Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS DIMENSI NILAI BUDAYA JAWA

DALAM PRAKTIK AKUNTANSI PADA UMKM


Oleh:
Raditya Shinta
125020300111096
Dosen Pembimbing
Dr. Zaki Baridwan, SE., M.SI., Ak., CA

ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan ide atau gagasan, dan nilai budaya yang muncul
dari sebuah praktik akuntansi yang sederhana pada pelaku UMKM bersuku Jawa. Tulisan ini
juga dimaksudkan untuk menggali lebih dalam hubungan antara budaya dan akuntansi pada
usaha mikro dalam lingkungan masyarakat Jawa. Dimensi-dimensi budaya yang dikemukan
oleh Hofstede juga akan dibuktikan dalam penerapan bisnis dan akuntansi pada karakteristik
masyarakat Jawa. Sebagian besar pelaku UMKM di Indonesia beranggapan bahwa informasi
akuntansi bukan merupakan sesuatu yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
bisnis. Sehingga dalam studi ini akan juga diungkapkan bahwa, karakteristik, nilai, dan
makna budaya turut menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi praktik akuntansi dan
pengambilan keputusan dalam bisnis yang dilakukan oleh para pelaku UMKM bersuku Jawa.
Kata kunci: dimensi budaya, budaya Jawa, Hofstede, praktik bisnis, praktik akuntansi,
UMKM
ABSTRACT
This paper aims to express ideas and cultural values that arise from a simple accounting
practices in SMEs Javanese ethnicity. This article is also intended to dig deeper into the
relationship between culture and accounting at the micro enterprise within the Java
community. Cultural dimensions raised by Hofstede also be evidenced in the application of
business and accounting on the characteristics of the Java community. Most SMEs in
Indonesia believe that the accounting information is not something that affects the business
decisions. So in this study will also disclosed that, characteristics, value, and meaning of
culture contributed to the factors that affect accounting practices and decision-making in
business done by the Javanese SMEs.
Keywords: cultural dimension, Javanese culture, Hofstede, business practices, accounting
practices, SMEs

PENDAHULUAN

Jika dilihat lebih mendalam, pengaruh

Budaya merupakan salah satu unsur


penting

dalam

kehidupan

yang

memberikan pengaruh dan kontribusi besar


terhadap semua bidang keilmuan. Menurut
Hofstede

(1999),

budaya

adalah

merupakan keseluruhan pola pemikiran,


perasaan dan tindakan dari suatu kelompok
sosial,

yang

membedakan

dengan

kelompok sosial yang lain. Pola pikir yang


sama di sekelompok orang akan menjadi
sebuah kebiasaan dan memicu terjadinya
suatu adat istiadat, sehingga pada akhirnya
menjadi budaya.
Budaya

mempengaruhi bentuk praktik akuntansi


yang

dijalankan.

menyebabkan

Hal

ini

lah

praktik

yang

akuntansi

mengalami sejarah dan perkembangan


yang unik seiring dengan perkembangan
sosial, budaya, dan ekonomi. Budaya lokal
suatu masyarakat akan memberikan gaya
praktik akuntansi yang sedang berjalan.
Ide-ide yang muncul atas praktik akuntansi
yang dipengaruhi oleh budaya lokal suatu
kelompok jelas akan berbeda dengan
praktik akuntansi yang dipengaruhi budaya
lokal kelompok lain. Praktik akuntansi

dapat

yang berjalan karena pengaruh budaya

membangun cara pandang atau perspektif,

Jawa misalnya, jelas akan memunculkan

tingkah laku, hingga etika dan moral.

gagasan-gagasan di balik praktik akuntansi

Budaya tersebut secara langsung dan tidak

tersebut dengan sifat alamiah Jawa.

langsung

yang

budaya bisnis tersebut nantinya juga akan

akan

berkembang

mempengaruhi

cara

berperilaku suatu kelompok masyarakat


dalam kehidupan sehari-hari termasuk
kehidupan berbisnis. Seperti halnya yang
terjadi pada masyarakat Indonesia, bisnis
yang

dilakukan

pada

umumnya

dipengaruhi oleh suku dan bangsa maupun


adat istiadat yang dimiliki masing-masing
kelompok masyarakat. Perbedaan cara
berbisnis yang dilakukan oleh orang Jawa
dan Batak atau etnis Tionghoa dengan
etnis Arab merupakan contoh konkrit dari
pengaruh budaya yang melekat pada
karakteristik setiap kelompok atau suku.

Berangkat

dari

fenomena

di

atas,

ketertarikan untuk mempelajari akuntansi


dari sisi sosial dan budaya semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian
mengenai aspek budaya dalam akuntansi
telah memperkaya disiplin akuntansi itu
sendiri

dan

memperlihatkan

bahwa

akuntansi tidak hanya masalah teknis


semata, namun juga berbicara tentang
kebiasaan dan perilaku masyarakat yang
berbeda-beda dalam menerapkan suatu
konsep akuntansi.
Di Indonesia, fenomena UMKM (Usaha
Mikro

Kecil

Menengah)

sudah

berkembang dengan pesat sejak UMKM

berpengaruh terhadap praktek yang ada;

menjadi satu-satunya penyelamat bangsa

(3)

dari krisis ekonomi global yang pernah

ketidakpastian

melanda Indonesia. Salah satu suku lokal

dianggap sebagai konsekuensi atau risiko

yang

peran besar terhadap

dari kehidupan; (4) maskulinitas versus

ekonomi

bisnis

femininitas, nilai maskulin menekankan

UMKM di Indonesia adalah suku Jawa.

pada nilai kinerja dan pencapaian yang

Suku

nampak, sedangkan feminin lebih pada

memiliki

perkembangan

dalam

Jawa

dan

mementingkan

kehidupan

pencitraan

sehari-harinya

dan

penghindaran

pilihan

ketidakpastian,

mengenai

pada

masa

depan

kualitas

hidup,

menjunjung tinggi kebersamaan maupun

mengutamakan hubungan persaudaraan,

keakraban

dan peduli pada yang lemah.

bisnisnya

keluarga.
selalu

lingkungan

Perkembangan

terbawa

sekitar

dengan

yang

turut

mempengaruhi perilaku usaha.

Pada industri rumahan, sebagai simbol dari


UMKM, yang berkembang di masyarakat
Jawa pada umumnya tidak menjadikan

Berdasarkan isu budaya di atas, maka

laba atau keuntungan operasional sebagai

tulisan ini bertujuan untuk mengamati dan

fokus utama, melainkan kebersamaan dan

menganalisis ide, gagasan, dan nilai

kekeluargaan

budaya yang muncul dari sebuah praktik

menjadi

akuntansi yang sederhana pada pelaku

membuktikan bahwa karakteristik budaya

UMKM bersuku Jawa.

yang

di

dalamnya

pondasi

berkembang

lah

bisnisnya.
akan

Hal

yang
ini

berpengaruh

kepada karateristik bisnis yang ada.


Nilai Kearifan Budaya Jawa

PEMBAHASAN
Hofstede (1984) mengungkapkan terdapat
empat

dimensi

mempengaruhi

budaya

kegiatan

yang

bisnis

dan

penerapannya terhadap praktek akuntansi


yaitu

(1)

individualisme

versus

kolektivisme, besar kecilnya keinginan


seseorang
sendiri

untuk
atau

memiliki

kebebasan

kebergantungan

kepada

kelompok; (2) jarak kekuasaan, jarak


antara pemimpin dan bawahan yang akan

Karena terdiri dari banyak kelompok suku,


masyarakat Jawa memiliki karakteristik
budaya yang khas sesuai dengan kondisi
masyarakatnya.

Sebagai

contoh,

suku

Tengger dan suku Madura memiliki nilai


berbeda dalam menjalankan kehidupan.
Suku Tengger berkondisi masyarakat yang
lebih

sabar

daripada

orang

Madura

sehingga etos kerja mereka umumnya


tidak setinggi orang Madura. Prabowo

(2003: 24) membagi budaya secara garis

Karakteristik Masyarakat Jawa dalam

besar menjadi dua, yaitu: budaya lahir dan

Konteks Bisnis

budaya

batin.

menggambarkan

Budaya
kedudukan

lahir
seseorang

sebagai makhluk individu dan makhluk


sosial.

Sementara

budaya

batin

berhubungan dengan hal-hal yang bersifat


gaib

atau

hal-hal

yang

tidak

dapat

dijangkau menurut akal pikiran, namun


kedudukannya

sangat

berpengaruh

terhadap pola kehidupan masyarakat Jawa.


Menurut

Koentjaraningrat

(1982:

2)

budaya batin dapat terkandung pada sistem


religi. Jong (1976) dalam Zulfikar (2008:

Sebagian besar masyarakat lokal Indonesia


membangun

dan

mengembangkan

bisnisnya tidak hanya berlatar belakang


kebutuhan

ekonomi,

melainkan

juga

sebagai perwujudan budaya dan kreatifitas


yang diciptakan oleh masyarakat wilayah
tersebut. Begitu pula yang dilakukan orang
Jawa dengan bisnis yang digelutinya.
Dapat kita jumpai beberapa praktik-praktik
bisnis yang dilakukan berdasarkan prinsip
budaya yang dijunjung tinggi.

3) mengemukakan bahwa unsur sentral

Kekeluargaan

kebudayaan Jawa adalah sikap rila (rela),

merupakan karakteristik pertama yang

nrima (menerima), dan sabar. Rila disebut

dapat dilihat secara kasat mata jika kita

juga ikhlas, yaitu kesediaan berpasrah

berada

kepada Tuhan akan hasil atas segala usaha

terutama

ketika

mereka

yang telah dilakukan. Nrima berarti merasa

interaksi

dengan

sesamanya.

puas dengan nasib dan kewajiban yang

melakukan bisnis, karakteristik ini pun

telah ada dan bersyukur atau berterima

muncul dan dapat dibuktikan dengan sikap

kasih). Sabar, menggambarkan bahwa

toleran

ketiadaan

dan

tetangga atau lawan bisnisnya. Sebagai

berlebihan. Ketiga hal inilah yang akan

contoh, hubungan kekerabatan yang terjadi

mendasari pandangan dan perilaku orang

antara penjual satu dengan penjual lainnya

Jawa dalam segala sesuatu. Sikap-sikap

di pasar tradisional. Ketika persediaan

tersebut

diperkenalkan secara turun

dagangan habis, mereka tidak akan segan

temurun oleh orang tua kepada anak cucu

untuk menawarkan barang dagangan lawan

nya sehingga kelestariannya tetap terjaga

bisnisnya kepada pembeli walaupun jenis

hingga saat ini di tengah intervensi budaya

barangnya sama. Dengan cara seperti itu,

global. Maka dari itu, dalam etos berbisnis

akan timbul suatu konsep balas budi antar

pun orang Jawa sangat memegang prinsip-

penjual. Fenomena ini turut menjelaskan

prinsip leluhurnya.

keberlakuan

nafsu

yang

bergolak

di

dan

gotong

pemukiman

dan

saling

dimensi

royong

orang

Jawa,

melakukan

membantu

budaya

Dalam

antara

yang

dikemukakan

oleh

individualisme

Hofstede

versus

yaitu

yang utuh antara pemilik utama (pemodal)

kolektivisme,

bisnis dan rekan (sanak saudara atau orang

dimana tingkat kolektivisme pada praktik

yang

bisnis UMKM ternyata cukup tinggi

Fenomena

karena pelaku bisnisnya secara tidak sadar

keberlakuan satu dimensi budaya Hofstede

memiliki

operasional

ini

bisnis).

menggambarkan

antara

satu

berikutnya yaitu jarak kekuasaan, dimana

Dan

juga

jaraknya terbilang pendek atau tidak

keberlakuan maskulinitas dan femininitas,

kentara karena hubungan bisnis yang

dimana orang Jawa cenderung lebih

tercipta tidak menimbulkan gap yang

feminin terbukti dengan sikap mereka

mempengaruhi dominasi kekuasaan yang

yang

mungkin terjadi.

dengan

kebergantungan

membantu

yang

lainnya.

mengutamakan

hubungan

persaudaraan dan tenggang rasa (tepo


slira).

Selain kedua karakteristik di atas, orang


Jawa juga dikenal dengan masyarakat yang

Karakteristik

selanjutnya

rasa

berpola pikir kreatif dan berpola hidup

rendah hati dan terbuka. Orang Jawa

dinamis. Seperti yang telah diungkapkan

identik

Jong (1976), orang Jawa memiliki sikap

dengan

sikap

adalah
ramah,

selalu

tersenyum, dan terbuka. Sama halnya

rela,

dengan karakteristik pertama, bisnis yang

harafiah ketiga sikap tersebut adalah

dikembangkan tidak luput dari branding

bahwa mereka tidak serta merta berpasrah

kesan ramah yang membuat pelanggan

tanpa melakukan usaha terlebih dahulu.

atau

nyaman.

Nilai itulah yang dijunjung oleh orang

Perspektif pelanggan adalah rejeki atau

Jawa dalam mempertahankan bisnisnya

berkah mendasari mereka untuk selalu

ditengah

bersikap rendah hati, ramah, dan menerima

Didukung dengan karakteristik mereka

segala masukan yang diberikan terhadap

yang

bisnisnya. Tidak hanya pada pelanggan,

perkembangan

orang Jawa juga percaya bahwa dengan

membuat kreatifitas turut berkembang di

adanya keterbukaan terhadap rekan atau

masyarakatnya. Sebagai contoh, usaha

lawan bisnisnya bisa menimbulkan sumber

warung makan prasmanan menawarkan

ide atau masukan yang berperan serta

satu keunggulan dibandingkan dengan

dalam perkembangan bisnisnya. Sehingga

warung makan biasa yaitu waktu yang

persaingan yang tercipta antara mereka

dimiliki pembeli untuk memilih makanan

adalah persaingan sehat dan kerjasama

apa yang ingin mereka santap menjadi

pembeli

nya

merasa

menerima,

dan

persaingan
terbuka,
jaman

sabar.

yang

Definisi

meningkat.

informasi
yang

dan
dinamis

lebih efisien dengan melayani diri sendiri

Karakteristik berikutnya adalah religius.

karena mereka tidak harus menunggu si

Dengan

penjual untuk melayani pesanan mereka.

penganut Islam, orang Jawa menekankan

Ide

bahwa nilai-nilai agama juga menjadi

prasmanan tersebut muncul dari

mayoritas

penduduk

semakin terbatasnya waktu yang dimiliki

pengiring

pelanggan ketika mereka harus membagi

masyarakatnya. Dalam Zulfikar (2008),

waktu makan mereka dengan bekerja,

salah satu prinsip bisnis orang Jawa yang

kuliah atau kegiatan lainnya.

turun temurun adalah kepercayaan bahwa

Karakteristik lainnya adalah sikap skeptis


yang

merupakan

sebagian

besar

pencerminan

orang

Jawa.

dari

Mereka

cenderung tidak akan percaya akan sesuatu


hal jika tidak ada bukti nyata keberhasilan.
Jika pada awal berkembangnya, suatu
usaha yang hanya dirintis oleh satu dua
orang saja menjadi berhasil atau menuai
keuntungan maka lama kelamaan usaha
tersebut mulai menyebar menjadi industri

kehidupan

adalah

dalam

Tuhan tidak akan tidur. Mereka percaya


bahwa

segala

sesuatu

yang

mereka

lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup


selama itu halal maka Tuhan akan melihat
dan

membalas

dengan

sesuatu

yang

sepadan. Ungkapan lain yang semakna


adalah rezeki di tangan Tuhan. Hal-hal
itulah

yang

menjadi

pendorong

masyarakatnya untuk terus berproduksi


dan mengembangkan bisnisnya.

yang dilakukan dalam satu wilayah. Dari

Karakteristik terakhir yang juga menjadi

situ

prinsip penting orang Jawa dalam etos

pula

mereka

belajar

tentang

konsekuensi yang akan mereka hadapi dan

bisnis

antisipasi yang bisa dilakukan terkait

berkeyakinan

dengan

berani dan selalu berperilaku jujur akan

perkembangan

Penelitian

yang

bisnisnya.

jujur.
bahwa

Orang
seseorang

Jawa
yang

oleh

mendapatkan kebahagiaan. Orang yang

Purbaningtyas (2014) terhadap industri

mampu berlaku jujur akan memiliki

keripik tempe di Kampung Sanan, Malang,

keuntungan karena apa pun alasannya,

telah

tersebut.

orang yang mampu bersikap jujur akan

Fenomena ini juga membuktikan satu

mendapatkan ketenangan hati dan dirinya

dimensi budaya Hofstede lainnya yaitu

tidak merasa bersalah.

menjelaskan

penghindaran
mereka

dilakukan

adalah

teori

ketidakpastian,

cenderung

ingin

dimana

mengetahui

risikonya terlebih dahulu sebelum memulai


suatu bisnis.

Implikasi

Budaya

Jawa

terhadap

Praktik Akuntansi UMKM

informasi akuntansi pada UMKM telah

Fenomena mengenai nilai kearifan budaya


Jawa

serta

karakteristik-karakteristik

masyarakat Jawa yang telah diungkapkan


diatas, telah mampu membuktikan bahwa
sebagian besar pelaku UMKM bersuku
Jawa menerapkan nilai-nilai dan prinsip
budaya mereka dalam praktik bisnisnya.
Saratnya

budaya

kekeluargaan

dan

tingginya tingkat kepercayaan, membuat


kesadaran akan praktik akuntansi sangat
kurang di sebagian besar para pelaku
usaha.

Dalam

UMKM

tidak

kenyataannya,

pelaku

menyelenggarakan

dan

menggunakan informasi akuntansi dalam


pengelolaan usahanya (Pinasti, 2001),
sehingga kualitas laporan keuangan pada
UMKM

masih

rendah

dan

praktik

akuntansi pada UMKM di Indonesia


memiliki banyak kelemahan (Suhairi, dkk,
2004). Penelitian sebelumnya menemukan
bahwa praktek akuntansi dalam rumah
tangga maupun

usaha

mikro

terbagi

menjadi dua yaitu, akuntansi dengan


tulisan dan akuntansi tanpa tulisan. Namun
sebagian besar pelaku UMKM bersuku
Jawa cenderung memilih akuntansi tanpa
tulisan karena dianggap lebih praktis dan
tidak

membuang

waktu

secara optimal dan tidak termanfaatkannya

serta

biaya

(Purbaningtyas, 2014).

ditelusuri

dalam

beberapa

penelitian.

Pertama, tidak adanya penyelenggaraan


dan

penggunaan

informasi

akuntansi

dalam kebanyakan pengelolaan usaha kecil


ditentukan oleh persepsi pelaku UMKM
atas informasi akuntansi. Bagi sebagian
besar

UMKM,

tidak

pentingnya

pemanfaatan informasi akuntansi karena


mereka

merasa

tidak

membutuhkan

informasi akuntansi (Hariyanto, 1999). Hal


ini sejalan dengan karakteristik orang Jawa
yang

masih

kepercayaan
sehingga

menjunjung

antara

mereka

rekan
tidak

tinggi
bisnisnya,

memerlukan

informasi yang bersifat akuntabilitas atas


harta mereka. Selain itu, nilai religi yang
mereka

anut

juga

turut

memberikan

pengaruh terhadap penggunaan akuntansi


yang notabene hanya
keuntungan

berfokus

pada

dan

tidak

materiil

memperhatikan keterlibatan Tuhan akan


keberhasilan bisnisnya. Kedua,

dalam

Marbun (1997), salah satu kelemahan


usaha kecil di Indonesia ialah pada
umumnya mereka tidak menguasai dan
tidak mempraktekkan sistem keuangan
yang

memadai.

bertentangan

Hal

ini

dengan

sebenarnya
karakteristik

masyarakat Jawa yang terbuka, dimana


seharusnya

mereka

mau

menerima

Beberapa penyebab atas fenomena tidak

informasi

terselenggarakannya

bisnis mereka (dalam hal ini penerapan

praktik

akuntansi

baru

terkait

perkembangan

akuntansi

pada

UMKM).

Ketiga,

membuktikan keberlakuan dimensi budaya

pertimbangan biaya dan manfaat bagi

yang mempengaruhi praktik akuntansi

UMKM. Salah satu alasan tidak adanya

yang dikemukakan Hofstede, antara lain

catatan akuntansi yang memadai pada

kekeluargaan dan gotong royong dengan

UMKM adalah kebutuhan akan pengadaan

kolektivisme dan femininitas, keterbukaan

catatan akuntansi yang dianggap hanya

dengan jarak kekuasaan, dan sifat skeptis

membuang-buang

dengan

waktu

dan

biaya

penghindaran

(Marbun, 1997). Disamping itu, orientasi

Selain

bisnis orang Jawa yang masih berbasis kas

masyarakat Jawa juga memiliki sifat

juga membatasi penggunaan akuntansi.

religius dan jujur yang berpengaruh pada

Sebagian besar dari mereka menjelaskan

praktik bisnis dan akuntansinya.

bahwa perputaran kas pada usahanya


sangat

cepat

sehingga

memungkinkan

untuk

tidak
dilakukan

pencatatan karena keterbatasan waktu.


Fenomena ini juga sejalan dengan nilai
budaya Jawa yang cenderung dinamis dan
mempertimbangkan

masalah

waktu.

Keempat, prinsip leluhur yang dipegang


erat pada suatu kelompok masyarakat
secara tidak sadar menghalangi sesuatu
yang baru untuk masuk dan berkembang.
Zulfikar dalam penelitiannya menemukan
bahwa

orang

Jawa

percaya

akan

keseimbangan hidup yang bukan hanya


berasal dari nilai materiil namun juga
investasi demi kepentingan sosial atau
kepentingan kelompok yang lebih luas
sehingga akan menjamin keberlangsungan

ketiga

nilai

ketidakpastian.
budaya

tersebut,

Saratnya

budaya

kekeluargaan

dan

tingginya

tingkat

kepercayaan

yang

dimiliki

masyarakat

Jawa,

membuat

kesadaran akan praktik akuntansi sangat


kurang di sebagian besar para pelaku
UMKM.

Beberapa

penyebab

atas

fenomena tidak terselenggaranya praktik


akuntansi

pada

UMKM

antara

lain

persepsi mereka terhadap kebermanfaatan


informasi akuntansi, pengetahuan yang
minim

akan

sistem

akuntansi,

pertimbangan biaya dan manfaat, dan


prinsip leluhur yang masih dipegang erat.
Penyebab-penyebab
karena

didukung

tersebut
oleh

muncul

karakteristik

masyarakat Jawa dan nilai-nilai budaya


yang mereka anut.
Hal ini lah yang menggambarkan bentuk

usaha.
KESIMPULAN

praktik akuntansi yang terpengaruh oleh


tema budaya dan karakteristik masyarakat

Dimensi-dimensi budaya yang terkandung

Jawa. Mereka tidak akan berfokus tentang

pada karakteristik masyarakat Jawa telah

bagaimana mencari laba sebesar-besarnya

atau memperhitungkan informasi yang

Pinasti,

bermanfaat bagi pengambilan keputusan

Informasi Akuntansi dalam Pengelolaan

mereka, namun lebih menekankan pada

Usaha Para Pedagang Kecil di Pasar

kepercayaan

Tradisional Kabupaten Banyumas. Jurnal

antara

sesamanya,

kekeluargaan, dan nilai-nilai ketuhanan.

Margani.

2001.

Penggunaan

Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi No. 1/Vol.


3/Mei.
Purbaningtyas, Galuh. 2014. Interaksi

DAFTAR PUSTAKA

Aspek Budaya Dalam Akuntansi Pada

Deegan, C. (2004). Financial Accounting


Theory. Australia: McGraw-Hill Australia
Pty Limited.

Industri Kripik Tempe di Kota Malang.


_____. 2007. Pengaruh Penyelenggaraan
dan

Penggunaan

Informasi Akuntansi

Hariyanto, E. 1999. Analisis Kebutuhan

Terhadap Persepsi Pengusaha Kecil atas

Informasi

Informasi

Akuntansi

bagi

Usaha

Akuntansi:

Suatu

Perdagangan Eceran (Retail) di Kotatip

Eksperimen.

Purwokerto. Jurnal Ekonomi Bisnis dan

Indonesia. Vol. 10 (3). Hal. 321-331.

Akuntansi. No. 1/Vol. 1/September.


Hofstede,

G.

(1999).

Cultures

Jurnal

Riset

Riset

Akuntansi

Suhairi, Sofri Yahya & Hasnah Haron.


and

2004. Pengaruh Pengetahuan Akuntansi

Organization. McGraw-Hill International

Dan Kepribadian Wirausaha Terhadap

(UK) Limited.

Penggunaan Informasi Akuntansi Dalam

Jong. 1976. Salah Satu Sikap Hidup Jawa


Orang Jawa dalam Endraswara, Suwardi.
2006. Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta:
Cakrawala.

Keputusan

Investasi.

Makalah Simposium Nasional Akuntansi


VII. Denpasar.
Zulfikar. 2008. Menguak Akuntabilitas

Koentjaraningrat. 1982. Kebudayaan Jawa.


Jakarta: Balai Pustaka
Marbun,

Pengambilan

B.N.

1997.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan No. 2/Vol.


7/September. Hal 144-150.

Manajemen

Perusahaan Kecil. PT Pustaka Binaman


Pressindo. Jakarta.

Dibalik Tabir Nilai Kearifan Budaya Jawa.

Anda mungkin juga menyukai