Anda di halaman 1dari 109

Jurnal AgriSains Vol.3 No. 4.

, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Jurnal

AgriSains
PENANGGUNGJAWAB
Kepala LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Ketua Umum :
Dr. Ir. Ch Wariyah, MP
Sekretaris :
Awan Santosa, SE., M.Sc
Dewan Redaksi :
Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto MP
Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, MP
Penyunting Pelaksana :
Ir. Wafit Dinarto, M.Si
Ir. Nur Rasminati, MP
Pelaksana Administrasi :
Gandung Sunardi
Hartini
Alamat Redaksi/Sirkulasi :
LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Jl. Wates Km 10 Yogyakarta
Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213
E-Mail : lppm.umby@yahoo.com

Jurnal yang memuat ringkasan hasil laporan penelitian ini diterbitkan oleh
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas
Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun.
Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan
baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai
dengan format di Jurnal AgriSains dan harus diterima oleh redaksi paling
lambat dua bulan sebelum terbit.

ii

Jurnal AgriSains Vol.3 No. 4., Mei 2012

ISSN : 2086-7719

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga Jurnal
Agrisains Volume 3, No. 4, Mei 2012 dapat kami terbitkan. Redaksi mengucapkan terima kasih
dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah berbagi pengetahuan
dari hasil penelitian, untuk dipublikasikan dan dibaca oleh pemangku kepentingan, sehingga
memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi perkembangan IPTEKS.
Pada jurnal Agrisains edisi Mei 2012, disajikan beberapa hasil penelitian maupun kajian
sosial. Artikel tersebut meliputi bidang studi Agroteknologi, Teknologi Hasil Pertanian dan
Peternakan seperti hasil penelitian tentang penyimpanan beku daging sapi, kajian sosial
ekonomi ayam kampung, budidaya kacang tanah pada lahan kering, budidaya runput gajah
pada lahan pasir pantai, penanaman bawang merah pada lahan pasir pantai, penyimpanan
benih jagung, peningkatan hijauan ternak dengan mikroorganisme selulolitik, dan ekstraksi
fenol dari rimpang jahe.
Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel
dalam jurnal yang kami terbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan, agar
penerbitan mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak
redaksi mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, Mei 2012


Redaksi

iii

Jurnal AgriSains Vol.3 No. 4., Mei 2012

ISSN : 2086-7719

DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar
Daftar Isi
POPULASI MIKROBA DAN SIFAT FISIK DAGING SAPI BEKU
PADA LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA

iii
iv-v

1-12

Sri Hartati Candra Dewi


THE EFFECT OF DIFFERENT FROZEN STORAGE TIME
ON THE QUALITY OF CHEMICAL BEEF

13-19

Niken Astuti
KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN AYAM KAMPUNG
DI ARGOREJO SEDAYU BANTUL

20-32

Sonita Rosningsih
PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DI LAHAN KERING
PADA BERBAGAI INTENSITAS PENYIANGAN

33-43

Wafit Dinarto dan Dian Astriani


KAJIAN BIOAKTIVITAS FORMULASI
AKAR WANGI DAN SEREH WANGI
TERHADAP HAMA BUBUK JAGUNG SITOPHILUS SPP.
PADA PENYIMPANAN BENIH JAGUNG

44-52

Dian Astriani
BOBOT BIOMASSA DAN NILAI PANAS RUMPUT GAJAH
(Pannisetum purpureum.cv.king grass)
PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK N,P,K
DI LAHAN PASIR PANTAI

53-62

Warmanti Mildaryani
OPTIMASI METODE EKSTRAKSI FENOL DARI RIMPANG JAHE EMPRIT
(Zingiber Officinalle Var. Rubrum)

63-70

Ch. Lilis Suryani


MIKROORGANISME SELULOLITIK DARI BERBAGAI SUBSTRAT
PERANANNYA DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS HIJAUAN MAKANAN TERNAK

71-87

Umul Aiman,
Niken Astuti

iv

Jurnal AgriSains Vol.3 No. 4., Mei 2012

KARAKTERISTIK FISIOLOGI TOLERANSI TANAMAN BAWANG MERAH


TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DI TANAH PASIR PANTAI

ISSN : 2086-7719

88-102

F. Didiet Heru Swasono


PEDOMAN PENULISAN NASKAH

103

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

POPULASI MIKROBA DAN SIFAT FISIK DAGING SAPI BEKU


SELAMA PENYIMPANAN
Sri Hartati Candra Dewi
Program Studi Peternakan, Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT
This study was aims to determine the microbial population and physical characteristics
of frozen beef at different storage time. Fifteen sample packs of meat each 250 grams were
used in the experiment which was conducted as One Way Experiment using a Completely
Randomized Design with 5 treatments ( 0 week of frozen storage/freshmeat as
a control, 2 weeks, 4 weeks, 6 weeks and 8 weeks), each treatment with three replications. The
data were analyzed by ANOVA and Duncans Multiple Range Test. Parameters measured were
bacterial total count, meat pH, water holding capacity, cooking loss and tenderness (shear
force). The results showed that the meat pH, water holding capacity, cooking loss were
not significantly affected by storage time of frozen beef. While the bacterial total count
and tenderness (shear force) significantly affected by storage time of frozen beef. The
study concluded that the storage of frozen beef for 8 weeks did not reduce the physical
characteristics of meat.
Key words: frozen storage, the physical characteristics of meat, microbial populations.
akan dikonsumsi. Awal kontaminasi dimulai

PENDAHULUAN

dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)


Daging

merupakan

salah

satu

yaitu dari lantai, pisau, kulit, isi saluran

komoditi peternakan yang dibutuhkan untuk

pencernaan,

memenuhi protein hewani asal ternak,

digunakan

protein daging mengandung susunan asam

pemisahan daging maupun dari pekerjanya

amino yang lengkap. namun demikian,

sendiri (Arifin et. al., 2008; Fathurahman,

daging merupakan produk peternakan yang

2008).

sangat

rentan

terhadap

kontaminasi

air
untuk

dan

peralatan

penyiapan

yang
karkas,

Daging yang dihasilkan dari RPH,

mikroba. Hal ini disebabkan karena daging

kemudian

mempunyai pH dan kelembaban yang

penjualan antara lain pasar tradisional, kios

sesuai untuk pertumbuhan mikroba.

daging maupun pasar swalayan. Oleh

Kontaminasi mikroba

yang dapat

karena itu kontaminasi mikroba juga terjadi

merusak daging dapat berasal sejak ternak

dari alat pengangkut daging selama daging

masih

dalam perjalanan dari RPH sampai tempat

hidup

dipermukaan

yaitu

dalam

tempat-tempat

penjualan. Kontaminasi berikutnya adalah

disembelih.

selama berada di tempat penjualan daging,

Kontaminasi mikroba pada karkas maupun

apabila tempat penjualan daging kondisinya

daging dapat terjadi sejak saat disembelih,

higienis maka tingkat kontaminasi dapat

proses penyiapan karkas hingga daging

diminimalisir.

setelah

dan

menempel

ke

rumen,

maupun

kulit

yang

dibawa

ternak

Dengan

demikian,

segala

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

sesuatu yang berkontak langsung maupun


tidak

langsung

dengan

daging

dapat

Materi
1. Daging sapi dari bagian has luar

menjadi sumber kontaminasi mikroba.


Dewasa
memilih

ini

bahan

pangan

memperhatikan
dalam

masyarakat
sudah

kualitasnya,

memilih

daging

yaitu otot longissimus dorsi.


dalam

2. Plastik untuk mengemas daging.

sangat

3. Freezer untuk menyimpan daging.

termasuk

yang

akan

dikonsumsi. Masyarakat tentu akan memilih


daging yang

mempunyai

4. Seperangkat alat untuk analisa sifat

kualitas baik

fisik daging dan total bakteri.


Alat :
1. Timbangan

sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.


Oleh

karena

sampel daging
2. Vochdoos untuk tempat sampel

sebelum dikonsumsi sangat penting dalam

daging dan Oven untuk suhu 30-

mempertahankan

200o C.

penting,

penyimpanan

menimbang

daging

penyimpanan

itu

untuk

kualitasnya.

daging

Suhu

merupakan

penyimpanan pada

faktor

suhu

3. Beker

5oC

selama 2 hari tidak menurunkan kualitas

glass sebagai tempat

sampel daging yang akan diuji.


4. Kertas

saring,

plat

kaca

daging (Candra-Dewi, 2000). Kebutuhan

transparan dan pembeban 35 kg

daging akan meningkat pada saat-saat

dan kertas milimeter blok untuk

tertentu misalnya pada hari-hari besar

mengukur luas bekas resapan air

keagamaan. Pada saat itu harga daging

pada uji daya ikat air.

tentu akan meningkat, hal ini disebabkan


karena

permintaan

tinggi

5. Tabung

sedang

reaksi,

Quebec

cawan

colony

petri

counter,

ketersediaan daging sedikit. Hal ini dapat

incubator, pipet ukur dan vortex

diatasi dengan cara menyediakan daging

yang digunakan

sebelum hari-hari raya, kemudian disimpan

pengujian.

pada proses

antara lain dibekukan (Maaniaan, 2009).

6. Alat ukur keasaman pH meter.

Penyimpanan

7. Water bath

daging

dengan

cara

dibekukan mempengaruhi kondisi daging

dan Autoklaf untuk

sterilisasi media agar.

(Tawaf, 2010).
Oleh karena itu dilakukan penelitian

Metode

tentang populasi mikroba dan sifat fisik dari


daging beku yang disimpan dalam waktu

1. Pengambilan sampel

yang berbeda meliputi total jumlah mikroba,

Daging sapi sebagai sampel diambil

pH, daya mengikat air, susut masak dan

dari kios daging. Sampel yang didapat

keempukan.

dibawa

METODE PENELITIAN

dengan

menggunakan

thermos

untuk disimpan dan dianalisa

di

Laboratorium Peternakan dan Mikrobiologi

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu

Sedangkan keempukan terdapat perbedaan

Buana Yogyakarta.

yang

nyata

karena

pengaruh

lama

penyimpanan. Secara lengkap hasil dan


pembahasan

2. Pengambilan data
Peubah yang diukur pada penelitian ini

masing-masing

parameter

tersebut dijelaskan di bawah ini.

adalah jumlah mikroba, pH, Daya Ikat Air,


Susut masak dan Keempukan (AOAC,
1975).

Perlakuan

dalam

penelitian

Jumlah Mikroba

ini

Hasil

penelitian

menunjukkan

adalah lama penyimpanan daging beku.

bahwa terdapat pengaruh penyimpanan

Jadi dalam hal ini ada 5 perlakuan yaitu

beku daging yang nyata (P<0.05) terhadap

daging

control),

jumlah mikroba daging. Jumlah mikroba

penyimpanan beku selama 2, 4, 6 dan 8

daging setelah penyimpanan 4 minggu

minggu. Setiap perlakuan diulang 3 kali,

mengalami kenaikan yang nyata. Vieira et.

setiap ulangan adalah 250 gram daging.

al. (2009) menyatakan bahwa semakin lama

segar

(sebagai

penyimpanan beku, maka jumlah bakteri


phychrotrophic akan meningkat. Kandungan

Analisis Data
Penelitian ini dirancang menggunakan

mikroba pada daging sapi dapat berasal

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

dari peternakan dan rumah potong hewan

searah dengan 5 perlakuan yaitu perlakuan

yang tidak higienis (Djafaar dan Rahayu,

penyimpanan

minggu

2007).

(daging segar sebagai control), 2 minggu, 4

daging

minggu, 6 minggu dan 8 minggu, dan

penyembelihan,

alat-alat

masing-masing

dipergunakan untuk

pengeluaran

beku

selama

perlakuan

terdapat

tiga

Awal

cemaran

dapat

mikroba pada

terjadi

pada

saat
yang
darah

ulangan. Data yang diperoleh dianalisis

tidak

menggunakan Analisis Variansi (Anova),

nilai TPC, sejak dari RPH daging sapi

jika terdapat perbedaan yang nyata maka

yang

dlanjutkan dengan Duncans New Multiple

terkontaminasi

Range test (DMRT) menurut Astuti (1980).

proses distribusi kondisinya semakin

steril dan lain- lain.


dihasilkan

memburuk

Dilihat

sudah
bakteri

(Arifin

dari

dalam kondisi
dan

et.

al.,

selama
2008).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penyimpanan beku dalam waktu yang lebih

Pengaruh lama penyimpanan daging

lama pada penelitian ini mengakibatkan

sapi beku terhadap sifat fisik daging yang

peningkatan jumlah mikroba. Hal ini seperti

terdiri atas pH, daya mengikat air, susut

pernyataan ini bahwa cemaran setelah dari

masak dan keempukan telah dilakukan

RPH dapat terjadi pada alat persiapan

dengan hasil terdapat perbedaan yang tidak

daging seperti proses pembelahan karkas,

nyata terhadap jumlah mikroba, nilai pH,

pendinginan,

pembekuan,

penyegaran

daya

daging beku,

pemotongan

karkas atau

mengikat

air dan

susut masak.

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

daging, pembuatan produk daging, proses

karena itu peningkatan jumlah mikroba

preservasi,

karena lama penyimpanan beku yang lebih

pengepakan,

penyimpanan

dan distribusi (Harsojo et. al., 2005). Oleh

panjang.

Tabel 1. Rerata jumlah mikroba daging (x 10-6 koloni/g)


Perlakuan

Ulangan
A

11

15

27

10

19

21

12

Rerata
A.
B.
C.
D.
E.

akan

3,33

7
a

5,67

7
a

9,33

14

20b

Keterangan : ns menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.


0 minggu
2 minggu
4 minggu
6 minggu
8 minggu

Perbedaan ukuran potongan daging

menunjukkan

mempengaruhi

penyimpanan daging beku mengakibatkan

laju

pertumbuhan

bahwa

perbedaan

lama

mikroorganisme, semakin banyak dipotong

perbedaan yang

maka akan memperbesar luas penampang

daging. Buckle et al. (1987) bahwa daging

permukaan daging , sehingga kemungkinan

yang dikatakan tidak asam adalah daging

terjadinya kontak dengan mikroorganisme

yang memiliki pH di atas 5,0. (menurut

akan lebih besar.

Candra-Dewi

tidak nyata pada pH

2000)

penyimpanan pada

Beberapa usaha yang dilakukan

suhu 5 C setelah 12 jam pH daging konstan

memperlambat

kerusakan oleh

yaitu pada kisaran 5,46-5,48. Sedangkan

mikroba pada daging diantaranya adalah

menurut Komariah et. al. (2004) daging

dengan

pada

yang disimpan pada suhu 4oC mempunyai

suhu 5C (Candra-Dewi, 2000; Suradi,

nilai pH rata-rata 5,67. Hal ini sesuai

2009), pembekuan (Buckle et al., 1987)

dengan pendapat

serta

menyatakan bahwa glikolisis pascamati

untuk

penyimpanan

memanfaatkan

refrigerasi

teknologi

iradiasi

(Harsojo et. al., 2005).

Lawrie (1995) yang

akan meningkat dengan meningkatnya suhu


eksternal di atas suhu lingkungan. Lebih

Nilai pH Daging

lanjut disebutkan bahwa setelah 6 jam dari


pemotongan maka proses rigormortis telah

Dari

hasil penelitian diperoleh

rerata pH daging secara berturut-turut dapat


dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis variansi

selesai dan akan tercapai pH optimum


daging.

Penyimpanan beku pada suhu -

18 C tidak mempengaruhi pH daging, hal ini

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

disebabkan
dibekukan

karena
telah

ISSN : 2086-7719

sebelum

daging

dilakukan

menjadi asam laktat, sehingga pH lebih


rendah

pelayuan

(Lenchowich, 1971) yang disitasi

oleh Lawrie (1995).

postmortem sehingga glikolisis postmortem

Laju glikolisis post mortem pada

telah selesai (Jamhari, 1999).


Nilai pH daging setelah sampai di

daging menyebabkan terurainya glikogen

tempat penjualan diduga daging sudah

menjadi glukosa, glukosa akan mengalami

mengalami kontak dengan mikroorganisme

penguraian oleh enzim-enzim (antara lain

dari lingkungan, baik itu selama proses

heksokinase, fosfatase, piruvatkinase, laktat

penyembelihan,

maupun

dan dehidrokinase) menjadi asam laktat.

setelah daging sampai di tempat penjualan.

Pemecahan protein otot oleh enzim-enzim

Salah satu mikroorganisme yang sering

tidak lepas dari pengaruh enzim proteolitik

mengkontaminasi

(proteinase netral, proteinase serine seperti

Lactobacillus.
aktivitasnya

pengangkutan

daging

adalah

tripsin, proteinase serine alkalin, katepsin).

Mikroorganisme tersebut
memecahkan

karbohidrat
Tabel 2. Rerata pH daging
Perlakuan

Ulangan
A

5,40

5,29

5,22

4,78

5,07

5,41

5,30

5,23

4,82

5,57

5,41

4,40

5,26

4,84

5,43

5,41

4,99

5,24

4,81

3
ns

Rerata

5,36

Keterangan : ns menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.


A. 0 minggu
B. 2 minggu
C. 4 minggu
D. 6 minggu
E. 8 minggu
Seiring

dengan

semakin

meningkatnya asam laktat maka pH daging

kadar asam laktat daging, dengan koefisin


korelasi (r) = - 0,83.

akan menurun dan menyebabkan berbagai

Aberle et. al. (2001) menyatakan

mikroorganisme berkembang dengan cepat.

bahwa pada pH akhir daging mencapai titik

Asam laktat daging sangat mempengaruhi

isoelektrik (5,2 5,4) jumlah gugus reaktif

nilai pH daging, dimana daging dengan

dari protein otot yang dimuati secara positif

asam laktat yang tinggi akan mempunyai

dan negatif sama, sehingga gugus tersebut

pH daging yang rendah (Candra-Dewi,

cenderung saling tarik menarik dan hanya

2006). Lebih lanjut disebutkan bahwa nilai

gugus

pH daging berbanding terbalik dengan

mengikat air.

yang

tersisa yang tersedia untuk

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

maka kehilangan kapasitas memegang air


sedikit sehingga mempunyai daya ikat air

Daya Ikat Air


Daya Ikat Air daging sapi dari hasil

daging lebih tinggi (Lawrie, 1995).

penelitian secara lengkap dapat dlihat pada


Tabel

3.

Dari

hasil

analisis

variansi

Nilai

daya

ikat

air

daging

menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh

ditunjukkan oleh banyaknya cairan daging

yang nyata perlakuan lama penyimpanan

yang keluar (drip). Aberle et al. (2001)

pada daya ikat air daging. Hal ini karena pH

menjelaskan bahwa selama penyimpanan

daging

akan

akan terjadi degradasi kolagen dari protein

mempunyai nilai daya ikat air daging yang

yang menyusun ikatan silang diantara serat

berbeda tidak nyata pula. Daya ikat air

daging,

daging salah satunya dipengaruhi oleh pH

komponen utama yang berfungsi menahan

daging, hal ini disebabkan karena glikolisis

air

postmortem dalam daging secara normal

struktur

akan terus berjalan sampai pH akhir sekitar

dengan lama waktu penyimpanan dapat

5,5 dan ini merupakan titik iso-elektrik dari

melemahkan kemampuan daging untuk

protein-protein prinsipil dalam urat daging,

mengikat cairannya.

berbeda

tidak

nyata

selanjutnya

daging

adalah

protein

dinyatakan
protein.

dalam

bahwa

Perubahan

daging

seiring

Tabel 3. Rerata daya ikat daging sapi (%)


Perlakuan

Ulangan
A

57,09

54,15

58,81

59,54

47,20

63,38

56,55

52,01

58,46

51,65

52,70

48,50

60,98

54,19

51,37

Reratans

57,72

53,07

52,27

57,40

50,07

Keterangan : ns menunjukkan perbedaan yang tidak nyata .


A. 0 minggu
B. 2 minggu
C. 4 minggu
D. 6 minggu
E. 8 minggu
Aberle et al. (2001), berpendapat

oleh penurunan pH dan jumlah protein yang

mengalami

mengalami denaturasi. Daya ikat air akan

denaturasi maka akan mengikat air selama

meningkat seiring dengan meningkatnya pH

konversi otot menjadi daging. Daya ikat air

akhir (pH daging yang dapat dicapai setelah

ini berpengaruh terhadap juiciness dan

proses glikolisis berakhir) yaitu pada pH

palatabilitas daging. Perubahan daya ikat

5,40- 6,0. Penurunan nilai daya ikat air juga

air daging selama konversi otot menjadi

disebabkan oleh pH daging yang semakin

bahwa

jika

protein

tidak

daging menurut Lawrie (1995) dipengaruhi

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

menurun. Dalam kondisi daging yang lebih

mengikat air daging maka semakin tinggi

asam menyebabkan protein mudah rusak.

nilai susut masak. Hamm (1960) yang

Susut Masak (Cooking Loss)


Rerata

susut

masak

daging

disitasi

Soeparno

(1994)

bahwa

tingginya

nilai

merupakan

indikator

menyatakan
susut

dari

masak

melemahnya

(Cooking Loss) daging sapi dari hasil

ikatan-ikatan protein, sehingga kemampuan

penelitian secara lengkap dapat dilihat pada

untuk mengikat cairan daging melemah dan

Tabel 4. Hasil DMRT menunjukkan bahwa

banyak cairan daging yang keluar karena

terdapat perbedaan yang tidak nyata antara

daaya ikat air menurun. Lawrie (1995)

susut masak

menyatakan bahwa susut masak atau

daging

beku dengan lama


ini

kehilangan cairan pada waktu pemasakan

kondisi lingkungan relatif

dipengaruhi oleh pH, temperatur dan lama

sama, selain itu mempunyai pH daging dan

pemasakan serta tipe otot. Selain itu juga

daya ikat air daging juga relatif sama,

dipengaruhi

karena

pakan.

penyimpanan yang berbeda.


disebabkan

nilai

susut masak

Hal

antara lain

bangsa,

umur

ternak

dan

dipengaruhi oleh daya ikat air daging.

Pada daging yang mempunyai nilai

Muela et. al. (2010) menyatakan bahwa

pH akhir tinggi (di atas 6,0) mempunyai

daging sapi yang disimpan beku selama 1

susut masak yang rendah yaitu sekitar 20

bulan mempunyai nilai susut masak yang

%, sedangkan daging yang mempunyai pH

tidak berbeda nyata dengan daging segar.

akhir rendah (di bawah 5,9) mempunyai

hasil

Nilai susut masak (cooking loss) dari

susut masak yang tinggi yaitu sekitar 40-50

penelitian

%.

yang

telah

dilakukan

Daging

dengan

pH

akhir

rendah

berkisar antara 40,59% sampai dengan

mempunyai kapasitas mengikat air lebih

52,13 %. Nilai susut masak pada daging

rendah daripada daging yang mempunyai

yang

pH akhir tinggi (Guignot et. al., 1994;

diteliti

termasuk

normal

jika

dibandingkan dengan susut masak masak

Lawrie, 1995).

daging pada kondisi normal yaitu 15

Perbedaan

lama

penyimpanan

54,5% (Bouton et al., 1978; disitasi oleh

daging beku tidak menyebabkan nilai susut

Soeparno, 1994). Daging dengan susut

masak

masak

mempunyai

kondisi lingkungan antara keduanya relatif

kualitas yang relatif lebih baik daripada

sama, selain itu mempunyai pH daging dan

daging dengan susut masak yang lebih

daya ikat air daging juga relatif sama,

tinggi, karena kehilangan nutrisi selama

karena nilai susut masak antara laian

pemasakan akan lebih sedikit.

dipengaruhi oleh daya ikat air daging.

yang

lebih

Perbedaan

rendah

nilai

susut

daging tidak berbeda, karena

masak

berhubungan erat dengan besarnya nilai


daya ikat air daging, semakin rendah daya

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

tersebut

Keempukan Daging

empuk.

Keempukan

daging

daging

dipengaruhi antara lain oleh spesies, umur,

(Cooking Loss) daging sapi dari hasil

jenis kelamin, pelayuan, pembekuan, lama

penelitian secara lengkap dapat dilihat pada

dan suhu penyimpanan dan macam otot

Tabel 5. Hasil DMRT menunjukkan bahwa

(Soeparno 1994). Ternak yang mengalami

terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05)

stres

antara susut masak

beku yang

akan mempunyai daging yang lebih alot

disimpan 6 dan 8 minggu dengan yang 4

daripada sapi yang diistirahatkan lebih dulu

minggu. Sedangkan lama penyimpana beku

sebelum dipotong dan diberi larutan gula

selama 0, 2 dan 4 minggu tidak berbeda

aren (Aryogi, 2000), hal ini terjadi juga pada

nyata. Namun demikian lama penyimpanan

domba (Candra-Dewi, 2007).

Rerata

susut

masak

daging

berbeda

nyata

dengan

lama

dipotong

dua faktor, yaitu keliatan serat otot dan


keliatan jaringan ikat. Keliatan jaringan otot

penyimpanan 6 dan 8 minggu.


Peningkatan

langsung

Keempukan daging dipengaruhi oleh

2 minggu mempunyai keempukan yang


tidak

pengangkutan

keempukan

terutama

berhubungan

dengan

tingkat

(penurunan nilai shear force) setelah

kontraksi otot, sedangkan keliatan jaringan

penyimpanan

daging

ikat berhubungan dengan umur ternak

berhubungan

dengan

beku

diduga

aktivitas

enzim

(Wythes

dan

Ramsay

proteolitik, yang akan memecah protein-

Soeparno

protein miofibril daging. Lamanya waktu dan

mempengaruhi

temperatur

mempengaruhi

digolongkan

keempukan daging. Selama 2 jam pertama

antemortem

dan

rigormortis, daging yang disimpan pada

antemortem

meliputi

penyimpanan

suhu 0 - 5
keempukan.

1994).

Menurut

faktor

yang

(1994)

keempukan
menjadi

daging

dua

faktor,

postmortem.
bangsa,

Faktor
spesies,

C mengalami penurunan

umur, jenis kelamin, macam otot dan stres

Selanjutnya

yang dialami ternak.

keempukan
Enzim

Keempukan daging dipengaruhi oleh

proteolitik dari protein myofibril merupakan

interaksi antara lama pelayuan dan macam

kontributor

otot

daging

perlahan
utama

meningkat.

dalam pengempukan

daging selama penyimpanan postmortem

(Candra-Dewi,

2000).

Keempukan

daging meningkat setelah penyimpanan

dan penyimpanan beku selama 2 bulan

pada lama pelayuan 12 jam pada suhu 5

(Wheeler dan Koohmarie,1994; Jamhari,

1999; Viera et. al., 2009).

pada

Nilai
menunjukkan
obyektif. Nilai

shear
nilai

force
keempukan

shear force

C, dan terdapat perbedaan keempukan


otot

yang

berbeda

yaitu

otot

daging

longissimus dorsi lebih empuk dibanding

secara

otot

yang tinggi

Lebih

semitendinosus
lanjut

dan

disebutkan

infraspinatus.
bahwa

otot

menunjukkan bahwa daging tersebut alot

semitendinosus

dan bila nilainya rendah maka daging

yang lebih tinggi dibanding otot longissimus

mempunyai

keempukan

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

dorsi. Hal ini disebabkan karena pada otot


mempunyai

semitendinosus

kolagen yang lebih banyak dari pada otot

kandungan

longissimus dorsi (Aberle et. al., 2001).

Tabel 4. Rerata susut masak daging sapi (%)


Ulangan

Perlakuan
A

26,37

50,58

41,00

50,66

50,25

49,24

53,67

50,38

36,65

46,86

46,15

52,13

53,06

37,62

49,38

40,59

52,13

48,15

41,64

48,83

3
ns

Rerata

Keterangan : ns menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.


A. 0 minggu
B. 2 minggu
C. 4 minggu
D. 6 minggu
E. 8 minggu
Tabel 5. Rerata keempukan Daging
Perlakuan

Ulangan
A

2,27

1,97

2,41

2,08

1,75

2,83

2,24

2,11

1,18

1,58

2,88

2,00

2,77

1,26

Rerata

2,66

2,07

ab

2,43

1,51

1,92
b

1,75b

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata
(P<0,05).
A.
B.
C.
D.
E.

0
2
4
6
8

minggu
minggu
minggu
minggu
minggu
Saran

KESIMPULAN DAN SARAN

Konsumen dapat menyimpan daging

Kesimpulan
Dari

hasil

penelitian

dapat

sapi

dengan

cara

dibekukan

untuk

disimpulkan bahwa penyimpanan daging

menghindari harga daging sapi yang tinggi

beku

menjelang hari besar keagamaan.

selama

keempukan

minggu

daging,

meningkatkan

sedang

sifat

fisik

lainnya tidak berbeda dengan daging segar.

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Candra-Dewi, S.H. 2000. Sifat Kimia dan

DAFTAR PUSTAKA

Jumlah Bakteri Otot Infraspinatus,


Aberle, E. D., C. J. Forest, H. B. Hedrick, M.

Longissimus

dan

dorsi

D. Judge dan R.A. Merkel. 2001.

Semitendinosus

The Principle of Meat Science.

Cross (BX) pada Lama Pelayuan

W.H.

yang Berbeda. Media Peternakan

Freeman

and

Co.

San

Fransisco.

Sapi

Brahman

IPB, Bogor. 23 : 62-67.

AOAC. 1975. Official Methods of Analysis.

Candra-Dewi,

S.H.

2006.

Pengaruh

Association of Official Analytical

Pemberian Gula, Insulin dan Lama

Chemists. Washington, D.C.

Istirahat

sebelum

Pemotongan

Domba

setelah

pada
Arifin,M., B. Dwiloka dan D.E. Patriani. 2008.

Pengangkutan terhadap Kualitas

Penurunan Kualitas Daging Sapi

Kimia Daging. Prosiding Seminar

yang

Nasional, UNDIP Semarang.

terjadi

selama

Proses

Pemotongan dan Distribusi di Kota


Semarang.
Nasional
dan

Prosiding
Teknologi

Veteriner.

Seminar

Peternakan

Bogor,

11-12

Nopember 2008, p: 99-104.

Candra-Dewi,

S.H.

Pemberian

2007.
Gula

Pengaruh
dan

sebelum

Pemotongan

Kualitas

Fisik

Daging

Insulin
terhadap
Domba.

Buletin Pertanian dan Peternakan


Aryogi. 2000. Potensi gula aren untuk

Universitas

Mercu

Buana

meningkatkan kualitas karkas sapi

Yogyakarta, Yogyakarta. 8 : 18 -

potong

28

kondisi

Peternakan.

stres.

Edisi

Buletin

Tambahan.
Djafaar T.F. dan Rahayu S. 2007.

Volume 1: 30-33.

Cemaran mikroba pada produk


Astuti, M. 1980. Rancangan Percobaan dan
Analisis

Statistik.

Bagian

I.

Fakultas Peternakan Universitas

pertanian, penyakit yang


ditimbulkan, dan pencegahannya.
J Litbang Pertanian 26(2): 67-73.

Gadjah Mada. Yogyakarta.


Fathurahman, E. 2008. Penanganan Daging
Buckle. K.A.R.A., Edward, G.H. Fleet and
M.

Wootter.

1987.

Course

Manual In Food Science. Watson

Sapi. Food Reviev, Referensi


Industri dan Teknologi Pangan
Indonesia. Jakarta.

Ferguson and Co, Brisbane.


Guignot, F., C. Touraille, A. Ouali, M.
Renerre,

G.

Moni.

1994.

10

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

Relationships

ISSN : 2086-7719

between

post-

mortem pH changes and some


traits

of

sensory

veal. Original

quality

Research

in

Article.

Meat Science, 37(3):315-325.

Muela. E., C. Saudo, M.M. Campo, I.


Medel, J.A. Beltrn. 2010. Effect of
freezing

method

and

frozen

storage duration on instrumental


quality of lamb throughout display.

Harsojo,

Andini

L.S.,

dan

N.R. 2005.
bakteri
dan

Trimey,

Dekontaminasi

patogen pada
jeroan

iradiasi

daging

kambing

gamma.

Prosiding

Meat Science. 84(4):662669.

Di

Seminar

Teknologi

dengan
dalam:

dan

Bogor,12-13

Veteriner.
2005.

1994.

Ilmu

dan

Teknologi

Daging. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta.

Nasional

Peternakan

September

Soeparno,

Suradi. 2009. Aplikasi model Arrhenius


untuk pendugaan

Bogor: Balai

Penelitian Veteriner. 1027-1031.

penurunan

masa simpan daging


pada

penyimpanan

sapi

suhu ruang

dan refrigerasi berdasarkan nilai


Jamhari. 1999. Perubahan sifat fisik daging

TV

dan

pH.

[terhubung

sapi selama penyimpanan beku

berkala].http://pustaka.unpad.ac.id

[abstrak].

Di

Seminar

/wpcontent/uploads/2009/11/aplika

Nasional

Fakultas

Peternakan,

si_model_arrhenius.pdf. [1 Januari

Universitas

dalam:
Gadjah

Mada.

2010].

Yogyakarta. 48.
Tawaf, R. 2010. Berapa Lama Daging Beku
Komariah, I. I. Arief, and Y. Wiguna. 2004.

Dapat Disimpan?

Kualitas Fisik dan Mikroba Daging


Sapi

yang

Jahe

Vieira.C., M.T. Diaz, B. Martnez, M.D.

(Zingiber officinale Roscoe) pada

Garca-Cachn. 2009. Effect of

Konsentrasi

frozen storage conditions

Penyimpanan

Ditambah
dan

Lama

yang

Berbeda.

Media Peternakan, 27 : 46-54.

(temperature

Jakarta.

length

of storage) on microbiological and


sensory

Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. UI Press.

and

quality

of

rustic

crossbred beef at different states


of

ageing.

Original

Research

Article. Meat Science, 83(3):398Maaniaan. 2009. Kualitas daging beku.

404.

Balai Penelitian Ternak. Bogor.

11

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Wheeler, T.I dan M. Koohmaraie. 1994.


Prerigor and Postrigor changes in
tenderness of ovine longissimus
dorsi. J. Anim. Sci. 72 : 12321238.
Wythes, J.R., dan W.R. Ramsay. 1994.
Beef

Carcass

Meat

Composition

Quality.

and

Queensland

Departement of Primary Industries.


Brisbane.

12

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

THE EFFECT OF DIFFERENT FROZEN STORAGE TIME


ON THE CHEMICAL QUALITY OF BEEF
Niken Astuti
Program Studi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT
This study was purpose to determine the chemical quality of frozen meat at different
storage time include moisture content, protein content, crude fat content and ash content. The
research was conducted at the University of Mercu Buana Yogyakarta in June 2011 to
September 2011. The material used in this study were beef as well as a set of tools for
proximate analysis. This study was designed using Complete Randomized Design (CRD) with
five treatments one way pattern that is: P1 frozen storage for 0 week (fresh meat as a control),
P2 for 2 weeks of frozen storage, frozen storage P3 for 4 weeks, P4 frozen storage for 6 weeks
and P5 frozen storage for 8 weeks, each consisting of three replications. The data obtained
were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA), if there is a significant difference then
continued with Duncan''s New Multiple Range test (DMRT). The results showed that the effect
of storage time of frozen beef to the water content, fat content and ash content will not different
from the case while protein levels were significantly different (P <0.05). From the research
results can be concluded that the storage of frozen beef for 8 weeks did not lower the chemical
properties of meat.
Key words: Beef, chemical quality, time frozen storage.
kelembaban
PENDAHULUAN

Kontaminasi mikroba

Bangsa

Indonesia

membutuhkan

sumber daya manusia (SDM) yang sehat,


terampil dan cerdas guna menghadapi
tantangan yang semakin berat pada masamasa mendatang. Salah satu usaha yang
tersebut

untuk

meningkatkan

kualitas

yaitu perbaikan gizi masyarakat

dengan melalui penyediaan protein hewani


baik susu, telur maupun daging.
Daging

merupakan

satu

memenuhi protein hewani asal ternak,


protein

daging

mengandung

susunan asam amino yang lengkap. Namun


demikian,

daging

merupakan

produk

peternakan yang sangat rentan terhadap


kontaminasi mikroba.
karena

daging

untuk

Hal ini disebabkan

mempunyai

yang dapat

merusak daging dapat berasal sejak ternak


masih

hidup

dipermukaan
maupun

yaitu
kulit

setelah

yang

dan

menempel

dalam

ternak

rumen,

disembelih.

Kontaminasi mikroba pada karkas maupun


daging dapat terjadi sejak saat disembelih,
proses penyiapan karkas hingga daging
akan dikonsumsi. Awal kontaminasi dimulai
dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

salah

komoditi peternakan yang dibutuhkan untuk


dimana

sesuai

pertumbuhan mikroba.

Latar Belakang

ditempuh

yang

pH

dan

yaitu dari lantai, pisau, kulit, isi saluran


pencernaan,
digunakan

air
untuk

dan

peralatan

penyiapan

yang
karkas,

pemisahan daging maupun dari pekerjanya


sendiri.
Setelah karkas ataupun daging yang
dihasilkan dari RPH, kemudian dibawa ke
tempat-tempat penjualan antara lain pasar
tradisional, kios daging maupun pasar

13

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

swalayan. Oleh karena itu kontaminasi

daging

mikroba juga terjadi dari alat pengangkut

disimpan antara lain dibekukan.

daging selama daging dalam perjalanan


dari

RPH

sampai

tempat

penjualan,

sebelum

hari

raya,

kemudian

Penyimpanan daging dengan cara


dibekukan

tentu

akan

mempengaruhi

selama

kondisi daging baik kualitas fisik maupun

berada di tempat penjualan daging, apabila

kimianya. Kualitas kimia sangat penting

tempat

kondisinya

peranannya dalam menunjang kesehatan

higienis maka tingkat kontaminasi dapat

masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan

diminimalisir.

penelitian tentang sifat kimia dari daging

Kontaminasi

berikutnya

penjualan

adalah

daging

Kontaminasi mikroba dapat dihindari


apabila

dilakukan

pengawetan

ini

memperpanjang

pengawetan

daging,

bertujuan

untuk

masa

simpan

beku yang disimpan dalam waktu yang


berbeda meliputi kadar air, protein kasar,
lemak kasar, dan kadar abu.

daging

sampai sebelum dikonsumsi. Banyak cara


yang dilakukan untuk mengawetkan daging,

Tujuan Penelitian
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

menurut Suryanto (2009) ada tiga cara atau

mengetahui sifat kimia daging beku pada

tiga metode yaitu secara fisik, biologi dan

lama penyimpanan yang berbeda meliputi

kimia. Pengawetan secara fisik meliputi

meliputi kadar air, protein kasar, lemak

proses

kasar, dan kadar abu.

pelayuan,

pemanasan

dan

pendiginan. Pengawetan kimia merupakan


pengawetan yang melibatkan bahan kimia
sedang secara biologi melibatkan proses
fermentasi menggunakan mikroba.
Dewasa
memilih

ini

bahan

memperhatikan

masyarakat

pangan
tentang

sudah

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan waktu penyimpanan

dalam

yang

sangat

daging sapi beku.

kualitasnya,

optimal

2. Memberikan

untuk

menyimpan

informasi

kepada

termasuk dalam memilih daging yang akan

masyarakat tentang penyimpanan

dikonsumsi. Masyarakat tentu akan memilih

daging beku untuk jangka waktu

daging yang

tertentu

mempunyai

kualitas baik

sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.

ditinjau

dari

kandungan

kimia daging.

Kebutuhan daging akan meningkat pada


saat-saat tertentu misalnya pada hari-hari

MATERI DAN METODE

besar keagamaan. Pada saat itu harga


daging tentu akan meningkat, hal
disebabkan

karena

permintaan

ini

tinggi

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian

sedang ketersediaan daging sedikit. Hal ini

Laboratorium

dapat diatasi dengan cara menyediakan

Agroindustri

ini

dilakukan

Peternakan,
dan

Laboratorium

di

Fakultas
Kimia

14

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Universitas Mercu Buana Yogyakarta dari

penyimpanan dua minggu (P2), empat

awal Juli 2011 sampai dengan September

minggu (P3), enam minggu (P4) dan

2011.

delapan minggu (P5). Setiap perlakuan


diulang 3 kali, setiap ulangan kurang lebih
membutuhkan 0,50 kg daging.

Materi Penelitian
1. Daging sapi dari bagian has luar
yaitu otot longissimus dorsi.

Pengambilan data

2. Plastik untuk mengemas daging.

Data

yang diambil meliputi kadar

air, kadar protein kasar, kadar lemak kasar

Alat :
1. Timbangan

Sartorius

untuk

menimbang sampel daging

dan kadar abu dengan metode analisis


proksimat menurut Kamal (1997).

2. Vochdoos untuk tempat sampel


daging yang dioven.

Analisa Data

3. Oven merk Memmert kapasitas 25


kg dengan suhu 30-200o C.
4. Beker

ini

dirancang

menggunakan Rancangan Acak Lengkap

glass sebagai tempat

sampel daging yang akan diuji.

(RAL) pola searah dengan 5 perlakuan,


masing-masing perlakuan terdiri dari tiga
ulangan. Data yang diperoleh dianalisis

5. Water bath
6. Freezer

Penelitian

merk

Thosiba

untuk

menyimpan daging.

menggunakan Analisis Variansi (Anova),


jika terdapat perbedaan yang nyata maka

7. Seperangkat alat uji proksimat


untuk analisa sifat kimia daging

dilanjutkan

dengan

Duncans

New

Multiple Range test (DMRT) menurut


Astuti (1980).

Metode Penelitian
Daging sapi sebagai sampel diambil
dari kios daging. Sampel yang didapat

HASIL DAN PEMBAHASAN

dibawa

Kadar air daging

dengan

menggunakan

thermos

untuk disimpan di freezer dengan lama


penyimpanan
dianalisa

yang

kandungan

Laboratorium
Agroindustri

berbeda,

kemudian

kimianya

Peternakan
dan

di

Fakultas

Laboratorium
dalam

terdapat

penelitian

penyimpanan

beku

daging (Tabel1).
Hasil analisis variansi menunjukkan
bahwa

ini

pengaruh

daging yang tidak nyata terhadap kadar air

Kimia,

Universitas Mercu Buana Yogyakarta.


Perlakuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perbedaan

lama

penyimpanan

daging beku mengakibatkan perbedaan

adalah lama penyimpanan daging beku.

yang

Jadi dalam hal ini ada lima perlakuan yaitu

Hasil

daging segar (sebagai kontrol) atau (P1),

kecenderungan kadar air yang semakin

tidak nyata pada kadar air daging.


penelitian

menunjukkan

15

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

rendah pada penyimpanan beku yang lebih

menyusun ikatan silang diantara serat

lama. Hal ini disebabkan karena semakin

daging,

lama daging disimpan maka akan banyak

komponen utama yang berfungsi menahan

cairan yang keluar dari daging (drip) sesuai

air

dengan pernyataan Obanu et al. (1997)

struktur

yang disitasi oleh Webstre (1980) bahwa

dengan lama waktu penyimpanan dapat

selama

melemahkan kemampuan daging untuk

penyimpanan

degradasi

kolagen

akan

dari

terjadi

protein

selanjutnya

daging

dinyatakan

adalah

protein

protein.

dalam

bahwa

Perubahan

daging

seiring

mengikat cairannya.

yang

Tabel 1. Rerata kadar air daging (%)


Perlakuan
Ulangan

P1

P2

P3

P4

P5

80,2869

79,4205

80,5260

77,5907

75,7000

80,5689

80,3559

80,4588

76,1587

76,1958

78,9510

80,0989

76,2663

77,4458

75,5669

Reratans

79,9356

79,9584

79,0837

77,0651

75,8209

Keterangan : ns menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.


Berdasarkan

hasil

penelitian

daging.

Hasil

uji

DMRT

menunjukkan

menunjukkan rerata nilai kadar air daging

bahwa P6 dan P8 kadar proteinnya lebih

dari kelima perlakuan berkisar antara : 75,

tinggi dan berbeda nyata dengan P0, P2

8209%

ini

dan P4 sedangkan P0, P2 dan P4 berbeda

mendekati hasil penelitian Soeparno dkk.

tidak nyata. Lebih tingginya kadar protein

(1987) bahwa kandungan air daging sapi

pada P6 dan P8 dibanding perlakuan

pada longisimus dorsi yaitu 76,879 3,013

lainnya disebabkan oleh menurunnya kadar

%.

air pada daging (Tabel 1) akibat pengaruh

sampai

79,9584%.

Hasil

dari penyimpanan beku sehingga terjadi


kenaikan bahan kering dari daging yang

Kadar protein daging


Dari hasil penelitian diperoleh rerata

berakibat pada meningkatnya persentase

kadar protein daging secara berturut-turut

kandungan

dapat dilihat pada Tabel 2.

pernyataan Tillman (1986) bahwa kadar air

Hasil analisis variansi menunjukkan


bahwa

perbedaan

lama

berkorelasi

protein,
negatif

sesuai
dengan

dengan
kandungan

penyimpanan

protein, semakin tinggi protein maka kadar

daging beku mengakibatkan perbedaan

air semakin rendah berhubungan dengan

yang nyata (P<0,05) pada kadar protein

kemampuan protein mengikat air.

16

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 2. Rerata kadar protein daging (%)


Perlakuan

Ulangan

P2

P1
1

16,1500

16,6218

16,4403

Rerata

16,4040

P3

P5

16,0587

16,5983

19,3284

18,4108

16,8500

16,3494

20,2620

20,0297

16,5400
b

P4

16,4829

17,7601
b

16,9026

19,9879
b

19,8594

21,4282
a

19,9562a

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada nilai rerata menunjukkan


perbedaan yang nyata (P<0,05).
Kadar protein hasil penelitian yang berkisar

bahwa

kadar

protein

daging

bagian

antara 16,4040 sampai dengan 19,9562 %

longisimus dorsi adalah 20,119 2,513 %.

berarti masih dalam kisaran kadar protein


daging

yang

normal.

Sesuai

dengan

Kadar lemak kasar daging

pernyataan Soeparno (2005) bahwa kisaran

Dari hasil penelitian diperoleh rerata

protein daging normal adalah 16,0 sampai

kadar lemak kasar daging secara berturut-

22 %. Hasil penelitian ini juga mendekati

turut dapat dilihat pada Tabel 3.

hasil

penelitian

Soeparno

dkk.

(1987)

Tabel 3. Rerata kadar lemak kasar daging (%)


Perlakuan
Ulangan

P1

0,6650

2
3
Rerata

ns

P2

P3

P4

P5

0,4411

0,5636

0,5449

0,5465

0,4954

0,5098

0,5655

0,3192

0,4246

0,7789

0,4809

0,3355

0,5336

0,4249

0,6464

0,4773

0,4882b

0,4659

0,4653

Keterangan : ns menunjukkan perbedaan yang tidak nyata


Hasil analisis variansi menunjukkan
bahwa

perbedaan

lama

penyimpanan

semakin
semakin

tinggi

kadar

rendah

lemaknya

kandungan

maka
airnya.

daging beku mengakibatkan perbedaan

Penimbunan lemak pada sapi juga terjadi

yang

pada kadar

pada daerah-daerah tertentu. Hal ini sesuai

lemak daging. Hal ini diakibatkan karena

dengan Bouton et al. (1971); Forest et al

kandungan air yang juga berbeda tidak

.(1975); Lawrie (1995) dan Swatland (1984)

nyata pada daging yang disimpan beku. Hal

yang

ini sesuai dengan pernyataan Minish dan

perlemakan/deposisi

Fox

pada umur, kondisi dan pakan serta macam

tidak nyata (P<0,05)

(1979)

bahwa

kandungan

lemak

menyatakan
lemak

bahwa
tergantung

berkorelasi negatif dengan kadar air daging,

17

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

gerakan

dan

kerja

daging

ISSN : 2086-7719

Hasil analisis kadar abu daging

yang

menunjukkan

bersangkutan.

pengaruh

penyimpanan beku terhadap kualitas kadar

Kadar lemak kasar hasil penelitian


berkisar antara 0,4653 sampai

bahwa

abu daging berbeda tidak nyata. Hal ini

0,6464 %
hasil

disebabkan karena kadar abu dipengaruhi

penelitian Soeparno dkk. (1987) bahwa

oleh kadar air dimana dalam penelitian ini

kadar lemak kasar pada macam daging

kadar air daging juga tidak berbeda nyata.

longisimus dorsi sapi adalah 1,241

Kadar

0,501%.

dengan kadar air dan bahan organik lainnya

yang

berarti

lebih

rendah

dari

abu

sangat

erat

hubungannya

sesuai dengan pendapat Lawrie (1995)


yang menyatakan bahwa kadar abu sangat

Kadar abu daging

erat hubungannya dengan kadar air dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa


terdapat

pengaruh

penyimpanan

daging yang tidak nyata

bahan organik lainnya dimana mempunyai

beku

hubungan yang negatif.

terhadap kadar

abu daging (Tabel 4).


Tabel 4. Rerata kadar abu daging (%)
Ulangan

Perlakuan
P0

P2

P4

P6

P8

1,1133

1,0799

1,0343

1,1589

1,0290

1,0409

1,0565

1,0184

1,0654

1,2535

1,0659

0,9847

0,9203

1,1591

1,0195

Rata-ratans

1,0734

1,0404

0,9910

1,1278

1,1007

Keterangan : ns berbeda tidak nyata.


Dari hasil penelitian diperoleh kadar

KESIMPULAN DAN SARAN

abu daging berkisar antara 0,9910 sampai


1,1278 % yang berarti pada kisaran normal

Kesimpulan

kadar abu daging yaitu : 0,8% sampai 1,4%

Dari

hasil

penelitian

dapat

(Judge et al., 1989). Hasil penelitian ini

disimpulkan bahwa penyimpanan daging

berarti mendekati hasil penelitian Soeparno

beku

dkk. (1987) bahwa kadar abu pada macam

meningkatkan kadar protein,

daging longisimus dorsi sapi adalah 1,067

kadar air,

0,205%.

kadar lemak dan kadar abu masih sama

selama

delapan

minggu

dapat

sedangkan

dengan daging segar.

18

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Saran
Konsumen dapat menyimpan daging

Minish, R.A. dan G.G. Fox. 1979. Beef

sapi selama delapan minggu dengan cara

Production and Management. Publ.

dibekukan

Co.Inc. A. Prentice Hall, Reston,

untuk

menghindari

harga

daging sapi yang tinggi menjelang lebaran.

Soeparno,

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, M. 1980. Rancangan Percobaan dan
Analisis Statistik. Bagian I. Fakultas
Peternakan

London.

Universitas

2005.

Ilmu

dan

Teknologi

Daging. Cet IV. Gadjah Mada


University

Press

Yogyakarta.

Gadjah

Mada. Yogyakarta.
Soeparno, S. Keman dan Setiyono 1987.
Bouton, P.E. PV. Harris dan WR.

Evaluasi Metode Pelayuan dan

Shorthose, 1971. Effect Of Ultimate

Perebusan

pH Upon The

Yang Mempengaruhi

WHC

and

pH, Retensi

Tendeness Of Meat on. J. Food

Cairan,

Science. 36:435

Daging Sapi. Universitas Gadjah

Keempukan

dan

Gizi

Mada, Yogyakarta.
Forrest, J. C., E. D. Arberle, H.B.
Hendrick, M. D. Judge and R. A.
Merkel, 1975.

Suryanto, 2009. Aneka Olahan Daging


Sapi: Sehat, Bergizi dan Lezat.

Principle Of Meat

Scince. W. H.

Agromedia, Jakarta.

Freman and Co. San Fransisco.


Swatland,
Judge, M. d : e. d. Aberle. J. C. Forrest,
nd

1989. Principle of Meat Science. 2 .


Publishing

H.

1984.

Development

H. B. Hendrick ; dan RA Merkel,


Kendall/Hunt

J.

Stucture

of

Meat

Prentice - Hall Inc.


Eangle Wood Cliffs. New Jersey.
Tillman, A. D., S. Reksohadiprojo, S.
Prawirokusumo

Kamal, M. 1997. Kontrol Kualitas Pakan


Fakultas

Universitas

Animal.

Co.,

Dubugue, Lowa.

Ternak.

and

Gadjah

Peternakan,
Mada,

Yogyakarta.

dan

S.

Ternak

Dasar.

Lebdosukotjo., 1986.
Ilmu

Makanan

Fakultas

Peternakan,

UGM,

Yogyakarta.

Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. UI Press.


Jakarta.

19

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN AYAM KAMPUNG


DI ARGOREJO SEDAYU BANTUL
Sonita Rosningsih
Program Studi Peternakan, Fakultas Agroindustri Uiversitas Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT

This study was


evaluated the Effect of Implementation of agribusiness model of "mini
integrated farming" (MIF) and national program of capital gain independence (PNPM) in order
to increase families income.The study was conducted using survey method by taking 30
farmers as responden.15 breeders who follow the development model MIF and 15 PNPM. Data
is collected by purposive sampling.Type of data collected are the primary data and secondary
data. Primary data was taken from a breeder respondens through interview techniques based
on structured questionnaire with open and close questions, while the secondary data taken from
the village government Argorejo.The social and economic conditions of Argorejo villagers after
the implementation of MIF and the PNPM program can be summarized as follows:
1.. There is a difference in knowledge between MIF and the PNPM program participants due to
the socialization that is not maximized. However, the implementation , monitoring and
assistance is still being done by implementing an intensive field program of MIF and PNPM. 2.
After implementation program, farmers acquire new knowledge , how to choose breeds,
preparing rations. Good cages and how to hatch by the incubator, and set the structure of the
population in order to increase revenue .. The condition was made possible because in addition
to the results of farm labor, farmer had additional income from selling eggs and chicks.
Key Words: Kampung Chicken, Sosio Economi, Argorejo.
PENDAHULUAN

kelangsungan produksi). Demikian pula

Latar Belakang

halnya

Desa Argorejo Kecamatan Sedayu


,Bantul

mempunyai jumlah

15.411 jiwa,

penduduk

2.568 KK (data terolah dari

dengan

pengaturan

sayuran.

Berdasarkan

pengusul

di

mendapat

pengamatan

lapangan
perhatian

produksi

,sayuran
keluarga

yang
adalah

profil desa ,2004). Seperti masyarakat pada

sayuran yang ditanam paling dekat dengan

umumnya, hampir setiap keluarga di desa

rumahnya (teras-teras rumah) , bahkan

Argorejo memiliki ternak ayam kampong.

yang

Budidaya ayam kampung yang selama ini

dibandingkan

digunakan oleh masyarakat masih bersifat

pekarangan khusus. Melihat prilaku usaha

tradisional dan struktur populasi (hasilnya

tani seperti diatas ,pengusul merasa perlu

berupa telur dan atau ayam potong) tidak

membuat sebuah model mini integrated

diatur berdasarkan tujuan kebutuhan hidup

farming

dan kesinambungan

masyarakat tersebut diatas.

persen

untuk

usaha

kepentingan

(berapa
kebutuhan

ditanam

di
yang

yang

pot

lebih

ditanam

sesuai

di

dengan

subur
lahan

prilaku

Pada tahun 2009 agribisnis skala

makan keluarga, berapa persen untuk

keluarga

menambah pendapat dan berapa persen

farming(MIF) ini telah diterapkan di desa

untuk

Argorejo (Rosningsih, 2010)

pengembangn

bibit

guna

model

mini

integrated
untuk

20

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

meningkatkan

pendapatan

ISSN : 2086-7719

yang

pada

sangatmemungkinkan

untuk

gilirannya dapat memperbaiki kesejahteraan

pengembangan ayam kampung semi

keluarga berupa keuntungan dari setiap

intensif (ada kandang dan halaman

penjualan ayam kampung maupun sayuran

umbaran).

setelah dikurangi untuk kebutuhan pangan

dapat menghemat penggunaan pakan,

sehari-hari

karena

.Beberapa

dilaksanakan

pula

bulan

kemudian

program

nasional

Sistem

pemeliharaan

ayamdapat

tambahan

sendiri

ini

mencari

makan

berupa

cacing,

penguatan modal mandiri (PNPM) oleh

serangga, rumput muda dan lainnya

pihak pemerintah (Darnawi. ,2010). Untuk

dihalaman

mengetahui strategi pengembangan lenih

limbah sayur yang ditanam secara

lanjut

kajian

vertikultur dapat dimanfaatkan untuk

mengenai social ekonomi pengenbangan

pakan tambahan sumber vitamin dan

ayam kampung di desa Argorejo.

mineral

maka

diperlukan

sebuah

Penelitian ini bertujuan mengkaji

umbaran.

sehingga

Disamping

mengurngi

pakan. Selanjutnya modal

itu,

biaya
berupa

kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa

paket ayam kampung dan sayur ini

Argorejo

secaa rbergulir dapat diarahkan menjadi

atas

dampak

implementasi

program MIF dan PNPM yang diinisiasi

lembaga

Perguruan Tinggi. dan pemerintah.

menunjang

keuangan

mikroyang
keberlanjutan

pengembanganayam

kampung.Model

MATERI DAN METODA PENELITIAN

MIF mulai dikembangkan sejak 2009

Materi Penelitian

sampai sekarang.

Penelitian

dilakukan

di

lokasi

2. Model Pengembanan PNPM

pengembangan ayam kampung di desa

Pemberian

Argorejo. Model pengembangan yang telah

pengembangan ayam kampung melalui

diterapkan adalah :

paket pinjaman modal kepada peternak

1. Model miniintegrated farming yaitu

dengan syarat telah memiliki kelompok,

bantuan

modal

guna

semi intensif

sehingga secara teknis pembinaan bisa

yang diintegrasikan dengan usaha tani

dilakukan lebih efektif dan efisien.Model

sayur mayur sistem vertikultur. 10 ekor

PNPM sudah berjalan selama 2 tahun.

usaha ayam kampung

induk siap bertelur dan satu ekor ayam


jantan dibagikan kepada peternak yang

Metode Penelitian

sudah memiliki fasilitas kandang dan

Penentuan Daerah Penelitian

menyediakan 1 ekor pejantan.Peserta

Pemilihan desa

MIF ditujukan kepada wanita karena

penelitian didasarkan atas :

selama ini yang berperan aktif adalah

a. Desa Argorejo merupakan salah satu

ibu-ibu. Ketersediaan lahan yang luas

desa binaan dari Lembaga Penelitian

di

wilayah

sebagai kasus daerah

pengembangan

21

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

dan Pengabdian

ISSN : 2086-7719

Universitas Mercu

memiliki batas sebagai berikut: Sebelah


Utara

buana Yogyakarta.
b. Desa Argorejo merupakan sebuah desa

berbatasan

Moyudan

dan

dengan

Godean

Kecamatan

sebelahSelatan

yang berada di wilayah pengembangan

berbatasan dengan : Kecamatan Pajangan,

ayam kampung.

sebelah

Barat

berbatasan

denganKecamatan Sentolo dan Wates dan


Cara

Pengambilan

Responden

dan

sebelah

Timur

berbatasan

dengan

Kecamatan Gamping. Ibukota Kecamatan

Pengambilan Data
Penelitian ini dilaksanakan dengan

Sedayu

berjarak

20

km

dari

pusat

dengan

pemerintahan (Ibukota) Kabupaten Bantul.

mengambil 30 petani peternak sebagai

Secara keseluruhan Kecamatan Sedayu

responden.15 orang yang mengikuti Model

berada

pengembangan MIF dan 15 orang PNPM.

Kecamatan berada pada ketinggian 87,50

Pengambilan

meter diatas permukaan laut. Kecamatan

menggunakan

purposive

metode

data

survey

dilakukan

sampling

dengan

(Singarimbun

dan

di

rendah.

Ibukota

Sedayu dihuni oleh 9.510 KK dengan


jumlah

Sofian , 1995 )

dataran

penduduk

keseluruhan

sebesar

Jenis data yang diambil adalah data

42.943. Jumlah penduduk laki-laki adalah

primer dan data sekunder. Data primer

20.994 orang dan penduduk perempuan

diambil dari peternak responden melalui

21.949 0rang. Kepadatan penduduk di

teknik

Kecamatan ini adalah 1.249,80 jiwa/km.

wawancara

berdasarkan

daftar

pertanyaan berstruktur dengan kombinasi

Sebagian

pertanyaan terbuka dan tertutup ,yang telah

Sedayu

disiapkan,

sekunder

petani. Data monografi Kecamatan Sedayu

diambil dari Pemerintah Desa Argorejo.

mencatat 10.539 atau 24,5% dari seluruh

Data

penduduk Kecamatan Sedayu bekerja di

yang

sedangkan

data

diperoleh

ditabulasi

dan

penduduk

bermata

bidang

dianalisis secara deskriptif.

besar

Kecamatan

pencaharian

pertanian.

Desa

merupakan salah satu

sebagai

Argorejo

sentra kerajinan

HASIL DAN PEMBAHASAN

tanah liat di Kacamatan Sedayu. Luas

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

wilayah

a. Biofisik

seluruhnya 945,80 m2 yang keseluruhan

Desa Argorejo adalah

merupakan salah

wilayahnya adalah daratan dan memiliki 13

satu dari 4 Desa yang ada di Kecamatan

pedukuhan. DesaArgoeejo terletak 20 Km

Sedayu Kabupaten Kulonprogo. Secara

dari

astronomis Kecamatan Sedayu

terletak

Kabupaten Bantul. Sebagaimana wilayah

pada 110 derajat 188 dan 110 derajat

dataran rendah di daerah tropis lainnya,

3440 LS 14 derajat 0450 dan derajat

iklim

3750. Secara geografis Kabupaten Sedayu

tergolong

Desa Argorejo

,pusat

di

pemerintahan

wilayah
panas.

Kecamatan
Data

(Ibukota)

Sedayu
Monografi

22

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

menyebutkan bahwa suhu maksimum di

tentang Program MIF dan PNPM dari pihak

Kecamatan ini tercatat 32,5 C dengan

Perguruan Tinggi dan Dinas Pertanian.

suhu minimum sebesar 24,5 C.

Informasi tentang MIF dan PNPM program


didapat responden ketika Tim Survei yang
dibentuk pihak Perguruan Tinggi dan Dinas

b. Karakteristik Responden
Jumlah responden dalam penelitian

PertanianKabupaten Bantul mengadakan

orang, terdiri dari 14

kunjungan sosialisasi MIF dan PNPM di

ressponden Peserta MIF dan 12 peserta

Desa Argorejo. Pada kegiatan MIF dan

PNPM

PNPM

ini adalah 26

seluruhnya

berjenis

kelamin

di

Desa Argorejo, pihak Dinas

perempuan. Penentuan umur responden

Pertanian Kabupaten Bantul hanya menjadi

tidak

mitra

dapat dilakukan

dengan

metode

dari

Dinas

Kemitraan

peserta program.Pada saat seleksi peserta

pelimpahan wewenang Dinas Pertanian

program

Propinsi

kelompok umur
produktif

dan

dan

PNPM

menentuan

berdasarkan pada usia


kedewasaan

seseorang

dijalin

kepada

dalam

Propinsi.

purposive sampling, mengingat terbatasnya


MIF

itu

Pertanian

Dinas

bentuk
Pertanian

Kabupaten untuk melakukan kegiatan fisik


di lapangan berupa Inisiasi pelaksanaan

dalam menyikapi masalah. Perincian umur

program PNPM di kawasan

di Desa

responden dapat dilihat Tabel 1.

Argorejo, Tim Survei Kabupaten Bantul dan


Tim Perguruan Tinggi (sosialisasi MIF)

c. Sosialisasi Program di Desa Argorejo


Seluruh
bahwa

mereka

responden
mengetahui

menjawab
informasi

melakukan survei terhadap masyarakat


desa yang ternak ayam dan masih memiliki
kandang yang layak digunakan.

Tabel 1. Klasifikasi Responden Desa Argorejo sebagai Lokasi MIF di PNPM

No
1
2

Pertanyaan
Jenis Kelamin
Umur

Pendidikan

Jumlah keluarga

Pekerjaan utama

Jawaban
perempuan
< 30
31-50
>50
Tidak Sekolah
SD Tamat
SLTP Tamat
SLTA Tamat
< 3 orang
3 s.d 4 orang
> 6 orang
Petani
Pedagang
Ibu Rumah Tangga

Jumlah
26
1
22
3
4
7
10
9
2
16
7
14
3
9

Sumber : Data Primer 2011 setelah diolah Source :

23

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Desa Argorejo dipilih Tim Survei

Proses perizinan implementasi program MIF

sebagai lokasi implementasi program MIF

dan

dan PNPM karena memenuhi persyaratan,

diperoleh namun pihak inisiator berupaya

termasuk syarat kesiapan masyarakat untuk

melakukan

mengikuti Program MIF dan PNPM. Status

sosialisasi tentangprogram MIF dan PNPM

kawasan menjadi permasalahan utama saat

yang akan berjalan hingga 1 tahun ke

dilakukan sosialisasi.Kawasan yang dipilih

depan beserta mekanisme perizinannya.

sebagai lokasi program MIF dan PNPMdi

Bahan

Desa Argorejo merupakan daerah korban

berasal

gempa

Pertaniandan

terparah

di

Kecamatan

PNPM

di

Desa

Argorejo

langkah-langkah

sosialisasi
dari

tersebut

pihak.

belum
berupa

seluruhnya

Pihak

Dinas

Kabupaten Bantul.
hanya

bertindak

Tim

Sedayu.Sebagian besar Ternaknya terjual

pendamping

sebagai

untuk keperluan rekonstruksi rumah.Kondisi

fasilitator dan pelaksana lapangan di lokasi

ini memicu menurunnya pendapat keluarga

kegiatan.

mereka.
Hasil sosialisasi antara lain berhasil
dibentuk

penyamaan

konsep

antara

B. Dampak Implementasi MIF dan PNPM


pada sektor Sosial

Pemerintah Daerah , Perguuan Tinggi


dengan masyarakat Desa Argorejo, bahwa

1. Pengetahuan tentang Budi daya Ayam

kawasan desa Arrgorejo adalah kawasan

Kampung yang benar

pengembangan

ayam

kampung.

Pemanfaatan dan pengelolaannya harus


mengikuti
budidaya
Pemerintah

aturan

tentang

manajemen

yang telah ditetapkan oleh


melalui

Tim

Ketidakseragaman

pengetahuan

responden mengenai Budi Daya Ayam


Kampung ditunjukkan pada Gambar 1.

Pendamping.

Sumber: Data Primer 2011 setelah diolah.


Gambar 1. Grafik Pengetahuan Tentang MIF dan PNPM

24

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

Perbedaan
disebabkan

ISSN : 2086-7719

pengetahuan

anggota wajib memberi 2 ekor ayam dara

pelaksanaan

setiap

sosialisasi

bulan

kepada

kelompok

guna

program MIF, terutama PNPM yang masih

merekrut anggota baru. Pertemuan anggota

belum berjalan secara maksimal. Pada

yang

pelaksanaannya,

intensitasnya cukup tinggi. Sebanyak 60%

pendampingan

monitoring
tetap

dan

dilakukan

secara

digagas

responden

oleh

menjawab

ketua

kelompoki

sering

dilakukan

intensif oleh pelaksana lapangan program

pertemuan bagi anggota kelompok tani.

MIF dan PNPM dari Dinas Peternakan

Pertemuan

Kabupaten Bantul.

membahas berbagai kegiatan yang hendak

biasanya

dilakukan

untuk

dilakukan secara bersama , mengatasi


permasalahan

2. Kelembagaan desa
Kegiatan MIF dan PNPM di Desa

dalam

mengelola

ternak

ayam, kendala alam, penyakit, pakan, dan

Argorejo dikelola secara murni Kelompok

pemasaran

TaniSrikandi. Kelompok tani ini terdiri atas

Setelah ada program MIF dan PNPM di

14 anggota. PNPM membentuk kelompok

Desa Argorejo diketahui pertemuan antar

sendiri.

anggota kelompok tani sering digagas dan

secara legal formal dibentuk

hasil

panen

serta

arisan).

dilaksanakannya

difasilitasi oleh Pihak Kecamatan Sedayu

program MIF dan PNPM di Desa Argorejo

Kabupaten Bantul. Pihak Dinas Peternakan

pada 2009. Namun secara informal mereka

Kabupaten Bantul sangat berkepentingan

sudah sering melakukan kegiatan bertani

atas pemantapan eksistensi dan kualitas

dan mengolah lahan secara bersama serta

kelembagaan kelompok tani yang ada guna

membangun norma dan pranata secara

mensukseskan

tradisional

jalinan

ayam kampung. Hal itu dilakukan melalui

hubungan sosial tersebut. Keanggotaan

kegiatan pendampingan kelompok tani..

kelompok

Responden

bertepatan

dengan

dalam

hubungan

didasarkan

pada

hubungan

program

mayoritas

pengembangan

merasa

terbantu

keseharian para petani yang sudah sering

dengan adanya kelompok tani. Kesadaran

melakukan

aktivitas

responden bahwa mereka tidak bisa bekerja

mengolah

lahan.

bersama
Menjadi

dalam
anggota

secara sendiri-sendiri,

serta

pentingnya

kelompok tani tidak dipungut biaya apapun.

saling berbagi pengetahuan dan informasi

Para anggota tidak dikenakan iuran bulanan

antar sesama petani menjadi alasan utama.

bagi

kelompok

tani.

Mereka

Seluruh responden mengaku tidak

hanya

membayar sejumlah uang apabila ada hal-

pernah

hal tertentu yang menjadi tanggung jawab

peningkatan

bersama

pelatihan mengenai Budidaya ternak Ayam

terkait

masalah

pertanian,

dilibatkan

dalam

kapasitas

Kampung

pakan

oleh

pemerintah maupun swasta atau LSM.

pengurus kelompok. Kelompok MIF setiap

Bahkan sebagian dari responden mengaku

yang

dikelola

yang

seperti

misalnya tentang pembayaran pembelian


bersama

baik

petani

kegiatan

diselenggarakan

25

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

kalau

mereka

tidak

kegiatanpelatihan

tahu

guna

ISSN : 2086-7719

bahwa

PNPM di

ada

Desa Argorejo. Harapannya

keterlibatan masyarakat dalam program MIF

meningkatkan

pengetahuan dan pengalaman para petani.

dan PNPM dapat dijadikan

Hal ini sangat disayangkan, mengingat

(demplot) pengembangan ayam kampung.

keberadaan

merupakan

Hal itu dirasakan perlu agar

kesuksesan

peserta dapat memberikan contoh secara

pengembangan

langsung kepada masyarakat lain mengenai

ternak ayam kampung. Padahal sejauh ini

cara mengelola ayam kampong yang benar.

ujung

kelompok

tombak

pelaksanaan

tani

bagi

program

percontohan
masyarakat

kegiatan pelatihan, workshop, dan seminar


mengenai hal tersebut sering dilakukan

3. Jaringan sosial (Social Networking)

pihak pemerintah daerah maupun LSM di

Jaringan sosial antara masyarakat

DIY. Perguruan Tinggi dalam hal ini Prodi

dengan stakeholders terkait pengelolaan

Peternakan Universita Mercu Buana yang

ayam

keberadaannya berdekatan dengan Desa


Argorejo merupakan lembaga yang gencar
melakukan kegiatan tersebut. Akan tetapi,
dari

hasil

penelitian

dengan

kampung

secara

diketahui

belum

pendapat

responden

legal

terbentuk.
tantang

formal
Namun
peran

stakeholders, dalam hal ini pemerintah

adanya

(Dinas Pertanian), Perguruan Tinggi, dan

program MIF dan PNPM diketahui bahwa

Tokoh Adatdalam program MIF dan PNPM

sejauh ini belum ada pihak LSM yang

dapat dilihat pada Tabel 2 :

terlibat dalam implentasi program MIF dan


Tabel 2. Peran stakeholders dalam program MIF dan PNPM
Jawaban Responden

Peran stakeholders dalam


Program MIF dan PNPM

Dinas

Tokoh Adat

Perguruan Tinggi

Peternakan

Sangat Membantu

70%

73,3 %

93,3 %

Tidak membantu

10%

6,7 %

20%

26,7 %

Tidak ada peran sama sekali

Pada dasarnya program PNPM yang


dilaksanakan di Desa Argorejo merupakan
program

pemerintah

pusat

yang

dilimpahkan kepada pemerintah daerah


sebagai pelaksana lapangan di tingkat
Desa. Maka dari itu pihak pemerintah,
dalam hal ini Dinas Pertanian Propinsi
maupun Kabupaten, merupakan pihak yang

memiliki kewenangan secara legal untuk


menginisiasi pelaksanaan program PNPM
di

kawasan

yang

berada

kerjanya.Sedangkan

di

wilayah

Program.MIF

merupakan Program yang diinisiasi oleh


pihak

Perguruan

melaksanakan
Masyarakat,

Tinggi

dalam rangka

pengabdiannya
Responden

kepada

berpendapat

26

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

bahwa Dinas Pertanian (Propinsi maupun

Program MIF dari PT dan PNPM dari Dinas

Kabupaten) telah berperan maksimal (70%)

Pertanian

dalam

program

ibahwa peran PT sangat membantu dalam

PNPM. Namun peran Dinas Pertanian

program MIF dan PNPM di Desa Argorejo.

masih

yaitu

Terbukti 73,3% responden menyebutkan

bergerak sendiri tanpa melibatkan unsur

bahwa ada peran PT dalam program MIF.

rangka

implementasi

bersifat

one

man

show,

lainnya seperti

stakeholders

LSM dan

Keadaan

Kabupaten Bantul, diketahu

ini

terjadi

karena

responden

pengusaha.Peran PT juga dinilai sudah

merasa sangat terbantu oleh PT dalam

maksimal

dinilai

kegiatan pengembangan ayam kampung

dalam

yang pernah dilakukan di Desa Argorejo

(73,3%)

responden

tokoh

sangat

adat

membantu

implementasi kedua program. Hal itu karena

pada

tokoh adat yang berada di Desa Argorejo

dilaksanakan.

merupakan ketua kelompok tani sekaligus

responden

menjabat

melaksanakan

sebagai

Ibu

Kepala

Dusun

saat

sebelum
Kondisi

lebih

program
itu

menjadikan

berpengalaman

program

PNPM

lainnya

dalam
yang

Senowo, demikian pula ketua kelompok

diselenggarakan oleh pemerintah seperti

PNPM merupakan tokoh masyarakat yang

program penguatan modal bagi kelompok

disegani.Kondisi ini

dll.

sangat

menguntungkan

dalam

pelaksanaan program MIF dan PNPM oleh

D. Dampak Implementasi MIF DAN PNPM


pada Sektor Ekonomi

karena warga menjadi mudah dikendalikan


dan

dimobilisasi

melaksanakan

untuk

berbagai

bergerak

1. Pemanfaatan Sumberdaya Pekarangan

dalam

Pengetahuan responden terhadap

aksi

kondisi pekarangan sebelum menjadi lokasi

program MIF dan PNPM.


Hasil

wawancara

dengan

Ketua

Kelompok Ternak dan Pelaksana Lapangan

MIF dan PNPM dapat dijelaskan oleh Tabel


3 berikut:

Tabel 3 : Pemanfaatan Sumberdaya Pekarangan


Kelompok

Luas Pekarangan

Pemanfaatan (%)

358.2667

30

163.5

50

MIF
PNPM

program MIF peserta dipilih berdasarkan


Terdapat
pekarangan

dan

perbedaan
pemanfaatannya

luas
dari

kedua kelompok , hal ini dsebabkan oleh


perbedaan rekrutmen anggota kelompok
program

kelompok.

Pada

seleksi

oleh

Tim

pendamping

sesuai

kelayakannya, sehingga anggota kelompok


MIF merupakan anggota terpilih yang salah
satu syaratnya adalah luas kepemillkan

pelaksanaan

27

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

lahan,

sesuai

dengan

ISSN : 2086-7719

kebiasaan

masyarakat setempat yang umumnya masih

Gambar
separuh

diketahui,

jumlah

lebih

responden

dari
(59%)

menyebutkan bahwa kondisi kandang ayam


tradisional

(diumbar),maka

pemanfaatan pekarangan
membuat

kandang

salah
adalah

umbaran

satu

di Desa Argorejo sebelum ada program MIF

untuk

beradadalam kondisi baik. Sebagian kecil

.Pada

(27%)

responden

menyatakan

bahwa

kelompok PNPM tidak ada persyaratan

kondisi kandang sudah rusak, sedangkan

khusus namun diutamakan bagi yang sudah

bagi kelompok PNPM kondisi kandang baik.

berpengalaan beternak ayam kampung.

Gambar 2. Kondisi Kandang Sebelum Ada Program MIF dan PNPM


Ada 40% selebihnya dalam keadaan

ditanami

pohon bambu sehingga untuk

rusak.. Perbedaan pengetahuan responden

mengganti

tentang

tersebut

mutah dibanding kelompok PNPM. Jumlah

lahan

Ayam yang dipelihara sebelum program

MIF

MIF dan PNPM terdapat pada Tabel 4

kondisi

kandang

dikarenakan

perbedaan

luas

pekarangan.

Pada

kelompok

pekarangannya lebih Luas dan umumnya

kandang

rusak

relatif

lebih

berikut:

Tabel 4. Jumlah Ayam yang Ada dipelihara Sebelum dan Sesudah Ada Program MIF dan
PNPM
Kelompok

Populasi Ayam Sebelum

Populasi Ayam Sesudah

Induk

Jantan

Dara

Anak

Induk

Dara

Anak

MIF

100

11

60

60

38

PNPM

23

36

40

20

40

44

diketahui

lokasi MIF DAN PNPM diketahui, bahwa

bahwa terjadi penurunan populasi ternak

sudah banyak yangternak ayam yang dijual

ayam kampung.Berdasarkan observasi di

untuk menutupi kebutuha hidup antara lain

Berdasarkan

Tabel

28

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

untuk biaya sekolah anak anaknya. Selain

kelompok bertambah menjadi 14 orang

itu sebagian dari telur yang dihasilkan

untuk MIF, sedangkan kelompok PNPM

dikonsumsi oleh anggota keluarganya guna

cenderung tidak ada perubahan.

pemenuhan gizi keluarga. Selain itu tujuan

2. Pengetahuan teknologi dan budidaya

beternak

ayam

kampung

umumnya

hanyalah

sehingga

tidak

bagi

sebagai

Kondisi pengetahuan dan budidaya

tabungan

yang diwariskan secara turun menurun

untuk

menyebabkan petani hanya menggunakan

meningkatkan nilai

tambah dari usaha

pola budidaya tradisional (Lestari, S. 2000)

ternaknya. Menurut

Biyatmoko (2003),

dengan teknologi seadanya yaitu diumbar

motivasi utama petani memelihara ayam

jika siang hari dan di malam hari ayam akan

buras

masuk

adalah

ada

petani

keinginan

sebagai

tabungan

tidak

sendiri

pada

Kondisi

kandang

yang

terurus, artinya petani hanya bertujuan

disediakan.

pengetahuan

dan

untuk memperoleh hasil tanpa ada tindakan

teknologi budidaya ayam kampung sebelum

meningkatkan nilai ternak.

dan sesudah program MIF dab PNPM


pengurangan

tampak pada Tabel 5 :Adapun Pengetahuan

adalah besarnya

dan teknologi yang ditanyakan meliputi

biaya pakan, karena penggunaan pakan

pengetahuan perkandangan yang baik ,

masih

teknik

Salah

satu alasan

populasi ternak ayam


menggunakan

pakan

komersil

sehingga bila populasi terlalu banyak ,

menyusun

ransum,

penetasan,

penggunaan pejantan seperti pada Tabel 5.


Dari

biaya pakanpun turut meningkat. Beberapa

Tabel

terlihat

bahwa

jenis sayuran turut dianjurkan untuk ditanam

pengetahuan dan teknologi responden baik

selain

kelompok

guna

keperluan

sehari

hari

MIF

dan

PNPM

cenderung

limbahnya dapat diberikan sebagai pakan

mengalami perubahan , kendala perubahan

ayam sehingga mengurangi biaya pakan,

sikap

namun hal ini hanya berjalan beberapa

adalah

bulan

wawancara

pemupukan modal (Biyatmoko, D. 2003),

kondisi ini disebabkan karena tidak ada

karena produksi telur lebih banyak untuk

tenaga lagi untuk memelihara sayuran

dikonsumsi

sendiri

(53%),

menutupi

kebutuhan hidup sehari-hari

saja.

Menurut

alasan

hasil

lainnya

adalah

karena

terhadap
ketidak

penggunaan

teknologi

berdayaannnya

atau

dijual

dalam

untuk

membeli bibit sayuran cukup jauh (36%)

sehingga kurang memikirkan replacement

dan

stock.

sisanya

menjawab

karena

sering

Pengetahuan

tentang

teknologi

dimakan ayam sehingga rusak, Walaupun

pakan setelah pelaksanaan program baik

populasi

cenderung

menurun

MIF dan PNPM hanya sedikit mengalami

anggota

kelompok

masih

menyumbangkan

ayam

daranya

setiap
mampu
setiap

bulan untuk dihibahkankepada anggota

perubahan,

responden

yang

peduli

terhadap cara menyusun ransum sesuai


kebutuhan ayam.

baru sehingga saat ini jumlah anggota

29

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 5. Pengetahuan dan Teknologi responden tentang Budidaya Ayam Buras


Pengetahuan dan teknologi budidaya
Perkandangan
Program

Sebelum

Menyusun ransum

Sesudah

Umbar

Daya Tetas

Breeding

Sebelum

Sesudah

Sebelum

Sesudah

Sebelum

Sesudah

Dierami

Dierami

Sembarang

Pejantan

Pejantan

Pilihan

Semi

Asal

Formulasi

intensif

memberi

ransum

MIF

100%

15%

50%

80%

50%

80%

100%

30%

PNPM

100%

15%

50%

60%

100%

13%

100%

30%

Sumber : Data Terolah, 2011.


Masing-masing hanya 15% dan 13
%, hal ini dipicu oleh tingkat pendidikan
responden yang rendah
Untuk

mempelajari

yang baik harganya cukup mahal dan


kurang terjangkau oleh peternak.

(Ariani. 1999).

teknik

menyusun

ransum perlu keterampilan berhitung dan

3. Tingkat pendapatan dan kesejahteraan


keluarga

(Arief,D.A.

Seluruh responden bekerja sebagai

2000).sehingga perlu pendampingan yang

petani. Dalam kegiatan MIF dan PNPM,

lebih frekuensif atau diberikan formulasi

responden seluruhnya menjawab, mereka

pakan anjuran yang komposisinya sudah

memperoleh

diketahui dengan demikian peternak tinggal

Peternakan.Hingga penelitian ini dilakukan

membeli

dan

responden merasakan belum ada hambatan

mencampurnya sebelum diberikan pada

dan kendala yang berarti dari segi teknis.

ternak.Pengetahuan mengenai pembibitan

Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah

penetasan sedikit mengalami perubahan

aspek pembinaan selanjutnya.

baik untuk kelompok MIF maupun PNPM.

khusus untuk

Pada awalnya responden tidak pernah

namun

memperhatikan pejantan yang baik guna

dilanjutkan

dijadikan bibit, namun setelah berjalannya

Kecamatan. Dikarenakan kurangnya tenaga

program

mengetahui

penyuluh

induk

selesai probgam MIF dan PNPM menjadi

kemampuan

analitis

bahan

sudah

bagaimana

memilih

menakarnya

mulai
calon

dan

modal

pihak

Dinas

Penyuluh

tingkat desa tidak ada ,

pembinaan
oleh

sebetulnya

penyuluh

pembinaan

kelompok

tingkat
setelah

hampir

tetapi pada implementasinya hanya 40%

diperoleh

(MIF)

sebagai seseorang yang berprofesi sebagai

30%

(PNPM)

yang

mempraktekannya, dikarenakan pejantan

ada

di

bias

pejantan yang baik (Iman-.dkk. 2005). Akan


dan

tidak

dari

responden

pendapatan
dalam

satu

yang
hari

petani dapat dilihat dalam Tabel 7.

30

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 6. Pendapatan per hari sebelum dan sesudah ada MIF dan PNPM
Pendapatan perhari

Jawaban Responden

sebagai petani

Sebelum ada

Sesudah ada

MIF

PNPM

MIF

PNPM

Kurang dari Rp 7.000

73.3 %

80%

13,3.0%

21%

Rp 7.000- Rp 15.000

40.0 %

53%

26.7 %

20%

46.7 %

26%

Rp 15 .000 Rp 20 .000

Berdasarkan Tabel 7 diketahui, pada

setelah ada program MIF DAN PNPM

saat sebelum dilaksanakan program MIF

jumlahnya menurun sebanyak 60% (MIF)

dan PNPM

dari

dan 59% (PNPM). Jumlah responden yang

setengah responden adalah kurang dari Rp

pendapatannya antara Rp 7.000,- hingga

7.000,-.Responden

Rp

pendapatan
yang

lebih

pendapatannya

15.000,-sebanyak

40%.

dan

53%.

Rp 15.000,- hingga Rp 20.000,- sebanyak

Sedangkan

26,% Untuk MIF dan 20% untuk PNPM.

pendapatannya Rp 15.000,- hingga Rp

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh

20.000,- jumlahnya bertambah sebanyak

informasi bahwa rata-rata masyarakat Desa

20%. Kondisi tersebut dimungkinkan terjadi

Argorejo bertani secara subsisten, yaitu

karena selain petani memperoleh hasil dari

menanam tanaman pertanian

jerih

yang

responden

payah

bertani,

yang

mereka

juga

dibutuhkan dengan tujuan untuk dikonsumsi

memperoleh pendapatan dari program MIF

sendiri. Tanaman itu antara lain: jagung, ubi

DAN PNPM berupa hasil penjualan telur

jalar, kacang tanah, dantanaman buah-

dan anak ayam,. Lebih dari setengah

buahan. Sangat jarang petani yang menjual

responden mengakui kalau uang tersebut

hasil panennya. Penjualan hasil panen

belum cukup untuk memenuhi kebutuhan

dilakukan apabila hasil panen dirasakan

sehari-hari dikarenakan harga kebutuhan

berlebih untuk sekadar dikonsumsi sendiri.

pokok di pasaran terus saja meningkat.

Penjualan

dilakukan

melalui

pedagang

sayur dan warung warung terdekat.


Ada

pula

diantara

petani

yang

V. KESIMPULAN

menjual langsung hasil pertaniannya ke

Implementasi program MIF dan

pasar tradisional di Argorejo Pendapatan

PNPM

ternyata

responden setelah dilakukan program MIF

kondisi

sector

dan PNPM di desa Argorejo ternyata

masyarakat Desa Argorejo. Berdasarkan

berbeda dengan kondisi

kajian yang telah diuraikan diatas, kondisi

sebelum ada

berdampak
sosial

dan

terhadap
ekonomi

program MIF dan PNPM. Responden yang

sosial

pendapatannya kurang dari Rp 7.000,-

Argorejo setelah dilakukan implementasi

dan

ekonomi

masyarakat

Desa

31

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

program MIF dan PNPM dapat merubah

Selatan,

sikap, prilaku dan pengetahuan

110.Direktorat

serta

Banjarbaru.hlm.
Jenderal

keterampilan peternak ke usaha ternak

Peternakan.

ayam kampong yang lebih menguntungkan

Peternakan. Departemen Pertanian.

sehingga

Jakarta.

berdampak

penambahan

2006.

Statistik

penadapatan keluarga guna mencukupi


kebutuhan sehari-hari.

Iman-Rahayu,

H.S.,

Suherlan,

dan

I.

Supriyatna. 2005.
Kualitas telur tetas ayam Merawang

DAFTAR PUSTAKA

dengan

waktu

pengulangan

inseminasi buatan yang berbeda. J.

Ariani. 1999. Perspektif pengembangan


ayam buras di Indonesia (Tinjauan
dari aspek konsumsidaging ayam).

lndon. Trop. Anim. Agric. 30(3):


142150.

hlm. 700705. Prosiding Seminar


Nasional Peternakan dan Veteriner.

Lestari, S. 2000.

Bogor, 12 Desember 1998. Pusat

Produktivitas Ayam Kampung di Dua

Penelitian

Desa yang Berbeda Topografinya

dan

Pengembangan

di

Peternakan, Bogor.

Kabupaten

Fakultas
Arief, D.A. 2000. Evaluasi ransum yang

Bogor.

Peternakan

Skripsi.
Institut

Pertanian Bogor.

menggunakan kombinasi pollard dan


duckweed
terhadap persentase berat karkas,
bulu,

organ

abdomminal,
sekum

dalam,
panjang

ayam

Fakultas

lemak

usus

kampung.

Peternakan

dan

Skripsi.
Institut

Pertanian Bogor.
Biyatmoko, D. 2003.
Permodelan usaha pengembangan
ayam

buras

dan

upaya

perbaikannyadi pedesaan. Makalah


disampaikan pada

Temu Aplikasi

Paket Teknologi PertanianSubsektor


Peternakan.

Banjarbaru,

89

Desember 2003. Balai Pengkajian


Teknologi

Pertanian

Kalimantan

32

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DI LAHAN KERING


PADA BERBAGAI INTENSITAS PENYIANGAN
Wafit Dinarto dan Dian Astriani
Program Studi Agroteknologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstract
Competition between crop and weed is one of the reason how low the yield of crops. The
presence of weeds on crop cultivation may reduce the ability of plants to produce. This research
was conducted to determine the effect of weeding time on the yield of peanut in dryland and
know the best weeding time to give the highest yield of peanut in dry land. This research was
the single factor experiment with arranged in a randomized complete block design (RCBD) with
three replications. The treatments consisted of weeding at 21 days after planting, weeding at 14
and 28 days after planting, weeding at 21 and 42 days after planting, weeding at 14, 28, and 42
days after planting, pre growth herbicide spraying + weeding 42 at days after planting, pre
growth herbicide spraying + weeding 21 and 42 days after planting, and without weeding as
control. The results showed that the weight of 100 seeds of peanut without weeding treatment
was lower than the plant with had weeding treatment. The yield components and yield of
peanut at various weeding intensity were not significantly different. The yield of peanut that
were not weeded decrease 15.90 to 36.72% compared to the plant weeded 2-3 times.
Key words: peanut, weed, weeding, dry land
penurunan masing-masing sebesar - 13,11;
PENDAHULUAN

- 0,32; dan - 12,96 dibandingkan tahun

Kacang tanah (Arachis hypogeae L.)


merupakan
terpenting

tanaman
kedua

kacang-kacangan

setelah

kedelai

bagi

Indonesia. Bahkan di beberapa daerah


kacang tanah merupakan tanaman pangan
yang

mendapat

dikembangkan

prioritas
dan

kedua

untuk

ditingkatkan

produksinya setelah padi. Hal ini didorong


dengan semakin meningkatnya kebutuhan
akan pangan, bahan baku industri dan
pakan ternak.

Akibatnya

tanah belum mampu mencukupi kebutuhan


kacang tanah nasional. Produksi kacang
tanah Indonesia dari tahun 2007 2010
menunjukkan terjadi fluktuasi, dan pada
tahun 2011 berdasarkan Angka Ramalan III
pertumbuhan produksi, produktivitas, dan
mengalami

Indonesia

harus

mengimpor kacang tanah dari negara lain


seperti Vietnam, China, Thailand, India, dan
Australia. Volume impor kacang tanah
tahun 2006 mencapai 179.645.073 kg
dengan nilai US$ 59.526.740, tahun 2007
sebanyak 121.229.124 kg dengan nilai US$
48.273.073,

tahun

206.886.766

kg

102.529.656,
195.187.368

Sampai saat ini produksi kacang

luas panen kacang tanah

2010.

2008
dengan

tahun
kg

2009

dengan

sebanyak
nilai

US$

sebesar
nilai

US$

179.108.665, dan tahun 2010 meningkat


menjadi 230.786.840 kg dengan nilai US$
225.448.668 (Kementerian Pertanian RI,
2011).
Di Indonesia kacang tanah ditanam
pada lahan sawah dan lahan kering dengan
rata-rata produksi 1,0 - 2,0 ton/ha pada
lahan sawah dan 0,5 - 1,5 ton/ha pada

33

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

lahan

kering

(Harsono

et

ISSN : 2086-7719

1993),

al.,

tikus, (5) kekurangan unsur hara, (6)

sedangkan rata-rata produksi di tingkat

persaingan dengan gulma.

petani di bawah 1,0 ton/ha (Barus et al.,

Pada lahan yang subur, pengendalian

2000). Sebagai bagian dari revitalisasi

penyakit daun tampaknya lebih menonjol.

pembangunan pertanian, pemerintah telah

Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan

bertekad untuk meningkatkan produktivitas

subur, serangan penyakit sangat dominan

pangan.

mempengaruhi

Pengalaman

menunjukkan

selama

bahwa

tingkat

ini

produksi

tindakan

hasil,

sehingga

pencegahan

apabila

penyakit

tidak

pertanian lebih ditentukan oleh areal tanam

dilakukan akan menurunkan hasil cukup

dari pada tingkat produktivitas.

besar, dapat mencapai 63%. Untuk lahan

Usaha tani kacang tanah sebagian


besar (70-80%) dilakukan di lahan kering.

kering (tegalan), gulma menjadi kendala


utama.

Pengembangan di lahan sawah menjadi

Keberadaan gulma pada budidaya

sulit karena harus bersaing dengan tanaman

tanaman dapat mengurangi kemampuan

pangan atau hortikultura lain yang lebih

tanaman untuk berproduksi. Persaingan

ekonomis. Menurut Kurnia dan Hidayat

atau kompetisi antara gulma dan tanaman

(2001) cit. Efendi dan Suwardi (2009), lahan

yang

kering di Indonesia yang potensial untuk

penyerapan unsur-unsur hara dan air dari

pengembangan pertanian mencapai sekitar

dalam tanah, penerimaan cahaya matahari

76,20 juta ha di antaranya 70,70 juta ha

untuk proses fotosintesis, dan ruang untuk

terletak di dataran rendah dan 5,50 juta ha

tumbuh.

di dataran tinggi. Sebagian besar dari lahan

menimbulkan

tersebut

telah

untuk

produksi baik kualitas dan kuantitas, bahkan

pertanian,

dan

untuk

beberapa gulma dapat menjadi inang bagi

dimanfaatkan
yang

berpotensi

diusahakan

Selain

perluasan adalah 35,50 juta ha di dataran

hama

rendah dan 0,70 juta ha di dataran tinggi.

diusahakan.

Adisarwanto et al. (1993) mengatakan


bahwa
rendahnya
berbeda

faktor

yang

produktivitas
untuk

menyebabkan
kacang

itu

dalam

gulma

seringkali

kerugian-kerugian

penyakit

hal

tanaman

dalam

yang

Menurut Harsono (1993) beberapa


cara sehingga gulma dapat menurunkan
hasil

tanaman adalah : (1) kompetisi

daerah

langsung untuk memanfaatkan sumberdaya

produksi. Secara umum kendala utama

alam yang ada dan input yang diberikan

dalam produksi kacang tanah adalah : (1)

pada tanaman. Kompetisi ini terutama

drainase

(2)

dalam hal mendapatkan air, hara, dan

serangan

cahaya; (2) menurunkan hasil melalui racun

jelek

masing-masing

tanah

dan

terjadi

dan

tanah

padat,

cekaman

kekeringan,

(3)

penyakit,

khususnya

bercak

daun

yang

dikeluarkan

Cercospora, karat daun, dan virus belang

pertumbuhan

(peanut stripe virus/PStV), (4) serangan

allelopati;

dan

tanaman

menghambat
atau

disebut

(3) menjadi inang hama dan

34

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

penyakit

pengganggu

menurunkan
aktivitas

hasil;

tanaman
(4)

ISSN : 2086-7719

yang

mengganggu

pemeliharaan

dengan kacang tanah.

dan

Usaha untuk menghindari kerugian

pemanenan, sehingga meningkatkan biaya

akibat gulma pada tanaman ada tiga cara

pemeliharaan dan panen dan menurunkan

yaitu preventif, eradikatif, dan pengendalian.

hasil; (5) pengendalian gulma kadangkala

Hakim

dapat

pengendalian

merusak

menurunkan

tanaman

dengan jenis-jenis gulma yang berbeda

tanaman

hasil;

(6)

sehingga

gulma

(2011)

mengatakan

gulma

bahwa

merupakan subjek

dapat

yang sangat dinamis dan perlu strategi yang

menurunkan kualitas hasil panen karena

khas untuk setiap kasus. Beberapa hal

tercampur oleh bagian-bagian gulma; dan

perlu

(7) beberapa gulma bersifat parasit.

pengendalian gulma dilakukan: jenis gulma

Besar kecilnya (derajat) persaingan


gulma

terhadap

berpengaruh

tanaman

terhadap

pokok

baik

akan

buruknya

pertumbuhan tanaman pokok dan pada


gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya hasil tanaman pokok. Makin
besar

derajat

kompetisi

maka

akan

mengakibatkan semakin besar penurunan


hasil tanaman. Selain itu kerugian akibat
gulma

terhadap

bervariasi,

tanaman

tergantung

budidaya

dari

jenis

tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan


tentu saja praktek pertanian di samping
faktor lain (Anonim, 2008; Harsono, 1993).
Harsono (1993) mengatakan bahwa
kehilangan

hasil

kacang

tanah

akibat

gangguan gulma dapat mencapai 20 hingga


80%, tergantung pada jenis dan kerapatan
gulma. Moenandir et al. (1996) melaporkan
bahwa

penurunan

hasil

kacang

tanah

karena adanya persaingan dengan gulma


berkisar 47% . Menurut Buchanan et al. cit.
Harsono (1993), gulma yang mempunyai
kesamaan tipe daun, sistem perakaran, dan
cara berproduksi mempunyai kemampuan
berkompetisi

lebih

besar

dibandingkan

dipertimbangkan

sebelum

dominan,

tumbuhan budidaya utama,

alternatif

pengendalian yang tersedia,

dampak ekonomi dan ekologi. Kalangan


pertanian

sepakat

dalam

mengadopsi

strategi pengendalian gulma terpadu untuk


mengontrol pertumbuhan gulma.
Pengendalian gulma adalah usaha
untuk menekan/mengurangi populasi gulma
sampai populasi tertentu sehingga tidak
menimbulkan gangguan terhadap tanaman
pokok. Agar pengendalian gulma dapat
dilakukan

secara

efektif

dan

efisien,

pengendalian harus dilakukan pada awal


periode kritis tanaman. Gulma yang tumbuh
setelah

periode

kritis

tidak

perlu

dikendalikan lagi karena keberadaannya


tidak merugikan.
Dengan diketahuinya periode kritis
suatu tanaman, maka saat penyiangan
yang tepat menjadi tertentu. Penyiangan
atau pengendalian yang dilakukan pada
saat periode kritis mempunyai beberapa
keuntungan.

Misalnya

frekuensi

pengendalian menjadi berkurang karena


terbatas di antara periode kritis tersebut dan
tidak harus dalam seluruh siklus hidupnya.

35

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Dengan demikian biaya, tenaga dan waktu

(Randomized

dapat

dan

dengan

empat

ulangan.

efektifitas kerja menjadi meningkat (Anonim,

diujikan

adalah

intensitas

2008).

terdiri atas :

ditekan

sekecil

mungkin

Selain itu agar pengendalian gulma

Complete

Block

Design)

Faktor

yang

penyiangan,

A = Tanpa penyiangan

dapat dilakukan secara efektif dan efisien

B = Penyiangan 21 hari setelah tanam

maka

C = Penyiangan umur 14 dan 28 hari

perlu

pengetahuan

yang

cukup

mengenai sifat tumbuh kacang tanah dalam

setelah tanam

kaitannya dengan gangguan gulma. Kapan

D = Penyiangan umur 21 dan 42 hari

tanaman kacang tanah harus bebas gulma

setelah tanam

dan bilamana keberadaan gulma sudah

E = Penyiangan umur 14, 28, dan 42 hari

tidak menimbulkan kerugian hasil perlu

setelah tanam

diketahui.

F = Penyiangan dengan herbisida pra

Penelitian

ini

bertujuan

untuk

tumbuh + 42 hari setelah tanam

mengetahui (1) pengaruh waktu penyiangan

G = Penyiangan dengan herbisida pra

terhadap hasil kacang tanah di lahan

tumbuh + 21 dan 42 hari setelah tanam

kering; (2) waktu penyiangan terbaik untuk

Data

hasil

pengamatan

dianalisis

mengahsilkan kacang tanah tertinggi di

dengan sidik ragam = 5%, bilamana

lahan kering.

perlakuan
dilakukan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

(lima) bulan, mulai bulan Mei September


2011.

Tempat

penelitian

di

Kebun

Percobaan Gunungbulu dan Laboratorium


Agronomi

Universitas

Mercu

Buana

Yogyakarta.

lanjut

dengan

uji

nyata
jarak

bedengan

sebesar 2 x 3 m

setiap

perlakuan

dengan jarak antar

bedengan dalam satu blok sebesar 20 cm


dan antar blok 30 cm. Kacang tanah
ditanam 2 biji per lubang dengan jarak
tanam 40 cm x 10 cm. Pupuk yang
diberikan berupa pupuk Urea 50 kg/ha, SP-

Bahan yang digunakan adalah benih


kacang tanah varietas Kancil, pupuk Urea,
SP-36, KCl, kantung plastik, herbisida
Roundup, dan insektisida Furadan 3G. Alat
yang digunakan meliputi knapsack spayer,
bak plastik, timbangan Ohaus, cangkul, dan
tugal.

36 100 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha, semuanya


diberikan pada saat tanam.
Variabel

yang

diamati

dalam

penelitian meliputi : jumlah polong total per


tanaman, junlah polong isi per tanaman,
bobot polong isi per tanaman, bobot biji per
tanaman, bobot 100 biji, dan bobot biji per

Penelitian ini merupakan percobaan


faktor

uji

beda

berganda Duncan = 5%.


Luas

Penelitian ini telah dilakukan selama 5

menunjukkan

tunggal

Rancangan

yang

Acak

disusun

Kelompok

hektar.

dalam
Lengkap

36

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

tanaman kacang tanah varietas Kancil yang

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil analisis menunjukkan perlakuan
intensitas penyiangan tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah polong total per

ditanam pada lahan kering. Gambar 1


menunjukkan

jumlah

polong

total

per

tanaman pada masing-masing perlakuan


intensitas penyiangan.

Gambar 1. Jumlah polong total per tanaman kacang tanah varietas Kancil pada berbagai
intensitas penyiangan
Pengaruh

intensitas

penyiangan

Hasil analisis dengan sidik ragam taraf

terhadap jumlah polong isi per tanaman

5%

menunjukkan tidak berbeda nyata. Jumlah

penyiangan

polong isi per tanaman pada masing-

terhadap

masing perlakuan intensitas penyiangan

tanaman kacang tanah varietas Kancil yang

ditunjukkan pada Gambar 2.

ditanam pada lahan kering. Bobot polong isi

menunjukkan
tidak

perlakuan

intensitas

berpengaruh

bobot polong

isi

nyata

kering per

kering per tanaman pada masing-masing


perlakuan

intensitas

penyiangan

ditujunjukkan Gambar 3.

37

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Gambar 2. Jumlah polong isi per tanaman kacang tanah varietas Kancil pada berbagai
intensitas penyiangan

Gambar 3. Bobot polong isi kering per tanaman kacang tanah varietas Kancil pada berbagai
intensitas penyiangan

38

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Gambar 4. Bobot biji kering per tanaman kacang tanah varietas Kancil pada berbagai
intensitas penyiangan
Perlakuan
menunjukkan

intensitas
tidak

penyiangan

berpengaruh

nyata

Hasil analisis dengan sidik ragam


taraf

5%

menunjukkan

perlakuan

terhadap bobot biji kering per tanaman

intensitas penyiangan berpengaruh nyata

kacang tanah varietas Kancil yang ditanam

terhadap bobot 100 biji kacang tanah

pada lahan kering. Gambar 4 menunjukkan

varietas Kancil yang ditanam pada lahan

bobot biji kering per tanaman pada masing-

kering.

masing perlakuan intensitas penyiangan.

Tabel 1. Rata-rata bobot 100 biji kacang tanah varietas Kancil pada setiap intensitas
penyiangan
Ulangan

Perlakuan

Rata-rata

II

III

Tanpa Penyiangan

24.70

27.80

14.37

22,29 c

Penyiangan 21 HST

26.70

30.47

26.83

28,00 ab

Penyiangan 14 dan 28 HST

32.73

31.07

27.33

30,38 a

Penyiangan 21 dan 42 HST

27.70

28.30

29.30

28,43 ab

Penyiangan 14,28, & 42 HST

31.43

30.97

29.87

30,76 a

Herbsida & penyiangan 42 HST

30.07

28.50

27.57

28,71 ab

Herbisida & penyiangan 21 & 42 HST

26.37

30.33

25.60

27,43 b

Keterangan : Nilai rata-rata dari perlakuan yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
beda nyata berdasarkan uji Duncan 5%

39

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

dan bobot biji per hektar) yang ditanam di


Tabel 1 menunjukkan bobot 100 biji
kacang tanah varietas Kancil dari tanaman
yang

tidak

disiangi

paling

bobot 100 biji.

rendah

dibandingkan perlakuan penyiangan yang


lain.

Tabel

5%

menunjukkan

perlakuan

intensitas penyiangan tidak berpengaruh


nyata terhadap bobot biji kering per hektar
kacang tanah varietas Kancil yang ditanam
pada lahan kering. Gambar 5 menunjukkan
bobot biji kering per hektar pada masingmasing perlakuan intensitas penyiangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan

intensitas

berpengaruh

nyata

penyiangan
terhadap

tidak
semua

komponen hasil (jumlah polong total dan


jumlah polong isi per tanaman) dan hasil
kacang tanah varietas Kancil (bobot polong

menunjukkan

tanaman

kacang tanah yang tidak disiangi sama


sekali

Hasil analisis dengan sidik ragam


taraf

lahan kering, kecuali pada komponen hasil

sejak

tanam

sampai

panen

menghasilkan biji kacang tanah dengan


bobot 100 biji paling rendah (22,29 gram),
sedangkan tanaman kacang tanah yang
disiangi dengan intensitas dua kali (umur 14
dan 28 HST) dan tiga kali (umur 14, 28, dan
42 HST) mampu menghasilkan biji dengan
bobot 100 biji di atas 30,00 gram, yaitu
masing-masing 30,38 g dan 30,76 g. Hal ini
menunjukkan

penyiangan

gulma

pada

budidaya kacang tanah di lahan kering


dapat

meningkatkan

kualitas

biji

yang

dihasilkan, dan semakin awal penyiangan


dilakukan bobot 100 biji cenderung semakin
tinggi.

kering per tanaman, bobot biji per tanaman

Gambar 5.
penyiangan

Bobot biji kacang tanah varietas Kancil per hektar pada berbagai intensitas

40

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

Bobot
tingkat

100

biji

kebernasan

ISSN : 2086-7719

menggambarkan
tanaman

herbisida

yang

diberikan

dan

sebelum tanam ternyata tidak cukup efektif

kebernasan biji tanaman menggambarkan

mengatasi gulma sehingga bobot 100 biji

banyaknya

(fotosintat)

nya tidak beda nyata dengan penyiangan

yang dapat diakumulasi oleh tanaman ke

lain. Hal ini mungkin disebabkan beberapa

dalam biji. Penyiangan akan memberikan

jam

lingkungan tumbuh yang baik bagi tanaman

herbisida turun hujan sehingga pengaruh

karena tanaman terhindar dari kompetisi

herbisida terhadap gulma tidak nyata.

hasil

biji

menggunakan

fotosintesis

setelah

aplikasi

(penyemprotan)

dengan gulma dalam mendapatkan faktor

Secara umum pengaruh penyiangan

tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman dan

gulma satu sampai tiga kali terhadap

gulma yaitu air, unsur hara, dan sinar

komponen hasil dan hasil kacang tanah

matahari sehingga biji yang dihasilkan juga

tidak berbeda nyata dengan perlakuan

lebih baik. Krishnamurthy et al,, 1981 cit.

tanpa

Simamarta

bahwa

disebabkan kerapatan gulma tidak terlalu

disamping mempengaruhi hasil, gulma juga

tinggi sehingga tidak terlalu berpengaruh

mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan

terhadap komponen hasil dan hasil kacang

komponen hasil tanaman. Kompetisi kacang

tanah. Hubungan antara kerapatan gulma

tanah dengan gulma dapat mengakibatkan

dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok

penurunan jumlah polong dan berat biji per

merupakan suatu korelasi negatif. Semakin

tanaman serta bobot 100 biji.

rapat gulmanya, persaingan yang terjadi

Pada

(1985)

mengatakan

penelitian

ini,

intensitas

penyiangan.

Hal

ini

mungkin

antara gulma dan tanaman pokok semakin

penyiangan sebanyak dua kali dengan

hebat,

penyiangan pertama dilakukan lebih awal

semakin terhambat, dan hasilnya semakin

(14 HST) cenderung menghasilkan biji yang

menurun.

lebih bernas daripada penyiangan satu kali

mengatakan bahwa pada budidaya kacang

atau dua kali tetapi penyiangan pertama

tanah saat penyiangan gulma yang tepat

waktunya lebih akhir (21 HST). Menurut

sebenarnya

Krishnamurthy et al,, 1981 cit. Simamarta

kondisi

(1985)

seyogyanya

fase pertumbuhan tanaman yang

pertumbuhan

tanaman

Adisarwanto

tergantung

gulma

di

et

al.

pada

lahan.

pokok
(1993)

keadaan

Penyiangan

dilaksanakan

sebelum

peka terhadap gangguan gulma adalah di

tanaman

awal pertumbuhannya yaitu seperempat

Prawiradipura

sampai sepertiga umur tanaman. Untuk

mengatakan bahwa pengendalian gulma

kacang

terhadap

pada awal periode tumbuh tanaman lebih

persaingan gulma adalah sejak tumbuh

penting daripada pada akhir periode tumbuh

sampai umur 40 HST.

kacang tanah.

tanah

Selain
penyiangan

saat

itu,
yang

kritis

perlakuan

intensitas

salah

satunya

Pada

kacang
(cit.

variabel

tanah

berbunga.

Harsono,

hasil

1993)

(Gambar

5)

menunjukkan meskipun penyiangan yang

41

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

dilakukan tidak berbeda nyata dengan

2.

Komponen hasil dan hasil kacang

tanpa penyiangan, namun hasil kacang

tanah

tanah yang tidak disiangi menurun 15,90

penyiangan tidak berbeda nyata.

36,72% dibandingkan hasil tanaman yang

3.

pada

berbagai

intensitas

Hasil kacang tanah yang tidak disiangi

disiangi 2 3 kali. Hasil kacang tanah yang

menurun 15,90 36,72% dibandingkan

disiang 2 3 kali sesuai bahkan ada yang

hasil tanaman yang disiangi 2 3 kali.

di atas potensi hasil kacang tanah varietas


Kancil yaitu 1,7 ton/ha, sedangkan rataan

UCAPAN TERIMA KASIH

hasil kacang tanah varietas Kancil 1,3 2,4

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

ton/ha. Harsono (1993) mengatakan bahwa

1.

kehilangan

hasil

kacang

tanah

akibat

Universitas

Yogyakarta

gangguan gulma tergantung pada jenis dan


kerapatan gulma. Pertumbuhan vegetatif

Rektor

yang

Mercu
telah

Buana

mendanai

penelitian ini.
2.

Laboran Laboratorium Agronomi dan

kacang tanah pada awal pertumbuhan agak

teknisi Kebun Percobaan Universitas

lambat. Biji kacang tanah memerlukan

Mercu Buana Yogyakarta yang telah

waktu 5 sampai 10 hari untuk berkecambah

membantu pelaksanaan penelitian ini.

dan muncul ke permukaan tanah, sehingga


tanah baru tertutup oleh kanopi setelah

DAFTAR PUSTAKA

tanaman kacang tanah berumur 25 40

Adisarwanto.

T.,

A.A.

Rahmianna,

hari setelah tanam. Sementara itu biji-biji

Suhartina. 1993. Budidaya Kacang

gulma berkecambah dan tumbuh lebih

Tanah. Dalam Kasno, A., A. Winarto,

cepat . Akibatnya tanaman kacang tanah

Sunardi. Kacang Tanah (Hal. 91-107).

mendapat

dalam

Monograf Balittan Malang No. 12.

mendapatkan air, hara, cahaya, ruang

Balai Penelitian Tanaman Pangan

tumbuh, dan faktor-faktor yang lain. Kondisi

Malang.

saingan

gulma

yang demikian tidak menguntungkan bagi


tanaman kacang tanah, sehingga apabila

Anonim.

2008.

Gulma

Tanaman.

pengendalian gulma (penyiangan) terlambat

eone87.wordpress.com/2008/11/13/

dilakukan akan mengakibatkan penurunan

gulma-tanaman. 23 Maret 2011.

hasil yang cukup besar.


Efendi,

R.

Dan

Suwardi.

2009.

KESIMPULAN

Mempertahankan dan meningkatkan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasl

produktivitas

penelitian ini adalah :

produksi

1.

Bobot 100 biji dari tanaman kacang

penyiapan

tanah yang tidak disiangi lebih rendah

Prosiding Seminar Nasional Serealia.

daripada tanaman yang disiangi.

ISBN :978-979-8940-27-9

lahan

jagung

kering

dengan

lahan

dan
sistem

konservasi.

42

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Harsono, A. 1993. Gulma pada Tanaman


Kacang Tanah. Dalam Kasno, A., A.
Winarto, Sunardi. Kacang Tanah (Hal.
153-170). Monograf Balittan Malang
No. 12. Balai Penelitian Tanaman
Pangan Malang.
Kementerian

Pertanian

RI.

2011a.

Perkembangan

Volume

dan

Ekspor

Impor

Komoditas

dan

Nilai

Tanaman Pangan Tahun 2004-2010.


http://tanamanpangan.
deptan.go.id/doc_upload/Volume dan
Nilai Ekspor Dan Impor Tan Pangan
2004-2010.pdf. Diunduh 30 Desember
2011.
Munandir,

J.

Dan

E.

Mardiati.

1990.

Pengaruh legin pada periode kritis


kacang

tanah

varietas

Gajah

(Arachis

hypogaea)

karena persaingan

gulma. Agrivita. 13 (4) : 34-36.


Simamarta,

M.

1985.

Pengaruh

Pengendalian Gulma Secara Kimiawi


terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).
Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor

43

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

KAJIAN BIOAKTIVITAS FORMULASI AKAR WANGI DAN SEREH WANGI TERHADAP


HAMA BUBUK JAGUNG SITOPHILUS SPP. PADA PENYIMPANAN BENIH JAGUNG
Dian Astriani
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT
Seed storage is the important part of quality seed production attempts and it is hoped
will keep seed quality for such periode in storage. Biotic factor which hugely role in damage and
decrease of quality seed corn for storaging is post-harvest pests, espescially corn weevil
Sitophilus spp. The study was aimed to know the effects of some formulations and doses of
fragrant root and citronella grass to corn weevil Sitophilus spp. and the corn seed in storage.
Fragrant root and citronella grass at doses 5-20% in solution (extract) formulation had contact
and feed toxicity to corn weevil Sitophilus spp., otherwise in powder and original (non extract)
formulation just had feed toxicity. Fragrant root and citronella grass at doses 5-20% in various
formulation could depress the population of Sitophilus spp., but the fragrant root caused higher
mortality than the citrobella grass, and at the dose 20% could give highest mortality than the 5%
and 10%. Application of fragrant root and citronella grass at doses 5-20% in all of the
formulations (original, solution and powder) could decrease the lost weight of corn seed, but did
not influence the growth potential of corn seed.
Key words : corn seed, Sitophilus spp., fragrant root, citronella grass
produksi jagung tahun 2009 sebesar 17,63

PENDAHULUAN
Jagung

termasuk

komoditas

juta ton pipilan kering dan meningkat

strategis dalam pembangunan pertanian

sebanyak

dan perekonomian Indonesia, mengingat

dibandingkan tahun 2008. Produksi jagung

komoditas ini mempunyai fungsi multiguna,

tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar

baik untuk pangan maupun pakan, bahkan

18,02 juta ton pipilan kering meningkat

akhir-akhir ini dikembangkan sebagai bahan

sebanyak 386,79 (2,19%) dibandingkan

baku

tahun

industri

biofuel/bioetanol.

Badan

2009

1,31

juta

ton

(Anonim,

2010).

(8,04%)

Namun,

Penelitian dan Pengembangan Pertanian

walaupun terjadi kenaikan produksi jagung,

(2004) melaporkan bahwa sekitar 60%

karena tingginya permintaan maka produksi

jagung

baku

dalam negeri belum mencukupi kebutuhan.

industri, 57% diantaranya untuk pakan.

Impor kebutuhan jagung, yang banyak

Jagung

memacu

diakibatkan oleh kebutuhan perusahaan

pertumbuhan subsektor tanaman pangan

pakan, besarnya mencapai 4,5 juta ton per

dan perekonomian nasional pada umumnya

tahun (Suryana et al ., 2005 ; Adri dan

(Suryana et al ., 2005).

Endrizal, 2009).

digunakan

untuk

berperan

bahan

dalam

Peningkatan produksi jagung, baik

Benih

bermutu

varietas

unggul

ekstensifikasi maupun intensifikasi, telah

merupakan

meningkatkan produksi jagung nasional dari

menentukan produktivitas jagung. Untuk itu

6,26 juta ton pada tahun 1991 menjadi

ketersediaan benih bermutu dalam jumlah

10,91 juta ton pada tahun 2003. Bahkan

yang

cukup

salah

sangat

satu

faktor

dibutuhkan

yang

untuk

44

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

mendukung

ISSN : 2086-7719

keberlangsungan

atau

peningkatan produksi suatu tanaman.


Penyimpanan

benih

daun dringo (A. calamus) efektif menekan


serangan S. zeamais (Surtikanti, 2004). Biji

merupakan

lada

(Piper

bagian penting dari usaha memproduksi

mengendalikan

benih

perkembangan

bermutu.

Penyimpanan

benih

L.)

nigrum

mampu

dan
S.

menekan
serta

zeamais

diharapkan dapat mempertahankan mutu

mempertahankan viabilitas benih jagung

benih dalam kurun waktu tertentu sesuai

tetap baik (Dinarto dan Astriani, 2005).

dengan lama penyimpanan. Faktor biotik

Akar

wangi

dan

sereh

wangi

yang berperan besar dalam kerusakan dan

berpotensi sebagai pestisida nabati karena

penurunan mutu benih jagung selama

mempunyai

dalam penyimpanan adalah hama pasca

insektisidal. Akar wangi mempunyai tipe

panen.

Kerusakan

biji

jagung

akibat

mekanisme

dapat

bersifat

serangan

Sitophilus

zeamais

mencapai

45,91%

(Surtikanti

kandungan
pengendalian
racun

kontak,

senyawa
insektisidal,
antifeedan

dan

(menghambat aktivitas makan) dan repelen

Suherman, 2003). Selain mengakibatkan

(mengusir). Bagian tanaman yang potensial

kerusakan biji dan susut bobot, serangan S.

sebagai bahan pestisida nabati terutama

zeamais juga menyebabkan penurunan

adalah akar, daun atau bunga. Kandungan

mutu

senyawa pada tanaman akar wangi adalah

benih

jagung

sehingga

daya

berkecambah benih jagung tinggal 43%

vetivenol (vetiverol)

pada penyimpanan benih jagung selama

35,1%, vetivenil vetivenat yang memberikan

tiga bulan (Dinarto dan Astriani, 2008).

bau khas, asam palmitat dan asam benzoat

Pemanfaatan bahan nabati sebagai


bahan pestisida telah banyak mendapat
perhatian untuk dikembangkan (Oka, 1993),
sebab

relatif

mudah

didapat,

aman

60%, vetiveron 7,8-

termasuk vetivena (Grainge dan Ahmed,


1988 ; Santoso, 2007a).
Sereh
mekanisme

wangi

mempunyai

pengendalian

tipe

anti-insek,

terhadap hewan bukan sasaran, mudah

insektisidal, antifeedan, repelen, antifungal

terurai

tidak

dan antibakterial. Bagian tanaman yang

lingkungan,

berpotensi mengendalikan hama adalah

residunya relatif pendek, dan hama tidak

daun dan minyak atsirinya. Kandungan

berkembang

senyawa sereh wangi antara lain adalah

di

alam

menyebabkan

pestisida

sehingga

pencemaran
menjadi

nabati

tahan

terhadap

(Mardiningsih

dan

Sondang, 1993 ; Oka, 1993).


Beberapa jenis bahan nabati telah

geraniol

55-65% dan

citronella 7-15%

(Grainge dan Ahmed, 1988 ; Santoso,


2007b).

terbukti mampu mengendalikan Sitophilus

Akar wangi (Vetiveria zizanioides)

zeamais. Daun serai (Andropogon nardus),

dan sereh wangi (Cymbopogon nardus),

daun bawang merah (Allium ascalonicum),

merupakan

daun cengkeh (Syzygium aromaticum), dan

(=Gramineae). Akar wangi (fragrant root)

anggota

famili

Poaceae

45

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

sering juga disebut sebagai rumput wangi

selama

(fragrant grass). Minyak atsiri dari akar

kemudian dipotong-potong dengan ukuran

wangi dan sereh wangi dikenal dengan

panjang 2-3 cm. Bentuk potongan-potongan

sebutan

tersebut dianggap sebagai formulasi bentuk

sesuai

nama ilmiahnya, yaitu

jam.

Bahan

baku

tersebut

vetiver oil untuk akar wangi dan citronella oil

asli

untuk sereh wangi (Grainge dan Ahmed,

formulasi

1988 ; Santoso, 2007a ; Santoso 2007b).

berdasarkan metode ekstraksi modifikasi

Suatu

sumber

bahan

pestisida

(non

ekstrak).

Kemudian,

untuk

larutan

(solution)

dibuat

menurut Mandhava (1986) dan Alkofahi

nabati dapat dipreparasi menjadi beberapa

(1989)

formulasi, sehingga mempunyai ketepatan

metanol/etanol

metode

untuk

1989 ; Mandhava, 1986). Formulasi serbuk

melindungi produk tanaman pada bentuk-

(powder) diperoleh dengan menghaluskan

bentuk tertentu. Pada penelitian ini dikaji

potongan kering bahan baku tersebut dan

akar wangi dan sereh wangi

menyaring dengan ayakan 75 mesh.

aplikasi

dan

toksisitas

dengan

menggunakan
dan

air/CHCl 3

pelarut
(Alkofahi,

berbagai formulasi, yaitu serbuk (powder),

Pada pembuatan pestisida nabati

larutan (solution) dan bentuk asli, untuk

formulasi serbuk, diperoleh 4,3 gram serbuk

pengelolaan hama bubuk Sitophilus spp.

akar wangi dan 4,5 gram serbuk sereh

pada penyimpanan benih jagung.

wangi dari masing-masing 10 gram bahan

Kajian

ini

bertujuan

untuk

baku kering. Serbuk akar wangi berwarna

mengetahui pengaruh berbagai formulasi

coklat kekuningan dan serbuk sereh wangi

dan dosis akar wangi dan sereh wangi

berwarna hijau tua, masing-masing dengan

terhadap hama bubuk Sitophilus spp. dan

bau wangi tajam yang khas. Untuk formulasi

benih jagung dalam penyimpanan.

larutan (ekstrak), dari masing-masing 250


gram bahan baku (akar dari akar wangi dan
daun sereh wangi) dihasilkan 14,0 gram

MATERI DAN METODE


Penelitian

ini

diawali

dengan

ekstrak akar wangi dan 7,8 gram ekstrak

pembuatan pestisida nabati akar wangi dan

sereh wangi. Ekstrak berbentuk bahan

sereh wangi dengan beberapa formulasi,

pasta yang lengket. Ekstrak sereh wangi

yaitu serbuk (powder), larutan (solution),

berwarna hijau tua, sedangkan ekstrak akar

dan bentuk aslinya. Bahan baku yang

wangi berwarna coklat tua dimana masing-

digunakan adalah akar dari tanaman akar

masing berbau sangat khas.

wangi (Vetiveria zizanioides) dan daun dari

Konsentrasi yang digunakan dalam

tanaman sereh wangi (Cymbopogon =

penelitian ini adalah 5, 10 dan 20%. Untuk

Andropogon nardus).

formulasi serbuk dan non ekstrak (bentuk

Bahan baku dijemur sampai kering

asli), konsentrasi 5% bermakna sebagai 5

angin (+ 3-4 hari), kemudian dibantu

gram pestisida nabati per 100 gram benih

50oC

jagung, demikian pula analogi yang sama

dengan

pengovenan

pada

suhu

46

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

untuk konsentrasi 10% dan 20%.

Untuk

berbagai formulasi dan konsentrasi, selama

formulasi larutan (ekstrak), digunakan 0,5

cc larutan pestisida per 100 gram benih

pengamatan pengaruhnya terhadap hama

jagung (untuk 5%) dan 1,0 cc / 100 gram

dan benih jagung.

minggu.

Setelah

itu

dilakukan

benih (10%) serta 2,0 cc / 100 gram benih


(20%), dan volume larutan tiap perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

adalah 10 cc / 100 gram benih dengan

Akar wangi dan sereh wangi dalam

pelarut aseton agar aplikasi pestisida nabati

formulasi

bisa merata ke seluruh permukaan benih

menyebabkan mortalitas terhadap imago

jagung.

bubuk jagung, namun hanya menunjukkan

Kajian

bersumber

dapat

perbedaan pada hari ke-7 jika dibandingkan

yang

dengan kontrol. Hal itu menunjukkan bahwa

pertama menggunakan Rancangan Acak

akar wangi dan sereh wangi tersebut

Lengkap dengan 3 faktor yaitu jenis bahan

mempunyai toksisitas pakan terhadap hama

(akar wangi dan sereh wangi), bentuk

bubuk Sitophilus spp. (Tabel 1)

penelitian.

dari

(powder)

rangkaian

ini

serbuk

Penelitian

formulasi (ekstrak dan non esktrak) dan

Toksisitas pakan juga ditunjukkan

konsentrasi (5%, 10% dan 20%), sebagai

oleh akar wangi dan sereh wangi dengan

pembanding digunakan 2 macam perlakuan

formulasi

yaitu hanya dengan aseton dan tanpa

sedangkan pada formulasi larutan (ekstrak)

aplikasi. Penelitian yang kedua merupakan

selain mempunyai toksisitas pakan juga

percobaan faktor tunggal menggunakan

mempunyai

Rancangan

dengan

hama bubuk Sitophilus spp. Besarnya

perlakuan kombinasi dari jenis bahan (akar

toksisitas akar wangi dan sereh wangi

wangi dan sereh wangi formulasi serbuk)

formulasi larutan (ekstrak) maupun non

dan dosis (5%, 10% dan 20%) serta tanpa

ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2.

Acak

Lengkap

pestisida nabati sebagai pembanding.

non

Akar

ekstrak

toksisitas

wangi

(bentuk

kontak

dan

asli),

terhadap

sereh

wangi

Sebelum uji utama dilakukan uji

mempunyai daya repelensi terhadap bubuk

pendahuluan untuk mengetahui potensi

jagung Sitophilus spp, namun antara akar

toksisitas akar wangi dan sereh wangi, serta

wangi dan sereh wangi tidak memberikan

menentukan kisaran dosis untuk uji utama.

pengaruh yang berbeda. Hal itu sesuai

Selanjutnya

daya

dengan

untuk

hama dari akar wangi dan sereh wangi yang

repelensi

dilakukan
serta

pengujian

analisis

probit

menentukan toksisitasnya.
Penelitian utama dilakukan dengan

tipe

mekanisme

pengendalian

antara lain bersifat repelen (Grainge dan


Ahmed, 1988; Santoso, 2007a; Santoso,

melakukan penyimpanan benih jagung yang

2007b)

telah mendapatkan perlakuan perstisida

akan semakin besar daya repelensi yang

nabati akar wangi dan sereh wangi pada

ditimbulkan akar wangi dan sereh wangi,

Semakin besar dosis perlakuan

47

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

dimana

dosis

20%

paling

ISSN : 2086-7719

tinggi

dibandingkan dosis 5 dan 10% (Tabel 3).


Tabel 1. Mortalitas bubuk jagung Sitophilus spp. dengan perlakuan serbuk akar wangi dan
sereh wangi pada hari ke-1 dan hari ke-7
Mortalitas Sitophilus spp. (%)

Perlakuan

Hari ke-1

Hari ke-7

Akar wangi 5%

2,50 a

2,50

Akar wangi 10%

2,50 a

17,50

cd

Akar wangi 20%

0,00 a

32,50

Sereh wangi 5%

7,50 a

10,00

bcd

Sereh wangi 10%

2,50 a

7,50

bcd

Sereh wangi 20%

10,00 a

15,00

bc

Kontrol

0,00 a

0,00

bc

Keterangan : Nilai diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tak berbeda nyata
menurut uji Duncan pada jenjang kepercayaan 5%
Tabel 2. Toksisitas akar wangi dan sereh wangi dalam formulasi ekstrak (larutan) dan non
ekstrak terhadap bubuk jagung (Sitophilus spp.)
Perlakuan

LC (Lethal Concentration) - 50

Akar wangi (ekstrak)

Toksisitas kontak

Toksisitas pakan

13,3450 + 0,0536

16,6359 + 0,0542

21,1852 + 0,0569

16,5551 + 0,0459

20,3787 + 0,0472

27,5673 + 0,0590

Akar wangi (non ekstrak)


Sereh wangi (ekstrak)
Sereh wangi (non esktrak)

Tabel 3. Daya repelensi akar wangi dan sereh wangi terhadap Sitophilus spp.(%)
Konsentrasi

Akar wangi

Sereh wangi

Rata-rata

5%

63,35

68,30

65,83 b

10%

70,00

66,65

68,33 b

20%

81,70

73,35

77,53 a

71,68 A

69,43 A

Rata-rata

Keterangan : Nilai diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama tak berbeda
nyata menurut uji Duncan pada jenjang kepercayaan 5%
Dari analisis varian, formulasi ekstrak dan

pada penyimpanan benih jagung selama 9

non ekstrak akar wangi dan sereh wangi

minggu. Hal tersebut diduga karena kedua

ternyata

formulasi

tidak

signifikan

menyebabkan

mortalitas bubuk jagung Sitophilus spp

kemampuan

itu

tidak

mempengaruhi

mengeluarkan

senyawa

48

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

insektisidal

yang

dapat

ISSN : 2086-7719

mempengaruhi

1988; Santoso, 2007a; Santoso, 2007b)

Sitophilus spp. seperti menurunnya aktivitas

Namun akar wangi dapat menyebabkan

makan yang akan berakibat mortalitas pada

mortalitas yang lebih tinggi daripada sereh

hama tersebut. Hal itu sesuai dengan tipe

wangi,

mekanisme pengendalian hama dari akar

menimbulkan mortalitas paling tinggi dari

wangi dan sereh wangi yang antara lain

pada dosis yang lebih rendah (Tabel 4).

dan

pada

dosis

20%

dapat

bersifat antifeedan (Grainge dan Ahmed,


Tabel 4. Mortalitas bubuk jagung Sitophilus spp. dengan perlakuan akar wangi dan sereh wangi
bentuk asli dan formulasi larutan setelah 9 minggu dalam penyimpanan (%)
Konsentrasi
Akar wangi
Sereh wangi
Rata-rata
5%

28,42

24,02

26,22 a

10%

34,98

18,57

26,78 a

20%

47,62

34,00

40,81 b

37,01 B

25,53 A

Rata-rata

Keterangan : Nilai diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama tak berbeda
nyata menurut uji Duncan pada jenjang kepercayaan 5%
Tabel 5. Populasi bubuk jagung Sitophilus spp. dengan perlakuan akar wangi dan sereh wangi
formulasi ekstrak (larutan) dan non ekstrak setelah 9 minggu dalam penyimpanan
Perlakuan

Populasi Sitophilus spp. (%)


Larva

Pupa

Imago

Total

Akar wangi-non ekstrak-5%

138

55

182

375 bc

Akar wangi-non ekstrak-10%

59

51

135

245 efg

Akar wangi-non ekstrak-20%

46

46

83

175 g

Akar wangi-ekstrak-5%

78

91

157

326 cde

Akar wangi-ekstrak-10%

61

42

182

285 def

Akar wangi-ekstrak-20%

62

39

108

209 fg

Sereh wangi-non ekstrak-5%

104

89

250

443 ab

Sereh wangi-non ekstrak-10%

90

80

175

345 bcde

Sereh wangi-non ekstrak-20%

62

73

121

256 efg

Sereh wangi-ekstrak-5%

131

128

157

416 bc

Sereh wangi-ekstrak-10%

93

103

169

365 bcd

Sereh wangi-ekstrak-20%

48

55

153

256 efg

Aseton

175

103

247

525 a

Kontrol

183

101

249

533 a

Keterangan : Nilai diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama tak berbeda nyata
menurut uji Duncan pada jenjang kepercayaan 5%
Mortalitas yang terjadi akibat aplikasi akar

mempengaruhi tingkat populasi, sehingga

wangi

populasi hidup hama bubuk Sitophilus spp.

dan

sereh

wangi

akan

49

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

juga akan lebih rendah. Aplikasi akar wangi

20% tidak menimbulkan pengaruh yang

dan sereh wangi dengan formulasi esktrak

berbeda (Tabel 6).

(larutan) dan non ekstrak pada dosis

Kemampuan

daya

tumbuh

atau

5%,10% dan 20% pada benih jagung dalam

daya berkecambah benih jagung yang

penyimpanan selama 9 minggu, dapat

disimpan

menekan populasi Sitophilus spp. yang

menunjukkan

muncul, seperti terlihat pada Tabel 5.

tanpa aplikasi akar wangi atau sereh wangi

selama

minggu,

perbedaan

dengan

tidak
atau

Pengaruh aplikasi akar wangi dan

dengan formulasi larutan (ekstrak) atau

sereh wangi terhadap populasi Sitophilus

bentuk asli (non ekstrak), pada dosis 5%,

spp. akan mempengaruhi tingkat kerusakan

10% ataupun 20%. Daya tumbuh benih

benih jagung yang diakibatkan oleh hama

jagung juga relatif masih menunjukkan

tersebut. Pengaruhnya dapat terlihat pada

potensi yang baik, meskipun ada beberapa

memperkecil

benih

yang di bawah 80% namun tidak signifikan

antara

(Tabel 6). Pengaruh aplikasi akar wangi dan

formulasi larutan (ekstrak) dan bentuk asli

sereh wangi terhadap benih jagung tersebut

(non ekstrak), dari dosis 5%, 10% ataupun

juga terjadi pada aplikasi dengan formulasi

jagung

kemerosotan

yang

disimpan,

bobot
namun

serbuk (powder).
Tabel 6. Pengaruh aplikasi akar wangi dan sereh wangi formulasi ekstrak (larutan) dan non
ekstrak setelah 9 minggu dalam penyimpanan terhadap kemerosotan bobot dan daya
tumbuh benih jagung
Perlakuan

Kemerosotan bobot benih (%)

Daya tumbuh (%)

Akar wangi-non ekstrak-5%

3,21

83,33

Akar wangi-non ekstrak-10%

2,63

80,00

Akar wangi-non ekstrak-20%

1,88

90,00

Akar wangi-ekstrak-5%

3,31

86,67

Akar wangi-ekstrak-10%

3,01

83,33

Akar wangi-ekstrak-20%

1,34

80,00

Sereh wangi-non ekstrak-5%

2,29

90,00

Sereh wangi-non ekstrak-10%

2,26

86,67

Sereh wangi-non ekstrak-20%

2,23

90,00

Sereh wangi-ekstrak-5%

2,64

73,33

Sereh wangi-ekstrak-10%

2,34

73,77

Sereh wangi-ekstrak-20%

1,79

70,00

Aseton

5,40

83,33

Kontrol

5,56

86,67

Keterangan : Nilai diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama tak berbeda
nyata menurut uji Duncan pada jenjang kepercayaan 5%

50

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Alkofahi,

A.

1989.

Search

Pesticides

1.

Akar wangi dan sereh wangi dengan

Insecticides of Plant Origin, ACS

dosis 5-20% pada formulasi larutan

Seminar Series. American Chemical

(ekstrak) mempunyai toksisitas kontak

Society, Washington D.C : 25-51.

pakan

terhadap

hama

2.

pada

formulasi

Kedelai (Angka Tetap Tahun 2009

(powder) dan bentuk asli (non ekstrak)

dan Angka Ramalan II Tahun 2010).

mempunyai toksisitas pakan.

Berita Resmi Statistik, Badan Pusat

Akar wangi dan sereh wangi pada dosis

Statistik. No.43/07/Th.XIII, 1 Juli

5-20%

2010 : 1-8

berbagai

formulasi

populasi

dapat

hama

bubuk

Sitophilus spp. pada benih jagung

4.

Anonim. 2010. Produksi Padi, Jagung, dan

serbuk

menekan

3.

Plants.

bubuk

(Sitophilus spp.) pada benih jagung,


sedangkan

Higher

New

KESIMPULAN

dan

from

for

Dinarto,

W.

dan

D.

Astriani.

2005.

Sitophilus

spp.

dalam penyimpanan selama 9 minggu.

Pengendalian

Akar

dengan lada dan cabai rawit dalam

wangi

dapat

menyebabkan

mortalitas hama bubuk Sitophilus spp.

usaha

lebih tinggi daripada sereh wangi, dan

benih jagung dalam penyimpanan.

dosis

Proseeding Seminar Nasional dan

20%

dapat

menyebabkan

mempertahankan viabilitas

mortalitas lebih tinggi daripada 5 dan

Workshop

10%.

Kelembagaan. 11 Nopember 2008.

Aplikasi akar wangi atau sereh wangi

Fakultas Pertanian UPN Veteran

pada dosis 5-20% dengan berbagai

Yogyakarta. Hal III-74 80.

Perbenihan

dan

formulasi (ekstrak, non ekstrak dan


serbuk)

pada

jagung

selama

benih

2008. Pengaruh wadah penyimpanan dan

dapat

kadar air terhadap kualitas benih

memperkecil kemerosotan bobot benih

jagung dan populasi hama kumbang

namun

bubuk (Sitophilus zeamais Motsch).

tidak

penyimpanan
9

minggu,

mempengaruhi

daya

tumbuh benih.

Proseeding

Seminar

Ilmiah

Komunikasi Hasil-hasil Penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

27

Agustus

Adri dan Endrizal. 2009. Prospek dan

Pertanian

Strategi

Pengembangan

Jagung

Muhammadiyah

Varietas

Sukmaraga

Provinsi

168-175.

di

2005.

Fakultas
Universitas

Yogyakarta.

Hal

Jambi. Prosiding Seminar Nasional


Serealia 2009 : 240-245

Grainge, M. and S. Ahmed. 1988. Handbok


of

Plants

with

Pest-Control

51

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

Properties.

ISSN : 2086-7719

Wiley-Interscience

Santoso, H. B. 2007a. Akar Wangi

Publication John wiley & Sons, New

Bertanam dan Penyulingan. Cetakan

York. 470pp.

ke-10.

Penerbit

Kanisius,

Yogyakarta. 55 hal.
Mandhava, B.N. 1986. CRC Handbook of
Natural Pesticides, vol.II : Isolation
and

Identification.

CRC

Baton

Rouge, Lousiana. 640 pp.

Santoso, H. B. 2007b. Sereh Wangi


Bertanam dan Penyulingan. Cetakan
ke-10.

Penerbit

Kanisius,

Yogyakarta. 70 hal.
Mardiningsih, T.L. dan S.L.T. Sondang.
1993. Efikasi bubuk lada hitam

Surtikanti. 2004. Kumbang Bubuk Sitophilus

terhadap Sitophilus zeamais. Dalam

zeamays Motsch. Jurnal Litbang

Sitepu, D; P. Wahid; M. Suhardjan;

Pertanian. 23 (4): 123 128

S. Rusli; Ellyda A.W.; I. Mustika; dan


D. Sutopo (Penyunting). Hal. 101105.

Proseeding

Seminar

Surtikanti dan O. Suherman. 2003. Reaksi

Hasil

52 galur/varietas jagung terhadap

Penelitian

dalam

Rangka

serangan kumbang bubuk. Berita

Pemanfaatan

Pestisida

Nabati.

Pusat

Badan

Penelitian

Pengembangan
Penelitian

Pertanian,

TanamanRempah

dan
Balai
dan

Obat. Bogor.

Penelitian

dan

Pengembangan Pertanian Tanaman


Pangan. 26: 3-4
Suryana, A., D.S. Damardjati; Subandi, K.
Kariyono,

Zubachtirodin,

S.

Saenong. 2005. Prospek dan Arah


Oka, I.N. 1993. Penggunaan, permasalahan

Pengembangan Agribisnis Jagung.

serta prospek pestisida nabati dalam

Badan

pengendalian hama terpadu. Dalam

Pengembangan

Sitepu, D; P. Wahid; M. Suhardjan;

Departemen Pertanian. Jakarta. 51

S. Rusli; Ellyda A.W.; I. Mustika; dan

hal

Penelitian

dan
Pertanian,

D. Sutopo (Penyunting). Hal. 1-10.


Proseeding Seminar Hasil Penelitian
dalam

Rangka

Pemanfaatan

Pestisida Nabati. Badan Penelitian


dan Pengembangan Pertanian, Balai
Penelitian

TanamanRempah

dan

Obat. Bogor.

52

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

BOBOT BIOMASSA DAN NILAI PANAS RUMPUT GAJAH


(Pannisetum purpureum.cv.king grass) PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK N,P,K
DI LAHAN PASIR PANTAI
Warmanti Mildaryani
Program Studi Agroteknologi Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT

Indonesia has about 49 species of plants that can be used as an alternative energy
source, one of them is the elephant grass (Pennisetum purpureum Schumach). Elephant grass
is known have a biggest biomass weight and high heat value so that it can be used as fuel for
various industrial purposes including the generation of electricity. Elephant grass biomass
production depends on culture technique aspects such as fertilizing and environmental
conditions. Research in order to determine the effect of fertilizer N, P, K on elephant grass
(Pennisetum purpureum.cv.king grass) against the weight of biomass and that heat value has
been done on sandy coastal land of Bugel , Panjatan, Kulonprogo, May through September
2011. Five-level dose of fertilizer N, P, K, which consists of a mixture of urea, SP-36 and KCl
were attempted in the elephant grass using RAKL experimental design with 3 blocks as
replicates. Five-level dose of fertilizer has tried were 1). 0 kg / ha; 2) 115 kg urea, 90 kg SP-36,
115 kg KCl / ha; 3). 230 kg of urea, 180 kg SP-36, 230 kg KCl / ha; 4) 345 kg urea, 270 kg SP36, 345 KCl / ha and 5). 460 kg of urea, 360 kg SP-36, 460 kg KCl / ha. The results showed that
vegetative growth increased significantly with increasing doses of N, P, K fertilizer, but the
harvest of fresh and dry biomass weight, did not differ between dose of fertilizers, as well as its
heat value. Fresh weight obtained in this study ranged from 96.79 tons to 146.66 tons per
hectare, while the weight of dry biomass ranged 36, 54 tons to 48.45 tons per hectare. Heat or
caloric values obtained ranged from 221. 867 .226 kilo calories to 328 .943. 039 kilo calories.
Keywords : elephant grass; biomass weight; heat value; N,P,K fertilizer; sandy coastal land
krisis minyak bumi pada tahun 2008. Pada
saat itu harga minyak bumi melambung

PENDAHULUAN
Turunnya

sediaan

minyak

bumi

memberi stimulasi yang nyata bagi proses


pencarian

persediaan

sumber

energi

alternatif secara global. Fenomena ini juga


mendorong banyak negara menetapkan
target

tentang

seberapa

besar

energi

terbarukan menjadi bagian dari kegiatan


pembangunannya

sebagai

alternatif

subtitusi minyak bumi (Basuki dan Asdiana,

hingga lebih dari USD 150 per barel atau


hampir 2 kali dari harga patokan yang
ditentukan dalam APBN (USD 80 per barel).
Selain itu, emisi karbon dari bahan bakar
fosil meningkat lebih dari 20% di antara
tahun 1990 dan 2004; dan proporsi bahan
bakar fosil untuk menunjang kebutuhan
energi campuran (energy mix) di dunia
meningkat antara tahun 2000 dan 2004
(Anonim, 2009).

2011).
Dunia, termasuk Indonesia, telah
mengalami krisis energi atau lebih tepatnya

Berdasarkan
Departemen

Energi

hasil
dan

kajian

Sumberdaya

Mineral (ESDM) paling mutakhir tentang

53

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

kondisi energi di Indonesia, jika tidak ada

atau

eksplorasi baru, cadangan minyak bumi

pengusahaan

sekitar 9,7 barel dan diperkirakan akan

dengan

perlakuan

habis 15 tahun lagi, apalagi penggunaan

Diantara

lahan

bioenergi saat ini baru sekitar 5% dari

Indonesia adalah lahan pasir pantai yang

kebutuhan total energi.

luasannya cukup besar. Kesuburan fisika

lahanlahan

marjinal

biomasa

untuk

rumput

budidaya

marjinal

gajah
tertentu.

yang

ada

di

yang

maupun kimiawi lahan pasir pantai memang

bersumber dari biomasa materi organik

sangat rendah ditambah angin kencang

berusia relatif muda yang berasal dari

berkadar garam tinggi, namun ketersediaan

makhluk hidup atau produk dan limbah

air dan sinar matahari yang melimpah

industri budidaya (pertanian, perkebunan,

membuat kendala fisik dan kimiawi tanah

kehutanan, peternakan, perikanan). Bahan

menjadi relatif dan dapat diatasi dengan

bakar nabati (BBN) adalah sumber energi

usaha perbaikan dan tambahan materi dari

terbarukan, yaitu sumber energi yang dapat

luar seperti pupuk, mulsa, pemecah angin

tersedia

waktu

dan tambahan bahan pembenah tanah

tahunan, tidak seperti BBM yang bersumber

diantaranya bahan organik dan bahan-

dari minyak bumi atau batu bara yang

bahan sintetik, (Indradewa, 1999; Rajiman,

membutuhkan

2010)

Bioenergi

kembali

adalah

dalam

waktu

energi

jangka

jutaan

tahun

Biomasa

(Widyasari, 2010).
Di Indonesia ada 49 jenis tanaman

merupakan

salah

satu

energi terbarukan yang mempunyai potensi

yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

besar

energi. Salah satu komoditas yang dapat

pengembangan energi

terbarukan dan

dikembangkan menjadi bioenergi adalah

konservasi

(energi

rumput gajah (Pennisetum purpureum).

Departemen Energi

Rumput gajah mempunyai potensi tinggi

Mineral, yang dimaksud energi biomassa

dalam menghasilkan biomasa yang tinggi

meliputi

dengan nilai panas yang tinggi pula (Gan

pertanian/perkebunan/hutan,

Thay Kong, 2002; Mildaryani, 2010; Yeyen,

organik dari industri dan rumah tangga.

2010).

Sebagai
Selama ini di Indonesia rumput

gajah lebih banyak dipakai sebagai pakan

di

Indonesia.

Dalam

energi

hijau)

dan Sumber Daya

kayu,

negara

kebijakan

limbah
komponen

agraris

Indonesia

mempunyai potensi energi biomassa yang


besar.

ternak (Skerman dan Riveros,1990) , belum

Pemanfaatan energi biomasa sudah

banyak dibudidayakan secara luas sebagai

sejak lama dilakukan dan termasuk energi

bahan bakar. Pemanfaatan rumput gajah

tertua

agar

khususnya di pedesaan. Energi biomasa

tidak

bertentangan

dengan

yang

peranannya

digunakan

sangat besar

pemenuhan kebutuhan pakan, perlu dicari

banyak

untuk

berbagai

alternatif lahan yang relatif kurang subur

kepentingan, antara lain untuk kebutuhan

54

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

rumah tangga, pengeringan hasil pertanian

nilai panas. Oleh sebab itu penelitian ini

dan industri kayu, pembangkit listrik pada

akan melihat pengaruh tingkatan dosis

industri kayu dan gula (Seminar Nasional

tersebut

Teknik

menghasilkan biomasa dengan nilai panas

Kimia

Indonesia-SNTKI,

2009),

maupun pembangkit listrik untuk keperluan

dan akan

dipilih

dosis

yang

tertinggi
Informasi yang diperoleh tentang

masyarakat.
Produksi biomasa dan nilai panas

biomasa rumput gajah pada berbagai dosis

rumput gajah tidak terlepas dari perlakuan

pupuk

dalam budidaya seperti pemupukan (Osava,

dihasilkan, maka akan dapat dipakai untuk

2000). Keseimbangan dosis pupuk akan

perencanaan

berpengaruh pada mutu biomasa dan pada

rumput gajah sebagai bahan bakar non

akhirnya

minyak.

akan berpengaruh pada nilai

N,P,K

dan

nilai

panas

pengusahaan

yang

penanaman

panasnya saat dibakar sebagai bioenergi


(Mengel dan Kirkby,1987). Pupuk yang

MATERI DAN METODE

digunakan pada budidaya tanaman rumput


gajah yaitu pupuk N,P,K. Pupuk N,P,K
merupakan pupuk campuran pupuk tunggal
Urea,

SP-36

dan

KCl

yang

banyak

digunakan oleh petani dalam berbagai


tanaman. Nitrogen dan fosfor merupakan
unsur yang banyak mendapatkan perhatian.
Unsur N, P dan K mutlak diperlukan oleh
tanaman untuk pertumbuhannya (Buckman
dan Braddy, 1982). Pemupukan dengan
dosis

optimal

mendapatkan

diperlukan

biomasa

yang

untuk
maksimal,

maka perlu dicoba variasi dosis sehingga


akan ditemukan dosis yang paling optimal.
Penelitian

ini

dilakukan

untuk

melihat pengaruh dosis pupuk N,P,K pada


berbagai tingkatan dosis. Menurut beberapa
pustaka, rumput gajah tidak terlalu boros
dalam hal penggunaan unsur hara. Dalam
hubungannya dengan penggunaan rumput
gajah sebagai bioenergi, banyak temuan
menyebutkan

bahwa

kelebihan

hara

terutama nitrogen justru akan menurunkan

Penelitian ini dilaksanakan di lahan


pasir pantai Bugel, Kecamatan Panjatan,
Kabupaten

Kulon

Laboratorium
Kehutanan,

Progo,

Energi

dan

Biomasa

Universitas

di

Fakultas

Gadjah

Mada

Yogyakarta. Lahan berada pada jarak 1000


meter

dari

garis

dilaksanakan

pada

pantai.
bulan

Penelitian

Mei

sampai

dengan September 2011.


Bahan-

bahan

yang

digunakan

dalam penelitian ini meliputi : bibit stek 1


ruas

rumput

gajah

kultivar

king-grass,

pupuk N,P,K ( campuran Urea, SP-36,KCl)


dan

pupuk

kandang

sapi.

Alat

yang

digunakan dalam penelitian ini antara lain :


cangkul, mistar, jangka sorong, kalorimeterbom, timbangan, dan oven
Penelitian ini merupakan percobaan
lapangan satu faktor yaitu dosis pupuk
N,P,K, terdiri atas 5 tingkatan dosis yaitu
P0 = Tanpa menggunakan pupuk buatan;
P1 = campuran urea :115 kg/ha, SP-36 90
kg/ha, KCl 115 kg/ha; P2 = campuran Urea

55

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

230 kg/ha, SP-36 180 kg/ha, KCl 230

Pemanenan rumput gajah dilakukan

Kg/ha; P3 = campuran Urea 345 kg/ha, SP-

pada saat tanaman berumur 4 bulan,

36 270 kg/ha, KCl 345 kg/ha dan P4 =

dengan cara menebang batangnya pada

campuran Urea 460 kg/ha, sp-36 360 kg/ha,

pangkal batang.

KCl

460 kg/ha. Kelima macam dosis

dicobakan

pada

rumput

gajah

Parameter
penelitian

ini

yang
meliputi

diamati
tinggi

dalam

tanaman,

menggunakan rancangan acak kelompok

diameter batang, jumlah tunas anakan,

lengkap ( RAKL ) dengan 3 kali ulangan

panjang batang beruas, jumlah ruas, bobot

(Gomez dan Gomez, 1995).

segar biomasa per hektar, bobot kering

Tahapan

penelitian

dilakukan

biomasa

per

hektar

dan

nilai

panas

sebagai berikut : Persiapan lahan, tanah

biomasa.

dibersihkan

permukaan

tanah

dicangkul/dibajak sedalam 30 cm. kemudian

tertinggi.

Diameter

dibuat bedengan/petak dengan panjang 5m

menggunakan jangka sorong pada bagian

dan lebar 3 m dengan jarak antar petak 50

batang yang telah ditandai berapa cm dari

cm, jarak antar blok 75 cm. Bersamaan

pangkal batang. Tunas anakan dihitung

dengan

dilakukan

pada setiap rumpun tanaman, panjang

pemberian pupuk dasar pupuk kandang

batang beruas diukur dengan mistar dari

sapi, dengan takaran yang sama untuk

permukaan tanah sampai batas ruas yang

semua petak yaitu 30 kg/petak.

tidak tertutup daun, jumlah ruas dihitung

dari

gulma

pengolahan

kemudian

tanah

Rumput gajah ditanam dengan jarak


tanam 50 x 50 cm. Setek satu ruas, 2 buku,
sepanjang 25 cm ditanam miring 45o, per
lubang

ditanami

penanaman

satu

dilakukan

setek.

Setelah

penyiraman.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman


sehari sekali, penyiangan, pembumbunan
dan pemupukan. Pemupukan dilakukan 2
minggu setelah tanam. Pemberian pupuk
per petak sebagai berikut : untuk perlakuan
P0 tanpa pupuk buatan, P1 yaitu 172,5 g
Urea + 135 g SP-36 dan 172,5 g KCl, P2
345 g Urea + 270 g SP-36 + 345 g KCl. P3
517,5 g Urea + 405 g SP-36 + 517,5 g KCl.
P4 690 g urea + 540 g SP-36 + 690 g KCl
per petak.

Tinggi

tanaman
sampai

diukur
ujung

batang

dari
daun
diukur

sepanjang batang yang tidak tertutup daun.


Bobot segar biomassa per hektar diperoleh
dengan menimbang tanaman pada harvest
area seluas 2 m2 kemudian dikonversikan
ke luasan 1 hektar (10.000 m2 ). Bobot
kering

biomasa

diperoleh

dengan

mengeringkan biomasa segar dalam oven


pada temperatur 135o C , lalu ditimbang
sampai diperoleh bobot kering konstan.
Pengukuran

nilai

menggunakan
(Paumen

et.al.,

panas
alat

Kehutanan

value)

kalorimeter-bom

2004),

laboratorium Energi

(heat

dilakukan

Biomassa

Universitas

Gadjah

di

Fakultas
Mada.

Caranya, sampel biomasa yang telah diukur


bobot kering konstannya diambil sebanyak
1 gram untuk tiap perlakuan kemudian

56

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

dimasukkan ke dalam alat kalorimeter-bom

pupuk dari taraf ke 3 meningkat ke 4 justru

dan dibakar. Angka nilai panas diperoleh

terjadi penurunan. Di sisi lain, jumlah ruas

dari

antar

persamaan

menggunakan

rumus

tertentu (Anonim, 2002).


Data

yang

dosis

pupuk

tidak

menampakkan perbedaan yang nyata. Hasil

diperoleh

dianalisis

dengan sidik ragam pada jenjang nyata 5%.


Untuk mengetahui antar perlakuan yang
berbeda nyata, dilakukan uji lanjut dengan
Duncans New Multiple Range Test (DMRT)
pada jenjang

perlakuan

nyata 5% (Gomez

dan

Gomez, 1995).

uji

perbedaan

pemupukan

antar

rerata

perlakuan

pengaruhnya

terhadap

pertumbuhan terlihat pada Tabel 1.


Parameter yang diukur pada saat dan
setelah

panen

meliputi

bobot

segar

biomasa, bobot kering biomassa dan nilai


kalor atau nilai panas biomasa. Hasil uji
lanjut menggunakan DMRT tertera pada
Tabel 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Pada Tabel 2 terlihat bahwa tidak

Percobaan pemupukan pada tanaman

terdapat perbedaan yang signifikan diantara

rumput gajah dengan lima taraf dosis pupuk

kelima dosis pupuk dalam mempengaruhi

N, P, K yang berupa campuran urea, SP-36

bobot segar biomasa, bobot kering biomas

dan KCl, ternyata memberikan pengaruh

dan nilai panas atau kalor biomasa rumput

yang

tanaman

gajah. Bobot segar biomasa yang dapat

adanya

dicapai dalam penelitian ini berkisar antara

bervariasi.

terlihat

ada

Pada

tinggi

perbedaan

oleh

ada

96 ton 146 ton per hektar, sedangkan

kecenderungan bahwa makin tinggi dosis

bobot kering setelah pengovenan berkisar

pupuk sampai tingkatan dosis ke 3 (345 kg

antara 36,5 ton 48,5 ton per hektar. Ini

Urea/ha + 270 kg SP/ha + 345 kg KCl/ha)

berarti sekitar 38,02 33,22 % dari bobot

maka makin tinggi tanaman.

segarnya, bahkan pada perlakuan pupuk

pengaruh

pemupukan.

Nampak

Diameter batang rumput gajah tidak

taraf ke 2 (230 kg Urea, 180 kg SP-36, 230

nyata

kg KCl ) penyusutan dari berat segar

dicoba,

mencapai 45,56 %. Gambar 1 menunjukkan

sedangkan yang paling banyak dipengaruhi

bobot kering biomasa rumput gajah pada 5

oleh dosis pupuk adalah jumlah tunas

taraf

anakan. Jumlah tunas anakan mengalami

kecenderungan kesamaan bobot kering

peningkatan sejalan dengan peningkatan

pada lima dosis pemupukan yang dicoba.

menunjukkan
diantara

perbedaan

kelima

dosis

yang
yang

dosis

pemupukan.

Terlihat

dosis pupuk sampai dosis ke 3 (345 kg/ha

Nilai kalor atau nilai panas biomasa

Urea+270 kg/ha SP-36+345 kg/ha KCl) dan

rumput gajah yang dipupuk dengan 5 taraf

menurun pada dosis selanjutnya. Panjang

dosis pupuk tidak menampakkan perbedaan

batang beruas, dengan peningkatan dosis

yang nyata. Pada perlakuan tanpa pupuk

57

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

terlihat nilai panas yang dicapai cenderung

panas. Gambar 2 menggambarkan nilai

lebih

panas biomassa rumput gajah pada 5 taraf

rendah.

Nilai

panas

cenderung

meningkat sejalan dengan meningkatnya

dosis pemupukan.

dosis pupuk namun pada pemupukan dosis


tertinggi

malah terjadi

penurunan nilai

Tabel 1. Purata tinggi tanaman, diameter batang , jumlah anakan, jumlah ruas dan
panjang bagian batang beruas rumput gajah pada berbagai dosis
pemupukan N, P, K
Dosis pupuk N, P, K (campuran Urea, SP-36, KCl,kg/ha)

Parameter
pertumbuhan

Tinggi tanaman

115, 90,

230, 180,

345, 270,

460, 360,

115

230

345

460

299.73 b

335

341.07

437.67

361.27 a

2.95

1.3

1.34

1.31

1.35

4.06

bc

5.8

7.07

6.33

ab

137.33 c

127.27

143.67 bc

181.07

169.93 ab

12

12.27

12.87

16.33

14.67

( cm)
Diameter
batang (cm)
Jumlah tunas
anakan
Panjang batang
beruas (cm)
Jumlah ruas

Keterangan : angka purata yang diikuti huruf sama pada baris yang sama,
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar dosis pupuk dengan
DMRT pada taraf 5 %
Tabel 2. Purata bobot segar biomasa per hektar, bobot kering biomasa per hektar dan
nilai panas biomasa rumput gajah pada berbagai dosis pemupukan
N, P, K
Parameter
pertumbuhan

Dosis pupuk N, P, K (campuran Urea, SP-36, KCl,kg/ha)


115, 90,
230, 180,
345, 270,
460, 360,
0
115
230
345
460

96.79
a 142.17 a
Bobot segar
98.04
135.80 a 146.66 a
biomasa per
a
hektar (ton)
36.54
a 45.01
Berat kering
a
44.67
43.92
a 48.45
a
biomassa per
a
hektar (ton)
Nilai
panas(kalor),
6071.901
6789.331a 6554.857a
6534.516a 6721.37 a
a
Kal/g
Keterangan : angka purata yang diikuti huruf sama pada baris yang sama, menunjukkan
tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan dosis pupuk menurut
DMRT pada taraf 5 %

58

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Gambar 1. Bobot kering biomassa rumput gajah pada lima taraf dosis pemupukan
N, P, K

Gambar 2 . Nilai panas biomassa rumput gajah pada lima taraf dosis pemupukan
N, P, K
taraf dosis ini dilakukan di lahan pasir pantai

B. PEMBAHASAN

Bugel. Letak lokasi kurang lebih 1000 meter


Percobaan

penanaman

rumput

dari bibir pantai. Sifat fisik lahan pasir pantai

gajah dengan pemupukan N,P,K pada lima

antara lain strukturnya yang sangat remah,

59

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

lepas-lepas butiran tanahnya, sehingga

ini bisa dilihat, pupuk banyak mengumpul di

sangat mudah meloloskan air atau dengan

petak yang lebih miring sehingga petak

kata

air

petak perlakuan yang diberi dosis rendah

pula

menjadi tercampur pupuk dari petak lain

halnya dengan daya simpan hara atau

yang menyebabkan efeknya menjadi tidak

pupuk yang diberikan pada tanah jenis ini,

berbeda. Dalam hal ini terjadi bias oleh

sangat rendah. Pupuk mudah tercuci atau

karena kesalahan penyiraman oleh tenaga

terlindi ke lapisan yang lebih dalam, maka

bantu di lapangan.

lain

tidak

(Hardjowigeno,

dapat

menyimpan

2003).

Demikian

Pengaruh pupuk nampak jelas pada

pemupukan pada lahan pasir pantai ini


harus dalam dosis tinggi dibantu dengan

pertumbuhan anakan rumput.

pemakaian pupuk kandang yang berperan

(2008),

sebagai

dapat

merupakan tanaman rumput-rumputan yang

mengikat partikel tanah sehingga tidak

agresif membentuk anakan, terlebih lagi

lepas

karena

apabila mendapatkan pemupukan yang

pengaruh penyiraman maka pupuk tidak

sesuai. Pada penelitian ini, peningkatan

meresap melainkan ikut terbuang atau

dosis pupuk ternyata juga meningkatkan

mengalir mengikuti aliran air siraman. Maka

jumlah tunas anakan.

pembenah
lepas.

tanah

Sering

yang

terjadi

Hasil

juga

penelitian

pemupukan

ini

rumput

gajah

Panjang bagian batang yang beruas

teknik penyiraman di lahan pasir pantai juga


harus diperhatikan.

mengatakan

. Edward,

nampak

dipengaruhi

oleh

dosis

pemupukan. Batang beruas adalah bagian

menunjukkan, sebagian besar parameter

batang

pertumbuhan

tertutup oleh daun. Bagian ini merupakan

diameter

seperti

batang,

menunjukkan

tinggi

jumlah

perbedaan

tanaman,

ruas,
yang

tidak
nyata

yang

ruasnya

kelihatan,

tidak

bagian penting dari rumput gajah dalam


hubungannya

dengan

pembakaran

diantara dosis pupuk yang dicoba. Bahkan

nantinya. Pada penelitian ini peningkatan

pada perlakuan tanpa pemupukan pun

dosis pupuk N,P,K pada taraf ke 4 (460

hasilnya

yang

Urea, 360 SP-36, 460 KCl kg/ha) justru

diperlakukan dengan pupuk N,P,K berbagai

menurunkan panjang bagian beruas ini. Hal

taraf dosis. Dugaan penyebab yang dapat

ini

diutarakan untuk menerangkan fenomena

terpakainya

ini adalah, pupuk tidak dapat seluruhnya

pembentukan tunas dan daun, yang dalam

diserap oleh tanaman. Hal ini disebabkan

penelitian ini juga nampak ada pengaruh

hilangnya pupuk ke luar petak karena

nyata pupuk. Jadi hara tidak digunakan

pengaruh

untuk pemanjangan bagian yang beruas.

relatif

sama

penyiraman

dengan

menggunakan

air

terlalu

besar

dan

memuncratkan butiran pupuk. Di lokasi hal

nutrisi

disebabkan
dari

pupuk

oleh
untuk

Pertumbuhan bagianbagian atau

pompa dan selang yang besar sehingga


sentoran

kemungkinan

organ

tanaman

mestinya

menyumbang

bobot biomasa secara keseluruhan. Namun

60

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

dalam

penelitian

pertumbuhan

di

ini,

ISSN : 2086-7719

perbedaan

parameter-parameter

sebelumnya ternyata tidak menyebabkan

terbatas pada kondisi penelitian ini dapat


disimpulkan:
1. Pertumbuhan vegetatif rumput

perbedaan pada bobot segar biomasa,

gajah

bobot

nilai

purpureum.cv. king grass) yaitu

panasnya. Apabila dilihat dari presentase

tinggi tanaman, jumlah tunas

selisih antara bobot kering dengan bobot

anakan, panjang bagian batang

segar, terlihat bahwa hampir 36 % - 46 %

beruas

meningkat

terjadi penyusutan bobot setelah biomasa

dengan

peningkatan

dikeringkan. Pada pemupukan dosis tinggi

pupuk sampai taraf ke 3 (345

penyusutan

artinya

kg Urea/ha, 270 kg SP-36/ha,

kandungan air biomassa lebih tinggi pada

345 kg KCl /ha) dan menurun

tanaman yang dipupuk dosis tinggi. Ini

dengan peningkatan dosis lebih

berarti bahwa pembentukan bahan kering

lanjut.

kurang

kering

biomasa

ini

optimal,

lebih

maupun

tinggi,

tanaman

hanya

2. Bobot

(Pennisetum

sejalan
dosis

segar biomasa, bobot

meningkatkan simpanan air. Mungkin hal ini

kering biomasa dan nilai panas

ada hubungannya dengan sifat tanaman

atau kalor rumput gajah tidak

yang ditanam di lahan kering pasir pantai

terdapat perbedaan yang nyata

yang cenderung menyimpan air (Indradewa,

diantara

1999).

pemupukan N,P,K

kelima

dosis

Nilai panas atau nilai kalor biomasa

3. Bobot segar yang diperoleh

yang dinyatakan dalam kal/g, diperoleh

dalam penelitian ini berkisar

dengan membakar biomasa kering hasil

antara

96.79

ton

sampai

pengovenan sampai diperoleh bobot kering

146.66

ton

per

hektar,

konstan. Dalam penelitian ini dihasilkan

sedangkan

biomasa kering konstan sebesar antara

kering berkisar antara36,54 ton

36,54 ton 48, 45 ton per hektar, dengan

sampai 48,45 ton per hektar.

nilai panas berkisar antara 6071,9 kal/g

Nilai panas atau kalori yang

6789,33 kal/g. Berdasarkan nilai panas ini

diperoleh

maka dalam 1 hektar pertanaman diperoleh

221.867.226 kilo kalori sampai

kalori

328.943.039 kilo kalori.

sebesar

221.867.226

kkal

bobot

berkisar

biomasa

antara

328.943.039 kkal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
analisis data serta pembahasan, maka

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2002.BombCalorimeter.Diagram
http://inst.santafe.cc.fl.us/~jbieber/ch
em/Chm1note/enthalpy.htm

61

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

4.

Lahan

Basuki Orin dan I Made Asdiana, 2011.

Penelitian. UMBY. Yogyakarta

Pasir

Pantai.

Laporan

Produksi Minyak Diperkirakan Menurun.


Osava, Mario.2000. Elephant Grass for
http://bisniskeuangan.kompas.com/r

Biomass. Energy Brazil.

ead/2011/03/15/22000021/
Paumen,Jessica; Kyle Mickalowski; Heidi
Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral

(ESDM).

Pengembangan

Reuter. 2004. Heats of Combustion.

2011.

Bioenergi

Di

Rajiman.2010.

Prospektif

Lahan

Pasir

Indonesia.

Pantai.

http://pertanian-

http://manglayang.blogsome.com.

dong.blogspot.com/2010/prospektif-

Diakses tanggal 19 April 2011

lahan-pasir-pantai.diakses,Rabu
29September 2010.

Gan Thay Kong. 2002. Peran Biomassa


Bagi Energi Terbarukan. PT. Elex
Media Komputindo.Jakarta.190 h

Skerman,P,J. and F.Riveros.1990.Tropical


Grasses.Food
Organization

Gomez, KA. Dan Arturo A. Gomez. 1995.

and
of

Agriculture
the

United

Nations.Rome. 832p

Prosedur Statistik untuk Penelitian


Pertanian,
Penerbit

terjemahan,
Universitas

edisi

2.

Indonesia.

Jakarta.698 h

Widyasari, 2010. Tahun 2011, Laju


Penurunan Produksi Minyak Bumi 3
Persen.
http://www.jurnas.com/news/7608/20

Indradewa, Didik. 1999. Pengembangan

11

Sentra Produksi Sayuran dan Buah


di Lahan Pantai melalui Hidroponik.
Mengel, Konrad & Ernest A. Kirkby.1987.
Principles
International

of

Plant

Nutrition.

Potash

Insitute.

Switzerland.686p.
Mildaryani,

Warmanti.

2010.

Bobot

Biomassa dan Nilai Panas Rumput


Gajah

(Pennisetum

purpureum)

pada berbagai dosis pupuk N,P,K di

62

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

OPTIMASI METODE EKSTRAKSI FENOL DARI RIMPANG JAHE EMPRIT


(Zingiber Officinalle Var. Rubrum)
Ch. Lilis Suryani
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT
Many research showed that phenolic compounds of spices have antioxidant activity.
Therefore, it is important to develop extraction method for application in product development.
The objectives of this research were to produce ginger extract with high phenol content and to
study the effect of solvent type and maceration time on the yield value and phenolic content of
the extract. The research was conducted with ethanol variation of : 65, 80, 96% concentration
and maceration time of 12,24, 36 hours. The results showed that there was significantly effect of
ethanol concentration and maceration time interaction on yield value and phenolic content. The
optimum extraction condition that produced high extract and phenolic content was that
processed with 95% ethanol concentration and maceration time of 36 hours. The characteristic
of the extract were : total phenol 371,12 mg/g GAE (dry matter); yield value 77,63% (dry matter)
and EC50 of 51,92 mg/ml.
Key words: extraction method, ethanol, maceration, total phenol, reducing power.
pengembangan

PENDAHULUAN
Pada

saat

ini

perkembangan

berbagai metode ekstraksi maupun isolasi


komponen

aktif

seperti

komponen

atau

komponen

aplikasinya

sebagai

antioksidan ataupun pengembangan produk


olahannya.
Salah satu jenis rempah-rempah
Indonesia

yang

belum

banyak

antioksidatif

dan

hipoglisemik

dalam tanaman semakin

dikembangkan adalah jahe emprit (Zingiber

berkembang. Salah satu jenis tanaman

officinale var. Rubrum). Selama ini jahe

yang banyak mendapat perhatian adalah

emprit banyak digunakan sebagai bahan

rempah-rempah.

di

jamu (obat-obatan tradisional) (Sari dkk.,

Indonesia merupakan salah satu komponen

2006). Penelitian-penelitian lain yang ada

bumbu masakan tradisional yang sangat

telah ada antara lain penelitian tentang

penting, selain itu juga merupakan bahan

aktivitas

pembuatan minuman tradisional. Berbagai

(Zingiber

hasil

bahwa

(Ghasemzadeh dkk., 2011), dan jahe dari

rempah-rempah

varietas Nigeria (Marakinyo dkk., 2011).

mempunyai aktivitas sebagai antioksidan.

Konstituen dari jahe sangat bervariasi

Oleh karena itu pengembangan metode

dalam jumlah dan jenisnya tergantung pada

ekstraksi komponen fenol dari rempah-

asal tanaman dan kondisi rimpang segar

rempah

atau kering (Badreldin dkk.,

penelitian

komponen

fenol

sangat

Rempah-rempah

menunjukkan
dari

penting

untuk

antioksidan
officinale

dari

jahe

var.

merah
Roscoe)

2008) serta

63

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

umur

rimpang

dan

jenis

ISSN : 2086-7719

rimpangnya

MATERI DAN METODE

(Ghasemzadeh dkk., 2011).


Zingiber

mempunyai

officinale

Bahan

komponen aktif antidiabetes dan mampu

Bahan utama penelitian ini adalah

menurunkan kadar kolesterol (Akhani dkk.,

kulit jahe emprit yang diperoleh dari pasar

2001). Menurut Tsai dkk (2005) senyawa

lokal. Bahan kimia yang digunakan etanol

yang berperan sebagai antioksidan dalam

(teknis), gelatin, natrium alginat dan gum

jahe adalah substansi fenol. Negri (2005)

arab, natrium bikarbonat, asam sitrat, asam

menyatakan

tartarat,

bahwa

komponen

aktif

HCl,

eter,

reagen

nelson,

reagen

hipoglisemik yang berasal dari tumbuh-

arsenomolibdat,

tumbuhan

folin-ciocalteau fenol, sodium carbonat, dan

adalah

terpenoid,

cumarin, flavonoid, dan


(2006)

menyatakan

alkaloid,

capsaicin. Suhaj

bahwa

reagen

NaOH,

gallic acid (pro analysis).

antioksidan

yang berasal dari jahe (Zingiber officinale)

Metode Ekstraksi komponen fenol


Metode ekstraksi

adalah gingerol, shogaol, alanin, dan lain-

mengacu hasil

lain. Berdasarkan hal-hal tersebut maka

penelitian Marsono dkk. (2005). Ekstraksi

diduga jahe yang mengandung senyawa

dilakukan pada bahan kering, oleh karena

fenol

kemampuan

itu rimpang jahe segar sebelumnya dikuliti

mempunyai

dicuci bersih kemudian dipotong melintang

yang

mereduksi

mempunyai
sehingga

antioksidatif

dan

juga

aktivitas

hipoglisemik.

dengan ketebalan

3 mm dikeringkan

Komponen antioksidan mempunyai peranan

hingga kadar air 10%. Jahe emprit kering

yang

dikecilkan

penting

dalam kesehatan

tubuh.

ukurannya

dengan

grinder

Antioksidan juga banyak digunakan sebagai

sampai semua bahan lolos ayakan 50

bahan tambahan dalam makanan untuk

mesh. Bubuk jahe emprit yang diperoleh

mencegah

sebanyak

kerusakan

makanan.

Untuk

25

dimasukkan

dalam

dan

erlenmeyer 500 mL dan ditambah etanol

aplikasi sebagai bahan tambahan dalam

125 mL pada berbagai konsentrasi (65, 80

makanan

dibutuhkan

cara

ekstraksi

dan 95%) kemudian di goyang dalam

komponen

fenol

optimal

terlebih

shaker selama 1 jam untuk mencapai

dahulu. Oleh karena itu tujuan penelitian ini

kondisi homogen dan dimacerasi selama

adalah untuk memperoleh metode ekstraksi

12, 24 dan 36 jam. Filtrat yang diperoleh

komponen fenol dari jahe emprit yang

disaring dengan kertas whatman no 41

optimal

kemudian dievaporasi dengan alat rotary

pengembangan

produk

yang

olahannya

dan untuk mengetahui potensi

antioksidan ekstrak yang diperoleh.

evaporator pada suhu 400 C selama 1,5-2


jam.

64

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Analisis total fenol dan persentase fenol

HASIL DAN PEMBAHASAN

terekstrak

Bahan Dasar
diperoleh

Kadar fenol jahe emprit segar yang

dianalisis kadar total fenol (Tsai dkk., 2005).

digunakan dalam penelitian ini adalah jahe

Persentase fenol terekstrak (rendemen)

17,86 mg/g GAE berat kering. Hal tersebut

dinyatakan sebagai berat fenol yang dapat

sesuai

diekstraksi dibagi dengan berat total fenol

dkk.(1999) bahwa jumlah total fenol pada

dalam bahan yang diekstraksi (% b/b).

tanaman bervariasi sangat besar antara

Kadar fenol dinyatakan ekuivalen dengan

0,2-155,3 mg/g GAE berat kering. Dalam

mg asam galat/g ekstrak yang diperoleh

penelitian ini digunakan etanol sebagai

(mg/g GAE) dalam berat kering.

media pelarut. Etanol digunakan sebagai

Ekstrak

jahe

emprit

yang

yang

pelarut

alasan

ketersediaannya

Analisis reducing power


Ekstrak

karena

dilaporkan

jahe

emprit

mempunyai kadar fenol tertinggi

yang
diuji

Kahkonen

higienitas

dalam

dan

ekstraksi

antioksidan golongan fenol (Moure dkk.,


2001).

Selain

itu

etanol

merupakan

reducing power (Duh dkk., 1997). Ekstrak

golongan senyawa yang tidak beracun

dalam 1,0 etanol dicampur dengan buffer

sehingga aman dikonsumsi serta dapat

fosfat (2,5 mL, 02 M, pH 6,6) dan potassium

dihilangkan dari ekstrak hanya dengan

ferisianida (2,5 mL, 1,0%), diaduk, dan

penguapan saja. Penggunaan etanol dalam

kemudian diinkubasi pada 50 C selama 20

berbagai konsentrasi pernah digunakan

menit, kemudian ditambah dengan asam

sebagai pelarut seperti yang dilakukan oleh

trikloro

dan

Chou dkk. (2003) untuk mengekstraksi

disentrifugasi (3000 rpm, selama 10 menit).

senyawa antioksidan kacang merah, Arif

Supernatan yang diperoleh diambil 2,5 mL

dkk. (2004) untuk mengekstraksi komponen

dan dicampur dengan akuades 2,5 mL dan

hipoglisemik

feriklorida (0,5 mL, 0,1%). Reducing power

corcubionensis.

dinyatakan

mengekstraksi komponen fenol pada kayu

asetat

(10%)

sebagai

2,5

tingkat

mL

absorbansi

larutan ekstrak yang diukur pada panjang


gelombang

700

absorbansi

menunjukkan

peningkatan

mereduksi.

Kemampuan

kemampuan

nm.

dari

daun

Azima

Centaurea

(2004)

untuk

manis (Anomin, 2006).

Peningkatan
Kadar Fenol Total
Kadar fenol ekstrak jahe

yang

mereduksi juga dinyatakan dalam nilai EC50

dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.

yaitu konsentrasi vitamin E atau ekstrak

Penggunaan pelarut sangat mempengaruhi

rempah-rempah (mg/ml) pada absorbansi

kuantitas

0,5. Nilai absorbansi tersebut diestimasi dari

komponen fungsionalnya.

kurva regresi linier yang telah diperoleh

statistik menunjukkan bahwa semakin besar

(Lee dkk., 2007).

konsentrasi etanol dan semakin lama waktu

hasil

ekstraksi

dan

aktivitas

Hasil analisis

65

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

ekstraksi kadar fenol ekstrak makin besar.

difusi pelarut ke dalam bahan semakin baik.

Semakin besar konsentrasi etanol sampai

Menurut

95%

diperoleh

Buelga (2003) ekstraksi komponen polifenol

mempunyai kadar fenol yang makin besar.

dari bahan alami dengan menggunakan

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lee

pelarut dapat dibagi dalam dua tahap yaitu

dkk.

bahwa

tahap inisiasi dan tahap difusi. Dalam tahap

penggunaan ethanol sebagai media pelarut

inisiasi terjadi proses penggelembungan

komponen fenol dalam rimpang Curcuma

partikel-partikel

aromatica menghasilkan ekstrak dengan

absorbsi

kadar fenol yang lebih tinggi dibanding

polifenol dalam sel-sel yang telah rusak

ekstraksi dengan air saja.

akibat

maka

(2007)

ekstrak

yang

yang

menyatakan

Escribano-Bailon

bahan

pelarut

dan

karena

sehingga

pemotongan

Santos-

atau

proses

komponen
penggilingan

Demikian pula semakin lama waktu

bahan dapat terekstrak. Sedangkan dalam

perendaman bahan dalam pelarut, kadar

tahap difusi, pelarut akan terdifusi ke

fenol ekstrak juga semakin tinggi. Hal ini

bagian-bagian bahan yang lebih dalam dan

karena semakin lama perendaman, proses

komponen

ekstraksi semakin efektif karena proses

pewarna akan ikut terekstrak.

polifenol

seperti

pigmen

Tabel 1. Kadar fenol total ekstrak jahe (mg/g GAE bk)


Konsentrasi Etanol (%)

Lama Macerasi
(Jam)

65

80

95

12

54,75 a

138,00 abc

203,00 cd

24

61,65 a

183,57 bc

219,14 de

36

100,73 ab

116,46 abc

371,12 e

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf

yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada 5%.

kesempatan untuk terjadi kontak antara

Persentase Fenol terekstrak


Hasil pengukuran persentase fenol

bahan dan pelarut akan semakin besar

dirinci pada Tabel 2. Hasil analisis statistik

sehingga hasilnya akan meningkat sampai

menunjukkan bahwa interaksi antara lama

pada

macerasi

(Suryandari,

dan

konsentrasi

etanol

titik jenuh

dari

1981).

pelarut tersebut
Hal

ini

juga

berpengaruh nyata terhadap persentase

menunjukkan bahwa komponen fenol dalam

fenol

waktu

jahe emprit mempunyai polaritas medium

ekstraksi dan semakin besar konsentrasi

yang hampir sama dengan etanol. Diketahui

etanol, persentase fenol terekstrak semakin

bahwa indeks polaritas etanol adalah 5,2

besar. Semakin lama waktu macerasi maka

sedangkan

terekstrak.

Semakin lama

air

7,7

(Palleros,

1993).

66

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 2. Persentase fenol terekstrak dari jahe (% bk)


Konsentrasi Etanol (%)

Lama Macerasi
(Jam)

65

80

12

36.23 a

38.20 a

53.53 c

24

37.45 a

48.57 b

63.98 d

36

49.19 b

63.98 d

77.63 e

95

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf

yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada 5%.


Berdasarkan hasil analisis kadar

antioksidan terhadap ion Fe3+ menjadi ion

fenol dan perhitungan persentase fenol

Fe2+. Kemampuan mereduksi vitamin E

terekstrak disimpulkan bahwa cara ekstraksi

yaitu dengan mendonasikan atom H pada

terbaik untuk ekstraksi komponen fenol dari

radikal bebas kemudian membentuk radikal

rimpang

pada

tokoferilquinon yang stabil (Shahidi dan

95% dengan lama

Naczk, 1995). Vitamin E digunakan sebagai

jahe

emprit

konsentrasi etanol

adalah

pembanding

waktu macerasi 36 jam.

sebagai

mengetahui

potensi

antioksidan

dari

Mekanisme

mereduksi

ekstrak

digunakan

yang

mempunyai

ditunjukkan dengan nilai absorbansinya,

Analisis reducing power dilakukan

pada

antioksidan

umum

antioksidatif tinggi. Kekuatan mereduksi

Reducing power
untuk

karena

ekstrak
fenol

jahe

senyawa
dan

semakin tinggi nilai absorbansinya semakin

aktivitas
emprit.

besar

fenolik

semakin besar potensi

vitamin

kekuatan

mereduksinya,

artinya

antioksidatifnya.

Hasil analisis reducing power disajikan pada

Gambar 1 dan Tabel 3.

dinyatakan sebagai kemampuan mereduksi


1

Aborbansi

0.8
0.6

Jahe
Vitamin E

0.4
0.2
0
10

30

50

70

90

Konsentrasi Ekstrak (mg/ml)


Gambar 1. Nilai absorbansi ekstrak jahe, kayu manis dan cengkeh serta vitamin E

67

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 3. Nilai EC50 ekstrak jahe


Sampel

EC50*

Vitamin E

5.21

Jahe Emprit

51.92

*EC50 (mg/ml) adalah konsentrasi ekuivalen pada


nilai absorbansi 0,5 (700 nm)

Berdasarkan hasil analisis reducing power

dibanding dengan metode ekstraksi saja.

dapat diperoleh persamaan regresi yaitu :


a. Persamaan regresi untuk vitamin E:

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis fenol dan

Y = 0,4020 + 0,0188 X
b. Persamaan regresi untuk ektrak jahe

persentase fenol yang terekstrak dapat

: Y = 0,1935 + 0,005903 X

disimpulkan bahwa kondisi optimal untuk

Semakin besar nilai slope atau

ekstraksi komponen fenol dari jahe emprit

koefisien regresinya (b1) persamaan linier

adalah

tersebut menunjukkan semakin besar pula

dengan lama waktu macerasi 36 jam. Pada

kekuatan mereduksi senyawa tersebut atau

kondisi tersebut diperoleh ekstrak jahe

semakin

dengan kadar fenol 371,12 mg/g GAE,

besar

antioksidatifnya.
slopenya,

kemampuan

Bila

dilihat

vitamin

kemampuan mereduksi yang

pada

konsentrasi

etanol

95%

nilai

persentase fenol ekstrak 77,63% (bk).

mempunyai

Kemampuan reducing power ekstrak jahe

lebih tinggi

emprit lebih rendah dibanding vitamin E

dari

dibanding ekstrak jahe emprit. Berdasarkan

dengan nilai EC50 sebesar 51,92 mg/ml.

hasil analisis EC50 diketahui bahwa EC50


untuk

vitamin

adalah

5,1

mg/ml

UCAPAN TERIMA KASIH

51,92

Penulis mengucapkan terima kasih

mg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa untuk

kepada Direktur Jendral Pendidikan Tinggi

mencapai aktivitas antioksidan sebesar 0,5

Departemen

(nilai

telah membiayai penelitian ini.

sedangkan

ekstrak

absorbansi)

jahe

emprit

maka

dibutuhkan

Pendidikan

Nasional

yang

konsentrasi 51,92 mg/ml. Nilai tersebut jauh


lebih tinggi dibanding hasil penelitian EC50
untuk

spesies

antara 0,50-2,6 mg/mL


2012).

yaitu

Curcuma

(Rajamma dkk.,

Hal ini karena penelitian tersebut

menggunakan cara isolasi komponen fenol


sehingga

kadar

DAFTAR PUSTAKA

berkisar

fenolnya

lebih

tinggi

Akhani, S.P., S.L. Vishwakarma, dan R.K.


Goyal. 2001. Anti-diabetic Activity of
Zingiber officinale in Dtreptozotocin-

68

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Induced Type I Diabetic Rats. J.

Analysis. The Royal Society of

Pharm. Pharmacol. 56: 101-105.

Chemistry. Beta.global.spec.com.

Anonim. 2006. Effect of Cinnamon Extract

Ghasemzadeh, A., Hawa Z, Jaafar and

on Plasma Glucose, HbA and Serum

Asmah Rahmat. 2011. Effect of

Lipids in Diabetes Mellitus Type 2.

solvent

Pubmed. AbstractPlus&list_uids.

flavonoids content and antioxidant

type

on

phenolics

and

activities in two varieties of young


Arif, R., E.Kupeli, dan F. Ergun. 2004. The

ginger (Zingiber officinale Roscoe)


Journals

of

Medicinal

Biologycal Activity of Centaurea L.

extracts.

Species. G.U. Jounal of Science.

Plants Research. Vol. 5(7): 1147-

17(4):149-164.

1154.

Badreldin HA, Blunden G, Tanira MO,

Kahkonen M, Hopia A, Vuorela H, Rauha J,

Some

Pihlaja K, Kujala T , Heinonen M.

phytochemical, pharmacological and

(1999). Antioxidant activity of plant

toxicological properties of ginger

extracts

(Zingiber

compounds. J. Agric. Food Chem.

Nemmar

A.

2008.

officinale

Roscoe):

review of recent research. Food and

containing

phenolic

7(10): 3954-3962.

Chemical Toxicology. 46: 409420


Lee, Yu-Ling, Chu-Chun Weng and JengChou, S. T., W, W. Chao, dan Y. C Chung.
2003.

Antioxidative

Activity

and

Leun

Mau.

2007.

Antioxidant

properties of ethanolic and hot water

Safety 0f 50% Ethanolic Red Bean

extract

Extract (Phaseolus vulgaris L. var.

Aromatica.

Aurea). J. Food Sci. 68(1): 21-25.

Biochemistry. 31:757-771.

Duh, P, D., W.J. Yen, P.C. Du, dan G. C.

from

rhizome
Journal

Curcuma
Of

Food

Marsono, Y., R. Safitri, Zuhied-Noor, 2005.

Yen. 1997. Antioxidant Activity of

Antioksidan

Mung Bean Hulls. JAOCS. 74(9):

Kacangan : Aktivitas dan Potensi

1058-1063.

serta Kemampuannya Menginduksi

Dalam

Kacang-

Pertahanan Antioksidan pada Model


Escribano-Bailon, M., and

C.,

Santos-

Buelga. 2003. Polyphenol Extration

Hewan

Percobaan.

Laporan

Penelitian Hibah Bersaing XII.

From Foods. In. Gary Williamson


(eds).

Methods

in

Polyphenols

Morakinyo, AO., GO Oludare, OT Aderinto,


A Tasdup. 2011. Antioxidant and

69

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

free radical scavenging activities of


aqueous and ethanol extracts of
Zingiber

Biologi

officinale.

Medicine.

and

Shahidi, F. and M. Naczk. 1995. Food


Phenolics.

Technomic

Publishing

Company, Inc. USA.

3(5):25-30.

www.Biolmedonline.com.

Suhaj, M. 2006. Spice Antioxidants Isolation


and Their Antiradical Activity : A

Moure, A., J.M. Cruz, D. Franco, J.M.


Dominguez,

J.

Sineiro,

H.

Dominguez, M. J Nunez, dan J. C.

Review.

Journal

of

Food

Composition and Analysis. 19 : 531537.

Parajo. 2001. Natural Antioxidants


from

Residual

Sources.

Food

Chemistry. 72 : 145-171.

Suryandari,

S.,

Oleoresin

1981.
Jahe

Pengambilan
dengan

Cara

Solvent extraction. BBIHP. Bogor.


Negri,G.

2005.

Diabetes

Mellitus

Hypoglicemic Plants and Natural

Tsai, T.H, P.J. Tsai dan S.C. Ho. 2005.

Active Principles. Brazilian Journal

Antioxidant and Anti-inflammatory

of Pharmaceutical Sciences. 41: 2.

Activities

of

Several

Commonly

Used Spices. J. Food Sci. 70: (1)


Palleros, D. R. 1993. Experimental Organic

C93-C97.

Chemistry. John Willey and Sons.


Singapore.
Rajamma,

A.,G.,

Vimala

Baj,

and

Nambisan, 2012. Antioxxidant and


antibacterial activities of oleoresin
from

nine

Curcuma

spesies.

Phytopharmacology 2(2) p: 312-317.


Sari, H.C., Sri Damanti dan Endah Dwi
Hastuti.
Tanaman

2006.
Jahe

Pertumbuhan
Emprit

(Zingiber

Officinale Var. Rubrum) pada Media


Tanam Pasir dengan Salinitas yang
Berbeda.

Buletin

Anatomi

dan

Fisiologi. Vol XIV No. 2 Oktober


2006.

70

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

MIKROORGANISME SELULOLITIK DARI BERBAGAI SUBSTRAT PERANANNYA


DALAM MENINGKATKAN KUALITAS HIJAUAN MAKANAN TERNAK
Umul Aiman, Program Studi Agroteknologi , Fakultas Agro Industri
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Niken Astuti, Program Studi Peternakan, Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT
The forage quality can increase by probiotic inoculation for example cellulolitic microbia.
Cellulolitic microbia can be isolate by cellulose composition substrat or another fiber
composition. From leaves seweage, animal ferlilizer, straw, and rumen liquid obtainable
celulolitic isolat.
Cellulolitic microbial colony isolated by specific CMC media. Colony total enumerated
with dilution series use pour plate on NA and PDA media. Cellulolitic activity analized by growth
on liquid CMC medium and reduction sugar analized. The yield of the highest reduction glucose
microbe chosen for used probiotic on forage. The forage consist straw, king gress and glirisidae.
The livestock each cutting and homogen mixed and inuculated spesific isolat as 10%. The
susbatrat three days incubated furthermore proximat analized.
The result that leaves sewage, animal fertilizer, straw and rumen can be used cellulolitic
microbe consist 14 total colony with 11 bacteria coloni and 3 fungi coloni. Can be giving 7
celulolitic colony and 3 colony fungi consist S/PK_3 , S/J/PK/R_4 bacteria and J/PK_1 fungi
with higher cellulolitik. the The highest cellulolitic is S.J/PK/R bacteria . The inoculated
S/J/PK/R_4 bacteria on straw, glirisidae and king gress substrat can quality increased for
protein and fiber decrese.
Key word : Cellulolitic microorganism, forage quality, CMC media
42,3%

LATAR BELAKANG

bahan

ekstrak

tanpa

nitrogen

(BETN) ( Rieda, 2007 ). Lebih lanjut Rieda


Peningkatan
khususnya

ternak

dipengaruhi oleh
sebagai

sumber

produksi

ternak

(2007)

ruminansia

sangat

untuk HMT jenis lain bervariasi, misalnya

ketersediaan hijauan
pakan.

Ketersedian

mengatakan

bahwa

untuk rumput jenis setaria

kandungan

(dasar bahan

kering) terdiri atas; abu 11,5%, ekstrak eter

harus

(EE) 2,8%, serat kasar (SK) 32,5%, bahan

dapat dipenuhi secara berkelanjutan baik

ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 44,8%,

kualitas maupun kuantitasnya.

protein kasar (PK) 8,3% dan total digestible

hijauan makanan ternak (HMT) ini

Hijauan makanan ternak sebagian

nutrients (TDN) 52,88%, komposisi zat gizi

besar berupa serat kasar, misalnya rumput

daun turi terdiri atas; protein kasar 27,3%,

gajah mengandung serat 19,9% bahan

energi kasar 4.825 kkal/kg, SDN 24,4%,

kering (BK), 10,2% protein kasar (PK), 1,6%

lignin 2,7%, abu 7,5%, Ca 1,5% dan P

lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, dan

0,4%, daun kaliandra mengandung protein

71

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

kasar 22,4%, lemak 4,1%, energi kasar

Cellulomonas sp mampu menghasilkan

46,30 kkal/kg, SDN 24,0%, lignin 1995,0%,

protein dengan menggunakan bahan dasar

Ca 1,6% dan P 0,2%.

selulosa.

Serat
seringkali

yang

tidak

terdapat

dapat

di

pakan

dicerna

secara

Penambahan

mikroorganisme

ke

dalam pakan selain menghasikan enzim

keseluruhan, sehingga dikeluarkan dalam

yang

bentuk feces. Serat yang ada dalam hijauan

meningkatkan kualitas HMT, juga berfungsi

dapat ditingkatkan kecernaannya dengan

sebagai protein sel tunggal ( PST). Ternak

memberikan

ruminansia kebutuhan proteinnya sebagian

mikrobia

menguraikan

selulosa

yang
yang

mampu

merupakan

substrat penyusun terbesar hijauan.

besar

sangat

bermanfaat

untuk

70 100 % ) dipenuhi oleh

mikrobia rumen ( Ginting, 2005 ).

Mikrobia selulolitik adalah mikrobia

Sebagian besar limbah ternak tidak

yang mampu menghasilkan enzim selulase.

dapat dicerna dan diserap oleh ternak

Ensim

dalam

karena adanya serat yang terlalu tinggi

mendegradasi selulosa menjadi glukosa.

serta proteinnya biasanya tidak tercerna

Enzim ini bekerja dengan cara memecah

karena berada di dalam sel yang dilindungi

rantai selulosa yang semula merupakan

oleh dinding sel ( Yatim, 2001 ). Pasokan

rangkaian

protein

selulase

berperan

monomer

berupa

glukosa-

ke

dalam

usus

halus

dapat

glukosa yang sulit untuk dicerna menjadi

ditingkatkan melalui sintesis mikroba rumen

senyawa

dan pasokan protein tahan degradasi rumen

disakharida

ataupun

monosakharida berupa glukosa yang dapat

( Puastuti dan Mathius , 2008 )

dicerna dengan mudah ( Yatim, 2001).

Mikrobia selulolitik dapat diisolasi

Selulosa ini merupakan polimer alami yang

dari

panjang dan linier terdiri atas residu -D

mengandung selulosa. Mikrobia selulolitik

glukosa yang dihubungkan oleh ikatan

yang

glikosida pada posisi C1 dan C4 (Martina,

kandungan

dkk., 2002 )

menghasilkan

Selain meningkatkan daya cerna

limbah

organik

diisolasi

dari

tinggi

yang
substrat

banyak
dengan

selulosanya

mikrobia

selulolitik

akan
yang

berkekuatan tinggi.

mampu

Mikrobia selulolitik banyak dijumpai

HMT.

di rumen ruminansia, limbah-limbah organik

Mikroorganisme selulolitik akan memecah

yang banyak mengandung selulosa serta

dinding sel hijauan, sehingga proteinnya

pada tumpukan limbah kandang (Hartanto

yang

bisa

dan Sumardi, 2004). Mikrobia terisolasi

dimanfaatkan (Yatim, 2001). Lebih jauh

dapat dimanfaatkan untuk mencernakan

disampaikan oleh Schlegel dan Schimdt

bahan-bahan yang mengandung selulosa .

(1994) bahwa pemberian mikrobia seluolitik

Selulosa akan dicerna dan dihasilkan gula

dapat

(Schuler, 1980, Martina dkk., 2002) .

mikrobia

selulotik

meningkatkan

terdapat

juga
protein

di

meningkatkan

dalam

protein,

sel

bahkan

72

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Sampel berupa kotoran sapi, jerami

METODOLOGI
Penelitian

dilaksanakan

di

padi dan isi rumen serta sampah dedaunan

laboratorium Mikrobiologi dan laboratorium

Peternakan

Buana

disuspensikan ke dalam 90 ml medium

Yogyakarta. Bahan yang digunakan adalah

mineral (KH2PO4 1 g/l, NaCl 1 g/l, MgSO4

isi rumen,

7H2O 2,4 g/l, CaCl2 0,1 g/l), yang ditambah

Universitas

Mercu

pupuk kandang,

tumpukan

diambil masing-masing sebanyak 10 g

jerami, sampah dedaunan media nutrien

dengan

agar (NA),

diperlakukan berupa hijauan (

media potato dekstrosa agar

10%

substrat

yang

akan
jerami,

(PDA) dan media karboksi metil selulosa

glirisidae dan

(CMC).

adalah

tersebut digoyang dengan diinkubasikan

isolasi

pada suhu ruang selama 3 hari.

Alat

seperangkat
mikrobia,

yang

digunakan

peralatan

untuk

rumput gajah ). Suspensi

autoklaf untuk sterilisasi, dan

Isolasi mikrobia selulolitik dilakukan

entkas/ LAF untuk melakukan sub kultur

dengan melakukan penaburan pada NA,

serta ruangan untuk inkubasi, dan nampan

PDA, maupun CMC ( Susilowati dkk, 2003).

plastik tempat untuk fermentasi hijauan.


Penelitian

ini

Seleksi mikroorganisme selulolitik

merupakan

unggul dilakukan dengan

mendasarkan

percobaan yang dilakukan di Laboratorium.

pada biakan yang tumbuh pada media

Metode penelitian yang digunakan adalah

CMC.

metode rancangan faktor tunggal. Semua

karakteristik tersebut dipilih dan selanjutnya

data dianalisis dengan sidik sagam pada

digunakan

taraf 5%. Untuk perlakuan yang berbeda

perlakuan,

nyata dilakukan uji lanjut dengan DMRT

dengan metoda Bergeys Manual ( 2000).

taraf 5% (Hanifah, 1993)

Mikrobia

yang

sebagai

Macam perlakuan yang diteliti adalah


macam substrat terdiri 3 macam, yaitu:

terseleksi
tercerna

jerami

biostarter

selanjutnya

Pengujian

mempunyai

diidentifikasi

aktivitas

terhadap

untuk

mikrobia

peningkatan

dilakukan

dengan

serat

menimbang

= glirisidae

masing-masing perlakuan) dipotong-potong

= rumput gajah

3 cm, ditambahkan 1 ml larutan starter.

sebanyak 0,1 kg hijauan makanan ternak (

Masing-masing perlakuan dilakukan

Hijauan

selanjutnya

dicampur

secara

pengulangan 3 kali dengan satu kontrol (

merata, dimasukkan ke dalam nampan

tanpa pemberian inokulum)

kemudian ditutup dengan plastik (aerofilik).

Pelaksanaan
penyiapan

sumber

penleitian

meliputi

inokulum,

isolasi

mikrobia selulolitik, karakterisasi dan seleksi


mikrobia
pengujian

selulolitik
aktivitas

yang

unggul

mikrobia

Setelah 3 hari,

hijauan diambil dan

dilakukan analisis proksimat.


Pengamatan

yang

dilakukan

dan

meliputi kadar protein kasar (Tillman dkk.,

terseleksi

1991 ), kadar serat total (Tillman dkk., 1991

terhadap peningkatan serat tercerna. .

), kadar air dan aktivitas mikroorganisme.

73

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis

A. Isolasi mikrobia

dengan sidik ragam 5 % dan apabila

subatrat

dari

berbagai asal

antar

Mikrobia yang dapat diisolasi dari

perlakuan maupun kontrol, dilakukan uji

beragam asal substrat disajikan pada Tabel

lanjut dengan DMRT (Hanifah, K. A., 1993)

1. Mikrobia yang terisolasi

terdapat

perbedaan

yang

nyata

bakteri

maupun jamur serta

merupakan
beberapa

khamir. Pemakaian medium nutrien agar

HASIL DAN PEMBAHASAN

(NA), mikrobia yang terisolasi lebih banyak


dibandingkan medium lainnya (Tabel 1).
Tabel 1. Rerata jumlah mikrobia dari berbagai asal substrat/ 0,5 ml (x10-4)
Macam
media

Asal Substrat
Jerami

Sampah

Rumen

dedaunan

Pupuk
kandang

NA

27.700

376.000

291,67

508,33

CMC Agar

30

410

13,5

220

PDA

49

300

73

Hal ini sesuai dengan Schlegel dan

jumlahnya jauh lebih banyak daripada

Schmidt (1994) medium NA adalah

jamur dan mempunyai kemampauan

medium umum yang digunakan untuk

tumbuh lebih baik daripada jamur serta

menanam bakteri, sedangkan PDA untuk

mampu menggunakan nutrisi yang ada

jamur. CMC adalah medium selektif

pada PDA.

untuk mikrobia yang bersifat selulolitik.

B. Isolasi mikrobia selulolitik

Mikrobia yang tumbuh pada PDA

Isolasi

mikrobia

selulolitik

tidak semua berupa jamur tetapi juga

digunakan media spesifik yang hanya

bakteri.

mengandung

Dari

jumlah

koloni,

jumlah

jamurnya lebih sedikit daripada bakteri,

sumber

karbon

dari

selulosa.

namun pertumbuhan koloni jamurnya


sangat cepat. Tumbuhnya bakteri pada
PDA

diakibatkan

karena

bakteri

Tabel 2 . Rerata jumlah mikrobia selulolitik dari berbagai asal substrat/ 0,5 ml (x10-4)
Macam
media

Asal Substrat
Jerami

Sampah

Rumen

dedaunan
CMC Agar

30

410

Pupuk
kandang

13,5

220

74

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

Tabel
mikrobia

menunjukkan

selulolitik

ISSN : 2086-7719

bahwa

mikrobia

yang

Menurut Joetono (1995) beberapa jenis


bakteri

bersifat

lignolitik

yang

mampu

dapat diperoleh

menguraikan lignin maupun selulosa untuk

pada semua macam substrat. Jumlah

digunakan sebagai sumber karbon dalam

mikrobia selulolitik lebih banyak pada

mendukung

sampah

pupuk

mikrobia yang bersifat lignolitik sangat kecil,

kandang , jerami, dan yang paling sedikit

misalnya Trichoderma viride , T. reesei, T.

adalah

harzianum,

tumbuh pada CMC)

dedaunan,
dari

diikuti

rumen.

Gambar

koloni

pertumbuhannya.

koningii,

Jumlah

Cellulomonas,

( jamur maupun

Pseudomonas, Aspergillus niger, A. terreus,

bakteri) dari keseluruhan asal substrat

Penicellium dan Streptomyces ( Saraswati,

disajikan pada Gambar 1 sampai 4.

dkk., 2007).

mikrobia

selulolitik

Sampah

Jumlah

dedaunan serta pupuk

atau

kemelimpahan

kandang merupakan bahan organik yang

macam koloni pada masing-masing substrat

banyak

disajikan pada tabel 3. Macam koloni yang

mengandung

lignoselulosa

Murni, dkk., 2008 ), terlebih lagi bahan ini

diperoleh

telah mengalami degradasi, sehingga

banyak

ligninnya

atau

Macam koloni yang berhasil diisolasi dari

Seperti

semua substrat yang digunakan 14 koloni.

disampaikan oleh Murni dkk. (2008)

Keempat belas koloni tersebut terdiri 11

bahwa limbah organik utamanya dari

bakteri dan 3 jamur.

telah

berkurang

kemungkinan sudah hilang.

tumbuhan

banyak

pada

pupuk

dibandingkan

kandang
substrat

lebih

lainnya.

Banyaknya macam koloni pada

mengandung

lignoselulosa. Mikrobia hanya sedikit

pupuk

sekali yang mampu mendegradasi lignin

dibandingkan substrat lainnya kemungkinan

dan biasanya sangat lambat. Jasad yang

diakibatkan karena komposisi / substrat

mampu

penyusun pupuk kandang lebih beragam,

adalah

memecah
jamur

Basidiomycetes.

lignin

tingkat

utamanya

tinggi

Jamur

ini

yaitu
dikenal

kandang

yang

lebih

banyak

sehingga mengakibatkan mikrobia yang


tumbuhpun

juga

lebih

banyak.

Sesuai

sebagai white_rot fungi dan brown_rot

dengan yang dinyatakan oleh Joetono,

fungi.

1995, semakin banyak macam / penyusun

yang

Jerami merupakan bahan organik

suatu bahan, mikrobia yang akan tumbuh

kaya

pada

akan

serat

berupa

lignin,

bahan

tersebut

selulosa, lilin yang menyusun pada dinding

beragam

sel Mimin L. (2007). Sampah yang berupa

membutuhkan hara yang spesifik.

sebagai

biang

untuk

setiap

semakin
mikrobia

Selain macam koloni, jumlah atau

dedaunan maupun pupuk kandang dapat


digunakan

karena

akan

kemelimpahan koloni juga berbeda. Bakteri

mendapatkan isolat mikrobia selulolitik yang

PK_1,

PK_2

diduga juga mampu mendegradasi lignin.

ditemukan

pada

bakteri

yang

hanya

pupuk

kandang

75

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

jumlahnya lebih banyak dibandingkan jenis

kandang) (

bakteri

mempunyai

kemelimpahan yang banyak berarti jenis

kemelimpahan yang tidak berbeda dengan

mikrobia ( bakteri dan jamur ) tersebut

bakteri S/PK_3( yang ditemukan pada

perannya

sampah

peruraian bahan organik/ substrat lebih

lainnya,

namun

dedaunan

maupun

pupuk

Tabel 3).

dalam

kandang), S/ J/PK/R_4 ( ditemukan pada

banyak

semua substrat) ,

kemelimpahannya

R_6 ( pada rumen )

Dengan jumlah/

melakukan

dibandingkan
lebih

proses
yang
sedikit.

maupun jamur J/PK_1 ( jerami dan pupuk

Gambar 1. Koloni mikrobia selulolitik


pada rumen

Gambar 2. Koloni mikrobia


selulolitik pada pupuk kandang

Gambar 3. Koloni mikrobia selulolitik Gambar 4. Koloni mikrobia selulolitik


pada sampah dedaunan

pada jerami

76

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 3. Kemelimpahan macam koloni dari semua sumber substrat pada


media NA dan PDA

No.

Isolat dan asal Jumlah/


substrat
koloni

kemelimpahan

1.

Bakteri PK_1

2.

Bakteri PK_ 2

3.

Bakteri S/PK_3

4.

Bakteri

S/

5.

Bakteri S/J/PK_5

6.

Bakteri R_6

7.

Bakteri PK/R/J_7

8.

Bakteri PK/J_8

9.

Bakteri J/PK_9

10.

Bakteri J/PK_10

11.

Bakteri J/PK_11

12.

Jamur _J/PK_1

13.

Jamur J/PK_2

14.

Jamur J/PK_3

J/PK/R_4

Keterangan:

Bahan

= Jumlah sedikit

= Jumlah sedang

= Jumlah banyak

PK

= Pupuk kandang

= Jerami

= Rumen

= Sampah dedauanan

organik

sebagai

sustrat

untuk

isolasi

mengandung

yang

digunakan

bahan/

sumber

serat yang tinggi

pertumbuhannya apabila dalam media atau


lingkungannya

tersedia

diperlukan

untuk

hara

yang

mendukung

terutama selulosa, selain juga karbohidrat

pertumbuhannya.

Untuk

lain. Mikrobia yang mampu tumbuh dengan

pendugaan

baik diduga merupakan mikrobia selulolitik.

digunakan media CMC yang merupakan

Seperti disampaikan oleh Saraswati dkk.,

media

2007, suatu jenis mikrobia akan optimal

mikrobia selulolitik.

tersebut

spesifik

untuk

memastikan

isolasi

mikrobia

menumbuhkan

77

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 4 : Pertumbuhan isolat pada media CMC agar setelah diinkubasikan


selama 7 hari
No. Isolat

Keterangan:

Pertumbuhan/
ketebalan koloni

1.

Bakteri PK_1

2.

Bakteri PK_ 2

3.

Bakteri S/PK_3

4.

Bakteri S/J/PK/R_4

5.

Bakteri J/PK_5

6.

Bakteri R_6

7.

Bakteri PK/R/J_7

8.

Bakteri PK/J_8

9.

Bakteri J/PK_9

10.

Bakteri J/PK_10

11.

Bakteri J/PK_11

12.

Jamur J/PK_1

13.

Jamur J/PK_2

14.

Jamur J/PK_3

0
1
2
3
4
5

= Tidak tumbuh
= Tumbuh sangat sedikit/ sangat tipis
= Tumbuh sedikit/ tipis
= Tumbuh cukup tebal
= Tumbuh cepat/ tebal
= Tumbuh sangat cepat/ Sangat tebal

Masing-masing isolat yang telah

mampuan

tumbuhnya

kedua

isolat

ini

kemampuan

diakibatkan karena isolat bakteri tersebut

tumbuhnya pada media CMC agar miring.

tidak mampu menggunakan karbon dari

Pertumbuhan isolat yang telah diperoleh

CMC, sementara pada media tersebut

dari bakteri PK_1 sampai jamur J/PK_3 (

karbonnya hanya dari CMC (Susilowati dkk,

Tabel 3) pada media CMC agar miring

2003 ; Knapp, 1985).

menunjukkan pertumbuhan yang berbeda.

Semua

diperoleh

Bakteri

selanjutnya

diuji

S/J/PK/R_4 dan jamur S/PK_3

maupun

mikrobia,

jamur

untuk

baik

bakteri

mendukung

menunjukkan pertumbuhan yang paling

pertumbuhannya

selalu

membutuhkan

baik dibandingkan isolat lainnya ( Tabel 4)

karbon.

karbon

pada

dan tidak semua dapat tumbuh. Isolat

biasanya diberikan dalam bentuk glukosa,

bakteri PK/R/J_7,

PK/J_8 , J/PK_10 dan

fruktosa, sukrosa mapun bentuk lain yang

bakteri J/PK_11 tidak mampu tumbuh pada

spesifik misalnya CMC (Carboxy Methil

medium CMC agar ( Tabel 4). Ketidak

Sellulosa)

Sumber

(Anonimus

b,

media

2008).

78

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Penggunaan sumber karbon dalam bentuk

mikrobia lainnya pada media CMC cair (

spesifik

untuk

Tabel 5). Dengan kemampuannya tinggi

media selektif, misalnya pada media CMC.

dalam menghasilkan gula reduksi berarti

Pada media CMC, mikrobia yang mampu

mampu

menghasilkan enzim selulolitik saja yang

menghasilkan gula (= energi ) lebih baik

mampu

dan

atau mempunyai kekuatan menguraikan

Schmidt, K., 1994). Dari tabel 4, terdapat 7

serat lebih baik. Seperti disampaikan oleh

jenis bakteri selulolitik dan 3 jenis jamur

Murni dkk., (2008), selulosa maupun lignin

selulolitik dan

akan diuraikan dengan menghasilkan gula.

biasanya

tumbuh

dipergunakan

(Schlegel,

H.G.

4 jenis bakteri yang tidak

menguraikan

serat

untuk

bersifat selulolitik.
Tabel 5. Gula reduksi dari bermacam isolat
C. Pemilihan mikrobia selulolitik untuk

yang diperoleh pada media

biostarter

CMC cair (%)

Bakteri S/J/PK/R_4

menunjukkan

No.

Isolat

Gula reduksi (%)

pertumbuhan nyata sangat berbeda dengan

1.

Bakteri PK_1

0,0106

bakteri

baik

2.

Bakteri PK_ 2

0,0125

pertumbuhannya pada medium CMC agar (

3.

Bakteri S/PK_3

0,0244

Tabel 4). Dengan tumbuhnya yang sangat

4.

Bakteri

0,0374

lain

dan

paling

cepat serta kemampuannya menghasilkan

S/J/PK/R_4

gula reduksi tinggi maka diduga bakteri

5.

Bakteri J/PK_5

0,0082

jenis S/J/PK/R_4 mempunyai sifat mampu

6.

Bakteri R_6

0,0049

mendegradasi

7.

Bakteri J/PK_9

0,0195

8.

Jamur _J/PK_1

0,0213

9.

Jamur J/PK_2

0,0142

10.

Jamur J/PK_3

0,0138

serat

lebih

tinggi

dibandingkan bakteri lain ( Tabel 5).


Dengan
tumbuh

baik

sifatnya
pada

yang

media

mampu

CMC

dan

kemampuannya dalam menghasilkan gula


reduksi

yang

paling

tinggi

selanjutnya

Berdasarkan hasil analisis 7

bakteri S/J/PK/R_4 dipilih untuk digunakan

isolat S/J/PK/R_4 mempunyai kemampuan

sebagai biostarter.

menghasilkan gula reduksi paling tinggi


dibandingkan isolat S/PK_3 dan J/PK_1.

D. Karakteristik mikrobia selulolitik

terpilih

Isolat terpilih baik bakteri S/PK_3 ,

Dari

kemampuannya

inilah

selanjutnya

dipilih untuk diaplikasikan pada substrat /

S/J/PK/R_4 mapun jamur J/PK_1 selain

pakan yang terdiri jerami, glirisidae

mempunyai kemampuan tumbuh paling baik

rumput gajah. Semua karakteristik ketiga

pada media CMC agar ( Tabel 3 dan 4),

mikrobia ( bakteri S/J/PK/R_4

, bakteri

juga mempunyai kemampuan menghasilkan

S/PK_3

disajikan

gula reduksi

pada tabel 6 .

lebih

tinggi

dibandingkan

dan Jamur J/PK_1

dan

79

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

Isolat

mempunyai

1996, jamur yang mempunyai ciri tersebut

warna koloni keabuan, hifa tidak bercabang,

diduga adalah Streptomyces. Streptomyces

tidak bersekat. Beberapa ujung hifanya

yang mampu tumbuh pada media CMC

membentuk konidiophore yang tersusun

adalah

seperti rantai. Tidak dijumpai adanya rizoid

Schilegel dan Schmidt, 1994).

maupun

jamur

J/PK_1

ISSN : 2086-7719

sporangium.

Menurut

adalah Streptomyces cellulosae (

Larone,

Gambar 5. Bakteri S/J/PK/R_4

Gambar 6. Bakteri S/PK_3

Gambar 7. Jamur J/PK_1

Gambar 8. Koloni jamur J/PK_1

pada media CMC

pada media CMC

80

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 6. Karakteristik mikrobia selulolitik terisolasi dari berbagai substrat yang


mempunyai kekuatan selulolitik tinggi

No.

Isolat

Karakteristik

1.

Bakteri PK_3

Gram negatif, bentuk sel batang pendek,


koloni bulat warna putih agar krem pada
media CMC

2.

Bakteri J/PK/R_4

Gram positif, bentuk sel batang, bersifat


aerobik, bentuk koloni bulat, warna koloni
putih

pada

media

CMC,

diduga

adalah

Cellulomonas
2.

Jamur _J/PK_1

Warna koloni keabuan, hifa tidak bercabang,


tidak

bersekat.

membentuk

Beberapa

konidiophore

ujung
yang

hifanya

tersusuan

seperti rantai. Tidak dijumpai adanya rizoid


maupun

sporangium.

Diduga

jamur

Streptomyces

Isolat bakteri PK_3, merupakan bakteri

dengan

gram negatif, aerobik,

bentuk sel batang

menghasilkan perubahan kadar air, kadar

pendek, koloni bulat warna putih agak krem

protein serta kadar serat. Kadar air sesudah

pada media CMC. Pertumbuhannya pada

difermentasi mengalami penurunan dengan

media CMC baik.

sebelumnya,

Kemampuan

kadar

selama

protein

hari

mengalami

gula

peningkatan pada Glirisidaae dan yang

reduksi dari ketiga isolat isolat selulolitik

lainnya mengalami penurunan, sedangkan

terpilih tidak sama. Bakteri S/J/PK/R_4

seratnya

menghasilkan gula reduksi paling tinggi,

Keseluruhan

sedangkan

menunjukkan

menghasilkan

menghasilkan

diinkubasikan

S/PK_3
gula

maupun
reduksi

yang

J/PK_
tidak

berbeda ( Tabel 7). Dengan sifat yang

mengalami
parameter
adanya

penurunan.
tersebut

perbedaan

yang

nyata antara sebelum diinkubasi dengan


stelah diinkubasi (Tabel 8).

dihasilkan inilah maka bakteri S/J/PK/R_4

Penurunan kadar air pada hijauan

dipilih sebagai biostarter karena mempunyai

setelah difermentasi diakibatkan karena air

sifat selulolitik tertinggi.

yang ada pada bahan dimanfaatkan oleh


mikrobia dalam pertumbuhannya. Seperti

D. Kualitas hijauan pakan


Hijauan/ bahan pakan yang berupa
jerami, glirisidae maupun rumput gajah

dikatakan oleh

Zaifbio, 2009; Saraswati

dkk, 2007 semua mahluk hidup termasuk


juga

mikrobia

untuk

dapat

melakukan

81

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

pertumbuhan sangat memerlukan air untuk

kasarnya sehingga mikrobia yang aktif

melaksanakan

adalah yang bersifat lignoselulolitik baru

metabolisme.

Selain

digunakan mikrobia, sebagian air juga akan

kemudian

mengalami penguapan.

tersedia bahan untuk pertumbuhannya.

jasad

lainnya

karena

telah

Mikrobia yang banyak ditemukan


Tabel 7. Produksi gula reduksi dari tiga

pada hijauan yang mengalami fermentasi

isolat terpilih (%)

secara spontan umumnya adalah mikrobia


yang mampu mendegradasi serat. Mikrobia

Macam isolat
Ulangan

S/PK_3

S/J/PK/R_4

J/PK_1

dalam

0.02405

0.03755

0.01815

mengeluarkan enzim, misalnya selulase,

0.02480

0.03725

0.02435

hemiselulase, ligninase, serta masih banyak

Rerata

0.02443

0.03740 b

0.02125

enzim lainnya. Adanya aktivitas mikrobia ini

akan mengakibatkan terurainya serat yang

Nialai

aktivitasnya

akan

dengan

superkrip

yang

ada yang selanjutnya kandungan serat

menunjukkan

perbedaan

yang

menjadi menurun ( Tabel 8)

rerata

berbeda

melakukan

Hasil analisis proksimat substrat

nyata (P<0.05).

yang telah diinokulasi isolat S/J/PK/R_4


Protein merupakan senyawa organik
yang diperlukan untuk pertumbuhan sel

mapun tanpa inokulasi disajikan pada tabel


8 dan 9 .
Jerami dengan penambahan bakteri

suatu jasad. Protein pada hijauan setelah


adanya

S/J/PK/R_4 menghasilkan kadar air dan

penurunan yang diduga diakibatkan telah

kadar serat yang tidak berbeda dengan

digunakannya

yang tanpa diinokulasi bakteri. Sedangkan

dilakukan

fermentasi

mendukung

oleh

terlihat
mikrobia

pertumbuhannya.

untuk
Mikrobia

kadar

proteinnya

mengalami

kenaikan

memerlukan protein untuk membangun sel,

setelah diinokulasi ( Tabel 8 ). Terjadinya

melakukan

mempertahankan

peningkatan protein pada jerami setelah

diri terhadap lingkungan serta aktivitas

diinokulasi dengan bakteri kemungkinan

lainnya,

utamanya

bakteri

(Zaifbio,

2009).

reproduksi,

untuk
Protein

pertumbuhan
pada

jerami

yang

ditambahkan

menggunakan

sumber

karbon

mampu
yang

mengalami kenaikan dan berbeda nyata

diambilnya dari serta untuk menghasilkan

dengan sebelumnya ( Tabel 8). Adanya

protein. Pernyataan ini selaras dengan

kenaikan protein maupun kadar serat pada

pernyataan

jerami

beberapa

yang

berbeda

dengan

hijauan

Saraswati,
jenis

bakteri

lainnya kemungkinan diakibatkan karena

menghasilkan

jerami

misalnya Cellulomonas.

relatif

banyak

kadungan

serat

2007,

protein

yang

dari

ada
mampu

selulosa

82

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 8. Nilai rerata hasil analisis proksimat berbagai macam substrat sebelum
dan setelah 3 hari fermentasi tanpa inokulasi isolat
Kadar air (%)

Macam

Kadar protein (%)

Kadar serat (%)

bahan

Sebelum

sesudah

Sebelum

sesudah

sebelum

sesudah

Jerami

6.6216 a

4.8666 b

12.2626 a

13.0419 b

22.1550 a

23.6450
b

Glirisidae

7.8664 a

4.8632 b

43.8125 a

26.8698 b

20.9700 a

7.6800
b

Rumput

6.1280 a

5.4250 b

20.1419 a

16.3587 b

23.8775 a

19.9550
b

gajah

Nilai rerata dengan superkrip yang berbeda pada kolom yang sama untuk masing-masing
bahan pakan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).
Glirisidae merupakan salah satu

kualitas

pakan

juga

menurun,

karena

genus dari famili Leguminosae. Tanaman

memperpendek masa cerna dalam

yang

ruminansia.

termasuk

Legum

mempunyai

Hasil

kandungan protein tinggi ( Tjitrosopomo, G.,


1988).

Lebih

lanjut

dinyatakan

oleh

protein

dari

usus

analisis

proksimat

kadar

semua

perlakuan

terjadi

Anonimus c, 2009, kandungan serat dari

peningkatan,

Glirisidae relatif lebih sedikit dibandingkan

seratnya terjadi penurunan walaupun sedikit

jerami

Selain

( Tabel 8). Dari pendugaan awal bahwa

seratnya yang lebih sedikit, Glirsidae tidak

isolat yang dipilih adalah Cellulomonas

mengandung silika, sel gabus maupun

mampu

trikoma sehingga mengakibatkan daunnya

memanfaatkan sumber selulosa. Dari tabel

cepat rusak.

7 tampak sekali terjadi peningkatan protein

maupun

rumput

gajah.

sedangkan

menghasilkan

kandungan

protein

dengan

S/J/PK/R_4

yang signifikan pada semua substrat pakan

mengakibatkan fermentasi daun Glirisidae

yang digunakan. Hal ini sesuai dengan

menjadi

menyebabkan

pendapat Puger, 2008, Saraswati, dkk.,

rusaknya kandungan gizi pada daun (=

2007 ; Schlegel, H.G. dan Schmidt, K., 1994

busuk).

bahwa

Penambahan bakteri
baik

dan

Glirisidae

tidak
tanpa

penambahan

mikrobia

Cellulomonas

mampu

bakteri mengakibatkan turunnya kandungan

menghasilkan

protein kasar maupun kadar sarat sangat

memanfaatkan substrat berupa serat.

protein

dengan

banyak dan berbeda dengan bahan lain (


Tabel 8 dan 9 ). Penurunan serat kasar
yang terlalu tinggi akan menyebabkan

83

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tabel 9. Hasil analisis proksimat berbagai macam substrat setelah diinokulasi


dengan isolat S/J/PK/R_4
No. Macam pakan

Jerami (awal)

Jerami

setelah

hari

Kadar air
(%)

Kadar
protein (%)

Kadar serat
(%)

6,62155 b

12.26255 a

24.1550 a

4.86665 a

13.04195 a

23.6450 a

fermentasi)
3

Jerami + S/J/PK/R_4

5.24137 a

15.09672 b

23.6083 a

Glirisidae (awal)

7.8664 b

43.81245 b

20.9700 b

Glirisidae

4.8632 a

26.86975 a

7.6800 a

(setelah

hari

fermentasi)
6

Glirisidae + S/J/PK/R_4

5.5702 a

45.45588 b

18.3533 c

Rumput gajah (awal)

6.1280 b

20.14185 b

23.8775 b

Rumput gajah( setelah 3 hari

5.4250 a

16.35865 a

19.9550 a

5.4029 a

20.90923 b

20.9467 a

fermentasi)
9

Rumput gajah + S/J/PK/R_4

Nilai rerata dengan superkrip yang berbeda pada kolom yang sama untuk masing-masing
bahan pakan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).
Tabel 10. Hasil analisis proksimat berbagai macam substrat setelah diinokulasi
dengan isolat S/J/PK/R_4

No. Macam pakan

Kadar air
(%)

Kadar
protein (%)

Kadar serat
(%)

Jerami + S/J/PK/R_4

5.24137 a

15.09672 a

23.6083 c

Glirisidae + S/J/PK/R_4

5.5702 a

45.45588 c

18.3533 a

Rumput gajah + S/J/PK/R_4

5.4029 a

20.90923 b

20.9467 b

Nilai rerata dengan superkrip yang berbeda pada kolom yang sama untuk masing-masing
bahan pakan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).

84

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

Kadar air

ISSN : 2086-7719

dari semua macam pakan

B. Saran

menunjukkan nilai yang tidak berbeda.

1.

Kadar protein kasar paling tinggi pada

pakan

glirisidae diikuti rumut gajah dan paling

imbangan

rendah adalah jerami. Namun sebaliknya,


pada jerami mempunyai kadar serat paling

Untuk

mendapatkan

yang

lebih

kualitas

baik

dengan

serat dan protein ideal perlu


dilakukan penelitian lebih lanjut.

tinggi dan terendah adalah pada glirisidae (

2.Perlu konsorsium 3 isolat yang

Tabel 10). Perbedaan gizi dan kandungan

diduga mempunyai sifat selulolitik

air yang terdapat pada bahan pakan

ataupu lignoselulolitik tinggi untuk

diakibatkan

karena

yang

bersama memfermentasi substrat

berbeda.

Seprrti

oleh

pakan sehingga akan dihasilkan

Tjitrosoepomo, G.,1988, bahwa setiap jenis

pakan dengan kualitas yang lebih

tumbuhan mempunyai karakteristik yang

baik.

berbeda termasuk kandungan kimiawi yang

pemanfaatan limbah daun untuk

dimilikinya. Dengan adanya kandungan gizi

digunakan sebagai bahan pakan

jenis

pakan

dinyatakan

Sangat

dimungkinkan

yang berlainan merupakan informasi yang


baik

bagi

perternak

untuk

DAFTAR PUSTAKA

mengkombinasikan beragam jenis pakan


dengan disesuaiakan dengan kebutuhan

Anonimus

a.

2008.

Selulosa

ternak.

http://ms.wikipedia.org/wiki/Selulosa,

4 Desember 2008
Anonymous

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

b.

2006.

Mempengaruhi

Mikrobia selulolitik dapat diperoleh


kandang, jerami maupun rumen

2. Terdapat 2 bakteri yaitu S/PK_3 dan


S/J/PK/R_4 dan 1 jenis jamur
S/J/PK/R_4

mampu

meningkatkan kualitas bahan pakan jerami,


glirisidae dan rumput gajah

(http://rachdie.blogsome.com/2006/
pertumbuhan-mikroba/)

Diakses

Tanggal 10 Juli 2009.


Anonimus c , 2009. Hijauan Makanan

J/PK_1
Bakteri

(Online).

10/14/faktor-yang-mempengaruhi-

dari sampah dedaunan, pupuk

3.

yang

Pertumbuhan

Mikroba.

A. Kesimpulan
1.

Faktor

Ternak : Rumput Gajah ,


http://nusataniterpadu.wordpress.com/
, 1 Agustus 2009
Tjitrosoepomo,

G.

1988.

Taksonomi

Tumbuhan (Spermatphyta). Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta,
478 p.

85

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

Ginting, 2005.,

ISSN : 2086-7719

Sinkronisasi Degradasi

Gamal

((Gliricidia

sepium).

Protein dan Energi dalam Rumen

http://klinik-

untuk

Memaksimalkan Produksi

agropolitan.com/news.php?id=20

Protein

Mikroba,

10 Juli 2009

Buletin

Ilmu

Peternakan Indonesia ( WARTAZOA),


Volume 15 No .1

Rieda, 2007.

Hijauan Makanan Ternak (

HMT
Hanifah,

K.A.,

Percobaan
Fakultas

1993.
Teori

Rancangan

http://alveoli.wordpress.com/2008/03

Aplikasi,

/28/hijauan-makanan-ternak-hmt/, 20

dan

Pertanian

Universitas

November 2008.

Sriwijaya, Palembang
Saraswati, R., Santoso, E., dan Yuniarti, E.,
Jutono, 1995. Solid Substate fermentation

2007. Organisme Perombak Bahan

in Indonesia, Faculty of Agriculture

Organik,

GMU Yogyakarta.

http://balittanah.litbang.deptan.go.id/
dokumentasi/buku/pupuk/pupuk10.p

Murni, Akmal, Supardjo dan Ginting, 2008.

df, 1 Agustus 2009.

Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan


Limbah untuk Pakan, Laboratotium
Makanan

Ternak,

Fakultas

Schlegel, H.G. dan Cchmidt, K., 1994.


Mikrobiologi

Umum,

Ed.6

TerjemahanTejo Baskoro dan Joke

Peternakan, Univ Jambi.

R
Martina, A., Nuryati Yuli, Mumu Sutisna,

Wattimena

),

Gadjah

Mada

University Press, Yogyakarta.

2002. Optimasi Beberapa Faktor


Fisik

Terhadap

Selulosa

Laju

Degradasi

Kayu

Albasia

(L.)

Karboksimetil

2007.

Analisis

proksimat,

http://sukarno.web.ugm.ac.id/analisis
-proksimat/, 18 November 2008

(Paraserianthes
falcataria

Sukarno,

Nielsen
Selulosa

dan
(CMC)

Susilowati,

D.N.,

Rosmimik,

Rasti

Secara Enzimatik oleh Jamur ,

Saraswati, R .D.M. Simanungkalit,

Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas

dan

Riau : 156 163 :

Prosiding Seminar Hasil Penelitian

Lukman

Gunarto,

2003.

Rintisan dan Bioteknologi Tanaman ,


Puger,

2008. Pengaruh Cara Pengawetan


Terhadap

Komposisi

Kimia

dan

Efisiensi Dalam Bentuk Hay dan

Balai Penelitian Bioteknologi dan


Sumberdaya Genetik Pertanian, hal.
84 96

Silase Pada Daun 16 Provenan

86

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

______________________, 2008. Teknik


Analisis Potensi Limbah Tanaman
Pangan Sebagai Sumber Pakan
Terna

Ruminansia,

http://jasmal.blogspot.com/2008/02/
Tillman, D. A. Hari Hartadi, Soedomo
Reksohadiprodjo.

Soeharto

Prawirokusumo dan Soekanto Lebdo


Soerojo.

1991.

Ternak

Ilmu

Dasar.

University

Makanan

Gadjah

Press.

Mada
Fakultas

Peternakan UGM. Yogyakarta


Yatim

W.,

2011.

Karbohidrat

http://64.203.71.11/Kompascetak/0106/29/iptek/karb35,htm,

Des 2008
Zaifbio, 2009. Nutrisi Mikroba,
Sebuah Esensi Dasar Untuk
Kehidupan Mikrobia,
biologi

on

line

blok

education

Biologi,
http://zaifbio.wordpress.com/2009/01
/31/nutrisi-mikroba-sebuah-esensidasar-untuk-kehidupan-mikroba/.
Diakses pada tanggal 1 Agustus
2009

87

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

KARAKTERISTIK FISIOLOGI TOLERANSI TANAMAN BAWANG MERAH TERHADAP


CEKAMAN KEKERINGAN DI TANAH PASIR PANTAI
F. Didiet Heru Swasono, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT
Drought stress in crop is affected by imbalance between water suply and demand that its
in natural condition tightly controlled by the crop. Crop responses to drought stress are
influenced by the varieties differently. This research was aimed to investigate the threshold of
available soil moisture capacity that affected on drought stress and also known several
varieties of shallot that it was tolerance and sensitive varieties on drought stress in coastal
sandy soil, as well as its was investigate the physiological characters . This research was
conducted in Green House of BPTPH DIY and its arranged in two experiments, i.e : (1) The
study about threshold of available soil moisture capacity that affected in drought stress on
shallot, (2) Study about the character of physiological tolerance in drought stress on several
varieties of shallot grown in coastal sandy soil. Completely randomize design was used in
factorial experiment with three replications. The result showed that : (1) Drought stress on
shallot in coastal sandy soil is caused by decrease at 60% of available soil moisture capacity,
(2) These several varieties of shallot that its limited investigate have found tolerance varieties on
drought stress, i.e : Ampenan variety, Biru variety, Kuning variety, Timor variety and Kuning
Tablet variety; moderate varieties, i.e.: Bima NTB variety, Probolinggo variety and Siam variety;
sensitive verieties, i.e. : Bima Brebes variety, Bima Juna variety and Tiron variety, (3) Drought
stress pressed the growth of root that its decreased the water and nutrient uptake, (4) Drought
stress was affected significantly different on several physiological characters between
tolerance and sensitive varieties of shallot, i.e.: leaf relative water content, stomatal
conductance and content of proline in shoot.

Key Words : Shallot, physiological tolerance, drought stress, coastal sandy soil
menyebabkan persoalan ikutan lainnya di
PENDAHULUAN

antaranya kurang tersedianya air bagi


kepulauan,

tanaman. Oleh karena itu pemanfaatan

Indonesia memiliki ribuan pulau; sehingga

tanah tersebut untuk kepentingan budidaya

masuk akal jika dijumpai tanah pasir pantai

tanaman tidak akan terlepas dari persoalan

dengan

Namun

cekaman kekeringan. Untuk itu teknologi

demikian hingga sekarang tanah pasir

yang terkait dengan mekanisme toleransi

pantai

secara

tanaman terhadap cekaman kekeringan

maksimal, utamanya yang berkaitan dengan

akan membantu upaya budidaya tanaman

pemanfaatannya untuk usaha pertanian.

di tanah pasir pantai.

Sebagai

negara

luasan
tersebut

yang
belum

besar.
digarap

Keadaan ini tidak dapat dipungkiri karena

Kandungan tanah pasir yang tinggi

sebagian besar kawasan pantai merupakan

di lahan pantai merupakan kendala utama

tanah kritis. Salah satu penyebab kekritisan

pengembangan

tanah di kawasan pantai didominansi oleh

kawasan tersebut. Kondisi tersebut akan

faktor

menyebabkan

tingginya

kandungan

pasir

(Kertonegoro, 2000). Kondisi tersebut akan

budidaya
munculnya

tanaman

di

persoalan

cekaman kekeringan pada tanaman akibat

88

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

terbatasnya kemampuan tanah menahan

pengendali osmotik, terbukti pada saat

air.

budidaya

tanaman tercekam kekeringan prolina akan

tanaman di tanah pasir pantai akan berhasil

terakumulasi di daun dan konsentrasinya

jika didukung usaha pemunculan varietas

berkorelasi

yang toleran terhadap cekaman kekeringan

Ditegaskan oleh

selain usaha

bahwa

Oleh

karena

itu

upaya

perbaikan

dan biologi tanah.

sifat fisik, kimia

dengan

potensial

osmotik.

Cristine et al. (1996)

akan

terjadi

peningkatan

Pemunculan varietas

konsentrasi asam amino pada tanaman

toleran terhadap cekaman kekeringan akan

sejalan dengan penurunan potensial air,

mempan

dan prolina merupakan asam amino yang

jika

didukung

oleh

informasi

karakter fisiologi toleransi tanaman.

paling

Secara alami, sebenarnya tanaman


sudah

memiliki

mekanisme

toleransi

terhadap cekaman kekeringan

terutama

berkaitan

dengan

pengendalian

transpirasi. Levvit (1980) mengungkapkan

berflutuasi

oleh

karena adanya

perbedaan potensial air. Berdasar fakta


tersebut diduga ada hubungan yang erat
antara

perubahan

konsentrasi

protein

dengan kandungan prolina bebas pada saat


tanaman mengalami cekaman kekeringan.
Pengungkapan

bahwa tanaman dapat dibedakan menjadi

karakter

fisiologi

dua tipe berkaitan dengan pengaturan

toleransi tanaman bawang merah pada

transpirasi, yaitu :

kondisi

mampu

(1) tanaman yang

menghindari

dehidrasi

dengan

tercekam

bermanfaat

sebagai

dasar

akan

pemunculan

penurunan transpirasi melalui pengaturan

varietas

kecepatan penutupan stomata, (2) tanaman

pertimbangan

memanfaatkan pengendali osmotik untuk

pengairan yang hingga saat ini masih

menekan

Perubahan

membebani petani ditinjau dari segi tenaga

konsentrasi protein dan prolina bebas dapat

kerja maupun beaya yang dikeluarkan.

digunakan

toleransi

Seperti dilaporkan oleh Djauhari et al.

tanaman terhadap cekaman kekeringan.

(1985) bahwa tenaga yang diperlukan untuk

Dilaporkan

(1996)

penyiraman tanaman bawang merah masih

perubahan protein terjadi ketika tanaman

membebani petani dan bahkan menjadi

mengalami cekaman kekeringan. Didukung

pekerjaan utama petani di atas kegiatan

pendapat

sehari-hari.

laju

transpirasi.

sebagai
oleh

penanda
Passioura

Shinozaki

dan

Yamaguchi-

toleran,

kekeringan
selain

perbaikan

sebagai
teknologi

Berdasarkan pada paparan

Shinokazi (1997) yang menyatakan bahwa

permasalahan tersebut di atas tampaknya

jika

karakteristik

tanaman

menyebabkan
yang

kekurangan
perubahan

berpengaruh

aktivitas

protein

Maestri

et

bahwa

prolina

al.

pada

spesifik.
(1995)

air

akan

fisiologi

gen

bawang

sintesis

dan

kekeringan di tanah pasir pantai menarik

lanjut

terhadap

tanaman

ekspresi
Lebih

merah

toleransi

cekaman

untuk diteliti.

mengungkapkan

merupakan

senyawa

89

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

merah dan kadar air tanah dengan tiga

METODE PENELITIAN

ulangan. Faktor pertama adalah varietas


Penelitian merupakan rangkaian dua
tahapan percobaan yaitu : 1) Kajian batas
ambang (threshold) kadar air tanah yang
menyebabkan cekaman kekeringan pada
bawang merah, dan 2) Studi tentang
karakter

fisiologi

toleransi

terhadap

cekaman kekeringan beberapa varietas


bawang merah di tanah pasir pantai.

bawang merah yang terdiri atas duabelas


macam varietas yakni : V1 = varietas Bima
Juna, V2 = varietas Biru, V3 = varietas Tiron,
V4 = varietas Siam, V5 = varietas Kuning,
V6 = varietas Ampenan, V7 = varietas Bima
Brebes-I, V8 = varietas Timor, V9 = varietas
Bima Brebes-II, V10 = varietas Probolinggo,
V11 = varietas Bima NTB dan V12 = varietas

Percobaan

Kuning Tablet. Faktor ke dua adalah

pot menggunakan rancangan perlakuan

cekaman kekeringan tanah terdiri atas dua

faktorial

taraf meliputi :

Percobaan
dengan

Pertama.
rancangan

lingkungan

K0 = 100% air tersedia

rancangan acak lengkap (RAL). Ada dua

(kontrol) dan K1 = kadar air tanah (% air

faktor yang diteliti yakni varietas bawang

tersedia)

merah dan kadar air tanah dengan tiga

kekeringan (berdasarkan hasil percobaan

ulangan. Faktor pertama adalah varietas

pertama).

bawang merah yang terdiri atas enam

terdiri atas 24 kombinasi perlakuan dengan

macam varietas yakni : V1 = varietas Bima

tiga ulangan sehingga terdapat 72 unit

Dengan

demikian

percobaan

varietas Timor,

V3 =

percobaan. Setiap unit terdiri atas dua pot,

varietas Tiron, V4 = varietas Biru,

V5 =

sehingga seluruhnya berjumlah 144 pot

Brebes,

V2

yang menyebabkan cekaman

varietas Filipina dan V6 = varietas Kuning.


Faktor ke dua adalah kadar air tanah terdiri
atas empat aras :

K1 = 100% air tersedia;

K2 = 80% air tersedia;


tersedia;

dan

K3 = 60% air

K4 = 40% air tersedia.

Dengan demikian percobaan terdiri atas


duapuluh

empat

kombinasi

perlakuan

dengan tiga ulangan sehingga terdapat 72


unit percobaan. Setiap unit terdiri atas dua
pot, sehingga seluruhnya berjumlah 144
pot percobaan.

faktorial

dengan

Parameter yang diamati antara lain :


(1) peubah tumbuh tanaman, yakni : tinggi
tanaman, jumlah daun, bobot basah dan
bobot kering brangkasan,
bobot kering akar;

panjang

dan

(2) analisis tanaman,

yakni : kandungan relatif daun, kerapatan


stomata,

kandungan

protein

total,

kandungan prolina daun, kandungan N, P,


dan K daun; (3) sifat fisik tanah, yakni :
berat volume (bv), tekstur dan struktur

Percobaan Kedua. Percobaan pot


menggunakan

percobaan.

rancangan
rancangan

tanah, kandungan bahan organik; (4) sifat

perlakuan

kimia tanah, yakni : pH,

lingkungan

tukar kation), kandungan

KTK (kapasitas
unsur

N, P

rancangan acak lengkap (RAL). Ada dua

(total), P (tersedia), K, Ca, Na, S, Cl, dan

faktor yang diteliti yakni

Mg; (5) peubah hasil, yakni : bobot umbi

varietas bawang

90

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

basah dan kering simpan; (6) efisiensi

berasal dari Sindangbarang, Kabupaten

penggunaan air. Sebagai data penunjang

Bogor (Sufyati, 1999). Perbedaan tersebut

diamati unsur iklim yaitu suhu, kelembaban

diduga

oleh

udara dan radiasi surya.

tanam

saat

karena

perbedaan

pengujian,

yakni

media
pada

percobaan kali ini menggunakan tanah


HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian

Batas

Ambang

pasir pantai yang didominansi oleh fraksi


(Threshold)

pasir yang berbeda dengan tanah regosol

Penyebab Cekaman kekeringan pada

dari Sindangbarang. Fenomena tersebut

Tanaman Bawang Merah di Tanah Pasir

memberikan gambaran bahwa perbedaan

Pantai

jenis dan sifat tanah memberikan pengaruh


pada perbedaan respon tanaman bawang
Kajian batas ambang (threshold)

kadar

air

tanah

yang

menyebabkan

cekaman kekeringan pada bawang merah


di tanah pasir pantai berdasarkan respon
peubah tumbuh tanaman, yakni bobot
kering brangkasan (BKB) pada berbagai
tingkatan kadar air tanah tersedia. Kajian

merah terhadap perubahan kadar air tanah.


Kejadian tersebut sesuai dengan pendapat
Blum (1996) yang menyatakan bahwa pada
saat tanaman mengalami cetaman air akan
memberikan

respon

secara

progresif

terhadap perbedaan kondisi tanah dan


atmosfir.

tersebut diterapkan pada enam macam


varietas yang berasal dari daerah yang

Seleksi beberapa varietas bawang

berbeda yakni varietas Bima Brebes, Timor,

merah

Tiron, Biru, Bima Juna, Kuning. Tabel 1

terhadap

menununjukkan bahwa penurunan kadar air

menggunakan

sampai 80% AT (air tersedia) dari keenam

brangkasan (BKB).

varietas menunjukkan respon yang sama.

sebagai penentu seleksi didukung oleh

Namun demikian pada kondisi kadar air

pendapat Blum (1996) bahwa pada saat

yang diturunkan sampai 60% AT dan 40%

pasokan air tidak mencukupi kebutuhan

AT

evapotranspirasi

ke enam varietas mulai menunjukkan

berdasarkan

toleransi

cekaman

tanaman
kekeringan

peubah

bobot

kering

Penggunaan BKB

(tanaman

mengalami

respon yang berbeda. Kenyataan tersebut

cetaman air), transpirasi dan asimilasi

menggambarkan bahwa penurunan kadar

cenderung mulai menurun. Lebih lanjut

air sampai 60% AT sudah menyebabkan

Havaux

(1992)

cekaman kekeringan pada bawang merah

kapasitas

fotosintesis

yang ditanam di tanah pasir pantai. Kondisi

sebagai penanda respon tanaman terhadap

tersebut

cekaman kekeringan, dan BKB merupakan

berbeda

dari

percobaan

menyatakan
dapat

bahwa

digunakan

sebelumnya, diungkapkan bahwa kadar air

peubah

tersedia 85% AT sudah menimbulkan efek

kapasitas fotosintesis tanaman. Dikuatkan

cekaman

oleh

kekeringan

pada

tanaman

bawang merah di tanah regosol yang

yang

dapat

pendapat

menyatakan

menggambarkan

Levitt

bahwa

(1980)

yang

penurunan

taraf

91

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

biomasa tanaman merupakan salah satu


bentuk

tanggapan

tanaman

terhadap

cekaman kekeringan.

Tabel 1. Pengaruh perlakuan kombinasi varietas bawang merah dan kadar air tanah
terhadap bobot kering brangkasan (BKB) tanaman (gram)
Perlakuan

Kadar air tanah :


100% AT

80% AT

60% AT

40% AT

Varietas :
2,08 bcde

Bima Brebes
Timor

1,80 abcde
1,95 abcde

2,40 def

Tiron

2,21 bcde

2,41 def

1,57 abc

1,35 a

1,77 abcd

1,44 ab

2,63 ef

1,96 abcde

2,60 ef

2,30 cdef

2,33 cdef

2,96 f

2,61 ef

Biru

2,78 f

Bima Juna
Kuning

1,83 abcd
2,25 cdef
1,77 abcd
1,97 abcd

1,98 abcd
2,49 ef
Keterangan : Angka rerata pada baris dan kolom yang diikuti huruf sama
menunjukkan perbedaan menurut uji Tukey taraf 5%.
Perbedaan

respon

pada

18,92%) dan varietas Kuning Tablet (BKB

kondisi kondisi cukup air (100% AT) dan

turun 24,45%). Dengan demikian kelima

kondisi tercekam kekeringan (60% AT),

varietas

tersebut

dapat

digunakan

varietas

toleran

terhadap

untuk

BKB

kepentingan

seleksi

digolongkan
cekaman

toleransi tanaman bawang merah terhadap

kekeringan.

cekaman kekeringan. Seleksi dilakukan

Brebes II (BKB turun 69,36%), varietas

terhadap 12 varietas yang berasal dari

Bima Juna (BKB turun 61,90%), varietas

daerah

Bima Brebes I (BKB turun 54,72%), dan

menununjukkan bahwa dari 12 varietas

varietas Tiron (BKB turun 53,39%) dapat

yang

digolongkan

yang
diseleksi

berbeda.
ternyata

Tabel
dijumpai

lima

Sedangkan varietas Bima

varietas

peka

terhadap

varietas yang tidak mengalami penurunan

cekaman

BKB

varietas

penurunan BKB lebih dari 50%. Namun

Ampenan (BKB turun 8,11%), varietas Biru

demikian untuk varietas Bima NTB (BKB

(BKB turun 10,26%), varietas Kuning (BKB

turun 36,92%), varietas Probolinggo (BKB

turun 16,56%), varietas Timor (BKB turun

turun 40,38%), dan varietas varietas Siam

secara

nyata

yakni

kekeringan

karena

terjadi

92

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

(45,21%),

ISSN : 2086-7719

digolongkan varietas moderat

oleh karena walaupun BKB berbeda nyata


tetapi penurunannya kurang dari 50%.
Tabel 2. Pengaruh kadar air tanah terhadap bobot kering brangkasan (BKB) berbagai
varietas bawang merah
Kadar air tanah :
Varietas

100% AT

60% AT

Penurunan
BKB (%)

Klasifikasi

-------- gram --------Bima Juna


Biru
Tiron
Siam
Kuning
Ampenan
Bima Brebes-I
Timor
Bima Brebes-II
Probolinggo
Bima NTB
Kuning Tablet

1,26

0,48

1,17

1,05

1,18

0,55

1,88

1,03

1,63

1,36

1,48

1,36

0,53

0,24

0,74

0,60

2,48

0,76

2,13

1,27

1,30

0,82

1,35

1,02

61,90 * )

Peka

10,26 ns

Toleran

53,39 * )

Peka

45,21 * )

Moderat

16,56 ns

Toleran

8,11 ns

Toleran

54,72 * )

Peka

18,92 ns

Toleran

69,36 **)

Peka

40,38 * )

Moderat

36,92 * )

Moderat

24,45 ns

Toleran

Keterangan : ns = tidak ada perbedaan BKB antara perlakuan 60% AT dengan 100% AT
*) = terdapat perbedaan BKB antara perlakuan 60% AT dengan 100% AT
berdasarkan uji BNT taraf 5%
**) = terdapat perbedaan BKB antara perlakuan 60% AT dengan 100% AT
berdasarkan uji BNT taraf 1%

93

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

K1= 100% AT, K2 = 80% AT, K3 = 60% AT, K4 = 40% AT; (AT = air tersedia)
Gambar 2. Keragaan pertumbuhan tanaman bawang merah varietas peka
pada berbagai perlakuan kadar air tersedia

K1= 100% AT, K2 = 80% AT, K3 = 60% AT, K4 = 40% AT; (AT = air tersedia)
Gambar 3. Keragaan pertumbuhan tanaman bawang merah varietas toleran
pada berbagai perlakuan kadar air tersedia

Karakter Morfofisiologi Varietas

Hampir semua peubah tumbuh tanaman

Bawang Merah pada Kondisi Cukup Air

yang teramati baik pada varietas toleran

dan Tercekam Kekeringan di Tanah Pasir

(varietas Biru) maupun peka (varietas Bima

Pantai

Brebes)

menurun

akibat

cekaman

kekeringan. Pertumbuhan akar merupakan


Cekaman kekeringan menimbulkan
efek

penurunan

pertumbuhan

tanaman

bawang merah di tanah pasir pantai.

peubah yang paling tanggap

terhadap

cekaman kekeringan. Tabel 3 menunjukkan


bahwa penurunan panjang akar dan bobot

94

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

kering akar yang tampak dominan terjadi

8,33% (dari 0,24 g turun menjadi 0,22 g).

pada varietas peka. Pada varietas toleran

Sedangkan

(varietas Biru) terjadi penurunan panjang

Brebes) terjadi penurunan PA sebesar

akar (PA) sebesar 27,67% (dari 15,90 cm

45,42% (dari 16,73 cm turun menjadi 9,13

pada kondisi cukup air turun menjadi 11,50

cm) dan

cm pada kondisi tercekam kekeringan) dan

turun menjadi 0,07 g).

varietas peka (varietas Bima

BKA turun 46,15% (dari 0,13 g

bobot kering akar (BKA) turun sebesar


Tabel 3. Kinerja peubah tumbuh tanaman bawang merah pada kondisi cukup air
dan tercekam kekeringan.
Peubah

Cukup air

Panjang akar

Tercekam kekeringan

--------------------------- cm --------------------------------

Varietas toleran

15,90

11,50 *)

Varietas peka

16,73

9,13 *)

Bobot kering akar

----------------------- gram -------------------------------

Varietas toleran

0,24

0,22 ns

Varietas peka

0,13

0,07 *)

Bobot segar brangkasan

----------------- gram ------------------------------

Varietas toleran

22,97

13,85 *)

Varietas peka

13,70

9,40 *)

Bobot kering brangkasan

-------------- gram ------------------------------

Varietas toleran

7,62

5,25 ns

Varietas peka

8,51

1,39 *)

Keterangan : ns = angka pada baris yang sama pada setiap peubah menunjukkan
tidak ada perbedaan berdasarkan uji BNT
*) = angka pada baris yang sama pada setiap peubah menunjukkan
perbedaan berdasarkan uji BNT taraf 5%

Tekanan pada akar berakibat pada

31,10%). Pada varietas peka, BKB turun

pertumbuhan tanaman yang

lebih tajam sebesar 83,67 % (dari 8,51g

ditandai dengan penurunan bobot kering

menjadi 1,39g). Penurunan bobot umbi

brangkasan (Tabel 3) dan bobot umbi

akibat cekaman kekeringan pada varietas

(Tabel 4). Terbukti pada varietas toleran,

toleran terjadi sebesar 38,35% (bobot umbi

bobot kering brangkasan (BKB) mengalami

segar) dan 42,34% (bobot umbi kering).

penurunan akibat

cekaman kekeringan

Pada verietas peka, bobot umbi turun lebih

yakni dari 7,62 g menjadi 5,25 (turun

tajam yakni 92,78% (bobot umbi segar) dan

penurunan

95

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

kering). Tekanan

r = 0,71. Peristiwa tersebut sejalan dengan

pertumbuhan akibat cekaman kekeringan

temuan Cornic dan Briantais (1998) yang

berkaitan erat dengan kandungan air relatif

mengungkapkan bahwa pada kondisi KAR

(KAR)

daun tanaman lebih rendah dari

91,73% (bobot

umbi

daun.

Cekaman

menyebabkan

kekeringan

penurunan

KAR

daun

normal akan

kondisi

mengakibatkan penurunan

secara nyata terutama pada varietas peka

fotosintesis sampai sebesar 30%. Lebih

(Tabel 5).

KAR daun

lanjut Tardieu (1996) menyatakan salah

terhambatnya

satu respon tanaman yang mengalami

Korelasi antara bobot

cekaman kekeringan ditandai terjadinya

Penurunan

disebabkan

oleh

pertumbuhan akar.

relatif tinggi

hambatan

pada

pada varietas

Hambatan

pertumbuhan

kering akar dengan KAR


masing-masing r = 0,63

pertumbuhan

akar.

akar

akan

toleran dan r = 0,82 pada varietas peka.

menyebabkan perubahan EPA (efisiensi

Penurunan

penggunaan air). Tampak pada Tabel 5,

bobot

KAR daun diikuti penurunan

kering

korelasi

brangkasan

(BKB)

dan

antara KAR daun dengan BKB

bahwa pada kondisi tercekam kekeringan


untuk

varietas

toleran

mampu

juga cukup tinggi yakni ditunjukkan oleh

mempertahankan EPA. Berbeda dengan

nilai r = 0,60 pada varietas toleran lebih

varietas peka, EPA menurun tajam pada

rendah daripada varietas peka dengan nilai

saat mengalami cekaman kekeringan.

Tabel 4. Bobot umbi bawang merah pada kondisi cukup air dan tercekam kekeringan
Peubah

Cukup air

Bobot umbi segar

Tercekam kekeringan

--------------------- gram ----------------------------------

Varietas toleran
Varietas peka
Bobot umbi kering

12,36

7,62 ns

9,84

0,71 *)

---------------------- gram ----------------------------------

Varietas toleran

9,92

5,72 *)

Varietas peka

7,98

0,66 *)

Keterangan : ns = angka pada baris yang sama pada setiap peubah menunjukkan
tidak ada perbedaan berdasarkan uji BNT
*) = angka pada baris yang sama pada setiap peubah menunjukkan
perbedaan berdasarkan uji BNT taraf 5%
kerapatan

kerapatan stomata, pada varietas toleran

stomata tampak bahwa varietas toleran

menurun sebesar 17,01% dan varietas

cenderung

peka menurun sebesar 24,45%. Dengan

Berkaitan

varietas
kekeringan

lebih
peka

dengan
rendah
(Tabel

menyebabkan

dibandingkan
5).

Cekaman
menurunnya

demikian kerapatan stomata merupakan


peubah

yang

menentukan

kemampuan

96

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

adaptasi

tanaman

terhadap

ISSN : 2086-7719

cekaman

al (1996) bahwa jumlah stomata merupakan

kekeringan. Hal yang sama diungkap juga

ciri penting dalam menentukan kemampuan

oleh Sufyati (1999). Peristiwa tersebut

adaptasi kedelai terhadap stres kekeringan.

sesuai juga dengan pernyataan Sopandie et

Tabel 5. Kandungan air relatif (KAR) daun , efisiensi penggunaan air (EPA) dan kerapatan
stomata tanaman bawang merah pada kondisi cukup air dan tercekam kekeringan.
Peubah

Cukup air

Tercekam kekeringan

Kandungan air relatif (KAR) daun


-------------------------- % --------------------------------Varietas toleran

25,11

13,27 *)

Varietas peka

20,41

10,48 *)

Efisiensi penggunaan air (EPA)


------------------------- gram/l -----------------------------Varietas toleran

83,05

Varietas peka

118,11 ns

105,89

42,00 *)

Kerapatan stomata
--------------------- (unit/0,79 m2) -----------------------Varietas toleran

111,67

92,67 *)

Varietas peka

133,00

100,33 *)

Keterangan : ns = angka pada baris yang sama pada setiap peubah menunjukkan
tidak ada perbedaan berdasarkan uji BNT
*) = angka pada baris yang sama pada setiap peubah menunjukkan
perbedaan berdasarkan uji BNT taraf 5%
Cekaman kekeringan (pada kadar

(meningkat 428,54%). Kejadian yang sama

air tanah 60% air tersedia) menyebabkan

terjadi pada varietas toleran, yakni sebesar

peningkatan

0,0457

kandungan

prolina

tajuk

g/g

pada

air

meningkat

merah

cekaman

kondisi tercekam kekeringan (meningkat

kekeringan maupun varietas toleran (Tabel

225,16%). Jika kandungan prolina di tajuk

6).

dihubungkan dengan peubah KAR,

peka

terhadap

Pada kondisi cukup air (100% air

0,1486

cukup

tanaman bawang merah, baik pada bawang


yang

menjadi

kondisi

g/g pada

nilai

tersedia), kandungan prolina tajuk bawang

korelasi pada varietas peka (r = - 0,60)

merah varietas peka sebesar 0,0445

g/g

lebih tinggi dari varietas toleran (r = - 0,25).

tercekam

Keadaan tersebut menggambarkan bahwa

sedangkan
kekeringan

pada

kondisi

sebesar

0,2352

g/g

prolina merupakan senyawa indikator yang

97

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

menandai tanaman mengalami cekaman

pengendali osmotik yang akan meningkat

kekeringan

nyata

konsentrasinya jika tanaman mengalami

peka

cekaman kekeringan. Cristine et al. (1996)

dan

peningkatannya
terhadap

tampak

pada

cekaman

varietas

kekeringan.

Sejalan

menyatakan bahwa

kandungan

prolina

dengan pendapat Maestri et al. (1991) yang

meningkat

mengungkapkan bahwa prolina merupakan

daun berkisar antara -0,1 -2,0 Mpa.

tajam

pada

saat

potensial

Tabel 6. Kandungan prolina dan protein total tajuk tanaman bawang merah
pada kondisi cukup air dan tercekam kekeringan
Peubah

Cukup air

Tercekam kekeringan

Kandungan prolina
------------------------

g/g -------------------------------

Varietas toleran

0,0457

0,1486

Varietas peka

0,0445

0,2352

Kandungan protein total


------------------------ mg/g ------------------------------Varietas toleran

11,21

7,25

Varietas peka

13,72

13,19
Bulow

Berkaitan

dengan

kandungan

protein di tajuk bawang merah, menarik


untuk dicermati pada kondisi tercekam
kekeringan (60% air tersedia) aplikasi CMA
pada varietas toleran terjadi peningkatan
tetapi tidak pada varietas peka. Kondisi
tersebut memberikan indikasi bahwa protein
total

tajuk

tidak

dipengaruhi

cekaman

kekeringan. Diduga hanya protein spesifik


saja

(bukan

protein

total)

yang

aktif

mempengaruhi toleransi tanaman terhadap


cekaman kekeringan di tanah pasir pantai.
Seperti ditegaskan oleh

Pattanagul dan

Madore

mengungkapkan

(1999)

yang

bahwa tanaman berusaha menyesuaikan


terhadap

cekaman

kekeringan

melalui

peningkatan sintesis dan aktivasi protein


tertentu. Menurut pendapat Holmberg dan

(1998)

disebut

protein

protein

spesifik tersebut

LEA

embryogenesis-abundant

(the
proteins)

lateyang

akan aktif sebagai protektan pada saat


tanaman mengalami stres abiotik termasuk
cekaman

kekeringan.

Lebih

lanjut

diungkapkan bahwa protein LEA tersusun


oleh 11 asam amino
bentuk

tersusun

dalam

amfifilik- -helik, dan terdapat di

dalam daun dengan jumlah berkisar antara


0,5-2,5% dari protein total. Protein LEA
berfungsi dalam sistem proteksi terhadap
senyawa

superoksida

yang

seringkali

terbentuk pada kondisi tanaman tercekam


kekeringan.
Cornic

dan

menyatakan

Sejalan

dengan

Briantais
bahwa

pendapat

(1991)

yang

superoksida

yang

terbentuk pada saat stres tersebut akan


sangat merusak lipida dan protein.

98

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Tanaman

(defisien). Untuk verietas toleran, berturut-

Kondisi

turut N (0,82%), P (0,28% ), K (0,35%), Ca

Tercekam kekeringan di Tanah Pasir

(0,88%) dan Mg(0,24%). Sedangkan untuk

pantai

varietas peka, berturut-turut N (0,85%), P

Kinerja

Serapan

Bawang

Merah

Hara
pada

(0,19%), K (0,33%), Ca (0,79%) dan Mg


Cekaman kekeringan menyebabkan
penurunan total serapan hara (Tabel 7).
Jika dicermati perbandingan antara ratarata total serapan hara dengan bobot kering
brangkasan pada semua unsur (N, P, K, Ca
dan Mg) saat tercekam kekeringan tanpa
perlakuan CMA baik untuk varietas toleran

(0,21%). Menurut Jones et al. (1991),


tanaman

kelompok

termasuk

bawang

bawang-bawangan
merah

dikatakan

kecukupan hara jika perbadingan total


serapan hara dengan BKB tajuk berturutturut N(5,0-6,0%), P (0,35-0,5%), K (4,05,5%), Ca (1,0-2,0%) dan Mg (0,25-0,4%).

maupun peka dapat dikatagorikan rendah


Tabel 7. Serapan hara N, P, K, Ca dan Mg tanaman bawang merah pada kondisi
cukup air dan tercekam kekeringan
Peubah

Cukup air

Serapan N

Tercekam kekeringan

----------------------- mg/tnm -----------------------------

Varietas toleran

8,23

4,31 ns

Varietas peka

8,35

1,18 *)

Serapan P

---------------------- mg/tnm ----------------------------

Varietas toleran

2,74

1,47 ns

Varietas peka

2,56

0,37 **)

---------------------- mg/tnm ----------------------------

Serapan K
Varietas toleran

3,51

1,84 ns

Varietas peka

3,49

0,47 **)

Serapan Ca

---------------------- mg/tnm ----------------------------

Varietas toleran

7,92

4,63 ns

Varietas peka

7,83

1,10 **)

----------------------

Serapan Mg

mg/tnm ----------------------------

Varietas toleran

2,59

1,26 ns

Varietas peka

2,56

0,30 *)

Keterangan : ns = angka pada baris yang sama pada setiap peubah menunjukkan
tidak ada perbedaan berdasarkan uji BNT
*) = angka pada baris yang sama pada setiap peubah menunjukkan
perbedaan berdasarkan uji BNT taraf 5%
**) = angka pada baris yang sama pada setiap peubah menunjukkan
perbedaan berdasarkan uji BNT taraf 1%

99

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

Cekaman

kekeringan

ISSN : 2086-7719

berkaitan

(1) Penurunan kadar

dengan keberadaan unsur K, diungkapkan

dengan

oleh Jones et al. (1991)

menimbulkan

merupakan

hara

bahwa

yang

kalium

berfungsi

air

tanah

sampai

tersedia

telah

efek cekaman kekeringan

pada tanaman bawang merah; (2) Terbatas

mengatur kandungan air di dalam jaringan

pada

tanaman, tekanan turgor serta

dijumpai

membuka

60%

air

varietas-varietas
beberapa

yang

diuji,

varietas

yang

menutupnya stomata. Keterkaitan antara

dikatagorikan toleran terhadap cekaman

KAR dengan kandungan unsur Ca tajuk

kekeringan di tanah pasir pantai, yakni :

tampak cukup

varietas Ampenan, varietas Biru, varietas

tinggi,

yakni r = 0,73

pada varietas toleran dan r = 0,78 pada

Kuning,

varietas

Kuning Tablet; varietas moderat yakni :

peka. Keterkaitan

Ca

dengan

varietas Timor

dan

varietas

cekaman kekeringan, diungkapkan bahwa

varietas Bima NTB,

selain efektivitas kerja fitokrom (Dennis dan

dan

Turpin, 1990; Wilkins, 1984), kalsium juga

dikatagorikan

terlibat

stomata.

kekeringan adalah varietas Bima Brebes,

Diungkapkan oleh Gilroy et al. (1991)

varietas Bima Juna dan varietas Tiron.;

bahwa

(3)

pada

pengaturan

konsentrasi

kalsium

di

dalam

varietas

varietas Probolinggo

Siam

peka

Cekaman

varietas

terhadap

yang

cekaman

kekeringan

menekan

sitoplasma sel penjaga berperan pada

pertumbuhan

proses penutupan stomata, dan mekanisme

pada penurunan serapan air dan hara; (4)

kerjanya berhubungan dengan keberadaan

Terdapat

perbedaan

hormon ABA. Keterkaitan antara

toleransi

varietas

KAR

akar

yang

berpengaruh

karakter

toleran

fisiologi

dan

peka

dengan Mg tajuk juga cukup tinggi yakni R

terhadap cekaman kekeringan, yakni :

= 0,76 pada varietas toleran dan r = 0,78

kandungan

pada

stomata dan kandungan prolina tajuk.

varietas

peka.

Peningkatan

air

relatif

daun,

kerapatan

kandungan Mg tajuk tanaman bawang


merah akan berpengaruh pada kemampuan
tanaman

beradaptasi

dengan

kekeringan. Kejadian tersebut diduga tidak


terlepas dari

DAFTAR PUSTAKA

cekaman
Blum, A. 1996. Crop respon to drought
and the interpretation of adaptation.

fungsi Mg pada tanaman

Plant Growth Regulation 20 : 135-

yakni berkaitan pengaturan klorofil, sintesis

148.

enzim, aktivasi enzim dan tranfer energi


(Marschner, 1986).

Christine, G.,B.Rene` and B. Jean-Louis.


KESIMPULAN
Kesimpulan

1996.
yang

dapat

Water deficit-induced changes in

Proline

dikemukakan berdasarkan hasil analisis dan


uraian sebelumnya adalah sebagai berikut :

100

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

and some other amino acid in the

photoinhibition

phloem

Physiol 100 : 424-432.

sap

of

alfalfa.

Plant

stresses.

Plant

Physiol. 111 : 109-113.


Holmberg,
Cornic, G.

and

J.M.

Partitioning

Briantais.

of

N.

and

L.

Bulow.

1998.

1991.

Improving stress tolerance in plants

photosynthetic

by gene transfer. Plant Sci. 3 (2) :

electron flow between CO2 and O2

61-66

reduction in a C3 leaf (Phaseolus


vulgaris

L.)

at

different

CO2

Jones, B. J., B. Wolf and H.A. Mills. 1991.

concentrations and during drought

Plant Analysis Handbook. Micro-

stress. Planta 183 : 178-184.

Macro Publishing, Inc. Georgia.

Dennis, D.T. and D.H. Turpin. 1990. Plant


Physiology,

Biochemistry

Molecular

Biology.

Kertonegoro, B. D.

and

pantai di D.I.Yogyakarta : Potensi

Longman

dan

Scientific & Technical. New York.


Djauhari, A., Kresnaningsih
1985.

Potensi

dan Supadi.

dan

2000. Gumuk pasir

pemanfaatannya

pertanian

berkelanjutan.

Seminar

Nasional

sumberdaya

kendala

untuk
Makalah

Pemanfaatan

lokal

pembangunan

untuk
pertanian

usahatani dan pemasaran bawang

berkelanjutan. Universitas Wangsa

merah

Manggala. Yogyakarta. 13 hal.

Tengah,

Kasus

Brebes,

331-351

Hardjosumadi,

S.,

Kartasasmita,
Yuswadi

hal.

A.

(eds.).

In
U.G.

Kurnia

Padi

Jawa

dan

Palawija.

Levitt,

J. 1980. Response of

Plants to

Environmental Stresses. Volume I.


Academic Press. New York.

Badan Penelitian Tanaman Pangan,


Bogor.

Maestri, M., F.M. Damatta, A.J. Regazzi


and

Gilroy, S., M. D. Fricker, N. D. Read and


A.J. Trewavas. 1991.

R.S.

Accumulation

Barros.
of

proline

1995.
and

Role of

quarterrary ammonium compounds

calcium in signal transduction of

in mature leaves of water stressed

Commelina guard cells. Plant Cell 3

caffea plant. Journal of Hortic. Sci.

: 333-344.

70 (2) : 229-233.

Havaux, M. 1992. Stress tolerance of


photosystem-II in
effects

of

vivo-antagonistic

water,

heat,

and

Marschner, H. 1986.
Mineral Nutrition of Higher Plants.
Academic Press. London.

101

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

Wilkins, M. B. 1984.
Passioura, J.B.1996.
Drought

Advanced Plant Physiology. Pitman

and

drought

tolerance.

Publishing Limited. London.

Plant Growth Regulation 20 : 79-83.


Pattanagul, W.and

M. A. Madore. 1999.

Water deficit effects on raffinose


family oligosaccharide metabolism in
coleus. Plant Physiol. 121 : 987-993.
Shinozaki,

K.and

K.Yamaguchi-

Shinozaki.1997. Gene expression


and signal transduction in waterstress response. Plant Physiol. 115 :
327-334.
Sopandie, D., M. Yusuf, Supijatna

dan

Hamim. 1996. Fisiologi dan genetik


daya adaptasi kedelai
cekaman

kekeringan

terhadap
dan

pH

rendah dengan Al tinggi. Laporan


Penelitian. Dewan

Riset Nasional.

PAU Bioteknologi IPB. Bogor 107 p.


Tardieu, F. 1996. Draught perseption by
plants do cells of droughted plants
experiences

water

stress?

The

diversity of adaptation in the wide.


Plant Growth Regulation 20: 93-104
Sufyati,Y.

1999.

Varietas

Karakter
Bawang

ascalonicum
Stres

Air.

Pascasarjana

L.)

Morfofisiologi

Merah

(Allium

pada

Kondisi

Tesis
IPB

Program
(Tidak

dipublikasi).

102

Jurnal AgriSains Vol.3 No.4, Mei 2012

ISSN : 2086-7719

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

Beberapa contoh :
Buku :

Naskah yang diterima merupakan hasil

Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1989. The

penelitian, naskah ditulis dalam bahasa

Germation

Indonesia,

Press. 270 p.

diketik

dengan

computer

of

Seeds.

Pergamon

program MS. Word, front Arial size 11.


Jarak antar baris 2 spasi maksimal 15

Artikel dalam buku :

halaman termasuk garfik, gambar dan tabel.

Abdulbaki, A.A. And J.D. Anderson. 1972.

Naskah diserahkan dalam bentuk print-out

Physiological

dan CD; dibuat dengan jarak tepi cukup

Deteration of Seeds. P. 283-309. In.

untuk koreksi.

T.T.Kozlowski (Ed) Seed Biology Vol.

Gambar (gambar garis maupun foto)

and

Biochemical

3. Acad. Press. New York.

dan tabel diberi nomor urut sesuai dengan


letaknya. Masing-masing diberi keterangan

Artikel dalam majalah atau jurnal :

singkat dengan nomor urut dan dituliskan

Harrison, S.K., C.S. Wiliams, and L.M. Wax.

diluar bidang gambar yang akan dicetak.

1985. Interference and Control of

Nama ilmiah dicetak miring atau

Giant Foxtail (Setaria faberi, Herrm) in

diberi garis bawah. Rumus persamaan ilmu

Soybean (Glicine max). Weed Science

pasti, simbol dan lambang semiotik ditulis

33: 203-208.

dengan jelas.
Susunan

urutan

naskah

ditulis

sebagai berikut :

Prosiding :
Kobayasshi,J. Genetic engineering of Insect

1. Judul dalam bahasa Indonesia.

Viruses: Recobinant baculoviruses. P.

2. Nama penulis tanpa gelar diikuti

37-39. in: Triharso, S. Somowiyarjo,

alamat instansi.
3. Abstract dalam bahasa Inggris, tidak
lebih 250 kata.

K.H. Nitimulyo, and B. Sarjono (eds.),


Biotechnology for Agricultural Viruses.
Mada University Press. Yogyakarta.

4. Materi dan Metode.


5. Hasil dan Pembahasan.

Redaksi berhak menyusun naskah

6. Kesimpulan.

agar sesuai dengan peraturan pemuatan

7. Ucapan terima kasih kalau ada.

naskah

8. Daftar pustaka ditulis menggunakan

diperbaiki, atau menolak naskah yang

sistem nama, tahun dan disusun


secara abjad

atau

mengembalikanya

untuk

bersangkutan.
Naskah yang dimuat dikenakan biaya
percetakan sebesar Rp 100.000,- dan
penulis menerima 1 eks hasil cetakan.

103

Anda mungkin juga menyukai