Anda di halaman 1dari 22

Persetubuhan di bawah Umur

OLEH :

KELOMPOK C8

ANGGOTA KELOMPOK :
LEOBALDA

(102010006)

FORLIN CRYSNA ROLANDEWI

(102010145)

MARTHA REGISNA SILALAHI

(102010155)

SUFRIANUS BRIAN RANTESALU

(102010231)

SHERLY LIYO

(102010271)

IMRUL QAYS

(102010382)

AGUNG RONDONUWU

(102010396)

Pendahuluan
Beberapa tahun belakangan ini, masalah kekerasan marak terjadi, apalagi terhadap
mereka yang lebih rentan. Masyarakat mulai merasa resah dengan adanya berbagai kerusuhan
yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Perempuan yang berada di daerah aman juga
dapat menjadi korban kekerasan, dengan kata lain masalah kekerasan terhadap perempuan ini
merupakan masalah yang universal.1
Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa,
merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pada jaman dahulu perkosaan sering
dilakukan untuk memperoleh seorang istri. Perkosaan adalah suatu usaha untuk
melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan
dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum. Di dalam Pasal 285 KUHP
disebutkan bahwa: barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan
perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pada pasal ini perkosaan
didefinisikan bila dilakukan hanya di luar perkawinan. Selain itu kata-kata bersetubuh
memiliki arti bahwa secara hukum perkosaan terjadi pada saat sudah terjadi penetrasi. Pada
saat belum terjadi penetrasi maka peristiwa tersebut tidak dapat dikatakan perkosaan akan
tetapi masuk dalam kategori pencabulan. 1
Pembahasan
Aspek Hukum
Pasal 74 KUHP
1) Pengaduan hanya boleh diaujkan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak
mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia,l atau
dalam waktu sembilan bulan jika Bertempat tinggal di luar Indonesia.
2) Jika yang terkena kejahatan menjadi erhak mengadu pada saat tenggang tersebut
dalam ayat 1 belum habus, maka setelah saat itu pengaduan hanya masih boleh
diajukan, selama sisa yang masih kurang pada tenggang tersebut. 2
Pasal 75 KUHP
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah
pengaduan diajukan. 2

Kejahatan terhadap kesusilaan:


Pasal 284
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
c. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
d. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan
pasal 27 BW berlaku baginya.
2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar,
dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan
diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu
juga.
3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pasal 285 KUHP
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita
ersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2
Pasal 286
Barang siapa bersetuuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, pada hal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana paling lama
sembilan tahun. 2
Pasal 287 KUHP
1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, pada hal
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau
3

kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya wanita belum
sampai dua belas tahun atau jika salah satu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294.
Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 290 KUHP


Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang pada hal diketahui, bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang pada hal diketahui atau
sepatutunya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin;
3. Barang siapa membujuk seorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bawha belum
mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau
bersetubuh di luar perkawainan dengan orang lain.
Pasal 291 KUHP
1) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289, dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun.
2) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, dan 290 itu
mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 351 KUHP
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun depalapan bulan
atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan piana penjara paling lama tujuh tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
4

Pasal 352 KUHP


1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat
ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang
bekerja padanya atau menjadi bahawannya.
2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353 KUHP


1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Pasal 354 KUHP
1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama sepuluh thaun.
Pasal 355 KUHP
1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2) Jika peruatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun. 2
Prosedur Hukum
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari


penyidik yang berwenang.

Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Kalau
korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, tidak akan
diperiksa oleh dokter dan korban akan disuruh kembali kepada polisi.
5

Setiap Visum et Repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada
tubuh korban pada waktu permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter.
Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang di rumah sakit atau di
tempat praktek atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan beberapa waktu
kemudian polisi mengajukan permintaan dibuatkan Visum et Repertum maka dokter
harus menolak karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban
sebelum ada permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum merupakan rahasia
kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322). Dalam keadaan seperti itu
dokter dapat meminta kepada polisi supaya korban dibawa kembali kepadanya dan
Visum et Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu
permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu tidak diberikan dalam bentuk
Visum et Repertum tetapi dalam bentuk surat keterangan. Hasil pemeriksaan sebelum
diterimanya surat permintaan pemeriksaan dilakukan terhadap pasien dan bukan
sebagai corpus dilicti (benda bukti).

Ijin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika korban
adalah seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu tindakantindakan apa yang akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan
disampaikan ke pengadilan. Hal ini perlu diketahui walaupun pemeriksaan dilakukan
atas permintaan polisi, belum tentu korban akan menyetujui pemeriksaan itu dan
menolaknya. Selain itu bagian yang akan diperiksa merupakan the most private part
dari tubuh seorang wanita.

Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa
korban.

Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dan jangan ditunda terlampau lama.


Hindarkan korban dari menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar
periksa. Apalagi bila korban adalah seorang anak. Semua yang ditemukan harus
dicatat, jangan tergantung pada ingatan semata.

Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya Visum et Repertum


perkara dapat cepat diselesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan dari
tahanan bila ternyata ia tidak bersalah.

Kadang-kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang ibu/ayah
untuk memeriksa anak perempuannya karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih

perawan atau karena ia merasa curiga kalau-kalau telah terjadi persetubuhan pada
anaknya.
Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar
ingin mengetahui saja atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila
dimaksudkan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa
anak itu. Katakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi
dan biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan
penerangan pada ibu/ayah itu bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun dan jika
persetubuhan terjadi tidak dengan paksaan maka menurut undang-undang, laki-laki
yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan
anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk minta nasehat dari
seorang pengacara.
Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan
pemeriksaan. Tetapi jelaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat
dalam bentuk surat keterangan karena kita tidak mengetahui untuk apa surat
keterangan itu. Mungkin untuk melakukan penuntutan atau untuk menuduh seseorang
yang tidak bersalah. Dalam keadaan demikian umunya anak tidak mau diperiksa,
sebaliknya orang tua malah mendesaknya. Sebaiknya dokter meminta izin tertulis
untuk memeriksa dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tuanya.3
Prosedur medikolegal.
Prosedur medikolegal yaitu tata cara prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek
yang berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan umum. Secara garis besar
prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia
dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran. 2,3
Lingkup prosedur medikolegal antara lain
1. Pengadaan Visum et Repertum
2. Pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka
3. Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian
keterangan ahli di dalam persidangan
4. Kaitan Visum et Repertum dengan rahasia kedokteran
5. Penerbitan surat keterangan kematian dan surat keterangan medik
6. Fitness/kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik
Kewajiban dokter membantu peradilan: 2,3
7

Pasal 133
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap

jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. 2,3
Pasal 134
1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelasjelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang

sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.


Pasal 120
1. Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
2. AhIi tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik
bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya
kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya
yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan

keterangan yang diminta.


Pasal 168

Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar
keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
o keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sarnpai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa.
o saudara dan terdakwa atau yang brsama-sama sebagal terdakwa, saudara ibu
atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampal derajat ketiga
o suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama

sebagai terdakwa.
Pasal 170
1. Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.1-2

Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya:


Pasal 179
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang

sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.


Pasal 180
1. Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula
minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2. Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
3. Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
4. Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang

mempunyai wewenang untuk itu.


Pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
9

tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.
Pasal 184
1. Alat bukti yang sah ialah:
keterangan saksi;
keterangan ahli;
surat;
petunjuk;
keterangan terdakwa.
2. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 185
1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
pengadilan.
2. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa
bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai
dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
4. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau
keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan
saksi itu ada .hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat
membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
5. Baik pendapat maupun rekan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
merupakan keterangan saksi.
6. Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguhsungguh memperhatikan
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan
yang tertentu;
d. cara hidup dan kesusilan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
e. Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan
yang lain tidak merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai
dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai

tambahan alat bukti sah yang lain. 2,3


Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 187
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

10

1. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
2. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang
menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan;
3. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
dan padanya;
4. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain. 1-4
Sangsi bagi pelanggar kewajiban dokter
Pasal 216
1. Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa
untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa
dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna
menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang
pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana denda puling banyak sembilan ribu rupiah.
2. Disamakan dengan pejahat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas
menjalankan jabatan umum.
3. Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka

pidananya dapat ditambah sepertiga.


Pasal 222
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 224
Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya, diancam:
11

1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.
Pasal 522

Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak
datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah. 2
Pemeriksaan Medis dan Intepretasi Hasil
Anamnesis
Anamnesis merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter
sehingga bukan merupakan pemeriksaan yang obyektif. Jadi, seharusnya anamnesis tidak
dimasukkan dalam Visum et Repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada
Visum et Repertum dengan judul "keterangan yang diperoleh dari korban". Dalam
mengambil anamnesis, dokter meminta pada korban untuk menceritakan segala sesuatu
tentang kejadian yang dialaminya dan sebaiknya terarah. Anamnesis terdiri dari bagian yang
bersifat umum dan khusus. Anamnesa diberikan bila diminta oleh penyidik dan tidak secara
otomatis dilampirkan dalam Visum et Repertum.
Anamnesis umum meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal, dan tempat lahir,
status perkawinan, siklus haid untuk anak yang tidak diketahui umurnya, penyakit kelamin,
penyakit kandungan dan penyakit lainnya seperti epilepsi, katalepsi, syncope. Keterangan
pernah atau belum pernah bersetubuh, saat persetubuhan terakhir, adanya penggunaan
kondom.3
Waktu Kejadian
Bila antara kejadian dan pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa
hari/minggu, dapat diperkirakan bahwa peristiwa itu bukan perkosaan tetapi persetubuhan
yang pada dasarnya tidak disetujui oleh wanita yang bersangkutan karena berbagai alasan,
misalnya merasa tertipu, cemas terjadi kehamilan atau karena ketakutan diketahui
orangtuanya bahwa dia sudah pernah bersetubuh maka mengaku disetubuhi secara paksa. Jika
korban benar telah diperkosa biasanya akan segera melapor. Pada pelaporan yang terlambat,
ada kemungkinan pula karena korban diancam untuk tidak melapor ke polisi. 3
Tempat Kejadian
Adanya rumput, tanah dan lainnya yang melekat pada pakaian dan tubuh korban dapat
dijadikan petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal dari tempat kejadian. Perlu
12

diketahui pula apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian mungkin
ditemukan robekan, pada tubuh korban akan ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan
pada alat kelamin mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan
adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dari pemerkosa/penyerang. Temukan
adanya kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan atau dibuat pingsan dengan
pemberian obat tidur/bius. Dalam hal ini diperlukan sampel pengambilan urin dan darah
untuk pemeriksaan toksikologik.Perlu ditanyakan pula apakah setelah kejadian korban
mencuci, mandi, dan mengganti pakaian. 3
Pemeriksaan Pakaian
Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti helai demi helai, apakah terdapat
robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada pakaian, kancing yang terputus
akibat tarikan, bercak darah, air mani, lumpur, dan lainnya yang berasal dari tempat kejadian.
Apakah pakaian dalam keadaan rapi atau tidak. Bila tidak ada fasilitas pemeriksaan, maka
benda-benda yang melekat dan pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan dikirim ke
laboratorium forensik di kepolisian atau bagian ilmu kedokteran forensik dalam keadaan
dibungkus, tersegel dan disertai berita acara pembungkusan dan penyegelan. 3

Pemeriksaan Tubuh Korban


Pemeriksaan tubuh korban meliputi pemeriksaan umum seperti penampilan rambut
yang rapi atau kusut, wajah dalam keadaan emosional, tenang atau sedih/gelisah. Adanya
tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran akibat pemberian obat tidur/bius, adanya needle
marks. bila ada indikasi maka diperlukan pengambilan urin dan darah. Adanya memar atau
luka lecet pada daerah mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan
pinggang. Dicatat pula tanda perkembangan alat kelamin sekunder, refleks cahaya pupil,
pupil pinpoint, tinggi-berat badan, tekanan darah, keadaan jantung, paru, dan abdomen. 3
Pemeriksaan Khusus Daerah Genitalia
Pemeriksaan bagian khusus daerah genitalia meliputi adanya rambut kemaluan yang
saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering yang akan digunting untuk
pemeriksaan laboratorium. Jika dokter menemukan rambut kemaluan yang lepas pada badan
wanita maka harus diambil beberapa helai rambut kemaluan dari wanita dan laki-laki sebagai
bahan pembanding (matching). Perlu ditemukan bercak air mani di sekitar alat kelamin
dengan cara dikerok menggunakan sisi tumpul skapel atau swab dengan kapas lidi yang
13

dibasahi dengan garam fisiologis. Pada vulva, perlu diteliti adanya tanda-tanda bekas
kekerasan seperti hiperemi, edema, memar dan luka lecet (goresan kuku). Introitus vagina
apakah hiperemi/edema dan penggunaan kapas lidi untuk pengambilan bahan pemeriksaan
sperma dari vestibulum.
Pemeriksa jenis selaput dara untuk melihat adanya ruptur dan penentuan apakah
ruptur tersebut baru atau lama. Bedakan ruptur dengan celah bawaan dari ruptur dengan
memperhatikan sampai di pangkal selaput dara. Celah bawaan tidak mencapai pangkal
sedangkan ruptur dapat sampai ke dinding vagina. Pada vagina akan ditemukan parut bila
ruptur sudah sembuh, sedangkan ruptur yang tidak mencapai basis tidak akan menimbulkan
parut. Ruptur akibat persetubuhan biasa ditemukan di bagian posterior kanan atau kiri dengan
asumsi bahwa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan. Tentukan pula besar
orifisium apakah sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk, atau 2 jari. Ukuran pada seorang
perawan kira-kira 2,5 centimeter sedangkan lingkaran persetubuhan yang dapat terjadi
menurut Voight minimal 9 centimeter. Pada persetubuhan tidak selalu disertai deflorasi.
Pemeriksaan pada frenulum labiorum pudendi dan comissura labiorum posterior
untuk melihat keutuhannya. Pemeriksaan vagina dan serviks dilakukan dengan spekulum bila
keadaan alat genital memungkinkan dan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit
kelamin.3
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina dilakukan dengan
mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas
atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dari spekulum. Pada anak-anak
atau bila selaput dara masih utuh, pengambilan bahan dibatasi dari vestibulum saja.
Pemeriksaan terhadap kuman Neisseria gonorrhoeae dari sekret urether (urut dengan
jari) dan dipulas dengan pewarnaan Gram. Pmeriksaan dilakukan pada hari ke-I, III, V, dan
VII. Jika pada pemeriksaan didapatkan N.gonorrheae berarti terbukti adanya kontak seksual
dengan seorang penderita, bila pada pria tertuduh juga ditemukan maka ini akan menjadi
bukti yang kuat. Jika terdapat ulkus, sekret perlu diambil untuk pemeriksaan serologik atau
bakteriologik. Pemeriksaan kehamilan dan toksikologik terhadap urin dan darah juga bisa
dilakukan bila ada indikasi. 3
Pemeriksaan Pada Pria Tersangka

14

Pemeriksaan pada pria tersangka dapat dilakukan terhadap pakaian dengan


menemukan bercak semen, darah, mani dan lainnya.Darah mempunyai kemungkinan berasal
dari dari darah deflorasi. Disini penentuan golongan darah penting dilakukan. Dapat pula
ditemukan tanda bekas kekerasan akibat perlawanan korban. Untuk mengetahui apakah
seorang pria baru melakukan persetubuhan dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel
epitel vagina pada glans penis dengang menekankan kaca obyek pada glans penis, daerah
korona atau frenulum dan kemudian diletakkan terbalik di atas cawan yang berisi larutan
lugol. Uap yodium akan mewarnai lapisan pada kaca obyek tersebut dan sitoplasma sel epitel
vagina akan berwarna coklat tua karena mengandung glikogen. Pada sediaan ini dapat pula
ditemukan adanya spermatozoa. Perlu pula dilakukan pemeriksaan sekret uretra untuk
menentukan adanya penyakit kelamin. 3
Aspek Psikososial
Kejahatan seksual dalam berbagai bentuknya merupakan realitas yang hadir dalam
kehidupan kita. Perkembangan yang terjadi memperlihatkan bahwa pelaku kejahatan seksual
cenderung menjadikan anak-anak di bawah umur sebagai korbannya, terbukti prevalensi anak
dibawah umur yang menjadi korban semakin tinggi di bandingkan dengan orang dewasa. Di
tengah perkembangan situasi semacam ini, peraturan perundangan yang digunakan dalam
proses penyelesaian hukum tidak mampu menjamin perlindungan terhadap anak dibawah
umur dari kejahatan seksual dan tidak mencerminkan keadilan bagi anak.
Mengingat anak dibawah umur yang menjadi korban telah direndahkan harkat dan
martabatnya serta mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan sepanjang hidupnya
dan pada banyak kasus, para korban kerap kali akan mengalami tindakan kekerasan dalam
berbagai bentuknya dari berbagai pihak termasuk dari keluarganya. Persoalan paling umum
adalah para korban dipandang telah menebar aib, sehingga orangtua / keluarga dan komunitas
mengasingkan atau mengusir sang anak dari rumah atau komunitasnya. Pihak sekolah-pun
dengan alasan yang sama mampu melahirkan kebijakan untuk mengeluarkan sang korban
dari sekolah. Pandangan tentang aib ini pula yang menjadi factor dominan sebagian besar
korban kekerasan dan eksploitasi seksual tidak melaporkan kasus yang dialaminya.

Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)


15

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan


Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan adalah lembaga independen
yang didirikan pada tanggal 15 Oktober 1998, berdasarkan keputusan presiden No. 181/1998
dan diperbaharui dengan Peraturan Presiden No.65/2005.
Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan,
kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menangapi dan
menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar dari tragedi
kekerasan seksual yang dialami terutama perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei
1998 di berbagai kota besar di Indonesia.
Fokus perhatian Komnas Perempuan pada saat ini adalah perempuan korban
kekerasan dalam rumah tangga; perempuan pekerja rumah tangga yang bekerja di dalam
negeri maupun di luar negeri sebagai buruh migran; perempuan korban kekerasan seksual
yang menjalankan proses peradilan; perempuan yang hidup di daerah konflik bersenjata; dan,
perempuan kepala keluarga yang hidup di tengah kemiskinan di daerah pedesaan.4
Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan mengambil peran sebagai berikut :
1.

Menjadi resource center tentang hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia dan
kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran HAM;

2.

Menjadi negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan
komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada kepentingan
korban;

3.

Menjadi inisiator perubahan serta perumusan kebijakan;

4.

Menjadi pemantau dan pelapor tentang pelanggaran Ham berbasis jender dan
pemenuhan hak korban;

5.

Menjadi fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional


dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.4

Komisi Nasional Perlindungan Anak


Komnas PA memiliki tugas sebagai berikut:
16

1. Melaksanakan mandate/kebijakan yang ditetapkan oleh Forum Nasional Perlindungan


Anak;
2. Menjabarkan Agenda Perlindungan Anak dalam Program Tahunan.
3. Membentuk dan memperkuat jaringan kerjasama dalam upaya perlindungan anak, baik
dengan LSM, masyarakat madani, instansi pemerintah, maupun lembaga internasional,
pemerintah dan non-pemerintah;
4. Menggali sumber daya dan dana yang dapat membantu peningkatan upaya perlindungan
anak; serta
5. Melaksanakan administrasi perkantoran dan kepegawaian untuk menunjang kinerja
Lembaga Perlindungan Anak.5
Selain tugas tersebut diatas Komnas PA juga memiliki fungsi dan peran yaitu :
1. Lembaga pengamat dan tempat pengaduan keluhan masalah anak;
2. Lembaga pelayanan bantuan hukum untuk beracara di Pengadilan mewakili kepentingan
anak;
3. Lembaga Advokasi dan Lobi;
4. Lembaga rujukan untuk pemulihan dan peyatuan kembali anak;
5. Lembaga kajian kebijakan dan perundang-undangan tentang anak;
6. Lembaga pendidikan, pengenalan dan penyebarluasan informasi tentang hak anak, serta
lembaga pemantau implementasi hak anak. 5
Dalam melaksanakan tugas, fungsi dan perannya Komnas PA mempunyai Prinsip yaitu
independen, pertanggungjawaban publik, mengedepankan peluang dan kesempatan pada anak
dalam berpartisipasi dengan menghargai dan memihak pada prinsip dasar anak, ikut serta
menjamin hak anak untuk menyatakan pendapatnya secara bebas dalam semua hal yang
menyangkut dirinya, pandangan anak selalu dipertimbangkan sesuai kematangan,
mengupayakan dan membela hak untuk berpartisipasi dan didengar pendapatnya dalam setiap
kegiatan, proses peradilan dan adminsitrasi yang mempengaruhi hidup anak.5

Pembuktian adanya persetubuhan


Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam vagina,
penetrasi tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa disertai ejakulasi.
Dengan demikian hasil dari upaya pembuktian persetubuhan dipengaruhi berbagai faktor,
diantaranya:6
a

besarnya penis dan derajat penetrasinya


17

bentuk dan elastisitas hymen

ada tidaknya ejakulasi dan keadaan ejakulat itu sendiri

posisi persetubuhan

keaslian barang bukti serta waktu pemeriksaan


Dengan demikian, tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan

bahwa pada wanita tidak terjadi penetrasi; sebaliknya adanya robekan pada hymen hanya
merupakan adanya suatu benda (penis atau benda lain), yang masuk ke dalam vagina Apabila
pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut mengandung
sperma, maka adanya sperma di dalam liang vagina merupakan tanda pasti adanya
persetubuhan. Apabila ejakulat tidak mengandung sperma maka pembuktian adanya
persetubuhan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut.
Komponen yang terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah enzim asam fosfatase,
kholin, dan spermin.
Apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan persetubuhan itu tidak sampai
berakhir dengan ejakulasi, dengan sendirinya pembuktian adanya persetubuhan secara
kedokteran forensik tidak mungkin dapat dilakukan secara pasti. Maksimal dokter dapat
mengatakan bahwa pada diri wanita yang diperiksanya tidak ditemukan tanda-tanda
persetubuhan, yang mencakup dua kemungkinan:
1

Memang tidak ada persetubuhan

Persetubuhan ada tetapi tanda-tandanya tidak dapat ditemukan.


Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka perkiraan saat

terjadinya persetubuhan, harus ditentukan; hal ini menyangkut masalah alibi yang sangat
penting di dalam proses penyidikan. Sperma di dalam vagina masih dapat bergerak dalam
waktu 4-5 jam post-coital, sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai 24-36 jam
post-coital, dan bila wanitanya masih akan dapat ditemukan sampai 7-8 hari. Perkiraan saat
terjadinya persetubuhan juga dapat ditentukan dari proses penyembuhan dari selaput dara
yang robek. Pada umumnya penyembuhan tersebut akan tercapai dalam waktu 7-10 hari postcoital.
Hal lain yang dapat diperiksa untuk menentukan terjadinya persetubuhan adalah
pemeriksaan adanya kehamilan dan adanya penyakit kelamin. Terjadinya kehamilan jelas
merupakan tanda adanya persetubuhan, akan tetapi oleh karena waktu yang dibutuhkan untuk
itu cukup lama, dengan demikian nilai bukti ini menjadi kurang.
Terjangkitnya penyakit kelamin pada wanita hanya merupakan petunjuk bahwa
wanita itu telah mengalami persetubuhan dengan laki-laki yang menderita penyakit kelamin
18

sejenis. Penyakit kelamin yang masa inkubasinya singkat lebih bermakna di dalam upaya
pembuktian bila dibandingkan dengan penyakit kelamin yang masa inkubasinya lama.
Tanda-tanda persetubuhan dengan berlangsungnya waktu akan menghilang dengan
sendirinya, luka-luka akan sembuh. Dengan demikian pemeriksaan sedini mungkin
merupakan keharusan, bila dari pemeriksaan diharapkan hasil yang maksimal. Pakaian
korban yang telah diganti, tubuh wanita yang telah dibersihkan akan menyulitkan
pemeriksaan oleh karena keadaannya sudah tidak asli.6
Pembuktian adanya kekerasan
Seorang dokter dapat menentukan tanda-tanda kekerasan, tetapi ia tidak dapat
menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindakan ini. Ditemukannya tanda kekerasan
pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat paksaan, mungkin juga disebabkan oleh
hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan paksaan. Demikian pula jika dokter tidak
menemukan tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan bukti bahwa paksaan tidak
terjadi.3
Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan tanda-tanda bekas
kehilangan kesadaran, atau tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh alkohol, hipnotik,
narkotik. Apabila ada petunjuk bahwa alkohol, hipnotik, atau narkotik telah dipergunakan,
maka dokter perlu mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologi.
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan tanda kekerasan lainnya dengan menemukan adanya
luka lecet, memar atau bekas gigitan (bite mark) di daerah mulut, bibir, leher, puting susu,
pergelangan tangan, dan pangkal paha sekitar alat kelamin.

VISUM et REPERTUM
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 7 Telp. (021) 56942061, Jakarta 11510
Nomor : 6798-SK.II/1234/1-7--------------------------------------------------------------------Lamp : Satu sampul tersegel-----------------------------------------------------------------------19

Perihal : Hasil Pemeriksaan Nn. Ratih -----------------------------------------------------------PROJUSTITIA

16 desember 2013
Visum et Repertum

Yang bertanda tangan di bawah ini, Joko, dokter ahli kedokteran forensik pada bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta,
menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta Barat No.
Pol.: B/111/VR/XI/12/Serse tertanggal 12 November 2012, maka pada tanggal dua belas
November tahun dua ribu duabelas, pukul tiga lewat tiga puluh lima menit Waktu Indonesia
bagian Barat, bertempat di ruang Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan yang menurut surat permintaan tersebut
adalah:-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Nama

Ratih------------------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin :

Perempuan------------------------------------------------------------------------

Umur

14tahun----------------------------------------------------------------------------

Kebangsaan

Indonesia--------------------------------------------------------------------------

Agama

Budha-----------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan

Pelajar-----------------------------------------------------------------------------

Alamat

Jl. Tanjung Pinang 10 no 7-----------------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN:------------------------------------------------------------------------------1. Korban datang dalam keadaan lemas, tidak semangat, malas berbicara dengan keadaan
umum baik. Korban mengaku diajak pergi oleh teman jejaring sosialnya ke daerah
puncak pada tanggal 8 agustus 2012 . Korban diajak pergi ke suatu kafe dan setelah itu
korban tidak sadarkan diri setelah meminum minuman yang di pesankan oleh temannya-2. Pada korban ditemukan:------------------------------------------------------------------------------a. Terdapat bekas gigitan pada payudara sebelah kanan dan kiri. Berbatas tegas dan
berwarna kemerahan pucat. Bekas gigitan pada payudara kiri dan kanan terdapat pada
sekitar putting susu ------------------------------------------------------------------------------b. Ditemukannya rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu. Ditemukannya
bercak mani pada daerah kemaluan depan. ---------------------------------------------------c. Pada bibir bagian bawah dan atas terdapat luka lecet tanpa darah ------------------------d. Terdapat memar pada kedua pergelangan tangan dan paha -------------------------------3. Terhadap Korban Dilakukan-------------------------------------------------------------------------a. Pemeriksaan laboratorium dengan bahan pulas mulut di sela-sela gigi didapatkan
adanya sel spermatozoa.-------------------------------------------------------------------------20

b. Pemeriksaan laboratorium dengan bahan pulas lendir vagina didapatkan adanya sel
spermatozoa.--------------------------------------------------------------------------------------c. Pemeriksaan Fosfatase Asam pada baju dan celana dalam korban, tidak ditemukan
adanya perubahan warna menjadi violet.------------------------------------------------------d. Pemeriksaan Sinar Ultra Violet pada celana dalam dan baju korban dan tidak
ditemukan fluoresensi putih.--------------------------------------------------------------------e. Pemeriksaan Uji Pewarnaan Baecchi pada celana dalam dan baju korban, tidak
ditemukan adanya sel spermatozoa.------------------------------------------------------------f. Pembersihan luka/Wound Toilet.---------------------------------------------------------------g. Pemberian analgetika. ---------------------------------------------------------------------------4. Korban dipulangkan----------------------------------------------------------------------------------KESIMPULAN-------------------------------------------------------------------------------------------Pada pemeriksaan korban seorang perempuan berumur 14 tahun ini ditemukan adanya
robekan pada selaput dara dengan bercak darah mengering, luka lecet pada bibir vagina
sebelah kanan atas, sel spermatozoa pada pemeriksaan laboratorium bahan pulasan mulut dan
lendir vagina, luka memar pada kedua payudara yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian.------------------------------------Demikianlah Visum et Repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan
keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana.-----------------------------------------------------------------------------------------------Dokter Pemeriksa

Dr. Joko
SIP: 267
Daftar Pustaka
1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta:
Pustaka Dwipar. 2007.h. 17-85.
2. Anonymous. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FK UI. 1994.h.33-6.
3. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FK UI.
1997.h.147-58.
21

4. KOMNAS perempuan.Diunduh dari http://www.komnasperempuan.or.id/about/


profil/ pada 14 Desember 2013.
5. KOMNAS anak.Diunduh dari http://www.komnaspa.or.id/profile.asp?p=3 pada 14
Desember 2013.
6. Wiranta P. KUHAP. Diunduh dari http://www.wirantaprawira.de/law/criminal/
kuhap/index.html. pada 14 Desember 2013.

22

Anda mungkin juga menyukai