Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
Tetanus

merupakan penyakit infeksi akut menunjukkan diri dengan

gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot


disebabkan oleh eksotosin spesifik dari kuman anerob Clostridium Tetani. Tetanus
dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun kecil, luka nyata
maupun luka tersembunyi. Jenis luka yang mengundang tetanus adalah luka-luka
seperti Vulnus Laceratum (luka robek), Vulnus Punctum (Luka tusuk),
Combustion (Luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi dan
luka tali pusat.1,2
Penyakit Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu sejenis gram
positif yang dalam keadaan biasa berada dalam bentuk spora dan dalam suasana
anaerob berubah menjadi bentuk vegetatif yang memproduksi eksotosin antara
lain neurotoksin tetanospamin dan tetanolysmin. Toksin inilah yang menimbulkan
gejala-gejala penyakit tetanus.1,2
Bentuk spora Clostridium tetani terdapat disekitar lita seperti pada tanah,
rumput-rumput, kayu kotoran hewan dan manusia. Kuman untuk pertumbuhannya
membutuhkan suasana anaerob yang akan terjadi apabila luka dengan banyak
jaringan nekrotik di dalamnya, atau luka dengan pertumbuhan bakteri lain
terutama bakteri pembuat nanah seperti Staphylococus aureus.1,2
Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus
sampai kejang yang hebat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan
riwayat imunisasi.Penatalaksanaan meliputi tatalaksana umum, netralisir toksin,
eliminasi bakteri, suportif terapi dan konsultasi bila perlu. Tingkat keparahan dan
prognosis dari tetanus dapat dilihat dengan grading tetanus.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1.

2.1. VULNERA (LUKA)


Defenisi
Vulnera atau luka adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu
jaringan, sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal. Tidak
selamanya terjadi diskontinuitas (terputusnya) jaringan kulit pada suatu
luka, walaupun jaringan di bawah kulit terganggu. Contohnya pada luka
memar.3
Secara umum luka dapat dibagi dua: (1). Simpleks, bila hanya
melibatkan kulit, (2). Komplikatum, bila melibatkan kulit dan jaringan di

2.1.2.

bawahnya.3
Etiologi
Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu: (1). Trauma
mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terpukul, tertusuk,
terbentur dan terjepit, (2). Trauma elektris, dengan penyebab cedera karena
listrik dan petir, (3). Truma termis, disebabkan oleh panas dan dingin, (4).
Trauma klinis, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa,

2.1.3.

serta zat iritatif dan korosif lainnya.2,3


Jenis-jenis Luka
Jenis-jenis luka dibagi atas dua bagian, yaitu luka tertutup (closed
wound) dan luka terbuka (open wound).
Luka tertutup yaitu luka dimana tidak terjai hubungan antara luka dengan
dunia luar. Contohnya yaitu luka memar (vulnus contusum), vulnus
traumaticum.3
Luka terbuka yaitu luka dimana terjadi hubungan antara luka dengan
dunia luar. Contohnya: 1. Vulnus excoriatio (luka lecet), 2. Vulnus
sciccum/incisivum (luka sayat), 3. Vulnus laceratum (luka robek), 4.
Vulnus punctum (luka tusuk), 5. Vulnus caesum (luka potong), 6. Vulnus
sclopetorum (luka tembak), 7. Vulnus morsum (luka gigit).2,3
Vulnus contussum (Luka Memar), disisi kulit tidak apa-apa,
pembuluh darah subkutan dapat rusak, sehingga terjadi hematom. Bila

hematom kecil, maka ia akan diserap oleh jaringan sekitarnya. Bila


hematom besar, maka penyembuhannya berjalan lambat.2,3
Vulnus traumaticum, terjadi di dalam tubuh, tetapi tidak tampak
dari luar. Dapat memberikan tanda-tanda dari hematom hingga gangguan
sistem tubuh. Bila melibatkan organ vital, maka penderita dapat meninggal
mendadak. Contoh luka ini pada benturan di dada, perut, leher dan kepala
yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ dalam.2,3
Vulnus Excoriatio (Luka lecet), merupakan luka yang paling ringan
dan paling mudah sembuh. Terjadi karena gesekan tubuh dengan bendabenda rata, misalnya aspal, semen atau tanah.3
Vulnus Scisum/Incisivum (Luka Sayat), tepi luka tajam dan licin.
Bila luka sejajar dengan garis lipatan kulit, maka luka tidak terlalu
terbuka. Bila memotong pembuluh darah, maka darah sukar berhenti
karena sukar terbentuk cincin trombosis (trombosis ring).3
Vulnus Laceratum (Luka Robek), biasanya disebakan oleh benda
tumpul, tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit karena mudah terbentuk
cincin trombosis akibat pembuluh darah yang hancur dan memar.3
Vulnus Punctum (Luka Tusuk), luka ini disebabkan oleh benda
runcing memanjang. Dari luar luka tampak kecil, tetapi di dalam mungkin
rusak berat. Derajat bahaya tergantung atas benda yang menusuk
(besarnya, kotornya) dan daerah yang tertusuk. Luka tusuk yang mengenai
abdomen atau thorax sering pula disebut vulnus penetrosum (luka tembus).
Terpenting pemeriksaan untuk mencari organ yang terkena dan
menentukan tingkat bahaya kerusakan tersebut. Pada luka ini sebaiknya
dilakukan tindakan ekspolarasi (membuka dan melebarkan luka).2,3
Vulnus Caesum (Luka Potong), luka ini disebabkan oleh benda
tajam yang besar, misalnya kampak, klewang, dsb, disertai tekanan. Tepi
luka tajam dan rata dan luka sering terkontaminasi, oleh karena ini
kemungkinan infeksi lebih besar.3
Vulnus Sclopetorum (Luka Tembak), terjadi karena tembakan,
granat,dsb. Tepi luka dapat tidak teratur. Corpus alienum (benda asing)
dapat dijumpai dalam luka, misalnya pecahan granat, anak peluru, sobekan
baju yang mengikuti peluru ke dalam tubuh. Kemungkinan infeksi dengan
bakteri anaerob dan gangren gas lebih besar.3

Vulkus Morsum (Luka Gigit), disebakan oleh gigitan binatang atau


manusia. Kemungkinan infeksi lebih besar. Bentuk luka tergantung bentuk
2.1.4.

gigi penggigit.3
Tanda-tanda Luka
Tanda-tanda luka terbagi atas:
a. Tanda-tanda Umum
Syok terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer, dengan tanda-tanda
sebagai berikut: (1). Tekanan darah turun hingga tidak teratur, (2). Nadi
kecil hingga tidak teraba, (3). Keringat dingin dan lemah, (4).
Kesadaran menurun hingga tak sadar. Syok dapat disebakan rasa nyeri
dan perdarahan.3
Sindroma Remuk terjadi akibat banyaknya darah yang hancur,
misalnya otot-otot pada daerah luka, hingga mioglobin ikut hancurdan
menumpuk diginjal yang mengakibatkan kelainan yang disebut lower
nephron nephrosis. Tanda-tandanya yaitu urin bewarna merah, oliguria
hingga anuria, ureum darah meningkat.3
b. Tanda-tanda Lokal
Rasa nyeri disebekan oleh lesi sistem saraf. Pada luka-luka besar
sering tidak terasa nyeri karena gangguan sensibilitas akibat syok
setempat (lokal) pada jaringan tersebut.3
Perdarahan, banyaknya perdarahan tergantung atas vaskularisasi
daerah luka dan banyaknya pembuluh darah yang terpotong/rusak.
Perdarahan terhenti bila terjadi retraksi/kontraksi pembuluh darah dan
telah terbentuk cincin trombosis. Pada vulnus contussum, perdarahan
berhenti karena terbentuknya hematom yang menekan pembulh darah
dan cincin trombosis. Jenis perdarahan ada tiga, yaitu: (1) Perdarahan
parenkimatosa, yaitu peradahan yang berasal dari kapiler, tidak
berbahaya, kecuali bila terjadi pada organ-oegan visera, misalnya
limpa, yang harus menjalani splenoktomi (pengangkatan limpa), (2)
perdarahan venosa yaitu peradarahan yang berasal dari vena, tidak
begitu berbahaya kecuali pada daerah yang mengandung banyak
varises, (3) Perdarahan arterial, yaitu peradarahan yang berasal dari
arteri, sifat perdarahannya memancar dan seirama dengan denyut nadi
penderita. Bila tidak cepat diatasi, ia dapat menyebabkan syok hingga
kematian.3

2.1.5.

Penatalaksanaan Luka
Pengobatan luka terdiri dari :
a. Pengobatan umum
Dalam melakukan pengobatan umum yang terlebih dahulu
dilakukan adalah mengatasi syok dan mengatasi perdarahan.
Mengatasi syok primer dengan memberikan suntikan morfin, petidin
atau narkotika analgetik lainnya untuk mengatasi nyeri. Mengatasi
syok sekunder dengan memberikan terapi cairan. Infuus segera dengan
NaCl 0,9% atau Ringer Laktat. Bila perdarahannya banyak, lakukan
transfusi darah dan bila transfusi belum mungkin dilakukan untuk
sementara berikan ekspander plasma, misalnya Dextran L. Mengatasi
perdarahan dilakunan dengan tranfusi secepatnya dan bantuan obatobat hemostatika seperti Karbazokram (Adona

, Anaroxyl),

Transamin, dsb.3
b. Pengobatan lokal
Dilakukan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Mulamula tutup luka dengan pembalut steril (dressing). Jangan menaruh
antiseptik, salep, obat tepung, pada luka karena akan memperbesar
kemungkinan kontaminasi dan kerusakan jaringan oleh bahan-bahan
kimia. Perdarahan diatasi dengan pembalut tekan, bila luka terdapat
pada ekstremitas maka ekstremitas dielevasi (ditinggikan). Perdarahan
arteri diatasi dengan:
Kompresi dengan jari, bila peradarahn tidak berhenti, tekan arteri
bagian proksimal dengan jari (bila perlu jari dimasukkan ke dalam
luka). Untuk arteri karotis dilakukan penekanan ke arah kolumna
vertebra,

arteri

subklavia

dilakukan

penekanan

pada

fosa

subklavikularis, arteri brakhialis ditekan pada fosa bisipitalis, arteria


iliaka dialkuakan penekan aorta ke arah kolumna vetebra, arteria
femoralis ditekan pada bagian bawah ligamentum Pouparti.3
Kompresi dengan membengkokkan badan/bagian tubuh. Untuk
arteri subklavia yaitu dengan menarik lengan kebawah belakang, untuk
arteri brakhialis lengan ditarik ke belakang dalam keadaan aduksi,
untuk arteri radialis/ulnaris dilakukan fleksi siku maksimum, arteri
tibialis dilakukan fleksi lutut maksimum, untuk arteri femoralis pasien
ditidurkan, tungkai ditekankan pada perut.3
5

Kompres proksimal arteri yang luka. Dapat digunakan torniket,


Knevel verband. Dengan cara ini luka harus sering dibuka. Biasanya
setiap 5-15 menit. Bila lebih dari dua jam, maka dapat terjadi nekrosis
atau iskemia kontraktur.3
Pengobatan Defenitif
Luka tertutup, umumnya tidak dilakukan tindakan bedah. Bila terjadi
ruptura (robekan) otot atau ligamentum, maka diperlukan tindakan
bedah, misalnya menyambung otot, tendon atau ligamentum tersebut.
Hati-hati bila mngenai regio thoraks/abdomen. Pemeriksaan fisik
sangat penting untuk mengetahui adanya ruptura organ dalam. Untuk
mengetahui adanya perdarah interna (perdarahan yang tak tampak)
dipakai tes Von Slany yang dilakukan dengan memeriksa hemoglobin,
hemtokrit dan lekosit, Bila: 1. Hemoglobin menurun, 2. Hematokrit
menigkat, 3. Lekosit meningkat, maka tes Von Slany positif artinya
terdapat perdarahan interna.3
Luka Terbuka, pada prinsipnya adalah mengubah luka terkontaminasi
menjadi luka bedah yang bersih. Pemeriksaan luka dilakukan dengan
menarik tepi luka dan membukanya lebar-lebar, kemudian dilihat
apakah terdapat organ dibawahnya yang terpotong seperti otot, tendon,
pembuluh darah. Periksa juga keadaan luka tersebut apakah keadaanya
bersih, kotor, terkontaminasi, ada benda asing. Apakah masih terdapat
perdarahan. Bila terdapat perdarahan dapat dihentikan dengan
pembalut tekan, tampon dengan obat vasokontriksi, diklem lalu ligasi
atau

diathermi/koagulasi

(menggunakan

alat

khusus).

Prinsip

hemostasis (penghentian perdarahan) harus baik. Luka berdarah sukar


sembuh. Jadi bila terlihat perdarahan harud sedapat mungkin
dihentikan. Luka-luka di kepala tak usah diklem/diikat, sebab dengan
penjahitan yang rapat dan tepat, perdarahan akan berhenti sendiri.3
2.1.6.

Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inflamasi,
proliferasi dan remodelling.2
1. Fase inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira


hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan
menyebabkan perdarahan, dan tubuh berusaha menghentikannya
dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus
(retraksi) dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit
yang keluar dari pembuluh darah saling melekat, dan bersama jala
fibrin yang terbentu, membekukan darah yang keluar dari pembuluh
darah. Trombosit yang berlekatan akan berdegranulasi, melepas
kemoatraktan yang menarik sel radang, mengaktifkan fibroblast lokal
dan sel endotel serta vasokontriktor. Sementara itu, terjadi reaksi
inflamasi.
Setelah hemostasis, proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade
komplemen. Dari kaskade ini akan dikeluarkan bradikinin dan
anafilatoksin C3a dan C5a yang menyebabkan vasodilatasi dan
permeabilitas
penyebukan

vaskular
sel

radang,

meningkat
disertai

sehingga
vasodilatasi

terjadi

eksudasi,

setempat

yang

menyebabkan edema dan pembengkakan berupa warna kemerahan


karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan
pembengkakan (tumor).
Aktivitas selular yang terjadi yaitu pergerakan leukosit menembus
dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya
kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu
mencerna bakteri dan kotoran luka. Monosit dan limfosit ikut
memfagositosis bakteri dan kotoran luka. Mobosit yang berubah
menjadi makrofag juga menyekresi sitokin dan growth factor untuk
proses penyembuhan luka.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi juga disebut fase fibroplasia karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir
fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal
dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asam amino glisin dan prolin yang merupakan
bahan dasar kolagen yang akan mempertautkan tepi luka.

Pada fase fibroplasia ini luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan
kolagen serta pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis),
membentuk jaringan berwarna kemerahan dan permukaan berbenjol
halus yang disebut jaringan granulasi. Proses migrasi hanya terjadi ke
arah yang lebih rendah dan datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel
saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan
tertutupnya ppermukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan
jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan
dalam fase remodelling
3. Fase remodelling
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari atas
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan, yang sesuai
dengan gaya gravitasi dan akhirnya penyerupaan ulang jaringan baru.
Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir
kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan
kembali semua yang abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan
sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup
dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya
mengerut sesuai dengan besarnya regangan. Selama proses ini
berlangsung, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lentur
serta muah digerakkan dari dasar. Terlihat pengkerutan maksimal pada
luka. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan, namun
perupaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu tahun atau
lebih untuk membentuk jaringan yang normal.
Menurut cara penyembuhannya dapat dibagi atas:3
a. Penyembuhan Primer (Sanatio per Primum Intentionum/ Primary
Healing)
Luka-luka yang bersih sembuh dengan cara ini, misalnya luka
operasi, luka kecil yang bersih. Penyembuhannya tanpa komplikasi,
penyembuhan dengan cara ini berjalan cepat dan hasilnya secara
kosmetik baik.
Fase-fase penyembuhan luka: (1) Fase perlekatan Luka, terjadi
karena adannya fibrinogen dan limfosit, dan terjadi dalam waktu 24
jam pertama. (2) Fase Aseptik Peradangan, terjadi kalor, dolor, rubor,
8

tumor dan functio laesa, pembuluh darah melebar dan leukosit serum
melebar sehingga terjadi edema. Terjadi setelah 24 jam. (3) Fase
pembersihan (initial phase), karena edema, lekosit banyak keluar untuk
memfagositisis atau membersihkan jaringan yang telah mati. (4) Fase
proliferasi pada hari ke tiga, fibroblas dan kapiler menutup luka
bersama jaringan kolagen dan makrofag. Semua ini membentuk
jaringan granulasi. Terjadi penutupan luka, kemudian terjadi
epitelisasi. Pada hari keteujuh penyembuhan telah bagus. Berdasarkan
hal ini pada luka bersih, (kecuali pada daerah yang banyak bergerak)
jahitan dibuka minimal pada hari ke 7.
b. Penyembuhan Sekunder (Sanatio per Primum Intentionum/
Secondary Healing)
Penyembuhan pada luka terbuka adalah melalui jaringan granulasi
sel epitel yang bermigrasi. Luka-luka yang lebar dan terinfeksi, luka
yang tak dijahit, luka bakar sembuh dengan cara ini. Setelah luka
sembuh akan timbul jaringan parut.
c. Penyembuhan Tersier (Sanatio per Primum Intentionum/Tertiary
Healing)
Disebut pula delayed primary clousure. Terjadi pada luka yang
dibiarkan terbuka karena adanya kontaminasi, kemudian setelah tidak
ada tanda-tanda infeksi dan granulasi telah baik, baru dilakukan jahitan
sekunder (secondary suture), yang dilakukan setelah hari keempat, bila
tanda-tanda infeksi telah menghilang.

2.2. TETANUS
2.2.1. Defenisi
Penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan gangguan
neuromuskular akut berupa trismus, kekauan dan kejang otot akibat
eksotosin spesifik kuman anaerob Clostridium tetani.2
Jenis luka yang mengandung tetanus adalah luka-luka seperti
vulnus laceratum (luka robek), vulnus punctum (luka tusuk), combustio
(luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi dan luka
tali pusat. Masa inkubasi penyakit ini adalah 1-54 hari, rata-rata 8 hari.3
2.2.2. Etiologi

Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang bersifat anaerob murni.


Spora C.tetani dapat bertahan sampai bertahun-yahun bila tidak kena sinar
matahri. Spora ini terdapat dibawah tanah atau debu, tahan terhadap
antiseptik, pemanasan 100 dan bahkan pada otoklaf 120 selama 15-20
menit. Dari berbagai studi yang berbeda spora ini tidak jarang ditemukan
pada feses manusia, juga pada feses kuda, anjing, dan kucing. Toksin
diproduksi oleh bentuk vegetatifnya.2
2.2.3. Patogenesis
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka.
Semua jenis luka dapat terinfeksi oleh kuman tetanus, seperti luka laserasi,
luka tusuk, luka tembak, luka bakar, luka gigit oleh manusia atau binatang,
luka suntikan dan sebagainya. Pada 60% dari pasien tetanus, porte dentree
terdapat didaerah kaki, terutama pada luka tusuk. Infeksi tetanus dapat
juga terjadi melalui uterus sesudah persalinan atau abortus provokatus.
Pada bayi baru lahir, Clostridium tetani dapat masuk melalui umbilikus
setelah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan kaidah asepsis antisepsis.
Otitis media atau gigi yang berlubang dapat dianggap sebagai porte
dentree bila pasien tetanus tersebut tidak ditemukan luka yang
diperkirakan sebagai tempat masuknya kuman tetanus.1-4
Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetative bila
dilingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan
kemudian mengeluarkan eksotosin. Kuman tetanusnya sendiri tetap tinggal
di daerah luka, tidak ada penyebaran kuman. Bila dinding sel kuman lisis
maka dilepaskan eksotosin, yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Tetanolisin
dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah merah. Tetapi tidak
menimbulkan tetanus secara langsung, melainkan menambah optimal
kondisi lokal untuk berkembangnya bakteri. Tetanospamin terdiri atas
protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf.1,4
Tetanospamin sangat mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai
saraf melalui dua cara, yaitu:1,4
a. Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujung-ujung
saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik ke cornu anterior
susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer.

10

b. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk


sterusnya susunan saraf pusat.
Aktivitas tetanospamin pada motor end plate akan menghambat
pelepasan asetikolin, tetapi tidak menghambat alfa dan gamma motor
neuron sehingga tonus meningkat dan terjadi kontraksi otot berupa spasme
otot. Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus
yang berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang
labil, takikardi, keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi
katekolamine dalam urine.4
Pada kardiovaskular komplikasi berupa aktivitas simpatis yang
meningkat antara lain berupa takikardi, hipertensi, vasokontriksi perifer
dan

rangsangan

miokardium.

Pada

otot

karena

spasme

yang

berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat


terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus-menerus
terutama pada anak dan orang dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga
dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.4
Sel saraf yang melepaskan gamma-aminobutyric acid (GABA) dan
glysin, yang merupakan penghambat neurotransmitter yang sensitive
terhadap tetanospamin menjadi tidak berfungsi, yang mengakibatkan
kegagalan dalam menghambat refleks motorik terhadap rangsangan
motoris. Hal ini yang dapat menyebabkan spasme pada tetanus.4
Kekauan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot
masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang
terjadi kekauan yang berat, pada ekstremitas, otot-otot bergaris pada dada,
perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks serebri,
penderita

akan

mulai

mengalami

kejang

umum

yang

spontan.

Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum


kejang otot agonis dan antagonis. Racun atau neurotoksin ini pertama kali
menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari sistem saraf kranial,

11

dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekauan dari otot
leher.4
Komplikasi yang lain berupa laserasi akibat kejang, dekubitus
karena penderita berbaring dalam satu posisi saja, panas yang tinggi
karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan menganggu
pusat pengatur suhu. Penyebab kematian penderita tetanus akibat
komplikasi yaitu bronkopneumonia, cardiac arrest, septikemia dan
pneumotoraks.4
2.2.4. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih
lama 3 hari atau beberapa minggu). Makin pendek masa inkubasi makin
buruk prognosisnya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi
Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan
permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka masa inkubasi
makin panjang.2,5
Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:
1) Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan
dengan angka kematiansekitar 1%.Gejalanya meliputi kekakuan dan
spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau
proksimal luka.Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus
umum.1,2
2) Tetanus sefal
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi
1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis
media kronis.Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhesus sardonikus
(senyum seseorang yang sedang menderita) disfungsi nervus
kranial.Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus
umum dan prognosisnya biasanya buruk.1,5
3) Tetanus umum
Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat
berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan,
kekakuan dada dan perut (opistotonus), fleksi-abduksi lengan serta
ekstensi tungkai, rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang

12

umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara
dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.1,2,5
4) Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya
infeksi talipusat,umumnya karena tehnik pemotongan tali pusat yang
aseptik dan ibu yangtidakmendapat imunisasi yang adekuat.Gejala
yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek,kelemahan,
irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme. Posisi tubuh klasik:
trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus
yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas
atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan
tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan
dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.Kematian
biasanya disebabkan henti nafas,hipoksia, pneumonia,kolaps sirkulasi
dan kegagalan jantung paru.1,5
Tabel 1. Sistem skoring tetanus menurut Ablett
Grade I (ringan)
Grade II (sedang)

Grade III A
(berat)
Grade III B
(sangat berat)

Trismus ringan hingga sedang, spastisitas general, tidak ada distres


pernapasan, tidak ada spasme dan disfagia.
Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan hingga
sedang dengan durasi pendek, takipnea 30 kali/menit, disfagia
ringan.
Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang
memanjang, distres pernapasan dengan takipnea 40 kali/menit,
apneic spell, disfagia berat, takikardia 120 kali/menit.
Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom berat
yang melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan
takikardia bergantian dengan hipotensi relatif dan bradikardia,
salah satunya dapat menjadi persisten.

2.2.5. Diagnosis Banding


Pada fase awal kadang keraguan dapat timbul. Infeksi lokal daerah
mulut juga sering disertai trismus. Kemungkinan lainnya adalah
meningitis atau ensefalitis.2
Penyakit
INFEKSI
Meningoensefalitis
Polio
Rabies

Gambaran diferensial
Demam, trismus ridak ada, penurunan kesadaran, cairan
serebrospinal abnormal.
Trismus tidak ada, paralisis tipe flasid, cairan
serebrospinal abnormal.

13

Lesi orofaring
Peritonitis
KELAINAN METABOLIK
Tetani
Keracunan striknin
Reaksi fenotiazin
PENYAKIT SISTEM SARAF PUSAT
Status epileptikus
Perdarahan atau tumor (SOL)
KELAINAN PSIKIATRIK
Histeria
KELAINAN MUSKULOSKELETAL
Trauma

Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya spasme


orofaring.
Bersifat lokal, rigiditas atau spasme seluruh tubuh tidak
ada.
Trismus dan spasme seluruh tubuh tidak ada.
Hanya spasme karpo-pedal dan laringeal, hipokalsemia.
Relaksasi komplit diantara spasme.
Distonia, menunjukkan respon dengan difenhidramin.
Penurunan kesadaran.
Trismus tidak ada, penurunan kesadaran.
Trismus inkonstan, relaksasi komplit antara spasme.
Hanya lokal.

2.2.6. Pengobatan
Prinsip pengobatan tetanus terdiri dari tiga upaya, yaitu mengatasi
akibat eksotosin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, menetralisasi
toksin yang masih beredar di dalam darah dan menghilangkan kuman
penyebab. Pada penatalaksanaan penyakit tetanus perlu ditenrukan terlebih
dahulu derajat keparahan penyakit.2

Tabel 2. Bagan Keempat tolak ukur dan besarnya nilai (Philips)


Tolak Ukur
Masa Inkubasi

Lokasi Infeksi

Imunisasi

Faktor
memperberat

yang

< 48 jam

Nilai
5

2-5 hari

6-10 hari

11-14 hari

>14 hari
Internal/umbilical

1
5

Leher,kepala,dinding tubuh

Ekstremitas proksimal

Ekstremitas distal

Tidak diketahui
Tidak ada

1
10

Mungkin ada/ibu mendapat

> 10 tahun yang lalu

< 10 tahun yang lau

Proteksi lengkap
Penyakit trauma yang membahayakan jiwa

0
10

Keadaan yang tidak langsung membahayakan jiwa

Keadaan yang tidak membahayakan jiwa

14

Trauma atau penyakit ringan

A.S.A derajat
*sistem penilaian untuk menilai risiko penyulit. (American Society of Anesthesiologist)

Derajat keparahan didasarkan pada empat tolak ukur, yaitu masa


inkubasi, porte dentre, status imunologi, dan faktor yang memperberat.
Berdasarkan jumlah angka yang diperoleh, derajat keparahan penyakit
dapat dibagi menjadi tetanus ringan (angka < 9), tetanus sedang (angka 916) dan tetanus berat (angka > 16). Tetanus ringan dapat sembuh sendiri
tanpa pengobatan, tetanus sedang dapat sembuh dengan pengobatan baku,
sedangkan tetanus berat memerlukan perawatan khusus yang intensif.

a. Penatalaksanaan Umum
Tujuan

terapi

ini

berupa

mengeliminasi

kuman

tetani,

menetralisirkan peredaran toksin,mencegah spasme otot dan memberikan


bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
4,6

1) Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan


nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan
H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut
dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar
luka disuntik ATS.
2) Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus,
makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3) Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan
terhadap penderita.
4) Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Obat- obatan
1) Antibiotika :
15

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10


hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis
50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari.
Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat
lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak
melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila
tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000
unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.1,4
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif
dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai
adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat
dilakukan.1,4
Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazole diberikan terutama
bila penderita alergi penisilin.
1)
2)
3)

Tertasiklin : 30-50 mg/kgsbb/hari dalam 4 dosis


Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5

mg/KgBB tiap 6 jam


2) Anti tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:4,6
a)
b)

Toksin bebas dalam darah


Toksin bergabung dengan jaringan saraf
Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam
darah.Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak
dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum pemberian antitoksin
harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit dan
mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin
berasal dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin
terjadi syok anafilaktik.4,6
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat.Berhrmann
(1987) dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 u
yang diberikan setengah lewat i.v. dan setengahnya i.m. pemberian

16

lewat i.v.diberikan selama 1-2 jam. Di FKUI , ATS diberikan dengan


dosis 20.000 u selama 2 hari.4,6
3) Antitoksin lainnya
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin
(TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM
tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti
complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi allergi yang serius. 4,6

4) Tetanus toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda
dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M.
Penderita yang sembuh dari tetanus tidak memiliki imunitas terhadap
infeksi tetanus ulangan karena jumlah tetanospasmin yang dibutuhkan
untuk menyebabkan tetanus tidak cukup untuk menstimulasi sistem
imunitas tubuh. Pasien yang sembuh dari tetanus harus memulai atau
melengkapi imunisasi aktif dengan tetanus toksoid selama proses
penyembuhan. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar
terhadap tetanus selesai.4,6
5) Antikonvulsan
Tabel 3. Jenis antikonvulsan
_________________________________________________________________

Jenis Obat

Dosis

Efek Samping

_________________________________________________________________
Diazepam

0,5 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)

Stupor, Koma

Meprobamat 300 400 mg/ 4 jam (IM)

Tidak Ada

Klorpromasin 25 75 mg/ 4 jam (IM)

Hipotensi

Fenobarbital 50 100 mg/ 4 jam (IM)

Depressi pernafasan

_________________________________________________________________
17

Obat yang lazim digunakan ialah :4,6


1) Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis
0,5 mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang
setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde
lambung) dengan dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.
2) Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat
berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam
dapat di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik,
Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila ada
gangguan saraf otonom.
2.2.7. Pencegahan
Ada dua pencegahan tetanus yaitu perawatan luka yang adkuat dan
imunisasi aktif serta pasif. Imunisasi aktif didapat dari penyuntikan
toksoid tetanus untuk merangsang tubuh membentuk antibodi. Manfaan
imunisasi aktif ini sudah banyak dibuktikan. Imunisasi pasif diperoleh dari
pemberian serum yang mengandung antitoksin heterolog (ATS) atau
antitoksin homolog (imunoglobulin antitetanus). Berdasarkan riwayat
imunitas dan jenis luka, baru ditentukan pemberian antitetanus serum atau
toksoid. Ada keraguan untuk memberikan serum antitetanus bersamaan
dengan toksoid karena ditakutkan terjadi netralisasi toksoid oleh ATS. Hal
ini dapat dicegah dengan memberikannya secara terpisah pada tempat
penyuntikan yang berjauhan, misalnya lengan kanan dan paha kiri.2
2.2.8. Prognosis
Tabel 4. Skor Prognosis Tetanus Menurut Gallais et al

18

Tabel 5. Sistem skoring Dakar untuk tetanus


Faktor prognostik

Skor 1

Skor 0

Masa inkubasi
Periode onset

< 7 hari
< 2 hari
Umbilikus, luka bakar, uterus,
fraktur terbuka, luka operasi,
injeksi intramuskular
Ada
> 38.4oC
Dewasa > 120 kali/menit
Neonatus > 150 kali/menit

7 hari atau tidak diketahui


2 hari

Tempat masuk
Spasme
Demam
Takikardia

Penyebab lain dan penyebab yang


tidak diketahui
Tidak ada
< 38.4oC
Dewasa < 120 kali/menit
Neonatus < 150 kali/menit

Skor total mengindikasikan keparahan dan prognosis penyakit sebagai berikut:

Skor 0-1
Skor 2-3
Skor 4
Skor 5-6

: tetanus ringan dengan tingkat mortalitas < 10%


: tetanus sedang dengan tingkat mortalitas 10-20%
: tetanus berat dengan tingkat mortalitas 20-40%
: tetanus sangat berat dengan tingkat mortalitas > 50%

19

BAB III
KESIMPULAN

Angka kejadian penyakit tetanus sudah mulai berkurang di Negara maju,


namun berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia,
insiden dan angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan
karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi,
perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.
Tetanus adalah penyakit yang gejalanya adalah kekakuan dari otot,
terutama otot wajah dan leher. Hal ini disebabkan oleh masuknya spora dari
kuman Clostridium tetani yang masuk melalui luka pada tubuh walaupun luka itu
kecil.Berat ringannya penyakit ini tergantung dari masa inkubasi, period of onset,
kejang local atau umum dan ada atau tidaknya gangguan autonomic karena hal ini
yang menyebabkan kematian pada tetanus.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis, riwayat imunisasi, dan
Hasil pemeriksaan laboratorium. Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme
otot, dan apabila berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan dan
kesulitam untuk membuka mulut sering merupakan gejala awal tetanus.
Penatalaksanaan meliputi tatalaksana umum, netralisir toksin, eliminasi bakteri,
suportif terapi dan konsultasi bila perlu. Pada tetanus lokal, prognosanya lebih
baik dari tetanus umum. Pencegahan dilakukan guna mengurangi insidensi
terjadinya tetanus, pemberian imunisasi merupakan salah satu pencegahan angka
kejadian penyakit tetanus.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Ismanoe G. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3. Blai Penerbit FK UI. Jakarta: 2006.
Hal 1799-1807.
2. Sjamsuhidajat R, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta: EGC;
2010.
3. Karakata S. Bedah Minor. Jakarta: Hipokrates; 1996.
4. Akbar
A.
Tetanus.
2012.

Diunduh

dari

URL:htpp://www.scribd.com/doc/47396123/Referat-Tetanus.
5. Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004.
6. CDC.
2008.
Tetanus.
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/tetanus

21

Anda mungkin juga menyukai