Oleh :
IR. BAHARUDDIN, MP.
IRA TASKIRAWATI, S.Hut., M.Si
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2009
RINGKASAN MATERI
xiii
Kompetensi Pendukung
Kompetensi Lainnya
: Mampu bermitra
masyarakat.
bersinergi
dengan
ix
D.
BAB I.
Materi
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu Menjelaskan pengertian hasil hutan Mendefinisikan,
(HHBK)
bukan kayu dan produk-produk Mengidentifikasi, dan klasifikasi
kehutanan yang masuk dalam HHBK
HHBK yang mempunyai nilai
sosial ekonomi
BAB II.
Tumbuhan Monokotil
BAB III.
Minyak Atsiri
BAB IV
Materi
Minyak dan Lemak
Tujuan Umum
Menjelaskan
tentang
HHBK
minyak/lemak; tanaman penghasil
minyak/lemak; karakteristik bahan
baku minyak/lemak, dan metode
ekstraksi
minyak/lemak
dari
beberapa jenis yang memberikan
nilai ekonomi yang tinggi serta cara
pengujian
beberapa
produk
minyak/lemak dan pemasarannya.
Tujuan Khusus
Menjelaskan
jarak,
kemiri,
tengkawang, dan kalumpang
sebagai produk hasil hutan bukan
kayu
dari
golongan
minyak/lemak
BAB V.
Menjelaskan
resin
(Kopal,
damar, gondorukem, kemenyan
dan jernang) dan tanin (Bahan
Penyamak/Pewarna
alami)
sebagai produk hasil hutan bukan
kayu
dari
golongan
ekstraktif/eksudat
BAB VI.
Gaharu
xi
BAB VII.
Serangga Berguna
Materi
Tujuan Umum
Menjelaskan jenis-jenis serangga
hutan, potensi dan budidaya,
teknologi pengolahannya, produk
turunannya, kualitas dan cara
pengujian beberapa produk serangga
hutan dan pemasarannya.
Tujuan Khusus
Menjelaskan lebah madu, ulat
sutera dan kutu lak sebagai
serangga berguna penghasil
produk hasil hutan bukan kayu
BAB VIII.
xii
13
KATA PENGANTAR
Dalam rangka melaksanakan sistem pengajaran berbasis Student Center
Learning (SCL), maka keberadaan bahan ajar dalam bentuk buku ajar menjadi
sangat penting. Bukan berarti bahwa bahan ajar tersebut merupakan satu-satunya
buku wajib yang harus dimiliki oleh mahasiswa tetapi merupakan acuan untuk
dapat memperoleh atau mengakses materi-materi yang berkaitan dengan mata
kuliah tersebut.
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan mata kuliah wajib diberikan
berdasarkan dengan kurikulum yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut maka
disusunlah buku ajar ini sebagai acuan untuk mempelajari lebih jauh tentang
HHBK. Dalam cakupan materi tentang HHBK maka dalam buku ajar ini sangat
terbatas dan difoukuskan kepada HHBK yang merupakan bernilai ekonomi dan
bernilai sosial tinggi. Namun dalam cakupan pelaksanaan tugas mandiri dan
berkelompok mahasiswa akan diajak untuk mempelajari HHBK lainnya walaupun
tidak terdapat dalam Buku Ajar ini, namun secara klasifikasi merupakan bagian
HHBK.
Berdasarkan manfaat ekonomi dan sosialnya maka sumber pengetahuan
tentang HHBK tidak hanya diperoleh dari ruang kuliah, perpustakaan, dan
internet, tetapi dimasyarakat juga merupakan sumber utama terutama yang
berkaitan dengan pemanfaatan HHBK sesuai dengan masyarakat lokal atau secara
etnobotani.
Dengan selesainya buku ajar ini diharapkan memberikan manfaat yang
besar bagi pengembangan ilmu kehutanan terutama berkaitan dengan Hasil Hutan
Bukan Kayu. Namun disadari bahwa masih ditemui banyak kekurangan sehingga
setiap saat perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dan revisi sesuai dengan
perkembangan dimasyarakat.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
.................................................................................
Kata Pengantar
.................................................................................
ii
Daftar Isi
.................................................................................
iii
Daftar Tabel
.................................................................................
vi
Daftar Gambar
.................................................................................
vii
.................................................................................
BAB I.
I-1
I-1
I-1
I-1
I-3
I-6
I-9
I-9
I-9
BAB II.
II-1
II-1
II-1
II-1
II-1
II-8
II-10
II-11
II-11
II-42
II-51
II-91
II-103
II-114
II-115
II-115
BAB III.
III-1
III-1
III-1
III-1
III-2
iii
III-2
III-7
III-9
III-17
III-17
III-18
III-20
III-22
III-26
III-26
III-26
IV-1
IV-1
IV-1
IV-1
IV-2
IV-2
IV-3
IV-6
IV-8
IV-11
IV-14
IV-14
IV-15
BAB V.
V-1
V-1
V-1
V-1
V-2
V-6
V-8
V-10
V-12
V-13
V-13
V-16
V-18
V-19
V-19
VI-1
VI-1
VI-1
VI-2
iv
6.2.
6.3.
6.4.
6.5.
6.6.
6.7.
6.8.
VI-2
VI-4
VI-5
VI-7
VI-8
VI-8
VI-8
VII-1
VII-1
VII-1
VII-1
VII-1
VII-1
VII-13
VII-28
VII-42
VII-42
VII-42
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1.
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1. Embrio pada tanaman jagung .............................................................
II-5
2.2. Perbedaan struktur tanaman dikotil (atas) dan monokotil
(bawah) : akar, berkas pengangkutan, pertulangan daun, dan
struktur bunga ....................................................................................
II-6
2.3. Contoh berbagai bentuk pertulangan daun pada tumbuhan
monokot .............................................................................................
II-6
2.4. Perakaran serabut dan akar adventif tumbuhan monocot .................
II-7
2.5. Penilaian sumber daya rotan dunia .................................................... II-17
2.6. Peta Pusat Daerah Sagu di Malaysia, Indonesia, Phillipina
dan Papua Nugini .............................................................................. II-55
2.7. Peta Areal Sagu di Indonesia ............................................................. II-56
2.8. Potensi Tanaman Sagu ..................................................................... II-59
2.9. Peta penyebaran Corypha, Arenga, Euqeissona dan caryota ............. II-66
2.10. Penampang membujur batang sagu ................................................... II-73
2.11. Struktur mikrokopis empelur beberapa jenis sagu ........................ II-74
2.12. Skema pembuatan gula aren ............................................................. II-100
3.1. Mikrograf kilasan electron bahian-bagian daun 1.
Eucalyptus camaldulensis 135x. 2. Ficus elastic, yang
memperlihatkan litosista berisikan sistolit. Sumber FAHN
A. (Anatomi Tumbuhan) ................................................................. III-20
3.2. Penyulingan dengan air ...................................................................... III-24
4.1. Biji kemiri yang sudah dikupas dari cangkangnya ........................... IV-4
4.2. Alat pemecah biji kemiri .................................................................. IV-5
4.3. Buah tengkawang ............................................................................. IV-7
4.4. Pohon Kalumpang (S. foetida Linn.) yang terdapat di
Universitas Hasanuddin, Makassar .................................................. IV-9
4.5. Buah kalumpang muda (A), Buah kalumpang siap panen (B) ........... IV-10
5.1. Bubuk damar ....................................................................................
V-3
5.2. Gondorukem .....................................................................................
V-6
5.3. Pabrik Gondorukem Perum Perhutani ..............................................
V-8
5.4. Kopal dari Madagaskar .................................................................... V-10
7.1. Ulatsutera .......................................................................................... VII-15
7.2. Beberapa produk hasil olahan lak : a. lak putih, b. Mica, c.
kayu yang telah dipernis, d. keripik lak, e. permen yang
menggunakan lak sebagai pelapis .................................................... VII-29
7.3. Proses penularan kutu lak : a. Seleksi bibit, b-c.
Memasukkan bibit lak dalam kantong, d. Bibit lak di bawa
ke lapangan, e. Persiapan penularan lak, f-g. Peletakan bibit
lak pada tanaman kesambi, h. Bibit lak yang telah diletakkan
di pohon ............................................................................................ VII-33
7.4. Kutu lak yang swarming dan mulai mencari tempat pada
ranting (beberapa hari setelah peletakan bibit) .................................. VII-34
7. 5. Kutu lak setelah 1 bulan penularan .................................................. VII-34
7.6. Kutu lak yang menulari ranting tanaman kesambi ........................... VII-34
vii
7.7.
7.8.
7.9.
7.10.
7.11.
7.12.
7.13.
7.14.
7.15.
8.1.
8.2.
8.3.
8.4.
8.5.
8.6.
8.7.
8.8.
8.9.
8.10.
8.11.
viii
Tujuan Khusus
Mendefinisikan, Mengidentifikasi, dan klasifikasi HHBK yang mempunyai nilai
sosial ekonomi
I-1
meliputi semua material biologi selain kayu yang di sadap dari hutan untuk
kebutuhan manusia.
Dari Buku Non-Timber Forest Product Data Base yang diterbitkan oleh
CIFOR dalam publikasi khususnya disebutkan sebagai berikut : istilah-istilah
Hasil Hutan Bukan Kayu seperti Non-timber Forest Products, Non-wood
Forest Products, Minor Forest Products, Multi-use Forest Produce,
Vernacular Forest Products, Special Forest Products yang dikemukakan oleh
setiap pengarang semata-mata untuk pertimbangan kesederhanaan.
Singkatan NTFP untuk Hasil Hutan Bukan Kayu dapat juga disebut
NWFP (non-Wood Forest Product), tapi istilah NTFP lebih sering didengar dan
mungkin lebih gampang diterima, walaupun FAO lebih memilih istilah NWFP.
Penelitian tentang Hasil Hutan Non-Kayu tidak digunakan secara konsisten hal ini
disebabkan oleh laporan produk yang tercantum dalam laporan itu berbeda untuk
tiap penulisnya sehingga susah untuk diperbandingkan. Contohnya ada dalam
beberapa definisi berikut ini :
FAO dalam www.fao.org/forestry/fop/fopw/nwfp (berlaku Juni 2001) menuliskan
definisi sebagai berikut : Hasil Hutan Bukan Kayu adalah produk biologi asli
selain kayu yang diambil dari hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang
berada di luar hutan. Hasil Hutan Bukan Kayu yang dipungut dari alam bebas,
atau dihasilkan dari hutan yang ditanami, skema agroforestry dan pohon-pohon
yang berada diluar hutan. Contoh Hasil Hutan Bukan Kayu berupa makanan atau
bahan tambahan (additive) untuk makanan (biji-bijian yang dapat dimakan,
jamur/cendawan, buah-buahan, herba, bumbu dan rempah-rempah, tumbuhan
aroma dan binatang buruan), serat (yang digunakan untuk konstruksi, furniture,
pakaian atau perlengkapan), damar, karet, tumbuhan dan binatang yang digunakan
untuk obat-obatan, kosmetika dan keperluan upacara adat (religi dan culture).
I-2
Dykstra & Heinrich, 1996 (FAO): semua materi biologi, selain kayu industri,
yang melalui proses ekosistem alam, baik untuk keperluan komersial, untuk
keperluan sehari-hari ataupun juga untuk keperluan sosial, budaya dan agama.
Sist et al., 1998 (CIFOR) menuliskan definisi yang sama, bedanya hanya
menghilangkan kata ekosistem alam dan menggantinya dengan kata hutan.
Profounds www.ntfp.org (2001) mencantumkan pemisahan yang lebih luas
dengan definisi sebagai berikut: Hasil Hutan Bukan Kayu meliputi semua bahan
biologi selain kayu yang di hasilkan dari hutan untuk kebutuhan manusia, dengan
demikian maka kayu industri digantikan oleh balok dan digunakan untuk
keperluan rumah tangga atau untuk keperluan sosial, budaya dan agama.
b.
c.
d.
Tumbuhan obat-obatan
e.
f.
I-3
3.
I-4
I-5
dengan
kekayaan
alam
hayati
yang
tinggi,
tercermin
dengan
keanekaragaman jenis satwa dan flora. Indonesia memiliki mamalia 515 jenis (12
% dari jenis mamalia dunia), 511 jenis reptilia (7,3 % dari jenis reptilia dunia),
1.531 jenis burung (17 % jenis burung dunia), 270 jenis amphibi, 2.827 jenis
binatang tak bertulang, dan 38.000 jenis tumbuhan. Jika kita mampu mengelolah
dan memanfaatkan sumber daya hutan tersebut secara lestari maka sumber daya
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sejak zaman prasejarah hasil hutan bukan kayu telah banyak dimanfaatkan
oleh manusia. Sebelum manusia mengenal peralatan logam manusia purba telah
menggunakan batu gunung dan tulang binatang sebagai alat berburu. Pada saat
itu, manusia purba hidup berburu dan meramu dan belum mengenal bangunan
I-6
rumah. Mereka tinggal di dalam gua. Pakaian mereka masih berupa kulit binatang,
daun-daun dan kulit-kulit kayu yang yang dijalin rapi. Beberapa tumbuhantumbuhan dari hutan mereka gunakan sebagai tanaman obat.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, mereka kemudian telah
mengenal teknik bercocok tanam. Mereka mulai bercocok tanaman umbi-umbian
dari hutan sebagai sumber makanan mereka dan telah menjinakkan hewan sebagai
hewan peliharaan untuk bahan makanan dan kendaraan mereka.
Selain itu,
I-7
Secara umum peranan hasil hutan bukan kayu bagi kehidupan manusia
adalah:
1. Sebagai bahan makanan seperti pati sagu, umbi-umbian (talas, gadung, suweg
dan lain-lain), biji-bijian (pangi, biji aren, biji polong-polongan dan lain-lain)
dan buah-buahan (mangga, durian, sukun)
2. Sebagai komponen bangunan (bambu dan batang aren).
3. Sebagai furniture
4. Sebagai perabot rumah tangga
5. Sebagai penghasil bahan kimia dan produk-produk industri
6. Sebagai bahan obat-obatan.
7. Sebagai bahan kosmetik
8. Sebagai bahan pengawet
9. Sebagai bahan perekat
10. Sebagai bahan minuman
11. Sebagai bahan bioenergi
12. Sebagai pewarna alami
13. Sebagai bahan kerajinan tangan
14. Sebagai bahan indutri tekstil
15. Sebagai alat musik dan olahraga
16. Sebagai makanan ternak
17. Sebagai alat mainan dan boneka
18. Sebagai senjata dan peralatan berburu
19. Sebagai bahan penghiasan (tanaman hias dan kegemaran)
20. dan lain sebagainya
Ciri ekonomi mata pencaharian masyarakat di pedesaan, terutama di
negara-negara berkembang adalah suatu keberagaman. Masayarakat desa
mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta berbagai
sumber pendapatan lainnya yang dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau dari
upah bekerja. Berdasarkan tingkat pendapatan tunai rumah tangga dan proporsi
pendapatan dari perdagangan hasil hutan bukan kayu, maka masyarakat desa yang
berkecimpung dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dapat dibagi ke dalam
tiga kategori utama yaitu :
I-8
Pengelolaan Hasil
I-10
Tujuan Khusus
Menjelaskan bambu, rotan, aren dan nipah sebagai hasil hutan bukan kayu dari
tumbuhan monokotil
II-1
Tabel 2.1. Perbedaan ciri pada tumbuhan monokotil dan dikotil berdasarkan ciri
fisik
Ciri Fisik
Monokotil
Dikotil
Bentuk akar
Memiliki sistem akar
Memiliki sistem akar
serabut
tunggang
Bentuk sumsum atau pola
Melengkung atau
Menyirip atau menjari
tulang daun
sejajar
Kaliptrogen / tudung akar
Ada tudung akar /
Tidak terdapat ada
kaliptra
tudung akar
Jumlah keping biji atau
satu buah keping biji
Ada dua buah keping
kotiledon
saja
biji
Kandungan akar dan batang
Tidak terdapat
Ada kambium
kambium
Jumlah kelopak bunga
Umumnya adalah
Biasanya kelipatan
kelipatan tiga
empat atau lima
Pelindung akar dan batang
Ditemukan batang
Tidak ada pelindung
lembaga
lembaga / koleoptil
koleorhiza maupun
dan akar lembaga /
koleoptil
keleorhiza
Bisa tumbuh
Pertumbuhan akar dan batang Tidak bisa tumbuh
berkembang menjadi
berkembang menjadi
membesar
membesar
Contoh Tumbuhan
Kelapa, Jagung, dan
Kacang tanah,
lain sebagainya
Mangga, Rambutan,
Belimbing, dan lainlain.
Pada
II-2
c. Endodermis
Endodermis batang disebut juga kulit dalam, tersusun atas selapis sel,
merupakan lapisan pemisah antara korteks dengan stele. Endodermis
tumbuhan Angiospermae mengandung zat tepung, tetapi tidak terdapat
pada endodermis tumbuhan Gymnospermae.
d. Stele/Silinder Pusat
Merupakan lapisan terdalam dari batang. Lapis terluar dari stele disebut
perisikel atau perikambium. lkatan pembuluh pada stele disebut tipe
kolateral yang artinya xilem dan floem. Letak saling bersisian, xilem di
sebelah dalam dan floem sebelah luar.
Antara xilem dan floem terdapat kambium intravasikuler, pada
perkembangan selanjutnya jaringan parenkim yang terdapat di antara berkas
pembuluh angkut juga berubah menjadi kambium, yang disebut kambium
intervasikuler. Keduanya dapat mengadakan pertumbuhan sekunder yang
mengakibatkan bertambah besarnya diameter batang.
Pada tumbuhan dikotil, berkayu keras dan hidupnya menahun,
pertumbuhan menebal sekunder tidak berlangsung terus-menerus, tetapi hanya
pada saat air dan zat hara tersedia cukup, sedang pada musim kering tidak terjadi
pertumbuhan sehingga pertumbuhan menebalnya pada batang tampak berlapislapis, setiap lapis menunjukkan aktivitas pertumbuhan selama satu tahun, lapislapis lingkaran tersebut dinamakan Lingkaran Tahun.
2. Batang Monokotil
Pada batang monokotil, epidermis terdiri dari satu lapis sel, batas antara
korteks dan stele umumnya tidak jelas. Pada stele monokotil terdapat ikatan
pembuluh yang menyebar dan bertipe kolateral tertutup yang artinya di antara
xilem dan floem tidak ditemukan kambium. Tidak adanya kambium pada
monokotil menyebabkan batang monokotil tidak dapat tumbuh membesar, dengan
perkataan lain tidak terjadi pertumbuhan menebal sekunder. Meskipun demikian,
ada monokotil yang dapat mengadakan pertumbuhan menebal sekunder, misalnya
pada pohon Hanjuang (Cordyline sp) dan pohon Nenas seberang (Agave sp).
II-3
yang
berbilangan tiga.
Tumbuhan monokotil dan dikotil yang lebih populer dengan sebutan
tumbuhan monokot dan dikot adalah tumbuhan yang tergabung dalam kelompok
tumbuhan berbunga atau tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae). Kelompok
tumbuhan ini dapat dibedakan dengan kelompok tumbuhan berbiji terbuka
(Gymnospermae) karena sebagal berikut :
1. Adanya megasporangia atau bakal biji (ovule) yang diselimuti oleh
megasporofil atau dinding buah (carpel). Penyelimutan dinding buah ini
dapat melindungi bakal biji dalam perkembangannya menjadi biji. Akan
tetapi, proses pembuahannya menjadi Iebih rumit sehingga terjadilah
bentuk-bentuk kepala putik yang khusus sebagai hasil adaptasi agar
terjadinya proses penyerbukan dan pembuahan menjadi lebih mudah.
Megasporofil yang menyelimuti bakal biji tersebut secara keseluruhan
membentuk putik (pistil) yang merupakan bentuk dasar dan organ kelamin
betina atau gynoecium. Pada bagian ini terdapat kepala putik (stigma)
yang merupakan tempat melekatnya tepung sari. Kepala putik ini kadangkadang mempunyai tangkai pendek atau panjang yang sedemikian rupa
sehingga memudahkan tepung sari dapat melekat pada kepala putik.
2. Adanya mikrosporofil atau benang sari (stamen) yang merupakan bentuk
dasar dan organ kelamin jantan atau androecium. Benang sari terdiri dari
tangkai sari (filament) dan kepala sari atau kotak sari (anther).
3. Adanya daun steril yang mengelilingi putik dan serbuk sari merupakan
bentuk dasar dan perhiasan bunga (pennth) yang terdiri dan kelopak (calix)
dan mahkota (corolla)
4. Adanya bunga yang merupakan gabungan antara kelopak, mahkota,
gynoecium, dan androecium.
Tumbuhan monokot ada yang berupa tumbuhan akuatik (misalnya eceng
gondok), semi akuatik (genjer), epifit (anggrek) dan teresterial. Bentuk
II-4
Tumbuhan monokot dapat dibedakan dengan tumbuhan dikot berdasarkan ciriciri khas sebagai berikut:
1. Embrio (Gambar 2.1.) pada tumbuhan monokot hanya mempunyai keping
biji (kotiledon) satu sehingga daun pertama yang tumbuh juga hanya satu.
II-5
Gambar 2.3. Contoh berbagai bentuk pertulangan daun pada tumbuhan monokot
II-6
Bentuk perhiasan bunga yang sama tersebut dapat berbentuk seperti sepal
(sepaloid), atau petal ( petaloid ) saja. Pada beberapa anggota tumbuhan
monokot, bagian perhiasan bunganya tereduksi atau bahkan sampai tidak ada
sama sekali. Bunga tumbuhan monokot pada umumnya mempunyai benang
sari sebanyak enam buah, yang mempunyai benang sari banyak hanya pada
beberapa genera.
Sebaliknya terdapat juga anggota yang benang sarinya tereduksi menjadi tiga
atau kurang, bahkan kadang-kadang berubah menjadi starminodia. Organ
kelamin betina pada dasarnya terdini dan tiga dinding buab, tetapi ada anggota
sub klas Alismatidae yang hanya mempunyai beberapa dinding mempunyai
dinding buah banyak
5. Akar (Gambar 2.2. dan 2.4.) tumbuhan monokot merupakan akar dengan
diameter akar satu dengan lainnya relatif sama. Hal ini disebabkan karena
tidak adanya kambium sehingga diameter akar akan tetap besarnya selama
berlangsungnya pertumbuhan primer. Pada beberapa anggota tumbuhan
monokot mempunyai akar yang tumbuh pada batang dekat permukaan tanah
yang berfungsi sebagai penguat batang.
II-7
Hydrocharitaceae
Najadales
Aponogetonaceae
Scheuchzeriaceae
Juncaginaceae
Potamogetonaceae
Ruppiaceae
Najadaceae
Zannichelliaceae
Posidoniaceae
II-8
Arecidae
Commelinidae
Zingiberidae
Ordo
Famili
Cymodoceaceae
zosteraceae
Triuridales
Petrosaviaceae
Triuridaceae
Arecales
Palmae (Arecaceae)
Cyclanthales
Cyclanthaceae
Pandanales
Pandanaceae
Arales
Araceae
Lemnaceae
Commelinales
Rapateaceae
Xyridaceae
Mayacaceae
Commelinaceae
Eriocaulales
Eriocaulaceae
Restionales
Flagellariaceae
Joinvilleaceae
Restionaceae
Centrolepidaceae
Juncales
Juncaceae
Thurniaceae
Cyperales
Cyperaceae
Gramineae (Poaceae)
Hydatellales
Hydatellaceae
Typhales
Sparganiaceae
Typhaceae
Bromeliales
Bromeliaceae
Zingiberales
Strelitziaceae
Heliconiaceae
Musaceae
Lowiaceae
II-9
Lilidae
Ordo
Famili
Zingiberaceae
Cannaceae
Marantaceae
Liliales
Philydraceae
Pontederiaceae
Haemodoraceae
Cyanastraceae
Liliaceae
Iridaceae
Velloziaceae
Aloeaceae
Agavaceae
Xanthorrhoeaceae
Hanguanaceae
Taccaceae
Stemonaceae
Smilacaceae
Dioscoreaceae
Orchidales
Geosiridaceae
Burmanniaceae
Corsiaceae
Orchidaceae
II-10
merugikan dan juga bersifat menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Peranan yang merugikan disebabkan banyak sekali anggota tumbuhan
monokot yang berperan sebagai gulma di danau, waduk, kolam, pengairan, sawah,
atau lahan pertanian. Gulma yang terdapat di danau, waduk, atau kolam akan
dapat mempercepat proses pendangkalan sehingga mengurangi daya tampung air
dan merusak habitat ikan. Gulma yang terdapat di perairan dapat mengganggu
pelayaran. Pada pengairan teknis, gulma dapat menyumbat pintu-pintu air dan
mempercepat pendangkalan saluran sehingga mengurangi debit air yang
diperlukan manusia. Gulma yang terdapat di sawah dan lahan pertanian dapat
memperkecil produksi pertanian.
Peranan yang menguntungkan disebabkan sebagian besar bahan makanan
pokok manusia merupakan anggota tumbuhan monokot. Beberapa kegunaan
tumbuhan monokot bagi manusia sebagai berikut :
1. Sumber karbohidrat: terutama tanaman serelia, tanaman umbi-umbian dan
beberapa tanaman palma.
2. Sumber minyak goreng: terutama anggota famili Palmae dan beberapa
anggota famili Gramineae.
3. Sumber bumbu dan rempah: terutama anggota famili Zingeberaceae.
4. Sumber bahan kerajinan dan bangunan : anggota famili Palmae,
Pandanaceae, Cyperaceae, dan Gramineae.
5. Sumber Tanaman Hias : terutama anggota famili Orchidaceae dan banyak
anggota famili lainnya.
6. Sumber kebutuhan lainnya.
II-11
II-11
2.5.1.1. Penyebaran
Rotan merupakan salah satu tumbuhan khas di daerah tropis yang secara
alami tumbuh pada hutan primer maupun hutan sekunder, termasuk pada daerah
perladangan berpindah dan belukar. Secara umum rotan dapat tumbuh pada
berbagai keadaan, seperti : di rawa, tanah kering, dataran rendah, pegunungan,
tanah kering berpasir, tanah liat berpasir yang secara periodik digenangi air atau
sama sekali bebas dari genangan air. Jenis tanah yang dapat ditumbuhi rotan
adalah tanah alluvial, latosol dan regosol. Pertumbuhan terbaik pada daerahdaerah lereng bukit yang cukup lembab dengan ketinggian antara 0 2900 m.dpl.
dan memiliki iklim basah sampai kering.
Menurut hasil inventarisasi yang dilakukan Direktorat Bina Produksi
Kehutanan, dari 143 juta hektar luas hutan di Indonesia diperkirakan hutan yang
ditumbuhi rotan seluas kurang lebih 13,20 juta hektar, yang tersebar di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan pulau-pulau lain yang memiliki hutan alam. Dari
hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan
Wilayah XV Makassar bahwa di Sulawesi Selatan ditaksir sekitar 673.166 ha
yang tersebar di CDK Luwu, CDK Mamuju, CDK Mapilli, dan CDK Bila.
Produksi rotan di Sulawesi Selatan menurut Dinas Kehutanan pada tahun 1996
mencapai 2.627.361 ton/tahun.
Pendugaan areal rotan lebih sulit karena rotan merupakan salah satu
tumbuhan hutan yang penyebarannya tidak merata. Rotan tumbuh berumpun atau
soliter dalam kelompok-kelompok hutan secara sporadis dan kehadirannya
sebagai tegakan tidak nampak jelas, karena tumbuhnya merambat pada pohonpohon lain disekitarnya (inang).
Pengetahuan tentang penyebaran rotan masih sedikit. Diperkirakan lebih
dari 516 jenis rotan yang terdapat di Asia Tenggara, termasuk 11 marga.
II-12
Beberapa jenis tersebar luas, sedangkan jenis lainnya sangat terbatas, tetapi pola
penyebarannya belum diketahui secara pasti. Jenis-jenis rotan tersebut adalah :
Calamus 333 jenis, Daemonorops 122 jenis, Korthalsia 30 jenis, Myrialepis 2
jenis, Calopatha 2 jenis, Bejaudia satu jenis, Ceratolobus 6 jenis, beberapa jenis
dari genus Carnera dan Scizophata.
Jenis rotan terbanyak dan tersebar luas adalah dari marga Calamus yang
menyebar dari Afrika Barat sampai kepulauan Fiji, dan dari Cina Selatan sampai
Selandia Baru. Pusat keragaman jenis rotan ditemukan di Semenanjung Malaya,
yaitu pada daerah pusat dangkalan Sunda sebagai salah satu daerah beriklim
basah, dimana ditemukan delapan dari sembilan marga rotan yang terdapat di Asia
Tenggara. Makin jauh lokasi dari daerah tersebut makin kurang jumlah
keragamannya. Tiga marga rotan ditemukan di Afrika Barat menunjukkan ciri
tumbuhan primitif, yaitu Calosphta, Myrialeps dan Plectocomiopsis. Dengan
demikian di duga bahwa Afrika Barat merupakan daerah asal rotan yang termasuk
anak suku Lepidocaryoideae.
Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih
306 species telah teridentifikasi dan menyebar di semua pulau di Indonesia. Dari
keseluruhaan yang telah teridentifikasi tersebut, sebanyak kurang lebih 50 jenis
diantaranya telah dipungut, dipakai, diolah, dan diperdagangkan sejak lama oleh
penduduk Indonesia yang tinggal di sekitar hutan untuk memenuhi permintaan
lokal dan internasional. Dari delapan genera terdapat dua genera rotan yang
bernilai ekonomi tinggi adalah Calamus dan Daemonorops. Jumlah total rotan
yang sudah ditemukan dan digunakan untuk keperluan lokal mencapai kurang
lebih
128
jenis.
Sementara
itu,
rotan
yang
sudah
umum
II-13
di Indonesia
diperkirakan hanya 5,6 juta ha. Dari 16 propinsi yang telah di survey potensi
penyedian rotannya pertahun adalah sebesar 573.890 ton/tahun. Bagaimana
kondisi sekarang ?
Tabel 2.3. Potensi produksi rotan Indonesia
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Propinsi (ton/tahun)
Aceh
Riau
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Bengkulu
Sumatera Selatan
Lampung
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Barat
Jumlah
Sumber : Departemen Kehutanan, 1983
Potensi Produksi
45.000
2.800
6.000
34.000
6.900
23.100
5.000
24.000
92.500
24.000
7.000
11.650
87.000
18.400
150.000
36.000
573.890
Dari data tersebut dapat diprediksi data riil sepuluh kali lipat sampai
duapuluh kali lipat dari data yang ada. Sehingga potensi yang sebenarnya sangat
tinggi. Yang perlu diwaspadai adalah kemampuan produksi, perubahan luas areal
hutan yang semakin meningkat, dan potensi yang tinggi semakin jauh dari
pemukiman masyarakat lokal.
Perkiraan hasil yang dilaporkan untuk perkebunan Calamus trachycoleus
dan C. caesius di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Secara umum
Calamus trachycoleus dikatakan siap di panen pada umur 7 10 tahun setelah di
II-14
tanam dengan produksi 1 3.5 ton/ha, 2,2 3,9 ton/ha, dan 7 ton/ha. Sedangkan
untuk C. caesius dengan masa panen 9 10 tahun setelah penanaman dengan
hasil beragam dari 3.5 ton/ha. 5 7,5 ton/ha rotan hijau dan 2,3 3,1 ton/ha.
Jumlah
tersebut terbagi atas berdasarkan asal tujuan antar pulau, yaitu dari Kalimantan
sebesar 29,8 %, dari Sulawesi sebesar 69 %, dan dari daerah lainnya sebesar 1.2
%. Tujuan pemasaran rotan antarpulau terbesar masih Surabaya (69 %), Jakarta
(7 %), Sampit Kalimantan Tengah (14 %), dan daerah lain (10 %).
Rotan Indonesia sampai dengan tahun 1980 telah memberikan kontribusi
terbesar dalam memenuhi keperluan rotan dunia, yaitu sebesar 73,8 % atau
sebesar 81.26 ribu ton dari total 111,2 ribu ton perdagangan rotan dunia. Negara
tujuan utama perdagangan rotan adalah Hongkong, Singapura, Taiwan dan Negara
maju lainnya. Berdasarkan data dari BPS Jakarta, dari tahun 1993 sampai 2002,
ada 25 negara menjadi tujuan ekspor rotan.
luas
baik
orang
dipedalaman
maupun
diperkotaan.
Pemanfaatannya begitu penting sehingga muncul istilah kalau tidak ada rotan
akar-pun jadi.
Rotan berasal dari bahasa melayu yang berarti nama dari sekumpulan jenis
tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut Lepidocaryodidae,
Lepidocaryodidae berasal dari bahasa Yunani yang berarti mencakup ukuran
II-15
buah.
Kata rotan dari bahasa melayu diturunkan dari raut yang berarti
128
jenis.
Sementara
itu,
rotan
yang
sudah
umum
Magnoliophyta
Classis/kelas
Liliopsida
Arecidae
Ordo / Bangsa
Arecales
Famili / Suku
Arecaceae
Sub-Family/Anak suku
Lepidocaryoideae
Genus / Marga
II-16
II-17
2 Semambu
3 Sega/taman
4
5
6
7
8
9
Irit
Tohiti
Batang/air
Pulut/bolet
Pulut putih
Seuti
10 Taman,
Sego
11 Sega air
12 Sega batu
13
14
15
16
Jermasin
Tabu-tabu
Jernang
Getah
17 Datu
Nama Botanis
Calamus manna Miq.
II-18
Epek
Rawa
Samuli
Arasulu
Buluk
Terumpu
Hoa
Nama Botanis
Calamus javanensis Bl.
Calamus filiformis Becc.
Daemonorops lamprolepis
Becc
Calamus schistacanthus
Bl.
Calamus symhysipus Mart
Daemonorops longopes
Mart
Calamus warbugii K.
Schum
Daemonorops
melanochaetes Becc
Daemonorops fissus
Calamus burchianus Becc
Calamus polystachys Becc
Khorthalsia flagellaris
Miq.
Calamus scabidulus
Khorthalsia celebica Bl
Khorthalsia scaphigera
Mart
Calamus ciliaris Bl.
Khorthalsia echinomerta
Becc
Calamus oleyanus Becc
Calamus marginatus
Mart.
Daemonorops rubra Bl.
Calamus crinatus Bl.
Calamus mucronatus
Becc
Calamus melanoloma
Mart
Calamus tolitoliensis Becc
Calamus tenuis
Calamus picicapus Bl
Calamusrumpii Bl
Calamus hispidulus Becc
Calamus muricatus
Calamus didymocarpus
Warb
II-19
Nama lokal
Lambang
Selutup
Kidang
Leluo
Nama Botanis
Calamus sp.
Calamus optimus Becc.
Calamus sp.
Calamus maximus
II-20
Getah jernang yang dihasilkan dari buah rotan Jernang telah diperdagangkan sejak lama untuk tujuan ekspor, paling tidak telah tercatat dalam
data ekspor sejak tahun 1918. Pada saat itu, daerah pelabuhan utama ekspor
getah jernang adalah pelabuhan Pontianak (Kalimantan), Belawan (Medan),
Palembang, Jambi, Tanjung Balai Riau, dan Bagan Siapi-Api, dengan tujuan
ekspor Malaysia dan Singapura.
II-21
dataran rendah sampai pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Selain
itu, rotan ini tumbuh di daerah belukar dengan iklim basah.
Rotan semambu memiliki nama lokal sumambu (Batak Karo), simambo
(BatakToba), simambu (Minangkabau), semambu (Lampung), semabu (Kalbar), dan tantuwo (Dayak-Kalteng)
Batang rotan ini dapat mencapai tinggi lebih dari 20 m. Diameter
batangnya 3 cm dan ruas batang dapat mencapai 30 cm atau lebih. Batangnya
berwarna cokelat kemerah-merahan kalau sudah kering.
Daunnya berbentuk majemuk menyirip, panjang daun mencapai 2 m,
daun terdiri atas anak-anak daun berbentuk lanset, dan pada ujung daun
terdapat sulur panjat. Panjang tangkai daun 1 m; pelepah dan tangkai daun
tumbuh duri.
Bunganya ada dua macam, yaitu bunga yang subur dan bunga yang
mandul. Bunga yang subur berbentuk cemeti dan berduri yang fungsinya untuk
memanjatkan batangnya ke pepohonan kayu. Bunga yang subur ber bentuk
malai panjang. Bunga jantan dan betina terletak pada pohon yang berlainan.
Buahnya berbentuk lonjong, panjang buah 1,5 cm, dan kulit buah bersisik.
Rotan semambu telah dikenal dalam perdagangan Internasional sejak
awal abad XIX. Tujuan ekspor rotan ini antara lain ke benua Eropa. Karena
kekuatan dan keuletannya, rotan ini banyak digunakan untuk tongkat pendaki
gunung, tongkat ski, gagang payung, dan cambuk. Rotan ini juga banyak
dipakai untuk rangka pembuatan mebel.
II-22
II-23
dan kering berwarna kuning muda. Batang dari jenis rotan mantang banyak
dipakai untuk keperluan pembuatan bahan baku mebel.
Daun rotan ini berbentuk majemuk menyirip, panjang pelepah daun
kurang lebih 4 m, dan bangun anak daun lanset. Pelepah daun berwarna hijau
gelap dan ditumbuhi duri-duri tajam berwarna hitam yang panjangnya 4 cm
dan lebar dasar 1 cm.
Buahnya bulat telur agak runcing di ujungnya, panjang buah 3 cm dan
lebar 2 cm. Buah ditutupi oleh kulit yang bersisik. Daging buahnya oleh
sebagian masyarakat sering dimakan yang rasanya agak masam.
II-24
majemuk
memanjang, letak anak daun pada tangkai daun hampir tidak beraturan.
Bunganya berbentuk malai, di mana bunga jantan dan betina masingmasing terletak pada pohon yang berbeda. Panjang malai mencapai 1,5 m.
Buahnya berbentuk bulat.
II-25
Daun rotan ini termasuk majemuk menyirip, tiap daun terdiri atas
kurang lebih 40 pasang anak daun. Bentuk anak daun bervariasi dari bentuk
lanset sampai bulat telur lanset sunsang. Pelepah dan tangkai daunnya
diselimuti duri yang tajam dan rapat. Bunganya tersusun dalam tandan
berbentuk malai, berukuran panjang dan letaknya menggantung. Buahnya tidak
terlalu besar, panjang buah kurang lebih 3 cm, bersisik, dan berbentuk lonjong.
Diameter batangnya cukup besar, kuat, dan kokoh, maka rotan ini banyak dipakai untuk rangka kursi, meja, tempat tidur, sofa, dan rangka furnitur
lainya.
II-26
II-27
II-28
Rotan ini tumbuh secara berumpun dan jumlah tiap rumpun dapat mencapai 10 batang. Panjang batang bila sudah dewasa mencapai 40 m, diameter
batang 2,5 cm, dan panjang ruas 50 cm. Batang rotan balukbuk berwarna
kecokelat-cokelatan. Ujung batang (umbut) yang masih muda dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk sayuran.
Daun rotan balukbuk berbentuk majemuk menyirip dan bentuk anak
daun lanset. Panjang daun mencapai 3 m, panjang anak daun 60 cm dan lebar 2
cm - 4 cm.
Bunganya tongkol majemuk, ibu tongkolnya bercabang-cabang dan
sebelah luarnya diselimuti seludang. Bunga muncul dari ujung batang. Buahnya yang masak berwarna merah kekuning-kuningan dan besar buah antara 2,3
cm - 2,85 cm.
Batang rotan ini menjadi bahan baku untuk pembuatan tali pengikat,
bahan anyaman dan kerajinan yang banyak dipakai di daerah Jawa Barat.
II-29
II-30
batang bersama pelepahnya 4 cm, dan bila telah dibersihkan dan dirunti
diameter batangnya hanya 2,5 cm, panjang ruas 35 cm.
Bentuk daunnya majemuk menyirip, panjang keseluruhan daun
mencapai 3,5 m, termasuk tangkai daun 30 cm dan sulur panjat 1,5 m. anak
daun panjangnya 35 cm dan lebar 1,5 cm. Pelepah dan tangkai daun ditumbuhi
duri yang rapat dan tajam; panjang duri 2,5 cm dan lebar dasar duri 5 mm.
II-31
II-32
Karena rotan tohiti memiliki sifat liat, keras, dan tidak mudah
dibelah, maka sangat baik untuk bahan pembuatan mebel, penahan pasir di
gurun pasir, sandaran kapal, pengisi batang sepeda, dan pengganti kerangka
beton baja.
Rotan loluo banyak ditemukan di Sulawesi Tengah pada daerah pegunungan dengan ketinggian 1000 m - 2000 m di atas permukaan laut. Rotan ini
kebanyakan tumbuh di punggung dan lereng bukit.
Rotan loluo tumbuh secara berumpun dan panjang tiap batang dapat
melebihi 80 m. Diameter batang rotan ini sekitar 3 cm - 8 cm dan ruas batang
berkisar 25 cm - 40 cm. Warna batang kemerah-merahan dan bila sudah kering
akan berwarna kuning.
II-33
II-34
batang tidak rata dan buku-bukunya menonjol. Warna batang cokelat kusam
dan intinya berwarna cokelat muda. Batang rotan dahan ini mudah dibelah.
Batang rotan ini biasanya dipakai untuk pembuatan keranjang.
Panjang daun rotan dahan mencapai 1,5 m, termasuk tangkai daun 10
cm dan sulur panjat 75 cm. Bentuk daun menyirip majemuk, sedangkan anak
daun berbentuk belah ketupat yang menempel secara berselang-seling.
II-35
Rotan lowa tumbuh secara berumpun dan panjang batang jika sudah tua
berkisar antara 25 m - 30 m. Rotan ini menjalar naik di antara dahan dan
ranting di hutan.
Batangnya yang sudah bersih berbentuk segi tiga dan berdiameter
antara 10 mm - 25 mm, tetapi bila masih dibalut pelepah, diameter batang
dapat mencapai 60 mm. Panjang ruas batang berkisar 15 cm - 50 cm.
Permukaan batang yang sudah kering berwarna cokelat sebam kusam, begitu
pula dengan warna intinya.
Daun rotan lowa berbentuk menyirip majemuk dan panjang daun 3 m,
termasuk sulur 1 m. Anak daun berbentuk lanset, jumlah anak daun pada satu
bagian 20 buah, panjang anak daun 40 cm, dan lebar 4 cm. Batang rotan lowa
digunakan untuk pembuatan keranjang, selain sebagai tali pengikat.
II-36
II-37
sedangkan panjang sulur mencapai 40-100 cm. Anak daun berbentuk lanset
dan duduk berhadapan. Setiap anak daun berwarna hijau gelap, panjang 30 cm,
dan lebar di bagian tengah 2 cm. Pelepah daun diselimuti duri yang tersusun
berbaris sejajar mengelilingi pelepah. Pada pinggiran pelepah daun, dekat anak
daun, tumbuh duri-duri yang cukup panjang.
II-38
II-39
II-40
II-41
b.
Kegunaan pucuk rotan (umbut) dan buah untuk sayuran dan bumbu masak
sebanyak 9 jenis rotan.
c.
Kegunaan rotan untuk atap (daun) dan konstruksi tulangan beton sebanyak
2 jenis.
d.
e.
2.5.2. Bambu
Bambu merupakan salah satu jenis hasil hutan ikutan (Hasil Hutan Bukan
Kayu) yang dikenal luas oleh masyarakat, baik masyarakat pedesaan terutama
masyarakat yang berkecimpung langsung dengan pemanfaatan dan pemungutan
HHBK bambu maupun masyarakat yang lebih luas yang memanfaatkan HHBK
bambu dalam kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya bambu ialah nama kumpulan bagi rumput-rumputan berbentuk
pohon kayu atau perdu yang melengkung,
II-42
Cephalostachyum
Dendrocalamus
Jumlah Jenis
+ 37
11
+ 29
Penyebaran
Asia tropis dan subtropics terutama yang
beriklim angin musim dan tropis basah,
sebagian besar dibudidayakan
Dari Timurlaut Himalaya sampai Thailan
dan Mindoro; dari gunung sampai dataran
rendah
Dari dataran India sampai Asia Tenggara;
daerah tropis kering dan lembab
II-43
Penyebaran
Malaysia, Pegunungan dan dataran
rendah, hutan keruing
Holttumocholoa
3
Semenanjung Malaya
Kinabaluchloa
2
Malaysia; hutan Montana
Maclurochloa
1
Semenanjung Malaya, hutan dataran
tinggi
Melokalamus
1
Bangladesh, India, Burma, Thailand, Cina
daerah selatan; dataran rendah
Nastus
+ 15
Indonesia, Papua Newgini; hutan Montana
Neohouzeaua
2
Bangladesh sampai Thailand; liar atau
dibudidayakan di dataran rendah
Pseudostachyum
1
Burma dan India
Racemobambus
+ 16
Malaysia; terutama di Montana
Schizostachyum
+ 30
Asia Tenggara, liar atau dibudidayakan
terutama di dataran rendah
Soejatmia
1
Semenanjung Malaya; liar, di dataran
rendah dan pegunungan
Sphaerobambus
3
Malaysia, hutan dataran rendah
Thyrsostachys
2
Thailand sampai Victoria, dataran rendah
kering
Vietnamosasa
3
Thailand sampai Vietnam; padang rumput
kering, dataran rendah sampai hutan
pegunungan
Yushania
2
Taiwan sampai Sabah; hutan dataran
tinggi
Sumber : Pengembangam Budidaya Bambu, Departemen Kehutanan, 1996
2.5.2.2. Budidaya Tanaman Bambu
Dengan meningkatnya industri atau kerajinan yang memakai komoditas
bambu sebagai bahan produksinya, maka kebutuhan akan bambu juga meningkat.
Namun pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dapat sepenuhnya, tergantung pada
persedian alam. Untuk itu tanaman bambu harus dibudidayakan secara intensif
agar kebutuhan akan bambu sebagai bahan baku produksi dapat terjamin.
Dalam pembudidayaan bambu, hal yang harus diperhatikan adalah
menentukan media tumbuhnya. Karakteristik dari media tumbuh tersebut akan
sangat berpengaruh terhadap tumbuhan yang akan ditanam, tapi tidak berlaku
mutlak untuk tanaman bambu. Berbagai keaadaan tanah dapat ditumbuhi bambu
mulai dari tanah berat sampai ringan, tanah kering sampai becek dan dari tanah
subur sampai tanah kurang subur. Tanaman bambu mempunyai daerah
II-44
penyebaran yang cukup luas, baik penyebaran vertical maupun horizontal. Dengan
demikian hampir semua jenis bambu dapat tumbuh pada berbagai tempat di
Indonesia.
Dalam pengembangbiakan tanaman bambu, ada dua cara yang dikenal
yaitu cara generatif dan vegetatif. Dibandingkan tanaman yang dilakukan secara
vegetatif, tanaman yang berasal dari benih/biji (generatif) membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk mencapai ukuran normal.
Cara yang umum dilakukan dalam pengembangbiakan vegetatif adalah
dengan stek batang, stek cabang dan stek rhizom. Ketiga cara ini biasanya
dicocokkan lagi dengan jenis bambu yang akan ditanam. Di pulau Jawa, orang
jarang menggunakan stek , tetapi dalam kebanyakan hal mereka memakai
potongan-potongan akar (Rhizom), jenis bambu yang banyak berhasil diterapkan
dengan cara ini misalnya adalah : Bambusa bambus, Bambusa spinosa, dan
Bambosa vulgaris.
Tanaman
bambu
yang
dibudidayakan
perlu
juga
pemeliharaan.
Pemeliharaan bambu dapat dibagi dua tahap yaitu tahap sebelum mencapai
perumpunan normal, dan tahap setelah perumpunan normal. Pemeliharaan tahap
pertama meliputi penyiangan dan penggemburan tanah sekitar tanaman, dan
pemeliharaan tahap kedua yaitu melakukan pemangkasan cabang bawah sekitar 2
3 meter serta penimbunan dasar rumpun dengan tanah. Meskipun tanaman
bambu pemeliharaan namun dalam pelaksanaannya tidak bgitu intensif, sehingga
tidak mrepotkan pemiliknya. Tindakan pemeliharaan tanaman bambu antara lain
pemangkasan, penyiangan, pembumbungan dan pemupukan.
Sama halnya dengan tanaman lain, bambu juga perlu diberi pupuk. Selain
mempercepat pertumbuhan, pemupukan juga berguna untuk meningkatkan jumlah
batang dan rebung. Pupuk yang digunakan tanaman bambu adalah 15-15-15
NPK, Urea, TSP dan KCl. Dosis pupuk yang digunakan belum ada ketentuan
yang pasti karena berapapun pupuk yang diberikan pasti diserap tanaman bambu.
Tanaman bambu tergolong tumbuhan yang banyak menyerap unsur hara,
sedangkan unsure hara yang dikembalikan ke tanah relatif kecil. Pemupukan
dengan menggunakan 15-15-15 NPK (masing-masing 100, 100, 100, kg/ha) dapat
II-45
meningkatkan hasil buluh dan rebung. Pemupukan dilakukan pada awal dan akhir
musim hujan.
Tanaman yang dijuluki The Poor Man Timber ini ternyata juga tidak
dapat luput dari serangan hama dan penyakit. Umumnya jenis gangguan yang
dialami tanaman bambu adalah hama uret, kumbang bubuk atau hama buku dan
rayap. Hama perusak bambu dibagi menjadi dua golongan yaitu agen biosis dan
agen abiosis. Termasuk dalam agen biosis adalah bakteri, cendawan, rayap,
serangga penggerek serta burung pelatuk. Sedangkan agen abiosis melibatkan api,
keausan mekanis dan kelapukan. Dari sekian jenis hama yang disebutkan tadi,
maka kumbang bubuk atau serangga penggereklah yang sangat ekstrim dalam
melakukan perusakan tanaman, ini disebabkan karena jenisnya banyak dan
merusak dengan cara memakan jaringan bambu bahkan dijadikan tempat untuk
bertelur.
Sebenarnya masih banyak kumbang penggerek yang dapat merusak
tanaman bambu, tapi yang sudah teridentifikasi diantaranya adalah Dinederus
minitus, D. brevis, Conarthus filiformis, C. paraestus, Tillus notalis dan
Mycolandra exarata. Khusus untuk kumbang bubuk (hama penggerek), tidak
semua jenis bambu disukainya. Sebenarnya yang disukai oleh hama ini adalah zat
pati yang terdapat dalam jaringan serat bambu, setiap jenis bambu memiliki
kandungan pati yang berbeda-beda. Sebagai contoh bambu apel lebih disukai
hama bubuk karena kandungan patinya lebih tinggi dari pada bambu betung,
bambu wulung, atau bambu bambu apus.
Dari identifikasi penyakit, yang diderita oleh tanaman bambu yaitu pada
saat proses pembibitan. Dalam pembibitan, yang sering menyerang adalah
dumping off yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani, tetapi dapat dibasmi
dengan fungisida.
yaitu
waktu tebang yang tepat. Maksudnya adalah batang bambu yang ditebang sudah
cukup tua. Misalnya bambu yang digunakan untuk barang kerajinan sebaiknya
diambil setelah berumur tigatahun. Bila bambu yang diambil terlalu muda, maka
II-46
kurang baik hasilnya. Adapun musim yang tepat untuk pemanenan bambu adalah
pada awal musim kemarau atau diakhir musim penghujan.
Pada waktu
pemanenan sebaiknya pada awal atau saat musim kemarau. Hal ini dimaksudkan
bila dipanen di musim kemarau maka kadar air buluh pada bambu sangat rendah
juga bambu tidak mudah terserang hama pengebor buluh.
Selain tepatnya waktu penebangan, hal yang tidak kalah pentingnya adalah
cara penebangan. Dalam pemanenan bambu, kita mengenal dua cara penebangan
yaitu tebang pilih dan tebang habis. Cara tebang pilih yakni memilih buluh yang
sudah tua saja dengan tebangan berkisar 25 50 % buluh yang cukup tuah perrumpun. Setelah 1 2 tahun, penebangan berikutnya kembali dilakukan.
Kelemahan dari cara ini yaitu memakan waktu lebih lama dan juga membutuhkan
keahlian khusus dalam pengerjaannya.
Alternatif lain adalah system tebang habis yang memang dirasakan lebih
menguntungkan . Namun, cara ini kelemahannnya lebih banyak lagi. Rumpun
yang sudah ditebang tidak dapat menghasilkan rebung atau menghasilkan rebung
yang berukuran lebih kecil
II-47
setiap aspek
II-48
b.
c.
d.
Konstruksi (Tiang rumah, pagar, sebagai pengganti pipa saluran air di daerah
pegunungan, atap rumah, lantai, dinding, plafon, bambu cement)
e.
f.
g.
h.
i.
Tanaman hias
j.
II-49
dalam perhitungan jumlah konsumsi , berikut ini adalah data statistik konsumsi
bambu di Indonesia.
Selain untuk berbagai macam kegunaan, tanaman bambu itu sendiri
ternyata dapat dijadikan hiasan yang indah di halaman rumah misanya bambu
china (Phyllostachys spp.). Bambu china jika ditata dengan selaras akan
memberikan nuansa yang asri dan sejuk serta memiliki daya tarik tersendiri.
Sedangkan bambu
dijadikan tanaman hias dan dapat dijadikan tanaman obat, juga menurut
kepercayaan sebagian orang, bambu ini sanggup mengusir roh-roh jahat yang ada
disekitar rumah dimana bambu tersebut ditanam. Terlepas dari benar atau
tidaknya mitos tersebut, paling tidak kita telah mengetahui dan mengakui bahwa
tanaman bambu adalah tanaman yang sudah teruji banyak kegunaannya.
tangan, mebel, bahan makanan (rebung) sumpit, tanaman hias dan lain-lain.
Selain untuk dipasarkan di dalam negeri, Indonesia juga mengekspor
komoditas ini ke berbagai negara. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir yaitu
dari tahun 1992-1997 ini negara yang menjadi tujuan pasar atau ekspor bambu
adalah jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapore, Arab Saudi, Amerika Serikat
II-50
dan beberapa negara besar di belahan Eropa misalnya Inggris, Belanda, Francis,
Jerman, Belgia, Austria, Denmark, Italy, Spanyol dan Rusia.
Melihat data ekspor di atas, bambu dari tahun ke tahun menunjukkan
kenaikan dan penurunan atau bisa dikatakan tidak stabil. Hal ini bisa saja
dikarenakan semakin banyaknya negara pesaing ekspor, dan beraneka ragamnya
permintaan negara pengimpor yang kadang membuat harga tidak stabil. Untuk
dapat meningkatkan ekspor barang-barang kerajinan bambu, perlu kiranya tetap
dilanjutkan upaya pembinaan pemerintah yang bekerjasama dengan pengusaha
dalam meningkatkan kualitas produksi kerajinan bambu, misalnya dengan
mengurangi kelemahan-kelemahan baik dari segi teknik industri, peningkanan
mutu produk dan peralatan produksi yang dimiliki. Selain itu sangat diperlukan
informasi mutakhir tentang pemasaran hasil kerajinan bambu misalnya: informasi
mutu, desain yang sedang trend saat itu, atau informasi tentang pasaran negara
yang akan dituju. Dengan demikian kiranya dipastikan bahwa produk kerajinan
bambu Indonesia dapat lebih bersaing di pasaran dunia.
2.5.3. Sagu
Sagu merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang dapat dipergunakan
sebagai sumber karbohidrat yang cukup potensial di Indonesia, khususnya di
wilayah Indonesia bagian timur yang pada dasarnya sampai saat ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Kapan sagu dikenal di Indonesia belum ada data
yang pasti. Yang jelas sagu sudah lama membudaya di kalangan penduduk
Kepulauan Maluku dan IrianJaya. Sagu di kedua tempat tersebut dapat dijumpai
di kawasan hutan dengan banyak ragamnya. Sagu ada yang berduri panjang, ada
yang tidak berduri, sedangkan di daerah lain di Indonesia biasanya hanya
dijumpai satu atau dua macam sagu saja. Dilihat dan keanekaragaman dan
keasliannya, diduga sagu berasal dan daerah Maluku dan Irian Jaya. Penyebaran
sagu hanya terbatas di wilayah Asia Tenggara.
II-51
II-52
teknologi pengolahan sagu sedikit lebih maju yakni pengambilan sagu sudah
dilaksanakan secara fabrikasi. Karena cara pengolahan sagu di Indonesia masih
tradisional, maka produksi serta mutu tepungnya pun masih tergolong rendah.
Budidaya tanaman sagu di Indonesia pada umumnya masih primitif, atau
dapat dikatakan masih tumbuh secara liar. Yang jelas masih banyak petani sagu
belum melaksanakan teknik budidaya sagu seperti teknik budidaya umbi-umbian
atau serealea lainnya. Sagu di Indonesia masih menuntut teknik bercocok tanam
secara intensif.
2.5.3.1.
Sagu diduga berasal dari Maluku dan Irian, karena itu sagu mempunyai
arti khusus sebagai pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini
belum ada data yang pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini
dikenal. Diduga budidaya sagu di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama
kunonya dengan pemanfaatan kurma di Mesopotamia. Sagu sudah dikenal sejak
tahun 1200 berdasarkan catatan-catatan dalam tulisan-tulisan Cina. Misalnya
Marco Polo menemukan sagu di Sumatra pada tahun 1298 dan pabrik sagu di
Malaka sudah tercatat dalam tahun 1416. Ada juga ahli yang berpendapat bahwa
kultur padi di Asia Tenggara telah didahului oleh suatu tahap hortikultur yang
berintikan suatu kompleks pertanian vegetatif yang terdiri dari Uwi (Yam) talas
dan sagu. Usaha pertanian tanaman pangan yang dibiakkan tanpa biji ini
berkembang dalam kelompok masyarakat yang bermukim di lembah-lembah
sekitar muara sungai atau sepanjang pantai.
Pada abad ke 15 sagu dan buah-buahan masih digambarkan sebagai
sumber pangan pokok di beberapa tempat di Semenanjung Melayu. Dewasa ini
padi memang sudah menyebar di Indonesia seperti di Jawa, Sumatra Sulawesi dan
sebagainya. Dalam istilah bahasa Jawa nasi disebut sego dan menurut para ahli
bahasa kata tersebut berasal dan kata sagu Kata sagu sendiri masih tetap dikenal
dan digunakan dalam pemberian nama panganan-panganan di Jawa, misalnya
Jenang sagu, walaupun bahannya bukan berasal dari pohon sagu melainkan pohon
aren.
II-53
pada
tahun
1879.
Ekspor sagu bersih dan Indonesia dimulai pada tahun 1901 dan mulai ekspor
dalam bentuk sagu mutiara pada tahun 1917. Sejarah yang pantas dicatat dalam
perkembangan industri sagu di Indonesia adalah didirikannya sebuah industri
pengolahan sagu oleh PT. Sagindo Sari Lestari pada pertengahan tahun 1989. di
Arandai, Bintuni, Manokwari, Irian Jaya. Industri pengolahan sagu ini adalah
yang paling modern pada saat itu. Kapasitas produksinya berkisar antara 36 - 150
ribu ton sagu kering per tahun. Hal mi benar-benar memberikan indikasi bahwa
sagu, selain sebagai bahan pangan modern, merupakan bahan baku untuk berbagai
macam industri.
Banyak para ahli memperkirakan bahwa pusat dan asal sagu (Metroxylon
sp) khususnya Metroxylon rumphii Martius dan Metroxylon sagus Rottbol adalah
Maluku dan Irian. Perkiraan tersebut berdasarkan penemuan hutan sagu yang luas
di daerah Maluku dan Irian yang terdiri dari kedua species di atas dan jenis lain
yang hampir mirip dengan species tersebut. Diduga jenis yang mirip Metroxylon
rumphii, Martius dan Metroxylon sagus Rottbol merupakan hasil perkawinan
silang kedua spesies tersebut.
Tanaman sagu di Halmahera, Seram dan Bum menyebar ke arah utara
sampai ke Mindanao, kemudian ke arah timur sampai ke Pulau Vanikoro, ke
selatan sampai di Kepulauan Aru, Pulau Damer dan pulau Timor. dan ke arah
barat sampai ke Sulawesi terutama di pesisir timur. Selanjutnya menyebar ke
Kalimantan, Pulau Natuna, Kepulauan Riau, Sumatra, pulau-pulau sebelah barat
Sumatra, Jawa, Malaysia dan Singapura. Diduga jenis sagu yang menyebar ke
arah timur adalah jenis Metroxylon rumphii Martius, dan yang menyebar ke
bagiain barat adalah Metroxylon sagus Roitbol.
II-54
Gambar 2.6. Peta pusat daerah sagu di Malaysia, Indonesia, Phillipina dan
Papua Nugini (Flach, 1983).
Tabel 2.6.
II-55
Dibudidayakan (ha)
2.000.000
10.000
20.000
3.000
5.000
5.000
10.000
187.000
Gambar 2.7. Peta areal sagu di Indonesia (Soekarto dan Wijandi. 1983)
Sebenarnya sampai saat ini luas areal Sagu di Indonesia belum diketahui
secara pasti. Akan tetapi berdasarkan prakiraan Darmawan Soedewo dan
Bambang Hariyanto (1983) luas areal Sagu di Indonesia sekitar 716.000 ha,
sedangkan Soekarto dan Wijandi (1983) memperkirakan potensi sagu di Indonesia
seluas 850.000 (Tabel 2.7).
II-56
Perkiraan luas
Daerah/Lokasi
(x 1.000 ha)
600 Sorong, Paniai, Waropen, Membramo,
Sentani, Fakfak, dan Merauke.
30 77,7 Kolaka. Kendari dan Buton
P. Seram, Buru.
4 37,0 Halmahera, Bacan Ambon dan
Saparua. Mamuju, Luwu, Sulawesi
Luas (ha)
3.569.130
89.840
36.670
88.020
81.810
50.200
66 .050
94.600
II-57
Luas (ha)
53.050
6.200
270. 100
11.330
6.500
4.183.300 4.371.590
2.
3.
Maluku Tengah.
Seram Barat I
Seram Barat II
Werinama
Amahai
Buru Utara Barat
Buru Utara Timur
Buru Selatan
Maluku Utara
Kao
Bacan
Luas Areal
( ha)
3.200
2.350
4.200
1.150
240
588
10
11.736
Lokasi (Kecamatan)
Halmahera Tengah
Oba
Wasile
II-58
II-59
2.5.3.2.
Pada umumnya tanaman sagu tumbuh secara liar, namun ada juga yang
sengaja ditanam oleh petani meskipun jarak tanam dan tata ruangnya belum
memenuhi syarat agronomi.
II-61
Halmahera
1352- 4648
82 - 1640
136 - 140
40 - 68
28 - 51
Di daerah Inanwatan (Irian Jaya), populasi pohon sagu dalam satu hektar
lebih kecil daripada populasi sagu di daerah Maluku. Akan tetapi, populasi sagu
pada tingkat pohon di Inanwatan lebih besar. Hasil survei BPP Teknologi bekerja
sama dengan Institut Pertanian Bogor dan Universitas Cendrawasih pada tahun
1986 menunjukkan kerapatan pohon sagu per hektarnya terdiri atas:
1. tingkat semai 90 - 140 pohon
2. tingkat sapihan dan tiang 40 - 65 pohon
3. tingkt pohon 141 - 200 pohon
4. tingkat masak tebang 30 - 40 pohon
Menurut perkiraan jumlah pohon sagu yang siap dipanen di daerah
Maluku berkisar antara 15 - 60 batang per hektar, tergantung jenisnya (Tabel
2.13.).
Tabel 2.13. Populasi sagu siap panen berdasarkan jenisnya
Jenis Sagu
M. silvester MART (Ihur)
M. rumphii MART (Tuni)
M. sagus ROTTB (Molat)
M. longispinut MART (Makanaru)
M. micracamthum MART (Rotan)
Sumber: Soekarto dan Wijandi (1983)
Populasi SiapTebang
40 - 60
40 - 60
25 - 30
20
15
Peneliti lain melaporkan bahwa jumlah tanaman sagu yang dapat ditebang
setiap tahunnya rata-rata 20 batang per hektar. Sedangkan di Riau, populasi sagu
per hektar cukup padat, yaitu mencapai 125 batang/ha, dan per hektarnya
mencapai 60 batang yang siap dipanen per tahun. Sedangkan di Irian Jaya,
populasi dan produktivitas sagu per hektar per tahun lebih rendah daripada di
II-62
Riau, yaitu sekitar 30 batang per hektar. Di Inanwatan, menurut hasil penelitian
BPP Teknologi, jumlah pohon sagu yang dapat ditebang diperkirakan 3540
pohon per hektar per tahun, yang produksinya mencapai sekitar 120 175 kg aci
kering per pohon. Apabila tanaman sagu tersebut dibudidayakan diperkirakan
bahwa jumlah pohon sagu yang dapat dipanen mencapai sekitar 100 pohon
/ha/tahun.
Produksi aci sagu sangat bervarasi tergantung dari jenis dan keadaan
lingkungan tempat sagu tersebut tumbuh. Sagu yang tumbuh di hutan-hutan secara
a1amiah di Indonesia dan di Papua Nugini terdapat 40 60 pohon/ha yang dapat
dipanen setiap tahun, yang produksinya mencapai antara 7 11 ton aci sagu
kering dan nilainya mencapai 28- 44x 104 kcal. Sedangkan apabila sagu telah
dibudidayakan dalam bentuk perkebunan, setiap tahun dapat dipanen sekitar 138
pohon/ha dengan produksi aci sagu kering mencapai 25 ton dengan nilai 100 x 106
kcal.
Di Pulau Seram produksi sagu per pohon rata-rata 280 kg aci sagu basah.
Di Irian Jaya dari sejumlah 25 pohon/are/tahun diperoleh aci sagu basah sekitar
3.125 - 4.375 kg dengan kadar air 35 - 45 persen. Pertumbuhan tanaman sagu
yang baik di Serawak rata-rata dapat dipanen 30 pohon/are/tahun dengan produksi
8.100 kg aci sagu kering.
Data lain dari Ambon menyebutkan bahwa setiap batang sagu
menghasilkan 400640 kg sagu basah. Setiap batang sagu manghasilkan aci sagu
basah 500 - 600 kg. Produksi setiap pohon sagu dari berbagai jenis di Seram
Barat. Pada umur di atas 11 tahun, setiap pohon sagu dapat menghasilkan aci sagu
kering sekitar 144 - 265 kg (Tabel 2.14.).
Tabel 2.14. Produksi aci dan berbagai jenis sagu di Seram Barat
Jenis Sagu
Berat
batang
(kg)
1.M. rumphii
1.281
2. M. sagus
1.250
3. M. sylvester
1.244
4.M.longispinum
1.190
Sumber: Rumalatu (1981)
Tinggi
batang
(m)
15,9
14,7
16,0
15,2
Berat
empulur
(kg)
1.057
1.007
1.001
964
Hasil aci
kering
265
237
227
144
Kadar air
(%)
12,3
14,0
12,1
14.8
II-63
Di Irian Jaya produksi aci dalam setiap pohon sagu berbeda-beda, yakni
berkisar antara 300 - 700 kg aci basah (Tabel 2.15.).
Tabel 2.15. Ukuran batang, umur dan hasil aci sagu di Irian Jaya
Daerah
Tinggi
Diameter
batang
batang
(m)
(cm)
1.Jayapura
1015
52
2.Kaimana
1020
5075
3.Sorong
812
4560
4.Paniai
1014
6080
5.Yapen Waropen
1015
5065
6.Merauke
710
5060
Sumber: Universitas Cenderawasih (1979)
Umur panen
(th)
810
710
810
710
1012
1015
Hasil Aci
Basah
(kg/bt)
400
400 700
300375
360 500
400 500
300500
Produksi aci dan setiap pohon sagu di Jayapura rata-rata 250 kg.
Sedangkan komposisi setiap batangnya dapat kita lihat pada Tabel 2.16.
Tabel 2.16. Produksi rata-rata pohon sagu dari Jayapura
Perbandingan
Total Berat
terhadap total segar
Segar
(kg)
(kg)
Batang
1250
100
Kulit
400
32
Kadar Aci
850
68
Kadar Air
425
34
Sisa Lainnya
175
14
Sumber : Colon (1958) dalam Flach (1983)
Bagian
Perbandingan
terhadap Empulur
(%)
100
50
21
II-64
Sebagai perbandingan dapat kita lihat data sagu di Papua Nugini yang
dilaporkan oleh Toyo Menka Kaisha, Ltd. (1972). Hasilnya relatif lebih kecil
dibandingkan dengan tanaman sagu di Irian Jaya (Tabel 2.18.).
Tabel 2.18. Data tanaman sagu di lembah Sungai Sepik Papua Nugini
Ukuran
Keliling Batang (m)
Tinggi Batang (m)
Diameter (cm)
Specific Gravity
Berat Batang Kotor (kg)
Kandungan Aci (%)
Kandungan Aci per batang (kg)
Perbandingan Pohon sagu liar terhadap yang dibudidayakan
Sumber: Toyo Menka Kaisha, Ltd (1972)
Hasil
1,34
6,1
43
0,88
800
21,4
137,7
8:2
Di daerah Riau, produksi aci dari setiap pohon sagu berkisar antara 150 300 kg (Tabel 2.19.). Di Sulawesi Tenggara produksi aci dari setiap pohon sagu
berkisar antara 200 - 450 kg sagu basah. Di Kalimantan Barat produksi aci dari
setiap pohon sekitar 175 - 210 kg sagu basah dan di Kepulauan Mentawai
produksi aci dari setiap pohon sekitar 300 - 400 kg sagu basah.
Tabel 2.19. Produksi aci per pohon di Riau
Daerh Sampel
Produksi Aci Basah (kg/bt)
1. Kampar
150 -200
2. Indragiri Hilir
138267
3. Bengkalis
200 300
4. Kepulauan Riau
300
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dati I Riau (1980)
2.5.3.3.
Sistematika
II-65
Gambar 2.9.
2.5.3.4.
Jenis-jenis Sagu
II-67
d. Daunnya berwarna hijau tua, dan panjang tangkai (pelepah) daun sekitar 5 - 7
m. Tangkai daunnya berduri pada bagian pangkal sampai ujung, juga pada
pinggiran daunnya.
e. Panjang daun 1 - 4 cm dan pada anakan sagu durinya sangat banyak dan
rapat.
f. Setiap tangkai daun terdiri dari 100 - 200 anak daun yang panjangnya 80 - 120
cm dan lebarnya 5 - 10 cm.
g. Jenis sagu ini mempunyai perakaran yang dangkal dan banyak terubusnya.
h. Berat batang pada umur panen lebih dari 1 ton. Empulurnya lunak dan sedikit
mengandung serat sehingga mudah ditokok.
i. Kadar empulurnya mencapai sekitar 82 persen dari berat batang dan
kandungan aci sekitar 20%.
j. Acinya berwarna putih dan enak rasanya. Setiap pohon dapat menghasilkan
170 - 500 kg aci kering. Sagu ini merupakan jenis sagu yang paling besar
ukurannya dibandingkan dengan jenis lainnya.
b.
c.
Jenis sagu ini tidak berduri, ujung daun panjang meruncing sehingga dapat
melukai orang bila tersentuh.
d.
Letak daun berjauhan panjang tangkai daun sekitar 4,5 m, panjang lembaran
dauri sekitar 1 5 m dan lebamya kira-kira 7 cm.
e.
II-68
f.
Empulurnya lunak dan berwarna putih, oleh karena itu acinya berwarna putih
dan enak rasanya sehingga sangat disukai oleh penduduk.
g.
Berat empulur sekitar 80 persen dari berat batang, dan kandungan aci sekitar
18 persen. Setiap pohon dapat menghasilkan aci basah sekitar 800 kg atau
sekitar 200 kg aci kering.
Pohonnya relatif lebih tinggi daripada jenis yang lain. yaitu sekitar 12 16 m
bahkan dapat mencapai 20 m.
b.
Diameter batang sekitar 60 cm, berat batang sekitar 1,2 ton dan tebal kulit 1 3 cm.
c.
Tangkai daun sekitar 4 - 6 m. Daunnya berwarna hijau tua, tulang daun yang
lunak, dan ujungnya membengkok ke arah bawah. Di sekitar pelepah dan
sepanjang tangkai daun terdapat duri yang panjangnva sekitar 1- 5 cm.
d.
Empulurnya agak keras, mengandung banyak serat dan berwarna kemerahmerahan, sehingga aci yang dihasilkan berwarna kemerah-merahan. Berat
empulur sekitar 81 persen dari berat batang, dan kandungan aci sekitar 17 18 persen. Setiap pohon dapat menghasilkan sekitar 150 kg aci kering.
II-69
c. Kandungan aci dalam empulur hanya sekitar 200 kg per pohon dan rasanya
kurang enak.
b.
Produksi aci dalam tiap pohon hampir sama dengan Metroxylon sylvester
Martius.
c.
2.5.3.5.
Botani Sagu
Klasifikasi
II-70
Morfologi Sagu
Sagu mempunyai tanda-tanda morfologi seperti Aren (Arecha sp), perbedaannya,
Aren tidak membentuk rumpun, sedangkan sagu tumbuh dalam bentuk rumpun.
Batang Aren hampir seluruhnya diliputi ijuk hitam, sedangkan sagu hanya
mempunyai ijuk hitam sedikit pada pinggiran pelepah daunnya sehingga batang
sagu tampak jelas, mirip pohon pinang.
Pada rumpun sagu rata-rata terdapat 1-8 batang, pada setiap pangkal
batang tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar, rumpun sagu ini akan
melebar dengan jumlah anakan yang banyak dalam berbagai tingkat pertumbuhan.
Anakan tersebut sedikit sekali yang tumbuh menjadi pohon dewasa.
Tingkat pertumbuhan batang dibedakan sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
1. Batang
Batang
sagu
merupakan
silinder
yang
berfungsi
untuk
II-71
II-72
bertambah. Pada umur panen (11 tahun) berat batang sagu mencapai 1,2 ton.
Bahkan di daerah Inanwatan, Irian Jaya, terdapat sagu yang berat empulur
batangnya mencapai 1,7 ton atau berat seluruh batangnya sekitar 2 ton,
sedangkan di daerah Jawa Barat terdapat sagu berat batangnya hanya sekitar
300 kg pada umur panen, karena daunnya sering diambil untuk atap selama
pertumbuhannya.
Berat kulit batang sagu sekitar 17 - 25 persen dari berat batang,
sedangkan berat empulurnya sekitar 75 - 83 persen. Perbandingan antara berat
kulit dan empulur selama pertumbuhan sagu relatif tetap. Secara makroskopis
struktur batang sagu dari arah luar terdiri dari lapisan sisa-sisa pelepah daun,
lapisan kulit luar yang tipis dan berwarna kemerah-merahan lapisan kulit dalam
yang keras dan padat berwarna coklat kehitam-hitaman kemudian lapisan serat
dan akhirnya empulur yang mengandung aci dan serat-serat (Gambar 2.10.).
Lapisan kulit paling luar berupa lapisan sisa-sasa daun dari sebagian
pelepah sagu yang terlepas, sehingga yang kelihatan hanya lapisan kulit tipis
membungkus kulit dalam yang keras. Pada tanaman sagu yang masih muda,
kulit dalam ini tipis dan tidak begitu keras. Serat dan empulur pada sagu muda
masih lunak dan banyak mengandung air, sedangkan pada sagu dewasa sampai
umur panen empulur dan serat-seratnya sudah mulai agak kering dan keras.
Kandungan aci dalam empulur batang sagu berbeda-beda, tergantung
dari umur, jenis dan lingkungan tempat sagu itu tumbuh. Makin tua umur
tanaman sagu, kandungan aci dalam empulur makin besar, dan pada umur
II-73
II-74
2. Daun
Daun merupakan bagian sagu yang peranannya sangat penting, karena
merupakan dapur pembentukan aci melalui proses fotosintesis. Apabila
pertumbuhan dan perkembangan daun berlangsung dengan baik, maka secara
keseluruhan pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lain seperti batang,
kulit dan empulur akan berlangsung dengan baik pula dan proses pembentukan
aci dari daun yang kemudian disimpan di dalam batang sagu akan berlangsung
secara optimal.
Sagu memiliki daun sirip, menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada
tangkai daun. Sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran yang baik
pada umur dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya sekitar 5 - 7 m.
Dalam setiap tangkai terdapat Sekitar 50 pasang daun yang panjangnya
bervariasi antara 60 - l80 cm, dan lebarnya sekitar 5 cm. Sagu yang masih
muda memiliki tangkai daun yang lebih sedikit jumlahnya yaitu 12 15 buah.
Setiap bulan sagu membentuk satu tangkai daun dan diperkirakan berumur
rata-rata sekitar 18 bulan, kemudian akan gugur setelah tua. Daun sagu muda
pada umumnya berwarna hijau berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua
kemudian berubah lagi menjadi coklat kemerah-merahan apabila suda tua atau
matang. Tangkai daun yang sudah tua akan lepas dari batang dan meninggalkan
bekas pada kulit batang.
Daun sagu berbentuk memanjang lanset (Lanceolotus), agak lebar dan
berinduk tulang daun di tengah. Bertangkai daun, di mana antara tangkai daun
II-75
dengan lembar daun terdapat ruas yang mudah dipatahkan. Pada waktu muda
daun berwarna hijau muda kemudian dengan Semakin bertambahnya umur
berangsur-angsur menjadi hijau tua. Daunnya memiliki pelepah seperti daun
pisang, pada waktu muda pelepah tersusun secara berlapis, tetapi setelah
dewasa terlepas dan melekat sendiri-sendiri pada ruas batang.
II-76
buah kelapa. Buahnya bersisik dan berwarna coklat kekuningan. Sagu budidaya
merupakan tanaman menahun yang hanya berbunga atau berbuah sekali pada
masa hidupnya Setelah berbunga dan berbuah sagu akan mati.
( Bd + D)
D1
Dimana:
Up = Umur pada saat terbentuknya pangkal batang. Umur pembentukan
pangkal batang sagu rata-rata adalah 3-5 tahun.
Bd = Bekas daun yang terdapat pada kulit batang sagu.
D
= Jumlah daun yang masih duduk pada batang sagu.
Dt = Jumlah daun yang terbentuk dalam satu tahun. Banyaknya daun yang
terbentuk dalam satu tahun rata-rata 3-4 tangkai.
II-77
Contoh perhitungan :
Suatu batang sagu, pangkal batang terbentuk pada umur 3 tahun enam bulan.
Bekas daun yang terdapat pada kulit batang adalah 12 buah, sedangkan jumlah
daun yang tersisa (yang masih duduk pada batang) sebanyak 28 buah. Jumlah
daun yang terbentuk dalam satu tahun = 3 tangkai. Dugalah umur sagu tersebut?
Penyelesaian :
UPS = Up +
Up
Bd
D
Dt
=
=
=
=
( Bd + D)
D1
3 tahun = 42bulan
l2buah
l8buah
3 per tahun = 3 per 12 bulan
pertumbuhannya,
sagu
rnenunjukkan
tingkatan-tingkatan
2.
1.
saat di mana ukuran tinggi dan diameter batang tertinggi/terbesar telah dicapai;
jumlah dan luas daun (LAI = Leaf Area Indeks) maksimal; dan jumlah serta
volume perakaran terbanyak/terbesar telah dicapai. Selama fase pertumbuhan
vegetatif berlangsung, unsur-unsur kehidupan sagu sepenuhnya diarahkan untuk
pembentukan kerangka sistern fotosintesis per batang dan pembentukan anakan.
Dengan demikian fase ini sangat menentukan kapasitas pertanaman untuk
membentuk fotosintat yang dapat diakumulasikan (ditumpuk) di dalam empulur.
Fase ini sangat berhubungan erat dengan saat panen (penebangan). Setiap
jenis sagu memiliki jangka waktu kemasakan yang berda-beda tergantung pada
jenis atau varietas dan habitatnya. Selama fase pemasakan vegetatif sagu
menampakkan adanya kemunduran laju pertumbuhan organ vegetatif yang
berbarengan dengan semakin meningkatnya akumulasi (penumpukan) tepung sagu
dari ujung batang yang berangsur-angsur menumpuk ke arah pangkal dan
bertepatan dengan mulai dibentuknya primordia bunga, kandungan tepung sagu
maksimum akan dicapai.
Penumpukan tepung sagu adalah usaha tanaman sagu untuk menyediakan
energi kimiawi dalam rangka pembentukan organ generatif, dengan demikian
bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya organ generatif secara berangsurangsur kandungan tepung pada batang akan menurun terus selaras dengan
pertumbuhan dan perkembangan organ vegetatif sampai nilai kandungan tepung
sagu yang terendah.
Dalam praktek dibedakan dalam empat fase pemasakan vegetatif,yaitu:
1)
II-79
3)
Fase Jantung
Fase jantung adalah fase kemasakan sagu yang berlangsung antara
timbulnya jantung (kuncup bunga) sampai pada waktu jantung terbuka. Jika
batang pada fase ini dipanen, hasilnya adalah sama dengan fase Maputih,
tetapi sagunya mempunyai rasa lebih baik terutama sagu Ihur. Pada sagu
Tuni bila dipanen pada fase ini tepungnya kurang enak. Sagu Ihur sangat
tepat bila dipanen pada fase ini.
4)
II-80
2.
3.5.3.6.
Zona tanaman sagu tersebar di daerah Asia Tenggara, akan tetapi sagu
sebagai tanaman asli, zona penyebarannya dapat dikatakan tidak mencerminkan
batas potensi produksinya. Di Indonesia sagu banyak terdapat di Aceh, Tapanuli,
Sumatera Timur, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Bali,
Sulawesi Utara, Gorontalo, Ujung Pandang dan terutama banyak terdapat di
Maluku dan Irian Jaya.
Di Irian Jaya dan Maluku, sagu tumbuh liar di rawa-rawa, dataran rendah
dengan daerah yang sangat luas. Di Sumatera sagu banyak ditanam pada daerahdaerah rawa yang membentang dari propinsi Sumatera Selatan sampai Sumatera
Utara melalui Jambi dan Riau. Bentangan ini merupakan daerah tempat belasan
sungai bermuara, seperti Musi, Batang Hari, Indragiri, Siak, Rokan, Kampar
hingga Asahan, beserta puluhan anak sungainya bersama-sama membentuk
daerah-daerah rawa yang ajeg (kontinu) direndam air tawar. Sagu dari daerah
Indonesia bagian timur dapat menyebar ke Indonesia Barat sampai dengan
Malaysia, diduga ada yang membawa kemudian menanamnya, akan tetapi sampai
saat ini sagu di daerah Indonesia Barat dan Malaysia tumbuh secara agak liar
kecuali di Riau.
Sagu umumnya dijumpai antara 90 - 180 Bujur Timur dapat tumbuh di
semua hutan hujan daerah khatulistiwa, di daerah rendah, tepi pantai dan di
sepanjang aliran sungai pada garis lintang antara 19 LU sampai dengan 10 LS,
dan pada garis tinggi dari daerah tingkat laut sampai dengan 300 m 700 m dari
permukaan air laut, dan mempunyai curah hujan lebih dari 2.000 mm/tahun.
Namun dalam hal produksi, yang terbaik hanya dapat diperoleh pada daerah
II-81
dengan ketinggian dekat permukaan air laut sampai ketinggian 400 m di atas
permukaan air laut. Tampaknya para ahli sependapat bahwa pada umumnya
tanaman sagu lebih baik pertumbuhan dan produksinya pada dataran rendah.
Tanaman sagu tumbuh baik pada kondisi lingkungan dengan lembap udara nisbi
(RH) 60% dan pertumbuhannya akan terhambat bila lembap udara nisbi kurang
dan 40% sedangkan suhu udara berkisar antara 24-30C.
Lingkungan hidup yang baik bagi sagu adalah daerah ber1umpur basah
dengan air tanah yang berwarna coklat dan bereaksi sedikit asam karena
mengandung hancuran bahan organis sehingga akar napas tidak terendam dalam
air dan menciptakan kondisi yang sesuai dengan kehidupan mikro organisme.
Lingkungan yang selalu basah tidak selamanya cocok untuk pertubuhan sagu,
karena bila air menggenang terus diperkirakan akan mempengaruhi akumulasi
tepung di dalam batang. Namun begitu sagu juga kurang baik pada lahan yang
kering.
Kekurangan air tanah secara terus menerus pada 1ingkungungan akar lebih
dari satu bulan tidak dapat ditahan oleh sagu, akan tetapi di Ambon sagu yang
paling tinggi produksi tepungnya dijumpai pada lahan atau daerah kering, sebab
meskipun demikian tanahnya masih lembap. Kekurangan air tanah sementara,
umumnya mampu ditahan oleh sagu yang pertumbuhannya, baik sagu dengan
kulitnya yang tebal tampaknya berfungsi sebagai isolasi yang istimewa sehingga
seluruh tanaman tahan kekeringan yang nisbi dan umumnya memiliki tekanan
kekurangan air (water stress) buktinya sagu yang baru saja menderita kebakaran,
sagu itu akan cepat membentuk daun baru dan kuncup ujung yang dilindunginya
dengan baik.
Produk utama sagu adalah tepung atau karbohidrat, tepung adalah produk
dari fotosintesis dengan demikian untuk pertumbuhan sagu harus diusahakan agar
cukup mendapat sinar matahari. Untuk pertumbuhan tanaman dibutuhkan unsur
unsur hara yang kebanyakan disuplai oleh air, yakni K, P, Ca dan Mg di samping
itu tentu saja N. Dari kenyataan bahwa sagu dapat tumbuh di daerah gambut yang
asam, dapat disimpulkan bahwa sagu besar kemungkinannya lebih tahan terhadap
Fe, Al dan Mn yang tinggi daripada kebanyakan tanaman lain. Sagu yang paling
baik pertumbuhannya pada tanah lumpur, bendungan yang tinggi dan pinggiran
II-82
kelok-kelok sungai. Sagu tahan terhadap tanah padas, tanah berat yang kedap air
dan tanah gambut asam.
Populasi sagu tampaknya juga seakan-akan mempunyai efek menstabilitasi
iklim, terutama bila populasinya luas. Meskipun kalah bila dibandingkan dengan
hutan hujan tropis, perlindungan sagu setinggi 12-15 m memungkinkan efek
memantapkan secara baik terhadap iklim. Kapasitas mengendalikan banjir cukup
baik, efek spon vegetasi dan penanaman secara perkebunan di bendungan dan
melemparkan tanah ke lahan, sagu memiliki kemampuan untuk membersihkan air
buangan industri dan air buangan masyarakat kota. Dengan demikian sagu
berpotensi besar untuk menjaga pencemaran air akibat limbah pabrik ataupun
limbah sampah perkotaan. Pelarutan tanah pada suatu perkebunan sagu diduga
minimal, dapat dipersamakan dengan hutan primer dan menimbulkan kurang
lumpur daripada tanaman perkebunan lain.
Keanekaragaman sagu dapat dikatakan sangat kurang akibat sifat klonnya.
Untuk tanaman lain dalam kondisi seperti ini besar kemungkinannya untuk
menjadi penumpukan hama dan penyakit tertentu, akan tetapi sagu tidak demikian
halnya. Sagu dalam kenyataannya tidak mudah diserang hama dan penyakit.
Habitat
II-83
dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar terutama unsur
potasium, fosfat, kalsium dan magnesium. Apabila akar napas sagu terendam
terus-menerus, maka pertumbuhan sagu akan terhambat, sehingga pembentukan
aci atau karbohidrat dalam batang juga terhambat.
Dengan kondisi yang optimum tersebut, sagu akan mampu bersaing
dengan tumbuhan pengganggu di sekitarnya sehingga pertumbuhan sagu akan
berlangsung dengan baik. Pada tanah yang terlalu lembab, jenis-jenis rumputan
dan gulma perdu lainnya akan berkembang lebih pesat daripada sagu. Sebaliknya
pada tanah yang terlalu kering, tumbuhan pengganggu jenis pohon-pohonan akan
tumbuh lebih pesat dan akan menutupi sagu, sehingga pertumbuhannya terhambat
bahkan sagu akan mati. Selain kondisi tersebut di atas, sagu juga dapat tumbuh
pada tanah-tanah organik, akan tetapi sagu yang tumbuh pada kondisi tanah
demikian menunjukkan berbagai gejala kekahatan (defisiensi) terhadap beberapa
unsur hara tertentu yang ditandai oleh kurangnya jumlah daun dan umur sagu
akan lebih panjang yaitu dapat mencapai 15 - 17 tahun. Sagu banyak juga yang
tumbuh dengan baik secara alamiah pada tanah liat yang berawa dan kaya akan
bahan-bahan organik seperti di pinggir hutan mangrove atau nipah. Selain itu sagu
dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning
alluvial hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya.
Pertumbuhan Sagu
II-84
a.
tingkat semai atau anakan : tingkat semai yaitu sagu yang masih kecil yang
memiliki batang bebas daun 0 -0,5 m
b.
tingkat sapihan (sapling) : tingkat sapihan yaitu sagu yang memiliki batang
bebas daun 0,5 - 1,5 m
c.
tingkat tiang (pole) : tingkat tiang, yaitu sagu dengan tinggi batang bebas
dun 1,5- 3m
d.
tingkat pohon (tree) : sagu dengan tinggi batang bebas daun di atas 5 m.
3.5.3.7.
Peranan Sagu
Sagu sebagai salah satu sumber karbohidrat memiliki peranan yang sangat
penting pada berbagai bidang, meskipun pada saat ini peranan sagu masih
berkembang secara tradisional dengan teba yang terbatas.
Dalam pasaran
II-85
3.5.3.8.
II-86
II-87
per tahun. Tingkat hasil tepung tergantung pada varietas, tingkat kemasakan pada
saat dipanen dan keadaan lingkungan fisik.
Tindakan yang harus dilakukan dalam teknis bercocok tanam sagu dalam
rangka memperbai pertanaman alami, antara lain:
1)
Menghilangkan vegetasi bukan sagu yang tumbuh pada lahan sagu dengan
maksud agar cahaya matahari secara maksimal dapat diterima oleh sagu.
2)
Pengendalian rumpun sagu disarankan dalam satu hektar jangan lebih dari
204 rumpun.
3)
4)
5)
6)
Untuk
3.5.3.9.
Sagu di Sumatera
Di Sumatera sagu dikenal dengan nama RUMBIA. Rumbia ada tiga jenis
yang dibedakan daunnya yaitu:
1)
2)
3)
II-88
Masa Batita (bawah tiga tahun): Pada masa mi daun sagu masih merupakan
daun-daun yang masih lengket satu sama lain pada pelepahnya, gambarannya
seperti janur (daun kelapa muda).
Pohon sagu belum tampak dan daun-daun belum mekar. Masa ini lazim
disebut ABUT RUMBIA. Umur sagu 0-3 tahun.
2)
Masa Abut Dara: Masa ini sagu/rumbia berumur 3-5 tahun. Pada masa ini
batang rumbia mulai membesar, masa ini juga dikenal sebagai masa sandar
antan, karena keadaan pelepah sudah mulai kuat khususnya bila disandari
Masa Sagu Muda: Adalah masa rumbia mulai berbatang dan mulai tampak
ruas-ruasnya. Pada masa ini sagu berumur antaara 5-8 tahun.
4)
Masa Sesah Ujung: Masa ini berlangsung antara umur 8-9 tahun sagu mulai
beranjak tua, di mana daun-daqun yang menempel pada pelepah daun mulai
menjadi pendek-pendek.
5)
Masa Membuang Duri. Masa ini berlangsung 6 bulan setelah masa Sesah
Ujung, pada masa ini duri-duri rontok berguguran hingga pelepah menjadi
licin.
6)
Masa Ekor Buntak. Masa ini berlangsung 6 bulan setelah masa membuang
duri, ukuran daun semakin memendek, yang semula 6 7 m panjangnya 2
II-89
m saja. Di samping itu pucuk daun berbentuk melingkar mirip ikan buntok,
dari bentuk inilah maka masa tersebut disebut masa ekor buntok.
7)
Masa Menjorong atau Menjari. Pada masa ini berlangsung 6 bulan setelah
masa ekor buntok, pada masa ini sagu sudah memunculkan bakal bunga dari
tengah-tengah pucuk batang. Pada saat ini daun-daun muda sudah tidak
dibentuk lagi, sehingga batang tampak menjorong atau menjari. Satu bulan
setelah masa ini bunga baru mekar (Florasi).
8)
ekor buntok atau masa menjorong, yaitu kira-kira pada umur 10 tahun. Pada saat
ini tinggi pohon rata-rata 10 15 m, denga garis tengah batang 60 70 cm, tebal
klit luar 10 cm, dan diameter empulur yang diambil tepung sagunya 50 60 cm.
II-90
menghasilkan 25 kg sagu basah, dan diduga dengan intensifikasi sagu ini masih
memiliki potensi untuk ditingkatkan produksinya.
2.5.4. Aren
Salah satu jenis monokotil yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat
adalah aren (Arenga sp). Tumbuhan ini tumbuh secara liar baik di hutan-hutan
maupun di lahan milik masyarakat. Aren ini bukan hanya memberikan manfaat
langsung dari pemanfaatan seluruh bagian tumbuhan, akan tetapi manfata lain
terhadap ekosistem sangat penting terutama untuk konservasi. Namun dalam
perkembangannya terjadi pergeseran pemanfaatan lahan dan penggantian
komoditi sehingga terjadi perubahan potensi, sehingga perlu menjadi perhatian
khusus melihat dari segi manfaatnya. Usaha yang perlu dilaksanakan adalah
diversifikasi produk sehingga dapat bersaing dengan komoditi lain agar
masyarakat menjaditertarik untuk mengembangkannya secara swadaya.
: Spermatophyta
: Monocotyledoneae
Ordo
: Arecales
Famil
: Aracaceae (Palmae)
Genus
: Arenga
Species
II-91
Syarat Tumbuh
Aren lebih senang tumbuh di daerah yang curah hujannya merata
sepanjang tahun. Daerah hujan semacam ini kebanyakan berada di lereng
gunung. Disamping itu jenis tanahnya yang mudah meneruskan kelebihan air,
misalnya tanah yang gembur, tanah vulkanis di lereng gunung, dan tanah liat
berpasir di sepanjang tepian sungai. Aren dapat tumbuh pada daerah pegunungan,
di lembah-lembah dekat aliran sungai, mata air dan tempat terbuka. Curah
hujannya yang merata sepanjang tahun atau yang hujannya jatuh selama 7 10
bulan dalam setahun. Daerah hujan semacam ini kebanyakan berada di lereng
II-92
gunung. Di daerah yang bulan basahnya kurang dari itu, Aren tidak mau berbuah
lebat. Temperatur udara rata-rata 25C dan umumnya tumbuh baik pada tanahtanah yang relatif subur dan mengandung banyak humus, tanah-tanah liat,
berkapur, dan berpasir. Jika diperhitungkan dengan perumusan Schmidt dan
Ferguson, iklim yang paling cocok untuk tanaman ini adalah iklim sedang sampai
iklim agak basah. Dengan demikian tanaman ini tidak membutuhkan sinar
matahari yang terik sepanjang hari.
Pohon aren dapat tumbuh di mana-mana baik di dataran rendah maupun di
dataran tinggi, bahkan sampai pada ketinggian 1.400 m dpl. Tanaman aren dapat
tumbuh baik dan mampu berproduksi pada daerah-daerah yang tanahnya subur
pada ketinggian 500 - 800 m dpl. Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian
kurang dari 500 m dan lebih dari 800 m, tanaman aren tetap dapat tumbuh namun
produksi buahnya kurang memuaskan.
II-93
Kegunaan
Pohon aren berfungsi sebagai tanaman konservasi yaitu pencegah erosi
tanah karena perakaran yang dangkal dan melebar. Demikian pula dengan daun
yang cukup lebat dengan batang yang tertutup dengan lapisan ijuk, akan sangat
efektif untuk menahan turunnya air hujan yang langsung ke permukaan tanah. Di
samping itu, pohon aren tumbuh baik pada tebing-tebing, sangat baik sebagai
pohon pencegah erosi dan longsor. Fungsi produksi dapat diperoleh mulai dari
akar, batang, daun, bunga, dan buah. Seluruh bagian tanaman aren dapat
digunakan diantaranya batang, ijuk, tandan bunga aren, akar, daun mudahnya, dan
lain-lain. Akar yang segar dapat menghasilkan arak yang dapat digunakan sebagai
obat sembelit, obat disentri dan obat penyakit paru-paru. Daun muda, tulang daun
dan pelepah daunnya dapat dimanfaatkan untuk membuat sapu lidi dan tutup botol
sebagai pengganti gabus. Tangkai bunga bila dipotong menghasilkan cairan yang
berupa nira yang mengandung zat gula dan dapat diolah menjadi gula aren.
Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai sumber karbohidrat,
sedangkan buahnya dapat diolah menjadi bahan makanan seperti kolang-kaling
yang banyak digunakan untuk campuran es, kolak atau manisan kolang-kaling .
Nira aren segar yang manis, banyak diminum orang sebagai sedap-sedapan
dan pemakainannya dianjurkan untuk mengobati tuberkolosis, disentri, wasir, dan
melancarkan buang air besar. Selain itu digunakan juga untuk jamu tradisional
II-94
dan dapat mengobati sariawan dengan hasil yang memuaskan. Nira aren dapat
juga digunakan sebagai perangsang haid, menyembuhkan sembelit, sariawan,
pneumnonia, disentri, radang paru-paru dan mejen.
digunakan dalam ramuan obat tradisional dan memiliki khasiat sebagai obat
demam dan sakit perut. Akarnya direbus dan diminum sebagai obat penyakit
ginjal berbatu atau penyakit batu dalam kandung kencing (menghancurkan
batunya).
II-95
kapasitas tampung niranya besar dan nira tidak tumpah. Jumlah bumbung
yang harus disediakan untuk setiap tandan bunga, paling tidak sebanyak dua
buah agar dapat dipakai secara bergiliran.
Pohon aren mempunyai bunga jantan dan bunga betina. Kedua bunga
dapat disadap niranya dan yang selalu disadap adalah bunga jantan karena
jumlah dan mutu yang dihasilkan lebih memuaskan dibanding bunga betina.
Bunga jantan lebih pendek dibanding bunga betina. Panjangnya sekitar 50
cm, sedangkan bunga betina mencapai 175 cm. Tumbuhnya bunga berawal
dari puncak pohon kemudian disusul tumbuhnya bunga-bunga yang lain yang
semakin ke bawah pada batang pohon dan yang terakhir bunga itu sudah
mendekati permukaan tanah.
Sebelum penyadapan, pohon aren dibersihkan kemudian pelepah
daunnya dipotong dan serabut-serabut ijuknya dibersihkan agar tidak
mengganggu pemanjatan. Untuk memanjat aren digunakan tangga yang dibuat
dari sebatang bambu yang diberi lubang kecil sebesar ibu jari kaki di setiap
batas atas bukunya atau dengan membuat dua lubang sebesar ibu jari tangan
pada masing-masing batas ruas buku dan dalam lubang tersebut dimasukkan
sepotong kayu.
II-96
3.
mulut bumbung ditutup dengan kain atau daun pisang untuk mencegah
masuknya kotoran terutama debu atau kumbang.
Hasil penampungan
dikumpulkan setiap pagi dan sore. Bumbung tidak boleh digunakan dua kali
sebab sisa-sisa nira yang menempel pada bumbung akan mempengaruhi
keasaman nira yang lain. Nira tersebut tidak menghasilkan gula melainkan
menghasilkan cuka.
II-97
(enzim) terhadap kandungan sukrosa. Nira aren yang masih segar (baru)
rasanya manis, aromanya khas dan tidak berwarna. Setelah dituangkan dari
bumbung dan disimpan, perubahan rasa nira akan segera terjadi. Rasa nira
yang manis menjadi rasa cuka, disebabkan oleh kegiatan jasad-jasad renik
tertentu atau mengalami proses fermentasi. Biasanya jasad renik yang
mengubah gula menjadi alkohol dalam nira adalah khamir (Saccharomyces
sp).
Selanjutnya dijelaskan bahwa nira merupakan bahan yang mudah
mengalami kerusakan. Penyebab utamanya adalah akibat adanya kontaminasi
oleh mikroorganisme khususnya khamir dan bakteri. Khamir dapat tumbuh
dalam media cair dan padat dengan cara yang sama seperti bakteri. Jenis
mikroorganisme tersebut adalah Saccharomyces sp dan Acetobacter sp. Nira
yang telah terkontaminasi oleh mikroorganisme, akan mengalami proses
fermentasi atau perombakan terhadap senyawa-senyawa penyusunnya yang
mengakibatkan sukrosa yang terdapat dalam nira akan berubah menjadi
alkohol dan berubah lagi menjadi asam asetat sedangkan komponen lain akan
dimanfaatkan oleh mikroorganisme penyebab kontaminasi untuk memacu
pertumbuhannya.
Kerusakan nira bisa terjadi sejak nira diambil dari pohonnya sehingga
aktifitas mikroorganisme penyebab kerusakan tersebut harus dihentikan.
Beberapa langkah terpenting dalam usaha mencegah kerusakan nira adalah
sebagai berikut :
a. Wadah atau bumbung tempat menampung nira harus tetap dalam keadaan
bersih dengan cara mencucinya dengan air panas beberapa kali setiap
habis dipakai dan mengasapinya sampai bumbung mengering.
b. Cara sanitasi bumbung sadap nira, juga dilakukan dengan mencuci
bumbung sampai bersih dengan penambahan Natrium metabisulfit atau
dengan Natrium benzoat.
c. Memasukkan bahan tertentu yang disebut sebagai laru. Jenis laru yang
digunakan antara lain campuran kapur sirih dengan irisan kulit manggis,
akar kawao atau dengan menambahkan Natrium metabisulfit.
d. Pemasangan bumbung sadap diusahakan sedemikian rupa sehingga nira
II-98
diambil dari pohon paling lambat 90 menit setelah dikeluarkan dari bumbung.
Nira dituang sambil disaring dengan kasa kawat yang dibuat dari bahan tembaga,
kemudian dituang ke atas tungku perapian untuk segera dipanasi
(direbus).
Pemanasan diakhiri
yaitu
sebelum di panaskan.
Panasnya api hendaknya melebihi 1000C, atau pada tingkat panas yang
tinggi. jika tidak maka tidak akan menjadi gula. Apabila nira terasa berat bila
diaduk dan mengental, sebaiknya digunakan sutil agar tidak terlalu banyak gula
yang mengering di pinggir wadah.
rebusan yang sudah menjadi adonan itu diangkat dari api (Proses pembuatan gula
aren dapat dilihat pada skema pembuatan gula aren di Gambar 2.12.). Sebelum
dicetak dalam bumbung pencetak, nira yang kental diaduk agar panasnya lebih
merata. Pengadukan tidak boleh terlalu lama untuk mencegah timbulnya kristalkristal gula yang menyulitkan pencetakan.
Kegagalan pembuatan gula merah disebabkan dua hal. Pertama karena
temperatur yang sangat tinggi (melebihi 120C) menyebabkan gula menjadi
gosong (hangus), hingga warnanya menjadi tua sampai hitam dan baunya tidak
normal (bau karamel), bisa juga disebabkan oleh tingginya kandungan gula
II-99
pereduksi dalam gula akan menyebabkan gula lebih bersifat higroskopis dan cepat
gosong (karamelisasi). Kedua karena bahan bakunya (nira) sudah asam hingga
gula yang terbentuk tidak bisa menjadi padat.
NIRA
2 menit
DIREBUS
metafisolfide
3-4 jam
DIANGKAT DARI
API/DIARE
0,5 jam
Kerekan
DICETAK
Tataan
10 menit
DIBUNGKUS
Daun aren/tali
SIAP
DIPASARKAN
Plastik/label
Kualitas/ Mutu
Kualitas berarti cocok dengan penggunaannya dimana produk itu sesuai
dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rangcangan, yang
II-100
antara lain dipengaruhi oleh pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan
angkatan kerja, dan jenis sistem jaminan kualitas. Kualitas merupakan
keistimewaan produk meliputi pemenuhan kebutuhan pelanggan, memenuhi
syarat persaingan, meminimalkan biaya kumulatif, sesuai dengan standarisasi dan
bebas defesiensi/kesalahan.
Kualitas adalah keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa yang
mencakup pemasaran, rekayasa, pembuatan dan pemeliharaan yang membuat
produk dan jasa tersebut dapat memenuhi harapan pelanggan, atau kesesuaian
terhadap kebutuhan pemakaian dan pengertian yang mencakup kualitas barang
dan jasa, kualitas biaya, kualitas penyampaian/penyerahan, kualitas keselamatan
dan kesehatan kerja dan kualitas semangat para pelaksana dan pimpinan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu/kualitas gula aren adalah : mutu
bahan baku (nira), proses pembuatan nira menjadi gula (antara lain temperatur),
penambahan bahan-bahan pembantu seperti buli daun atau buli akar, dan
pengemasan atau pembungkusan.
II-101
Kualitas Gula
Kualitas berarti cocok dengan penggunaannya dimana produk itu sesuai
dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rangcangan, yang
antara lain dipengaruhi oleh pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan
angkatan kerja, dan jenis sistem jaminan kualitas.
Kristalisasi
Kristal adalah bahan padat dengan susunan atom atau molekul yang
teratur. Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu
larutan atau suatu lelehan. Kristal-kristal yang terbentuk pada umumnya masih
harus dipisahkan dari sebagian besar larutan dengan cara penjernihan atau
penyaringan. Selanjutnya, pengkristalan dalam pembuatan gula putih terjadi dari
sukrosa yang semula larut dan kemudian memisahkan diri.
Penjernihan dan
II-102
Nira
sebagai bahan baku pembuatan gula harus dalam keadaan segar. Apabila nira
yang digunakan telah rusak yang ditandai dengan berubahnya rasa manis menjadi
asam, berbuih dan berlendir maka mutu gula yang dihasilkan akan
mengecewakan. Penyimpanan nira jika diberi bahan pengawet seperti buli atau
daun manggis, akan menghambat kerusakan nira 90 menit setelah penyadapan.
Wadah yang digunakan untuk penyimpanan juga berpengaruh sehingga harus
bebas dari kontaminasi, karena jika terkontaminasi maka akan terjadi proses
fermentasi atau perombakan terhadap senyawa-senyawa penyusunnya dimana
sukrosa berubah menjadi alkohol dan berubah lagi menjadi asam asetat.
2.5.5. Nipah
Nipah merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang sudah lama
dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Jenis ini tumbuh subur di
daerah pasang surut, sungai-sungai besar dan rawa-rawa yang berair payau
dimana kondisi ini hampir di semua pulau yang ada di Indonesia, mulai dari
Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, Irian dan pulau-pulau lainnya.
Luas hutan nipah di Indonesia diperkirakan sekitar 700.000 hektar atau 10% dari
luas daerah pasang surut yang luasnya sekitar 7 juta hektar. Sedangkan populasi
II-103
tanaman nipah diperkirakan tidak kurang dari 8000 pohon setiap hektar, sehingga
jumlah keseluruhan tanaman nipah sekitar 5.600 juta pohon.
Nipah termasuk tanaman multifungsi, di mana hampir semua bagian dari
tanaman tersebut dapat dimanfaatkan mulai dari daun untuk atap rumah, batang
atau pelepah daun untuk bahan bakar, akar untuk obat-obatan, berfungsi sebagai
penyangga ekosistem dan yang paling utama adalah sebagai penghasil nira. Nira
nipah diperoleh dari penyadapan tangkai bunga atau malai tanaman nipah. Pada
dasarnya nira adalah hasil fotosintesis dari daun yang berupa sukrosa. Agar
sukrosa tersebut dapat tersimpan dalam buah atau biji, maka arus pengiriman
sukrosa tersebut dipercepat melalui proses fisiologis tanaman dan diubah menjadi
zat gula berbentuk cair yang dikenal dengan nira. Nira nipah selain dimanfaatkan
untuk pembuatan gula merah, gula semut, cuka dan minuman fermentasi yang
mengandung alkohol, juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan gula putih atau
gula kristal.
:
:
:
:
:
:
:
:
Plantae
Spermatophyta
Angiospermae
Monocotyledoneae
Arecales
Arecaceae (Palmae)
Nypah
Nypah fructicans Wurmb
II-104
mencapai 100 cm dan lebar 4-7 cm berbentuk pita dan ujungnya meruncing.
Warna daun nipah muda menyerupai janur kelapa lalu berubah menjadi hijau
kalau sudah tua.
Bunga nipah sangat menarik dan aneh. Hal ini dijumpai terutama pada
bentuk bunga betina yang berupa kumpulan bunga yang rapat dan membentuk
sebuah kepala. Bunga nipah terdiri atas dua macam bunga yaitu bunga jantan dan
bunga betina. Letaknya menjadi satu pada pohon yang sama. Bunga jantan
berwarna kuning oranye dan keluar dari bagian samping tangkai yang
menggantung. Tumbuhnya tegak dengan panjang mencapai 5 cm. Bunga jantan
diselimuti oleh kelopak bunga, serbuk sarinya tersembul keluar. Adapun bunga
betina berbentuk bulat peluru, tumbuh bengkok, dan mengarah ke samping. Satu
tangkai bunga nipah memiliki 2-3 cabang dan setiap cabang terdiri atas 2 3 bulir
bunga jantan. Pada setiap pohon nipah dewasa dapat tumbuh 1 3 tandan bunga.
Bila tangkai tandan bunga dipotong sebelum buahnya masak, akan keluar getah
manis yang dikenal dengan nira nipah. Nira merupakan sumber bahan baku
murah pembuatan gula dan alkohol.
Tanaman nipah memiliki akar serabut, buahnya terdiri atas kulit luar, sabut
atau daging buah dan biji. Ukuran biji nipah kira-kira sebesar kepalan tangan
dengan panjang antara 8-13 cm, berbentuk kerucut, dan memiliki tempurung yang
keras jika sudah tua. Jumlah buah untuk setiap tangkainya berkisar antara 30-50
butir yang tumbuh berdempetan sehingga tampak menjadi bundar.
kawasan tropik mulai dari Srilanka sampai Kepulauan Solomon dan Australia dan
sebagai batas penyebarannya di sebelah utara adalah Kepulauan Ryu Kyu.
Tanaman ini termasuk suatu jenis flora yang sudah sangat tua, hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya fosil-fosil nipah di Afrika, Amerika Selatan dan Eropa.
Secara keseluruhan potensi tanaman nipah tidak kalah dibandingkan dengan
komoditi lain, yakni merupakan tanaman serba guna.
II-105
Nipah tergolong tanaman dataran rendah yang menyukai iklim pantai dan
tumbuh liar pada ketinggian 0-10 m dari permukaan laut. Oleh karenanya, nipah
hanya tumbuh subur di sepanjang daerah pasang surut dekat dengan pantai dan di
tepi muara sungai atau rawa-rawa yang berair payau. Nipah liar tumbuh subur,
sebagian tubuhnya (batang dan akar) terendam di dalam lumpur halus yang berair
payau. Derajat keasaman (pH) yang sesuai antara 6 6,5 dan kadar salinitasnya
antara 50-100 mmosh/cm3.
tanaman kerdil serta produksi malai dan buahnya menjadi rendah. Kondisi suhu
lingkungan yang cocok berkisar 20-250C. Suhu rendah sangat mempengaruhi
pertumbuhan nipah karena nipah sangat toleran terhadap suhu lingkungan.
Tanaman nipah dikenal di Indonesia dengan nama bak nipah (Aceh), nipah
(Kano, Lampung), nipa (Bugis, Makassar), tangkal daun (Sunda), byuk (Jawa),
bhuyuk (Madura), nifa (Bima), libra (Sumba), ipal, nypa, perumpong
(Kalimantan), dungkun (Sangir), bobo (Manado), nipa, enduk (Toraja, Enrekang).
II-106
niranya, yakni cairan manis yang diperoleh dari bunga yang belum mekar. Di
Filipina, nira ini diperam untuk menghasilkan semacam tuak yang dinamakan
Tuba (dalam bahasa setempat).
menghasilkan cuka. Pucuk nipah dan buah yang masih muda dapat dimakan.
Beberapa suku bangsa di Indonesia seperti suku Sunda, Jawa, Madura, Bali,
Palembang, Aceh, Batak dan Makassar telah memanfaatkan buah nipah untuk
dimakan dalam keadaan segar, bahkan suku bangsa Sunda dan Madura telah
menfaatkan buah nipah untuk pembuatan kue (tepung buah). Bila dilihat dari
potensi dan manfaatnya maka buah nipah tersebut cukup memberikan nilai
ekonomis yang baik sebagai sumber pangan.
Tanaman nipah berpotensi besar dijadikan sumber bahan baku pembuatan
gula. Hal ini disebabkan nipah merupakan bahan baku yang murah dan mudah.
Harganya murah karena tanpa harus memelihara dan menanamnya, kita telah
mendapatkan bahan baku gulanya. Penyadapannya mudah karena tidak perlu
memanjat terlebih dahulu. Nira nipah selain diolah menjadi gula juga dapat
diolah menjadi cuka dan alkohol. Fungsi lain tanaman nipah adalah sebagai
tanaman penyangga ekosistem seperti halnya tanaman bakau.
Fungsi yang
terpenting adalah menahan erosi tanah di tepian muara sungai dan menahan abrasi
(pengikisan tanah) yang disebabkan oleh angin dan air laut ketika pasang.
II-107
sebagainya. Pengambilan nira biasa dilakukan dengan cara digiling, diperas dan
disadap. Gula terutama diperoleh dari tebu dan bit. Selain digunakan sebagai
bahan pangan, gula juga menjadi bahan kimia yang sangat penting dalam bidang
industri dan menghasilkan berbagai produk yang berbeda-beda. Jika berbicara
tentang gula, yang kita maksud biasanya adalah gula tebu,
beberapa jenis gula tertentu yang mempunyai tempat dan kegunaannya masingmasing. Sumber sukrosa tersebut antara lain jagung, shorgum, palma tertentu dan
madu.
Komponen utama yang terdapat dalam nira selain air adalah karbohidrat
dalam bentuk sukrosa sedangkan komponen lainnya adalah protein, lemak,
vitamin dan mineral tetapi dalam jumlah yang relatif kecil. Komposisi tersebut
menyebabkan nira dapat menghasilkan beberapa produk baru seperti aneka
macam pemanis, minuman ringan (tuak, anggur, nata), asam cuka, dan alkohol.
Kandungan alkohol dalam nira nipah dapat mencapai 6-7 %.
Nira nipah
mengandung sukrose 15-20%, gula reduksi 0,2-0,5%, dan abu 0,3-0,7%. Oleh
karena itu, nira nipah ini sangat potensial untuk dijadikan gula merah ataupun gula
pasir.
1. Persiapan Penyadapan Nira Nipah
Tanaman nipah sudah dapat disadap niranya apabila telah berbunga.
Biasanya tanaman nipah mulai berbunga pada umur lima tahun. Jika bunga
dibiarkan tumbuh, maka bunga tersebut (bunga betina) akan berubah menjadi
buah. Waktu penyadapan yang paling baik adalah pada saat buah masih
dalam fase degan atau buah nipah masih mudah. Pada fase ini tanaman
sedang aktif mengumpulkan bahan makanan untuk pembentukan biji. Fase ini
ditandai dengan isi biji yang berwarna putih bening dan lunak, seperti halnya
buah kelapa.
Sebelum penyadapan dimulai tangkai bunga nipah diberi perlakuan
khusus.
pelenturan tangkai tandan selama 3 hari. Setelah itu, distirahatkan selama 2-3
hari. Selanjutnya diulangi dengan perlakuan yang sama sampai seminggu
menjelang penyadapan. Semua perlakuan prasadap harus dilakukan secara
hati-hati, agar tidak terjadi kerusakan tangkai bunga yang akan disadap
II-108
sehingga penyadapan dapat berjalan dengan baik. Tandan yang dipilih harus
memenuhi persyaratan sadapan.
bidang sadapan harus lebih dari 45 cm dan diameter tangkai tandan sekurangkurangnya 3 cm. Tangkai buah dibersihkan dan dililitkan tali rotan tipis
terlebih dahulu sampai menutupi bagian yang besar dari tangkai bunga yang
akan disadap. Perlakuan ini bertujuan untuk menghindari kerusakan tangkai
tandan bunga sewaktu mengalami perlakuan.
miring bidang sayatan dari tangkai buah atau mayang. Dengan cara ini, nira
yang dihasilkan akan lebih banyak dan keluar dengan lancar.
Hal ini
II-109
banyak. Banyaknya nira yang dihasilkan antara 0,5-2 liter setiap kali panen.
Di Papua Nugini rata-rata 1,8 liter per tandan per satu kali panen. Penyadapan
dapat berlangsung sekitar 40-60 hari bahkan bisa lebih lama tergantung pada
ketebalan sayatan tandan yang disadap dan tempat tumbuh tanaman serta
musim pada saat pemanenan.
II-110
terlibat kegiatan ragi, selanjutnya ke asam asetat terlibat kegiatan bakteri dan
hasilnya berupa cuka yang berasa asam.
Nira yang disadap di tepi sungai/laut bila telah menjadi gula rasanya akan
agak asin, karena salinitasnya tinggi dan kandungan garamnya juga tinggi.
Sedangkan kawasan yang agak jauh dari tepi laut/sungai biasanya tingkat
kesuburan tanahnya lebih baik, sehingga hasil niranya pun akan lebih banyak
daripada nipah yang ada ditepi sungai/laut. Rasa manis pada nira disebabkan oleh
kandungan sukrosa.
tumbuh nipah dan juga dipengaruhi oleh musim, jika musim kemarau maka
derajat kemanisan nira akan tinggi tetapi bila musim hujan tiba maka tingkat
kemanisan akan berkurang karena diduga adanya air hujan yang merembes ke
dalam batang nipah maupun pada saat proses penyadapan.
II-111
glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam)
menyimpan energi yang digunakan oleh sel. Gula kristal merupakan gula bit atau
gula tebu berbentuk granulasi seperti gula pada umumnya yang dijual dalam
bentuk gula butiran/pasir atau dicetak dalam bentuk gula kubus.
Pada gula terdapat sukrosa yang bersumber dari tebu, jagung, mapel gula
(acer), shorgum (cantle), palma tertentu, dan madu. Selanjutnya dijelaskan bahwa
tinggi rendahnya kandungan sukrosa dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan,
jarak tempat pengolahan dengan tempat penyadapan serta bahan pengawet yang
digunakan untuk mempertahankan mutu nira. Gula secara umum adalah turunan
II-112
dari karbohidrat yang dapat digunakan sebagai bahan pemanis di dalam industri
makanan dan disebut sukrosa.
1.
tidak
mengandung
ampas
seperti
halnya
tebu,
sehingga
penguapan.
Proses
penguapan
dimaksudkan
untuk
II-113
misalnya pada keju, minuman anggur dan lain-lain. Bahan pangan dalam
kondisi penyimpanan normal akan mengalami reaksi-reaksi atau perubahan,
sehingga bahan pangan tersebut tidak dapat dipakai lagi. Setiap perubahan
dari bahan pangan yang masih segar maupun setelah diolah dimana
perubahan sifat-sifat kimiawi dan fisik dari bahan pangan tersebut
mengakibatkan ditolaknya bahan pangan tersebut oleh konsumen.
Nira merupakan bahan yang mudah sekali mengalami kerusakan
oleh mikroba yang ada dalam nira. Kehadiran mikroorganisme dalam nira
akan mempercepat proses fermentasi gula yang terdapat dalam nira sehingga
menyebabkan nira menjadi cepat rusak.
apabila disimpan
maka nira harus di beri bahan pengawet berupa buli, kulit pohon manggis,
dan natrium metabisulfit. Cara pemberiannya yaitu dengan memasukkan
bahan pengawet ke dalam tempat penampungan sebelum nira diolah lebih
lanjut. Setelah itu, sebaiknya nira segera dimasak.
II.
II-114
II-115
Ilmu Pangan
Departemen Kehutanan dan Biro Pusat Statitistik . 2004. Potensi Hutan Rakyat
Indonesi. Jakarta
Departemen Pertanian. 2002. Berita Standarisasi dan Mutu Kegunaan Pangan.
Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia, Jakarta.
Dransfield S., and E. A. Widjaya. 1996. Plant Resources of South-East
Rattan. Prosea Indonesia-Yayasan Prosea. Bogor Indonesia
Asia 6.
Food-Info net Gula. 2007. Jenis-jenis Gula dan berbagai Produk Terkait. An
iniatiave
of
Wageningen
University,
The
Netherlands.
Http://www.produk.makanan.com [18 Oktober 2007]
Litbang Departemen
II-116
Buletin
Jakarta.
Zulnely. 2002. Beberapa sifat Buah Nipah (Nypah fruticans). Info Hasil Hutan
Vol. 9 No. 1.
II-117
II-118
Tujuan Khusus
Menjelaskan kayu putih, minyak eukaliptus dan minyak nilam sebagai produk
hasil hutan bukan kayu dari golongan minyak atsiri
3.1.
minyak dari hayati (nabati dan hewani) yang terdiri dari minyak dan atau lemak,
dan yang khusus diproduksi oleh tanaman adalah adanya minyak atsiri (essential
oil). Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak terbang atau minyak eteris
(essential oil atau volatile). Minnyak atsiri dapat dihasilkan dari berbagai
tanaman,seperti akar, batang, ranting, daun, bunga, atau buah. Jenis tanaman
penghasil minyak atsiri ada 150 200 spesies. Sementara itu, minyak atsiri yang
beredar di pasaran dunia ada sekitar 70 jenis. Di Indonesia terdapat sekitar 40 jenis
tanaman penghasil minyak atsiri.
Minyak atsiri merupakan kelompok besar minyak nabati yang berwujud
cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan
aroma yang khas. Di dalam perdagangan, sulingan minyak atsiri dikenal sebagai
bibit minyak wangi. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya
rendah.
Minyak atsiri atau minyak eteris adalah minyak yang bersifat menguap,
yang terdiri dari campuran zat yang menguap, dengan komposisi dan titik didih
yang berbeda-beda. Minyak atsiri juga disebut minyak terbang (menguap) pada
suhu kamar (250C) tanpa mengalami dekomposisi. Aroma minyak atsiri umumnya
khas sesuai dengan jenis tanamannya. Minyak atsiri bersifat mudah larut dalam
III-1
pelarut organik, tapi tidak larut air. Selanjutnya dikemukakan bahwa pada
tanaman, minyak atsiri mempunyai 3 fungsi yaitu : membantu proses penyerbukan
dengan menarik beberapa jenis serangga, mencegah kerusakan tanaman oleh
serangga, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman.
Bau khas dari tanaman ternyata ditimbulkan secara biokimia sejalan
dengan perkembangan proses hidupnya sebagai suatu produk metabolit sekunder
yang disebut minyak atsiri. Minyak ini dihasilkan oleh sel tanaman atau jaringan
tertentu dari tanaman secara terus menerus sehingga dapat memberi ciri tersendiri
yang berbeda-beda antara tanaman satu dengan tanaman lainnya. Minyak ini
bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun oleh gabungan dari berbagai
senyawa pencetus bau lainnya yang jenis, sifat dan khasiatnya berbeda. Secara
kimia tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari
kelompok terpenoid dan fenil propana. Melalui asal usul biosintetik, minyak atsiri
dapat dibedakan menjadi turunan terpenoid dan fenil propanoid. Adapun sifat
sifat minyak atsiri yaitu : memiliki bau khas yang mewakili bau tanaman aslinya;
memiliki rasa getir, berasa tajam, menggigit, memberi rasa hangat sampai panas
atau justru dingin ketika dikulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya;
bersifat tidak dapat disabunkan dengan alkali dan tidak berubah menjadi bau
tengik, berbeda dengan minyak lemak; tidak dapat bercampur dengan air,tetapi
dapat memberi baunya pada air walaupun kelarutannya sangat kecil; sangat mudah
larut dalam pelarut organik.
Di Indonesia terdapat sekitar 40 jenis tanaman penghasil minyak atsiri.
Jenis yang telah lama dikenal adalah minyak kayu putih, minyak nilam, sedangkan
minyak eukaliptus (leda) belum diusahakan walaupun dikawasan timur Indonesia
adalah termasuk jenis yang banyak tumbuh secara alami..
3.2.
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
III-2
Sub Divisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Myrtales
Family
: Myrtaceae
Genus
: Melaleuca
Species
Taksonomi pohon kayu putih ini adalah berupa pohon atau perdu dengan
tinggi 10-20 m, kulit batangnya berlapis-lapis, berwarna keabu-abuan dengan
permukaan kulit yang terkelupas tidak beraturan. Batang pohonnya tidak terlalu
besar, dengan percabangan menggantung ke bawah. Daun tunggal, agak tebal
seperti kulit, bertangkai pendek, letak berseling. Helaian daun berbentuk jorong
atau lanset, panjang 4,5 - 15 cm, lebar 0,75 - 4 cm, ujung pangkalnya runcing, tepi
rata, tulang daun hampir sejajar. Permukaan daun berambut, warna hijau kelabu
sampai hijau kecoklatan. Daun bila diremas atau dimemarkan berbau minyak
kayu putih. Perbungaan majemuk bentuk bulir, bunga berbentuk seperti lonceng,
daun mahkota warna putih, kepala putik berwarna putih kekuningan, keluar di
ujung percabangan. Buah panjang 2,5 - 3 mm, lebar 3 - 4 mm. Warnanya coklat
muda sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti sekam, berwarna
kuning kecoklatan. Ada beberapa varietas pohon kayu putih, ada yang kayunya
berwarna merah dan ada yang kayunya berwarna putih.
Penyebaran
Di Indonesia tegakan kayu putih terutama terdapat di sebelah timur
kepulauan Indonesia (Seram, Buru, NTT) dan di pulau Jawa. Selain di Indonesia,
tanaman kayu putih terdapat pula di Australia dan kawasan Asia Tenggara dengan
daerah penyebarannya mulai dari dataran hingga daerah pegunungan.
III-3
tanaman ini dapat tumbuh pada tanah podsol, laterit, alluvial dengan banyak
variasi batuan induk yang terdiri dari batuan pasir, granit dan sedimen.
Pertumbuhannya cepat dan selalu hijau sepanjang tahun. Tahan terhadap air asin,
angin dan kekeringan dan tahan pula terhadap kebakaran. Jika tanaman kayu
putih terbakar, tunasnya akan segera muncul kembali dan ternyata lebih cepat jika
dibandingkan dengan jenis-jenis kayu lainnya.
Tanaman kayu putih ini tumbuh baik mulai dari dataran rendah sampai
daerah pegunungan (0 - 1000 m dpl), bahkan masih dapat tumbuh di daerah
dengan ketinggian 1500 m dpl. Di Irian Jaya di sekitar danau Sentani (200 m dpl),
kayu putih banyak dijumpai tumbuh secara alami dengan ukuran pohon besar.
Tanaman ini dikenal di Indonesia dengan beberapa nama menurut
daerahnya masing-masing seperti Gelam (Sunda, Jawa), Ghelam (Madura),
Inggolom (Batak), Gelam;Kayu gelam;Kayu putih (Melayu), Bru gelang;Waru
gelang (Sulawesi), Nggielak;Ngelak (Roti), Iren;Sekaten (Piru), Irano (Amahai),
Ai kelane (Hila), Irono (Haruku), Ilano (Nusa Laut Saparua), Elan (Buru).
III-4
1. Sifat Fisik
Minyak kayu putih yang kasar berwarna biru sampai hijau. Sedangkan
minyak kayu putih yang telah dimurnikan berwarna kuning sampai tidak
berwarna dan berbau seperti kamper. Minyak kayu putih yang murni bila
dikocok di dalam botol, maka gelembung-gelembung yang terbentuk di
permukaan akan cepat menghilang. Bila minyak kayu putih dipalsukan, yaitu
dicampur dengan minyak tanah atau bensin, maka gelembung-gelembung yang
terbentuk setelah dikocok tidak akan cepat hilang.
2. Kandungan dan Sifat Kimia
Senyawa aktif yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih adalah
1,8-sineol 50-65%, linalool, alfaterpineol, terpinen 4-ol,terpinil asetat, pinene,
nerolidol, laevo-pinene, 20(29)-ene-3beta, 17beta-diol, (2E,6E)-farnesol, fitol,
squalene,
alloaromadendrene,
ledene,
palustrol,
viridiflorol,
ledol,
asam
platanat,L-limonen,
dipenten,
azulen,
III-5
karena jumlah daun kayu putih hasil panen tidak selalu sama dengan kapasitas
ketel, sehingga perlu dilakukan penyimpanan.
Penyimpanan dilakukan tidak lebih dari satu minggu dengan menebarkan
di lantai setinggi kurang lebih 20 cm pada suhu kamar, di tempat kering dengan
sirkulasi udara terbatas. Bila daun dimasukkan ke dalam karung, min minyak
yang dihasilkan akan berbau apek dan kadar sineolnya menjadi rendah.
secara
umum adalah jenis tanaman, cara penyimpanan dan proses penyulingan. Mutu
minyak kayu putih dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu mutu Utama (U) dan
mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar sineol yang terdapat dalam
minyak kayu putih tersebut.
Selama penyulingan berlangsung, jumlah dan kualitas minyak yang
tersuling akan terus menurun. Penurunan jumlah minyak disebabkan oleh minyak
yang terkandung dalam daun makin lama makin berkurang. Penurunan kualitas
disebabkan oleh kadar sineol yang sebagian besar sudah tersuling pada awal
penyulingan karena komponen tersebut memiliki titik didih yang rendah. Bila
penyulingan minyak dilakukan tanpa pemisahan ke dalam fraksi menurut periode
penyulingan, akan diperoleh campuran minyak dengan kadar sineol tinggi dan
rendah yang tidak memenuhi persyaratan ekspor. Untuk mengatasi hal tersebut
minyak perlu ditampung dalam dua atau tiga tempat penampungan menurut
periode waktu penyulingan. Dengan cara tersebut akan diperoleh minyak dengan
tiga kualitas yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Berdasarkan ketentuan Badan Standar Nasional Indonesia (SNI), syarat
mutu minyak kayu putih yang diperkenankan adalah seperti yang terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 3.1. Persyaratan mutu minyak kayu putih
No
1
2
3
4
Persyaratan
Berat Jenis pada 15C
Indeks Bias pada 20C
Putaran Optik pada 27,5C
Kelarutan dalam alkohol 80 %
Persyaratan
Minyak lemak
Minyak pelikan
Kadar sineol mutu Utama (U)
Kadar sineol mutu Pertama (P)
Uji bau
5
6
7
8
9
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
: Dicotyledonae
Ordo
: Myrtales
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Eucalyptus
Species
: Eucalyptus deglupta
Pohon ini mempunyai batang tegak, tinggi dan bertajuk pohon tinggi.
Kulitnya sangat licin yang sebagian putih tapi terus-menerus mengelupas tidak
teratur. Tinggi pohon leda sekitar 10-25 m dengan kulit berwarna coklat sampai
abu kecoklatan, daun berbentuk bulat telur memanjang sampai bentuk lanset,
bunga berbentuk payung
merupakan musim berbunga leda, buah yang masak berwarna hijau tua sampai
hitam.
Tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi curah hujan
dan suhu yang tinggi sepanjang tahun serta mampu tumbuh dengan cepat.
Tumbuhan ini berbuah dan berbiji dengan cepat pada usia yang dini dan patahan
pohon muda akan dengan cepat membentuk ranting baru. Tumbuhan ini dapat
tumbuh pada tanah berpasir, terdapat abu vulkanik (dengan pH 6 7,5) dan
mampu tumbuh dengan baik pada tanah liat vulkanik yang memilki status nutrisi
rendah. Tanaman ini banyak dijumpai di Australia, Papua New Guinea, Timor
dan kepulauan Filipina. Selain itu, tanaman ini juga dikembangkan di Algeria,
III-7
Spanyol, Amerika Selatan, Kongo, Belgia dan bagian lain di dunia menggunakan
bibit berasal dari Australia.
E. perriniana, E.
saxatilis, E. smithii.
III-8
jenis
tumbuhan,
varietas,
tempat
pembudidayaan
dan
cara
melaksanakan penyulingan.
Selama penyulingan berlangsung, jumlah dan mutu minyak yang tersuling
akan terus menurun. Penurunan jumlah minyak disebabkan oleh minyak yang
terkandung dalam daun makin lama makin berkurang. Penurunan mutu
disebabkan oleh kadar sineol yang sebagian besar sudah tersuling pada awal
penyulingan karena komponen tersebut memiliki titik didih yang rendah. Bila
penyulingan minyak dilakukan tanpa pemisahan ke dalam fraksi menurut periode
waktu penyulingan. Dengan cara tersebut akan diperoleh minyak dengan tiga
mutu yaitu tinggi, sedang dan rendah. Mutu merupakan suatu tolak ukur yang
telah melekat dalam semua aspek kehidupan manusia modern. Untuk minyak
atsiri, mutu minyaknya dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: jenis atau
varietas tanaman, umur tanaman sebelum
dipanen, perlakuan bahan mentah sebelum penyulingan, cara penyulingan, bahan
alat penyulingan, perlakuan terhadap minyak sesudah penyulingan dan
penyimpanan minyak.
Minyak eukaliptus tersusun atas sineol 70-88%, asam butirat, aldehida, dan
prenena. Minyak leda tidak larut dalam air, tidak berwarna sampai sedikit kuning,
larut dalam alkohol 70% sampai 90% dan pelarut-pelarut organik, indeks refraksi
1,4580-1,4700, berat jenis 0,905-0,925 (25 C), putaran optik -5 sampai +5,
berbau khas seperti kamper.
3.2.3. Pogostemon heyneanus Benth
Bagi tanaman nilam, minyak yang dikandungnya mampu menarik
kehadiran serangga penyerbuk sekaligus aromanya dapat mengusir serangga
perusak tanaman, yang pasti ia berfungsi sebagai cadangan makanan bagi tanaman
III-9
itu. Daun nilam yang kering mengandung 1,4%-4% minyak atsiri, minyak ini
mengandung sekitar 40% patchouli alcohol. Komponen penting penyusun minyak
nilam (Patchouli Oil) meliputi Patchouli alcohol, Patchouli camphor, Eugenol,
Benzaldehyde, Cinnamic aldehuyde dan Cadinene. Tetapi komponen penyusun
yang paling menentukan mutu minyak nilam adalah Patchouli alcohol yang
kadarnya tidak kurang dari 30%.
Tanaman nilam merupakan tanaman penghasil minyak atsiri yang terdiri
dari berbagai jenis, dimana setiap jenis memiliki kadar dan kualitas minyak yang
berbeda, antara lain :
1.
2.
3.
yang paling tinggi adalah nilam Aceh. Jika nilam sabun dan nilam hutan rata-rata
hanya mengandung rendemen minyak atsiri antara 0,5%-1,5%. Kadar minyak
atsiri nilam Aceh rendemennya mencapai 2,5%-5,0%. Oleh sebab itu pula, nilam
Aceh merupakan jenis yang sangat tepat dipilih guna dibudidayakan secara
komersial.
III-10
: Plantae
Division
: Spermatophyta
Sub division
Angiospermae
Class
Dicotyledonae
Ordo
Tubiflorae
Family
Labiatae
Genus
Pogostemon
Species
Tanaman nilam yang termasuk famili Labitae memiliki ciri-ciri yaitu akar
serabut, bentuk daun tunggal yang berbentuk bulat telur dan lonjong, melebar di
tengah, meruncing ke ujung dan tepinya bergerigi. Tulang daunnya bercabangcabang ke seluruh penjuru. Batang berkayu dengan diameter 10-20 mm, lunak dan
berbuku-buku, batangnya mengembang dan berair, berwarna hijau kecoklatan dan
percabangannya bertingkat mengelilingi batang antara 3-5 cabang bertingkat.
Setelah berumur enam bilan, tingginya mencapai 1 meter dengan radius cabang 60
cm.
Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Nilam yang lebih dikenal dengan nama ilmiah pogostemon sp., telah
dikenal sejak lama di Indonesia. Daerah asalnya tidak diketahui secara pasti. Ada
yang mendakwanya berasal dari India dan ada pula yang menduga dari Srilangka
bahkan Filipina. Yang jelas, semenjak tahun 1653 tanaman ini telah digunakan
orang untuk keperluan mandi karena aromanya yang khas dan harum.
Tahun 1895, seorang Belanda membawa tanaman nilam yang berasal dari
Filipina di Indonesia dan untuk pertama kalinya nilam ditanam sebagai tanaman
sela diperkebunan kopi di kaki gunung Pasaman, Sumatera Barat. Seusai perang
Aceh, tanaman ini mulai menyebar ke daerah sekitar Aceh serta ditanam sebagai
tanaman sela di perkebunan tembakau dan kelapa sawit. Kemudian pada tahun
1920, pemerintah Belanda mendirikan unit-unit usaha penyulingan minyak nilam
III-11
di daerah tersebut dan terbukti hasilnya tidak sia-sia sebab hingga kini proses
penyulingan minyak nilam tetap berlangsung.
Tanaman nilam dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, gembur
dan banyak mengandung bahan organis. Jenis tanah yang dapat ditumbuhi adalah
regosol, latosol, dan alluvial. Tekstur tanahnya adalah lempung berpasir, atau
lempung berdebu dan keasaman tanah antara pH = 6-7, mempunyai daya resapan
tanah yang baik dan tidak menyebabkan genangan air pada musim hujan.
Tanaman nilam dapat tumbuh di dataran rendah maupun pada dataran tinggi yang
mempunyai ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut. Akan tetapi nilam
akan tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada ketinggian tempat 10-400
meter di atas permukaan laut. Tanaman ini menghendaki suhu yang panas dan
lembab serta memerlukan curah hujan yang merata yaitu berkisar antara 23003500 mm/tahun dan merata sepanjang tahun, sedangkan suhu yang baik untuk
tanaman ini adalah 240C-280C dengan kelembaban lebih dari 75%.
Pemanenan
Panen pertama dapat dilakukan 7-9 bulan setelah tanam dan panen
berikutnya dapat dilakukan setiap 3-4 bulan sekali, hingga umur produktif 3 tahun.
Setelah umur produktif terlampaui, tanaman harus diremajakan. Waktu
pemanenan nilam harus dilakukan pagi atau sore hari. Panen nilam tidak dapat
dilakukan pada siang hari ketika panas hari cukup menyengat. Hal ini disebabkan
karena pada siang hari, sel-sel pada daun masih menjalani proses metabolisme
sehingga dapat mengurangi laju pembentukan minyak. Selain itu akan
menyebabkan terjadinya proses transpirasi daun yang lebih cepat dan kondisi daun
menjadi kurang elastis serta mudah sobek. Kesemuanya akan mengakibatkan
jumlah minyak yang dihasilkan menurun.
Sebelum proses penyulingan biasanya dilakukan perlakuan pendahuluan
terhadap bahan yang akan disuling. Perlakuan tersebut yaitu pengeringan atau
pelayuan dan pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran
minyak atsiri di dalam tanaman dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluhpembuluh, kantong minyak atau rambut glandular. Apabila bahan dibiarkan utuh,
kecepatan pengeluaran minyak hanya tergantung dari proses difusi yang
III-12
III-13
III-14
2. Penyimpanan
Jika proses penyimpanan setelah pengeringan harus dilakukan maka
dianjurkan tidak menyimpan daun nilam kering lebih dari satu minggu
karena dapat menurunkan produksi minyaknya.
3. Pengecilan ukuran
Pengecilan ukuran dilakukan sebaiknya sesudah pelayuan/pengeringan
untuk menghindari banyaknya kehilangan minyak akibat pengeringan,
tetapi ada juga yang melakukan setelah panen sebelum dikeringkan, hal
ini perlu dikaji pengaruh pengecilan sebelum pengeringan dan setelah
pengeringan yang langsung akan masuk ke ketel penyulingan.
Pengecilan ukuran meliputi :
a. diiris
b. dipotong
c. dirajang
2. Tempat tumbuh
Komponen tempat tumbuh yang menjadi parameter untuk penanaman nilam
adalah ketinggian, pH tanah, Suhu, kelembaban, cahaya matahari dan curah
hujan.
III-15
dpl.
Nilam yang ditanam pada dataran tinggi kadar patchouli alcohol-nya lebih
tinggi tapi kadar minyaknya rendah dan sebaliknya pada daerah dataran
rendah kadar patchouli alcohol-nya lebih rendah namun kadar minyaknya
lebih tinggi.
Nilam menghendaki tanah dengan pH mendekati netral yaitu 6 7.
Nilam merupakan tanaman yang tidak haus akan air tapi membutuhkan
ketersedian air yang mencukupi sehingga butuh curah hujan yang merata
sepanjang tahun jika kondisi hujan yang tidak merata sepanjang tahun maka
sistem pengairan dibutuhkan untuk menghadapai masa kemarau yang
panjang.
3.
4.
Teknik budidaya
Pertumbuhan vegetatif yang subur tidak menjamin kadar minyak dalam
tanaman menjadi tinggi, Nilam yang ditanam dibawah naungan opertunbuhan
vegetatifnya bagus, ukuran daun besar dan warna agak hijau memiliki
kandungan minyak yang rendah disbanding dengan yang ditanam pada
daerah terbuka dengan kondisi daun agak kuning dan kecil.
- Sumber bibit (stek, kultur jaringan
- Jarak tanam
III-16
- Sistem bedengan
- Monokultur
- Dengan Pohon penaung
- Penggunaan pupuk organic dan anorganik
5.
Bioteknologi
Peningkatan
produksi
minyak
dapat
dilakukan
dengan
penerapan
bioteknologi, mulai dari pengadaan bibit dengan kultur jaringan sampai pada
rekayasa genetik untuk mendapatkan gen-gen yang memacu pembentukan
minyak. Aplikasi enzim sebagai pupuk daun untuk meningkatkan kadar
minyak dalam tanaman.
3.3.
3.3.1.
III-17
Di situ unsur
III-18
sel atau kelompok sel tanaman (jaringan sekretori) yang meproduksi (mensekresi)
minyak tersebut seperti idioblas sekretori, saluran resin, nektari, dan trikoma
glandular (kelenjar minyak). Substansi yang disekresi dapat terkumpul dalam
ruang interinsuler yang spesifik Ruang-ruang ini mempunyai bentuk dan asal yang
berbeda-beda.
Minyak atsiri sendiri merupakan salah satu hasil proses metabolisme
dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi berbagai persenyawaan kimia
dengan adanya air. Minyak tersebut disintesa dalam sel glandular (glandular cell)
pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembulu resin (resin
duct), misalnya minyak terpentin dari pohon pinus.
Metabolisme dalam tanaman terdiri atas :
a. Metabolisme primer (primary metabolite)
Senyawa organik yang dihasilkan dari metabolisme primer adalah karbohidrat,
protein, lemak, membrane lipids, nucleid acids, chlorophyl and hemes.
b. Metabolisme skunder (secondary metabolite or secondary plant product or
natural products )
Metabolisme sekunder menghasilkan alkaloids, terpene, (meliputi steroid dan
getah), tannin, flavonoids etc.
Metabolisme sekunder atau produk sekunder tanaman dapat dikelompokkan
atas tiga kelompok yaitu :
a. Isoprenoid compound or terpenes e.g., essensial oil, steroids, rubber etc.
b. Nitrogen containing secondary metabolites e.g., alkaloids non-protein,
amino acids etc.
c. Phenolic compounds or phenolics e.g., lignin, tannins, flavonoids etc.
III-19
karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat
III-20
digunakan sebagai bahan terapi terhadap suatu jenis penyakit atau lebih populer
disebut terapi aroma. Kebanyakan minyak atsiri memiliki bau yang spesifik, hal
ini terrjadi karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda.
Komposisi atau kandungan masing masing komponen kimia tersebut adalah hal
yang paling mendasar dalam menentukan aroma maupun kegunaannya (sebagai
bahan pengharum, kosmetik, obat dan lain lain). Jadi penentuan komponen
penyusun dari masing masing komponen tersebut di dalam minyak atsiri
merupakan hal yang sangat penting
minyak atsiri.
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan wewangian, penyedap masakan,
obat-obatan dan penarik ataupun penolak serangga.
III-21
Melalui mulut atau dikomsumsi (oral), antara lain jamu yang mengandung
minyak atsiri atau bahan penyedap makanan (bumbu).
2.
Pemakaian luar (topical/external use), antara lain pemijatan lulur dan obat
luka atau memar.
3.
3.5.
A.
Penyulingan (distillation).
Penyulingan adalah pemisahan komponen-komponen suatu campuran
dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari
masing-masing zat tersebut. Campuran cairan yang disuling dapat berupa
cairan yang tidak larut dan selanjutnya membentuk dua fasa atau cairan yang
saling melarutkan secara sempurna yang hanya membentuk satu fasa.
Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dengan
menyuling atau mengekstraksi daun nilam kering. Penyulingan minyak atsiri
dapat dilakukan dengan tiga cara atau model, yakni penyulingan dengan air,
penyulingan dengan uap dan penyulingan dengan air dan uap. Dari ketiga
cara penyulingan minyak atsiri tersebut, cara yang paling sesuai untuk
minyak nilam adalah cara penyulingan dengan uap air (dikukus) dan dengan
uap. Cara penyulingan dengan air tidak sesuai untuk minyak nilam karena
bahan yang disuling sulit bisa bergerak menyebabkan rendemen dan mutu
minyak yang diperoleh rendah. Pada penyulingan dengan air dan uap bahan
tanaman yang bahan disuling diletakkan diatas rak-rak atau plat berlubanglubang, lalu ketel penyuling diisi dengan air hingga permukaannya tidak jauh
III-22
dari bagian bawah rak. Ciri khas model ini uap yang dihasilkan selalu dalam
keadaan basah, jenuh dan bahan yang disuling hanya berhubungan dengan
uap tidak dengan air panas. Kelemahan cara ini yaitu kecepatan penyulingan
rendah sehingga untuk memperoleh rendemen minyak yang tinggi perlu
waktu penyulingan yang panjang. Penyulingan minyak nilam sebaiknya
dilakukan dengan uap langsung dibanding dengan cara uap dan air
(dikukus), karena cara penyulingan dikukus merupakan penyulingan dengan
tekanan uap rendah, cara ini tidak menghasilkan uap dengan cepat sehingga
panjangnya waktu penyulingan cukup penting artrinya baik ditinjau dari
mutu maupun rendemen minyaknya.
Lamanya penyulingan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berat
daun nilam dan kecepatan penyulingan yang dilakukan. Waktu penyulingan
yang terlalu pendek akan menghasilkan rendemen yeng rendah karena masih
banyak senyawa minyak yang belum terbebaskan dari dalam daun.
Sebaliknya penyulingan yang terlalu lama dapat memboroskan biaya
produksi juga dapat mengakibatkan kegosongan minyak.
Pengolahan minyak atsiri dikenal 3 macam sistem penyulingan yaitu :
1.
Penyulingan dengan air (water distillation). Pada sistem ini bahan yang
akan disuling berhubungan langsung dengan air mendidih. Keuntungan
sistem penyulingan ini baik digunakan untuk menyuling bahan yang
berbentuk tepung dan bunga-bungaan yang mudah membentuk
gumpalan jika terkena panas. Kelemahan dari penyulingan ini yaitu
tidak baik digunakan untuk bahan yang larut dalam air dan bahan yang
sedang disuling dapat hangus jika tidak diawasi.
III-23
Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation). Pada
sistem ini bahan tidak berhubungan langsung dengan air dalam ketel
penyuling. Keuntungan sistem ini uap berpenetrasi secara merata ke
dalam jaringan bahan, rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih
baik dibandingkan dengan minyak hasil dari penyulingan dengan air
3.
B.
III-24
1.
yang
mudah
menguap.
Umumnya
digunakan
untuk
D.
1.
2.
III-25
3.6.
Bahan Diskusi
1. Pada bagian ini, mahasiswa dibagi menjadi 6 (enam) kelompok dan secara
berkelompok melakukan proses ekstraksi berbagai sumber bahan baku
minyak atsiri yang berbeda satu dengan lainnya, misalnya : cendana
(Santalum album), kamper (Cinnamomum camphora), kenanga (Cananga
curassava), lawang (Cinnamomum cullilawan).
2. Tiap kelompok melaksanakan dan mengamati setiap tahapan-tahapan dalam
proses ekstraksi minyak atsiri
3. Membuat paper mengenai : proses ekstraksi serta potensi minyak atsiri
tersebut. Format paper sebagai berikut : halaman paper maksimal 10 lembar,
menggunakan kerta A4, tipe huruf yang digunakan teks adalah Times New
Roman font 12 dengan spasi 1.5, dan menyertakan bahan rujukan/daftar
pustaka yang digunakan dalam pembuatan paper.
4. Membuat bahan presentasi dalam bentuk power point
5. Salah satu perwakilan kelompok mempresentasikan paper yang telah dibuat di
depan kelas untuk ditanggapi oleh kelompok lain.
3.7.
Bacaan/Rujukan Pengayaan
3.8.
Latihan Soal-Soal
1.
2.
3.
4.
III-26
Tujuan Khusus
Menjelaskan jarak, kemiri, tengkawang, dan kalumpang sebagai produk hasil
hutan bukan kayu dari golongan minyak/lemak
Jenis Komoditi
Nama Indonesia
Nama Latin
1. Balam
Palaquium walsurifolium
2. Bintaro
Cerbera manghas
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Buah merah
Croton
Kelor
Kemiri
Kenari
Ketapang
Ketiau
Lena
Makadamia
Mimba
Nyamplung
Nyatoh
Pandanus conoideus
Croton argyratus
Moringa oleifera
Aleurites mollucana
Canarium odoratum
Terminalia catappa
Ganua motleyana
Sasanum orientale
Macadamia sp.
Azadirachta indica
Callophyllum inophyllum
Palaquium javense
Produk
Minyak balam
Minyak
cerbera/bintaro
Minyak buah merah
Minyak croton
Minyak kelor
Minyak kemiri
Minyak kenari
Minyak ketapang
Minyak ketiau
Minyak lena
Minyak makadamia
Minyak intaran
Minyak nyamplung
Minyak nyatoh
IV-1
Jenis Komoditi
Nama Indonesia
Nama Latin
15. Picung
Pangium edule
16. Saga pohon
Adenanthera povinina
17. Seminai
18. Suntai
19. Tengkawang
Maducha crassipes;
Palaquium ridleyi
Palaquium burekii
Shorea seminis; S.pinanga;
S. macrophylla; S.splendida;
S. mecistopteryx;S. lepidota;
S.martiniana; S.stenoptera;
S. beccariana; S.macrantha;
S.palembanica;S.acabrima;
S.compressa;S.gysbertsiana;
S. singkawang;
S.amplexicaulis
Produk
Minyak picung
Minyak saga
pohon
Minyak seminai
Minyak suntai
Minyak
tengkawang
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub division
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha
IV-2
Species
Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak
teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan bila terluka mengeluarkan getah. Daun
tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5, daunya lebar berbentuk jantung atau bulat
telur melebar dengan panjang 5 15 cm. Bunga majemuk berbentuk malai,
berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal dan berumah satu. Buah jarak
pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm. Buah
jarak terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi satu biji sehingga
dalam setiap buah terdapat 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna
cokelat kehitaman. Biji inilah yang mengandung minyak dan mengandung toksin
sehingga tidak dapat dimakan.
IV-3
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Aleurites
Species
IV-4
Daging biji kemiri kemudian dihancurkan dengan blender setelah itu diekstrak
dengan menggunakan pengepressan hidrolik. Ekstrak daging biji kemiri disaring
dengan kain saring untuk memisahkan bungkil yang masih terikut dengan ekstrak
minyak kemiri kasar. Minyak kemiri kasar disentifusi selama kurang lebih 30
menit. Hasil sentrifusi diperoleh pemisahan yaitu minyak di bagian atas dan
endapan gum di bagian bawah.
IV-5
: Plantae
(tidak termasuk)
: Eudicots
(tidak termasuk)
: Rosids
Ordo
: Malvales
Famili
: Dipterocarpaceae
Upafamili
: Dipterocarpoideae
Genus
IV-6
Buah tengkawang dikumpulkan dari hutan oleh suku Dayak, dibuang kulitnya
kemudian dijemur di bawah matahari dan selanjutnya dijual ke pedagangpedagang Cina.
IV-7
selama dua jam. Lemak kemudian mencair dan mengapung di atas permukaan air.
Lapisan lemak tersebuk dipisahkan sebagai minyak tengkawang
: Plantae
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Klas
: Dicotyledoneae
Sub Klas
: Dileniidae
Ordo
: Malvales
Famili
: Sterculiaceae
Genus
: Sterculia
Spesies
IV-8
kabu (Batak, Sumatra), dan kalupat (Sulawesi). Di negara lain kalumpang juga
dikenal dengan nama kalumpang sari (Peninsular, Malaysia), kalumpang
(General, Philipina), letpan-saw (Myanmar, Burma), samrong (Cambodia).
Kalumpang merupakan salah satu kekayaan flora yang tersebar di seluruh
nusantara. Biji kalumpang diketahui mempunyai komposisi lemak yang sangat
tinggi.
Gambar 4.4. Pohon Kalumpang (S. foetida Linn.) yang terdapat di Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Nama kalumpang berasal dari kata stercus yang berarti baja asli dan
foetida yang berarti busuk.
IV-9
yang besar. Bunga dari sumbu utama perbungaan tidak bercabang, bentuk khusus
tidak ada. Bunga berkelamin dua, yaitu satu bunga dengan satu kelamin betina
dan bunga jantan pada pohon yang sama. Memiliki perhiasan bunga dan kelopak
daun. Buah berbentuk kapsul, tidak berdaging, tidak majemuk dan terpecah. Biji
buah sedang, berjumlah banyak pada setiap buah.
Gambar 4.5. Buah kalumpang muda (A), Buah kalumpang siap panen (B)
Pohon ini tersebar di seluruh nusantara, umumnya terdapat di Jawa pada
ketinggian 500 m di atas permukaan laut.
Kayu
dengan beberapa tumbuhan lain seperti kakao karena minyaknya manis, lembut
dan kuning. Di Ghana bijinya digunakan sebagai obat pencuci perut. Abu kulit
buah dan buah kalumpang (di daerah jawa Tengah dikenal dengan nama buah
jangkang) dan kembang pulu memberikan warna merah (Jawa Tengah). Buah
kalumpang, jeruk, kunyit dan kembang pulu menghasilkan warna jingga (Jawa
Tengah). Di daerah Jawa biji kalumpang dipakai sebagai bahan jamu. Kayunya
digunakan untuk membuat konstruksi sementara dan pekerjaan interior, pintu,
dayung perahu, peralatan perahu, gitar serta mainan. Pohonnya ditanam untuk
peneduh dan kadang digunakan bersama sirih.
IV-11
memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau
lemak yang terkandung di dalamnya.
Pengepresan Mekanis
Pengepresan mekanis merupakan suatu metode ekstraksi yang dipandang
ekonomis. Terdapat dua cara pengepresan mekanis yang umum dilakukan yaitu
pengepresan hidrolik (hydraulic press) dan pengepresan berulir (screw press).
Tabel 4.2. Perbedaan pengepresan hidrolik (Hydraulic Press) dengan pengepresan
berulir (Screw Press).
Keterangan
Hydraulic press
Screw press
Tekanan yang digunakan Sekitar 140,6 kg/m atau 136 Tidak menggunakan
atm
tekanan
Rendemen minyak
20%
27%
(dari biji berkulit)
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,
terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30%-70%). Dua
cara yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu :
a. Pengepresan Hidrolik
Pres hidrolik terdiri atas ruang pengepresan yang mempunyai perforasi,
pelat penekan, handle dan di bagian bawah terdapat wadah penampung cairan.
Pelat penekan dihubungkan dengan handle yang dapat diputar sehingga dapat
bergerak turun. Semakin turun pelatnya, tekanan semakin besar sehingga minyak
akan keluar melalui lubang perforasi. Pres hidrolik dapat menggunakan tenaga
tangan maupun motor.
Pada pengepresan hidrolik, tekanan yang digunakan sekitar 140,6 kg/cm
atau 136 atm dengan rendemen minyak sekitar 20% dari biji berkulit, sedangkan
pada pengepresan berulir tidak menggunakan tekanan dengan rendemen minyak
27% dari biji berkulit.
b. Pengepresan Ulir
Alat pres tipe berulir dikeluarkan pertama kali oleh Tim Biodiesel Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan kini telah banyak diperjualbelikan. Alat ini berupa
IV-12
mesin empat tak yang disertai perlengkapan liquid collection pan dan cake
collection pan. Mesin pres ini memiliki kapasitas 50-100 kg per jam dengan
kecepatan screw 30 rpm. Memiliki saringan jenis flange beralur. Penggeraknya
berupa mesin diesel dengan electric starter yang dihubungkan dengan aki,
sehingga ketika akan menyalakannya cukup memutar kunci kontaknya. Daya
mesin ini sekitar 12 HP (horse power). Bahan bakarnya berupa solar atau
biodiesel. Cara kerja alat ini menerapkan prinsip ulir, yakni bahan yang akan
dipres ditekan dengan daya dorong dari ulir yang diputar. Bahan baku yang
masuk ke dalam mesin ini akan terdorong dengan sendirinya ke arah depan, lalu
bahan akan mendapat tekanan setelah berada di ujung alat. Semakin menuju ke
bagian ujung alat, tekanan terhadap bahan akan semakin besar. Tekanan ini yang
membuat minyak bisa keluar dari bahan. Minyak yang keluar dari alat ini
disaring dengan menggunakan kain kasa. Alat pres tipe berulir bisa digunakan
secara kontinyu (tanpa henti) dan minyak yang keluar langsung terpisah dari
ampasnya (keluar melalui ujung ulir). Alat ini bisa menampung biji dalam jumlah
besar sekaligus memerasnya.
Kelebihan dari teknik pengempaan menggunakan alat pengepres tipe
berulir (screw) adalah kapasitas produksi menjadi lebih besar karena proses
pengepresan dapat dilakukan secara kontinyu, menghemat waktu proses produksi
dan rendemen yang dihasilkan lebih tinggi. Mesin ini mempunyai kapasitas 100
liter/jam, dengan tingkat rendemen 25 %.
IV-13
II.
IV-14
IV-15
Tujuan Khusus
Menjelaskan resin (Kopal, damar, gondorukem, kemenyan dan jernang) dan tanin
(Bahan Penyamak/Pewarna alami) sebagai produk hasil hutan bukan kayu dari
golongan ekstraktif/eksudat
b)
c)
Penebangan (gaharu)
d)
b)
V-1
c)
Balsam : Kemenyan
Jenis tanaman penghasil resin yang termasuk Hasil Hutan Bukan Kayu seperti
pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Daftar komoditi hasil hutan bukan kayu kelompok resin
No
Jenis Komoditi
Nama Indonesia
Nama Latin
1. Agathis/Damar
Agathis spp.
Produk
Kopal loba, Kopal
melengket,
Kopal manila, Kopal
bua.
Biga
Kapur barus
Resin kemenyan
Shellak
Resin jernang
Gondorukem
5.1.1. Damar
Damar adalah sekresi dari pohon Shorea, Vatica, Dryobalanops dan lainlain yang termasuk famili Dipterocarpaceae. Komposisinya adalah 23% asam
damar C54H77O3(COOH)2, 40% damar resin C11H17O (larut dalam alkohol), dan
23% damar resecesulfida, benzena dan sebagian larut dalam minyak terpentin.
V-2
Penyebaran
Salah satu jenis pohon penghasil damar adalah meranti (Shorea spp.).
tanaman ini menyebar di Malaysia, Filipina, Indonesia (Lampung, Bengkulu,
Aceh, Riau, Sumatera Utara, Kalimantar Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan, Maluku). Secara alam terdapat dalam hutan dataran rendah pada
ketinggian 0-500 m dari permukaan laut. Pada umumnya pohon ini dijumpai di
daerah dengan tipe iklim A dan B, pada tanah-tanah latosol, podsolik merah
kuning dan podsolik kuning.
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
V-3
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Guttiferales
Famili
: Dipterocarpaceae
Genus
: Shorea
Spesies
: Shorea sp.
Pohon ini dapat mencapai tinggi 20-60 m dengan panjang batang bebas
cabang sekitar 10-45 m. Diameter batang dapat mencapai 150 cm. Bentuk batang
lurus dan silindris. Batang berbanir dan biasa mencapai tinggi 3-6,5 m.
Pohon disadap berumur diatas 16-20 thn (25-30 cm) selama 30-50 tahun
secara teratur
2.
Melukai bagian batang dalam bentuk takik segitiga sama sisi 7.5 12 cm
kedalaman 2-4 cm atau segiempat
3.
4.
V-4
Kegunaan Damar
Pada awalnya dammar banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk
menyalakan obor, membuat pewarna batik, dupa, dan sebagai bahan pelapis
bagian-bagian sambungan kapal agar tahan air. Namun sejak abad ke-18, damar
mulai dimanfaatkan dalam industry korek api, kembang api, plastik, plester,
vernis, lak, cat, tinta, vernis, bahan tambahan dalam soda dan sebagaianya.
Larutannya dalam kloroform atau xilena dapat dipakai untuk mengawetkan hewan
dan tumbuhan guna pemeriksaan secara mikroskopis.
V-5
5.1.2. Gondorukem
Gandorukem atau rosin adalah campuran asam-asam resin antara lain
berbagai isomer dari anhidrida asam abietat C19H29COOH, abietat anhidrida
C40H58O3, dan hidrokarbon (zat tak tersabun) yang diperoleh dari hasil pengolahan
getah pinus yang berupa padatan. Selain dari penyadapan, oleoresin juga dapat
diperoleh dari kayu pinus yang diolah dengan proses kraft. Terpentin terutama
tersusun dari monoterpena dan seskuiterpena. Sumber gondorukem di Indonesia
adalah pohon Pinus merkusii.
V-6
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Gymnospermae
Kelas
: Coniferae
Ordo
: Pinales
Famili
: Pinaceae
Genus
: Pinus
Spesies
: Pinus sp.
Pohon ini dapat mencapai tinggi 60-70 m dengan diameter 100 cm. Kulit
batang berwarna kelabu tua, berjalur agak dalam, memanjang bersepih dalam
lempeng, batang bulat panjang lurus dan kadang-kadang juga bengkok. Tajuk
pohon ini tidak begitu lebar, pada waktu muda berbentuk kerucut panjang dan
agak rapat dan selalu hujau. Daunnya berbentuk jarum dengan panjang 15-20 cm
dan buahnya berbentuk kerucut.
V-7
Kegunaan Gandorukem
Gondorukem banyak digunakan untuk pembuatan minyak resin, juga
digunakan dalam industri linoleum dan vernis. Selain itu, gandorukem banyak
juga digunakan sebagai pelapis, bahan penggosok senar alat gesek, bahan
pencampur dalam proses penyorderan, dalam pembuatan cat, tinta cetak, bahan
pelitur kayu, plastik dan bahan penolak air untuk karton.
5.1.3. Kemenyan
Nama lain dari kemenyan adalah benzoin, benzoe, benzoin gum, benzoin
sumatera, benyamin gum, dan labah jawi. Kemenyan adalah getah yang diperoleh
dari penyadapan pohon Styrax benzoin Dyran atau Styrax tonkinensis. Komposisi
utama dari kemenyan siam adalah ester benzoate dari alcohol lutanol (C17H16O4),
yang bernbentuk kristal, dan juga mengandung benzoate dari alcohol lain seperti
siaresinol dan asam siaresinolat. Di samping itu juga terdapat vanillin. Jumlah
asam bennzoat sekitar 30-38% dan asam sinamat 3-4%. Kemenyan siam
mengandung 90% bahan yang larut dalam alcohol dan kurang dari 3% bahan
mineral. Kemenyan sumatera mengandung lubanol dalam bentuk ester, sebagian
besar asam sinamat dengan sedikit benzoate
V-8
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Ebenales
Famili
: Styracaceae
Genus
: Styrax
Spesies
: Styrax tonkinensis
Tanaman ini tumbuh subur pada daerah dengan curah hujan 1.500-2.200
mm/tahun. Suhu 15-16. Dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur. Tanaman
ini dapat mencapai tinggi 25 m dengan diameter 30 cm. Kulitnya berwarna keabuabuan ketika masih muda dan pada saat tua menjadi coklat. Daunnya sederhana,
alternate, dan berbentuk bulat telur. Bunganya berwarna putih berbau harum
dengan 12-15 mm. Buahnya agak bulat telur, panjangnya 10-12 mm dengan
diameter sekitar 5-7 mm.
Kegunaan Gandorukem
Kemenyan merupakan bahan baku asam benzoate dan asam sinamat.
Sebagai perangsang ekseptoransia, obat dan sebagai bahan incluster dalam
industry vernis dan kosmetik.
V-9
5.1.4. Kopal
Kopal adalah hasil olahan getah (resin) yang disadap dari batang damar
(Agathis alba dan beberapa Agathis lainnya) serta batang dari pohon anggota suku
Burseraceae (Bursera, Protium). Kopal merupakan bahan dasar bagi cairan
pelapis kertas supaya tinta tidak menyebar. Bahan ini juga dipakai sebagai
campuran lak dan vernis.
Nama lain dari kopal adalah rosin copal, gum copal, anime (soft copal),
kauri copal, covarie, dammar daging, pepeda (bopan penampi), manila copal,
dammar minyak, dammar sewa, bua loba, melengket, masihu, dammar penggal,
dammar ancur, dammar madalu, dammar cukur dan dammar mature. Jenis getah
ini diperoleh hasil penyadapan pohon agathis.
pinena dan alkohol yang bersifat atsiri, serta sebagian kecil resin. Daerah
penghasil kopal : Amerika Serikat, Australia, Filipina, Kongo, Indonesia
(Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya)
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Gymnospermae
Kelas
: Coniferae
Ordo
: Araucariales
Famili
: Araucariaceae
Genus
: Agathis
Spesies
: Agathis sp.
V-10
V-11
Kegunaan Kopal
Kegunaannya adalah untuk cat, vernis, bahan pelapis untuk tekstil, tinta, bahan
sizing,
resinol, resin, dan minyak atsiri. Penggunaannya adalah sebagai bahan perekat
pada penambal gigi dan plester, campuran lak dan vernis. Minyak kopal diperoleh
dari penyulingan dan digunakan sebagai campuran parfum. Kopal sering dianggap
sebagai atau dijadikan pengganti batu damar, dan dijadikan mata cincin.
5.1.5. Jernang
Nama lain dari jernang adalah Dragons blood, jernang mundai, jernang
beruang, jernang kuku, getah badak, dan getih warak. Jernang diperoleh dari getah
pohon Daemonorops draco, famili Palmae. Selain itu jernang juga diperoleh dari
Daemonorops crinitis, Daemonorops angustifolius, Daemonorops dtrichiernus.
Komponen utamnya berupa resin drako, C20H44O2. Jernang larut dalam alcohol,
eter, minyak lemak dan minyak atsiri. Tidak larut dalam air, sebagian larut dalam
chloroform, etil asetat, petroleum spritus dan karbonadisulfidan
Sistematika dan Morfologi
Sistematika tanaman Daemonorops adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotiledonae
Ordo
: Arecales
V-12
Famili
: Arecaceae (Palmae)
Genus
: Daemonorops
Spesies
: Daemonorops draco
Tanaman ini merupakan tumbuhan liana dari famili arecaceae. Merupakan
kelompok rotan. Memiliki batang yang membulat (silindris) tetapi ada juga yang
berbentuk persegi dan beruas-ruas
Kegunaan jernang
Kegunaannya adalah sebagai bahan pewarna keramik, marmer, alat-alat
dari batu/kayu, industri cat, farmasi (pembuatan gigi) dan ekstrak tannin.
Jenis Komoditi
Nama Indonesia
Nama Latin
Akasia
Acacia decurrens;
A.mangium
Bruguiera
Bruguiera sp.
Gambir
Uncaria gambir
Nyiri
Xylocarpus granatum
Kesambi
Schleichera oleosa
Ketapang
Terminalia cattapa
Pilang
Acacia leucophloea
Pinang
Arreca catechu
Rizopora
Rhizopora sp.
Produk
Tannin akasia, kuren
Tannin bruguiera
Tannin gambir
Tannin nyiri
Tannin kesambi
Tannin ketapang
Tannin pilang
Tannin pinang
Tannin rizopora
V-13
Jenis Komoditi
Nama Indonesia
Nama Latin
10. Segawe
Adenantera microsperma
Tannin segawe
11. Tengar
12. Tingi
Tannin tengar
Tannin tingi
Ceriops tagal
Ceriops roxburghiana
Produk
: Plantarum
Devisio
: Spermatophyta
Sud Devisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Uncaria
Species
: Uncaria gambir
V-14
dengan cara ekstraksi dengan pelarut air. Komponen utamanya adalah catechin
hidrat yang mempunyai titik leleh 930 oC dan bentuk anhidridanya mempunyai
titik leleh lebih tinggi, yaitu 174-1750 oC. Catechin tersebut larut dalam air
mendidih dan alkohol dingin.
Kegunaan Gambir
Gambir telah lama digunakan sebagai salah satu ramuan makan sirih.
Selain itu gambir digunakan sebagai astrigen, antiseptik, obat sakit perut,
pencampur kosmetika, bahan untuk memperkuat jala ikan, digunakan dalam
industri tekstil, kapas dan wol, dan perjernih air baku pabrik bir, pemberi rasa
pahit pada bir dan bahan penyamak kulit. Untuk bahan obat, importir Jerman
Barat mensyaratkan kadar catechine gambir 40-60% dan perusahaan Ciba Geigy
mensyaratkan catechin minimal 60,5%. Untuk menyamak kulit, perusahaan
pengolah kulit Cuirplastek R. Bisset dan Cie mensyaratkan kandungan tanin 40 %.
2. Tanaman Akasia
Sistematika dan Morfologi
Sistematika tanaman gambir adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantarum
Devisio
: Spermatophyta
Sud Devisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales
Famili
: Mimosaceae
Genus
: Acacia
Species
: Acacia catechu
V-15
Kegunaan Tanin
Tanin juga mempunyai daya anti septis yang disebabkan oleh adanya
gukosida sehingga banyak digunakan sebagai antidotum pada keracunan alkaloid,
penyamakan kulit dan pengobatan luka bakar. Katekol (tanin terkondensasi).
digunakan untuk obat (astrigen), antiseptik, obat sakit perut dan bahan, pencampur
kosmetika memperkuat jala ikan, dan bahan penyamak kulit serta digunakan
dalam industri tekstil, kapas dan wol.
Jenis Komoditi
Nama Indonesia
Nama Latin
Angsana
Pterocarpus indicus
Apokat
Persea gratisima
Bulian
Eusideroxylon zwageri
Jambal
Peltophorum pterocarpus
Jati
Tectona grandis
Jernang
Daemonorops draco
Kayu kuning
Cudrania javanensis
Kesumba
Mahoni
Marelang
Mengkudu
Nila
Pinang
Potromenggala
Saninten
Secang
Senduduk
Soga jambal
Soga tengeran
Soga tinggi
Suren
Bixa orellana
Swietenia mahagoni
Pterospermum acerifolium
Morinda citrifolia
Indigofera tinctoria
Areca catechu
Caesalpinia pulchherrima
Castanopsis sp.
Caesalpinia sappan
Melastoma affine
Peltophorum pterocarpum
Cudrania javanensis
Ceriops candelleana
Toona sinensis
Produk
Pewarna angsana
Pewarna hijau coklat
Pewarna coklat kemerahan
Pewarna beige
Pewarna merah
Pewarna jernang merah
Pewarna kuning
C. pubescens
Pewarna oranye
Pewarna coklat
Pewarna coklat
Pewarna coklat
Pewarna biru
Pewarna kuning emas
Pewarna hijau
Pewarna saninten
Pewarna merah
Pewarna coklat muda
Pewarna merah sawo
Pewarna kuning
Pewarna merah
Pewarna coklat
V-16
Beberapa
pewarna
batik
yang
biasa
digunakan
adalah:
soga
jambal
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales
Famili
: Caesalpiniaceae
Genus
: Caesalpinia
Spesies
: Caesalpinia sappan
Tanaman ini menyenangi tempat terbuka sampai ketinggian 1.000 m dari
permukaan laut seperti di daerah pegunungan yang berbatu tetapi tidak terlalu
dingin. Secang tumbuh liar dan kadang ditanam sebagai tanaman pagar atau
pembatas kebun. Perdu atau pohon kecil, tinggi 5-10 m, batang dan
percabangannya berduri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya tersebar,
batang bulat, warnanya hijau kecoklatan. Daun majemuk menyirip ganda, panjang
25-40 cm, jumlah anak daun 10-20 pasang yang letaknya berhadapan. Anak daun
tidak bertangkai, bentuknya lonjong, pangkal rompang, ujung bulat, tepi rata dan
hampir sejajar, panjang 10-25 mm, lebar 3-11 mm, warnanya hijau. Bunganya
bunga majemuk berbentuk malai, keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40
cm, mahkota bentuk tabung, warnanya kuning. Buahnya buah polong, panjang 810 cm, lebar 3-4 cm, ujung seperti paruh berisi 3-4 biji, bila masak warnanya
hitam. Biji bulat memanjang, panjang 15-18 mm, lebar 8-1 1 mm, tebal 5-7 mm,
warnanya kuning kecoklatan. Panenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1-2
tahun. Kayunya bila digodok memberi warna merah gading muda, dapat
V-17
digunakan untuk pengecatan, memberi warna pada bahan anyaman, kue, minuman
atau sebagai tinta. Perbanyakan dengan biji atau stek batang.
Selain sebagai pewarna alami, kayu secang juga digunakan sebagai obat untuk
berbagai jenis penyakit sepertin Diare, disentri, batu darah (TBC), luka dalam,
sifilis, darah kotor,; Muntah darah, berak darah, luka berdarah, memar berdarah;
Malaria, tetanus, tumor, radang selaput lendir mata.
II.
Potensi
penghasil resin
III. Potensi Nyiri (Xylocarpus granatum) sebagai bahan baku penghasil
tanin
IV. Potensi Kesambi (Schleichera oleosa) sebagai bahan baku penghasil
tanin
V.
VI. Potensi Jati (Tectona grandis) sebagai bahan baku penghasil bahan
pewarna
Format paper sebagai berikut : halaman paper maksimal 10 lembar,
menggunakan kerta A4, tipe huruf yang digunakan teks adalah Times New
Roman font 12 dengan spasi 1.5, dan menyertakan bahan rujukan/daftar
pustaka yang digunakan dalam pembuatan paper.
2. Membuat bahan presentasi dalam bentuk power point
3. Salah satu perwakilan kelompok mempresentasikan paper yang telah dibuat di
depan kelas untuk ditanggapi oleh kelompok lain.
V-18
V-19
Tujuan Khusus
Menjelaskan gaharu sebagai produk hasil hutan bukan kayu
Gaharu sebagai produk hasil hutan bukan kayu dikenal sebagai komoditi
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Komoditi ini dihasilkan oleh tanaman
hutan yang mengalami pelapukan sebagai akibat terinfeksi jamur, sehingga
mnghasilkan gubal yang
diperdagangkan sebagai bahan industri parfum, kosmetika, hio, setanggi dan obatobatan .
Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk yang diiringi dengan
meningkatnya kesejahtreaan hidup dan terjadinya pergeseran gaya hidup (life
style) serta didukung oleh kemajuan iptek telah mendorong peningkatan
permintaan akan gubal gaharu dunia. Bersamaan dengan itu, ekspor gaharu
Indonesia juga mengalami peningkatan yang pesat. Menurut data BPS yang di
analisis oleh Asgarin (2001) dalam Parman (2004) ekspor gaharu Indonesia dalam
lima tahun terakhir meningkat rata-rata 51 %.
Selama ini gaharu yang di ekspor pada umumnya berasal dari hutan
seluruh Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan
Papua. Sebagai akibat permintaan gaharu yang terus menerus meningkat, maka
keberadaan tanaman sebagai penghasil gubal gaharu di dalam kawasan hutan
semakin menurun dan terancam punah, karena dieksploitasi secara berlebihan dan
kurang memperhatikan kaidah kelestarian. Karena itu dalam konperensi CITES
IX di Florida AS tahun 1994, tanaman gaharu disepakati untuk dimasukkan dalam
Apendix II CITES. Dengan masuknya gaharu dalam Appendix II CITES, berarti
VI-1
VI-2
Pohon Gaharu yang kayunya bewarna putih dan lunak dilihat dari produk
kayunya sendiri termasuk bermutu rendah., karena itu tidak memenuhi syarat
untuk bahan bangunan atau bahan perabot rumah tangga. Namun gaharu termasuk
komoditi yang bernilai tinggi karena produk gubalnya yang mengandung dammar
wangi (aromatic resin). Oleh karena kandungan resin tersebut maka global gaharu
sudah lama diperdagangkan sebagai komoditif ekspor untuk keperluan industri
parfum, kosmetik, hio, setanggi dan obat-obatan. Negara-negara pengimpor utama
antara lain: Singapura, Saudi Arabia, Taiwan, Uni emirat Arab dan Jepang.
Selain produk gubal yang dihasilkan, bagian lain dari pohon gaharu seperti
daun dan buahnya, diyakini oleh sebagian masyarakat sasak berkhasiat sebagai
obat malaria. Selain itu, kulit kayunya yang memiliki serat yang sangat ulet dapat
dibuat talitemali atau produk kerajinan lainnya yang cukup berharga.
Meskipun pengkajian tentang pembudidayaan tanaman gaharu telah lama
dilakukan tapi teknologi budidaya gaharu termasuk teknologi yang relatif baru
dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, dalam rangka pemberdayaan masyarakat
perlu memperhatikan persyaratan-persyaratan dalam penerapannya, yaitu : (1)
teknis bisa dilaksanakan; (2) ekonomis menguntungkan; (3) sosial tidak
bertentangan bahkan menumbuhkan /mendorong motivasi petani atau pengusaha;
(4) tidak mencemari lingkungan bahkan mengkonversi lingkungan yang serasi dan
sehat; dan (5) dapat mendorong pertumbuhan wilayah yang bersangkutan secara
berkelanjutan.
Dengan demikian berarti, dalam pengembangan agroforestry gaharu harus
layak bukan hanya dari aspek ekonomi, tapi juga dari aspek teknis, sosial budaya,
lingkungan dan juga dari aspek pembangunan wilayah. Untuk memenuhi
persyaratan tersebut berarti system dan jenis tanaman yang diusahakan haruslah
dipilih sedemikian rupah agar sesuai dengan kondisi sosio-kultural dan ekonomi
masyarakat setempat, lingkungan tempat pengembangan, dan mempunyai potensi
pasar yang jelas.
VI-3
terifeksi oleh suatu mikrobia yang sesuai tidak akan menghasilkan gubal gaharu.
Di belantara sering dijumpai pohon gaharu yang sudah sangat tua, diameter
sampai mencapai 40 150 m tetapi belum dapat menghasilkan gubal gaharu. Hal
ini menggambarkan bahwa untuk terbentuknya gubal gaharu, perlu adanya
mikrobia yang masuk melalui luka sehingga dapat memacu pembentukan gubal
gaharu.
Mikrobia yang menyebabkan terjadinya pembentukan gaharu pada setiap
jenis pohon gaharu biasanya berlainan, bahkan ada yang menyebutkan bahwa
bagian batang dan akar mikrobianya berlainan. Keberadaan jamur Cytosphaera
mangifera sebagai hasil isolasi dari gubal yang terbentuk pada batang gaharu A.
malaccensis Lamk.
tersebut, kecuali dapat menginfeksi batang pohon yang masih hidup juga dapat
menginfeksi potongan-potongan batang yang sudah mati.
Parman, et al (1996) menemukan mikrobia penyebab terbentuknya gubal
gaharu pada pohon ketimunan yakni cendawan Fusarium lateritium dan
Popollaria sp. Kemudian menemukan teknik inokulasi yang paling efektif dalam
memacu terbentuknya gubal, yakni dengan menggunakan gergaji.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan produksi gaharu secara artificial
dengan meliputi tiga hal yang perlu dipahami yaitu :
1. Metode inokulasi
2. Evaluasi pasca inokulasi
3. Pemanenan
VI-4
Pohon yang sudah berbuah, yaitu pohon yang berumur sekitar 5 - 6 tahun.
Pertumbuhan pesat dan subur, diameter telah mencapai lebih dari 10 cm.
Keadaan sekitarnya cukup teduh agar kelembaban tanah dan udara tetap
terpelihara.
VI-5
Pembongkaran akar
VI-6
Klasifikasi
1
2
3
4
5
Super
AB
BC
C1
C2 (kemedangan)
VI-7
VI-8
Tujuan Khusus
Menjelaskan lebah madu, ulat sutera dan kutu lak sebagai serangga berguna
penghasil produk hasil hutan bukan kayu
dengan memeperhatikan
aspek kelestariaannya.
Manfaat perlebahan antara lain:
1. Dapat menghasilkan produk-produk berupa madu, tepung sari, royal jelly, lilin
lebah, propolis, bias lebah, larva lebah, koloni lebah dan ratu lebah.
2. Dapat membantu meningkatkan produksi tanaman pertanian terutama buahbuahan, dan sayuran oleh adanya penyerbukan tanaman oleh lebah.
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan dalam kegiatan
pelestarian hutan dan vegetasi lainnya.
VII-1
VII-2
VII-3
Kehidupan Lebah
Lebah adalah serangga social yang hidup bergerombol membentuk koloni.
Setiap koloni lebah terdiri atas tiga jenis lebah yaitu: lebah ratu, lebah jantan dan
lebah pekerja.
1. Lebah ratu
Lebah ratu dalam koloni lebah berjumlah hanya satu ekor. Cirri-ciri lebah
ratu ini adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai ukuran tubuh yang lebih panjang dan besar dibandingkan lebah
jantan dan lebah pekerja.
b. Berkelamin betina sempurna.
c. Di dalam tubuh terdapat organ tubuh yang penting yaitu spermatheca
(kantong sperma) dan ovariol. Spermatheca berfungsi untuk menampung
VII-4
VII-5
f. Tugas lebah pekerja ini adalah membersihkan sarang; memberi makan larva,
ratu dan jantan; membangun sarang; menjaga keamanan sarang; mencari,
mengangkut nectar, tepung sari dan air dan meprosesnya menjadi makanan
dan menyimpannya ke dalam sarang; memilihara suhu sarang agar tetap
hangat untuk perkembangan hidup telur, larva, pupa dan lebah.
Dalam hidupnya, bentuk sarang antara lebah apis cerana dan apis mellifera
memiliki perbedaan dengan lebah apis dorsata. Apis cerana dan apis melllifera
membangun sarangnya bersisir-sisir secara parallel sedangkan lebah apis dorsata
hanya membangun sarang selembar dengan berukuran sangat besar.
VII-6
VII-7
f. Satu-persatu sisiran sarang kemudian diikat dengan tali rafiah pada bingkai
sisiran dan ditempatkan ke dalam kotak lebah yang sebelumnya telah terdapat
ratunya.
g. Memasukkan seluruh lebah ke dalam kotak lebah, bila terdapat lebah yang
masih tersisa akan masuk ke dalam kotak lebah denga sendirinya. Biarkan
beberapa saat, setelah seluruhnya masuk maka tutuplah kotak lebah.
h. Angkut kotak lebah dan tempatkan di atas tiang penyangga pada lokasi yang
direncanakan.
i. Kurungan ratu dibuka setelah koloni lebah dalam keadaan tertib dan tenang.
Koloni lebah jangan diusik setelah lebah kerasan betul.
4. Pemeriksaan Pengadaan koloni lebah
Pemeriksaan koloni lebah dilakukan untuk mengetahui perkembangan
koloni lebah. Pemeriksaan koloni lebah dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Setelah berpakaian kerja lengkap posisi peternak berdiri di samping atau di
belakang kotak lebah untuk menghindari terhalangnya lalu lintas lebah yang
keluar masuk kotak
b. Membuka kotak lebah perlahan-lahan dan hembuskan sedikit asap ke dalam
kotak ke dalam kotak lebah sehingga lebahnya tenang.
c. Memeriksa satu-persatu sisiran sarang dimulai dari bagian pinggir dengan
cepat dan teliti. Pemeriksaan sisiran tepat di atas kotak lebah. Hal ini
dimaksudkan agar ketika lebah ratu terjatuh akan tetap ke dalam kotak. Halhal yang perlu diperiksa adalah keberadaan ratu, terdapatnya makanan lebah
(madu dan tepung sari), telur larva dan pupa.
d. Memeriksa jumlah telur, apabila dalam sarang banyak terdapat telur dapat
dipastikan bahwa ratunya masih terdapat dalam koloni tersebut dan dalam
keadaan produktif.
e. Apabila pada sarang bagian bawah banyak terdapat tabung calon ratu (sel
calon ratu), maka kondisi ratu sudah tidak baik/tua atau mungkin juga ratu
sudah tidak terdapat dalam koloni tersebut. Namun apabila ratu masih ada dan
keberadaanya masih diinginkan, maka sebaiknya seluruh tabung calon ratu
dibuang, tetapi bila ratu keberadaannya sudah tidak kita kehendaki atau di
VII-8
dalam koloni sudah tidak terdapat ratu maka pilihlah satu tabung calon ratu
yang terbaik dan biarkan sampai menetas menjadi ratu baru.
5. Menggabungkan koloni lebah
Apabila terdapat satu koloni lebah yang lemah atau tidak mempunyai ratu
atau sedangkan terdapat koloni lebah yang lebih kuat. Maka kedua koloni ini
dapat digabung. Cara adalah dengan menempatkan koloni lebah yang lebih lemah
di atas koloni lebah yang lebih kuat, di antara koloni tersebut dilapisi dengan
kertas Koran yang diberi beberapa lubang, dengan masing-masing diameter
lubang sekitar 0,6 cm atau sebesar pensil. Koran tersebut diolesi dengan sirup gula
sehingga menarik lebah untuk berkerumun pada koran dan akhirnya terjadi kontak
antara lebah-lebah yang berasal dari dua koloni yang berbeda. Pada akhirnya
lebah-lebah tersebut akan bergabung menjadi satu koloni.
6. Pemecahan Koloni Lebah
Jika kita ingin memperbanyak jumlah koloni lebah, maka kita dapat
membagi koloni lebah menjadi dua koloni. Caranya adalah dengan membagi
koloni kuat menjadi dua koloni. Koloni kuat adalah koloni yang mempunyai
sisiran sekurang-kurangnya 8 sisiran yang dikerumuni secara padat oleh lebah
pekerja. Di dalam sel-sel sarang penuh dengan telur-telur, larva dan pupa sertaserta sel-sel kosong lainnya berisi madu dan dan tepung sari pekerja.
Setelah kedua koloni pecah maka salah satu ratu ini memiliki lebah ratu
sedangkan koloni yang lain tidak memiliki ratu. Untuk menjamin kelangsungan
hidup koloni ini maka koloni yang tidak mempunyai ratu ini harus diberikan ratu
baru yang berasal dari penangkaran ratu (beternak ratu0 atau membeli dari
penangkar ratu lebah.
7. Beternak Lebah Ratu
Koloni lebah yang digunakan sebagai koloni induk harus kuat, sehat,
produktif dan jinak. Pelaksanaan beternak ratu dilaksanakan pada musim
berbunga tanaman agar koloni lebah cukup tersedia makanan baik berupa madu
maupun tepung sari guna mendukung pertumbuhan sel-sel ratu baru.
VII-9
VII-10
VII-11
kosong pada saat dibangun sarangnya oleh lebah pekerja maka lilin dapat dikerok
atau diiris. Lilin yang dihasilkan dengan cara seperti ini memiliki kualitas yang
baik. Sisiran sarang tua dapat pula diambil lilinnya namun kualitas hasilnya
kurang baik.
VII-12
VII-13
Untuk
memperoleh hasil yang cukup maksimal kegiatan tersebut perlu ditunjang oleh
pengadaan sarana yang cukup, teknik yang memadai dan pemasaran yang
terjamin. Kegiatan persuteraan alam merupakan salah satu upaya konservasi lahan
melalui upaya rehabilitasi lahan dengan meningkatkan daya dukung alam melalui
budidaya tanaman murbei yang dikombinasikan dengan pemeliharaan ukat sutera
dan penanganan pasca panennya.
Hasil produksi kegiatan persuteraan alam dapat berupa kokon,
benang/serat sutera. serat sutera yang merupakan bahan baku sutera di bidang
pertekstilan, benang bedah dan parasut dengan mutu yang tinggi. Serat sutera
dibandingkan dengan serat alam lainnya seperti kapas, ramin dan bulu domba
mempunyai banyak kelebihan antara lain lemah lembut, elastisitas, diameter
benang kecil, ringan tetapi kuat dan awet, mempunyai daya tahan panas dan
meresap air yang menyebabkan ia menghangatkan pada waktu dingin dan
menyejukkan pada waktu panas, memiliki kemampuan menahan warna yang kuat,
sehingga tidak mudah pudar serta memiliki kemilau dengan daya pantul yang
sangat baik.
Mutu serat sutera terkait dengan banyak faktor antara lain teknik
pemeliharaan ulat sutera, jenis atau ras ulat sutera, jumlah dan mutu daun murbei
yang diberikan selama pemeliharaan serta penanganan pasca panen. Perlakuan
yang tepat dalam pengelolahaan kokon pasca panen sangat dibutuhkan dalam
meningkatkan mutu serat yang dihasilkan. Secara teknis mutu benang dapat
ditingkatkan dengan memperbaiki cara seleksi kokon, perlakuan terhadap kokon
seperti pengeringan dan penyimpanan serta pemintalan. Salah satu upaya untuk
meningkatkan mutu dari produktivitas kokon dan meningkatkan harga jual dari
kokon adalah dengan pengeringan kokon. Pengeringan kokon mempunyai tujuan
untuk mencegah berkembangnya pupa menjadi kupu-kupu dan keluar menembus
kulit kokon yang dapat menyebabkan rusaknya kokon. Pengeringan kokon dapat
memungkinkan untuk menyimpan kokon dalam jangka waktu yang lama pada
kondisi dan kelembaban lingkungan yang normal. Di samping itu pengeringan
VII-14
: Artrhropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Sub Ordo
: Ditrysia
: Bomycidae
Genus
: Bombyx
Species
: Bombyx mori L.
VII-15
menjadi kupu-kupu. Tahap awal dari serangga adalah bentuk telur yang berbentuk
pipih (agak oval), dengan lebar sekitar 1 mm, panjang 1,3 mm, tebal 0,5 mm dan
berat 0,5 mg. Ukuran dan beratnya bervariasi berdasarkan ras dan lingkungan di
mana induk dipelihara.
kumpulan berkisar ratusan. Masa inkubasi 9-12 hari dalam kisaran suhu 250 -300
C.
3. Ekologi Ulat Sutera
Suhu optimal untuk pertumbuhan ulat sutera dalam semua instar adalah
sekitar 20-300C dan bahkan dapat bertahan pada suhu sekitar 33-350C. Secara
alami, suhu badan ulat sutera dipengaruhi oleh suhu tempat pemeliharaannya.
Suhu badan ulat akan meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan atau
kelembaban. Pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim suhu,
kelembaban,
kualitas
udara,
aliran
udara
dan
pencahayaan
di
lokasi
mungkin.
Tempat budidaya ulat sutera yang ideal berkisar pada ketinggian 400 - 800
m di atas permukaan laut, kelembaban udara sekitar 70-90 % dengan curah hujan
tinggi berkisar 3000-4000 mm per tahun. Curah hujan seperti ini berhubungan
dengan kelangsungan hidup dan produktivitas tanaman murbei.
VII-16
miring dengan curah hujan tope A atau B berdasarkan iklim Schmidt dan
Ferguson.
2. Pengolahan Tanah
Untuk mendapatkan pertumbuhan murbei yang maksimal maka tanah
harus diolah untuk menggerburkan tanahnya. Tujuan utama dari pengelolaan
tanah adalah agar akar tanaman murbei yang baru tumbuh mudah menembus
lapisan tanah untuk mendukung pertumbuhan selanjutnya.
Pengelolaan tanah dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Membuat lubang tanam dan tanah hanya diolah pada bagian yang akan
ditanaman saja, kedalaman lubang anatar 30-40 cm dengan lebar 30 cm.
b. Tanpa pembuatan lubang tanam dan membuat guludan-guludan sesuai jarak
baris tanaman.
3. Pengadaan Stek Tanaman
Setelah tanah tempat budidaya telah disiapkan, maka kegiatan selanjutnya
adalah pengadaan stek tanaman. Beberapa hal-hal penting yang harus
diperhatikan pada kegiatan pengadaan stek tanaman ini antara lain:
a. Pemilihan stek sebaiknya diambil dari tanaman murbei jenis unggul yang
berumur di atas satu tahun.
b. Pengangkutan sebaiknya diangkut pada pagi atau sore agar tidak kering
dalam penrjalanan.
c. Penyimpanan stek sebaiknya di tempat yang dingin atau lembab serta tidak
kena sinar matahari langsung.
d. Stek dipotong sepanjang sekitar 20 cm ( 4 -5 calon tunas) dengan alat
yang tajam agar batang stek tidak pecah.
4. Penanaman
Ada beberapa hal-hal penting yang harus diperhatikan pada penanaman
murbei antara lain:
a. Waktu tanam yang tepat pada awal atau pertengahanmusim hujan.
b. Jarak tanam monokultur 0,4 m x 1,2 m.
c. Jarak tanam untuk tumpang sari 1 m x 0,7 m atau 2 m x 0,6 m (tergantung
jenis tumpangsarinya).
VII-17
pemeliharaan
tanaman
meliputi
kegiatan
penyiangan,
VII-18
VII-19
dilakukan
untuk
mensterilkan
ruengan
tempat
VII-20
VII-21
Kokon
sebenarnya adalah air liur yang keluar dari mulut ulat sutera yang setelah
kering akan menjadi serat.
Bila pengokonan dilakukan sebelum, atau lewat matang maka daya
pintal (yaitu mudahnya filament kokon terurai pada saat pemintalan)
menjadi kurang dan filament yang didapat akan berkurang juga. Selain itu
ulat sutera yang lewat matang, cenderung membuat kokon yang rangkap,
kokon yang dibuat oleh dua ulat.
b. Tanda-tanda ulat yang akan mengokon
Larva membuat kokon pada umumnya 2 hari.
Ulat mulai
VII-22
2)
3)
4)
Ulat cenderung menepi dari sarang dan mencari tempat yang tinggi.
5)
yang baik, kemudian menetap di tempat yang telah dipilihnya pada waktu
mengokon di tempat pengokonan. Beberapa waktu kemudian ulat akan
membuat serat penyanggah kokon tipis-tipis. Selanjutnya ulat akan
menurunkan
bagian
abdomennya
untuk
membuang
kotoran
dan
membuang air untuk terakhir kalinya. Sesudah itu akan memasuki tingkat
pengokonan utama.
biasanya berlanjut tanpa berhenti, akan tetapi bila ulat sutera terganggu
karena perubahan lingkungan yang tiba-tiba, akan berhenti berputar-putar,
mengakibatkan daya pintal kokon menjadi rendah.
Tubuh ulat sutera terdapat sepasang kelenjar yang bentuknya
seperti pipa yang melingkar-lingkar disebut kelenjar sutera. Bagian
belakang kelenjar menghasilkan protein yang disebuat fibroin, sedangkan
bagian tengah menghasilkan protein pasta yang disebut serisin, berfungsi
sebagai pembungkus yang merupakan bahan perekat diantara lembaranlembaran serat-serat. Kedua bagian kelenjar tersebut akan bergabung
menjadi satu dan keluar dari tubuh ulat sutera melalui bagian bawah mulut
yang disebut spiniret .
c. Cara mengokonkan ulat sutera
Cara mengokonkan ulat sutera adalah sebagai berikut:
1) Ulat sutera yang terlalu cepat mengokon diambil dan langsung diletakkan
pada tempat pengokonan yang sudah disiapkan sedangkan sisanya
dikokonkan secara serentak.
2) Apabila terdapat ulat yang sakit maka pengokonan sebaiknya dilakukan
secara satu per satu.
3) Pengokonan dilakukan dengan menggunakan alat pengokonan putar,
bambu atau plastik.
VII-23
dilakukan seleksi untuk memisahkan antara kokon yang baik, kembar, cacat
(kotor, kempes, busuk,), kemudian dikumpulkan dalam wadah yang berbedabeda.
Seleksi kokon ini sangat penting sebab tingkat mutu kokon akan
VII-24
VII-25
VII-26
8. Mutu Kokon
Mutu kokon hasil pemeliharaan ulat sutera ditentukan oleh sifat
keturunan jenis ulat sutera, teknik pemeliharaan dan kondisi agroklimat
tempat pemeliharaan ulat sutera. Perbedaan kondisi tersebut menghasilkan
kokon yang mutunya berbeda. Kriteria kokon bermutu baik adalah berwarna
putih bersih, bentuk bulat telur (normal), permukaan kulit kokon tidak cacat,
bagian dalam pupa tidak rusak atau hancur (bila dikocok akan berbunyi), berat
kokon normal 1-2 gr dan persentase kulit kokon 14-26 %.
Kokon akan dinilai sebagai kokon di bawah standar pada waktu
pemeriksaan jika kokon yang bermutu rendah tercampur dalam sekumpulan
kokon pada waktu pengiriman. Untuk mencegah kerugian ini, kokon harus
diseleksi dengan sangat seksama. Kokon berkualitas rendah yang yang harus
disingkirkan termasuk kokon ganda, kokon berlubang, kokon yang kotor di
luar, atau di dalam, kokon yang ujungnya tipis, kokon berkulit tipis, kokon
berbekas.
Kokon merupakan hasil terakhir pada pemelihara ulat sutera dan
kualitasnya ditentukan oleh sifat keturunan dari jenis ulat dan keadaan luar
seperti keadaan selama dalam pemeliharaan, pengokonan dan lain-lain-lain.
Syarat syarat kokon yang berkualitas baik adalah sebagai berikut :
a) Kokon yang dalam keadaan normal dan sehat (tidak cacat)
b) Kokon dalam keadaan bersih dan berwarna putih
c) Bagian dalam kokon (pupanya) tidak rusak dan hancur
d) Bagian kulit kokon (lapisan serat-serat sutera) keras jika ditekan
e) Kokon memenuhi syarat pemintalan sehingga pada saat dipintal tidak
mengalami kesulitan.
Dalam menentukan kelas kokon dilakukan pengujian secara visual
(fisik) dan cara laboratorium. Parameter yang diuji untuk menentukan
klasifikasi mutu kokon secara visual (fisik) meliputi presentase kokon cacat,
berat kokon, dan presentase kulit kokon. Penentuan kelas mutu kokon secara
visual/fisik dapat dilihat pada tabel: Pengujian secara visual ini lebih
memudahkan petani dalam hal transaksi kokon karena pelaksanaannya lebih
VII-27
mudah dan peralatan yang digunakan sederhana dan cepat diketahui hasilnya.
Sedangkan uji laboratorium dilakukan apabila diperlukan kualitas kokon
secara rinci termasuk mutu serat sutera. Pengujian ini memerlukan peralatan
dan keahlian khusus serta memerlukan waktu yang relative lebih lama.
Tabel 7.2. Penentuan kelas mutu kokon secara visual/fisik
No.
Kokon Cacat
Berat Kokon
Kulit Kokon
Kelas
25
1,1 4
1,5-1,9
20 24,9
4,1 8
1 1,4
15 19,9
8,1
0,9
14,9
ratusan ribu kutu lak yang membentuk koloni yang mempunyai ribuan anggota
yang hidup disuatu cabang pohon tertentu.
VII-28
digunakan sebagai bahan isolasi listrik, bahan piringan hitam, bahan tinta cetak,
bahan perekat, bahan campuran dalam industri semir sepatu, dan bahan penyamak
kulit.
a
Gambar 7.2. Beberapa produk hasil olahan lak : a. lak putih, b. Mica, c. kayu
yang telah dipernis, d. keripik lak, e. permen yang menggunakan lak
sebagai pelapis
Budidaya kutu lak terdiri dari enam tahapan kegiatan, yaitu :
1). Persiapan tularan
Persiapan tularan meliputi kegiatan penentuan lokasi, babat tumbuhan bawah,
wiwilan pada calon-calon pohon inang untuk membuang ranting-ranting yang
kering dan kurang baik.
a. Persiapan awal, yaitu persiapan yang dilakukan pada lokasi yang belum
pernah ditulari.
- Tujuan
- Waktu
- Pelaksanaan
VII-29
VII-30
Pemindahan dilakukan
sampai dua kali, berarti satu kali ditularkan 2 kali dipindahkan sampai 3
pohon dengan imbangan waktu : tularan : pindahan pertama : pindahan
kedua = 5 : 3 : 7 hari. Dan pada tularan pindahan harus selalu dikontrol
keadaan penempelan kutu pada ranting.
VII-31
diharapkan tujuan penularan merata dapat dicapai dalam waktu sesingkatsingkatnya dengan memerlukan tenaga yang berpengalaman.
Tularan pindahan cocok dilaksanakan pada keadaan :
- Bibit yang tersedia sedikit/terbatas
- Tenaga kerja tularan tersedia dalam jumlah yang cukup
- Pohon inang yang tersedia dalam jumlah yang cukup.
Ketentuan tularan pindahan :
- Pemindahan bibit baru dapat dilaksanakan apabila volume penempelan
kutu pada setiap ranting sudah cukup merata ( 0,5 panjang cabang)
- Volume penempelan kutu pada ranting, maksimal :
Pada musim penghujan = 2/3 panjang ranting tertular
Pada musim kemarau
VII-32
Klas Pohon IV
Gambar 7.3. Proses penularan kutu lak : a. Seleksi bibit, b-c. Memasukkan bibit
lak dalam kantong, d. Bibit lak di bawa ke lapangan, e. Persiapan
penularan lak, f-g. Peletakan bibit lak pada tanaman kesambi, h.
Bibit lak yang telah diletakkan di pohon.
VII-33
Gambar 7.4.
Kutu lak yang swarming dan mulai mencari tempat pada ranting
(beberapa hari setelah peletakan bibit)
VII-34
Bila
terlalu lama akan mengakibatkan kantong rusak dan parsit akan semakin
banyak keluar. Pungutan bekas bibit harus dilakukan dengan cermat, jangan
sampai ada bibit yang tertinggal pada areal tularan. Pengambilan dimulai dari
cabang paling atas terus turun ke bawah. Hasil pengutan diangkut ke gudang
untuk dikeluarkan lak cabangnya dari kroso dan kantongan yang
membungkusnya pada saat ditular, kemudian siap untuk diangkut ke pabrik.
VII-35
Gambar 7.7. Pungutan bekas bibit lak dikeluarkan dari kantong untuk dikirim ke
pabrik.
5) Pengunduhan/pemanenan
Unduhan yaitu kegiatan pemanenan lak cabang dengan pemotongan
ranting/cabang pada pohon-pohon yang ditulari dan lak cabang yang
dihasilkan telah cukup masak (berumur sekitar 155 hari) dan kutu didalamnya
sudah siap keluar (swarming). Gunanya untuk mempertahankan keutuhan
jumlah kutu di dalam selnya. Apabila terlambat dilakukan unduhan, kutu
akan banyak yang sudah keluar sebelum diunduh dan menjadi tularan secara
alami (liar), sehingga kandungan bibit di dalam lak cabang yang akan
digunakan untuk bibit menjadi berkurang.
dilakukan lebih awal maka bibit yang berada di dalam sel pada cabang
dikhawatirkan akan mati di dalam sel karena masih memerlukan makanan,
sedangkan apabila diunduh kutu di dalam sel tidak mendapatkan makanannya
lagi.
Keluarnya kutu lak (swarming) dapat bervariasi pada setiap tularan, hal
tersebut dipengaruhi oleh kelembaban udara dan temperatur, sehingga ketuaan
lak tidak dapat hanya dilihat dari umurnya yang 155 hari saja, tetapi
diperlukan pengamatan terhadap tanda-tanda fisik dari tularan tersebut.
Tanda-tanda utama lak tua (siap unduh) :
- Embun madu yang menetes dari tularan sudah berhenti
- Benang lilin berwarna putih sudah berkurang
- Warna stok lak kecoklatan
- Permukaan sel/tonjolan-tonjolan induk sudah merata.
- Bila perlu diadakan pengamatan isi sel dengan membuka sel tersebut.
VII-36
Umur panjang : 160 sampai 175 hari (biasanya dipengaruhi oleh cuaca)
VII-37
Gambar 7.9. Proses pengunduhan lak batang : a-b. Pemotongan cabang dan
ranting yang akan diunduh, c. Ranting hasil pemangkasan, d-f.
Pemotongan dan pengguntingan lak cabang.
VII-38
6) Seleksi bibit
Seleksi lak cabang dilakukan setelah kegiatan penerimaan lak cabang
hasil unduhan, dengan pemisahan lak cabang bibit dan lak cabang bukan bibit.
Seleksi lak cabang bertujuan untuk :
a. Memisahkan lak cabang dengan potongan kayu tanpa lak yang terbawa
dari hutan.
b. Memisahkan lak cabang bibit (AI) dan bukan bibit (AII dan AIII).
c. Memisahkan kualitas bibit lak menurut klas bibit yaitu I, II, dan III,
pengantongan bibit termasuk memasukkan ke dalam kroso dan menata
bibit sampai siap di bawa ke tularan, serta menimbang hasil penerimaan.
Gambar 7.12. Lak dari hutan yang dikumpulkan di gudang untuk diseleksi : a.
lak batang yang belum diseleksi, b. lak batang yang akan
dijadikan bibit, c. lak batang afkir.
Dari hasil seleksi lak cabang (stocklak) didapatkan hasil berupa :
a . Lak bibit
Yaitu lak cabang yang sekresinya baik, mengandung bibit/larva kutu lak.
Penentuan klas bibit secara umum berdasarkan pada :
- Panjangnya sekresi dan ketebalan sekresi.
- Kesehatan sekresi (tingkat kandungan parasit yang ditandai adanya
lubang- lubang parasit).
- Warna sekresi kuning kecoklatan.
- Permukaan sekresi rata dan sehat, nampak basah, bulat dan tidak
terputus-putus.
Setelah proses seleksi, dilakukan pengantongan bibit lak yaitu dengan
memasukkan lak bibit dalam kantong kain, satu kantong berisi 100 gram.
Pengantongan adalah kegiatan memasukkan bibit lak ke dalam kantongan,
terutama pada bibit klas II dan IV. Bibit dimasukkan ke dalam kantong
kain kasa dengan mata lubang kain kurang dari 0,5 mm, panjang 25 cm dan
VII-39
VII-40
yaitu : apabila bibit banyak, bibit yang digunakan hanya klas I dan II.
Sedangkan apabila bibit terbatas, semua klas bibit digunakan.
AII
AIII
Gambar 7.15. Lak cabang yang siap diangkut ke pabrik untuk diprooses menjadi
lak butiran
VII-41
II.
VII-42
Tujuan Umum
Menjelaskan, jenis-jenis hasil hutan bukan kayu lainnya, potensi dan budidaya,
teknologi pengolahannya, produk turunannya, kualitas dan cara pengujian
beberapa produk dan pemasarannya.
Tujuan Khusus
Menjelaskan HHBK turunan kayu, tumbuhan obat dan tumbuhan penghasil pati
sebagai HHBK.
VIII-1
Awalnya sarang walet diperoleh dari hasil tangkapan alam, yakni berasal
dari gua-gua yang berada di dekat pantai. Perburuan sarang walet gua di Indonesia
diperkirakan sudah berlangsung sejak tahun 1700-an. Dimulai dari gua
Karangbolong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, lalu menyebar ke daerah lain
seperti Gresik dan Tuban di Jawa Timur, serta Rembang, Tegal, Semarang, dan
Lasem di Jawa Tengah. Perburuan paling intensif terjadi di sekitar pantai utara
Pulau Jawa yang populasi penduduknya padat dan lokasi gua walet yang mudah
dicapai. Akibatnya, ketersediaan sarang walet di alam semakin menipis. Selain
karena perburuan liar, habitat walet juga terancam oleh adanya aktivitas
penambangan yang dilakukan secara serampangan.
Banyaknya habitat yang rusak memaksa walet mencari tempat baru untuk
berkembang biak. Salah satu tempat yang diincarnya adalah bangunan atau
gedung-gedung kosong yang berlokasi di dataran rendah. Hal inilah yang
kemudian mengilhami para pebisnis walet untuk membangun gedung kosong,
dengan harapan ada kawanan walet yang menempati gedung tersebut.
Namun, untuk memancing walet masuk ke gedung bukan perkara mudah. Perlu
perlakuan khusus agar walet tergoda dan mau hinggap ke dalam gedung. Jika
merasa nyaman, walet akan mengajak kelompoknya untuk berkembang biak di
habitat buatan tersebut.
2.
3.
4.
Kualitas panen yang dihasilkan jauh lebih baik daripada kualitas sarang hasil
berburu di gua.
Taksonomi Walet
Bedasarkan taksonominya walet digolongkan sebagai berikut.
Kingdom
Animalia
Fillum
Chordata
Subfillum
Vertebrata
Kelas
Aves
Ordo
Apodiformes
Familia
Apodidae
Genus
Collocalia
Spesies
Collocalia sp.
Sementara itu, beberapa name spesies walet dan kerabatnya yang sudah dikenal di
Indonesia sebagai berikut.
VIII-3
fuciphagus yang hidup di Sumatera dan Kalimantan dari ras vestita tunggirnya
berwarna cokelat tua.
A. fuciphagus memiliki kemampuan terbang yang lebih kuat
dibandingkan dengan spesies lainnya. Gaya terbang walet putih ketika mencari
mangsa tampak kaku, mirip dengan spesies Aerodramus vanikorensis dan C.
esculenta. Spesies ini memiliki lengking suara "tsyiir" yang sangat khas.
Umumnya, A. fuciphagus mendiami tempat-tempat seperti gua kapur dan celah
pada batu karang pantai.
VIII-4
VIII-5
Spesies Walet
Berikut ini data 22 spesies burung walet yang diperkirakan berada di Indonesia.
1.
Aerodramus brevirostris
Peneliti
Horsfield, 1840.
Nama umum
Himalayan swiftlet.
Penyebaran
2.
Aerodramus fuciphagus
Peneliti
Thunberg, 1812.
Nama umum
Edible-nest swiftlet.
Nama daerah
Walet putih.
Penyebaran
Belitung,
Kalimantan,
Berkembang
biak
di
gua
Asli Indonesia
Aerodramus hirundinacea
Peneliti
: Stersemann, 1914.
Nama umum
: Mountain swiftlet.
Penyebaran
: Papua.
Status
: Asli Indonesia.
VIII-6
4.
Aerodramus infuscata
Peneliti
: Salvadori, 1880.
Nama umum
: Moluccan swiftlet.
Penyebaran
Status
5.
: Asli Indonesia.
Aerodramus maximus
Peneliti
: Hume, 1878.
Nama umum
: Black-nest swiftle.
Nama daerah
Penyebaran
: Nias,
Pulau
Banyak
dan
Mentawai,
Status
6.
: Asli Indonesia.
Aerodramus nuditarsus
Peneliti
: Salomonsen, 1963.
Nama umum
: Bare-legged swiftlet.
Penyebaran
: Papua.
Status
7.
Aerodramus papuensis
Peneliti
: Rand, 1941.
Nama umum
: Papuan swiftlet.
VIII-7
Penyebaran
: Papua.
Status
8.
Aerodramus salanganus
Peneliti
: Streubel, 1848.
Nama umum
: Mossy-nest swiftlet.
Nama daerah
Penyebaran
9.
Aerodramus vanikorensis
Peneliti
Nama umum
: Uniform swiftlet.
Penyebaran
: Daerah
lembah
terbuka
dan
hutan.
: Asli Indonesia.
: Stersemann, 1926.
Nama umum
: Volcano swiftlet.
Penyebaran
: jawa.
Status
: Asli Indonesia.
VIII-8
: Hodgson, 1837.
House swift.
: Sumatera, Kepulauan Riau, Belitung,
Kalimantan, Jawa, Bali, Panaitan, Nusa
Penida, Flores, Sumba, Selayar, dan
Sulawesi.
biak
di
gedung-gedung
kosong.
Status
: Asli Indonesia.
: Latham, 1802.
Nama umum
: Fork-tailed swift.
Penyebaran
Status
:Asli Indonesia.
: Linnaeus, 1758.
Nama umum
: Glossy swiftlet.
Nama daerah
: Walet sapi.
Penyebaran
VIII-9
Status
: Asli Indonesia.
Nama umum
: Cave swiftlet.
Nama daerah
: Walet gua.
Penyebaran
Status
: Asli Indonesia.
: Gray, 1829.
Nama umum
: Asian palm-swift.
Penyebaran
Pulau
Talaud,
Pulau
Status
: Asli Indonesia.
: Latham, 1802.
Nama umum
: White-throated needletail.
Penyebaran
: Jawa,
Bali,
Lombok,
Timor,
VIII-10
Status
: Asli Indonesia.
: Sclater, 1865.
Nama umum
: Purple needletail.
Penyebaran
: Sulawesi.
Status
: Sclater, 1865.
Nama umum
: Purple needletail.
Penyebaran
Status
: Temminck, 1825.
Nama umum
: Brown-back needletail
Penyebaran
: Hutan.
Status
: Asli Indonesia.
Nama umum
: Waterfall swift.
Nama daerah
: Walet besar.
Penyebaran
: Sumatera,
Jawa,
dan
sebagian
Kalimantan.
Tempat hidup (ekologi)
VIII-11
Status
Jawa,
dan
Peninsular
Malaysia.
21. Mearnsia novaeguineae
Peneliti
Nama umum
: Papuan needletail.
Penyebaran
: Papua.
Status
: Blyth, 1849.
Nama umum
: Silver-rumped spinetail.
Penyebaran
Status
: Asli Indonesia.
VIII-12
VIII-13
Bulan
Awal Februari
Awal - Akhir Maret
Awal April
Mei - Juli
Desember - Februari
Awal September
Awal Akhir Oktober
Desember Februari
Juli Agustus
Perkembangbiakan
Walet mulai bertelur
Sebagian besar walet sedang dan masih
bertelur
Sebagian kecil walet masih bertelur
Walet-walet muda mulai terbang
Walet-walet muda memasuki fase
produksi
Walet muda bertelur
Sebagian besar walet sedang dan masih
bertelur
Walet-walet mulai terbang
Walet-walet muda memasuki fase
reproduksi
b. Ekolokasi
Seperti halnya kelelawar, walet juga mampu melakukan ekolokasi,
yakni kemampuan mengeluarkan suara berfrekuensi tertentu secara terputusputus dan kemudian menangkap, kembali pantulan suara tersebut untuk
menentukan jarak dan letak sebuah benda yang memantulkannya. Kemampuan
ini memungkinkan walet untuk terbang di tempat yang gelap.
Namun, ekolokasi yang dimiliki walet berbeda dengan ekolokasi
yang dimiliki kelelawar. Ekolokasi pada walet biasanya disertai dengan suara
"lengkingan" yang mampu didengar oleh telinga manusia, sedangkan kelelawar
hanya mengeluarkan suara infrasonic berfrekuensi rendah yang tidak mampu
didengar manusia. Suara lengkingan pada walet dihasilkan oleh organ yang
terletak di belakang tenggorokan yang disebut cyrinx.
Selain untuk mendeteksi keberadaan benda dan untuk menemukan
sarang, ekolokasi pada walet juga digunakan untuk berkomunikasi dan
memberikan peringatan kepada walet lain agar tidak mendekati sarangnya.
Namun, tidak semua jenis walet memiliki kemampuan ini. Beberapa spesies
VIII-14
Habitat Asli
Tempat tinggal setiap walet umumnya berbeda-beda. Beberapa spesies
walet memanfaatkan lubang di dinding batu karang, tembok-tembok gedung, atau
gua-gua sebagai tempat berkembang biak. Bahkan, ada spesies walet yang sengaja
bersarang di gua-gua yang letaknya tepat di belakang air terjun. Untuk masuk dan
keluar dari gua tersebut, walet harus terbang menerobos air terjun.
Walet putih (A. fuciphagus) merupakan burung penghuni daerah gelap
(darkzone). Karena itu, habitat yang diinginkan adalah lokasilokasi yang tidak
terjangkau paparan sinar matahari dengan kisaran suhu yang relatif stabil. Tidak
mengherankan jika gua-gua menjadi tempat tinggal utama pilihan burung ini.
Umumnya, walet putih banyak dijumpai di dalam gua-gua alam yang dikelilingi
hutan lebat.
Dalam membuat sarang, walet hanya memanfaatkan bagian dinding gua
yang bertekstur khusus berupa tonjolan-tonjolan dan lekukanlekukan dangkal,
serta memiliki kadar air yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kadar air
di bagian dinding lainnya. Iklim mikro di sekitar gua yang menjadi habitat walet
suhunya 24-27 C dengan kelembapan 85-95%. Berikut ini beberapa bagian gua
yang sering dihuni walet.
1.
Area berputar-putar (roving area), yakni lapangan tempat walet berputarputar sebelum memasuki gua.
2.
3.
Ruang ini terletak di dekat mulut gua bagian dalam. Ruang istirahat (rest
room), yakni ruang tempat walet beristirahat, membangun sarang, dan
berkembangbiak. Letaknya berada di dalam gua.
VIII-15
VIII-16
c. Sarang Kuning
Sarang kuning berasal dari sarang putih yang dalam proses
pembentukannya mengalami perubahan warna akibat proses kimiawi.
Perubahan warna kuning biasanya disebabkan oleh reaksi warna antara
dinding gua tempat menempelnya sarang, kelembapan udara yang terlalu
tinggi, atau pengaruh tetesan air yang jatuh ke sarang.
Kadang-kadang, sarangyang berasal dari gedung walet juga bisa
berwarna kuning. Beberapa faktor penyebabnya antara lain pemanenan yang
terlambat dilakukan, kelembapan udara yang terlalu tinggi, pencemaran dari
tempat menempelnya sarang, serta tahap pemrosesan dan penyimpanan yang
tidak baik. jika dilihat dari nilai jualnya, harga sarang kuning cukup rendah.
Untuk meningkatkan kualitasnya, sarang kuning harus dicuci hingga sarang
berwarna putih kembali.
VIII-17
d. Sarang Biru
Sarang jenis ini biasanya dihasilkan dari air liur walet yang bermutu
rendah. Hal ini disebabkan pakan yang dikonsumsi walet kualitasnya kurang
baik, misalnya serangga yang diburu walet sudah terkontaminasi limbah
pabrik, atau bisa juga air yang diminum sudah tercemar polusi. Selain itu,
sarang biru juga dihasilkan dari sarang putih yang mengalami perubahan
warna akibat sering terkena air atau kelembapan udara yang terlalu tinggi di
dalam gua atau rumah walet.
e. Sarang Hitam
Sarang walet hitam sering ditemukan di dalam gua. Terbuat dari
campuran air liur dengan bulu walet. Sarang ini dihasilkan oleh spesies A.
maximus. Dibandingkan dengan sarang walet lain, mutu sarang walet hitam
dianggap paling rendah.
VIII-18
VIII-19
Jumlah (%)
4,1251
2,4528
2,0536
0,4609
5,5546
5,5079
4,0430
1,7730
Tabel 8.3. Analisis zat gizi dari hasil uji coba 100 gram sarang burung walet
dengan beberapa perlakuan
Hasil
Rebusan
Kandungan Gizi
Sebelum
(Zat Gizi Makro dan Mikro)
Direbus*) Rebusan Rebusan Rebusan
I**)
II***)
III****)
Energi (kkal)
315,96
Air (gram)
15,83
Protein
51,25
2,84
1,52
0,99
Lemak (gram)
0,40
Karbohidrat (gram)
25,41
Serat Kasar (gram)
Kadar Abu (gram)
4,46
Kalsium (mg)
39,14
2,91
1,19
Fosfor (mg)
8,29
5,94
0,32
0,31
Besi
17,00
0,61
0,46
Nitrogen
8,37
0,71
0,24
0,16
Natrium
24,41
0,77
2,62
1,92
Kalsium
4,04
0,46
0,97
0,50
Seng
0,83
2,84
0,07
0,05
Vitamin A (mg)
8,46
1,72
0,07
0f04
Vitamin C (mg)
1,25
0,11
0,22
0,23
Keterangan: *) pH air = 6,60
**) pH air 7,00
***)pH air 7,10
****) pH air 7,20
Dari tabel di atas diketahui jika walet juga mengandung protein yang cukup
tinggi. Kandungan protein yang berasal dari sarang walet dapat berfungsi sebagai
zat pembangun yang bertugas membentuk sel-sel dan jaringan baru yang berperan
aktif selama proses metabolisme di dalam tubuh. Protein yang berasal dari sarang
walet juga memiliki ikatan senyawa yang lebih kompleks daripada protein nabati.
VIII-20
8.1.2. Jamur
Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak
bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur
hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin,
protein, dan senyawa pati dari organisme lain. Dengan bantuan enzim yang
diproduksi oleh hifa (bagian jamur yang bentuknya seperti benang halus,
panjang, dan kadang bercabang), bahan makanan tersebut diuraikan menjadi
senyawa yang dapat diserap untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, jamur digoIongkan sebagai tanaman heterotrofik, yaitu tanaman yang kehidupannya
tergantung pada organisme lain.
VIII-21
Di seluruh dunia ada ribuan spesies jamur yang tersebar dari wilayah
subtropis yang cenderung dingin sampai kawasan tropis yang hangat. Dari ribuan
jenis tersebut ada jamur yang merugikan dan ada pula yang menguntungkan.
jamur merugikan adalah berbagai jenis jamur (fungi) penyebab penyakit pada
manusia dan tanaman, misalnya menyebabkan keracunan saat dikonsumsi;
menjadi sumber penyakit kulit seperti panu, kadas, dan kurap; atau jamur yang
menyebabkan kayu cepat lapuk. Jamur menguntungkan adalah berbagai jenis
jamur yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, misalnya untuk menghancurkan
sampah organik, menghasilkan antibiotik untuk obat; atau jamur yang bermanfaat
dalam
pembuatan
tempe,
oncom
dan
alkohol.
Termasuk
jenis
yang
menguntungkan adalah jamur konsumsi, yaitu jamur yang dapat dimakan tanpa
menimbulkan efek racun. Jenisnya antara lain jamur kuping, tiram, merang,
shiitake, champignon, dan jamur barat.
Saat ini jamur merang, kuping, shiitake, tiram, dan jamur champignon
sudah dibudidayakan secara komersial untuk memenuhi kebutuhan yang semakin
hari semakin meningkat. Sementara itu, jamur barat belum bisa dibudidayakan
dan kebutuhannya masih sangat tergantung dari alam. Jika musimnya tiba, jamur
ini banyak dijual di sepanjang jalan raya BandungSurnedang, tepatnya di kawasan
Cadas Pangeran
Gambar 8.8. Jamur champignon, salah satu jamur konsumsi yang sudah
dibudidayakan
VIII-22
27
1,6
58
Jamur kuping
8,4
0,5
82,8
Daging sapi
21
5,5
0,5
Bayam
2,2
1,7
Kentang
20,9
1,5
0,1
4,2
Seledri
1,3
0,2
Buncis
2,4
0,2
Kubis
VIII-23
dingin.
Selain itu, secara ekonomi membudidayakan jamur champignon dan
shiitake juga kurang menguntungkan karena pasar jamur dunia,termasuk
Indonesia, sudah dibanjiri kedua jenis jamur ini dengan harga murah sehingga
sulit bagi petani jamur Indonesia untuk ikut bersaing, bahkan di dalam negeri
sekalipun. Oleh karena itu, hanya jamur kuping, tiram, dan jamur merang yang
cocok dibudidayakan di Indonesia, baik dari segi lingkungan tumbuh maupun
nilai ekonominya.
A. Jamur Kuping
a. Taksonomi
Super Kingdom
Eukaryota
Kingdom
Myceteae (fungi)
Divisio
Amastigomycota
Sub Divisio
Basidiomycotae
Kelas
Basidiomycetes
Ordo
Auriculariales
Familia
Auriculariae
Genus
Auricularia
Spesies
Auricularia sp
b. Morfologi
Jamur ini disebut dengan jamur kuping karena memang
bentuknya mirip telinga (kuping) dengan warna cokelat muda hingga
kemerah-merahan. Tubuh buah (basidiocarp) jamur yang di Cina
disebut dengan be munk o atau telinga pohon ini berlekuk-lekuk
selebar 3-8 cm. Permukaan atas jamur kuping agak mengilap,
berurat, dan berbulu halus mirip beludru di bagian bawahnya.
VIII-24
hifa, dan
B. Jamur Tiram
a. Taksonomi
Super Kingdom
: Eukaryota
Kingdom
: Myceteae (fungi)
Divisio
: Amastigomycota
Sub Divisio
: Basidiomycotae
Kelas
: Basidiomycetes
VIII-25
Ordo
: Agaricales
Familia
: Agaricaeae
Genus
: Pleurotus
Spesies
: Pleurotus sp
b. Morfologi
Nama jamur tiram (Pleurotus sp.) diberikan karena bentuk tudung
jamur ini agak membulat, lonjong, dan melengkung menyerupai cangkang
tiram. Permukaan tudung jamur tiram licin, agak berminyak jika lembap,
dan tepiannya bergelombang. Diameternya mencapai mencapai 3-15 cm.
Batang atau tangkai jamur tiram tidak tepat berada di tengah
tudung, tetapi agak ke pinggir. Tubuh buahnya membentuk rumpun yang
memiliki banyak percabangan dan menyatu dalam satu media. Jika sudah
tua, daging buahnya akan menjadi liat dan keras. Warna jamur yang sering
di sebut dengan oyster mushroom ini bermacam-macam, ada yang putih,
abu-abu, cokelat, dan merah. Di Indonesia, jenis yang paling banyak
dibudidayakan adalah jamur tiram putih.
VIII-26
sekitar 60% dan derajat keasaman atau pH 6-7. Jika tempat tumbuhnya
terlalu kering atau kadar airnya kurang dari 60%, miselium jamur ini tidak
bisa menyerap sari makanan dengan baik sehingga tumbuh kurus.
Sebaliknya, jika kadar air di lokasi tumbuhnya terlalu tinggi,jamur ini
akan terserang penyakit busuk akar.
Secara alami jamur tiram banyak ditemukan tumbuh di batangbatang kayu lunak yang telah lapuk seperti pohon karet, damar, kapuk,
atau sengon yang tergeletak di lokasi yang sangat lembap dan terlindung
dari cahaya matahari. Pada fase pembentukan miselium, jamur tiram
memerlukan suhu 22-28 C dan kelembapan 60-80%. Pada fase
pembentukan tubuh buah memerlukan suhu 16-22 C dan kelembapan 8090% dengan kadar oksigen cukup dan cahaya matahari sekitar 10%.
C. Jamur Merang
a. Taksonomi
Super Kingdom
: Eukaryota
Kingdom
: Myceteae (fungi)
Divisio
: Amastigomycota
Sub Divisio
: Basidiomycotae
Kelas
: Basidiomycetes
Ordo
: Agaricales
Familia
: Plutaceae
Genus
: Volvariella
Spesies
: Volvariella volvocea
b. Morfologi
Jamur ini sudah telanjur mendapat sebutan jamur merang
walaupun tidak selalu tumbuh di media merang (tangkai padi).
Sebenarnya jamur ini juga bisa tumbuh di media atau sisa-sisa
Tanaman yang memiliki sumber selulosa, seperti limbah pabrik
kertas, limbah biji kopi, ampas batang aren, limbah kelapa sawit, ampas
sagu, sisa kapas, dan kulit buah pala.
VIII-27
VIII-28
akarnya karena akar yang tetinggal di dalam media akan membusuk dan
menganggu pertumbuhan calon jamur di sekitar lokasi tersebut. Oleh karena
itu, jika ada akar yang tertinggal di dalam media harus dicabut secara paksa
menggunakan penjepit.
Saat terbaik untuk memanen jamur adalah pada pagi hari sebelum
pukul 10.00 atau sore hari sebelum pukul 17.00. Jika dipanen siang hari,
berat jamur akan menyusut karena kepanasan.
1. Jamur kuping dipanen setelah berumur 3-4 minggu dari waktu terbentuknya calon tubuh buah (pin head). Saat itu pertumbuhan tubuh buah
telah berukuran maksimal dengan berat mencapai sekitar 65 gram. Masa
panen berlangsung sampai dua bulan berikutnya
dengan
interval
B. Pascapanen
Langkah
pertama
yang
dilakukan
setelah
panen
adalah
VIII-29
VIII-30
II.
Potensi
tanaman obat
Format paper sebagai berikut : Format paper sebagai berikut : halaman paper
maksimal 10 lembar, menggunakan kerta A4, tipe huruf yang digunakan teks
VIII-31
adalah Times New Roman font 12 dengan spasi 1.5, dan menyertakan bahan
rujukan/daftar pustaka yang digunakan dalam pembuatan paper.
2. Membuat bahan presentasi dalam bentuk power point
3. Salah satu perwakilan kelompok mempresentasikan paper yang telah dibuat di
depan kelas untuk ditanggapi oleh kelompok lain.
VIII-32
DAFTAR PUSTAKA
Adjidarna. 1990. Pengusahaan Lak Perhutani di Banyukerto. Jakarta : Duta
Rimba No. 125-126/XVI : 38-42.
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. ITB. Bandung.
A site about silkworms, silkmoths, and silk. Wormspit.com.
Astawan, M. 1989. Teknologi Sederhana Pembuatan Gula Pasir. Teknologi No.
2, th III/Juni 1989, hal 32 dan 33. PT. Dharma Yasamas Teknindo,
Jakarta.
Atjung. 1990. Tanaman yang Menghasilkan Minyak, Tepung dan Gula. CV
Yasaguna, Jakarta.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Lak Butiran (seed lak). SNI 015009.2-2000. Jakarta.
Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat. 1997. Jahe. CV Riza Graha Jaya,
Bogor.
Bandini, Y. 1996. Nipah Pemanis Alami Baru. Penebar Swadaya. Jakarta.
Biro Pusat Statistik. 2002. Jakarta.
Bolin, H.R dan Jackson, R. 1986. Journal of Food Processing and Preservation.
Vol. IX, No. 1. Food and Nutrition, Inc. Westport, Connecticut.
Borror DJ, C A Triplehorn, dan N F Johson. 1996. Pengenalan Serangga. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards G.H. Fleet, M.Wootton. 1987.
(terjemahan). Universitas Hasanuddin Press. Jakarta.
Ilmu Pangan
Asia 6.
Litbang Departemen
Timber.html
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/LITBANG/Hasil/buletin/2001/2-1-h.HTM
Info Hutan No. 139. 2001. Pembibitan Jenis Pohon Penghasil Gaharu (Aquilaria
malacensis Lamk). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan
Konservasi Alam. Bogor-Indonesia.
Intari SE.
1980. Laccifer lacca Kerr.
Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.
[15
[14
April
Buletin
Jakarta.