Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

CAMPAK

Oleh
MONIKA AYU LESTARI
H1A 009 016

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/PUSKESMAS KEDIRI
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Campak adalah suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang ditandai
dengan demam, korisa, konjungtivitis, batuk disertai enanthem spesifik (Koplik's spot) diikuti
ruam makulopapular menyeluruh. Komplikasi campak cukup serius seperti diare, pneumonia,
otitis media, eksaserbasi dan kematian. Kematian akibat campak sering terjadi pada anak
dengan malnutrisi terutama di negara berkembang. Terapi untuk campak dan komplikasinya
menyedot banyak sumber daya medis di sebagian besar Afrika, Asia dan Amerika Latin.
Sebelum diperkenalkannya vaksin campak pada tahun 1963, kurang lebih 400.000
kasus campak yang dilaporkan, tetapi apabila diasumsikan setiap anak terkena campak maka
kurang lebih jumlah kasus campak dapat mencapai 3,5 juta kasus per tahun. Seteleh vaksin
diperkenalkan, dilaporkan terjadi penurunan kasus campak sampai 99%. Selama tahun 1960an sampai 1970-an jumlah kasus yang dilaporkan menurun sampai 22.000 - 75.000 kasus per
tahun. Walaupun insiden campak menurun secara nyata pada semua kelompok umur tetapi
penurunan terbesar terjadi pada kelompok usia kurang dari 10 tahun. Meskipun imunisasi
menurunkan jumlah kematian, namun di negara berkembang manifestasi penyakit campak
seringkali lebih berat, dengan case fatality rate sebesar 25%, serta merupakan penyebab
kematian pada 800.000 anak setiap tahunnya.
Laporan dari WHO menyebutkan bahwa selama tahun 1990-1997 di daerah Asia
Tenggara (meliputi Banglades, Bhutan, Republik Korea, India, Indonesia, Maldives,
Myanmar, Nepal, Sri Lanka dan Thailand) jumlah kasus campak yang dilaporkan dan insiden
campak menurun 48% dan 53%. Pada negara dengan cakupan imunisasi tinggi, yaitu Bhutan,
Indonesia, Maldives, Sri Lanka dan Thailand; lebih 50% kasus terjadi pada anak berusia lebih
dari 5 tahun. Amerika serikat pada tahun 1978 mempunyai inisiatif untuk memulai program
eliminasi campak dengan 3 komponen psda programnya yaitu mempertahankan tingkat
imunitas yang tinggi dengan vaksinasi campak dosis tunggal, memperkuat surveilan dan
melakukan kontrol agresif kejadian luar biasa (KLB) campak.
Hasil dari program ini terjadi penurunan kasus campak, tetapi 60% dari kasus yang
ada terjadi pada anak yang berumur lebih dari 10 tahun. Dari hasil ini, maka kemudian
direkomendasikan pernberian dua dosis vaksin yang mengandung campak, dengan pemberian
dosis kedua sebelum awal masuk sekolan. Pada tahun 1989-1991 terjadi resurgence campak
besar-besaran di Amerika Serikat, yang disertai dengan kematian yang tinggi di antara anak
usia prasekolah yang tidak mendapat imunisasi. Dilakukan berbagai usaha, sarnpai akhirnya

tahun 1996 hanya 508 kasus campak yang dilaporkan dengan 65 kasus akibat transrnisi
campak dari negara lain (importation).
Hasil yang menggembirakan pada program eradikasi cacar, membuat asumsi bahwa
campak dapat pula dieradikasi karena terdapat kesamaan yaitu penyakitnya spesifik hanya
terdapat pada rnanusia, merupakari penyakit yang akut, dan terdapat vaksin yang cukup
efektif. Tetapi ada beberapa perbedaan yang cukup mendasar dengan penyakit cacar, bahwa
campak adalah penyakit yang sangat infeksius dan dapat menyebabkan kejadian luar biasa
serta menyebar dengan cepat, vaksinasi campak tidak dapat dilakukan sejak lahir karena
vaksin tidak efektif apabila rnasih ada antibodi maternal, surveillan's campak lebih sulit.
Central for Disease Control (CDC) menyatakan bahwa kesulitan dalam eradikasi campak
terutama adalah faktor persepsi, politik dan finansial. Persepsi bahwa campak adalah
penyakit yang ringan akan lebih menyulitkan timbulnya dukungan politik untuk program
eradikasi campak.
Puskesmas sebagai pusat pelayanan primer mempunyai peran yang sangat penting
untuk melakukan tugas dan fungsinya sebagai garda terdepan dalam meningkatkan upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Salah satu program dari puskesmas
untuk

meningkatkan

upaya

kesehatan

masyarakat

yaitu

upaya

pencegahan

dan

pemberantasan penyakit menular (P2M) yang merupakan salah satu dari 6 upaya kesehatan
wajib. Kegiatan dari upaya pemberantasan penyakit menular termasuk dalam kegiatan
promotif dan preventif. Salah satu program dalam P2M ini adalah pemberantasan campak.
Untuk itu, laporan ini akan membahas tentang pemberantasan dan pencegahan penyakit
campak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Campak di Puskesmas Kediri
2.1.1 Gambaran Diare di Puskesmas Kediri
Berdasarkan data Puskesmas Kediri pada tahun 2011 2013 jumlah kasus campak
mencapai 7 kasus.
Tahun
2011
2012
2013
2014
Total

Jumlah kasus
3
2
2
7

2.2 Campak
2.2.1 Definisi
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin),
yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia
dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit
infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut,
demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian
diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.
2.2.2 Etiologi
Agent campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili paramyxoviridae
anggota genus morbilivirus. Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus
ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau bila dimasukkan ke dalam lemari es
selama beberapa jam. Dengan pembekuan lambat maka infektivitasnya akan hilang.

2.2.3 Epidemiologi Campak


2.2.3.1 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Campak

a. Menurut Orang
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak-anak
pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan kadang kala orang dewasa.
Campak endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi epidemi
setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi.
Pada kelompok dan masyarakat yang lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan
lebih berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur hidup.
b. Menurut Tempat
Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat terpencil.
Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi belum dapat
direalisasikan. Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi campak pada tahun
1989-1991. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi,
termasuk anak-anak di bawah umur 15 bulan. Di Afrika dan Asia, campak masih dapat
menginfeksi sekitar 30 juta orang setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan 900.000
kematian. Berdasarkan data yang dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar 1.141 kasus campak di
Afganistan pada tahun 2007. Di Myanmar tercatat sebanyak 735 kasus campak pada tahun
2006.
c. Menurut Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban
dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan
meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti pada
musim dingin di daerah utara. Sama halnya dengan udara pada musim kemarau di Persia atau
Afrika yang memiliki insiden kejadian campak yang relatif tinggi pada musim-musim
tersebut. Bagaimanapun, kejadian campak akan meningkat karena kecenderungan manusia
untuk berkumpul pada musim-musim yang kurang baik tersebut sehingga efek dari iklim
menjadi tidak langsung dikarenakan kebiasaan manusia.
Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi di
negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret dan April. Lain
halnya dengan di negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika
virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis
2.2.4

Patogenesis

Virus campak menginfeksi dengan invasi pads. epitel traktus respiratorius mulai dari
hidung sampai traktus respiratorius bagian bawah. Multiplikasi local pada mukosa
respiratorius segera disusul dengan viremia pertama dimana virus menyebar dalam leukosit
paoa sistern retikukoendotelial. Setelah terjadi nekrosis pada sel retikuloendotelial sejumtah
virus terlepas kembali dan terjadilah viremia kedua. Sel yang paling banyak terinfeksi adalah
monosit. Jaringan yang terinfeksi termasuk timus, lien. kelenjar iimfe, hepar, kulit,
konjungtiva dan paru. Setelah terjadi viremia kedua seluruh mukosa respiratorius terlibat
dalam peijalanan penyakit sehingga menyebabkan timbulnya gejala batuk dan korisa.
Campak dapat secara langsung menyebabkan croup, bronchiolitis dan pneumonia, selain itu
adanya kerusakan respiratorius seperti edema dan hilangnya silia menyebabkan timbulnya
komplikasi otitis media dan pneumonia Setelah beberapa hari sesudah seluruh mukosa
respiratorius terlibat, maka timbullah bercak koplik dan kemudian timbul ruam pada kulit.
Kedua manifestasi ini pada pemeriksaan mikroskopik menunjukkan multinucleated giant
cells, edema inter dan intraseluler, parakeratosis dan dyskeratosis.
Timbulnya ruam pada campak bersamaan dengan timbulnya antibodi serum dan
penyakit menjadi tidak infeksius. Oleh sebab itu dikatakan bahwa timbulnya ruam akibat
reaksi hipersensitivitas host pada virus campak. Hal ini berarti bahwa timbulnya ruam ini
lebih ke arah imunitas seluler. Pernyataaan ini didukung data bahwa pasien dengan defisiensi
imunitas seluler yang terkena campak tidak didapatkan adanya ruam makulopapuler,
sedangkan pasien dengan agamaglobulinemia bila terkena campak masih didapatkan ruam
makulopapuler.
2.2.5 Gejala Klinis
Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu:
2.2.5.1 Stadium kataral (prodormal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise,
batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam
sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu,
sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan
menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh
mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis
sebagai influenza.
2.2.5.2 Stadium erupsi

Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah koriza
dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum mole. Kadang
terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula
disertai naiknya suhu badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas
tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan
ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan
abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan
menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.
2.2.5.3 Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)
yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia
sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal
kecuali bila ada komplikasi.
2.2.6 Penularan Campak
Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung
atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan berlangsung mulai dari hari
pertama sebelum munculnya gejala prodormal biasanyasekitar 4 hari sebelum timbulnya
ruam, minimal hari kedua setelah timbulnya ruam.
2.2.7

Diagnosa
Diagnosa klinis pada campak klasik dengan gejala batuk, korisa, bercak Koplik dan

ruam makulopapular yang dimulai dsri wajah, mudah dilakukan. Sering pula didapatkan
leukopenia yang kemungkinan berhubungan dengan infeksi virus dan leukosit yang mati.
Diagnosa laboratoris berguna jika klinisi jarang melihat kasus campak atau adanya
kemungkinan campak atipikal atau pneumonia dan ensefalitis yang tidak jelas pada penderita
dengan immunocornpromised. Campak dapat didiagnosa secara laboratoris dengan isolasi
virus, identifikasi virus antigen pada jaringan yang terinfeksi atau dengan respon serologis
terhadap virus campak. Pemeriksaan antigen dapat dilakukan dengan pemeriksaan
smunofluoresen dari sel yang berasal eksudat nasal ataupun dari sedimen urine. Selain itu
dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan RT-PCR.
Isolasi virus secara teknis sutit dilakukan dan fasilitas untuk isolasi virus ini tidak
selalu tersedsa. Pada kultur virus, virus campak ini memperlihatkar, efek sitopatik yang terdili

dari sel-sel yang berbentuk bintang, multinucleated syncytial giant cell yang berisi inklusi
intranukleal.
Pemeriksaan laboratoris yang sering digunakan adalah respons serologis. terhadap
virus campak. Pemeriksaan respon ini digunakan cara fiksasi komplemen, ELISA (enzymelinked immunoosorbent assay) dan HI (Hemaglutination-inhibition). Tes netrafisasi
membutuhkan propsgasi virus in vitro yang secara teknis sulit dilakukan, sehingga meskipun
cukup sensitif tes ini jarang dilakdkan. Tes HI kurang sensitif dibandingkan dengan
netralisasi tetapi cukup bagus apabila dibandingkan antara dua kaii pengetesan. Diagnosa
campak apabila terdapat peningkatan titer antibodi 4 kali atau lebih. ELISA lebih sensitif dan
lebih mudah dilakukan, serta dapat pula mendeteksi Ig M spesifik terhadap virus campak
pada fase akut. ACIP (Advisry Committee on Immunization Practice) merekomendasikan
bahwa kriteria laboratoris untuk campak adalah serologi tes yang posilif untuk Ig M campak
atau peningkatan titer antibodi yang signifikan atau didapatkan isolasi virus campak. Akhirakhir ini dikembangkan pula pemeriksaan serologis dengan menggunakan saliva.
2.2.8

Differensial Diagnosis
Diagnosis banding dan cara mebedakan morbili dengan infeksi virus yang

menimbulkan gejala demam dan ruam pada anak dapat dilihat pada table dibawah ini :
Penyakit

Penyebab

Musim

Transmisi

Inkubasi

Prodormal

Rubella
(German
measles,
minor
measles)

Virus
rubella

Bayi,
dewasa
muda

Droplet
pernapasan

14-21

Malaise,
demam tidak
tinggi,
pembesaran
kelenjar
leher,
belakang
telinga, dan
oksipital; 0-4
hari

Roseola
(exanthe
ma
subitum)

HHV 6
dan 7

Bayi (6
bulan-2
tahun)

Tidak
diketahui;
saliva atau
karier
tanpa
gejala

5-15 (?)

Rewel,
demam
tinggi, 3-4
hari,
pembesaran
kelenjar
servikal dan
oksipital

Gambaran dan struktur

enamtema

ruam
Diskrit, nonkonfluen,
makula dan papula
berwarna merah muda,
dimulai dari wajah dan
menyebar ke bawah; 1-3
hari

Berbagai
makula
eritematus
pada palatum
molle

Ruam timbul ketika suhu


tubuh menurun.
Makula diskrit pada
tubuh dan leher; ruam
mendadak timbul lalu
menghilang; 0,5-2 hari;
beberapa pasien tanpa
ruam

Berbagai
makula
eritematus
pada palatum
molle

Fifth
disease
(erythem
a
infectios
um

Parvoviru
s B19

Prepube
rtal

Droplet
pernapasan
; transfuse
darah;plase
nta

5-15

Nyeri kepala,
malaise,
mialgia,
sering demam

Eritema lokal pada pipi


(slapped cheek); eritema
merah muda pada tubuh
dan ekstremitas;
mungkin gatal; ruam
mungkin tertunda masa
prodromal hingga 3-7
hari; berlangsung 2-4
hari; dapat berulang 2-3
minggu kemudian

Tidak ada

Chickenp
ox
(varicella
)

Virus
varicellazoster

1-14
tahun

Droplet
pernapasan

12-21

Demam

Mukosa mulut,
lidah

Enterovir
uses

Coxsackie
virus,
ECHOvir
us,
dan
lain-lain

Bayi,
young
children

Fekal-oral

4-6

Bervariasi;
rewel,
demam, nyeri
tenggorok,
mialgia, nyeri
kepala

Papula pruritik, vesikel


dengan berbagai derajat;
2-4 tumbuh, kemudian
menjadi krusta; tersebar
pada
tubuh
dan
kemudian wajah dan
ekstremitas; 7-10 hari;
terulang beberapa tahun
kemudian
mengikuti
distribusi
dermatomal
(zoster, shingles)
Tangan-kaki-mulut:
vesikel
di
lokasi
tersebut; Yang lain: tidak
spesifik, biasanya halus,
nonkonfluen,
ruam
makular
atau
makulopapular, jarang
petekie, urtikaria, atau
vesikel; berlangsung 3-7
hari

Mononuc
leosis

Virus
EpsteinBarr

Anakanak,
remaja

Kontak
dekat;
saliva,
transfusi
darah

28-49

Demam,
adenopati,
edema
palpebra,
nyeri
tenggorok,
hepatospleno
megali,
malaise,
limfositosis

Makulopapular
atau
morbiliformis
pada
tubuh dan ekstremitas,
mungkin
konfluen;
sering dipicu pemberian
ampisilin
atau
alopurinol; ruam pada
15-50% berbetuk druginduced; berlangsung 27 hari

Bervariasi

2.2.9

Ya

Terapi
Terapi campak adalah terapi suportif seperi pemberian cairan dan antipiretik.

Antibiotika diberikan apabila didapatkan infeksi sekunder dengan bakteri. Pemberian


antibiotika profilaksis untuk mencegah infeksi sekunder tidak memberikan nilai dan tidak
direkomendasikan. Meta analisis yang dilakukan oleh Frank Shann menyatakan behwa
pemberian antibiotika profilaksis tidak menurunkan angka mortaiitas akibat campak. WHO

dan UNICEF merekomendasikan pemberian vitamin A pada setiap penderita campak


terutama apabila pada negara tersebut defisiensi vitamin A masih menjadi masalah. Dosis
yang direkomendasikan adalah 100.000 IU untuk anak berusia 6 bulan sampai 1 tahun dan
200.000 IU untuk anak berusia 1 tahun atau lebih. Dosis diulangi keesokan harinya dan 4
minggu kemudian jika didapatkan gejala klinis defisiensi vitamin A. Pemberian vitamin A ini
dapat mengurangi mortaiitas dan morbiditas
yang disebabkan oleh campak.
2.2.10 Komplikasi Penyakit Campak
Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai akibat replikasi
virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain.
2.2.10.1. Otitis Media Akut
Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder.
2.2.10.2. Ensefalitis
Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita campak atau
dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup, pada
penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing
panencephalitis (SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi campak adalah 1 : 1.000
kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah 1,16 tiap
1.000.000 dosis.
SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa tahun setelah
infeksi dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita campak pada 2 tahun
pertama umur kehidupan. Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak
memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak
didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.
2.2.10.3. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus, Streptococcus,
Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda,
anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun misalnya tuberkulosis,
leukemia dan lain-lain.
2.2.10.4. Kebutaan
Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A yang akhirnya
dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

2.2.11. Pencegahan Penyakit Campak


2.2.11.1 Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam
tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan
memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga dapat
meningkatkan daya tahan tubuh.
2.2.11.2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang
terkena penyakit campak, yaitu :
a) Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi
campak untuk semua bayi.
b) Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua
anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai jangka
waktu 4-5 tahun.
2.2.11.3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin
untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurangkurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah
komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu :
a) Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik atau
darah.
b) Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah
selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang khusus atau
mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita pada
stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash
yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan risiko tinggi lainnya.
c) Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni
antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan
bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
d) Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi campak

yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis


yang reversibel.
2.2.11.4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu :
a) Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
b) Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat
terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien

: An. A.H

Umur

: 12 tahun

Jenis kelamin

: Laki- laki

Alamat

: Pelowok Barat RT 05, Kediri

Kunjungan ke PKM : 28 September 2014


Identitas keluarga

: Anak kandung ketiga

Ibu
Ayah
Nama
Ny.M
Tn. M
Umur
42 Th
44 Th
Pendidikan/Berapa tahun SMA
SMA
Pekerjaan
IRT
Supir
II. HETEROANAMNESIS (tanggal 2 Oktober 2014, dengan Ibu pasien)

Keluhan utama

Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dikeluhkan demam sejak 10 hari yang lalu. Demam dikeluhkan terus naik
terutama saat malam hari. Pasien juga dikeluhkan muncul bercak kemerahan pada hari ke 8
demam. Bercak kemerahan awalnya timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk,
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Lalu bercak kemerahan menyebar bagian
dada, perut sampai tangan serta kaki pasien. Sebelum demam, awalnya pasien dikeluhkan
mengalami batuk- pilek dan merasa lemas. Riwayat mata kemerahan (-), muka bengkak (-).
Mual (+) namun tidak sampai muntah. BAB (+) 2 kali sehari, warna kecoklatan, konsistensi
lembek, lender (-), darah (-). BAK (+) 4-5 kali sehari, warna kuning jernih, darah (-). Nafsu
makan pasien menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat penyakit serupa (-)


Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien.
Riwayat Sosial, ekonomi dan Lingkungan :
Riwayat Sosial
Pasien adalah anak ketiga. Pasien tinggal dirumah berempat dengan ayah, ibu, 2 orang
kakaknya serta seorang adik.
Riwayat Lingkungan
Rumah tinggal pasien terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 1
dapur, 1 kamar mandi. Luas rumah pasien 15 x 15 meter, rumah pasien
memiliki pekarangan, jarak rumah pasien dengan rumah tetangga lain 1 meter.
Dan ada juga rumah tetangga sebelah barat yang berdempetan dengan ruang
keluarga pasien. Terdapat cukup jendela dan ventilasi pada ruang keluarga dan
dapur sehingga sinar matahari yang masuk cukup. Pada kamar pasien terdapat 1
jendela namun sering gelap dan ditutupi oleh korden. Jendela di rumah pasien
cukup sering dibuka.Ventilasi di kamar pasien juga cukup. Lantai rumah pasien
terbuat dari keramik, dinding rumah berupa tembok, atap rumah terbuat dari
genteng.

Sumber air minum berasal dari air PAM, air minum direbus. Kamar mandi terdapat
didalam rumah pasien, disamping kamar tidur orang tua pasien. Kamar mandi
menggunakan bak sebagai penampung air, dan terdapat jamban di dalam kamar
mandi. Lantai kamar mandi terbuat dari keramik. Untuk mencuci piring dan alat
dapur biasanya digunakan air PAM yang terdapat di dapur rumah pasien. Sekitar 5
meter dari rumah pasien terdapat tempat pembuangan sampah umum.

Riwayat Ekonomi

Pendapatan keluarga berasal dari ayah pasien yang bekerja sebagai supir.
Penghasilan per bulan Rp. 1.000.000,-.

Ikhtisar Keluarga

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Ibu pasien5 kali ANC di posyandu
Riwayat sakit selama hamil (-), minum obat-obatan selama hamil (-)
Pasien lahir Klinik Bersalin di Mataram, lahir spontan dengan BBL 3500 g, langsung
menangis.
Riwayat Nutrisi dan Kebiasaan
Menurut pengakuan ibu pasien, sejak lahir pasien diberikan ASI sampai umur 6 bulan.
Pasien makan 3 kali perhari dengan porsi 1 piring setiap kali makan.
Status Imunisasi
Menurut pengakuan orang tua pasien dan berdasarkan buku KIA, pasien mendapatkan
imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal di posyandu.
Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat tumbuh kembang pasien sesuai dengan anak anak seusianya.

Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah dibawa berobat sebelumnya. Riwayat alergi obat (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran

: compos mentis

BB

: 36 kg

TB

: 140 cm

Status Gizi

: Baik

Nadi

: 100 x/menit

Respirasi

: 24 x/menit

Suhu

: 37,30 C

Kepala:
Bentuk

: Normocephali,

Mata

: Anemis -/-, ikterik -/-, Edema palpebra -/-, mata cowong -/-

Mulut

: Mukosa bibir kering, lidah kotor (-), bibir sianosis (-)

THT

: Otorhea (-), rinorhea (-), faring hipemis (-), tonsil T0-T0.

Leher

: Pemb. KGB (-), terdapat bercak kemerahan di sekitar belakang leher

pasien
Thorax :
Inspeksi

: Bentuk simetris, gerakan simetris, terdapat bercak kemerahan

Palpasi

: Pergerakan simetris

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru, meredup pada proyeksi jantung, batas


kananjantung parasternal line kanan, Batas kiri jantung 2 cm medial
midclavicula line ICS 4, dan batas atas ICS 2 kiri

Auskultasi

: S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), Gallop (-), Suara nafas


bronchovesicular (+)/(+), Ronchi (-)/(-), wheezing (-)/(-), stridor (-)

Abdomen :
Inspeksi

: Distensi (-), terdapat bercak kemerahan

Auskultasi

: BU (+) meningkat

Perkusi

: timpani

Palpasi

: Nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor lambat

Ekstermitas :
Terdapat bercak kemerahan di sekitar tungkai atas dan tungkai bawah pasien

Akral hangat
Edema

Tungkai Atas
Kanan
Kiri
+
+
-

Tungkai bawah
Kanan
Kiri
+
+
-

V. DIAGNOSIS KERJA
Observasi febris ec suspect campak
VII. RENCANA KERJA
Rencana Terapi

IVFD RL 20 tetes per menit


Paracetamol tablet 3 x 1
CTM tablet 3 x 1
Tablet Vit A

BAB IV
PEMBAHASAN
1. Aspek Klinis

Pada kasus ini, pasien adalah anak laki-laki berusia 12 tahun dengan keluhan utamanya
adalah demam sejak 10 hari yang lalu. Demam dikeluhkan terus naik terutama saat malam
hari. Pasien juga dikeluhkan muncul bercak kemerahan pada hari ke 8 demam. Bercak
kemerahan awalnya timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan
bagian belakang bawah. Lalu bercak kemerahan menyebar bagian dada, perut sampai tangan
serta kaki pasien. Sebelum demam, awalnya pasien dikeluhkan mengalami batuk- pilek dan
merasa lemas. Riwayat mata kemerahan (-), muka bengkak (-). Mual (+) namun tidak sampai
muntah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang, tanda vital denyut nadi
100 x/menit, kuat angkat, isi cukup, pernapasan 24x/menit, suhu tubuh 37,3C. didapatkan
bercak kemerahan pada bagian belakang leher, bagian dada, perut, tungkai atas dan tungkai
bawah.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan suspect
campak. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap dan
pemeriksaan urin.
Penatalaksaan pada pasien berupa pemberian antipiretik parasetamol, tablet CTM serta
tablet vitamin A.
2. Aspek kesehatan masyarakat
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor utama
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang
diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku
(gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan
dalam terjadinya campak adalah faktor prilaku, lingkungan serta pelayanan kesehatan.

Determinan Penyakit Campak


a. Host (Penjamu)
Beberapa faktor Host yang meningkatkan risiko terjadinya campak antara lain:
a.1. Umur

Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi terhadap
campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh tingkat maternal
antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua kehidupan. Tetapi, di beberapa
populasi, khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi secara signifikan pada usia dibawah 1 tahun,
dan angka kematian mencapai 42% pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode
ini, semua umur sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur terkena
campak lebih tergantung oleh kebiasaan individu daripada sifat alamiah virus. Di Amerika
Utara, Eropa Barat, dan Australia, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di rumah,
tetapi ketika memasuki sekolah jumlah anak yang menderita menjadi meningkat.
Sebelum imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus campak di negara
industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah dasar dan pada anak dengan
usia yang lebih muda di negara berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan
perubahan dalam distribusi umur dimana kasus lebih banyak pada anak dengan usia yang
lebih tua, remaja, dan dewasa muda.
Penelitian Casaeri dengan desain kasus kontrol di Kabupaten Kendal menyebutkan
bahwa anak dengan usia rentan yakni kurang dari 15 tahun memiliki kemungkinan risiko 4,9
kali lebih besar untuk terinfeksi campak dibanding pada anak umur kurang rentan.
a.2. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada wanita
ataupun pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita secara garis besar lebih tinggi daripada
pria. Kejadian campak pada masa kehamilan berhubungan dengan tingginya angka aborsi
spontan. Berdasarkan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus kontrol
mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita campak lebih banyak pada
anak laki-laki yakni 62%.
a.3. Umur Pemberian Imunisasi
Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan faktor yang penting
untuk menentukan umur imunisasi campak dapat diberikan pada balita. Maternal antibodi
tersebut dapat mempengaruhi respon imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian
imunisasi yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan yang adekuat.
Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih mempunyai antibodi
dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap imunisasi. Menunda imunisasi dapat
meningkatkan angka serokonversi. Secara umum di negara berkembang akan didapatkan

angka serokenversi lebih dari 85% bila vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di
negara maju, anak akan kehilangan antibodi maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga
pada umur tersebut direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan
imunisasi dapat mengakibatkanpeningkatan morbiditas dan mortalitas akibat campak yang
cukup tinggi di kebanyakan negara berkembang
Penelitian kohort di Arkansas menyebutkan bahwa jika dibandingkan dengan anak
yang mendapatkan vaksinasi pada usia >15 bulan, anak yang mendapatkan vaksinasi campak
pada usia <12 bulan memiliki risiko 6 kali untuk terkena campak. Sedangkan anak yang
mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14 bulan memiliki risiko 3 kali untuk terkena
campak dibanding dengan anak yang mendapat vaksinasi pada usia 15 bulan.
Sedangkan sebuah studi kasus kontrol yang juga dilakukan di Arkansas menyebutkan
bahwa anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14 bulan memiliki
kemungkinan risiko terkena campak 5,6 kali lebih besar dibanding anak yang mendapatkan
vaksin pada usia 15 bulan atau lebih.
a.4. Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak-anak lebih mudah mengalami
infeksi silang. Kemiskinan bertanggungjawab terhadap penyakit yang ditemukan pada anak.
Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua untuk mendukung perawatan
kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet,
miskin pendidikan. Frekuensi relatif anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 3 kali
lebih besar memiliki risiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian
anak dibanding anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup.
a.5. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan
mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi
biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih
mudah menerima gagasan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan
rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan lebih tinggi orang dapat lebih mudah
untuk menerima ide atau masalah baru.
a.6. Imunisasi

Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain
campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi dan memiliki efek penting
dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi relatif umur kasus dan terjadi
pergeseran ke umur yang lebih tua. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan
penularan agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada
agen tersebut. Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa
pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak, manifestasi penyakit yang paling
berat biasanya terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun.
Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi dapat menimbulkan
serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah sebagian besar kasus
dan kematian.

Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat

diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang sangat menular,
masih dapat terjadi wabah pada anak usia sekolah meskipun 85-90% anak sudah mempunyai
imunitas.
Sebuah penelitian kohort yang dilakukan terhadap 627 siswa di Arkansas
mendapatkan bahwa anak yang tidak mendapatkan vaksinasi berisiko 20 kali untuk terkena
campak daripada anak yang memiliki riwayat vaksinasi pada usia 15 bulan atau lebih.
Berdasarkan penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah
menyebutkan bahwa anak yang tidak diimunisasi berisiko 29 kali untuk terkena campak
dibanding anak yang mendapat imunisasi.
a.7. Status Gizi
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum
dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang
ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan dan
kemampuan untuk mencerna makanan. Scrimshaw mencatat bahwa kematian karena campak
pada anak-anak yang ada di desa Guatemala menurun dari 1% menjadi 0,3% tiap tahunnya
ketika anak-anak tersebut diberikan suplemen makanan dengan kandungan protein tinggi.
Sedangkan pada desa yang menjadi kontrol dimana anak-anak tersebut tidak diberikan
suplemen protein, angka kematian menunjukkan angka 0,7%. Tetapi karena hanya 27% saja
dari anak-anak tersebut yang secara teratur mengkonsumsi protein ekstra, dapat disimpulkan
bahwa perubahan rate yang didapatkan pada kasus observasi tidak seluruhnya disebabkan
oleh suplemen makanan.

Dari sebuah studi dinyatakan bahwa elemen nutrisi utama yang menyebabkan
kegawatan campak bukanlah protein dan kalori tetapi vitamin A. Ketika terjadi defisiensi
vitamin A, kematian atau kebutaan menyertai penyakit campak. Apapun urutan kejadiannya,
kematian yang berhubungan dengan penyakit campak mencapai tingkat yang tinggi, biasanya
lebih dari 10% terjadi pada keadaan malnutrisi.
Penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah menyebutkan
bahwa risiko anak yang memiliki status gizi kurang untuk terkena campak adalah 5,4 kali
dibanding anak dengan status gizi baik.
Sedangkan penelitian Sulung di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara Kabupaten
Sumba Barat dengan desain cross sectional terhadap anak berumur 6 bulan -15 tahun
mendapatkan hasil bahwa kejadian campak ada hubungannya dengan status gizi dimana anak
dengan status gizi kurang mempunyai kemungkinan risiko 2,9 kali lebih besar untuk terkena
campak.
a.8. ASI Eksklusif
Sebanyak lebih dari tiga puluh jenis imunoglobulin terdapat di dalam ASI yang dapat
diidentifikasi dengan teknik-teknik terbaru. Delapan belas diantaranya berasal dari serum si
ibu dan sisanya hanya ditemukan di dalam ASI/kolostrum. Imunoglobulin yang terpenting
yang dapat ditemukan pada kolostrum adalah IgA, tidak saja karena konsentrasinya yang
tinggi tetapi juga karena aktivitas biologiknya. IgA dalam kolostrum dan ASI sangat
berkhasiat melindungi tubuh bayi terhadap penyakit infeksi. Selain daripada itu
imunoglobulin G dapat menembus plasenta dan berada dalam konsentrasi yang cukup tinggi
di dalam darah janin/bayi sampai umur beberapa bulan, sehingga dapat memberikan
perlindungan terhadap beberapa jenis penyakit. Adapun jenis antibodi yang dapat ditransfer
dengan baik melalui plasenta adalah difteri, tetanus, campak, rubela, parotitis, polio, dan
stafilokokus.
Suatu penelitian dengan desain kohort yang dilakukan di Swedia mendapatkan hasil
bahwa pemberian ASI selama >3 bulan dapat memberi perlindungan terhadap infeksi
penyakit campak dengan kata lain pemberian ASI merupakan faktor protektif terhadap
kejadian campak (OR = 0,69).33
b. Agent
Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari famili
Paramyxoviridae.

c. Lingkungan
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi
yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi dan
dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang. Status imunitas populasi
merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang
suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah
mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati
100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%

Anda mungkin juga menyukai