Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH NATRIUM BISULFIT, PELAPISAN LILIN DAN PENGEMASAN

TERHADAP SIFAT CABAI MERAH ( Capsicum annuum L)


SELAMA UMUR SIMPAN 15 HARI
Oleh : Nataliningsih

Abstrak
Cabai merah ( Capsicum annuum L) merupakan komoditi sayuran yang mudah busuk
setelah dipetik, proses fisiologis yang terjadi serta kandungan air yang tinggi menyebabkan
cabai merah mudah mengalami kerusakan sehingga daya simpannya sangat pendek.
Senyawa sulfit dapat digunakan sebagai zat antimikrobia, sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Pengemasan dan pelilinan merupakan salah satu cara
menghambatkan peristiwa respirasi dan transpirasi sehingga cabai tidak mudah masak dan
keriput. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Natrium bisulfit,
pelapisan lilin dan pengemasan dalam memperpanjang umur simpan cabai merah.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah ( Split Plot Design) dengan
Rancangan Dasar yaitu Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Perlakuan yang
diterapkan untuk perlakuan utama konsentrasi Natrium bisulfit terdiri 2 taraf yaitu N0, tanpa
natrium bisulfit sedangkan N1, menggunakan natrium bisulfit dengan konsentrasi 0,2 %,
sub perlakuan adalah pelapisan lilin dan pengemasan yaitu L0 = tanpa pelilinan dan L1 =
menggunakan lapisan lilin dengan konsentrasi 6 %, perlakuan K0 = tanpa dikemas dan K1
= dikemas dengan film PVC (Cling Wrap Four Roses). Hasil penelitian menunjukkan
penggunaan Natrium bisulfit 0,2 %, dapat menekan pertumbuhan mikroba sampai 15 hari,
lapisan lilin 6 % dapat menekan respirasi dan memperpanjang umur simpan selama 15 hari,
penggunaan kemasan dapat menekan susut bobot, menekan pertumbuhan mikroba serta
menghindari terjadinya kekeriputan sebesar 19,7145 % sampai hari ke 15. Kesimpulan
Natrium bisulfit dapat mempertahankan cabai sehat sampai hari ke 15, penggunaan
pelilinan dapat meminimalkan susut bobot dan kekeriputan sampai hari ke 15, penggunaan
kemasan dapat menekan susut bobot, meningkatkan jumlah cabai yang sehat dan
menghambat kekeriputan cabai merah sampai umur simpan 15 hari.

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merah ( Capsicum annuum L) telah banyak dikenal orang sebagai salah satu
hasil dari komoditi hortikultura yang mempunyai banyak kegunaan, baik untuk keperluan
rumah tangga maupun kebutuhan industri. Produksi cabai merah yang tinggi pada musim
panen dan menjadi langka saat panen telah lewat menyebabkan harga cabai merah sangat
1

mahal. Ketidak stabilan harga cabai merah ini membuat para industri menjadi kesulitan
meramalkan usaha industrinya.
Masalah utama dalam pengembangan cabai adalah sifat fisiologi yang mengakibatkan
cabai merah mudah rusak yaitu kandungan airnya yang tinggi mencapai 90,09 %, tumbuh
dekat tanah sehingga mudah terkontaminasi mrikoba dan kulitnya yang tipis sehingga
mudah diserang oleh mikroba. Kandungan air yang tinggi mengakibatkan evapotranspirasi
tetap berlangsung setelah dipanen yang berdampak cabai lebih cepat keriput, respirasi yang
tinggi saat dipanen menyebabkan cabai lebih cepat mengalami ripening atau matang dan
dengan segera diikuti oleh proses senescense. Kerusakan lain akibat kecerobohan saat
pemanenan, kerusakan mekanis atau benturan saat distribusi dapat menyebabkan luka yang
selanjutnya diikuti dengan pembusukan, sehingga merugikan petani cabai merah.
Berdasarkan permasalahan diatas maka diperlukan perlakuan-perlakuan yang dapat
menghalangi

pertumbuhan

mikroba,

meminimalkan

proses

evapotranspirasi

dan

meminimalkan kontak dengan oksigen sehingga proses pematangan dapat diperlambat.


Identifikasi masalah
Dari uraian latar belakang maka permasalahan dalam penelitian iniadalah :
1. Bagaimanakah pengaruh Natrium Metabisulfit terhadap sifat cabai merah setelah
disimpan 15 hari ?
2. Bagaimanakah pengaruh pelilinan terhadap sifat cabai merah setelah disimpan 15 hari ?
3. Bagaimanakah pengaruh pengemasan terhadap sifat cabai merah setelah disimpan 15
hari ?
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan
1. Mengetahui pengaruh Natrium Metabisulfit terhadap sifat cabai merah setelah disimpan
15 hari..
2. Mengetahui pengaruh pelilinan terhadap sifat cabai merah setelah disimpan 15 hari..
3. Mengetahui pengaruh pengemasan terhadap sifat cabai merah setelah disimpan 15 hari
2

Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai cara
penanganan pasca panen pada produk cabai merah, sehingga cabai merah dapat mempunyai
umur simpan yang lebih panjang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Cabai merah (Capsicum annum L.), merupakan tanaman perdu yang termasuk dalam
tanaman setahun, termasuk rempah yang dibutuhkan dalam pengolahan makanan.
Kandungan gizi cabai merah sangat rendah kecuali kandungan vit C mencapai 18-84 mg
tergantung varietas, tempat rumbuh serta cara budidaya.
Cabai merah termasuk rempah yang merupakan sumber rasa pedas, menurut Purseglove
(2003), rasa pedas pada cabai merah disebabkan karena adanya kandungan zat capsaicinoid
yang terdiri dari lima komponen yaitu norhidrocapsaicin, capsaicin, bihidricapsaicin,
homocapsaicin, homodihidrocapsaicin. Kepedasan cabai dapat dinyatakan dalam satuan
Scoville yang diperoleh dari pengukuran sensorik kepedasan pada berbagai konsentrasi
capsaicin di dalam larutan glukosa.
Penentuan pemanenan adalah munculnya semburat merah, menurut Salunkhe (2004),
warna merah dapat digunakan untuk menentukan saat panen bagi cabai, misalnya cabai
manis ( sweet peppers) biasanya dipanen pada saat masak hijau hingga stadia merah. Cabai
pedas dipanen saat buah masak (ripe) atau masak hijau tergantung penggunaan cabai dan
untuk membuat sambal diindustri pengolahan makanan dipanen saat masak merah yang
seragam.
Warna merah menurut Purseglove (2003) disebabkan pula oleh pigmen karotenoid yang
warnanya bervariasi dari kuning jingga sampai merah gelap, pendukung warna merah pada
kultivar Capsaicin annum adalah capsantin dan capsorubin. Kandungan kedua komponen
ini meningkat selama pemasakan buah dan mencapai maksimum pada saat buah masak
merah.
Cabai merah mempunyai kandungan air yang tinggi yaitu 90,09 %, masalah yang timbul
saat pasca panen yaitu menyebabkan pelayuan, pengeriputan atau pembusukan. Menurut
3

Triaji dkk (2005), selama pengangkutan cabai merah dapat mengalami kerusakan fisik
maupun fisiologis. Kerusakan fisik disebabkan oleh kontak dengan wadah atau antar masa
cabai merah itu sendiri yang disebabkan oleh goncangan dan ketinggian tumpukan selama
pengangkutan, kerusakan fisiologis disebabkan karena adanya gangguan proses
metabolisme dalam buah cabai.
Kerusakan lain pada cabai adalah pembusukan yang disebabkan oleh mikroba yang
menurut Deamon ( 1997) pembusukan umumnya disebabkam oleh Aspergillus flavus,
Cladosporium fulvum, Collectrichum phomoides serta Fusarium sp.
Bahan pengawet kimia menurut Buckle (1995), adalah suatu bahan yang sengaja
ditambahkan dalam bahan pangan dengan dosis tertentu untuk mengendalikan dan
mengurangi kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh mikroba atau kerusakan kimiawi,
sehingga diperoleh produk yang awet dan aman untuk dikonsumsi. Contoh bahan pengawet
kimia yang sering digunakan dan dipandang aman dalam dosis yang dianjurkan antara lain
asam askorbat dan natrium bisulfit. Sifat antimikrobial adalah untuk menghambat
tumbuhnya mikroba baik bakteri, kapang atau ragi.
Daya kerja bahan pengawet adalah mengganggu cairan nutrien dalam sel mikroba dan
mengganggu keaktifan enzim-enzim yang berada dalam sel mikroba (Fenenma, 1995).
Garam sulfit dalam air akan membentuk asam sulfit, ion HSO-3 dan ion SO-23 yang masingmasing jumlahnya sangat dipengaruhi oleh pH atau keasaman. Sulfur dioksid dan garamgaramnya lebih efektif pada pH rendah, karena banyak terdapat asam sulfit yang tidak
terdisosiasi, sehingga penetrasi ke dalam membram sel mikroba lebih besar.
Pelapisan lilin merupakan salah satu cara pelapisan komoditi buah maupun sayuran
dengan menggunakan emulsi lilin untuk mengganti lilin alami yang hilang selama
penanganan pra panen. Menurut Wills et al ( 1991), pencucian selain menyebabkan lapisan
lilin alami hilang juga memperburuk lapisan kulit permukaan sehingga mengurangi
kenampakannya.

Pelapisan lilin dilakukan untuk mengurangi kehilangan air dari

komoditas yang dapat menyebabkan pengeriputan, mengatur kebutuhan oksigen untuk


respirasi serta menambah mengkilapnya buah sehingga lebih menarik untuk dipasarkan,
sehingga dapat memperpanjang umur kesegaran cabai.
4

Bahan yang biasa digunakan untuk membuat emulsi lilin adalah berbagai jenis lilin (lilin
lebah) dan biasanya digunakan asam oleat dan trietanol amine sebagai pengemulsinya.
Emulsi yang terjadi haruslah larut dalam air karena sisa lilin harus dapat dihilangkan oleh
pencucian dengan air biasa ( Roosmani, 1997). Cara melapisi buah dengan emulsi lilin
dapat dilakukan dengan mencelupkan buah ke dalam emulsi selama 30-60 detik,
penyemprotan, pemolesan dengan kuas serta pembusaan.
Pengemasan memegang peranan penting dalam memperpanjang daya simpan komoditi
hortikultura, menurut Buckle (1995), pengemasan dilakukan untuk membatasi bahan
pangan terhadap keadaan normal lingkungan serta untuk menunda proses kerusakan dalam
jangka waktu yang dinginkan. Pengemasan dapat mencegah susut bobot komoditi yang
disimpan, menjaga bahan tetap bersih dan cita rasa serta meminimalkan kerusakan selama
transportasi atau pengangkutan.
Plastik merupakan salah satu bahan yang sering digunakan sebagai bahan pengemas,
baik komoditi segar ataupun olahan. Menurut Pantastico (1994), film PVC merupakan film
yang lebih mutakhir yang banyak digunakan untuk membungkus barang-barang segar.
Beberapa jenis PVC relatif mudah ditembus oleh oksigen dan uap air. Ketebalan lapisan
plastik mempengaruhi daya simpan komoditi yang dikemas.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan Split Plot Design atau Rancangan Petak
Terpisah, dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Sebagai
main plot adalah perlakuan natrium bisulfit, sedangkan sub plot adalah perlakuan pelilinan
dan pengemasan sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan, dengan ulangan sebanyak 2
kali yaitu
N0 = perlakuan tanpa penanbahan natrium
N1 = perlakuan dengan penanbahan natrium
L0 = perlakuan tanpa pelilinan
L1 = perlakuan dengan pelilinan
5

K0 = perlakuan tanpa kemasan


K1 =perlakuan dengan pengemasan
Kombinasi perlakuan :
1 N0 L0 K0

5. N1 L0 K0

2 N0 L1 K0

6. N1 L1 K0

3 N0 L0 K1

7. N1 L0 K1

4. N0 L1 K1

8. N1 L1 K1

Data yang diamati adalah persen susut bobot cabai merah, cabai yang sehat, serta tingkat
kekeriputan permukaan kulit setelah disimpan selama 15 hari. Data yang diperoleh dianalisis
dengan uji F, apabila terjadi perbedaan yang nyata maka analisis dilanjutkan dengan Uji beda
nyata jujur dengan taraf 5%.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Susut bobot
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan natrium bisulfit tidak berpengaruh nyata,
sedangkan kombinasi pelapisan lilin dan kemasan memberikan pengaruh yang nyata, dan
setelah dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur menunjukkan l1k1 ( perlakuan pelapisan lilin
dan penggunaan kemasan ) adalah perlakuan terbaik. Hasil uji beda nyata jujur adalah :
Tabel 1. Analisis statistik persentase susut bobot pada cabai

pada hari ke 15

Sumber variasi

db

F hit

F tabel 5%

Blok

0,16

19,0

Main plot

0,04

18,51

Error a

Total

Sub plot

164,55 * *

3,49

123,31**

4,75

312,05 **

4,75

LXK

Interaksi M X S

Error b

12

Total

23

49,39 **

4,75

0,05

3,49

Keterangan tanda * menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 %


Berdasarkan tabel diatas menunjukkan penggunaan natrium bisulfit tidak memberi pengaruh
nyata terhadap susut bobot cabai merah setelah disimpan 15 hari, pelilinan memberikan
pengaruh yang nyata pada persentase susut bobot cabai merah dan pengemasan memberikan
pengaruh nyata pada jumlah susut bobot cabai merah setelah disimpan 15 hari.
Terjadi interaksi antara pelilinan dan kemasan yang artinya dengan perlakuan main plot
menunjukkan

perlakuan

pelilinan

maupun

pengemasan

berpengaruh

nyata

dalam

memperpanjang umur simpan. Hal ini terjadi karena dengan pemberian lilin dapat
meminimalkan proses respirasi, demikian pula pengemasan dapat menghalangi jumlah oksigen
yang masuk sehingga proses respirasi dapat dihambat. Kedua

perlakuan tersebut saling

berinteraksi atau saling mendukung sehingga dapat menekan susut bobot cabai merah selama
penyimpanan 15 hari
Perlakuan pelilinan dan pengemasan secara bersama menyebabkan proses respirasi dan
transpirasi dapat diminimalkan. Hal ini dapat dipahami adanya lapisan lilin maka pori-pori
cabai dapat tertutup, kemudian didukung dengan kemasan sehingga absorbsi oksigen dapat
diminimalkan. Hal ini sesuai pendapat Pantastico (1999), udara dalam kemasan merupakan
udara termodifikasi yang menguntungkan melalui respirasi barang yang dikemas. Pemberian
natrium bisulfit pada cabai ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata, hal ini berarti
bahwa pemberian natrium bisulfit tidak dapat menekan susut bobot cabai, karena natrium
bisulfit tidak dapat menghambat susut bobot.
4.2 Jumlah cabai yang sehat
Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan natrium bisulfit berpengaruh nyata,
sedangkan perlakuan kemasan memberikan pengaruh nyata pada jumlah cabai yang sehat.
Cabai yang sehat adalah cabai yang tidak rusak karena pertumbuhan mikroba selama

pengemasan dan penyimpanan. Setiap periode waktu diamati tingkat kerusakan yang
disebabkan oleh mikroba unutk mengetahui tingkat pengaruh perlakuan yang dilakukan.
Tabel 2. Analisis statistik persentase cabai yang sehat pada hari ke 15
Sumber variasi

db

F hit

F tabel 5%

Blok

6,93

19,0

Main plot

26,62 *

18,51

Error a

Total

Sub plot

16,33 *

3,49

4,50

4,75

44,34 **

4,75

LXK

0,16

4,75

1,16

3,49

Interaksi M X S

Error b

12

Total

23

Keterangan tanda * menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 %


Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa perlakuan natrium bisulfit memberi
pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabai yang sehat, hal ini terjadi karena natrium bisulfit
adalah senyawa antimicrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Dengan
mencelupkan cabai merah ke dalam larutan tersebut, maka selama penyimpanan 15 hari dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroba yang berdampak tingginya jumlah cabai yang sehat.
Perlakuan pelilinan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabai yang sehat, sedangkan
pengaruh pengemasan memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah cabai yang sehat. Tidak
terjadi interaksi antara pelilinan dan pengemasan terhadap jumlah cabai yang sehat artinya
hanya pengemasan yang mempengaruhi tingginya jumlah cabai yang sehat hal ini terjadi
karena pengemasan dapat menghalangi masuknya oksigen sehingga pertumbuhan mikroba
dapat dihambat. Oksigen sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba aerob, tanpa oksigen
mikroba tersebut dapat mati, dengan pengemasan jumlah oksigen yang tersedia dapat dikurangi
sehingga mirkoba tidak tumbuh.
8

4.3

Tingkat kekeriputan

Hasil analisis statistik menunjukkan pengaruh perlakuan natrium bisulfit tidak berpengaruh
terhadap tingkat kekeriputan cabai merah, sedangkan perlakuan pelilinan dan pengemasan
memberikan pengaruh yang sangat nyata. Terjadi interaksi antara pelilinan dan kemasan, atau
pelilinan dan pengemasan secara bersama mempengaruhi kekekeriputan cabai merah.
Tabel 3. Analisis statistik persentase kekeriputan cabai pada hari ke 15
Sumber variasi

db

F hit

F tabel 5%

Blok

4,3966

19,0

Main plot

3,9217

18,51

Error a

Total

Sub plot

36,4216**

3,49

21,1980 **

4,75

80,8765 **

4,75

LXK

7,1902 *

4,75
3,49

Interaksi M X S

0,3693

Error b

12

Total

23

Keterangan tanda * menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 %


Dari tabel di atas dapat dikatakan penggunaan natrium bisulfit tidak memberikan
pengaruh terhadap kekeriputan cabai merah, hal ini terjadi karena kekeriputan terutama
disebabkan oleh faktor kecepatan respirasi dari komoditi cabai merah. Kecepatan respirasi
dipengaruhi oleh umur komoditi, tersedianya oksigen, serta fase fisiologi komoditi, natrium
bisulfit tidak berhubungan dengan respirasi sehingga tidak berpengaruh pada tingkat
kekriputan cabai merah.
Penggunaan pelilinan dan kemasan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tingkat
kekeriputan cabai merah setelah disimpan 15 hari. Pelilinan dapat menghalangi permukaan
cabai merah kontak dengan oksigen sehingga dapat meminimalkan proses respirasi, sedangkan
kemasan dapat meminimalkan jumlah oksigen yang tersedia di lingkungan cabai merah, antara
9

lilin dan kemasan saling mendukung sehingga terjadi interaksi yang nyata diantara kedua
perlakuan yaitu mempengaruhi tingkat kekeriputan cabai merah setelah disimpan selama 15
hari.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan :
1. Penggunaan natrium bisulfit sebagai antimikrobial dapat mempertahankan cabai sehat
sampai 15 hari
2. Penggunaan lapisan lilin mempengaruhi jumlah susut bobot dan tingkat kekeriputan
cabai merah sampai 15 hari.
3. Penggunaan kemasan dapat mempengaruhi jumlah susut bobot cabai merah, jumlah
cabai yang sehat dan menghambat kekeriputan sampai hari ke 15
Saran :perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang implementasi perlakuan natrium bisulfit,
pelilinan dan pengemasan pada komoditi lain.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, 1995. Ilmu pangan, Jakarta : Universitas Indonesia
Deanon, 1997. Vegetable Production in Southeast Asia, Laguna : University of Philipina Press
Fenenma , 1995. Food Chemistry, New york and Basel : Marcel Dekker
Pantastico, 1994. Post Harvest physiologi, handling and Utilization of Tropical and subtropical
Fruits and Vegetable, wesport, The AVI Publishing Company.
Purseglove , 2003, Spices Volume II, New York : Longman Inc
Salunkhe , 2004, Post Harvest Biotechnology of Vegetable, CRD press inc
Triaji, dan Soehardi, 2005, percobaan Pengepakan dan Pengasngkutan Lombok Besar, Buletin
Wills, 1991, New South Wales Australian : UNIVERSITY press Limited, Kesington : Australia

Dr. Ir. Hj.Nataliningsih, MPd. Adalah Dosen Kopertis Wil IV Jabar dan Banten

10

11

Anda mungkin juga menyukai