Anda di halaman 1dari 24

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia yang berjudul “Uji

Fungsi Ginjal” disusun oleh:

nama : Nurasmila Nasrun

NIM : 1614042026

kelas : Pendidikan Biologi B

kelompok : V (Lima)

telah diperiksa dan dikonsultasikan kepada Asisten/Koordinator Asisten, maka

dinyatakan diterima.

Makassar, Mei 2019


Koordinator Asisten Asisten

Alamsyah, S.Pd Nurkhalisa


NIM.1514441002

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. A. Mushawwir Taiyeb, M.Kes


NIP. 19640416 198803 1 002

i
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….…………i

DAFTAR ISI….…………………………………………………………………..ii

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………….1

A. Latar Belakang ………………………………………………………………...1

B. Rumusan Masalah …………………………………………………………….3

C. Tujuan Praktikum……………………………………………………………....3

E. Manfaat Praktikum……………………………………………………………..3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...4

BAB III METODE PRAKTIKUM ……………………………………………11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………15

A. Hasil Pengamatan…………………………………………………………….15

B. Pembahasan…………………………………………………………………...18

BAB V PENUTUP………………………………………..……………………...20

DAFTAR PUSTAKA……………………………………..……………………..21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan adalah ciri yang membedakan objek yang memiliki isyarat dan

proses penopang diri (organisme hidup) dengan objek yang tidak memilikinya,

baik karena fungsi-fungsi tersebut telah mati atau karena mereka tidak memiliki

fungsi tersebut dan diklasifikasikan sebagai benda mati. Ilmu yang berkaitan

dengan studi tentang kehidupan adalah biologi. Organisme hidup mengalami

metabolisme, mempertahankan homeostasis, memiliki kapasitas untuk tumbuh,

menanggapi rangsangan, dan bereproduksi.

Setiap makhluk hidup menjalani proses metabolisme dalam kehidupannya.

Proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup pada hakikatnya

adalah mengubah molekul kompleks yang syarat akan energi menjadi molekul-

molekul sederhana yang tidak lagi mengandung energi. Misalnya saja pada proses

metabolisme yang berlangsung dalam tubuh yakni proses pembakaran bahan

makanan untuk dapat memproduksi energi. Di samping itu, proses ini juga

menghasilkan zat sisa yang tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh.

Sistem eksresi pada manusia dan hewan vertebrata, terdapat beberapa

organ yang memiliki peranan penting dalam proses tersebut. Beberapa organ

penting tersebut ialah ginjal, hati, kulit, paru-paru, dan anus. Zat-zat sisa hasil dari

proses metabolisme yang tidak lagi dimanfaatkan akan dikeluarkan melalui organ-

organ tersebut. Namun ada kalanya sistem eksresi pada manusia dan hewan

vertebrata mengalami gangguan karena beberapa hal yang menyangkut masalah


1
2

kesehatan. Makhluk hidup termasuk manusia terus melakukan proses biologis

dalam tubuhnya. Proses biologis ini akan menghasilkan zat sisa yang tidak

berguna bagi tubuh. Bila kadar zat-zat sisa tersebut di dalam tubuh berlebihan,

akan membahayakan tubuh kita sendiri. Oleh karena itu, zat-zat sisa tersebut

harus dikeluaran oleh organ pada sistem ekskresi.

Hasil ataupun zat-zat sisa metabolisme yang dikeluarkan dari tubuh

sebagian berupa gas dan cairan. Zat-zat tersebut harus dikeluarkan dari dalam

tubuh melalui bermacam-macam alat pengeluaran. Alat pengeluaran yang penting,

yaitu paru-paru, hati, kulit, dan ginjal. Alat-alat tersebut sekaligus berfungsi untuk

menjaga stabilitas suhu tubuh atau homeostatis agar tetap dalam kondisi normal.

Salah satu bentuk zat yang dikeluarkan atau diekskresikan dari tubuh adalah urin.

Urin merupakan produk limbah yang disaring oleh ginjal yang berasal dari

darah dan berwarna kekuningan tergantung pada proporsi zat limbah pada air seni.

Warna kuning tersebut berasal dari urochrome, zat yang dihasilkan oleh pemecah

hemoglobin yang merupakan protein pembawa oksigen dalam sel darah merah.

Dalam mata kuliah anatomi dan fisiologi manusia sendiri, kita telah mengenal

adanya sistem eksresi. Istilah ekskresi ini sebenarnya sangat erat kaitannya

dengan osmoregulasi atau pengaturan osmosis dalam sel. Urin ini merupakan

hasil ekskresi dari ginjal atau organ sistem eksresi itu sendiri.

Organ yang memiliki peranan penting itu yaitu ginjal yang terdiri dari tiga

bagian utama, yaitu kapsul, korteks dan medulla. Kapsul adalah bagian terluar

berwarna putih kecoklatan yang berfungsi sebagai pelindung ginjal. Korteks

merupakan areal terdapatnya glomerulus ada kapsul bowman yang berperan


3

dalam proses penyaringan. Medulla merupakan area terdapatnya tubulus kontortus

distal, tubulus kontortus prosimal, ansakendel dan berfungsi dalam proses

penyaringan adanya kerusaan ginjal dapat diketahui dengan melakukan

pengamatan pada air seni yang diproduksi oleh manusia setiap saatnya.

Praktikum uji fungsi ginjal menggunakan urin sebagai produk hasil ekskresi

ginjal. Praktikum dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas

terhadap fungsi ginjal. Selain itu kita dapat mengetahui hal-hal apa saja yang

dapat memengaruhi rusaknya kerja ginjal pada tubuh manusia. bagaimana hal

tersebut dapat memengaruhinya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana cara melakukan uji fungsi ginjal secara sederhana ?

C. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk melakukan uji fungsi ginjal secara

sederhana.

D. Manfaat Praktikum

Manfaat diadakannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat

mengetahui cara melakukan uji fungsi ginjal secara sederhana.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu organ yang mengekskresikan urin, yaitu berupa ginjal. Dalam

Dunia kedokteran biasa menyebutnya ‘ren’ (renal/kidney). Bentuknya seperti

kacang merah, berjumlah sepasang dan terletak di daerah pinggang. Ukurannya

kira-kira 11x 6x 3 cm. Beratnya antara 120-170 gram. Struktur ginjal terdiri dari:

kulit ginjal (korteks), sumsum ginjal (medula) dan rongga ginjal (pelvis). Pada

bagian kulit ginjal terdapat jutaan nefron yang berfungsi sebagai penyaring darah.

Setiap nefron tersusun dari Badan Malpighi dan saluran panjang (Tubula) yang

bergelung. Badan Malpighi tersusun oleh Simpai Bowman (Kapsula Bowman)

yang didalamnya terdapat Glomerolus (Setianingsih, 2013).

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip

kacang.Sebagai bagian dari system urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran

(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk

urin. Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan

ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti

kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam.Di tiap ginjal terdapat bukaan

yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter

(Taiyeb, dkk, 2019).

Ginjal mempertahankan komposisi cairanekstraseluler yang menunjang

fungsi semua sel tubuhKemampuan ginjal untuk mengatur komposisi

cairaekstraseluler merupakan fungsi per satuan waktu yandiatur oleh epitel

4
5

tubulus. Untuk zat yang tidadisekresi oleh tubulus, pengaturan

volumenyberhubungan dengan laju filtrasi glomerulus (LFG)Seluruh zat yang

larut dalam filtrasi glomerulus dapadireabsorpsi atau disekresi oleh tubulus

(Yaswir, 2012).

Ginjal merupakan salah satu organ yang penting bagi makhluk hidup.

Ginjal memiliki berbagai fungsi seperti pengaturan keseimbangan air dan

elektrolit, pengaturan konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi

elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa, ekskresi sisa metabolisme dan

bahan kimia asing; pengatur tekanan arteri, sekresi hormon, dan glukoneogenesis.

Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, akan terlihat dua bagian utama yaitu

korteks di bagian luar dan medulla di bagian dalam. Unit terkecil dari ginjal

adalah nefron. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru sehingga apabila terjadi

trauma pada ginjal, penyakit ginjal, atau terjadi penuaan normal, akan terjadi

penurunan jumlah nefron secara bertahap (Guyton, 2006).

Sebagian besar dari air yang disaring pada glomerulus (80-85%) tidak

boleh tidak harus diserap kembali dalam tubul proksimal. Berbagai jumlah dari

sisanya diserap kembali dalam tubul distal dan saluran pengumpul sesuai dengan

keperluan air dalam tubuh. Penyerapan kembali yang selektif ini diatur oleh suatu

hormone yang meningkatkan penyerapan kembali air dan dengan demikian

mengurangi volume urin yang terbentuk. Karena tindakannya ini, maka hormone

itu dinamai hormone anti diuretic atau ADH (diuresis = ekskresi urin yang

meningkat) (juga diketahui sebagai vasopressin (Kimball, 2000).


6

Air kemih (urin) yang encer hampir tidak berwarna, sedangkan urin yang

pekat berwarna kuning tua. Zat warna pada makanan bisa menyebabkan urin

berwarna merah, sedangkan obat-obatan bisa menyebabkan urin berwarna coklat,

hitam, bru, hijau atau merah. Selain karena makanan atau obat-obatan, urin tidak

berwarna kuning atau abnormal. Urin coklat mungkin mengandung hasil

pemecahan hemoglobin atau protein otot. Urin yang mengandung zat warna

akibat porfiria menjadi merah, sedangkan zat warna akibat melanoma

menyebabkan urin menjadi hitam. Urin yang keruh menunjukkan adanya nanah

akibat infeksi saluran kemih atau kristal garam dari asam urat maupun asam fosfat

(Khidri, 2004).

Proses pembuatan urin berlanjut tanpa henti-hentinya. Setiap saluran

pengumpul menguras urin dari beberapa nefron ke dalam pelvis ginjal. Lalu urin

itu mengalir dari ginjal ke gelembung melewati saluran, yaitu ureter. Gelembung

itu adalah organ berotot yang kosong yang menggembung ketika urin masuk ke

dalamnya dari kedua ginjal. Bila kantung kemih ini berisi urin, maka sphingter

berotot yang mengawasi ke luarnya dapat dikendurkan sehingga urin mengalir

keluar melalui uretra (Kimball, 2000).

Fungsi ginjal ialah pengaturan keseimbangan air, pengaturan konsentrasi

garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah dan pengeluaran bahan

buangan dan kelebihan garam, sistem pengaliran air kemih (urine) adalah sebagai

berikut : sesudah penyaringan oleh glomerulus sisa metabolisme ini dikeluarkan

melalui kaliks mayor → kaliks minor → ureter → vesica urinaria (kendung

kencing) → uretra → kemudian keluar dari tubuh. Pada kaliks ginjal air kemih
7

keluar dengan ritme getar peristaltik. Ritme getar peristaltik terjadi dengan adanya

otot melingkar dan memanjang. Kandung kencing umumnya mempunyai volume

aebesar 760 cc. Seseorang yang kandung kencingnya tidak mencapai 760 cc

karena stres hold (kemampuan alat tubuh untuk menerima

rangsangan) (Irianto, 2004).

Komposisi, pH, volume dari urin yang dibentuk sangat bervariasi

tergantung kepada kebutuhan tubuh (homeostatis) akan zat tertentu yang

tergantung jenis makanan dan volume air minum. Urin biasanya jernih, berwarna

sedikit kuning yang disebabkan oleh warna urobilinogen. Makin peka urin makin

kuning-coklatlah warnanya dan makin tinggi berat jenisnya. Berat jenis urin

normal ialah 1,002 -1,035. Urin yang keruh biasanya menunjukkan adanya kristal

garam atau adanya lendir (Irianto, 2004).

Air kemih (urin) yang encer hampir tidak berwarna, sedangkan urin yang

pekat berwarna kuning tua. Zat warna pada makanan bisa menyebabkan urin

berwarna merah, sedangkan obat-obatan bisa menyebabkan urin berwarna coklat,

hitam, bru, hijau atau merah. Selain karena makanan atau obat-obatan, urin tidak

berwarna kuning atau abnormal. Urin coklat mungkin mengandung hasil

pemecahan hemoglobin atau protein otot. Urin yang mengandung zat warna

akibat porfiria menjadi merah, sedangkan zat warna akibat melanoma

menyebabkan urin menjadi hitam. Urin yang keruh menunjukkan adanya nanah

akibat infeksi saluran kemih atau kristal garam dari asam urat maupun asam fosfat

(Khidri, 2004).
8

Penentuan berat jenis urin merupakan barometer untuk mengukur jumlah solid

yang terlarut dalam urin. Penentuan BJU dapat dilakukan dengan metode

refraktometer dan urinometer. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran BJU

dengan menggunakan urinometer karena, sederhana, lebih mudah dilakukan, dan

data yang dihasilkan cukup teliti. Prinsip penetapan dengan urinometer yaitu BJU

diukur dengan temperatur urin berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Metode

berat jenis urin berkorelasi dengan warna urin, sehingga dapat digunakan untuk

penilaian kecukupan air atau status hidrasi. (Shafira dkk, 2019).

Penetapan berat jenis urin biasanya cukup teliti dengan menggunakan

urinometer.Apabila sering melakukan penetapan berat jenis dengan contoh urin

yang volumenya kecil,sebaiknya memakai refraktometer untuk tujuan itu. Berat

jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi

zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan

ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin. Berat jenis urin sangat erat

hubungannya dengan diuresis, makin besar diuresis makin rendah berat jenisnya,

dan sebaliknya. Diuresis adalah keadaan peningkatan urine yang dibedakan

menjadi dieresis air dan dieresis osmotic (Soewolo, 2005).

Berat jenis urine normal berkisar 1,003 – 1,030 (Soewolo). Berat jenis

yang lebih dari 1030 memberi isyarat adanya kemungkinan glukosuri

(Gandasoebrata, 2006). Efek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus

adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine. Tingginya berat jenis

memberi makna terhadap kepekatan urin yang berhubungan dengan fisiologi

pemekatan di ginjal. Penetapan berat jenis urin biasanya cukup teliti dilakukan
9

dengan menggunakan urinometer (Tim Dosen UNJ, 2010). Berat jenis urine yang

rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia

dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan Berat jenis kurang dari 1.018, kadar

glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna

radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan

dekstran dengan berat molekul rendah (Gandasoebrata, 2006).

Berat jenis urine mencerminkan sifat dan jumlah zat padat yang terlarut

dalam urine misalnya glukosa,karena glukosa memilki sifat sebagai pereduksi dan

sebagai partikel yang padat. Berat jenis urine rendah dapat dijumpai pada

Diabetes Insifidus dengan berat jenis berkisar antara 1.001- 1.003 dan juga pada

penderita Glumerulus nefritik, pielonefritik,kelainan ginjal lain (R. Wirawan

,2010). Faktor yang mempengaruhi berat jenis urine adalah: Makanan, obat-

obatan, perombakan bakteri dan ureum (bau amoniak), dan adanya ketonuria

(as.asetat, aseton) (Setianingsih, 2013).

Berat jenis urine tinggi dapat dijumpai pada keadaan insufisiensi adrenal,

kelainan hati, payah jantung dan kehilangan cairan badan yang berlebihan

misalnya berkeringat banyak, muntah, diare (Kee Lefever, 2013). Pemeriksaan

berat jenis urine dapat dilakukan dengan menggunakan urinometer dan

refraktometer. Penetapan berat jenis urine biasanya cukup teliti dengan urinometer

diukur pada suhu kamar (Baron, 2003).

Bila urine pekat terjadi retensi air dibandingkan zat terlarut dan bila urine

encer terjadi ekresi air yang lebih dibandingkan zat terlarut, kedua hal ini

memiliki arti penting dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh
10

(Gandasoebrata, 2006). Pemeriksaan berat jenis urine dapat dilakukan dengan cara

Urinometer. Cara urinometer merupakan cara pengukuran berat jenis dengan

kapasitas pengapungan hydrometer atau urinometer dalam suatu silinder yang

terisi kemih (Price dan loraine, 2005). Urinometer akan mengapung pada angkat

dekat ujung yang menwentukan berat jenis secara langsung, untuk meyakinkan

urinometer terapung bebas dapat memutar urinometer secara

perlahan (Setianingsih, 2013).


BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan tempat

Hari/tanggal : Jumat / 3 Mei 2019

Waktu : Pukul 09.10 s.d 10.50 WITA

Tempat : Laboratorium Biologi FMIPA UNM lantai III Bagian Barat.

B. Alat dan Bahan

1. Alat :

a. Gelas ukur 5 ml dan 50 ml

b. Urinometer

c. Batang pengaduk

d. Gelas plastik

2. Bahan :

a. Urin probandus

b. Air tawar

c. Air isotonis

d. Air teh

e. Kapas

C. Langkah Kerja

1. Puasa
12
a. Probandus mulai berpuasa pada pukul 4 sore atau 1 hari sebelum pelaksanaan

praktikum.

b. Probandus bangun pada pukul 4 pagi untuk mengosongkan kandung kemih


11
pada pukul 5 pagi, mengambil urin sebagai sampel I hingga pengambilan sampel

ke-VI dengan selang waktu setengah jam.

c. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, lalu menuangkan urin pada gelas

ukur, mengukur sebagai volume urin.

d. Menambahkan air hingga volume pada gelas ukur mencapai 50 mL, tambahan

air ini sebagai volume air.

e. Memasukkan urinometer ke dalam gelas ukur, sambil menekan dengan batang

pengaduk agar lebih mudah dibaca. Skala pada urinometer ini sebagai berat jenis

campuran urin dan air.

f. Melakukan langkah c sampai e pada sampel ke-II hingga sampel ke-VI.

g. Mencatat hasil pengamatan.

2. Minum Air Isotonis

a. Probandus mulai berpuasa pada pukul 4 sore atau 1 hari sebelum pelaksanaan

praktikum.

b. Probandus bangun pada pukul 4 pagi untuk mengosongkan kandung kemih dan

pada pukul 5 pagi, mengambil urin sebagai sampel I kemudian probandus minum

air isotonis sebanyak 1200 mL hingga pengambilan sampel ke-VI dengan selang

waktu setengah jam.

c. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, lalu menuangkan urin pada gelas

ukur, mengukur sebagai volume urin.


13
d. Menambahkan air hingga volume pada gelas ukur mencapai 50 mL, tambahan

air ini sebagai volume air.

e. Memasukkan urinometer ke dalam gelas ukur, sambil menekan dengan batang

pengaduk agar lebih mudah dibaca. Skala pada urinometer ini sebagai berat jenis

campuran urin dan air.

f. Melakukan langkah c sampai e pada sampel ke-II hingga sampel ke-VI.

g. Mencatat hasil pengamatan.

3. Minum Air Teh

a. Probandus yang diperlukan mulai berpuasa pada pukul 21.00 atau 1 hari

sebelum pelaksanaan praktikum.

b. Probandus bangun pada pukul 4 pagi untuk mengosongkan kandung kemih dan

pada pukul 5 pagi, mengambil urin sebagai sampel I, setelah itu probandus

minum air teh sebanyak 1200 mL hingga pengambilan sampel ke-VI dengan

selang waktu setengah jam.

c. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, lalu menuangkan urin pada gelas

ukur, mengukur sebagai volume urin.

d. Menambahkan air hingga volume pada gelas ukur mencapai 50 mL, tambahan

air ini sebagai volume air.

e. Memasukkan urinometer ke dalam gelas ukur, sambil menekan dengan batang

pengaduk agar lebih mudah dibaca. Skala pada urinometer ini sebagai berat jenis

campuran urin dan air.

f. Melakukan langkah c sampai e pada sampel ke-II hingga sampel ke-VI.

4. Minum Air
a. Probandus mulai berpuasa pada pukul 4 sore atau 1 hari sebelum pelaksanaan
14
praktikum.

b. Probandus bangun pada pukul 4 pagi untuk mengosongkan kandung kemih dan

pada pukul 5 pagi, mengambil urin sebagai sampel, setelah itu probandus minum

air sebanyak 1200 mL hingga pengambilan sampel ke-VI dengan selang waktu

setengah jam.

c. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, lalu menuangkan urin pada gelas

ukur, mengukur sebagai volume urin.

d. Menambahkan air hingga volume pada gelas ukur mencapai 50 mL, tambahan

air ini sebagai volume air.

e. Memasukkan urinometer ke dalam gelas ukur, sambil menekan dengan batang

pengaduk agar lebih mudah dibaca. Skala pada urinometer ini sebagai berat jenis

campuran urin dan air.

f. Melakukan langkah c sampai e pada sampel ke-II hingga sampel ke-VI.

5. Kontrol

Probandus menyumbangkan urinnya dengan perlakuan seperti biasa yaitu

tetap makan dan minum tetapi pengambilan urinnya sama dengan kegiatan

probandus lain yaitu mengambil VI sampel urin.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Puasa
Vc Va Vu
SC Sa
PROBANDUS SAMPEL (mL (mL (Vc-Va)
(Kg/m3) (Kg/m3)
) ) (mL)
I 30 8 1 15 15
Hardianto
II 30 5 1 15 15

Tabel 4.2 Minum Air Isotonis


Vu
Vc Va
SC Sa (Vc-
PROBANDUS SAMPEL (mL (mL
(Kg/m3) (Kg/m3) Va)
) )
(mL)
I 30 5 1 15 15
Hasriani
II 30 2 1 15 15

Tabel 4.3 Minum Air Teh


Vu
Vc Va
SC Sa (Vc-
PROBANDUS SAMPEL (mL (mL
(Kg/m3) (Kg/m3) Va)
) )
(mL)
I 30 7 1 15 15
Nurasmila
II 30 1 1 15 15

Tabel 4.4 Propandus Kontrol Air


Vc Va Vu
SC Sa
PROBANDUS SAMPEL (mL (mL (Vc-Va)
(Kg/m3) (Kg/m3)
) ) (mL)

15
16

I 30 2 1 15 15

II 30 0,8 1 15 15
Nur Afni
III 30 1 1 15 15

IV 30 0,6 1 15 15

Tabel 4.5 Propandus Kontrol Bebas


Vu
Vc SC Sa Va
PROBANDUS SAMPEL (Vc-Va)
(mL) (Kg/m3) (Kg/m3) (mL)
(mL)
Ainul Mardiah I 30 7 1 15 15
II 30 1 1 15 15

III 30 2 1 15 15

B. Analisis Data
(𝑆𝑐 .𝑉𝑐)−(𝑆𝑎 . 𝑉𝑎)
Su =
𝑉𝑢

Su = Berat jenis Urin


Sc = Berat Jenis Campuran Air dan Urin
Sa = Berat Jenis Air Pencampur
Vc = Volume Campuran Air dan Urin
Va = Volume Air Pencampur
Vu = Volume Urin

1. Puasa
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel I, Su = 𝑉𝑢
8.30−1.15
= 15
= 15 Kg/m3
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel II, Su = 𝑉𝑢
5.30−1.15
= 15
= 9 Kg/m3
2. Minum Air Isotonis
17

𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel I, Su = 𝑉𝑢
5.30−1.15
= 15
= 9 Kg/m3
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel II, Su = 𝑉𝑢
2.30−1.15
= 15
= 3 Kg/m3

3. Minum Air Teh


𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel I, Su = 𝑉𝑢
7.30−1.15
= 15
= 13Kg/m3
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel II, Su = 𝑉𝑢
1.30−1.15
= 15
= 1Kg/m3
4. Minum Air Tawar
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel I, Su = 𝑉𝑢
2.30−1.15
=
15

= 3Kg/m3
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel II, Su = 𝑉𝑢
0,8.30−1.15
= 15

= 0,6Kg/m3
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel III,Su = 𝑉𝑢
1.30−1.15
= 15

= 1Kg/m3
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel IV,Su = 𝑉𝑢
0,6.30−1.15
= 15

= 0,2Kg/m3

5. Kontrol
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel I, Su = 𝑉𝑢
18
6.30−1.15
= 15
= 11Kg/m3
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel II, Su = 𝑉𝑢
1.30−1.15
= 15

= 1Kg/m3
𝑆𝑐.𝑉𝑐−𝑆𝑎.𝑉𝑎
Sampel III, Su = 𝑉𝑢
2.30−1.15
= 15

= 3Kg/m3

B. Pembahasan

Praktikum kali ini dilakukan percobaan uji fungsi ginjal dengan sampel

pada beberapa probandus yang diberikan perlakuan yang berbeda-beda. Adanya

probandus yang puasa, minum air isotonis, minum air teh, minum air, dan sebagai

kontrol. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis urin. Berat jenis

urin mengevaluasi kemampuan ginjal untuk menampung atau mengekskresikan

air. Berat jenis dipengaruhi oleh berat dan jenis zat terlarut. Terdapatnya zat-zat

terlarut dalam urin, seperti glukosa, protein akan meningkatkan berat jenis

(Yaswir, 2012).

1. Probandus Puasa

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data bahwa probandus memiliki

berat jenis urin pada sampel I adalah 15 kg/mL dan pada sampel II adalah 9

kg/mL. Jika berdasarkan teori dimana orang yang berpuasa memiliki berat jenis

urine ≥ 1,035. Tingginya berat jenis urin disebabkan karena kurangnya air yang

diserap ginjal dari darah, tentunya hal tersebut karena perlakuan pada probandus

tersebut adalah berpuasa.


19

2. Probandus Minum Air Isotonis

Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa berat jenis urin pada sampel I

adalah 9 kg/mL dan data pada sampel II adalah 3 kg/mL. Hal ini tidak sesuai

dengan teori bahwa berat jenis urin orang yang minum cairan isotonis adalah ≤

1,001. Hal ini membuktikan bahwa berat jenis urin probandus tidak normal atau

terjadi kesalahan dalam membaca skala pada urinometer.

3. Probandus Minum Air Teh

Berdasarkan hasil pengamatan maka diketahui bahwa berat jenis urin pada

sampel I adalah 13 kg/mL dan data pada sampel II adalah 2 kg/mL. Berdasarkan

teori bahwa berat jenis urine, tergantung dari jumlah air yang larut di dalam urin

atau terbawa di dalam urin. Apabila ginjal mengencerkan urine maka berat

jenisnya kurang dari 1010. apabila ginjal memekatkan urine maka berat jenis

urine naik diatas 1010.

4. Probandus Minum Air

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui berat jenis urin probandus pada

sampel I adalah 3 kg/mL, data pada sampel II adalah 0,6 kg/mL, data pada sampel

III adalah 1 kg/mL dan data pada sampel IV adalah 0,2 kg/mL. Berdaskan teori

yaitu jumlah urin normal yaitu 1-2 liter perhari.

5. Probandus Kontrol

Berdasarkan hasil pengamatan maka diketahui bahwa berat jenis urin

probandus pada sampel I adalah 11 kg/mL, pada sampel II adalah 1 kg/mL dan

data pada sampel III adalah 3 kg/mL. Berdasarkan teori bahwa ciri-ciri urin yang

normal jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari dengan catatan tergantung jumlah air
yang diminum. Berdasarkan teori bahwa berat jenis urin kontrol adalah antara

1,001-1,035.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan, dapat kita simpulkan bahwa perbedaan air yang

diminum. Dimana semakin banyak air yang diminum, maka semakin banyak pula

air yang dapat diserap oleh ginjal dari darah sehingga urin menjadi lebih encer dan

berat jenisnya akan lebih kecil, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, hal ini tidak

akan berlaku apabila terjadi kelainan pada ginjal. Probandus yang berpuasa

cenderung memiliki berat jenis urin yang lebih besar dari pada probandus yang

control, minum air isotonis dan air tawar. Hal ini ini disebabkan karena pekatnya

urin karena dehidrasi.

B. Saran
Diharapkan praktikan hendaknya lebih tertib dalam melakukan praktikum

agar praktikum berjalan sesuai yang dikehendaki dan dapat memperoleh data yang

akurat dan sesuai dengan teori yang ada.

20
DAFTAR PUSTAKA

Baron, D.N. 2003. Kapita Selekta Patologi Klinik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Guyton, Arthur C. 2006. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Kee Lefever,Jocce. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Diagnostik. Edisi2. Jakarta:


PenerbitBuku Kedokteran EGC.

Khidri, Alwy. 2004. Buku Ajar Biomedik I. Makassar : Umitoha.

Kimball, John W. 2000. Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta : Erlanggga.

Price, Syilvia,A, dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

R. Gandasoebrata. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian rakyat.

R. Wirawan, dr. S. Immanuel, dr. R. Dharma. 2010. Penilaian Hasil Pemeriksaan


Urin. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No.30. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia,Jakarta.

Setianingsih, asri. 2013. Perbedaan Kadar Ureum & Creatinin Pada Klien Yang
Menjalani Hemodialisa Dengan Hollow Fiber Baru Dan Hollow Fiber
Re Use Di RSUD Ungaran STIKES Ngudi Waluyo. Jurnal
Keperawatan Medikal Bedah Vol 1 No 1.

Taiyeb, A. Mushawwir dkk. 2016. Penuntun Anatomi dan Fisiologi Manusia.


Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Yaswir, rismawati. 2012. Pemeriksaan Laboratorium Cystatin C Untuk Uji Fungsi
Ginjal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas Vol 1 No 1.

21

Anda mungkin juga menyukai