Anda di halaman 1dari 53

HASIL PENELITIAN

PENGARUH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP


PENYEBARAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KOTA SEMARANG

ASRI PURWANTI
7211414112
AKUNTANSI A 2014

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


SEMARANG
2015

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
observasi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Negeri Semarang
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Univeristas Negeri Semarang.

Semarang, 26 Mei 2015

Asri Purwanti
7211414112

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Observasi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk,
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Asri Purwanti

NIM

: 7211414112

Tanda Tangan

Tanggal

: 19 Mei 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karna atas limpahan kasih sayang dan
karuniaNya, laporan akhir hasil penelitian karya tulis ilmiah ini dapat selesai.
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memenuhi
tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam penulisan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Natal Kristiono S.Pd., M.H. selaku dosen pembimbing.
Kepada kedua orang tua dan kakak saya yang selalu memberi dukungan, serta
sahabat terbaik saya.
Penulis menyadari bahwa naskah karya tulis ini jauh dari sempurna, untuk
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
penelitian ini berguna bagi masyarakat serta memberi sumbangan berarti bagi
perkembangan

ilmu

kewarganegaraan.

Semoga

Allah

SWT

senantiasa

memberikan berkat dan rahmat yang berlimpah bagi kita semua.

Semarang, 26 Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME..................................ii
PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................iv
DAFTAR ISI .................................................................................................v
DAFTAR TABEL..........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................viii
ABSTRAK.....................................................................................................ix
BAB

I PENDAHULUAN.......................................................................1
Latar Belakang.............................................................................1
Rumusan Masalah........................................................................5
Tujuan Penelitian.........................................................................6
Kontribusi Penelitian...................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................7


Pengertian Narkoba......................................................................7
Jenis jenis Narkoba...................................................................8
Penyalahgunaan Narkoba.............................................................10
Perundang undangan Narkoba..................................................13
Penyalahgunaan Perkembangan Teknologi.................................15
Kurir dan Teknologi Peredaran Narkoba.....................................19
BAB III METODE PENULISAN..............................................................21
Metode Penelitian........................................................................21
Subjek Penelitian.........................................................................21
Tahap Tahap Penelitian.............................................................21
Teknik Pengumpulan Data...........................................................22

Teknik Analisis Data....................................................................24


Etika Penelitian............................................................................25
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................25
Peredaran Narkoba sebagai Kejahatan Transnasional.................25
Pola Penyebaran Narkoba di Kota Semarang..............................26
Pengaruh Kebudayaan Barat dalam Penyebaran Narkoba...........32
Penanggulangan Perkembangan Teknologi.................................33
BAB V PENUTUP....................................................................................37
Kesimpulan..................................................................................37
Saran............................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Jumlah Tersangka Narkoba Berdasarkan Jenis, 2007-2012.........4
Tabel 3.1. Cutting Points dan Kriteria Ketergantungan................................12

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pengaruh Teknologi dengan Sindikat Pengedar Narkoba............30
Gambar 2. Kamuflase Narkoba dalam Barang..............................................31
Gambar 3. Skematis Perilaku Menyimpang..................................................32
Gambar 4. Pemanfaatan Teknologi dalam Supply Reduction.......................35

ABSTRAK
Asri Purwanti (7211414112)
Masyarakat yang semakin maju berusaha melakukan pembaharuan di segala
bidang termasuk teknologi dalam upaya mempermudah kehidupan. Kemajuan
teknologi membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat Indonesia.
Masuknya budaya barat yang cenderung liberal ke Indonesia menjadi salah satu
dampak negatifnya. Budaya hidup mewah, dunia malam, dan narkoba semakin
menjadi hal yang tidak tabu lagi di kalangan masyarakat. Teknologi yang semakin
canggih juga mempermudah upaya sindikat dalam mengedarkan narkoba. Kurir,
imigran gelap, dan kamuflase narkoba dalam barang semakin banyak dijadikan
modus operandi. Oleh karena itu perlu adanya upaya bersama antara para
stakeholders dalam mencegah dan menangani penyalahgunaan narkoba.
Pemerintah juga harus memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam upaya
pendeteksian dan pemberantasan peredaran narkoba. Penelitian yang dilakukan
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Yaitu penelitian yang bermaksud untuk
mendiskripsikan pola penyebaran penyalahgunaan narkoba di Kota Semarang
kaitannya dengan perkembangan teknologi. Subjek yang kami teliti adalah aparat
dari BNNP Jawa Tengah dan Kapolrestabes Semarang. Data terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer penulis dapat dari hasil wawancara,
observasi, dan dokumenter. Data sekunder penulis dapat dari buku kajian yang
berkaitan dengan teknologi dan narkoba, skripsi terdahulu, jurnal, dan website
dari instansi terkait. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang positif
antara perkembangan teknologi dengan penyebaran narkoba. Setiap ada teknologi
baru yang muncul, maka dapat dimanfaatkan oleh sindikat untuk mengedarkan
atau sebagai tempat kamuflase dari narkoba tersebut. Pemerintah dapat
memanfaatkan teknologi dalam upaya demand reduction dan supply reduction.
Peredaran narkoba dapat diatasi apabila ada peran yang sinergis antara masyarakat
dan pemerintah. Masyarakat dalam hal ini juga mencakup peran keluarga dan
sekolah. Sehingga perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan dengan optimal
dengan mengurangi penggunaannya dalam pererdaran barang haram ini.

Kata Kunci: Narkoba, Kamuflase, demand reduction, supply reduction,


Teknologi, Kebudayaan Barat

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Masyarakat

lambat

laun

berkembang

mengikuti

arus

globalisasi,

perkembangan itu selalu diikuti proses penyesuaian diri yang kadang-kadang


terjadi secara tidak seimbang. Pelanggaran terhadap norma semakin sering terjadi
dan kejahatan semakin bertambah. Kejahatan baik dari segi jenis maupun bentuk
yang polanya semakin kompleks. Perkembangan masyarakat itu disebabkan
karena berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan pola pikir masyarakat
yang semakin maju.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak selamanya berdampak
positif, bahkan ada kalanya berdampak negatif. Masyarakat berusaha mengadakan
pembaharuan-pembaharuan di segala bidang untuk mempermudah hidupnya.
Namun mereka tidak menyadari dengan kemajuan teknologi juga akan ada
peningkatan masalah kejahatan dengan menggunakan modus operandi yang
canggih, terutama dalam peredaran obat terlarang.
Kemajuan teknologi mempermudah masuknya budaya asing ke Indonesia.
Teknologi

yang

menggunakannya.

modern

menuntut

adanya

Masyarakat harus

kesiapan

masyarakat

untuk

siap mengelola dan menyesuaikan

perkembangan teknologi dengan jiwa, mental, dan kepribadian bangsa Indonesia


tanpa harus sepenuhnya meniru budaya barat yang mengarah pada liberalisme.
Liberalisme berarti kebebasan, yang apabila diterapkan di Indonesia maka belum
tentu masyarakat dapat menyesuaikan diri. Sehingga salah satu akibatnya adalah
budaya mengenai penggunaan narkoba.
Menurut World Health Organization (WHO) yang dimaksud dengan narkoba
adalah setiap bahan (zat/substansi) yang jika masuk dalam organisme hidup akan
memberikan perubahan pada satu atau lebih fungsi-fungsi organisme tersebut. Zat
yang dimaksud seperti opioda (morfin, heroin), kokain, ganja, sedative/hiprotika,
dan alkohol dapat merubah fungsi berpikir, perasaan, dan perilaku orang yang
memakainya. Penyalahgunaan zat dan substansi (drug abuse) tersebut dapat
menyebabkan ketergantungan (drug dependence) (Dadang Hawari,1991:15).

10

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan1
Dalam naskah Undang-Undang Pidana Internasional atau The International
Criminal Code tahun 1979 yang disusun oleh The International Association of
Penal Law, telah dimasukkan jenis tindak pidana seperti lalu lintas perdagangan
narkoba ilegal (illicit drug trafficking), pemalsuan mata uang (countrerfeiting),
penyuapan (bribery), keikutsertaan dalam perdagangan budak dan pengambilan
harta karun suatu negara tanpa izin 2. Hal yang akan dibahas lebih lanjut disini
adalah tindak pidana narkoba ilegal.
Narkoba dan obat-obatan terlarang sejenisnya, tidak mungkin dapat sampai
ke tangan para pengguna tanpa ada yang mengedarkanya. Peredaran narkoba
menjadi momok yang sangat menakutkan. Peredaran ini sangat kompleks.
Peredaran berbagai jenis narkoba tersebut, tidak hanya terjadi dalam skala
nasional yang pelakunya merupakan warga negara setempat, akan tetapi juga
terjadi dalam skala internasional.
Dalam skala internasional ASEAN membentuk ASOD (ASEAN Senior
Official on Drugs), yaitu forum kerjasama ASEAN di bidang pencegahan, terapi
dan rehabilitasi, penegakan hukum dan penelitian penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba3. Peredaran gelap narkoba selalu melibatkan negara produsen,
negara transit dan negara pemasaran narkoba. Oleh karena itu, dampaknya tidak
hanya dirasakan oleh satu negara tetapi banyak negara di dunia. Untuk dapat

1 Pasal 1 ayat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika
2 Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Op. Cit.,
hal. 42
3 www.bnn.go.id,. Pertemuan ASEAN Senior Official on Drug Matter
dalam hal kerjasama Pengendalian narkoba dan obat-obatan.

11

memberantas peredaran gelap narkoba secara lebih efektif, maka negara-negara di


dunia harus bekerja sama.
Kejahatan perdagangan narkoba yang semakin canggih patut diwaspadai oleh
Bangsa Indonesia. Perdagangan ini memiliki ciri-ciri: terorganisir (organized
crime), berupa sindikat, terdapat suatu dukungan dana yang besar serta
peredarannya memanfaatkan teknologi operandi yang canggih. Peredaran narkoba
terasa sangat memprihatinkan. Penyebaran penyalahgunaan merebak ke semua
lapisan masyarakat, mulai dari yang berstatus sosial tinggi sampai rendah, dari
yang usia belasan tahun sampai usia puluhan tahun, dari yang siswa sekolah dasar
sampai mahasiswa yang ada di perguruan tinggi, dari anak jalanan sampai anakanak yang setia dengan keluarga, tidak peduli putra atau putri, pria atau wanita
yang ada di kota maupun di desa4 yang tujuan utamanya adalah merusak generasi
muda (Atmasasmita, 1997).
Indonesia sebagai salah satu pintu masuk perdagangan dan peredaran gelap
narkoba bahkan sangat mungkin menjadi salah satu pusat peredaran gelap barang
haram ini. Perkembangan teknologi yang pesat yang juga mengubah kebudayaan
lokal Indonesia semakin memperparah peredaran narkoba di Indonesia. Hal
mengenai narkoba sudah tidak menjadi abrang tabu di masyarakat. Pada
gilirannya nanti, narkoba dapat mengganggu sendi-sendi keamanan nasional
dalam rangka pembangunan nasional menuju masyarakat yang adil dan makmur,
seperti yang dicita-citakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Jika
sampai terjadi pemakaian narkoba secara besar-besaran di masyarakat, maka
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang sakit. Apabila terjadi demikian
negara akan rapuh dari dalam, karena ketahanan nasional merosot5.
Peredaran narkoba menyebar di seluruh penjuru Bangsa Indonesia termasuk
di Jawa Tengah. Prevalensi penggunaan narkoba di Jawa Tengah tahun 2008
4 Data Komisi Penanggulangan AIDS Daerah dan Badan Narkotika
Daerah. Jepara 2011. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia,
Komunikasi Penyuluhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Juni;
2004.
5 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia,(Jakarta: Djambatan,
2004), hal 5.

12

mencapai 1,84 persen, tahun 2011 naik 1,89 persen dan diproyeksi tahun 2019
prevalensi penyalahgunaan narkoba mencapai 2,02 persen6. Dengan angka
tersebut, Jawa Tengah menempati peringkat 16 untuk penyalahgunaan narkoba di
seluruh Indonesia. Jawa Tengah masih menjadi tempat transit dan pasar narkoba
terbesar, khususnya di Solo.
Pola pengedaran narkoba di Semarang melalui berbagai jalur. Jalur yang
sering digunakan adalah laut, yakni melalui pelabuhan dan pelabuhan tikus.
Melalui

perantara

kurir

yang

diorganisasikan

dengan

sangat

rapi.

Pengorganisasian melalui modus operandi sindikat perdagangan narkoba dengan


jaringan manajemen yang rapi dan selalu berubah setiap saat. Penerapan teknologi
canggih sangat mendukung upaya memasukkan narkoba ke berbagai kota
terutama Semarang.
Tabel di bawah ini menunjukkan data tersangka narkoba di Semarang, terlihat
bahwa semakin meningkat dari tahun ke tahun. Seiring dengan kemajuan
teknologi dan semakin bervariasinya tuntutan hidup dalam masyarakat, kini
kejahatan narkotika tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga
dilakukan oleh para remaja sampai anak-anak (Agoes Dariyo, 2004:30). Data
tersebut menunjukkan bahwa geliat pengedaran narkoba di Semarang juga
semakin berkembang.
NO

JENIS

NARKOBA
1
Ganja
2
Heroin
3
Hashish
4
Kokain
5
Kodein
6
Morfin
7
Ekstasi
8
Shabu (Meth)
9
Daftar G
10
Benxodiazepine
11
Barbiturate
12
Ketamine
13
Miras
Jumlah

2007

2008

TERSANGKA
2009
2010

JUMLAH
2011

256
6

299
12

331
19

359
10

257
13

23
240
78

17
285
47

7
462
36

6
492
20

597
49

295
898

252
912

399
1.254

438
1.325

822
1.738

1.502
60
0
0
0
0
53
2.076
230
0
0
0
2.206
6.127

Sumber : Direktorat Tindak Pidana Narkoba, Maret 2012


6Cahya, Cun. 2015. Jawa Tengah Peringkat 16 Penyalahgunaan
Narkoba. http://berita.suaramerdeka.com (Diakses pada 01/05/15 pukul
9.45).

13

Tabel 1.1. Jumlah Tersangka Narkoba Berdasarkan Jenis, 2007-2012


Berbagai cara dilakukan oleh para sindikat pengedar narkoba untuk dapat
meloloskan diri dari penjagaan para aparat. Pengunaan teknologi seperti internet
dan seperangkat alat lainnya (networking) menjadi andalan para sindikat narkoba,
untuk menjangkau target tujuannya. Kemudahan akses informasi yang didapat
dari media-media sosial seperti facebook, twetter, skype, dan lainnya digunakan
oleh para sindikat pengedar narkoba untuk mempermudah komunikasi langsung,
dengan para bandar (mafia) narkoba.
Teknologi disamping berperan dalam memudahkan penyebaran narkoba juga
sebagai pendorong masuknya kebudayaan barat ke Indonesia. Dengan demikian,
perilaku masyarakat yang bebas dan meninggalkan budaya lokal akan semakin
terlihat sehingga narkoba akan sangat mudah diterima masyarakat. Pola asuh yang
tidak memberikan kasih sayang lebih pada anak, kurangnya rasa kekeluargaan,
dan gaya hidup modern yang cenderung ingin memperoleh kenikmatan dengan
instan membuat upaya pemberantasan narkoba di Indonesia menjadi semakin
sulit.
Oleh karena itu, peredaran narkoba harus segera dicarikan solusi yang
rasional untuk pemecahnnya. Narkoba seharusnya menjadi sebuah pelajaran
berharga bagi seluruh komponen bangsa Indonesia tidak hanya di kalangan
pemerintah dan aparatur negara saja, akan tetapi perlu adanya dukungan dari
masyarakat luas untuk bersama membendung maraknya peredaran narkoba. Hal
ini dikarenakan indikasi maraknya peredaran narkoba di Indonesia dilakukan oleh
berbagai jaringan baik kalangan domestik maupun Internasional.
Berkembangnya teknologi dan era globalisasi semakin mempermudah
beredarnya narkoba. Oleh karena itu perkembangan teknologi harus dapat
dihadapi dan dimanfaatkan masyarakat dengan bijaksana. Pancasila harus
dijadikan sebagai pedoman hidup dan jiwa yang melekat pada diri setiap
masyarakat. Dengan adanya Pancasila maka dapat dijadikan penyeleksi, karena
mencegah narkoba masuk ke Indonesia adalah hal yang mustahil. Hal yang
mungkin dilakukan adalah mencegah masyarakat menggunakannya.
1.2.

Rumusan Masalah

14

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan


dalam adalah:
1. Adakah

pengaruh

perkembangan

teknologi

penggunaaan narkoba di Kota Semarang?


2. Bagaimana menanggulangi perkembangan

terhadap
teknologi

penyebaran
agar

tidak

disalahgunakan dalam peredaran narkoba?


1.3.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan hal yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan penulisan karya

tulis ini adalah:


1. Menggambarkan dan menganalisis peran perkembangan teknologi
terhadap penyebaran penggunaan narkoba di Kota Semarang.
2. Menggambarkan cara penanggulangan perkembangan teknologi agar tidak
disalahgunakan dalam peredaran narkoba.
1.4.

Kontribusi Penelitian
Apabila tujuan sebagaimana dirumuskan di atas tercapai, maka diharapkan

hasil penelitian akan memberikan dua kegunaan sekaligus, yaitu:


1. Aspek keilmuan, di mana penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi perbendaharaan konsep, metode atau pengembangan teori.
2. Aspek praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana
informasi awal bagi para peneliti yang hendak meneliti bidang kajian yang
sama.

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Narkoba dan Napza
1. Pengertian Narkoba
Pada awalnya narkoba hanya digunakan sebagai alat bagi ritual keagamaan
dan disamping itu juga dipergunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkoba
pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim disebut
sebagai madat atau opium7. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman,
narkoba digunakan untuk hal-hal negatif. Di dunia kedokteran narkoba banyak
digunakan khususnya dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi.
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba, yang
dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Narkoba berasal dari bahasa Yunani, narke yang berarti terbius sehingga
tidak merasakan apa-apa. Secara umum yang dimaksud dengan narkoba
adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi rasa atau
nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungnya akan zat
tersebut secara terus menerus8.
Definisi lain dari Biro Bea Cukai Amerika Serikat dalam bukunya
Narcotic Identification Manual(1973) mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan narkoba adalah candu, ganja, kokain, zat-zat yang bahan mentahnya
diambil dari benda-benda tersebut yakni morfin, heroin, kodein, hasnish,
kokain, dan termasuk juga narkoba sintetik yang menghasilkan zat-zat, obatobatan yang tergolong dalam Halusinogen, Depresan dan Stimulan9.

7 Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan


Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Umm Press, Malang, 2009, hal 3
8 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 224.

16

Istilah yang sebenarnya lebih tepat digunakan untuk kelompok zat yang
dapat mempengaruhi sistem kerja otak ini adalah Napza (Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif) karena istilah ini lebih mengacu pada istilah
yang digunakan dalam Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika. Jadi
narkotika atau lebih tepatnya Napza adalah obat, bahan dan zat yang bukan
termasuk jenis makanan. Oleh sebab itu jika kelompok zat ini dikonsumsi oleh
manusia baik dengan cara dihirup, dihisap, ditelan, atau disuntikkan maka ia
akan mempengaruhi susunan saraf pusat (otak) dan akan menyebabkan
ketergantungan. Akibatnya, sistem kerja otak dan fungsi vital organ tubuh lain
seperti jantung, pernafasan, peredaran darah dan lain-lain akan berubah
meningkat pada saat mengonsumsi dan akan menurun pada saat tidak
(menjadi tidak teratur)10.
2. Jenis-jenis Narkoba
Berdasarkan cara pembuatannya narkotika dibedakan kedalam tiga
golongan, yaitu narkotika alami, semisintesis, dan sintesis.
a. Narkotika Alami
Narkotika alami merupakan narkotika yang zat aditifnya diambil dari
tumbuh-tumbuhan, contohnya: Ganja merupakan tanaman perdu
dengan daun menyerupai singkong yang tepinya bergerigi dan berbulu
halus. Jumlah jarinya selalu ganjil, yaitu 5, 7, dan 9. Cara
penyalalahgunaan ganja ini adalah dengan dikeringkan dan dicampur
dengan tembakau rokok atau dijadikan rokok lalu dibakar dan dihisap.
b. Narkotika Semisintesis
Narkotika semisintesis adalah narkotika alami yang diolah dan
diambil zat aktifnya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga
bisa dimanfaatkan untuk kepentingan dunia kedokteran. Contonya zat
atau obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi dan lain
sebagainya seperti heroin, morfin, kodein dan lain-lain.
9 RS. Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana
untuk Mahasiswa dan Praktisi serta Penyuluh Masalah Narkoba, Mandar
Maju , Bandung, 2003, hal 34.
10 Lydia Harlina Martono,.Op.Cit. Hal. 5

17

c. Narkotika Sintesis
Narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintetis,
digunakan untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang
rasa sakit. Contohnya yaitu amfetamin. Narkotika sintetis dapat
menimbulkan dampak sebagai berikut :
1) Membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri (depresan)
2) Membuat pemakai bersemangat dalam beraktifitas (stimulan)
3) Membuat pemakai menjadi berhalusinasi sehingga mempengaruhi
perasaan serta pikirannya (halusinogen).
Penggolongan narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dibagi atas 3 golongan, yaitu11:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
c. Narkotika Golongan III
Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997, Psikotropika adalah zat
atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku12.
a. Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
11 Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika
12 Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997

18

potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:


Ekstasi.
b. Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
Amphetamine.
c. Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
Phenobarbital.
d. Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan.
3. Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan yang dilakukan tidak untuk
pengobatan akan tetapi ingin menikmati pengaruhnya. Sifat pengaruh pada
narkotika adalah sementara sebab setelah itu akan timbul perasaan tidak enak.
Perasaan tidak enak tersebut yang merangsang seseorang harus mengkonsumsi
narkotika lagi, hingga terjadilah kecanduan atau ketergantungan yang akan
berakibat pada kesehatan. Gangguan tersebut berupa gangguan kejiwaan,
jasmani dan fungsi sosial. Ketergantungan memang tidak berlangsung seketika
tetapi melalui rangkaian proses penyalahgunaan. Tahapan penyalahgunaan13 :
a. Pola coba-coba
Pada tahapan ini, pengaruh kelompok sebaya sangat besar. Teman
dekat atau orang lain menawarkan untuk menggunakan narkoba.
Ketidakmampuan untuk menolak dan perasaan ingin tahu yang besar
akan mendorong seseorang untuk mengonsumsi narkoba. Biasanya
seseorang memulai tahap ini karena rasa ingin tahunya dan agar dia
diakui dalam kelompoknya.
b. Sosial atau rekreasional
Yaitu pemakaian narkoba untuk kepentingan pergaulan dan bersenangsenang.
c. Situasional
13 Ibid, Hal. 15

19

Penggunaan pada situasi tertentu seperti pada saat kesepian dan stres,
sehingga pemakaian narkoba ditujukan untuk mengatasi masalah
tersebut. Pada tahap ini pengguna akan berusaha untuk mengkonsumsi
secara aktif. Pengguna Napza sudah termasuk ke dalam tahapan yang
lebih tinggi dari tahap sosial, merupakan satu tahap sebelum
ketergantungan.
d. Pola habituasi (kebiasaan)
Pemakaian akan sering dilakukan dan umumnya pada tahapan inilah
terjadinya proses ketergantungan.
e. Ketergantungan
Tahap akhir penyalahgunaan, seseorang merasa sudah tidak dapat
hidup tanpa Napza. Gejala khas yang dialami berupa timbulnya
toleransi gejala putus zat dan pengguna akan selalu berusaha untuk
memperoleh narkoba dengan berbagai cara seperti berbohong, menipu
dan mencuri. Pengguna tidak lagi mampu mengendalikan dirinya
sebab narkoba telah menjadi pusat kehidupannya.
Tabel di bawah ini menunjukkan tingkat ketergantungan narkoba.

20

Experimen

Occasion

Casual

Moderate

Regular

Heavy

Habitual,

tal
1-2 kali

al
3-9 kali

1-20 kali

use
10-29 kali

Minimal

users
21-199

cronic
> 200

(Mizner,

(Mizner)

(Stanton)

(Mizner)

1 kali

kali

kali

per

(Stanto

(Stanton)

minggu

n)

1973)

(Johnso
n)
1-2 kali

3-59 kali

Satu atau

>30 kali

3 kali

(Josephson,

(Josephso

lebih dari 1

(Mizner)

seminggu

1973)

n, 1973)

bulan

dalam 3

(Johnson)

tahun
atau lebih
atau
pakai tiap
hari
selama 2
tahun
(Hochma
n $ Brill,
1973)

1-9 kali

10-59 kali

>60 kali

(Josephson,

(Josephso

(Joseph

1972)
< 1 kali

n, 1972)
10 kali

o)
3 kali

dlm 1

satu

per

bulan

tahun

minggu

(Johnson)

terakhir

atau >

(Hochma

1 bln

n& Brill,

pakai

1973)
min 1

(Robins)

kali/
bulan
(Johnson)

Sumber : Kandel, 1975


Tabel 3-1 Cutting points dan kriteria tingkat ketergantungan
Secara garis besar cutting points dan kriteria tingkat ketergantungan
dimulai dari bukan penyalahguna hingga coba pakai (eksperimetal), menengah
(moderate), penyalahguna berat (heavy use). Tinjauan atas beberapa penelitian
dilakukan oleh Elinson (1974) seperti yang ditelusuri oleh Kandel (1975),
menghasilkan beberapa definisi dan kriteria yang digunakan untuk

21

menggambarkan pola penyalahgunaan atau tingkat ketergantungan dengan


lebih rinci (Tabel 1). Ada pula yang mengembangkan kombinasi pengukuran
diatas, untuk mengetahui tingkat ketergantungan (dependesi) melalui kriteria
DSM-IVTR14dan kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (SAMSHA, 2008).
4. Perundang-undangan Terkait Narkoba
Dengan melihat besarnya cakupan peredaran narkotika, terdapat keperluan
untuk merumuskan beberapa upaya dalam memperkuat kerangka hukum dan
instrumen hukum internasional yang ada. Sejauh ini terdapat beberapa
instrumen yang menjadi tolok ukur, yakni Konvensi Tunggal Narkotika 1961,
Konvensi Wina 1988. Undang-undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
juga mengadopsi dari kedua konvensi tersebut.
Terdapat tiga hal utama yang diatur dalam konvensi tersebut. Pertama,
mengatur langkah-langkah yang perlu diambil oleh negara untuk mencegah
terjadinya kejahatan. Kedua, mengatur perbuatan yang dianggap sebagai
tindak pidana, sebagai bagian dari penegakan hukum. Ketiga, pengefektifan
dan penguatan kerjasama internasional melalui lembaga ekstradisi, bantuan
hukum timbal balik dan kerjasama lainnya.
Konvensi Wina 1988 bertujuan untuk memberantas peredaran gelap
narkotika dan psikotropika. Jika dilihat dari segi substansi dalam konvensi ini
telah muncul embrio dari upaya internasional. Embrio tersebut dapat
diidentifikasikan dengan adanya aturan menyangkut ekstradisi, bantuan timbal
balik, penanganan perdagangan gelap narkotika melalui laut, controlled
delivery, dan penguatan rezim anti pencucian uang (termasuk masalah
penyitaan dan perampasan hasil kejahatan tindak pidana narkotika).
Saat ini Indonesia menggunakan Undang-Undang No 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor: 143), disahkan
tanggal 12 Oktober 2009, utuk menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun
2007 tentang Narkotika (lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67).

14 (Todorov et al., 2006)

22

Pemerintah menilai Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 sudah tidak dapat


mencegah tindak pidana narkotika yang semakin meningkat secara kuantitatif
maupun kualitatif serta bentuk kejahatannya yang terorganisir. Namun secara
substansial, Undang-Undang Narkotika yang baru tidak mengalami perubahan
yang signifikan15, kecuali penekanan pada ketentuan kewajiban rehabilitasi,
penggunaan pidana yang berlebihan, dan kewenangan BNN yang sangat besar.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur narkotika di Indonesia
sebenarnya telah ada sejak berlakunya Ordonansi Obat Bius (Verdoovende
Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927).
Ordonansi ini kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976
tentang Narkotika yang mulai berlaku tanggal 26 Juli 1976. Selanjutnya
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 telah diganti dengan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang mulai berlaku tanggal 1
September 1997. Kemudian yang terbaru Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah memberi
perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalahguna narkotika, sebelum undang
undang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna, pengedar,
bandar, maupun produsen narkotika. Pengguna atau pecandu narkotika di satu
sisi merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban.
Berdasarkan tipologi korban yang diidentifikasi menurut keadaan dan
status korban, yaitu16:
a. Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama
sekali dengan pelaku dan menjadi korban karena memang potensial.
b. Provocative victims, yaitu seseorang atau korban yang disebabkan
peranan korban untuk memicu terjadinya kejahatan.
c. Participating victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat, akan tetapi
dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban.
d. Biologically weak victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki
kelemahan yang menyebabkan ia menjadi korban.
15 http://ilmuhukum.umsb.ac.id/?id=177 (Diaksses pada 03/05/15
pukul 6.33)
16 Rena Yulia, Viktimologi, Graha ilmu,Yogyakarta,hal 53-54

23

e. Socially weak victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial


yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban.
f. Self victimizing victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena
kejahatan yang dilakukannya sendiri.
Keseriusan pemerintah dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan
narkotika ini bisa dilihat dari kerjasama pemerintah Republik Indonesia
dengan lembaga-lembaga Internasional untuk memerangi peredaran gelap
narkotika, seperti yang tercantum dalam rancangan penjelasan undangundang yang meratifikasi (menandatangani dan mengesahkan) United Nation
Convention Againist Illicit Traffic Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances. Hasil Konvensi PBB yang disahkan oleh DPR pada tanggal 31
Januari 1997 dan dijadikan acuan terbentuknya Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 yang kemudian disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009.
2.2.

Perkembangan Teknologi
1. Pengertian Teknologi
Technology is neither good nor bad, nor even neutral. Technology is one
part of the complex of relationships that people form with each other and the
world around them; it simply cannot be understood outside of that concept.
(Samuel Collins)
Kata teknologi muncul dari penggabungan dua kata yang berasal dari
bahasa latin, yakni techne yang berarti seni, kemampuan, keahlian, atau cara,
perilaku dalam mencapai sesuatu, dan logos yang berarti suatu studi
mengenai hal yang bersangkutan atau sebuah pengucapan akan suatu hal.
Berdasarkan dua kata tersebut, teknologi bisa diartikan secara luas sebagai
diskursus mengenai pencapaian suatu hal. Kata techne telah dipakai oleh
Plato dan Aristoteles dalam pemikiran mereka. Dalam pembukaan buku
Nicomachean Ethics, Aristoteles (384-322 SM) menuliskan ever techne and
every praxis, and similarly every praxis and every pursuit, is believed to aim
at some good.. Pengertian techne yang luas ini membawa pemahaman
mengenai peranan pentingnya dalam kehidupan.

24

Dalam budaya Yunani, istilah techne

menandakan pengetahuan atau

disiplin yang berkaitan dengan bentuk dari poiesis. Contohnya, obat adalah
techne yang bertujuan menyembuhkan orang sakit. Techne sebagai inheren
memiliki tujuan dan arti dari artefak yang dihasilkan melalui prosesnya. Dari
kecenderungan ini bisa diperhatikan bahwa bagi masyarakat Yunani ini,
techne mengindikasikan cara yang benar alam proses sesuatu dengan sudut
pandang yang objektif.
Perkembangan teknologi yang sedemikian pesat, membuat teknologi itu
sendiri sulit didefinisikan. Definisi teknologi yang terlalu sempit bisa dilihat
dari kencenderungan definisi kontemporer yang menganggap teknologi
adalah komputer, ponsel, robot, dan benda-benda canggih lainnya. Sementara
itu, definisi teknologi yang terlalu luas dapat dirujuk pada pemikiran dari B.
F. Skinner, beliau berargumentasi bahwa perilaku manusia ada yang dapat
dikategorikan sebagai teknologi ketika perilaku tersebut dibentuk sedemikian
rupa oleh pengaruh teknologi17.
2. Penyalahgunaan Perkembangan Teknologi
Perkembangan teknologi membawa dampak positif dan negatif. Implikasi
dari pertumbuhan teknologi informasi membawa masyarakat kepada pola
perilaku yang semakin terbuka. Masyarakat tidak lagi hanya menerima akses
informasi dari media massa yang perlu menunggu waktu sehari atau satu jam.
Dengan kehadiran teknologi ini, informasi yang diinginkan bisa didapatkan
dalam hitungan menit atau detik, yakni melalui media internet.
Dibalik kemudahan dan kenyamanan penggunaan internet itu ternyata
tidak selamanya demikian karena dalam cyberspace juga terdapat sisi gelap
yang perlu kita perhatikan. Disana ada ancaman yang sangat merisaukan,
yakni sisi keamanannya. Pengamanan sistem informasi berbasis internet perlu
diperhatikan, karena jaringan internet yang bersifat publik dan global sangat
rentan dari berbagai bentuk kejahatan. Ancaman timbul manakala seseorang
mempunyai keinginan memperoleh akses ilegal ke dalam jaringan komputer,
merusak jaringan, mengubah suatu tampilan dengan tampilan lain yang
17 Buku Beyond Freedom and Dignity (1971).

25

merugikan banyak pihak. Kemudian lahirlah perilaku-perilaku yang


menyimpang dengan memanfaatkan teknologi canggih sebagai alat untuk
mencapai tujuan, dengan cara melakukan kejahatan. Kejahatan-kejahatan ini,
dikenal sebagai kejahatan dunia maya atau yang biasanya disebut dengan
cybercrime. Kemudahan teknologi ini semakin dimanfaatkan oleh pihak yang
berniat jahat. Salah satunya adalah pemanfaatan teknologi untuk modus
operandi peredaran narkoba.
Peningkatan serta meluasnya perdagangan dan peredaran gelap narkoba
tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
di bidang transportasi dan telematika yang memungkinkan arus perpindahan
dan lalu lintas uang, orang dan barang secara cepat, sehingga ruang, jarak dan
waktu sudah tidak menjadi hambatan lagi. Dampak dan implikasi batas-batas
negara menjadi kabur sehingga membuka peluang meluasnya jaringan bisnis
perdagangan gelap narkoba yang dilakukan secara terorganisir, meliputi
jaringan yang sangat luas, melibatkan lebih dari satu negara, mobilitas tinggi
serta modus operandi yang cenderung berganti-ganti dan semakin sulit untuk
dilacak.
Modus operandi yang dimaksud adalah modus yang dilakukan oleh para
cracker biasanya disebut Unauthorized Access to Computer System and
Service yaitu kejahatan yang dilakukan dengan memasuki atau menyusup ke
dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa
sepengetahuan dari pemilik resmi sistem jaringan komputer yang
dimasukinya. Biasanya seorang pelaku kejahatan atau cracker melakukannya
dengan maksud sabotase ataupun melakukan pencurian informasi penting dan
rahasia18.
Adapun proses penyusupan dalam dunia cracker dibedakan menjadi
beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Footprinting dan/atau Pencarian Data
Cracker baru mencari sistem yang dapat disusupi. Kegiatan pencarian
data berupa: menentukan ruang lingkup atau scope aktivitas atau
serangan; network enumeratin atau menyeleksi jaringan; interogasi
18 Penjelasan Pasal 30 UU ITE

26

jaringan; dan mengintai jaringan. Semua kegiatan ini dapat dilakukan


dengan alat atau tools dan merupakan informasi yang tersedia bebas di
internet. Kegiatan footprinting ini dapat diibaratkan mencari informasi
yang tersedia umum melalui buku telepon.
2. Scanning atau Pemilihan Sasaran
Lebih bersifat aktif terhadap sistem sasaran. Disini diibaratkan cracker
sudah mulai mengetuk dinding sistem sasaran untuk mencari apakah
ada kelemahannya. Dengan demikian dari segi jaringan sangat berisik
dan mudah dikenali oleh sistem yang dijadikan sasaran.
3. Enumerasi atau Pencarian Data Mengenai Sasaran
Bersifat sangat intrusif (mengganggu) terhadap suatu sistem. Disini
para penyusup dapat mencari account name yang absah, password,
serta share resources yang ada.
4. Gaining Access atau dikatakan Akses Ilegal telah Ditetapkan
Tigkat mencoba mendapatkan akses ke dalam suatu sistem sebagai
user biasa. Ini adalah kelanjutan dari kegiatan enumerasi, sehingga
biasanya disini seorang penyerang sudah mempunyai paling tidak user
account yang absah, dan tinggal mencari passwordnya.
5. Escalating Privilege (Menaikkan atau Mengamankan suatu Posisi)
Mengasumsikan bahwa penyerang sudah mendapatkan log-on access
pada sistem sebagai user biasa. Penyerang kini berusaha naik kelas
menjadi admin (pada sistem windows) atau menjadi root (pada sistem
Unix atau Linux)
6. Pilfering atau Suatu Proses Pencurian
Proses pengumpulan informasi dimulai lagi untuk mengidentifikasi
mekanisme untuk mendapatkan akses ke trusted system. Mencakup
evaluasi trust dan pencarian cleartext password di registry, config file
dan user data.
7. Covering Tracks atau Menutup Jejak:
Begitu kontrol penuh terhadap sistem yang diperoleh, maka menutup
jejak menjadi suatu prioritas. Meliputi membersihkan network log dan
penggunaan hide tool seperti macam-macam rootkit dan file streaming.
8. Creating Backdoors atau Membuat Jalan Pintas
Pintu belakang diciptakan pada berbagai bagian dari suatu sistem
untuk memudahkan masuk kembali. Pada tahap keenam, ketujuh dan
kedelapan, penyerang sudah berada dan menguasai suatu sistem dan
kini berusaha untuk mencari informasi lanjutan atau pilfering,
27

menutupi jejak penyusupannya atau covering tracks, dan menyiapkan


pintu belakang agar lain kali dapat dengan mudah masuk lagi ke dalam
sistem.
9. Denial of Service atau Melumpuhkan Sistem
Bukanlah tahapan terakhir, melainkan kalau penyerang sudah frustasi
tidak dapat masuk ke dalam sistem yang kuat pertahanannya, maka
yang dapat dilakukannya adalah melumpuhkan saja sistem itu dengan
menyerangnya menggunakan paket-paket data yang bertubi-tubi
sampai sistem itu crash atau kacau.
Seiring berkembagnya tekologi cara operandi tersebut sudah sering
dilakukan oleh para penjahat, khusunya pengedar narkoba. Cara-cara yang
digunakan bandar narkoba dalam menyelundupkan barang haram tersebut
semakin kompleks. Beragam cara dipraktikkan guna meloloskan narkoba
dari intaian aparat. Beribu akal bulus pengedar dalam menyebar narkoba
tidak seimbang dengan kecanggihan alat deteksi yang ada. Teknologi yang
dimiliki pengedar narkoba sangat canggih, bahkan tidak heran jika mereka
dapat mengakses situs pemerintah untuk menghindari adanya pengintaian .
3. Kurir dan Teknologi Peredaran Narkoba
Pola yang umum digunakan untuk merekrut kurir baru adalah
uang/materi, pacaran/perkawinan, loyalitas, dan jebakan.
1. Uang atau materi
Calon anggota yang memiliki hubungan kawan bahkan hubungan tali
persaudaraan dengan imbalan berupa uang yang banyak sebagai imingimingnya.
2. Pola pacaran atau perkawinan
Cara yang paling efektif untuk merekrut kurir baru, yaitu dengan
menunjukan kepada calon gaya hidup mewah dan suka ketempat
hiburan, dan menunjukan bahwa penghasilan yang didapat cukup besar
dan didapat dengan mudah.
3. Pola jebakan
Cara ini merupakan pola yang jarang digunakan oleh bandar narkoba
jaringan, karena calon kurir direkrut harus teman dekat dan tidak
menimbulkan kecurigaan oleh orang yang direkrut tersebut.

28

Penggunaan jasa kurir akhir-akhir ini semakin marak. Bahkan kegiatan


kurir narkoba ini masih dapat dijalankan di balik bui. Kurir masih bisa
mengendalikan bisnis barang haram itu dari balik bui menggunakan telepon
genggam19.

Sekali

Communication

lagi

perkembangan

Technology

berperan

kemajuan

disini.

ICT

Information

Kemajuan

ICT sangat

mengindikasikan komunikasi global yang terjadi demikian cepatnya dan


menjadi sebuah gaya hidup serta kebutuhan masyarakat modern 20. Semarang
sebagai ibukota Jawa Tengah sangat mungkin terkena dampak maraknya
peredaran narkoba.
Perkembangan teknologi secara tidak langsung juga merubah pola
kehidupan dan kebudayaan masyarakat Semarang. Kebudayaan sebagai
sistem pengetahuan, gagasan, dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok
masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi
masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan
sosial di tempat mereka berada (Sairin, 2002).

19 Lismawati, Ita. 2013. Dunia Gelap Seorang Bandit Narkoba, Freddy


Budiman. http://m.news.viva.co.id (Diakses pada 02/05/15 pukul 14.42)
20 Cowen, Tyler, (2002 ) Creative destruction : how globalization is
changing the worlds cultures, Princeton University Press, New Jersey,
hal: 20

29

BAB III
METODE PENULISAN
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah masalah pengaruh
perkembangan teknologi terhadap penyebaran narkoba di Kota Semarang. Oleh
karena itu pendekatan yang digunakan terhadap masalah ini tidak dapat terlepas
dari pendekatan yang berorientasi pada pola penyebaran narkoba yang berkaitan
dengan teknologi secara internasional (Transnastional Drugs Traffiking) dan
persepsi masyarakat Semarang terhadap adanya narkoba.
3.1.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai


penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang dan perilaku yang diamati 21. Berdasarkan tipe-tipe penelitian yang
dikemukakan oleh Kumar (1999), penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk
menemukan gambaran suatu keadaan, masalah, fenomena, pelayanan atau
program secara sistematis, atau menyediakan suatu informasi, menyatakan suatu
keadaan komunitas tertentu, atau mendiskripsikan sikap terhadap isu tertentu.
Pada penelitian ini, peneliti berusaha menemukan gambaran pola penyebaran
narkoba di masyarakat dan persepsi masyarakat mengenai peran teknologi dalam
penyebaran narkoba di Kota Semarang.
3.2.

Subjek Penelitian
Karakteristik subjek yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Kepala

BNNP Jawa Tengah atau aparat yang khususnya bertugas di Kota Semarang, dan
Kepala Kapolrestabes Semarang atau yang mewakilinya. Jumlah subjek dalam
penelitian ini adalah satu orang.
3.3.

Tahap tahap Penelitian


1. Tahap Persiapan Penelitian

21 Lexy J.Moeleong, metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2002) hlm 9.

30

Peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan


dimensi

kedekatan

dan

pengalaman

subjek

terhadap

kasus

penyalahgunaan narkoba. Pedoman wawancara berisi pertanyaanpertanyaan mendasar yang dijadikan sebagai pedoman saat melakukan
wawancara dan dikembangkan saat itu. Pedoman wawancara yang telah
peneliti susun dikonsultasikan terlebih dahulu dengan yang lebih ahli
yaitu mahasiswa yang sudah mendapat mata kuliah metodologi penelitian.
Setelah mendapat koreksi dan masukan, peneliti membuat perbaikan
terhadap pedoman wawancara dan bersiap melakukan wawancara.
2. Sistematika Penelitian
Wawancara dilakukan dengan persetujuan dari Fakultas Ekonomi
untuk melakukan wawancara dengan instansi terkait. Subjek informan
yang berpartisipasi dalam penelitian ini menandatangani informed
consent. Wawancara dilakukan dengan mendalam dan didukung data yang
terkait. Peneliti mengajukan pertanyaan tertulis maupun observasi yang
lebih luas dari pertanyaan tersebut.
3.4.

Teknik Pengumpulan Data


Penelitian menggunakan pengumpulan data primer maupun sekunder. Data

primer digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengambil


kesimpulan atas jawaban pertanyaan penelitian tersebut. Sedangkan data sekunder
digunakan untuk melengkapi informasi yng dibutuhkan pada penelitian
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui instrumen wawancara mendalam
(indepth interview), observasi, dan dokumenter. Sehingga data yang
diperoleh adalah berupa data yang valid. Wawancara dimaksudkan untuk
memperoleh informasi kekinian dan modus yang terjadi di masyarakat,
melalui aparat yang terjun langsung ke lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder penulis dapat dari buku umum yang relevan dengan
penelitian, penelitian terdahulu yang membahas pola penyebaran narkoba.
Penelitian terdahulu yang dimakud berupa skripsi, tesis, disertasi, jurnal
ilmiah

yang dipublikasikan

secara luas,

media

publikasi

yang

menyediakan data yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,

31

koran, majalah, serta dari internet terutama untuk jurnal on-line yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data,
yaitu:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberkan
jawaban atas pertanyaan itu22. Teknik ini digunkan untuk mengetahui pola
penyebaran narkoba yang terjadi di Kota Semarang.
Menurut patton (dalam Poerwandari, 1998) pedoman wawancara
dapat digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek apa yang
harus dibahas, dan menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek
relevan tersebut sudah ditanyakan.
2. Observasi (Pengamatan)
Teknik observasi yang digunakan adalah observasi terus terang atau
tersamar. Dalam hal ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan
menyatakan terus terang kepada sumber databahwa ia sedang melakukan
suatu penelitian23. Teknik ini digunakan untuk mengatahui pola kehidupan
masyarakat modern Semarang dalam menerapkan teknologi yang
mendorong percepatan penyalahgunaan narkoba.
3. Dokumentasi
Dokumen yang digunakan dalam hal ini adalah segala dokumen yang
berhubungan

dengan

kelembagaan

dan

administrasi,

data

kasus

penyalahgunaan yang tercatat di BNNP Jawa Tengah, jumlah tersangka


yang direhabilitasi, dan data dari Kapolrestabes Semarang.
3.5.

Teknik Analisis Data

22 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan


Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). (Bandung: Alfabeta), hlm 312.
23 P. Joko Subagyo. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek.
(Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm 63.

32

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri dan orang lain.24
Metode analisis data dala penelitian ini mengikuti konsep yang diberika Miles
and Huberman. Miles and Huberman mengungkapkan bahwa aktifitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terusmenerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas. Komponen dalam
analisis data25
1. Tahap Reduksi
Data yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi berarti merangkum,
memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting.
2. Penyajian Data (Display)
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Menurut Miles and Huberman (1984) yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks
yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data maka memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang telah dipahami tersebut.
3. Verifikasi (Conclusion Drawing)
Kesimpulan dalam penelitian ini berupa deskripsi atau gambaran suatu
objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap, sehingga
setelah diteliti menjadi jelas.
3.6.

Etika Penelitian
1. Persetujuan dari Fakultas Ekonomi telah diterima sebelum dilakukan
penelitian ke BNNP Jawa Tengah dan Polres Semarang Barat.

24 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R & D). (Bandung: Alfabeta, 2008), cct IV, hlm. 224.
25 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D). (Bandung: Alfabeta, 2010), cet. X, hlm. 27).

33

2. Subyek informan yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini


dibuktikan

dengan

menandatangani

informed

consent

dengan

sebelumnya subjek penelitian telah diberikan penjelasan tentang maksud,


tujuan, manfaat, dan protokol penelitian, dan subyek berhak menolak
untuk diikutsertakan tanpa ada konsekuensi apapun dan berhak untuk
keluar dari penelitian sesuai dengan keinginannya.
3.7.

34

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.

Peran Perkembangan Teknologi terhadap Penyebaran Peredaran

Narkoba di Kota Semarang


1. Peredaran Gelap Narkoba sebagai Kejahatan Transnasional
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, dunia
kejahatan berkembang secepat perkembangan teknologi yang ada. Kejahatan
menimbulkan kekhawatiran masyarakat dunia karena menyadari bahwa
apabila tidak ditanggulangi akan mempercepat kehancuran dunia ataupun
peradaban kehidupan manusia. Oleh karena itu, kejahatan-kejahatan ini
memerlukan

perhatian

khusus

dalam

penanggulangannya.

Pesatnya

perkembangan kejahatan terutama peredaran narkoba sangat dipengaruhi oleh


kemajuan teknologi dan perkembangan peradaban masyarakat di dunia.
Pesatnya arus perkembangan teknologi dalam akses transportasi
menjadikan batas-batas geografis suatu negara menjadi hal yang bias.
Sehingga memudahkan perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat
yang lain, hal negatifnya adalah banyaknya imigran gelap yang masuk ke
Indonesia. Tidak berhenti sampai disitu, imigran tersebut memberikan
dampak yang signifikan terhadap peredaran narkoba di Indonesia.
Perdagangan

gelap

narkoba

menyebabkan

permasalahan

seperti

peningkatan penularan HIV/AIDS dan eksploitasi seksual yang sering


dihubungkan dengan kejahatan peredaran gelap narkoba. Oleh karena itu,
masyarakat dunia juga sudah memberi perhatian besar terhadap penyebaran
narkoba. Konvensi Tunggal Narkoba 1961, Konvensi Wina 1988, Konvensi
PBB menentang Kejahatan Terorganisasi Transnasional Tahun 2000
(Palermo Convention) menunjukkan keseriusan dunia internasional dalam
menyatakan perang dengan narkoba.
2. Pola Penyebaran Narkoba di Kota Semarang
Pola penyebaran narkoba menggunakan modus operandi yang canggih,
dengan teknologi dan manajemen yang rapih. Untuk memutus mata rantai
peredaran narkoba ini sangat sulit bahkan bisa dikatakan tidak mungkin
35

(Keterangan AKP Achmad Kapolrestabes Semarang saat diwawancara). Pola


yang sering digunakan antara lain:
a. Imigran Gelap
Narkoba yang beredar di Indonesia sebagian besar diproduksi di
luar negeri. Produksi narkoba tidak lagi di dalam negeri.26 Narkoba dan
obat-obatan yang beredar di Indonesia kini sebagian besar diproduksi
di luar negeri, untuk memasukkan narkoba ini ke Indonesia sindikat
menggunakan kurir dan imigran gelap. Mereka masuk melalui semua
jalur, walaupun yang terjadi mayoritas menggunakan jalur laut.
b. Kurir
Sindikat pengirim paket narkoba atau sering disebut kurir. Di era
modern ini sindikat narkoba tidak hanya merekrut kurir laki-laki, akan
tetapi kebanyakan mereka memanfaatkan kurir wanita. Perekrutan
kurir wanita untuk mengedarkan narkoba dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi
Pemberantasan Badan Narkoba Nasional Irjen Pol Deddy Fauzi
Elhakim27
Wanita yang dijadikan kurir umumnya adalah mereka yang kesulitan
ekonomi. Sindikat narkoba menawarkan pekerjaan dengan imbalan
upah yang besar. Kurir-kurir tergiur dengan gaji yang tergolong besar.
Dari pengakuan Ratu Kurir Narkoba pendapatan seorang kurir
narkoba mencapai 3000 USD atau 30 juta rupiah setiap mengirim satu
paket obat terlarang.28
Pola perekrutan selanjutnya yang digunakan adalah perekrutan kurir
via internet. Modus lowongan kerja digunakan sebagai trik mendekati
para calon kurir. Semakin berkembangnya teknologi orang dapat
dengan mudah memperoleh informasi apapun dari internet, termasuk
lowongan pekerjaan. Dengan iming-iming gaji yang besar dan kerja ke
26 Sering Diciduk, Sindikat Narkoba Ubah Modus Peredaran.
http://m.liputan6.com (diakses pada 03/05/15 pukul 14.37)
27 http://www.cnnindonesia.com (diakses pada 03/05/15 pukul 9.45)
28 http://www.beacukai.go.id (diakses pada 03/05/15 pukul 11.19)

36

luar negeri membuat para calon kurir tergiur menerima lowongan


pekerjaan ini.
Kecanggihan teknologi berperan dalam mempermudah keluar
masuknya kurir keluar negeri untuk mengirim paket. Paspor ganda
dan/atau paspor palsu sangat mungkin digunkan oleh para kurir ini.
Para kurir baru dikirim untuk membawa paket berisi narkoba, akan
tetapi mereka tidak mengetahui bahwa paket tersebut berisi barang
haram tersebut. Modus yang digunakan oleh sindikat narkoba adalah
dengan kamuflase bahwa isi paket tersebut adalah emas29. Sindikat
narkoba beroperasi dengan sangat rahasia dengan sistem sel terputus,
maka untuk mengungkap jaringan dan pelaku serta menyita barang
bukti dan aset diperlukan upaya penetrasi ke jaringan sindikat dengan
lebih efektif lagi.
Pola yang penyebaran baru yang digunakan oleh pengedar berjenis
kelamin laki-laki adalah menikahi wanita untuk dijadikan kurir. Wanita
diiming-imingi kehidupan yang serba mewah. Kehidupan mewah yang
didapat dengan cara yang mudah, dengan teknik ini wanita akan tergiur
dan mencoba apa yang dilakukan oleh suaminya.
Peredaran narkoba sering dilakukan ditempat umum seperti di
sekolah atau kampus. Pengedar akan mendatangi sekolah untuk
menawarkan narkoba, mereka memberikan gratis untuk menarik orang
mau menggunakan. Kata-kata yang sering digunakan menurut BNN
adalah Gratis nih! Ayo Cobain aja!30.
c. Memfotokopi Resep Dokter
Masyarakat yang sudah mengenal narkoba akan sangat sullit untuk
lepas dari jeratan barang haram ini. Modus terkini yang digunakan
adalah memfotokopi resep dari dokter. Obat medis juga mengandung
narkoba golongan rendah. Fotokopi resep dokter dan membeli obat
tersebut ke apotek dalam jumlah banyak untuk kemudian dijual
kembali. Obat yang sering disalahgunakan adalah obat ayan yang
29 http://www.cnnindonesia.com (diakses pada 03/05/15 pukul 12.21)
30 http://www.hukum.kompasiana.com (diakses pada 03/05/15 pukul
14.03)

37

dipergunakan sebagai pil koplo. Modus ini semakin marak di


Semarang, 170 tablet obat dari resep palsu disalahgunakan setiap
harinya. (Keterangan AKP Achmad Kapolrestabes Semarang).
d. Kamuflase dalam Barang
Di era yang berteknologi tinggi seperti saat ini bukan tidak
mungkin menyamarkan narkoba dalam bentuk lain yang bahkan sulit
untuk

dideteksi.

Sindikat

di

kota

Semarang

khusunya

mengkamuflasekan narkoba ke dalam barang seperti lampu neon,


rokok, dan roti. Modus yang sering dipakai adalah rokok, jadi dalam
bungkus rokok diselipi daun ganja. Menurut keterangan AKP Achmad
modus ini paling banyak digunakan dan paling banyak tertangkap,
kasus terakhir adalah di Wonogiri dan Klaten ujarnya.
Modus yang baru marak akhir-akhir ini adalah perdagangan
brownies ganja via on-line. Kamuflase ganja ke dalam suatu
brownies merupakan salah satu modus terbaru dan efektif. Teknologi
yang demikian canggih dapat mempermudah berjalannya bisnis ini,
pelaku mengubah ganja menjadi bagian dari brownies dan cokelat
kemudian dipasarkan via on-line. Pemesanan dapat dilakukan dengan
BBM atau telepon. Tidak hanya berhenti sampai di kalangan dewasa,
brownies ganja juga dipasarkan kepada anak-anak di sekolah
(http://www.indonesiabergegas.bnn.go.id).
Hubungan narkoba dengan generasi muda dewasa ini amat erat.
Banyak kasus kecanduan dan pengedaran narkoba yang di dalamnya
terlibat generasi muda, khususnya remaja sekolah dan luar sekolah
(putus sekolah). Usia remaja memang merupakan "sasaran empuk" dan
periode yang paling rawan terhadap penyalahgunaan narkoba, karena
masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, saat dimana
remaja mulai muncul rasa penasaran, ingin tahu, serta ingin mencoba
berbagai hal yang baru dan bahkan beresiko tinggi. Bahkan
pertemanan atau organisasi dapat menjerumuskan seseorang ke lembah
narkoba. Hubungan keluarga yang kurang harmonis juga merupakan
faktor pendorong seseorang menggunakan barang haram ini.

38

Hasil Analisis BNN jaringan peredaran narkoba akan selalu


berputar dan menggunakan modus-modus baru untuk menjerat lebih
banyak orang, terutama generasi muda sebagai penerus bangsa. Kurir
yang digunakan juga akan selalu berganti-ganti. Sistem jaringan
terputus dan hanya menggunakan alat komunikasi sebagai bentuk
perintah. Sehingga membuat aparat kesulitan menangkap seluruh
sindikat.
Gambar di bawah ini akan menunjukkan pola penyebaran narkoba
yang biasa digunakan sampai sejauh ini, termasuk pola yang
digunakan di Semarang. Dari keseluruhan pola yang digunakan,
teknologi tetap menjadi faktor penting dalam usaha peredaran narkoba.
Imigra
n
Gelap
Kurir
Sindikat
Narkoba
Nasional &

Lowong
an
Pekerja
an
Kerja
Gaji
Besar
Menika
h

T
E
K
N
O
L
O
G
I

Fotokopi
Resep Dokter

Kamuflase
dalam Barang

Gambar 1. Pengaruh Teknologi dengan Sindikat Pengedar Narkoba


Alur diatas menunjukkan pola peredaran narkoba yang terjadi di
Semarang. Perkembangan teknologi yang semakin canggih berhubungan
positif dengan pola penyebaran narkoba. Semakin canggih teknologi
semakin canggih pula peredaran narkoba dan semakin sulit dilacak oleh
aparat.
Kamuflase narkoba dalam barang yang
perkembangan teknologi juga semakin beragam.
Kamuflase dalam
Barang
39

dipengaruhi

oleh

Heroin

Kokain

Shabu

Patung
Budha

Shower

Patung Fiber

Lapisan Tas

Buah
Kelapa

Penggulung
Kain

Buku Tebal

Alat
Gantole

Batu Nisan

Hak Sepatu

Papan
Selancar

Dompet
Dalam
Rambut
Mayat Bayi
Sajadah

Gambar 2. Kamuflase Narkoba dalam Barang (Sumber: BNNP Jateng)


Modus penyebaran narkoba dengan kamuflase barang semakin marak
dilakukan. Masyarakat dihadapkan pada kenyataan bahwa semua barang
yang ada di sekitar mereka dapat digunakan sebagai media penyebaran
narkoba. Barang kebutuhan pribadi, makanan, batu nisan, dan juga
manusia dapat dijadikan objek kamuflase ini. Modus operandi yang
canggih dan senantiasa berubah mermbuat geliat peredaran narkoba
semakin sulit dilacak oleh aparat, oleh karena itu diperlukan kerjasama
antar semua stakeholders dalam masyarakat.

3. Pengaruh

Kebudayaan

Barat

Penyalahgunaan Narkoba

40

(Pop)

dalam

Penyebaran

Budaya asing yang masuk ke Indonesia mempunyai dampak positif


dan negatif. Dampak positifnya adalah masyarakat menjadi lebih mudah
dalam mengikuti perkembangan globalisasi. Akan tetapi tidak hanya
teknologi dengan dampak positif saja yang masuk, budaya barat yang
cenderung liberal juga masuk seiring dengan perkembangan pemanfaatan
teknologi. Pola hidup barat yang serba mewah mendorong masyarakat
untuk melakukan suatu pekerjaan apapun untuk memenuhi trend nya,
walaupun pekerjaan itu termasuk menjual narkoba.
Pola asuh orangtua yang otoriter dan kurang memberikan kasih
sayang pada anak dapat menimbulkan potensi anak menggunakan narkoba.
Pola hidup kebarat-baratan yang liberal, jam malam yang tidak terbatas,
pergaulan remaja yang tidak sehat juga semakin meningkatkan potensi
penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat.
Menurut Hawari (2008: 29) terjadinya perilaku menyimpang yang
berakibat pada penyalahgunaan narkoba adalah terlihat dalam gambar.
Teknolo
gi

IT &
Kebudayaan
Barat

Budaya
Indonesi
a
Keluarga

Narkotik
a

Remaja

Masyarakat

SKH/Kampus

Perilaku Menyimpang
Gambar 3. Skematis Perilaku Menyimpang yang Berakibat pada
Penyalahgunaan Narkoba
Gambar di atas menunjukkan bahwa pengaruh teknologi sangat besar
kaitannya dalam mempengaruhi kebudayaan Indonesia. Teknologi sebagai
pendorong masuknya kebudayaan barat ke Indonesia yang secara tidak
langsung mengandung kebudayaan penggunaan narkoba. Penggunaan

41

narkoba di kalangan remaja pada dasarnya dipengaruhi oleh tiga faktor,


yaitu keluarga, masyarakat, dan sekolah atau kampus. Ketiganya saling
berkaitan dan merupakan hal yang tidak terpisahkan walaupun tetap yang
menjadi faktor penentu utama adalah keluarga. Keluarga adalah sebagai
tempat pertama pembentukan karakter seorang remaja, tempat pertama
sebagai pondasi kepribadian remaja.
4.2.

Penanggulangan

Perkembangan

Teknologi

Agar

Tidak

Disalahgunakan dalam Peredaran Narkoba.


Maraknya peredaran penyalahgunaan narkoba di masyarakat harus segera
ditangani. Penanggulangan dan atau pencegahan yang efektif diperlukan untuk
membendung peredaran penyalahgunaan barang gelap ini. Prof Paulin G.
Padmohoedojo MA, MPH dalam buku Yusuf Afandi (2010: 49) mengatakan
bahwa pencegahan merupakan usaha yang ditujukan untuk mengurangi
permintaan dan kebutuhan gelap narkoba. Hawari (2008: 29) prinsip
penanggulangan narkoba adalah demand reduction (tidak mengonsumsinya) dan
supply reduction (memberantas peredarannya).
Program BNN dalam upaya penanggulangan narkoba pada bidang pencegahan
(demand reduction) antara lain dengan melaksanakan advokasi dalam rangka
penguatan kelembagaan dan peran serta masyarakat dalam Pencegahan,
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN),
sosialisasi panduan peran serta masyarakat dan penyuluhan sadar narkoba,
kerjasama dengan balai pustaka untuk menerbitkan buku atau CD penyuluhan,
bekerjasama dengan universitas dan sekolah untuk melakukan penyuluhan sadar
narkoba, penguatan kelembagaan peran serta masyarakat bidang pencegahan
penyalahgunaan narkoba, meningkatkan peran orang tua, pemuda dan tokoh
masyarakat bidang pencegahan penyalahgunaan narkoba.
Penanggulangan penyalahgunaan narkoba harus dilakukan secara sinergi oleh
individu yang bersangkutan, keluarga, masyarakat, sekolah atau kampus, dan
pemerintah.
1. Penanggulangan dari dalam diri pribadi

42

Kesadaran untuk tidak menggunakan narkoba dimulai dari dalam


individu masing-masing, kepribadian yang kuat untuk menangkal narkoba
harus tertanam sejak dini dalam diri setiap individu. Adanya kemudahan
akses teknologi tidak selalu harus digunakan untuk hal yang negatif,
Sebagai pribadi Indonesia yang berjiwa Pancasila, masyarakat harus dapat
menghindari menjadi pengedar maupun pemakai narkoba. Pergaulan yang
bebas harus dihindari terutama pergaulan dalam komunitas (member)
online di internet yang tujuannya tidak jelas. Karena semakin canggihnya
teknologi, penghasutan untuk memakai narkoba dapat dilakukan melalui
berbagai cara termasuk media maya.
2. Penanggulangan melalui Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam menentukan
kepribadian seorang anak. Melalui keluarga inilah seorang anak akan
tumbuh dengan sifat dan karakteristik yang nantinya akan dibawa ke
masyarakat. Orang tua sedari dini harus mengajarkan anak untuk
menghindari dunia malam yang bebas, kemewahan yang tidak terbatas,
boros, dan pemanfaatan dunia maya yang melebihi batas. Orang tua juga
harus memberikan kasih sayang cukup kepada anaknya, karena seiring
dengan perkembangan teknologi godaan untuk menggunakan narkoba
semakin besar. Dengan kasih sayang dan perhatian, serta agama yang kuat
seorang anak akan lebih mudah terhindar dari jeratan narkoba tersebut.
3. Penanggulangan melalui Masyarakat
Masyarakat sebagai tempat individu bersosialisasi juga harus didesain
sedemikian rupa. Keadaan masyarakat yang stabil akan memungkinkan
sulitnya narkoba untuk masuk ke dalam komunitas. Keadaan sosial yang
mewadahi aspirasi masyarakat harus senantisa dikembangkan dan
diperbanyak, sehingga memungkinkan masyarakat untuk selalu terlibat
dalam upaya aktualisasi diri dan terhindar dari kesendirian yang
mendorong mereka terjerumus ke dalam narkoba.
4. Penanggulangan melalui Sekolah
Institusi pendidikan merupakan salah satu pihak yang berkewajiban dan
bertanggung jawab dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba di

43

kalangan pelajar dan mahasiswa. Karena pelajar dan mahasiswa


merupakan calon generasi penerus bangsa. Penerapan tata tertib di sekolah
sebagai salah satu cara untuk mendidik pelajar agar mematuhi aturan dan
bertindak sesuai dengan batas kewajaran. Pemaksimalan peran guru
Bimbingan Konseling juga dapat dijadikan alternatif dalam pencegahan
penyalahgunaan narkoba oleh siswa, karena guru BP berinteraksi secara
langsung dan mengetahui kepribadian setiap siswa.
Setelah adanya upaya demand reduction yang harus dilakukan oleh para
stakeholders terutama pemerintah adalah suplly reduction. Upaya mengurangi
pemasaran narkoba dapat dilakukan oleh aparat pemerintah yang bekerja bersamasama dengan masyarakat. Pemanfaatan teknologi modern dapat digunakan sebagai
upaya canggih dalam menangani peredaran narkoba.
Teknologi

Msyarakat
Bijak
Mengguna
kan

Pemerinta
h
Pemetaan
Jaringan
dengan
Teknologi

Pemetaan
Data
dengan
Teknologi

Intelijen
Taktis

Data
Pengguna

Signal
Intelijen

Data
Pelaku

Database

Tmpat
Hiburan

Open
Informatio

Kejadian
Terungkap

Controll
ed
Delivery
Mempelaja
ri Modus
Pelaku
Menrapkan
Modus
Penangkap
an Sama

Gambar 4. Pemanfaatan Teknologi dalam Supply Reduction (BNNP Jateng)


Menurut data dari BNNP Jawa Tengah di atas, teknologi dapat
dimanfaatkan untuk upaya penanggulangan narkoba supply reduction. Diperlukan
kerjasama antar masyarakat dan pemerintah. Peran masyarakat adalah dalam
menggunakan teknologi dengan bijak, tidak memanfaatkan adanya kemudahan
teknologi untuk meyebarkan atau menggunakan narkoba. Pemerintah dalam hal

44

ini dapat memanfaatkan teknologi dalam tiga hal utama yaitu, pemetaan jaringan,
pemetaan data, dan controlled delivery. Setiap kali pengedar mengganti
modusnya, pemerintah juga dapat mengikuti perkembangan modus itu dan segera
melacaknya, karena sudah ada intelijen dan data pendukung yang mempermudah
ruang gerak pemerintah.

45

BAB V
PENUTUP
.1 Kesimpulan
1. Peredaran gelap narkoba sebagai kejahatan transnasional yang melibatkan
hampir semua negara di dunia. Perkembangan teknologi menjadi salah
satu pendorong maraknya peredaran narkoba, sebagai contoh utamanya
adalah mudahnya imigran gelap masuk ke suatu negara dengan membawa
narkoba.
2. Perkembangan teknologi dan peredaran gelap narkoba memiliki arus
hubungan yang positif, artinya setiap ada tambahan teknologi baru pasti
akan memunculkan modus baru dalam penyebaran narkoba.
3. Pola penyebaran narkoba di Kota Semarang semakin beragam dengan
modus operandi yang canggih. Modus operandi yang sering diggunakan di
wilayah Semarang adalah modus imigran, kurir, memfotokopi resep
dokter, dan kamuflse dalam barang
4. Sebagian besar barang dan makanan yang digunakan oleh masyarakat
sehari-hari dapat menjadi objek kamuflase narkoba.
5. Kebudayaan barat (pop) yang masuk ke Indonesia bersamaan dengan
masuknya teknologi menjadi salah satu faktor pendorong kebiasaan
masyarakat untuk mulai menggunakan narkoba dan hidup dalam dunia
malam.
6. Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu demand reduction dan supply reduction.
7. Pencegahan penyalahgunaan narkoba dapat memanfaatkan perkembangan
teknologi, setiap ada modus baru dari pengedar maka aparat bekerjasama
dengan masyarakat dapat menggunakan modus penangkapan yang lebih
canggih.
5.2. Saran
1.

2.

3.
4.

Perkembangan teknologi yang semakin canggih harus diimbangi dengan


pengetahuan masyarakat dalam menggunakannya dengan bijak, sehingga
masyarakat tidak terjerumus dalam pola pergaulan bebas dan narkoba.
Kesadaran pribadi setiap individu harus selalu ditingkatkan agar teguh
untuk tidak menggunkan narkoba. Hal tersebut dapat dibentuk melalui
peran keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pemberantasan narkoba harus dilakukan dengan serentak dan bersinergi
antara masyarakat dengan pemerintah.
Perkembangan teknologi harus bisa dimanfaatkan oleh pemerintah
khususnya untuk memberantas peredaran narkoba yang juga
memanfaatkan kecanggihan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA

46

A. Buku
Adi, Kusno. 2009. Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan Tindak
Pidana Narkotika Oleh Anak. Malang: Umm Press.
Ahmadi, Sofyan. 2007. Narkoba Mengincar Anak Anda. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Atmasasmita, Romli. 2000. Pengantar hukum pidana internasional. Bandung:
Eresco.
Hawari, Dadang. 1991. Penyalahgunaan Narkotika & Zat Adiktif. Perpustakaan
Universitas Indonesia
Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Hastaning, Sakti Hastaning. 2000. Menyelami Permasalahan Remaja dan
Mencari Solusinya dalam Pemuda Peduli Narkoba. Jakarta: Komite
Nasional Pemuda Indonesia.
Martono, Lydia Hartono. 2006. Peran Orang Tua dalam Mencegah dan
Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: PT. Balai Pustaka.
Moeleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sarwono, Jonathan. 2011. Mixed Methods. Elex Media Computindo.
Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana untuk
Mahasiswa dan Praktisi serta Penyuluh Masalah Narkoba. Bandung:
Mandar Maju.
Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.
Sujatno, Adi. 2008. Pencerahan di Balik penjara Dari Sangkar Menuju Sanggar
untuk Menjadi Manusia Mandiri. Jakarta: Penerbit Teraju.
Supramono, Gatot. 2004. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Tyler, Cowen. 2002. Creative destruction : How Globalization is Changing the
Worlds Cultures. New Jersey: Princeton University Press.
Yulia, Rena. 2013. Viktimologi. Yogyakarta: Graha ilmu.

B. Perundang Undangan

47

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997

C. Jurnal dan Skripsi


Gono, Joyo Nur Suryanto. 2011. Narkoba: Bahaya Penyalahgunaan dan
Pencegahannya. http://www.ejournal.undip.ac.id. (diakses pada 30/04/2015
pukul 04.04).
Hariyono, Bambang. 2009. Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Narkoba di Indonesia. http://www.eprints.undip.ac.id.
(diakses pada 30/04/2015 pukul 19.07).
Iriawan, Sony. Transnational Drugs Trafficking Dan Problematisasi Pemerintah
Indonesia Dalam Menanggulangi Peredaran Narkotika Nasional.
http://www.academia.edu. (diakses pada 01/05/2015 pukul 09.54).
Palimbongan, Elvira Febrian. 2013. Upaya Asean dalam Menanggulangi
Perdagangan dan Peredaran Narkotika Ilegal di Kawasan Asia Tenggara
(2009-2012).
http://www.ejournal.hi.fisip-unmul.org. (diakses
pada
30/04/2015 pukul 19.27).
Prisaria, Nusiriska. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Lingkungan Sosial
Terhadap Tindakan Pencegahan Penyalahgunaan Napza pada Siswa SMA
Negeri 1 Jepara. http://www.eprints.undip.ac.id. (diakses pada 30/04/2015
pukul 03.47).
Sadiyah, Nur Khalimatus. Modus Operandi Tindak Pidana Cracker menurut
Undang-Undang
Informasi
dan
Transaksi
Elektronik.
http://www.ejournal.uwks.ac.id. (diakses pada 02/05/2015 pukul 08.48).
Saputro, Raditya Margi. 2011. Determinisme Teknologi: Kajian Filsafat
Mengenai Pengaruh Teknologi Terhadap Perkembangan Masyarakat.
http://www.lontar.ui.ac.id. (diakses pada 02/05/2015 pukul 06.15).

D. Website
Cahya, Cun. 2015. Jawa Tengah Peringkat 16 Penyalahgunaan Narkoba.
http://berita.suaramerdeka.com. (diakses pada 01/05/15 pukul 9.45).
http://www.cnnindonesia.com (diakses pada 03/05/15 pukul 9.45).
http://www.beacukai.go.id (diakses pada 03/05/15 pukul 11.19).
Lismawati, Ita. 2013. Dunia Gelap Seorang Bandit Narkoba, Freddy Budiman.
http://m.news.viva.co.id. (diakses pada 02/05/15 pukul 14.42)

48

Pertemuan ASEAN Senior Official on Drug Matter dalam hal kerjasama


Pengendalian narkoba dan obat-obatan. http://www.bnn.go.id. (diakses
pada 30/04/2015 pukul 14.25)
Sering Diciduk, Sindikat Narkoba Ubah Modus Peredaran. http://m.liputan6.com
(diakses pada 03/05/15 pukul 14.37).

49

LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Wawancara
DAFTAR WAWANCARA
Narasumber
Instansi
Waktu

: Akp. Achmad
: Kapolrestabes Semarang
: 4 Mei 2015

Daftar Pertanyaan
Umum:
1. Jenis narkoba apa yang banyak beredar di Kota Semarang?
2. Apakah Semarang juga termasuk salah satu jalur transit atau pemasaran
transnational drugstore?
3. Siapakah yang menjadi sasaran utama pengedaran narkoba?
Modus Pengedaran Narkoba:
1. Jalur apa yang sering digunakan untuk memasukkan narkoba ke
Semarang?
2. Sindikat pengedaran narkoba berupa apa saja yang sering dijadikan
perantara pengedaran narkoba?
3. Berapa kisaran usia para pengedar narkoba tersebut?
4. Adakah pengedar yang berjenis kelamin perempuan?
5. Bagaimana cara perekrutan kurir terutama yang berjenis kelamin
perempuan?
6. Modus apa yang digunakan oleh kurir perempuan?
7. Modus pada umumnya yang sedang marak digunakan di Kota Semarang?
8. Bagaimana menurut Anda dengan modus kamuflase narkoba dalam barang
yang marak akhir akhir ini?
9. Bagaimana tanggapan Anda mengenai modus terbaru, yaitu narkoba yang
dimasukkan dalam brownies dan dijual secara online?
Kaitan Narkoba dengan Perkembangan Teknologi:
1. Adakah kaitan antara perkembangan teknologi dengan peredaran narkoba?
2. Bagaimana hubungan antara teknologi dengan narkoba?
3. Bagaimana tanggapan Anda dengan keadaan saat ini, bahwa remaja sangat
akrab dengan teknologi yang kemungkinan besar membawa mereka ke
pergaulan bebas?
4. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah kota Semarang dalam
memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk memutus rantai peredaran
narkoba di Semarang?
Upaya yang harus dilakukan Stakeholders:

50

1. Apa yang seharusnya dilakukan oleh para stakeholders untuk


menanggulangi maraknya peredaran narkoba, kaitannya dengan semakin
canggihnya teknologi?
2. Bagaimana peran pemerintah dalam demand reduction dan supply
reduction penanggulangan narkoba?
3. Bagaimana menurut Anda apabila pengggunaan teknologi pada anak
dibatasi?
4. Perlukah adanya kesinergisan antara stakeholders agar upaya pencegahan
penggunaa narkoba dapat lebih baik?

51

Lampiran 2. Foto Wawancara

52

Lampiran 3. Surat Ijin Observasi

53

Anda mungkin juga menyukai