Anda di halaman 1dari 9

KINETIKA ENZIM

Oleh :
Fita Kurnia Firdausa
Siti Nur Avida

(101810301031)
(101810301010)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015

KINETIKA ENZIM
Reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologis selalu melibatkan katalis. Katalis ini
dikenal sebagai katalis biologis (biokatalisator) berupa protein yang sangat spesifik yang
disebut enzim. Enzim merupakan biokatalisator yang sangat efektif yang akan meningkatkan
kecepatan reaksi kimia spesifik secara nyata, dimana reaksi ini tanpa enzim akan berlangsung
lambat.
Suatu enzim, baik yang masih aktif maupun tidak aktif memiliki komposisi yang
sama. Dengan demikian, aktivitas enzim tidak hanya ditentukan berdasarkan komposisi
kimianya saja. Aktivitas enzim dapat ditentukan secara kualitatif dengan reaksi kimia yaitu
dengan substrat yang dapat dikatalisis oleh enzim tersebut, dan secara kuantitatif ditentukan
dengan mengukur laju reaksinya.
Kinetika enzim dipengaruhi oleh laju reaksi enzimatik. Konsentrasi substrat
mempengaruhi laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Pengaruh berbagai konsentrasi
substrat terhadap laju reaksi awal jika konsentrasi enzim dijaga konstan dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:

Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal reaksi enzimatik


Sumber: Lehninger, 1990, 241

Peningkatan konsentrasi substrat [S] akan meningkatkan laju reaksi awal (V0) hingga
tercapai nilai maksimal Vmax. Jika terjadi peningkatan lebih lanjut konsentrasi substrat [S]
maka hanya meningkatkan v0 dengan nilai yang sangat kecil sehingga pada akhirnya akan
tercapai titik batas, pada batas ini disebut kecepatan maksimum (V max) dengan kata lain enzim

dikatakan jenuh oleh substrat. Pada kecepatan reaksi yang maksimum (V max), besarnya
sebanding dengan konsentrasi

enzim. Hubungan ini dinyatakan dalam persamaan

Michaelis-Menten sebagai berikut:


Vmax [ S]
V0 Km +[ S]
Km: tetapan Michaelis-Menten, yaitu konsentrasi substrat pada saat V0= 1/2Vmax

Reaksi katalisis enzim terhadap substrat dapat dijelaskan berdasarkan persamaan


reaksi Leoner Michaelis dan Maud Menten, yaitu:

Pembentukan senyawa kompleks ES dari E dan S berlangsung dengan konstanta


kecepatan k1. Kompleks ES kemudian mengalami 2 kemungkinan penguraian yaitu, pertama
kembali terurai menjadi E dan S dengan konstanta kecepatan k2, atau melanjutkan reaksi
dengan menghasilkan produk (P) dan E dengan konstanta k 3, dengan asumsi tidak ada P
yang dapat diubah lagi menjadi S.
Enzim

(E)

pertama-tama

bergabung

dengan

substratnya

dalam

reaksi

kesetimbangan, membentuk kompleks enzim-substrat ES. Reaksi ini berlangsung relatif cepat
E + S ES
Kompleks ES lalu terurai dalam reaksi kesetimbangan kedua, yang lebih lambat,
menghasilkan produk reaksi P dan enzim bebas E
ES P+E

Karena reaksi kedua merupakan tahap yang membatasi kecepatan, kecepatan


keseluruhan reaksi enzimatik harus seimbang dengan konsentrasi komplek enzim-substrat
ES. Pada setiap saat di dalam reaksi enzimatik, enzim terdapat dalam dua bentuk, bentuk
bebas atau tak-terikat dan bentuk yang sudah terikat ES. Kecepatan reaksi katalitik ini
menjadi maksimum jika semua enzim terdapat sebagai kompleks ES dan konsentrasi enzim
bebas E menjadi sangat kecil. Keadaan ini akan tercapai pada konsentrasi substrat tinggi,
karena menurut hukum aksi massa, kesetimbangan reaksi pertama akan digeser ke kanan jika
konsentrasi S meningkat.
Jika S ditingkatkan sampai ke batas yang cukup tinggi, semua enzim bebas E akan
terubah menjadi bentuk ES. Pada reaksi yang kedua dalam siklus katalitik ini, kompleks ES
terus-menerus, dan dengan cepat terurai, menghasilkan produk P dan enzim bebas E. Tetapi,
jika konsentrasi S cukup tinggi, enzim bebas E segera akan berikatan dengan molekul S yang
lain. Pada keadaan ini, tercapai suatu keadaan imbang, dengan enzim yang senantiasa jenuh
oleh substratnya dan tercapai kecepatan maksimum.
Kecepatan reaksi sangat tergantung pada konsentrasi ES dan konstanta laju reaksi k3
yang dapat dituliskan dalam rumus:
V= k3 [S] .............................................................(a)
Laju penguraian ES = k2 [ES]
Laju penguraian ES = k3 [ES]
Laju penguraian ES = (k2 + k3) [ES]
Sedangkan laju pembentukan ES = k1 [E] [S]
Dalam keadaan kesetimbangan jumlah ES tetap, yang artinya baik ES yang terbentuk
maupun yang terurai sama banyaknya, meskipun bahn awal dan produk jumlahnya dapat saja
berubah-ubah. Hal ini hanya mungkin terjadi bila laju pembentukan = laju penguraian.
laju pembentukan = laju penguraian
k1 [E] [S] = (k2 + k3) [ES]

[ ES ] =

Jika, Km =

k 2+ k 3
k1

[ E ] [S ]
k 1[E ][S ]
=
k 2+ k 3
(k 2+k 3)/k 1

; Km = konstanta Michaelis

[ ES ] =

Maka,

[ E ] [S]
Km

.........................................................................(b)
Bila konsentrasi substrat awal sangat tinggi atau berlebih, konsentrasi substrat yang
belum terikat dapat dianggap sama dengan konsentrasi substrat semula.
[E] = konsentrasi enzim yang tidak terikat. Jadi berarti sama dengan konsentrasi E mula-mula
atau total [ET] dikurangi konsentrasi e dari ES.
d

[ES ]
=
k1 [ET ES] [S]
dt

k1 [ET ES] [S]

[ES]

[ES]

k 2+ k 3
k1

[ES](

[ES ]
=
k2 + k3 [ES], sehingga
dt

= k1 {([ET ES]) [S]}


= [ET] [S] [ES] [S]

k 2+k 3
k1

Diperoleh: [ES]
Padahal: V
Sehingga:

= k2 + k3 [ES]

[ES] ( k 2+k 3 )
k 2+ k 3
k1

dan

+ [ES] [S]

= [ET] [S]

+ [S])

= [ET] [S]

[ ET ] [ S]
Km+[S ]

= k3 [ES] ........................................................................................(a)
V

k 3 [ ET ] [ S]
Km +[S ]

........... ..........................................................(c)
Bila [S] sangat besar, maka Km dapat dianggap terlalu kecil dibanding substrat dan
jumlahnya menjadi tak berarti dan dapat diabaikan atau dianggap nol (0) dan hasilnya
kecepatan V menjadi maksimum atau disebut Vmax.
V

k 3 [ ET ] [ S]
O+[S]

k 3 [ ET ] [ S]
[S ]

= k3 [ET] Vmax = k3 [ET] .........................................................................(d)

Pada V
Vmax

k 3 [ ET ] [ S]
Km +[S ]

Vmax [S]
Km+[ S]

==

= Vmax :
=

Vmax [S]
Km+[ S]

(Km + [S]) = [S]


Km + [S]) = [S]
Km

= [S]

Km

= [S]

Persamaan ini dapat ditransformasikan menjadi bentuk lain. Persamaan ini dikenal
dengan persamaan Lineweaver-Burk. Hal ini dilakukan karena dalam grafik persamaan
Michaelis Menten, v terhadap S tidak dapat digunakan secara tepat untuk menentukan v maks
dan km karena berupa kurva asimtot. Kurva asimtot merupakan suatau garis lurus yang
didekati oleh kurva lengkung dengan jarak semakin lama, semakin kecil mendekati nol (jauh
tak terhingga) dan tidak memiliki titik potong. Sehingga tujuan dari transformasi persamaan
tersebut adalah untuk memperoleh hubungan kinetika tersebut dalam bentuk garis lurus.
Transformasi tersebut didasarkan pada hubungan y = mx + c.

v 0=

1
v

1
v 01
v0

=
=

Vmax [ S]
Km+[S ]

Km
Vmax

1
[S ]

Km 1
+1
Vmax
Vmax
Km+[S]
[S]
[S]
Km
=
+
Vmax [ S ] Vmax [ S ] Vmax [ S ]

1
Vmax

Plot Lineweaver Burk mempunyai sedikit kelemahan, yaitu

Sering kali pada saat mengekstrapolasi grafik untuk menentukan harga -1/Km
ternyata akan memotong sumbu 1/[S] di luar grafik yang dibuat

Pada konsentrasi substrat yang terlalu rendah, maka akan diperoleh hasil yang kurang
akurat

Awal dari kelinearannya sering kurang jelas dibanding dengan plot lain, terutama plot
Eadie Hofstee, padahal hal ini sangat penting pada penentuan mekanisme reaksi

Plot Eadie-Hofstee dan Hanes diturunkan dari persamaan Lineweaver-Burk dengan


mengalikan kedua sisi persamaan dengan faktor v o Vmax sehingga akan diperoleh persamaan
garis lurus selanjutnya dipergunakan untuk menghitung Vmax dan Km
Dengan cara penurunan yang mirip, Hanes-Woolf mengalikan perasamaan LineweaverBurk dengan [So] maka diperoleh:
Plot Eadie Hofstee dan Hanes banyak digunakan pada studi kinetik enzim, namun
demikian studi enzim secara umum masih menggunakan plot Lineweaver Burk.

Anda mungkin juga menyukai