Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

PROYEK FISIOLOGI HEWAN


PENGARUH PEMBERIAN ALKOHOL TERHADAP PERFORMANSI
MOTORIK MENCIT (Mus musculus)
Proyek ini diajukan guna memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Hewan
Tahun Ajaran 2015/2016

Disusun oleh :
Aisirotul Maisah
Hari Rahmawati
Agustin Dian Kartikasari
Restanti Solikhah
Isma Nurvaizah

4411413006
4411413015
4411413022
4411413031
4411413039

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belakangan ini terjadi banyak penyalahgunaan obat atau senyawa kimia adiktif
yang marak terjadi di masyarakat. Zat adiktif jika digunakan secara berlebihan dalam
jangka waktu yang panjang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tubuh
pengkonsumsinya.
Alkohol termasuk dalam kelompok NAPZA (narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya). Diprediksi ada sekitar 1,5 % penduduk Indonesia
menyalahgunakan zat adiktif ini. Pengungkapan kasus penyalahgunaan zat adiktif
meningkat dengan rata-rata 28.9% kasus per tahun. (Ihwan,dkk. 2007).
Alkohol yang dikonsumsi oleh seseorang akan mengakibatkan kecanduan serta
terganggungnya kerja sistem saraf pusat pada dirinya. Alkohol yang masuk ke dalam
tubuh akan menjadi stimulator yang menekan kerja otak. Otak menjadi pusat
koordinasi dari sistem saraf selain sum-sum tulang belakang. Otak memiliki berjutajuta neuron, neuron ini merupakan struktur terkecil dari sistem saraf yang mempunyai
fungsi tidak dapat digantikan oleh sel-sel yang lain. Gejala kecanduan alkohol ini
dapat mengurangi kemampuan seseorang berkonsentrasi, menurunnya daya ingat, dan
menurunnya kemampuan mendiskriminasi. Kecanduan alcohol ini menjadi sebuah
efek drug addiction yang mempengaruhi kerja neurotransmitter pada kerja sel saraf.
Karena etika dan sulitnya penelitian dalam mempelajari kondisi alkoholisme pada
manusia, maka digunakan hewan sebagai model penelitian yaitu Mus musculus
(Mencit) dalam menerangkan dasar pengaruh alkohol terhadap kerja saraf motorik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan

latar

belakang

tersebut

dapat

dirumuskan

suatu

masalah

yaitu Bagaimana pengaruh alkohol terhadap gerak motorik mencit?


C. Tujuan
Tujuan penelitian ini

adalah

untuk

mengetahui seberapa

pemberian alkohol terhadap gerak motorik mencit.

besar

pengaruh

D. Manfaat
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian alkohol terhadap gerak
2.

motorik mencit.
Dapat sumber rujuakan bagi peneliti lain mengenai pengaruh pemberian alkohol

3.

terhadap gerak motorik mencit.


Dapat melengkapi sumber pustaka penelitian
terhadap gerak motorik mencit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Mencit

mengenai

pengaruh alkohol

Mencit (Mus musculus)


Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Class

: Mamalia

Suclass

: Theria

Ordo

: Rodentia

Subordo

: Myomorpa

Famili

: Muridae

Subfamili

: Murinae

Genus

: Mus

Spesies

: Mus musculus

Mencit (Mus musculus) adalah hewan yang masih berkerabat dengan mencit liar
atau mencit rumah (Ariadi, 2011). Mencit (Mus musculus) sering digunakan sebagai
media penelitian biomedis. Berbeda dengan hewan yang lainya mencit idak
mempunyai kelenjar keringat sehingga Mus musculus mudah untuk ditangani, bersifat
penakut, fotofobik brsifat berkumpul dengan sesamanya, mempunyai kecenderungan
untuk berkumpul dengan bersembunyi, dan lebih aktif pada malam hari (nokturnal).
Data biologis Mencit (Mus musculus)
Lama hidup

: 1-2 tahun, bisa sampai 3 tahun

Lama produksi ekonomis

: 9 bulan

Lam buting

: 19-21 hari

Kawin sesudah beranak

: 1-24 jam

Umur disapih

: 21 hari

Umur dewasa

: 35 hari

Umur dikawinkan

: 8 minggu (jantan dan betina)

Siklus kelamin

: poliestrus

Siklus estrus

: 4-5 hari

Lama estrus

: 12-14 jam

Perkawinan

: pada waktu estrus

Ovulasi

: dekat akhir periode estrus

Fertilisasi

: 2 jam sesudah kawin

Berat dewasa

: 20-40 gr jantan ;18-35 gr betina

Berat lahir

: 0,5-1,0 gram

Jumlah anak

: rata-rata 6, bisa 15

Puting susu

: 10 puting, 3 pasang di dada dan 2 pasang di perut

Perkawinan kelompok

: 4 betina dengan 1 jantan

Kromosom

: 2n = 40

Aktivitas

: Nokturnal

B. Alkohol
Alkohol (etanol; C2H5OH) ialah suatu molekul kecil, larut dalam air, dan diserap
dengan sempurna dari saluran pencernaan. Uap etanol dapat juga diserap melalui
paru-paru. Adanya makanan dalam usus memperlambat serapan. Distribusinya cepat,
konsentrasi dalam jaringan lebih kurang sama dengan konsentrasi plasma. Kadar
puncak dalam darah dapat dicapai dalam 30 menit. Lebih 90% alkohol yang
dikonsumsi dioksidasi dalam hati, sisanya dieksresikan dalam paru-paru dan urin.
Seorang dewasa dapat memetabolisme 7-10 gram (0,15-0,22 mmol) alkohol setiap
jam (Ganiswara, 1995)
Kandungan

alkohol

pada

berbagai

minuman

keras

berbeda-beda.

Bir

mengandung 3-5%, anggur 10-14%, sherry, port mustakel berkadar alkohol 20%,
sedangkan wisky, gin, rum, vodka, dan brendy berkadar alkohol 40-45% (Anonim,
2002).
Nama kimia alkohol yang terdapat dalam minuman berakohol adalah etil akohol
atau etanol (Christianto, 2008). Minuman beralkohol juga mengandung senyawa lain,
seperti asam organik. Asam organik yang terdapat dalam minuman berakohol adalah
asam asetat, asam valerat, asam propionat. Selain asam organik, juga terdapat fenol,
aldehid, asam keto. Untuk menghasilkan citarasa serta aroma yang sedap seringkali
ditambahkan pepermint (Darby, 1979)
Menurut Hawari (1991) menyebutkan bahwa minuman berakohol dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
1.
2.

Golongan A (jenis bir, guinnes,dll) yang berkadar akohol 1 persen sampai 5 persen.
Golongan B (jenis congyang, anggur merah, anggur putih, Newport, dll) yang

3.

berkadar alkohol 5 persen sampai 20 persen.


Golongan C (jenis mansion, vodka, red labelm countreu, oplosan, dll) yang
berkadar alkohol 20 persen sampai 50 persen.
Minuman berakohol tidak hanya menyebabkan mabuk, akan tetapi pada tingkat

tertentu dapat menyebabkan kematian. Pada tingkat kandungan 0,050,15% etanol

dalam darah peminum akan mengalami kehilangan koordinasi, pada tingkat 0,15-0,20%
etanol menyebabkan keracunan, pada tingkat 0,300,40 % peminum hilang kesadaran
dan pada tingkat yang lebih tinggi lagi yaitu 0,50% dapat menyebabkan kematian.
(Brian,et al., 1983).
C. Metabolisme Alkohol
Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami serangkaian proses
biokimia. Menurut Zakhari (2006), metabolisme alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu:
1. Jalur Sitosol/Lintasan Alkohol Dehidrogenase
Jalurini adalah proses oksidasi dengan melibatkan enzim alkohol dehidrogenase
(ADH). Proses oksidasi dengan menggunakan ADH terutama terjadi didalam
hepar. Metabolisme alkohol oleh ADH akan menghasilkan asetaldehid.
Asetaldehid merupakan produk yang sangat reaktif dan beracun sehingga
2.

menyebabkan kerusakan beberapa jaringan atau sel.


Jalur Peroksisom/Sistem Katalase
Sistem ini berlangsung didalam peroksisom dengan menggunakan katalase.
Pada jalur ini diperlukan HO. Sistem ini diperlukan ketika kadar alkohol di dalam

3.

tubuh meningkat.
Jalur Mikrosom
Jalur ini juga sering disebut dengan sistem SOEM (Sistem Oksidasi Etanol
Mikrosom). Sistem ini melibatkan enzim sitokrom P450 yang berada dalam
mikrosom.

Oleh ketiga jalur tersebut alkohol akan diubah menjadi asetaldehid, kemudian
Gambar 1. Jalur metabolisme alkohol

akan diubah menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase didalam mitokondria. Alkohol
yang masuk ke saluran pencernaan akan diabsorbsi melalui dinding gastrointestinal,
tetapi lokasi yang efisien untuk terjadi absorbsi adalah di dalam usus kecil. Setelah
diabsorbsi, alkohol akan didistribusikan ke semua jaringan dan cairan tubuh serta
cairan jaringan. Sekitar 90-98% alkohol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami
oksidasi dengan enzim, sedangkan 2-10%nya diekskresikan tanpa mengalami

perubahan, baik melalui paru-paru maupun ginjal. Sebagian kecil akan dikeluarkan
melalui keringat, airmata, empedu, cairan lambung, dan air ludah (Darmono, 2000).
D. Gerak Motorik
Bergerak merupakan ciri kehidupan. Gerakan tubuh, dalam hal ini gerak yang
dihasilkan oleh kontraksi otot, memungkinkan manusia melakaukan berbagai hal yang
menunjang kehidupannya. Respon somatik merupakan bentuk pengaturan sikap dan
keseimbangan serta gerakan tubuhnya pada umumnya meliputi peningkatan atau
penurunan tonus serta kontraksi atau relaksasi otot rangka yang merupakan kegiatan
dasar suatu otot dan besar peranannya dalam mempertahankan sikap tubuh, sangat
dipengaruhi oleh peran sistem aktivasi retikuler medulla oblongata (Nani, 2004).
Pusat saraf yang mengendalikan gerakan terdiri dari tiga tingkatan yaitu medulla
spinalis, batang otak, dan area motorik korteks serebri. Di tingkat medulla spinalis,
hasil penginderaan berbagai reseptor, berintegrasi untuk menghailkan gerakan paling
sederhana sebagai respon suatu reflek spinal. Batang otak dipengaruhi oleh masukan
dari sereblum, berperan terutama dalam mengendalikan sikap melalui integrasi reflex
postural dan koordinasi gerakan mata sampai tangan. Pengendalian gerakan tertinggi
dilaksanakan oleh korteks motorik yang mendapat dari sereblum, ganglia basalis dan
berbagai pusat di sekitar thalamus dalam merencanakan, memulai, dan melaksanakan
gerakan (Nani, 2004).
E. Mekanisme Penghantaran Impuls Gerak Motorik
Proses terjadinya gerakan diawali dengan adanya rangsangan yang diterima oleh
reseptor. Di sel reseptor ini akan terjadi proses tranduksi yaitu terjadi perubahan
berbagai bentuk energi rangsangan menjadi energi listrik. Potensial listrik yang timbul
di reseptor disebut potensial reseptor yang dapat berupa depolarisasi atau
hiperpolarisasi. Depolarisasi pada reseptor dapat memicu terbentknya potensial aksi di
neuron eferen yang terkait dengan reseptornya. Potensial aksi di neuron eferen yang
akan dihantarkan sebagai impuls dengan frekuensi serta jenis kode yang dilaluinya.
Neuron eferen ini akan bersinaps dengan interneuron atau neuron motrik di saraf pusat
(Sarwito, 2003).
Proses pengendalian di saraf pusat terjadi dengan lebih majemuk karena
hubungan antara neuron melalui sinaps yang sangat komplek. Di saraf pusat dapat
terjadi eksitasi maupun inhibisi secara berurutan maupun serempak, bergantung

kepada rangkaian hubungan neuron serta jenis neurotransmitter yang dilepaskan serta
durasi saat pengelepasannya (Sarwito, 2003).
F. Rotarod
Rotarod merupakan alat yang digunakan untuk pengujian untuk pengujian
sedatif-hipnotik

alat ini digunakan untuk menentukan waktu ketahanan mencit

terhadap perputaran roda dengan kecepatan tertentu. Efek sedatif-hipnotik


diperlihatkan dengan semakin cepatnya mencit terjatuh dari rotarod.
Tes rotarod secara luas digunakan untuk mengevaluasi koordinasi motorik
tikus, dan sangat sensitif dalam mendeteksi disfungsi otak. Namun, tikus dengan
penipisan dopamin striatal menunjukkan hanya ringan atau tidak ada defisit motorik
pada percepatan rotarod khas. Hal ini menunjukkan bahwa tikus dopamin-habis
berguna sebagai hewan model untuk gejala non-motor, karena pengaruh defisit motor
minimum dan mudah untuk membedakan dari aspek kognitif dari perubahan perilaku.
Khas mempercepat uji rotarod dirancang untuk mengevaluasi kinerja motor maksimal
dan tidak dioptimalkan untuk mendeteksi bermotor belajar keterampilan. Dalam
upaya untuk membuat tes lebih selektif ke motor belajar keterampilan daripada
kinerja kiprah maksimal, memodifikasi tes rotarod dengan menggunakan drum besar
perlahan-lahan berputar untuk mendapatkan kurva belajar yang curam. Selanjutnya,
pemberian nomifensine, inhibitor penyerapan dopamin, meningkatkan pembelajaran.
Di sisi lain, apomorphine, agonis dopamin autoreceptor, racun dopaminergik, 1-metil4-fenil-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP) gangguan belajar. Tes rotarod dimodifikasi
akan berguna untuk evaluasi keterlibatan dopamin dalam akuisisi belajar keterampilan
motorik (Shiotsuki, 2010).

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian/proyek ini akan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang dengan alokasi waktu selama satu hari pada bulan Desember 2015. Proyek
ini akan dilakukan dalam tiga tahap pelaksanaan yaitu: (1) tahap persiapan; (2) tahap
perlakuan; (3) tahap pengujian.

B. Populasi dan Sampel


Populasi penelitian adalah mencit usia dewasa. Sampel penelitian adalah mencit
usia 3 bulan yang diperoleh dari Kandang Hewan Coba Laboratorium Biologi
Universitas Negeri Semarang.
C. Variabel Penelitian
(1) Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian/proyek ini adalah akuades dan konsentrasi
alkohol. Alkohol yang diberikan memiliki beberapa variasi konsentrasi yaitu 40%,
20%, dan 10%.
(2) Variabel terikat
Variabel terikat yang digunakan adalah performansi motorik mencit yang diberi
perlakuan. Performansi motorik yang akan diuji adalah koordinasi motorik dan
keseimbangan (Yosua, 2010). Koordinasi motorik dan keseimbangan akan diuji
dengan alat Revolving Drum (Tabung Putar) atau Rotarod Test (Shibata et al.,
2007).
D. Subyek dan Objek Penelitian
Subyek penelitian adalah 10 ekor mencitdengan usia sekitar 3 bulan kemudian
diberikan perlakuan pemberian alkohol. Obyek penelitian adalah gerak motorik
mencit pasca pemberian alkohol dengan konsentrasi bervariasi.

E. Rancangan Penelitian
Penelitian/proyek dirancang eksperimental non faktorial dengan rancangan
sederhana Post Test Only Group Design. Mencit diberikan perlakuan alkohol dengan
konsentrasi bervariasi kemudian dilakukan pengujian. Pengujian terhadap gerak
motorik mencit dilakukan dengan 1 kontrol, 3 perlakuan, masing-masing kontrol dan
perlakuan terdiri dari 2 mencit. Pengambilan data terdiri dari 4 ulangan.
F. Alat dan Bahan Penelitian
Alat :
1. Sonde (syringe) kecil
2. Tabung Putar (Revolving Drum) atau Rotarod
3. Stop watch
4. Alat tulis
5. Alas
Bahan :
1. Alkohol konsentrasi 40%, 20%, dan10%
2. Akuades

G. Prosedur Penelitian
(1) Tahap Persiapan
a. Pengondisian Mencit
Mencit yang digunakan adalah mencit berusia 3 bulan dengan massa tubuh 22
30 gram yang diambil dari Kandang Hewan Coba Laboratorium Biologi
Universitas Negeri Semarang. Sebanyak 8 ekor mencit dikelompokkan ke
dalam 4 kelompok : Kelompok P1, P2, P3, dan K. Masing-masing kelompok
terdiri dari 2 ekor mencit. Massa tubuh masing-masing mencit ditimbang dan
dicatat. Mencit diberi makan dan minum yang cukup sebelum perlakuan.
b. Persiapan alkohol
Semua alkohol yang digunakan untuk perlakuan didapatkan dari produk
minuman konsumtif beralkohol yang beredar di pasaran. Alkohol dengan
kadar 40% didapatkan dari produk Vodka. Alkohol dengan kadar 20%
didapatkan dari produk Cap Tiga Orang. Alkohol dengan kadar 10%
didapatkan dari pengenceran anggur Kolesom Cap Orang Tua.
c. Penghitungan volume (dosis) alkohol

Pengamatan aktivitas biologi yang dilakukan pada uji toksisitas akut dapat
berupa pengamatan gejala-gejala klinis, kematian hewan uji, atau pengamatan
histopatologi organ. Adapun data yang diperoleh pada uji toksisitas dapat
berupa data kuantitatif yang dinyatakan dengan LD50 atau data kuantitatif yang
berupa penampakan klinis dan morfologi efek toksik senyawa uji. Data LD50
yang diperoleh digunakan untuk potensi ketoksikan akut senyawa relatif
terhadap senyawa lain dan untuk memperkirakan takaran dosis uji toksikologi
lainnya (Donatus, 2001).
LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik
diharapkan akan membunuh 50% hewan coba, juga dapat menunjukkan organ
sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan
petunjuk dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama
(Donatus, 2001).
Volume alkohol yang diberikan disesuaikan dengan massa tubuh masingmasing mencit. Cara menghitung volume alkohol dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut :
LD50 alkohol untuk mencit adalah + 10 gram/kg.
Massa jenis alkohol () = 0,789 gram/ml
=

v=

= 12 ml

LD50 alkohol untuk mencit adalah 12,7 ml/1000 g = 0,0127/g


Jika berat mencit adalah 21 gram, maka LD50 mencit adalah :

x 21 g = 0,2667 ml

Dosis alkohol untuk masing-masing mencit disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Dosis alkohol per massa tubuh mencit


Kelompok

Kadar alkohol (%)

P1

40

P2

20

P3

10

Massa tubuh (g)


29
28
27
28
22
30
30
30

Dosis (ml)
0,3683
0,3556
0,3429
0,3556
0,2794
0,3810
0,3810
0,3810

(2) Tahap Perlakuan


Mencit yang telah diberikan makan dan minum yang cukup selama masa
persiapan selanjutnya diberikan perlakuan. Mencit dikeluarkan dari kandang
kemudian diberikan perlakuan pemberian alkohol. Mencit diberi dosis alkohol
sesuai dengan massa tubuhnya. Alkohol dimasukkan dalam tubuh mencit dengan
cara disondekan per oral (melalui mulut). Dosis alkohol dapat dilihat pada tabel 1.
Alkohol dengan konsentrasi tertentu diambil menggunakan sonde (syringe) kecil
kemudian dimasukkan melalui esofagus mencit dengan asumsi alkohol tersebut
bisa masuk langsung ke lambung mencit. Pemberian alkohol dilakukan bergantian
untuk masing-masing mencit.
(3) Tahap Pengujian
Tahap pengujian pengaruh alkohol terhadap performansi motorik mencit
dilakukan dengan menggunakan Revolving Drum (tabung putar) / Rotarod Test.
Koordinasi motorik dan keseimbangan diuji dengan Rotarod test. Berikut protokol

pelaksanaan Revolving Drum / Rotarod Test: menempatkan mencit dalam posisi


diam didalam rotarod yang belum berputar. Mulainya penghitungan waktu dengan
stopwatch dimulai bersamaan dengan berputarnya rotarod. Untuk setiap mencit,
jumlah putaran rotarod per lima menit dicatat. Penghitungan waktu menggunakan
interval 5 menit, dilakukan 4 kali.

H. Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian/proyek adalah metode
kuantitatif. Pengumpulan data kuantitatif lewat uji Revolving Drum/Rotarod Test
dilakukan dengan mencatat frekuensi jumlah putaran rotarod selama 5 menit.
I. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif inferensial,
jenisnya adalah statistik parametrik dengan metode analisis komparasi. Analisis
dilakukan dengan metode One Way Anova.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
Tabel 2. Data Jumlah Putaran Rotarod
Kelompok

Interval (menit)

Kadar

Mencit

Massa tubuh

Alkohol

ke-

(gram)

1 (1-5)

2 (6-10)

3 (11-15)

4 (16-20)

29

99

26

20

19

28

27

87

84

83

82

28

17

12

10

22

56

24

23

21

30

76

67

65

65

30

71

70

64

54

30

86

83

82

81

P1

40%

P2

20%

P3

10%

0%

Tabel 3. Analisis Data Awal


Kel.

Kadar alkohol

P1
P2
P3
K

40%
20%
10%
0%
Blok
Jumlah blok

1
53.5
52
66
78.5
250

Interval
2
3
17
13.5
48
46.5
45.5
44
76.5
73
187
177
781

4
11.5
45
43
67.5
167

1
2862.25
2704
4356
6162.25
16084.5

Interval kuadrat
2
3
289
182.25
2304
2162.25
2070.25
1936
5852.25
5329
10515.5 9609.5
44772

4
132.25
2025
1849
4556.25
8562.5

Jumlah
perlakuan

Perlakuan
kuadrat

95.5
191.5
198.5
295.5
781
609961

9120.25
36672.25
39402.25
87320.25
172515

Berdasarkan tabel diatas, didapat n = 4, k = 4, nt = 16


Keterangan :
n = banyak perlakuan
k = banyaknya kelompok interval
nt = n x k
FK =
FK =

= 38122,56
= ( x2) FK
= 44772 - 38122,56
= 6649,437

a.

Jk total

b.

Jk perlakuan =

- FK

= 38122,56
= 5006,187
c.

Jk galat

SUMBER

= Jk total Jk perlakuan
= 6649,437 5006,187
= 1643,25

DERAJAT

Jumlah

Kuadrat

KERAGAMAN
BEBAS
kuadrat
tengah
SK
Db
JK
KT
PERLAKUAN
p-1
JKP
JKP/(p-1)
GALAT
p(n-1)
JKG
JKG/p(n-1)
TOTAL
pn-1
JKP+JKG
Tabel 4. AnalisisVarians denganUji F

Fhitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Fh
KTP/KTG

F 5%

F 1%

P = banyak perlakuan
N = banyaknya pengulangan
Tabel 5. Analisis Varians
SUMBER
DERAJAT
KERAGAMAN BEBAS
SK
db
PERLAKUAN
3
GALAT
16
TOTAL
19
Berdasarkan tabel F, maka:

Jumlah
kuadrat
JK
5006,187
1643,25
6649,43

Kuadrat
tengah
KT
1668,73
136,94

Fhitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Fh
12,185

F 5%
3,24

F 1%
5,29

Untuk F (4,12) = 3.26 dengan P 0,05


Untuk F (4,12) = 5.41 dengan P 0,01
F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima karena berbeda nyata. Maka harus
dilakukan uji lanjut menggunakan uji Tukey HSD
Tabel 7. Analisis Lanjut Uji Tukey HSD
Groups
40%
20%
10%
Kontrol

Count
4
4
4
4

Sum
95.5
191.5
198.5
295.5

Average
23,8
47,8
49,6
73,9

Variance
395,22917
9,0625
120,22917
23,229167

BAB V
PEMBAHASAN
Mekanisme perjalanan alkohol dalam tubuh :
a.

Absorbsi
Absorbsi oral alkohol berlangsung secara cepat di lambung dan usus halus. Kadar
puncak plasma pada keadaan puasa dicapai dalam waktu 30 menit (Ramchandani, 2010).
Kecepatan absorpsi bervariasi, tergantung beberapa faktor, antara lain: volume, jenis, dan
konsentrasi alkohol yang dikonsumsi. Alkohol dengan konsentrasi rendah diabsorpsi
lebih lambat. Namun, alkohol dengan konsentrasi tinggi akan menghambat proses

pengosongan lambung. Selain itu, karbonasi juga dapat mempercepat absorpsi alkohol.
Kecepatan minum yaitu semakin cepat seseorang meminumnya, semakin cepat absorpsi
terjadi. Makanan memegang peranan besar dalam absorpsi alkohol. Jumlah, waktu, dan
jenis makanan sangat mempengaruhi. Makanan tinggi lemak secara signifikan dapat
memperlambat absorpsi alkohol. Efek utama makanan terhadap alkohol adalah
perlambatan pengosongan lambung. Metabolisme lambung, seperti juga metabolisme
hati, dapat secara signifikan menurunkan bioavailabilitas alkohol sebelum memasuki
sistem sirkulasi (Ramchandani, 2010).
b.

Distribusi
Alkohol didistribusikan melalui cairan tubuh. Distribusi berlangsung cepat, alkohol
tersebar secara merata ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Volume of distribution
alkohol kira-kira sama dengan total cairan tubuh (0,5-0,7 L/kg). Pada sistem SSP, kadar
alkohol meningkat secara cepat sebab otak menerima aliran darah yang banyak dan
alkohol dapat melewati sawar darah otak. Alkohol juga dapat menembus sawar urin dan
masuk ke janin (Weathermon, 1999).

c.

Metabolisme
Metabolisme primer alkohol adalah di hati, dengan melalui 3 tahap (Weathermon, 1999):
1. Pada tahap awal, alkohol dioksidasi menjadi acetaldehyde oleh enzim alkohol
dehydrogenase (ADH). Enzim ini terdapat sedikit pada konsentrasi alkohol yang
rendah dalam darah. Kemudian saat kadar alkohol dalam darah meningkat hingga
tarap sedang (social drinking), terjadi zero-order kinetik, dimana kecepatan
metabolisme menjadi maksimal, yaitu 7-10 gram/jam (setara dengan sekali minum
dalam satu jam). Namun kecepatan metabolisme tersebut sangat berbeda antara
masing-masing individu, dan bahkan berbeda pula pada orang yang sama dari hari ke
hari.
2. Tahap kedua reaksi metabolisme, acetaldehyde diubah menjadi acetate oleh enzim
aldehyde dehydrogenase. Dalam keadaan normal, acetaldehyde dimetabolisme secara
cepat dan biasanya tidak mengganggu fungsi normal. Namum saat sejumlah besar
alkohol di konsumsi, sejumlah acetaldehyde akan menimbulkan gejala seperti sakit
kepala, gastritis, mual, pusing, hingga perasaan nyeri saat bangun tidur.
3. Tahap ketiga merupakan tahap akhir, terjadi konversi gugus acetate dari koenzim A
menjadi lemak, atau karbondioksida dan air. Enam tahap ini juga dapat terjadi pada
semua jaringan dan biasanya merupakan bagian dari siklus asam trikarbosilat (siklus

Krebs). Jaringan otak dapat mengubah alkohol menjadi asetaldehid, asetil koenzim
A, atau asam asetat.
d.

Ekskresi
Ekskresi Alkohol lewat paru-paru dan urin. Hanya kurang lebih 2-10% yang
diekskresikan dalam bentuk utuh (Wiria, 2007).

Efek konsumsi alkohol terutama pada susunan saraf pusat (SSP) adalah sebagai
pendepresi. Konsumsi Alkohol berefek sedasi dan antiansietas dan pada kadar yang lebih
tinggi dapat menyebabkan ataksia, bicara tak jelas, tidak dapat menentukan keputusan dan
perilaku inhibisi, yang dapat menimbulkan kesan adanya efek stimulasi SSP dari alkohol.
Proses mental yang dipengaruhi sejak awal adalah yang berhubungan dengan latihan dan
pengalaman.daya ingat, konsentrasi dan daya mawas diri menjadi tumpul lalu hilang. Rasa
kepercayaan diri meningkat, kepribadian menjadi ekspansif dan bersemangat, perasaan tidak
terkontrol dan letupan emosi yang nyata. Perubahan psikis ini disertai gangguan sensorik dan
motorik (Wiria, 2007).

Alkohol mengganggu keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak. Ini terjadi karena
penghambatan atau penekanan saraf perangsang. Sejak lama diduga efek depresi Alkohol
pada SSP berdasarkan melarutnya lewat membrane lipid. Efek Alkohol terhadap berbagai
saraf berbeda karena perbedaan distribusi fosfolipid dan kolesterol di membran tidak
seragam. Data eksperimental menyokong dugaan mekanisme kerja alkohol di SSP serupa
barbiturate (Ramchandani, 2010).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian
alkohol terhadap preformansi motorik mencit Berdasarkan analisis data hasil pengamatan,
diketahui bahwa Hipotesis Alternatif (Ha) yaitu Ada pengaruh antara jumlah putaran dalam
mouse roller mencit dengan kadar alcohol yang diberikan dapat diterima. Jumlah putaran
mouse roller yang dilakukan tersebut berbeda-beda tergantung dari selang waktu dan kadar
alcohol yang diberikan kepada mencit.
Penelitian ini menggunakan mencit sebagai hewan percobaan, yaitu sejumlah 8 ekor
mencit. Mencit-mencit ini dipilih berdasarkan jenis kelamin yang sama, yaitu jantan dengan
berat badan mencit yang digunakan untuk kadar alkohol 40% (Vodka) digunakan mencit
dengan berat badan 29 gr dan 28 gr, untuk kadar alkohol 20% (Congyang) digunakan mencit

dengan berat badan 27 gr dan 28 gr, untuk kadar alkohol 10% (Pengenceran dari Anggur
Kolesom Cap Orang Tua) digunakan mencit dengan berat badan 22 gr dan 30 gr, untuk kadar
alkohol 0% digunakan mencit dengan berat badan masing masing 30 gr. Mencit tersebut
dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu konsentrasi 40%, 20%, 10%, digunakan sebagai
perlakuan dan 0% digunakan sebagai kontrol.
Jumlah vodka yang diberikan pada tiap-tiap mencit dengan kadar baik 10%, 20% dan
40% disesuaikan dengan berat badan mencit yang digunakan. Pada kelompok kontrol yang
masing-masing menggunakan berat badan 30 gr tidak diberi vodka. Tapi semua mencit baik
yang diberi alcohol maupun tidak tetap dihitung gerakannya dalam rotarod setiap 5 menit
sekali. Percobaan yang dilakukan dimulai dari mencit yang diberi kadar vodka 40%. Hal ini
supaya data yang didapat dari percobaan tersebut dapat digunakan sebagai acuan berapa lama
perhitungan dilakukan untuk mencit dengan pemberian kadar dibawah 40%.
Keaktifan gerak mencit pada kelompok P1 dapat dikatakan semakin menurun. Gerak
mencit dengan berat 29 gram bergerak sebanyak 99 putaran pada interval 1, interval 2
sebanyak 26 putaran, interval 3 sebanyak 20 putaran dan interval 4 sebanyak 19 putaran.
Sedangakn untuk mencit ke-2 dengan berat 28 gram, pada interval 1 sebanyak 8 putaran,
interval 2 sebanyak 8 putaran, interval 3 sebanyak 7 putaran dan interval 4 sebanyak 4
putaran.
Keaktifan gerak mencit pada kelompok P2 juga semakin menurun. Pada kelompok ini
gerakannya lebih banyak karena kadar yang diberikan lebih kecil dibandingkan kadar yang
diberikan pada kelompok P1. Gerak mencit dengan berat 27 gram bergerak sebanyak 87
putaran pada interval 1, interval 2 sebanyak 84 putaran, interval 3 sebanyak 83 putaran dan
interval 4 sebanyak 82 putaran. Sedangakn untuk mencit ke-2 dengan berat 28 gram, pada
interval 1 sebanyak 17 putaran, interval 2 sebanyak 12 putaran, interval 3 sebanyak 10
putaran dan interval 4 sebanyak 8 putaran.
Keaktifan gerak mencit pada kelompok P3 dapat dikatakan semakin menurun. Gerak
mencit dengan berat 22 gram bergerak sebanyak 56 putaran pada interval 1, interval 2
sebanyak 24 putaran, interval 3 sebanyak 23 putaran dan interval 4 sebanyak 21 putaran.
Sedangakn untuk mencit ke-2 dengan berat 30 gram, pada interval 1 sebanyak 76 putaran,
interval 2 sebanyak 67 putaran, interval 3 sebanyak 65 putaran dan interval 4 sebanyak 65
putaran.

Keaktifan gerak mencit pada kelompok K juga semakin menurun. Pada kelompok ini
gerakannya lebih banyak karena tidak diberikan kadar alkohol. Gerak mencit dengan berat 30
gram bergerak sebanyak 71 putaran pada interval 1, interval 2 sebanyak 70 putaran, interval 3
sebanyak 64 putaran dan interval 4 sebanyak 54 putaran. Sedangkan untuk mencit ke-2
dengan berat yang sama yaitu 30 gram, pada interval 1 sebanyak 86 putaran, interval 2
sebanyak 83 putaran, interval 3 sebanyak 82 putaran dan interval 4 sebanyak 81 putaran.
Pemberian alkohol disini adalah alkohol merek Vodka, Conyang, dan Kolesom,
dimana teknik pemberian alkohol melalui teknik sonde menggunakan jarum sonde. Teknik
sonde ini dipilih karena alkohol akan lebih mudah diabsorpsi melalui saluran pencernaan.
Karena pada umumnya, ketika manusia mengkonsumsi obat dimasukkan melalui mulut untuk
dibawa melalui saluran pencernaan.

Alkohol yang dikonsumsi akan diabsorbsi. Penyerapan terjadi setelah alkohol masuk ke
dalam lambung dan diserap usus kecil. Hanya 5-15% yang dieksresikan secara langsung
melalui paru-paru, keringat, dan urin. Alkohol mengalami metabolisme di dalam ginjal, paruparu dan otot. Alkohol yang telah diabsorbsi akan masuk ke dalam darah, selanjutnya alkohol
akan diedarkan ke seluruh tubuh dan akhirnya mencapai jaringan dan sel.
Alkohol yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna akan diserap oleh
intestinum. Efek yang ditimbulkan alkohol terhadap sel tubuh, yaitu penurunan viskositas

lipid sehingga terjadi kerusakan pada membran biologis. Akibatnya kerja intestinum dalam
menyerap suatu zat akan terganggu (Katzung, 2002).

Alkohol yang diberikan dengan penyondean ke sistem pencernaan mencit akan meningkatkan
neutransmitor inhibitorik glisin. Glisin ini merupakan neutransmitor utama inhibitor otak.
Reseptor glisin yang merupakan neutransmitor inhibitor ini akan meningkatkan terjadinya
transport ion dalam mekanisme inhibitorik perjalanan impuls. Neutransmitor glisisn akan
terstimulasi masuknya ion Ca2+ ke membran pasca sinaps, sehingga neutransmitor ini keluar.
Karena glisin merupakan neutransmitor inhibitorik maka reseptornya di membran pra sinaps
akan lebih permeabel terhadap ion K+ sehingga tidak akan terjadi beda potensial untuk proses
perjalanan impuls.
Selain penjalaran neutransmitor, ada juga proses penghantaran impuls oleh
pengaturan saraf oleh Hipotalamus. Hasil pengenceran dari alkohol ini akan memberi impuls
kepada sistem saraf. Impuls tersebut akan ditangkap oleh reseptro visceral di saluran
pencernaan. Kemudian informasi impuls tersebut akan diteruskan ke saraf eferen, lalu
kemudian dilanjutkan ke sistem saraf pusat yaitu hipotalamus. Impuls tersebut diolah di
hipotalamus, kemudian diterjemahkan dan dihantarkan ke organ efektor melalui saraf eferen.
Efektor dalam hal ini adalah otot skeletal atau otot rangka dimana terdapat saraf-saraf
somatik yang telah tersimulasi oleh informasi dari saraf eferen. Respon nyata yang terlihat
dalam penelitian ini yaitu mulai melemahnya gerak motorik mencit ketika ada pemberian
perlakuan alkohol dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Berdasarkan data yang didapatkan
setelah penelitian dilakukan gerak mencit dengan pemberian alkohol konsentrasi lebih tinggi
akan lebih berkurang keaktifannya.

DAFTAR PUSTAKA
Christianto, Adhi Nugroho. 2008. Pengaruh Minuman Beralkohol terhadap Jumlah
Lapisan Sel Spermatogenik dan Berat Vesikula Seminalis Mencit. Madiun:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Widya Mandala
Madiun.
Darby, W.J. 1979. The Nutrient Contribution of Fermentated Beverages. New York:
Darby Academy Press.
Darmono. 2000. Toksisitas Alkohol.
http://www.geocities.com/kuliah/farm/farmasi_forensik/alkohol.doc
diakses tanggal 20 November 2015 pukul 21.37 WIB
Donatus, I. A. 1990. Toksikologi Pangan. Edisi I, 142-152, Yogyakarta: PAU Pangan
dan Gizi, UGM Press.
Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Anestesi Umum. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi
IV. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI. Hal : 116.
Hawari, D. 1990. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
http://www.geocities.com/kuliah/farmasi/farmasi_forensik/alkohol.com
Ihwan, Narwanto, dkk. 2007. Pengaruh Etanol secara Kronik terhadap Jumlah Sel
Piramidial di Cal Hippocampus Tikus (Rattus norvegicus) Remaja. Jurnal
Anatomi Indonesia. Vol 02 No.1.Halaman 29-33.
Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Penerjemah
dan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Surabaya: Penerbit Salemba
Medika.
Nani Cahyani Sudarsono. 2004. Motorik Simpatik. Jakarta: Departemen Ilmu Faal
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ramchandani P, Joughin C, Zwi M. Attention Deficit Hyperactivity Disorder in
Children. Clin Evid. Jun 2002; 262-71.
Sawitono, Amin. 2003. Sistem Saraf sebagai Pengendali Tubuh. Jakarta: Departemen
Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Weathermon, R. Crabb DW. 1999. Alkohol and Medication Interactions. Alcohol
Research and Health. Vol.2 III, no.1
Wiria, Metta SS. 2007. Hipnotik-Sedatif dan Alkohol. Farmakologi dan Terapi. Edisi
5. Jakarta : Gaya Baru.
Yosua, Immanuel, Hendy Kukuh Baskoro. 2010. Pengaruh Alkohol terhadap
Performansi Motorik Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar. National
Conference on Experimental Psychology. Halaman 328-335.
Zakhari, Samir. 2006. Overview: How is Alcohol Metabolized by the Body. National
Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA) 5365. Fisherlane. MSN
9034. Bethesida.

Anda mungkin juga menyukai