HIDROLISIS SELULOSA
MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM DAN TEKNOLOGI BIOPROSES
BPS3202
KELOMPOK KEAHLIAN TEKNIK REAKSI BIOPROSES
BPS3202/LABTEK-ENZ
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Enzim merupakan makromolekul biologis yang mampu bertindak sebagai katalis untuk suatu
reaksi biokimia. Seluruh reaksi/konversi biologis melibatkan enzim sebagai katalis, sehingga
tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa semua reaksi biologis adalah reaksi enzimatis. Kata
enzim berasal dari kata ‘enzimon’ dalam Bahasa Yunani yang berarti ‘ragi’. Pada perkembangan
ilmu biokimia dan teknologi konversi biologis, istilah ‘reaksi enzimatis’ lebih dikhususkan untuk
proses konversi yang menggunakan enzim terpisah dari sel, sementara istilah ‘fermentasi’ untuk
proses konversi yang menggunakan enzim dalam bentuk sel hidup (Shuler dan Kargi, 2002).
Proses konversi enzimatis merupakan salah satu proses terpenting di dalam industri bioproses.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, proses konversi enzimatis dan proses fermentasi pada
dasarnya hanya berbeda dalam hal apakah enzim digunakan dalam bentuk langsung atau masih
dalam bentuk sel mikroorganisme hidup. Beberapa teknologi konversi enzimatis yang sudah
komersial antara lain adalah pembuatan sirup glukosa dari pati (amilum) menggunakan enzim-
enzim amilase, hidrolisis selulosa dari kayu menggunakan enzim selulase dengan tujuan akhir
memperoleh bioetanol generasi kedua, dan pembuatan sirup fruktosa dari sirup glukosa
menggunakan enzim glukoisomerase.
BPS3202/LABTEK-ENZ
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Enzim
Enzim merupakan makromolekul berupa protein kompleks yang mempunyai kemampuan
mengkatalisis suatu reaksi biokimia spesifik. Seperti halnya protein, kondisi enzim dipengaruhi
oleh faktor-faktor tertentu. Temperatur lingkungan, pH lingkungan, keberadaan kofaktor, dan
sebagainya, mempengaruhi keaktifan enzim dalam mengkatalisis reaksi biokimia.
Pada temperatur yang rendah, reaksi enzimatik akan memiliki laju yang lambat, sesuai pada
persamaan Arrhenius yang menyatakan bahwa laju reaksi akan lebih rendah pada temperatur
yang lebih rendah. Saat temperatur meningkat, laju reaksi enzimatik akan terus meningkat
sampai pada laju maksimum yang diberikan pada temperatur optimum. Apabila temperatur lebih
tinggi daripada temperatur optimum, struktur globular pada enzim akan terdenaturasi sehingga
enzim akan kehilangan konfigurasinya yang aktif sebagai biokatalis dan tidak berfungsi dengan
semestinya, menyebabkan laju reaksi menurun. Apabila temperatur terus meningkat, seluruh
enzim akan terdenaturasi dan kehilangan keaktifan katalitiknya sama sekali (Shuler & Kargi,
2002).
Beberapa enzim memiliki gugus ionik yang memiliki wujud yang sesuai pada pH tertentu. Selain
itu, pH juga menentukan struktur tiga dimensi enzim (Shuler & Kargi, 2002). Pada pH yang
tidak sesuai, struktur tiga dimensi enzim dapat berubah sehingga enzim tidak berfungsi sebagai
biokatalis.
Konsentrasi substrat juga mempengaruhi keaktifan suatu reaksi enzimatik. Kenaikan konsentrasi
substrat juga akan menyebabkan kenaikan jumlah produk yang terbentuk hingga mencapai suatu
titik di mana enzim menjadi jenuh dan tidak dapat membentuk kompleks dengan substrat lagi,
sehingga konsentrasi substrat tidak lagi mempengaruhi laju reaksi enzimatik (Shuler & Kargi,
2002).
BPS3202/LABTEK-ENZ
Kinerja suatu enzim juga dipengaruhi oleh keberadaan kofaktor. Sebuah struktur enzim lengkap
yang sangat aktif disebut holoenzim. Holoenzim memiliki dua bagian, yaitu apoenzim dan
kofaktor. Apoenzim adalah bagian enzim yang merupakan molekul protein yang kompleks dan
memiliki keaktifan enzimatik yang rendah atau nyaris tidak ada. Apoenzim adalah bagian enzim
yang dihasilkan oleh suatu sel. Kofaktor adalah suatu molekul atau ion yang dapat membentuk
ikatan kompleks dengan apoenzim sehingga membentuk holoenzim yang aktif sebagai enzim.
Kofaktor dapat berupa ion-ion logam seperti Zn2+, Mg2+, Mn2+, Fe2+, Cu2+, K+, dan Na+, yang
biasa disebut metaloenzim, atau berupa senyawa organik kompleks seperti NAD, NADP, FMN,
FAD, koenzim A, dan beberapa jenis vitamin, yang biasa disebut koenzim (Pelczar dan Chan,
2007).
k1 k2
E+S ES E + P
k-1
Menurut model ini, enzim memiliki jumlah situs akitf terbatas, sehingga suatu saat enzim akan
jenuh. Berdasarkan persamaan reaksi ini, dapat didefinisikan laju reaksi enzimatis (v) sebagai
berikut:
𝑑[𝑃]
𝑣= = 𝑘2 [𝐸𝑆]
𝑑𝑡
𝑑[𝐸𝑆]
= 𝑘1 [𝐸][𝑆] − 𝑘−1 [𝐸𝑆] − 𝑘2 [𝐸𝑆]
𝑑𝑡
𝑘1 [𝐸][𝑆]
𝐾𝑚 = =
𝑘−1 [𝐸𝑆]
BPS3202/LABTEK-ENZ
Karena enzim tidak terkonsumsi,
[E] = [E0] – [ES]
[𝐸0 ][𝑆]
[𝐸𝑆] =
𝐾𝑚 + [𝑆]
Dengan demikian,
Persamaan ini dapat digambarkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 2.1.
Nilai konstanta Km dan vm disebut juga konstanta Michaelis-Menten. Nilai konstanta ini sulit
ditentukan secara eksperimen, sehingga data percobaan biasanya menggunakan data pendekatan
laju awal (initial rate) pada konsentrasi substrat awal dan enzim awal yang telah diketahui.
Shuler dan Kargi menyatakan terdapat setidaknya empat cara penentuan nilai konstanta tersebut
melalui linierisasi, yaitu plot Lineweaver-Burk, Eadie-Hofstee, Hanes-Woolf, dan kinetika batch.
Tabel 2.1 menyatakan keempat plot tersebut.
Perlu dicatat bahwa model Michaelis-Menten hanya sesuai untuk kinetika reaksi enzimatis
sederhana dengan melibatkan satu substrat saja, pada wujud cair (larutan sempurna) dan tanpa
mekanisme-mekanisme reaksi lain, seperti inhibisi (baik inhibisi substrat kompetitif,
nonkompetitif, uncompetitive maupun inhibisi produk). Kinetika reaksi enzimatis seperti
demikian dapat dilihat pada literatur lain, seperti Fundamentals of Enzyme Kinetics, karangan
Athel Cornish-Bowden.
Tabel 2.1 Berbagai metode linierisasi/plot untuk pernyataan laju oleh Michaelis-Menten (Shuler
dan Kargi, 2002)
Nama Plot Persamaan Keterangan
Lineweaver-Burk 1 1 𝐾𝑚 1
= +
𝑣 𝑣𝑚 𝑣𝑚 [𝑆]
Eadie-Hofstee 𝑣 berisiko menghasilkan
𝑣 = 𝑣𝑚 − 𝐾𝑚
[𝑆] galat (error) tinggi,
namun cocok pada [S]
rendah
Hanes-Woolf [𝑆] 𝐾𝑚 1 dapat memberikan nilai
= + [𝑆] vm lebih akurat
𝑣 𝑣𝑚 𝑣𝑚
Kinetika batch (batch kinetics) 𝑑[𝑆] 𝑣𝑚 [𝑆]
𝑣= =
𝑑𝑡 𝐾𝑚 + [𝑆]
[𝑆0 ]
𝑣𝑚 𝑡 = [𝑆0 ] − [𝑆] + 𝐾𝑚 ln
[𝑆]
BPS3202/LABTEK-ENZ
Vmaks
Konsentrasi substrat
Aktivitas molekuler, yang dahulu disebut dengan angka perputaran (turnover number)
menyatakan jumlah molekul substrat yang ditransformasi per satuan waktu pada setiap molekul
enzim atau oleh satu sisi aktif, untuk keadaan di mana enzim menjadi faktor pembatas laju reaksi
(Sukandar, 2002). Perhitungan aktivitas molekuler dilakukan menggunakan persamaan berikut:
vM
aktivitas molekuler =
mol enzim
Nilai vm adalah laju reaksi maksimum yang dapat dicapai. Nilai ini merupakan salah satu dari
konstanta reaksi enzimatis yang dinyatakan dalam persamaan Michaelis-Menten.
Menurut perjanjian internasional, satu unit aktivitas enzim adalah jumlah substrat yang
terkonversi per satuan waktu. Unit aktivitas enzim biasanya dinyatakan dengan satuan U, yang
setara dengan 1 mikromol substrat yang terkonversi per menit (Sukandar, 2002). Unit aktivitas
enzim biasa digunakan untuk menentukan keaktifan suatu enzim dalam analisis kuantitatif.
BPS3202/LABTEK-ENZ
2.3 Teknik Reaksi Enzimatis
Reaksi enzimatis, seperti halnya reaksi katalitik biasa, dapat dijalankan dalam berbagai model
reaktor, seperti reaktor tangki dan reaktor pipa. Perbedaan utama antara keduanya adalah reaktor
enzimatis umumnya dijalankan pada kondisi (temperatur, tekanan) yang jauh lebih lunak
daripada reaktor katalitik. Selain itu, pada reaktor enzimatis, pH menjadi besaran yang juga perlu
diperiksa.
Seperti halnya fermentasi industrial, reaksi enzimatis industrial bisa dilakukan pada fasa cair
ataupun fasa padat (solid state), tergantung wujud substrat yang dikonversi. Reaksi enzimatis
fasa padat lebih sulit dioperasikan pada skala besar karena terkendala dalam proses pencampuran
dan homogenisasi. Umumnya, reaksi enzimatis fasa padat dilakukan pada baki-baki (tray) atau
dengan reaktor ulir (screw).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, enzim merupakan katalis, sehingga seharusnya tidak
terkonsumsi oleh reaksi. Namun demikian, enzim umumnya berada dalam wujud cair dan
homogen dengan campuran reaksi dan sulit dipisahkan, sehingga secara ekonomis enzim juga
dianggap sebagai reaktan karena ‘habis’ setelah dipakai untuk reaksi. Oleh karena itu,
dikembangkan juga teknologi yang membuat enzim bisa dipakai berulang kali, yaitu dengan cara
imobilisasi. Imobilisasi dilakukan dengan cara mengikat enzim dalam suatu matriks sehingga
tidak terbawa oleh sistem reaksi namun tetap dapat berkontak dengan substrat. Kendala dari
penggunaan enzim terimobilisasi adalah terhambatnya kontak antara enzim dan substrat sebagai
efek samping dari imobilisasi, yang terukur dari turunnya aktivitas enzim. Oleh karena itu, aspek
difusi tidak dapat diabaikan pada perancangan reaktor enzimatis dengan menggunakan enzim
terimobilisasi (Shuler dan Kargi, 2002).
Reaktor enzimatis juga dapat dioperasikan secara batch maupun kontinu. Pada sistem kontinu,
sulit sekali untuk melakukan pemodelan kinetika yang akurat, sehingga lebih mudah
menggunakan pendekatan kotak hitam (black box) seperti untuk proses fermentasi. Reaktor
enzimatis kontinu dapat menggunakan enzim bebas maupun terimobilisasi, dan untuk reaksi fasa
cair maupun fasa padat, walaupun nantinya akan memberikan tantangan tersendiri pada saat
perancangan.
BPS3202/LABTEK-ENZ
BAB III
RANCANGAN PERCOBAAN
BPS3202/LABTEK-ENZ
3.3. Prosedur Percobaan
3.3.1 Pembuatan Larutan Buffer
Larutan buffer sitrat digunakan pada banyak tahap pada percobaan. Sebelum membuat buffer,
hitung baik-baik kebutuhan buffer selama percobaan. Sesuaikan prosedur berikut ini dengan
jumlah buffer yang dibutuhkan.
1. Campurkan 210 g asam sitrat monohidrat dengan 750 mL akuades
2. Tambahkan padatan natrium hidroksida secara bertahap hingga pH larutan mencapai nilai
4,8. Periksa pH menggunakan pH meter atau kertas indikator
3. Simpan larutan pada wadah yang tertutup baik, misalnya botol kaca
BPS3202/LABTEK-ENZ
5. Tambahkan 3 mL larutan DNS, lalu pindahkan campuran ke penangas air dengan
temperatur 100oC selama 5 menit.
6. Dinginkan campuran dengan air mengalir selama 5 menit atau menggunakan penangas es
(ice bath).
7. Sentrifugasi campuran selama 5 menit pada kecepatan putar 3000 rpm. Ambil supernatan
sebanyak 200 µL.
8. Periksa absorbansi supernatan menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang
gelombang 540 nm
9. Buat kurva baku glukosa dengan mengalurkan absorbansi dari setiap larutan standar
terhadap konsentrasi glukosanya
10. Lakukan regresi linier dan pastikan bahwa diperoleh R2 ≥ 0,95. Apabila belum terpenuhi,
ulangi pengukuran
BPS3202/LABTEK-ENZ
5. Tambahkan 3 mL larutan DNS, lalu pindahkan campuran ke penangas air dengan
temperatur 100oC selama 5 menit.
6. Dinginkan campuran dengan air mengalir selama 5 menit atau menggunakan penangas es
(ice bath).
7. Sentrifugasi campuran selama 5 menit pada kecepatan putar 3000 rpm. Ambil supernatan
sebanyak 200 µL.
8. Periksa absorbansi supernatan menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang
gelombang 540 nm dan hitung konsentrasi glukosa yang diperoleh.
9. Hitung aktivitas enzim selulase dalam FPU (filter paper unit) dengan persamaan:
0,37
𝐹𝑃𝑈 = konsentrasi enzim yang melepaskan 2 mg glukosa unit/mL
BPS3202/LABTEK-ENZ
9. Sentrifugasi campuran selama 5 menit pada kecepatan putar 3000 rpm. Ambil supernatan
sebanyak 200 µL
10. Periksa absorbansi supernatan menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang
gelombang 540 nm dan hitung konsentrasi glukosa pada sampel menggunakan kurva
baku glukosa yang telah diperoleh
11. Lakukan pengambilan dan analisis sampel hingga waktu reaksi yang ditentukan berakhir
(misalnya 1 jam).
BPS3202/LABTEK-ENZ
10. Periksa absorbansi supernatan menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang
gelombang 540 nm dan hitung konsentrasi glukosa pada sampel menggunakan kurva
baku glukosa yang telah diperoleh
11. Lakukan pengambilan dan analisis sampel hingga waktu reaksi yang ditentukan berakhir
(misalnya 1 jam).
jumlah substrat awal (g/L) = jumlah substrat setiap waktu (g/L) + jumlah produk setiap waktu (g/L)
Hubungan neraca massa ini dapat digunakan untuk menentukan profil konsentrasi substrat
apabila yang dapat dianalisis adalah produk, atau sebaliknya.
Kinerja dari proses enzimatis sering dinyatakan dalam bentuk rendemen (yield). Yield reaksi
enzimatis dinyatakan sebagai yP/S, yaitu jumah produk yang terbentuk terhadap jumlah substrat
yang terkonversi.
BPS3202/LABTEK-ENZ
Data laju reaksi enzimatis yang akan digunakan untuk validasi model Michaelis-Menten dapat
didekati dengan terlebih dahulu menentukan profil konsentrasi produk [P] terhadap waktu, lalu
melakukan regresi polinomial untuk menebak fungsi konsentrasi produk terhadap waktu, dan
menentukan persamaan laju berdasarkan rumus:
𝑑[𝑃]
𝑣=
𝑑𝑡
Contoh dari profil konsentrasi produk terhadap waktu disertai dengan regresi polinomialnya
dapat dilihat pada Gambar 3.5.
50
40
[P] (g/L)
30
20
10
0
0 50 100 150 200 250 300 350
t (s)
Gambar 3.5 Contoh grafik profil konsentrasi produk terhadap waktu reaksi disertai dengan
regresi polinomial (kuadratik)
Pada kasus seperti pada Gambar 3.5, laju reaksi enzimatis pada setiap waktu dapat dihitung
dengan turunan persamaan polinomial yang diperoleh. Sementara itu, konsentrasi substrat dapat
dihitung dengan menggunakan neraca massa substrat-produk. Dengan demikian, data kinetika
dapat diperoleh dengan melakukan linierisasi terhadap model-model kinetika yang terkait.
3.4.3 Pengaruh pH, Temperatur, atau Inhibitor terhadap Kinetika Reaksi Enzimatis
Pengaruh variabel-variabel seperti pH, temperatur, atau inhibitor dapat dilihat dari perbedaan
hasil reaksi yang diperoleh, baik dari profil reaktan/produk, atau dari perbedaan nilai konstanta-
konstanta kinetika yang terkait.
BPS3202/LABTEK-ENZ
DAFTAR PUSTAKA
BPS3202/LABTEK-ENZ