahui tingkat kemampuan siswa,
(b) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa, (c) mendiagnosis kesulitan belajar
siswa, (d) mengetahui hasil pengajaran, (e) mengetahui hasil belajar, (f) mengetahui
pencapaian kurikulum, (g) mendorong siswa belajar, dan (h) mendorong guru agar
mengajar yang lebih baik. (Djemari Mardapi, 2004: 72).
Seringkali tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki
keefektifan yang sama untuk semua tujuan. Ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes
yang banyak digunakan di lembaga pendidikan, yaitu: (a) tes penempatan, (b) tes
diagnostik, (c) tes formatif, dan (d) tes sumatif. Pengujian berbasis kemampuan dasar pada
umumnya menggunakan tes diagnostik, formatif, dan sumatif.
Tes penempatan dilaksanakan pada awal pelajaran, digunakan untuk mengetahui
tingkat kemampuan yang telah dimiliki siswa. Untuk mempelajari suatu mata pelajaran
dibutuhkan pengetahuan pendukung. Pengetahuan pendukung ini diketahui dengan
menelaah hasil tes penempatan. Apakah seseorang siswa perlu matrikulasi, tambahan
pelajaran atau tidak, ditentukan dari hasil tes ini.
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa,
termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes diagnostik dilakukan apabila diperoleh
informasi bahwa sebagian besar siswa gagal dalam mengikuti proses pembelajaran pada
mata pelajaran tertentu. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka
membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila
guru atau pembimbing peka terhadap siswa tersebut. Hasil tes diagnostik memberikan
informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami. Oleh
karena itu, tes ini berisi materi yang dirasa sulit oleh siswa, namun tingkat kesulitan tes ini
cenderung rendah.
Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan
pelaksanaan proses pembelajaran. Masukan ini berguna untuk memperbaiki strategi
mengajar. Tes ini dilakukan secara periodik sepanjang semester. Materi tes dipilih
berdasarkan tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atau sub pokok materi. Jadi tes ini
sebenarnya bukan untuk menentukan keberhasilan belajar semata, tetapi untuk mengetahui
keberhasilan proses pembelajaran.
Tes sumatif diberikan diakhir suatu pelajaran, atau akhir semester. Hasilnya untuk
menentukan keberhasilan belajar siswa. Tingkat keberhasilan ini dinyatakan dengan skor
atau nilai, pemberian sertifikat, dan sejenisnya. Tingkat kesukaran soal pada tes sumatif
bervariasi, sedang materinya harus mewakili bahan yang telah diajarkan. (Djemari
Mardapi, 2004: 72).
Secara umum tes diagnostik dikembangkan untuk mengetahui kelemahankelemahan siswa sedang tes prestasi dikembangkan untuk mengetahui kemampuankemampuan siswa setelah mengikuti serangkaian proses pembelajaran. Perbedaan tes
diagnostik dan tes prestasi dapat dirangkum dalam suatu tabel sehingga memudahkan
dalam mendalami perbedaan tes diagnostik dan tes prestasi.
189
Tes Diagnostik
Kesulitan belajar
Terbatas
Selama pengajaran
Memperbaiki kelemahan atau kesulitan
siswa
Tingkat kesulitan relatif mudah
Daya beda butir rendah dapat digunakan,
karena penggunaan tes diagnostik bukan
untuk membedakan kemampuan antar
siswa tetapi untuk mengetahui materi
pelajaran sudah dikuasai atau belum oleh
siswa
Tes Prestasi
Tujuan pembelajaran
Luas
Secara periodik atau akhir
pembelajaran
Sebagai umpan balik, menentukan
kelas, dan menandai penguasaan
Tingkat kesulitan meliputi mudah,
sedang, dan sulit
Daya beda butir 0,4 keatas.
Semakin tinggi semakin baik
karena semakin dapat
membedakan kemampuan siswa
Tes Diagnostik
Menurut Brueckner & Melby (1981: 73), tes diagnostik digunakan untuk menentukan
elemen-elemen dalam suatu mata pelajaran yang mempunyai kelemahan-kelemahan khusus
dan menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangan tersebut. Ada beberapa tipe
tes diagnostik: (1) The Compass Arithmetics Tests, tes yang berguna untuk mencari
kelemahan siswa berkenaan dengan berbagai unsur yang mendasari keseluruhan proses. (2)
The Brueckner Diagnostics Tests, tes yang berguna untuk mencari kelemahan siswa
berkenaan dengan pecahan dan sistem desimal.
Hughes (2003: 15) menyatakan bahwa, tes diagnostik dapat digunakan untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan siswa dalam belajar. Tujuan penggunaan tes ini
adalah untuk menentukan pengajaran yang perlu dilakukan dimasa selanjutnya. Tes
diagnostik adalah alat atau instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan
belajar. Setiap tes disusun untuk menentukan satu atau lebih ketidakmampuan siswa. Guru
harus mengetahui dimana seharusnya memulai pengajaran dan ketrampilan apa yang harus
ditekankan. Jika tidak, kelemahan siswa tidak akan diketahui dan program pengajaran
pendahuluan tidak dapat dibuat. Oleh karena itu diagnosis yang teliti merupakan hal
penting untuk menyesuaikan semua aspek pengajaran seperti tujuan, materi pelajaran dan
teknik mengajar dengan kebutuhan siswa (Hopkins dan Antes, 1979: 56).
Menurut Thorndike dan Hagen (2005: 172) tes diagnostik pada intinya mencari
kembali kebelakang tentang kesulitan yang muncul dan berkembang. Untuk
menemukannya tidak bisa dilakukan dengan segera, diperlukan sebuah analisis kemampuan
yang lengkap dan seksama. Biasanya menggunakan tes diagnostik yang soal-soalnya
disusun dari yang mudah hingga ke yang sukar. Menurut Mehrens & Lehmann (1984: 410)
tes diagnostik yang baik dapat memberikan gambaran yang akurat tentang miskonsepsi
yang dimiliki siswa berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya. Menurut Gorin
(Leighton & Gierl, 2007: 174) tes diagnostik yang baik adalah tes yang dapat menunjukkan
apakah seseorang telah menguasai ketrampilan atau belum. Menurut Zeilik (1998: 1) tes
diagnostik digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa terhadap konsep-konsep
190
kunci (key concepts) pada topik tertentu, secara khusus untuk konsep-konsep yang
cenderung dipahami secara salah. Berdasarkan pendapat ini, dapat didefinisikan ciri-ciri tes
diagnostik, yaitu topik terbatas dan spesifik, serta ditujukan untuk mengungkap
miskonsepsi, menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangannya.
Sion & Jingan (2008: 4) menyatakan bahwa tes diagnostik sebagai tes yang
memberikan kepada guru informasi tentang kemampuan awal dan miskonsepsi siswanya
sebelum memulai aktivitas belajar. Tes diagnostik juga memberikan informasi tentang
batas terendah untuk memulai aktivitas belajar.
Mehrens & Lehmann (1984: 462) menyatakan bahwa tes diagnostik bisa dianggap
valid jika: (1) bagian-bagian tes kemampuan komponen harus menekankan hanya pada satu
jenis kesalahan; dan (2) perbedaan-perbedaan bagian tes harus dapat dipercaya. Menurut
Gronlund (1985: 120) tes diagnostik harus disusun secara khusus pada wilayah pengajaran
yang terbatas. Butir-butir tes diagnostik cenderung mempunyai tingkat kesulitan yang
relatif rendah. Menurut penulis pengertian tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui kelemahan (miskonsepsi) pada topik tertentu dan mendapatkan masukan
tentang respon siswa untuk memperbaiki kelemahannya.
Diagnostik dalam pendidikan dan diagnostik dalam medis mempunyai banyak
persamaan, tetapi diagnostik dalam pendidikan adalah lebih luas. Diagnostik dalam medis
utamanya terkait dengan kondisi-kondisi penyakit atau dengan beberapa macam cacat
struktural. Terlebih lagi, kondisi penyakit sering dikarenakan beberapa sebab spesifik,
seperti jenis kuman tertentu atau suatu kondisi beracun, yang dapat diisolasi dan diobati
secara langsung. Dalam kasus lainnya masalah tersebut dapat berupa malfungsi beberapa
organ atau kelenjar tubuh, yang dapat diatasi dengan perawatan medis atau operasi yang
tepat. Cacat penglihatan dan pendengaran yang serius, atau cacat tubuh karena kecelakan
dan penyakit, ini merupakan ruang lingkup dalam medis. Bagaimanapun, diagnosis dalam
pendidikan tidak terbatas dalam kasus-kasus semacam itu, tapi dalam bidang yang lebih
luas. Banyak kesulitan-kesulitan pembelajaran serius tidak dikarenakan oleh cacat
struktural tapi oleh pembentukan perilaku yang buruk, yaitu gerakan-gerakan mata yang
salah dalam membaca dan beragam kesalahan dalam bahasa lisan maupun tertulis
merupakan contoh yang tepat. Lebih lanjut, kesulitan biasanya muncul bukan dari satu
sebab tapi dari banyak faktor yang berlangsung bersamaan.
Khasnya, situasi pembelajaran adalah hal yang rumit dan tidak sederhana. Proses
pembelajaran kapanpun disesuaikan dengan banyak faktor, sebagian di dalam dan sebagian
di luar pelajar. Faktor-faktor ini dapat dikelompokkan secara kasar sebagai berikut: (1)
Faktor-faktor internal: (a) Fisik: peralatan panca indra, status kesehatan, tingkat
kedewasaan, dan sebagainya; (b) Intelektual: kecerdasan umum, bakat-bakat dan
kekurangan-kekurangan khusus, dan sebagainya; (c) Emosi: sikap, minat, dorongan,
prasangka, dan sebagainya; (d) Pendidikan: latar belakang, kebiasaan kerja, dan
sebagainya. (2) Faktor-faktor eksternal: (a) Lingkungan sekolah: program pendidikan, guru,
kurikulum, peralatan, dan sebagainya; (b) Lingkungan luar sekolah: rumah, masyarakat,
gereja, dan sebagainya.
Diagnosis dalam pendidikan merupakan konsep yang luas, meliputi identifikasi
kekuatan dan kelemahan siswa. Thorndike dan Hagen (2005: 173) menyatakan bahwa
diagnosis adalah usaha untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan siswa. Diagnosis
dilakukan untuk membantu guru dalam menentukan dimana proses belajar mengajar yang
191
telah atau belum dikuasai. Diagnosis kesulitan belajar dilakukan untuk memahami jenis,
karakteristik dan latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun,
mempergunakan berbagai data, informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehingga
memungkinkan untuk mengambil keputusan dan kesimpulan serta mencari alternatif
kemungkinan pemecahannya.
Penaksiran Diagnostik
Menurut Nitko & Brookhart (2007: 296) ada enam pendekatan penaksiran
diagnostik terkait dengan masalah pembelajaran, yaitu: (a) pendekatan profil kekuatan dan
kelemahan kemampuan pada suatu bidang; (b) pendekatan mengidentifikasi kekurangan
pengetahuan prasyarat; (c) pendekatan mengidentifikasi target-target pembelajaran yang
tidak dikuasai; (d) pendekatan pengidentifikasian kesalahan siswa; (e) pendekatan
mengidentifikasi struktur pengetahuan siswa; dan (f) pendekatan mengidentifikasi
kompetensi untuk menyelesaikan soal cerita. Masing-masing pendekatan diagnosis dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Pendekatan Profil Kekuatan dan Kelemahan Kemampuan pada Suatu Bidang
Pada pendekatan ini, suatu mata pelajaran sekolah dibagi ke dalam bagian-bagian,
dimana masing-masing bagian dianggap sebagai ciri atau kemampuan yang terpisah. Hasil
diagnosis dilaporkan sebagai suatu profil kekuatan dan kelemahan siswa. Langkah-langkah
berikut menggambarkan cara melakukan penaksiran diagnostik jenis ini. (1) Kenali dua
atau lebih bidang kemampuan yang diinginkan untuk membuat profil setiap siswa. Masingmasing bidang kemampuan seharusnya berhubungan dengan target pembelajaran atas
materi yang akan diajarkan. (2) Buatlah butir-butir untuk mengukur konsep-konsep dasar
pada masing-masing bidang. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: (a) Untuk penggunaan
di ruang kelas, paling baik menggunakan soal-soal dengan jawaban tersusun atau jawaban
pendek. (b) Jika memungkinkan, gunakan 12 sampai 25 butir untuk setiap bidang
kemampuan. (c) Soal-soal tersebut harus mencakup konsep-konsep dan prosedur-prosedur
yang paling mendasar pada masing-masing bidang kemampuan. Soal-soal untuk masingmasing bidang seharusnya mudah bagi siswa. (3) Himpunlah soal-soal ke dalam sub-subtes
yang terpisah. Urutkan butir-butir soal dalam masing-masing subtes dari yang paling
mudah ke yang paling sulit. (4) Kelola masing-masing subtes secara terpisah, dan gunakan
petunjuk dan pemilihan waktu secara terpisah. Semua siswa harus mengerjakan subtes yang
sama, memulai dan berhenti mengerjakan subtes secara bersama-sama. Nilai-nilai subtes
adalah nilai-nilai yang diinterpretasikan secara diagnostik. Nilai total tidak memiliki nilai
diagnostik.
Tabel 2 menunjukkan hasil penyelenggaraan tes diagnostik tipe ini pada siswa. Test
tersebut mencakup pelajaran Bahasa Inggris. Profil tersebut dapat dipahami oleh guru
tentang kekuatan dan kelemahan siswa di kelas tersebut. Untuk masing-masing subtes,
setiap siswa mendapatkan dua nilai: (a) nilai yang sesungguhnya, dinyatakan sebagai suatu
pecahan dari nilai maksimal yang diperoleh, dan (b) peringkat siswa. Pada Tabel 2 tersebut
menyertakan peringkat siswa agar supaya dapat diketahui kelemahan siswa dengan cepat.
Semakin kecil angka peringkatnya berarti semakin baik siswa tersebut (siswa yang
memiliki skor benar tertinggi menduduki peringkat 1). Pada contoh Tabel 2, peringkat yang
paling buruk dilingkari. Guru menginterpretasikan kekuatan dan kelemahan siswa dengan
192
Vocab
Grammar
Reading
Listening
Betul
Peringkat
Betul
Peringkat
Betul
Peringkat
Betul
Peringkat
Betul
Peringkat
Ali
10/12
3.5
11/15
11/13
9/12
3/15
Budi
11/12
10/15
4.5
3/13
11/12
10/15
Cica
12/12
15/15
12/13
11/12
14/15
Dedi
3/12
10/15
4.5
10/13
4.5
2/12
1/15
Endang
5/12
3/15
10/13
4.5
6/12
4/15
Farida
10/12
3.5
14/15
13/13
11/12
12/15
193
Ali
Budi
Cica
Dedi
Endang
Farida
Target-target
1. Menyebut dan
menjelaskan fungsi dari
bagian-bagian sel
[8 soal, kepenguasaan =
7/8]
2. Mendaftar substansisubstansi yang tersebar
dan tidak tersebar
melalui membran sel
[6 soal, kepenguasaan =
5/6]
3. Menulis nama bagianbagian sel hewan dan sel
tumbuhan
[6 soal, kepenguasaan =
5/6]
4. Menerapkan konsepkonsep difusi, oksidasi,
peleburan, pembelahan,
kromosom, dan DNA
untuk menjelaskan
proses reproduksi
[8 soal, kepenguasaan =
7/8]
7/8
8/8
7/8
2/8
5/8
6/8
4/6
6/6
5/6
5/6
3/6
1/6
5/6
5/6
5/6
4/6
2/6
4/6
5/8
7/8
7/8
7/8
3/8
6/8
194
195
196
197
ditetapkan terlebih dahulu. Penilaian absolut akan melihat apakah subjek mampu
melakukan tugas spesifik yang ada dalam tes. Penilaian kriteria biasanya digunakan dalam
mastery testing dimana setiap tujuan tes dinyatakan dalam tujuan-tujuan spesifik yang jelas
(Azwar, 2010: 168).
Lima langkah pengembangan tes diagnostik yang bertujuan untuk penilaian kognitif
menurut Nichols (1994: 587) adalah (1) berdasarkan konstruksi teori yang substantif. Teori
yang substantif merupakan dasar dalam pengembangan tes berdasarkan penelitian atau
review penelitian; (2) seleksi design. Design pengukuran digunakan untuk membuat
konstruk butir yang dapat direspon dengan baik oleh peserta tes berdasarkan pengetahuan,
ketrampilan yang spesifik atau karakteristik lain sesuai teori; (3) administrasi tes.
Administrasi tes meliputi beberapa aspek yaitu format butir, teknologi yang digunakan
untuk membuat alat tes, situasi lingkungan pada waktu pengetesan dan sebagainya; (4)
skoring hasil tes yaitu penentuan nilai tes yang telah dilakukan; (5) Revisi, proses
penyesuaian antara teori dan model, apakah tes yang dikembangkan mendukung teori atau
tidak jika tidak maka harus direvisi. Ippel dan Lohman (Nichols, 1994: 597) menyatakan
bahwa teori tes yang terbaru dalam pengembangan conitive diagnostic assessment adalah
observasion design yang digunakan untuk menentukan konstruk dan menyusun butir serta
measurement design yang digunakan untuk mengumpulkan dan mengkombinasikan respon.
Djemari Mardapi (2004: 88) menyatakan bahwa untuk menyusun tes, langkahlangkah yang perlu ditempuh: (1) menyusun spesifikasi tes, (2) menulis soal tes, (3)
menelaah soal tes, (4) melakukan ujicoba tes, (5) menganalisis butir soal, (6) memperbaiki
tes, (7) merakit tes, (8) melaksanakan tes, (9) menafsirkan hasil tes.
1. Menyusun Spesifikasi Tes
Menetapkan spesifikasi tes, yaitu berisi tentang uraian yang menunjukkan
keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes. Spesifikasi yang jelas akan
mempermudah dalam menulis soal, dan siapa saja yang menulis soal akan menghasilkan
tingkat kesulitan yang relatif sama. Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut:
(1) menentukan tujuan tes, (2) menyusun kisi-kisi tes, (3) memilih bentuk tes, dan (4)
menentukan panjang tes.
Ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes yang banyak digunakan di lembaga
pendidikan, yaitu: (a) tes penempatan, (b) tes diagnostik, (c) tes formatif, (d) tes sumatif
(Thorndike & Hagen, 1977).
Kisi-kisi berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-kisi soal terdiri dari
kolom dan baris. Kolom menyatakan standar kompetensi, kompetensi dasar, uraian materi,
dan indikator. Baris menyatakan tujuan yang akan diukur atau diujikan. Untuk melengkapi
isi kisi-kisi tersebut diperlukan silabus mata pelajaran atau kurikulum yang berlaku, dan
buku teks sebagai pengendali supaya tidak keluar dari materi pelajaran.
Bentuk tes objektif: pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif.
Tes uraian dapat dikategorikan uraian objektif dan uraian non objektif. Pemilihan bentuk
tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia, untuk
memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang
diujikan.
198
Penentuan panjang tes berdasarkan pada cakupan materi yang diujikan dan
kelelahan peserta tes. Penentuan panjang tes berdasarkan pengalaman saat melakukan tes.
Khusus untuk tes baku penentuan waktu berdasarkan hasil ujicoba. Waktu yang diperlukan
untuk menyeluraiankan soal berdasarkan pada kompleksitas jawaban yang dituntut. Untuk
mengatasi agar jawaban soal tidak terlalu panjang, sebaiknya jawaban dibatasi dengan
beberapa kata atau beberapa halaman. Untuk keperluan tes diagnostik panjang tes akan
terkait dengan seberapa banyak miskonsepsi yang ada, seberapa banyak cakupan materi
yang akan diujikan, dan akan dipertimbangkan kelelahan peserta tes.
2. Menulis Soal Tes
Penulisan soal merupakan langkah menjabarkan indikator menjadi pertanyaanpertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan perincian standar kompetensi dan
kompetensi dasar pada kisi-kisi yang telah dibuat. Langkah ini perlu dilakukan secara hatihati agar keseluruhan tes dapat berkualitas baik. Kualita tes secara keseluruhan sangat
terpengaruh dengan tingkat kebaikan dari masing-masing butir soal yang menyusunnya.
Pertanyaan perlu dikembangkan dan dibuat dengan jelas dan simpel. Langkah-langkah
untuk membuat tes uraian yang mencakup uraian objektif dan non-objektif telah diuraikan
di depan, yaitu dalam menyusun butir tes uraian.
3. Menelaah Soal Tes
Setelah butir-butir soal dibuat, kemudian dilakukan telaah pada butir-butir soal
tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki soal jika ternyata dalam pembuatan masih
ditemukan kekurangan atau kesalahan. Validasi ahli yang professional diperlukan untuk
kesempurnaan tes yang dibuat. Validasi bisa dari guru senior dan pakar dibidangnya.
4. Melakukan Ujicoba Tes
Untuk keperluan standarisasi tes diagnostik yang disusun, diadakan pengumpulan
data secara empiris melalui ujicoba dalam lingkungan terbatas. Maksud ujicoba adalah
untuk meneiliti apakah tes diagnostik itu sudah dapat berfungsi dengan baik seperti yang
diharapkan. Ujicoba juga untuk memperbaiki atau memilih butir soal yang terbaik untuk
dijadikan bentuk akhir sesuai dengan tujuan pengembangan tes diagnostik yang dilakukan.
Tujuan ujicoba adalah mengidentifikasi taraf kesukaran butir tes, daya pembeda butir tes,
menentukan alokasi waktu yang layak, reliabilitas tes. Jika memang soal yang disusun
belum memenuhi kualitas yang diharapkan, berdasarkan hasil ujicoba tersebut maka
kemudian dilakukan pembenahan atau perbaikan.
199
200
Setelah ujicoba dilakukan dan kemudian dianalisis, maka langkah berikutnya adalah
melakukan perbaikan-perbaikan tentang bagian soal yang masih belum sesuai dengan yang
diharapkan. Langkah ini biasanya dilakukan atas butir soal, yaitu memperbaiki masingmasing butir soal yang ternyata masih belum baik. Ada kemungkinan beberapa soal sudah
baik sehingga tidak perlu direvisi, beberapa butir mungkin perlu direvisi, dan beberapa
yang lain mungkin harus dibuang karena tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan.
7. Merakit Tes
Setelah semua butir soal dianalisis dan diperbaiki, langkah berikutnya adalah
merakit butir-butir soal tersebut menjadi satu kesatuan tes. Dalam merakit soal, diperlukan
pengelompokan-pengelompokan butir soal yang mengungkap konsep-konsep yang sama.
Untuk tes diagnostik urutan butir-butir perlu diurutkan pada materi atau konsep yang sama.
8. Melaksanakan Tes
Tes yang telah disusun diberikan kepada testee untuk diseluraiankan. Pelaksanaan
tes dilakukan sesuai dengan waktu yang tepat, karena bila waktu tidak tepat maka
miskonsepsi yang ada pada siswa yang mengalami kesulitan belajar akan tetap ada
dikarenakan proses perbaikan pembelajaran berikutnya tidak dapat berlangsung.
9. Menafsirkan Hasil Tes
Hasil tes menghasilkan data kuantitatif yang berupa skor. Skor ini kemudian
ditafsirkan sehingga dapat memberikan keputusan pada seserta tes tentang kelemahankelemahan yang dimilikinya. Untuk keperluan penafsiran tersebut diperlukan acuan
penilaian kriteria, karena tujuan diadakan tes diagnostik adalah untuk mengetahui konsepkonsep mana yang lemah dan apa penyebabnya.
Simpulan dan Saran
Tes diagnostik untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa, termasuk
kesalahan pemahaman konsep. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
kelemahan (miskonsepsi) pada topik tertentu dan mendapatkan masukan tentang respon
siswa untuk memperbaiki kelemahannya. Untuk menyusun tes, langkah-langkah yang perlu
ditempuh: (1) menyusun spesifikasi tes, (2) menulis soal tes, (3) menelaah soal tes, (4)
melakukan ujicoba tes, (5) menganalisis butir soal, (6) memperbaiki tes, (7) merakit tes, (8)
melaksanakan tes, (9) menafsirkan hasil tes.
201
202