Anda di halaman 1dari 4

44

Buletin
Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010: 44-47

R.N.E. Soerjandoko: Teknik pengujian mutu beras skala laboratorium

TEKNIK PENGUJIAN MUTU BERAS SKALA LABORATORIUM


R.N.E. Soerjandoko
Teknisi Litkayasa Penyelia pada Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Jalan Raya 9, Sukamandi, Subang 41172, Telp. (0260) 520157, Faks. (0260) 520158, E-mail: bbpadi@litbang.deptan.go.id

utu beras sangat bergantung pada mutu gabah yang


akan digiling dan sarana mekanis yang digunakan
dalam penggilingan. Selain itu, mutu gabah juga dipengaruhi
oleh genetik tanaman, cuaca, waktu pemanenan, dan penanganan pascapanen.
Pemilihan beras merupakan ungkapan selera pribadi
konsumen, ditentukan oleh faktor subjektif dan dipengaruhi
oleh lokasi, suku bangsa atau etnis, lingkungan, pendidikan,
status sosial ekonomi, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Beras yang mempunyai cita rasa nasi yang enak mempunyai hubungan dengan selera dan preferensi konsumen
serta akan menentukan harga beras. Secara tidak langsung,
faktor mutu beras diklasifikasikan berdasarkan nama atau
jenis (brand name) beras atau varietas padi.
Respons konsumen terhadap beras bermutu sangat
tinggi. Agar konsumen mendapatkan jaminan mutu beras
yang ada di pasaran maka dalam perdagangan beras harus
diterapkan sistem standardisasi mutu beras. Beras harus diuji
mutunya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
mutu beras giling pada laboratorium uji yang terakreditasi
dan dibuktikan berdasarkan sertifikat hasil uji (Suismono
2002). SNI untuk beras giling bertujuan untuk mengantisipasi
terjadinya manipulasi mutu beras di pasaran, terutama karena
pengoplosan atau pencampuran antarkualitas atau antarvarietas.
Tujuan pengujian mutu beras adalah untuk melakukan
pengukuran atau identifikasi secara kuantitatif terhadap
karakter fisik beras dan menentukan klasifikasi mutu beras
yang diinginkan pasar dan konsumen.

BAHAN DAN METODE


Pengujian dilakukan di Laboratorium Mutu Beras, Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi pada bulan Mei
2010. Bahan utama yang digunakan adalah gabah varietas
Ciherang. Varietas Ciherang mempunyai tekstur nasi pulen
dengan kadar amilosa 23% dan bentuk gabah panjang
ramping (Suprihatno et al. 2009).

Sampel gabah diambil dari lima lokasi sentra produksi


padi. Gabah diberi kode sesuai dengan lokasi pengambilan
sampel, yakni kode A1 dan A2 untuk gabah yang berasal
dari Kediri, kode B1 dan B2 untuk gabah yang berasal dari
Surakarta, kode C1 dan C2 untuk gabah yang berasal dari
Karawang, kode D1 dan D2 untuk gabah yang berasal dari
Subang, dan kode E untuk gabah dari Bekasi. Jumlah gabah
untuk masing-masing sampel sebanyak 2 kg dalam bentuk
gabah kering giling. Sampel gabah kemudian dibagi dua,
masing-masing 1 kg untuk pengujian dan 1 kg untuk arsip.
Jenis pengujian mutu beras meliputi beras kepala, beras
patah, butir menir, butir kapur, serta butir kuning dan rusak
dengan penjelasan sebagai berikut:
Beras kepala, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang
mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 75%
bagian dari butir beras utuh.
Beras patah, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang
mempunyai ukuran lebih besar dari 25% sampai dengan
lebih kecil 75% bagian dari butir beras utuh.
Butir menir, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang
mempunyai ukuran lebih kecil dari 25% bagian butir beras
utuh.
Butir kapur, yaitu butir beras yang separuh bagian atau
lebih berwarna putih seperti kapur dan bertekstur lunak
yang disebabkan faktor fisiologis.
Butir kuning, yaitu butir beras utuh, beras kepala, beras
patah, dan menir yang berwarna kuning atau kuning
kecoklatan (BPTP Sumatera Selatan 2006).
Peralatan yang dipergunakan terdiri atas alat penampi
atau pembersih gabah (aspirator) untuk memisahkan gabah
isi dan gabah hampa (Gambar 1a), alat pemecah kulit gabah
(rice husker) untuk memperoleh beras pecah kulit (BPK)
(Gambar 1b), alat penyosoh (rice polisher) untuk menyosoh
beras pecah kulit hingga diperoleh beras berwarna putih
(Gambar 1c), ayakan menir (seive) ukuran 2,5 mm untuk
memperoleh butir menir, dan alat pemisah ukuran beras (rice
drum grader) untuk memisahkan beras kepala dan utuh
dengan beras patah (Gambar 1d).

45

R.N.E. Soerjandoko: Teknik pengujian mutu beras skala laboratorium

Urutan kerja pengujian mutu beras mengikuti alur seperti yang disajikan pada Gambar 2 dengan penjelasan
sebagai berikut:
1. Gabah 1.000 g diayak dan ditampi untuk membuang kotoran dan gabah hampa.
2. Gabah yang telah bersih diambil 300 g lalu digiling dengan
alat pemecah kulit untuk menghasilkan beras pecah kulit.
3. Beras pecah kulit disosoh selama 3 menit untuk memperoleh beras giling.
4. Beras giling diambil 100 g kemudian diayak 20 putaran
untuk memisahkan butir menir, lalu ditimbang dan
dihitung persentasenya.

5. Beras giling yang telah bebas menir dimasukkan ke dalam


alat pemisah ukuran beras dan diputar selama 3 menit
untuk memisahkan beras kepala, beras utuh, dan beras
patah atau pecah, kemudian ditimbang dan dihitung
persentasenya.
6. Dari masing-masing mutu beras (beras kepala, beras
patah, dan menir) kemudian dipilih dan dipisahkan butir
kapur dan butir kuning rusak.
Data mutu beras yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan persyaratan mutu SNI 6128: 2008 (Tabel 1).

Sampel gabah 1.000 g


t
s

Kotoran + gabah hampa

Sekam

Rendemen beras pecah kulit

Diayak dan ditampi

Bekatul

Diambil 300 g gabah bersih


t

Digiling dengan alat


pemecah kulit
t

Beras pecah kulit


t

Disosoh dengan alat


penyosoh
(3 menit)
t

Beras giling

Rendemen beras giling

Beras kepala
Beras patah
Butir menir
Butir kapur
Butir kuning rusak

100 g beras giling


untuk contoh uji

Gambar 1. Alat pengujian mutu beras skala laboratorium: (a) alat


penampi, (b) alat pemecah kulit, (c) alat penyosoh,
(d) alat pemisah ukuran beras, Laboratorium
Pengujian Mutu Beras BB Padi, Sukamandi, 2010

Gambar 2. Alur kerja pengujian mutu beras, Laboratorium Mutu


Beras BB Padi, Sukamandi, 2010

Tabel 1. Persyaratan mutu beras menurut SNI 6128: 2008


Komponen mutu
Derajat sosoh (minimum)
Kadar air (maksimum)
Beras kepala (minimum)
Butir patah (maksimum)
Butir menir (maksimum)
Butir merah (maksimum)
Butir kuning rusak (maksimum)
Butir kapur (maksimum)
Benda asing (maksimum)
Butir gabah (maksimum)

Satuan
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(butir/100 g)

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2008)

Mutu I

Mutu II

Mutu III

Mutu IV

100
14
95
5
0
0
0
0
0
0

100
14
89
10
1
1
1
1
0,02
1

95
14
78
20
2
2
2
2
0,02
1

95
14
73
25
2
3
3
3
0,05
2

Mutu V
85
15
60
35
5
3
5
5
0,20
3

46

R.N.E. Soerjandoko: Teknik pengujian mutu beras skala laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pengujian mutu beras dari beberapa lokasi pengambilan
sampel menunjukkan bahwa rendemen beras giling dari
varietas Ciherang cenderung hampir sama. Namun setelah
dipisahkan berdasarkan komponen mutu beras, terdapat
variasi pada persentase beras kepala dan beras patah atau
pecah, sedangkan butir menir, butir kapur, dan butir kuning
rusak tidak terlalu bervariasi (Tabel 2). Rendemen beras giling
dipengaruhi oleh varietas, karakteristik gabah, cara dan alat
penggilingan, mutu beras yang hendak dicapai, teknik budi
daya, dan agroekosistem pertanaman padi. Rendemen beras
giling yang tinggi belum tentu diikuti oleh persentase beras
kepala yang tinggi. Hasil penelitian justru menemukan
hubungan yang berkebalikan dengan kedua kriteria mutu
tersebut (Sutrisno et al. 2002).
Variasi persentase beras kepala dan beras patah bisa
disebabkan oleh lokasi pertanaman padi atau penanganan
pascapanen yang berbeda. Persentase beras kepala pada
sampel yang berasal dari Kediri paling tinggi dengan beras
patah dan butir menir paling sedikit. Beras patah bisa terjadi
jika pada saat digiling, gabah masih agak basah atau terlalu
kering. Sisa patahan beras yang kecil membentuk butir menir.
Beras patah juga dapat disebabkan oleh proses penyosohan.
Batu sosoh yang baru dapat menghasilkan beras patah
tinggi, sedangkan batu sosoh yang sudah aus menghasilkan
beras patah lebih sedikit.
Berdasarkan hasil pengujian mutu beras, sampel yang
berasal dari Kediri dengan kode A1 menghasilkan beras
kepala 90,30% dan kode A2 sebesar 92,69% atau termasuk
dalam kategori mutu II standar SNI. Sampel gabah yang
berasal dari Surakarta dengan kode B1 menghasilkan beras
kepala 87,54% dan kode B2 sebesar 85,77%. Sampel gabah
dari Karawang dengan kode C1 memiliki beras kepala 80,36%
dan untuk kode C2 sebesar 79,50% atau termasuk ke dalam

kategori mutu III. Untuk sampel dari Subang terdapat dua


kelas mutu, yaitu untuk sampel dengan kode D1
menghasilkan beras kepala 75,55% atau termasuk dalam
kategori mutu IV, sedangkan untuk sampel dengan kode D2
sebesar 69,55% atau termasuk ke dalam kategori mutu V.
Perbedaan kelas mutu tersebut karena beras patah pada
sampel D2 lebih tinggi daripada sampel D1. Sampel gabah
dari Bekasi dengan kode E menghasilkan beras kepala 62,67%
atau termasuk dalam kategori mutu V.
Hasil pengujian mutu beras kepala dari beberapa sampel
gabah menunjukkan tidak terdapat beras yang termasuk
mutu I karena beras kepala tidak mencapai minimum 95%.
Namun, beras mutu II dan III masih disukai konsumen karena
beras patahnya berkisar 10-20%.
Dengan adanya kelas mutu, pedagang atau pelaku pasar
beras akan lebih mudah memilih segmen pasar yang akan
dituju. Namun, sebelum beras didistribusikan ke pasar atau
konsumen, perlu dilakukan pengujian mutu beras oleh
laboratorium pengujian mutu beras yang terakreditasi.

KESIMPULAN DAN SARAN


Sampel gabah varietas Ciherang dari Kediri menghasilkan
beras kepala paling tinggi atau termasuk kelas mutu II. Beras
dari gabah yang berasal dari Surakarta dan Karawang
termasuk dalam kelas mutu III, sedangkan yang dari Subang
dan Bekasi termasuk dalam kelas mutu IV dan V. Beras dari
varietas yang sama namun dari lokasi yang berbeda menghasilkan persentase beras kepala yang berbeda.
Penerapan sistem manajemen mutu pada pelaku agribisnis beras harus dilaksanakan untuk menjamin mutu beras.
Laboratorium pengujian mutu giling perlu ditambah terutama
di sentra-sentra produksi beras karena jumlahnya masih
terbatas.

Tabel 2. Data hasil pengujian mutu beras varietas Ciherang, Laboratorium Mutu Beras BB Padi, 2010
Kode
sampel
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
E

Rendemen (%)

Persentase (%)

Kadar air
beras

Beras pecah kulit

Beras giling

Beras kepala

Beras patah

Butir menir

Butir kapur

Butir kuning + rusak

11,40
12,70
11,50
11,60
11,60
12,30
11,60
11,30
11,60

79,27
78,77
81,14
79,55
78,86
78,45
79,60
78,26
80,76

71,32
69,98
73,17
71,07
68,24
68,63
70,29
69,47
71,78

90,30
92,69
87,54
85,77
80,36
79,50
75,55
69,55
62,67

9,47
7,03
12,20
12,92
18,45
20,14
22,91
28,44
36,43

0,21
0,28
0,25
1,28
1,18
0,36
1,53
1,86
0,89

0,23
0,85
0,16
0,05
1,27
1,01
0,09
0,05
0,29

0,40
0,78
1,17
0,37
0,93
0,59
0,15
0,40
0,72

A = gabah dari Kediri; B = gabah dari Surakarta; C = gabah dari Karawang ; D = gabah dari Subang; E = gabah dari Bekasi

R.N.E. Soerjandoko: Teknik pengujian mutu beras skala laboratorium

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Kamijo yang
telah memberi masukan dan saran dalam penulisan makalah
ini.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia
Beras Giling. SNI 6128:2008. Badan Standardisasi Nasional,
Jakarta. 9 hlm.

47
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan.
2006. Laporan Pelatihan dan Pedoman Penanganan Pascapanen
Padi, Palembang, 27-28 Februari 2006. Kerja Sama IRRI SSFFMP - BPTP Sumatera Selatan. hlm. 9-13.
Suismono. 2002. Standardisasi mutu untuk perdagangan beras di
Indonesia. Majalah Pangan 39(XI): 37-47.
Suprihatno, B., A.A. Darajat, Satoto, Baehaki S.E., B. Suprihanto,
A. Setyono, S.D. Indrasari, M.Y. Samaullah, dan H. Sembiring.
2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi, Sukamandi. hlm. 15.
Sutrisno, Suismono, Jumali, dan J.S. Munarso. 2002. Cara berproduksi yang baik dalam industri beras. Balai Penelitian Tanaman
Padi, Sukamandi. 22 hlm.

Anda mungkin juga menyukai