Anda di halaman 1dari 10

TOKSIKODINAMIK DAN TOKSIKOKINETIK

Oleh :

YUMITA DWI MUJAYANTI


NIM. 2061A0033

FAKULTAS S1 FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN (IIK) STRADA INDONESIA
TAHUN 2021
TOKSIKODINAMIK DAN TOKSIKOKINETIK

1. Penggunaan Methanol Bagi Kesehatan


a. Methanol sering digunakan sebagai bahan bakar untuk reaksi kimia di

laboratorium.

b. Penggunaan dalam bahan pembersih atau desinfektan pembunuh kuman.

c. Gunakan sebagai reagent laboratorium.

d. Bahan kimia untuk perawatan air, air limbah

2. Toksikokinetik Ethanol Mulai dari Absorpsi hingga Ekskresi


Etanol adalah molekul yang larut dalam air dan diserap dengan cepat

pada saluran pencernaan. Puncak konsentrasi etanol dalam darah dapat dicapai

dalam waktu 30 menit setelah ingesti etanol dalam keadaan lambung kosong.

Volume distribusi untuk etanol mendekati total air dalam tubuh (0,5-0,7 l/kg).

Karena absorpsi dari usus halus lebih cepat dibandingkan dari lambung seperti

penundaan pengosongan lambung, misalnya, karena adanya makanan dalam

lambung, dapat memperlambat absorpsi etanol. Dengan dosis alkohol secara

oral yang setara, wanita memiliki konsentrasi puncak yang lebih tinggi

daripada pria. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki total kadar air tubuh

yang lebih rendah dari pria dan karena perbedaan dalam first-pass metabolism.

Metabolisme alkohol menjadi senyawa acetaldehyde dalam tubuh

dibagi menjadi 2 jalur, yaitu melalui jalur alkohol dehidrogenase dan melalui

jalur Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS). Acetaldehyde lalu

dioksidasi menjadi asetat oleh proses metabolisme yang ketiga. Jalur utama

untuk metabolisme alkohol melibatkan alkohol dehidrogenase (ADH),


golongan cytosolic enzyme yang mengkatalisis konversi alkohol menjadi

acetaldehyde. Enzim ini terletak terutama di hepar, namun sejumlah kecil

ditemukan di organ lain seperti otak dan lambung. Selama konversi etanol

oleh ADH menjadi acetaldehyde, ion hidrogen ditransfer dari etanol ke

kofaktor nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) untuk membentuk

NADH. Oksidasi alkohol yang dihasilkan melebihi reducing equivalents di

hepar. Kelebihan produksi NADH berkontribusi pada gangguan metabolisme

pada alkoholisme kronis, dan merupakan penyebab dari asidosis laktat

maupun hipoglikemia pada keracunan alkohol akut.

Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS) disebut juga mixed

function oxidizing system, menggunakan NADPH sebagai kofaktor dalam

metabolisme etanol dan terdiri dari sitokrom P450 atau disebut juga sebagai

CYP seperti CYP2E1, CYP1A2 dan CYP3A4. Konsumsi alkohol kronis akan

menginduksi aktivitas MEOS. Akibatnya, konsumsi alkohol kronis tidak

hanya menimbulkan peningkatan yang signifikan dalam metabolisme etanol,

tetapi juga dalam metabolisme obat lain yang dilakukan oleh sitokrom P450

dalam sistem MEOS, serta pembentukan produk sampingan beracun dari

reaksi sitokrom P450 seperti toksin, radikal bebas dan H2O2.

Sebagian besar acetaldehyde yang terbentuk dari alkohol dioksidasi di

hepar dengan reaksi yang dikatalis oleh mitochondrial NAD-dependent

aldehyde dehydrogenase (ALDH). Produk dari reaksi ini adalah asetat, yang

akan dimetabolisme lebih lanjut menjadi CO2 dan air atau digunakan untuk

membentuk asetil KoA. Kombinasi NADH yang meningkat dan asetil KoA
yang lebih tinggi mendukung sintesis asam lemak serta penyimpanan dan

akumulasi triasilgliserida. Jumlah badan keton dalam tubuh yang meningkat

kemudian memperparah kondisi asidosis laktat pada tubuh. Metabolisme

etanol melalui jalur CYP2E1 menyebabkan peningkatan NADP. Hal ini

membatasi ketersediaan NADPH untuk regenerasi glutathione (GSH) yang

tereduksi sehingga meningkatkan stres oksidatif. Etanol yang masuk ke dalam

tubuh, hanya diekskresikan sebanyak 10% melalui urine dan keringat.

3. Toksikodinamik Psikotropika dan Narkotika


a. Toksikodinamika Psikotropika
Psikotropika, pengertian psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Semua obat
psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk dalam CCS (Cairan
Serebro Spinal) di mana mereka melakukan kegiatannya secara langsung
terhadap saraf-saraf otak. Mekanisme kerja psikofarmaka berhubungan
erat dengan kadar neurotransmitter di otak atau antar keseimbanganya.
Neurotransmitter atau neurohormon adalah zat yang menyebabkan
penerusan implus (rangasangan listrik) dari suatu neuron (axon) melalui
sinaps ke neuron yang lain (dendrite atau saraf post-sinaptik).
b. Toksikodinamika Narkotika
Narkotika adalah golongan obat yang meliputi ganja, heroin,

kokain, marijuana, kanabis, dan morfin. Narkotika biasanya digunakan

dengan cara dihisap atau sebagai rokok. Narkotika yang masuk ke saluran

pernapasan setelah melalui hidung atau mulut, sampai ke tenggorokan,

terus ke bronkus, kemudian masuk ke paru-paru melalui bronkiolus dan

berakhir di alveolus. Di dalam alveolus, butiran “debu” zat aktif itu diserap

oleh pembuluh darah kapiler, kemudian dibawa melalui pembuluh darah

vena ke jantung. Dari jantung, zat aktif disebar ke seluruh tubuh.


Tetrahydrocannabinol (THC), bahan aktif utama dalam narkotika,

mengikat dan mengaktifkan reseptor spesifik, yang dikenal sebagai

reseptor cannabinoid. Ada banyak reseptor ini di bagian otak yang

mengendalikan ingatan, pikiran, konsentrasi, persepsi waktu dan

kedalaman, dan gerakan terkoordinasi. Dengan mengaktifkan reseptor ini,

THC mengganggu fungsi normal mereka.

Cerebellum adalah bagian otak yang terlibat dalam keseimbangan,

postur tubuh, dan koordinasi gerakan. Cerebellum mengkoordinasikan

tindakan otot yang dipesan oleh korteks motor. Impuls saraf mengingatkan

serebelum bahwa korteks motor telah mengarahkan bagian tubuh untuk

melakukan tindakan tertentu. Hampir seketika, dorongan dari bagian tubuh

tersebut menginformasikan cerebellum tentang bagaimana tindakan

dilakukan. Cerebellum membandingkan gerakan sebenarnya dengan

gerakan yang dimaksud dan kemudian menandakan korteks motor untuk

melakukan koreksi yang diperlukan. Dengan cara ini, serebelum

memastikan tubuh bergerak dengan lancar dan efisien.

Hippocampus terlibat dengan formasi memori. Studi menunjukkan

bahwa narkotika mempengaruhi memori dengan mengurangi aktivitas

neuron di daerah ini. Karena hippocampus terlibat dalam formasi memori

baru, seseorang yang berada di bawah pengaruh narkotika akan mengalami

gangguan ingatan jangka pendek, dan pembelajaran baru mungkin

terganggu. Namun, sebagian besar penelitian pada manusia menunjukkan


bahwa jika seseorang berhenti menggunakan narkotika, kemampuan

ingatan mereka dapat pulih.

Narkotika juga mempengaruhi area otak yang bertanggung jawab

atas persepsi sensorik (misalnya sentuhan, penglihatan, pendengaran, rasa,

dan bau) di korteks serebral. Sebagian besar informasi sensorik yang

berasal dari tubuh disalurkan melalui thalamus, dan kemudian ke daerah

korteks serebral yang tepat. Misalnya, korteks somatosensor menerima

pesan yang ditafsirkan sebagai sensasi tubuh, seperti sentuhan. Korteks

somatosensori terletak pada lobus parietal di setiap belahan bumi. Korteks

somatosensori diatur sedemikian rupa sehingga seluruh tubuh terwakili,

sehingga bisa menerima dan secara akurat menafsirkan impuls dari bagian

tubuh tertentu. Bagian khusus lainnya dari korteks serebral menerima

impuls sensorik yang berhubungan dengan melihat, mendengar,

merasakan, dan mencium. Impuls dari mata bergerak di sepanjang saraf

optik dan kemudian diteruskan melalui talamus ke korteks visual di lobus

oksipital. Bagian dari lobus temporal menerima pesan pendengaran dari

telinga. Area untuk rasa berada di celah lateral, yang memisahkan lobus

frontal dan temporal. Pusat bau ada di bagian bawah lobus frontal, bau

adalah satu-satunya indera yang tidak diteruskan melalui thalamus. Saraf

olfactory membawa informasi ini melewati pusat pencium dan langsung

ke korteks. Marijuana mengaktifkan reseptor cannabinoid di berbagai

daerah korteks ini, yang menyebabkan persepsi sensoris yang berubah

yang dialami pengguna di bawah pengaruhnya.


Efek akut narkotika bervariasi, termasuk tertawa dan cekikikan,

peningkatan nafsu makan, perubahan persepsi dan mood, dan efek

stimulan atau sedatif. Dengan dosis yang sangat besar, pasien mungkin

juga mengalami halusinasi, kegelisahan, paranoid, kekurangan memori

jangka pendek, dan gaya berjalan yang tidak stabil. Penggunaan narkotika

secara intravena dapat menyebabkan kolaps kardiovaskular, koagulopati

intravaskular diseminata, atau kematian. Penurunan memori dan perhatian

telah dikaitkan dengan penggunaan narkotika jangka panjang

(UNODC,2014)

Sensasi euphoria ringan, relaksasi, dan persepsi pendengaran dan

visual yang diperkuat dihasilkan oleh narkotika berpengaruh pada reseptor

cannabinoid di otak. Reseptor ini terdapat di seluruh otak, dan molekul

endogen yang mengikatnya secara alami telah diidentifikasi yaitu

anandamide. Anandamide terlibat dalam mengatur mood, memori, nafsu

makan, rasa sakit, kognisi, dan emosi. Ketika narkotika dimasukkan ke

dalam tubuh, bahan aktifnya, Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) dapat

mengganggu semua fungsi ini.

THC memulai proses ini dengan mengikat reseptor CB1 untuk

anandamida. Reseptor ini kemudian memodifikasi aktivitas beberapa

enzim intraselular, termasuk cAMP, yang aktivitasnya menguranginya.

Kurangnya cAMP berarti kurang protein kinase A. Aktivitas enzim yang

berkurang ini mempengaruhi saluran kalium dan kalsium sehingga


mengurangi jumlah neurotransmiter yang dilepaskan. Rangsangan umum

jaringan saraf otak juga berkurang.

Namun, pada rangkaian sistem reward, lebih banyak dopamin

dilepaskan. Seperti halnya opiat, peningkatan paradoks ini dijelaskan oleh

fakta bahwa neuron dopaminergik di sirkuit ini tidak memiliki reseptor

CB1, namun biasanya dihambat oleh neuron GABAergik yang

memilikinya. Narkotika menghilangkan penghambatan ini oleh neuron

GABA dan karenanya mengaktifkan neuron dopamin.

Pada pengkonsumsi narkotika kronis, hilangnya reseptor CB1 di

arteri otak mengurangi aliran darah, dan karenanya menurunkan glukosa

dan oksigen ke otak. Hasil utamanya adalah defisit perhatian, kehilangan

ingatan, dan kemampuan belajar terganggu (The Brain, from top to

bottom).

4. Toksikodinamik Keracunan Minyak Tanah


Berat ringannya gejala yang ditimbulkan oleh keracunan minyak tanah,

bergantung pada apakah minyak tanah selain tertelan, juga sebagian teraspirasi

ke dalam paru atau tidak. Keluhan ini dapat timbul tidak hanya pada saat

tertelan, tetapi juga bila kemudian minyak tanah yang sudah ditelan itu

dimuntahkan kembali. Bila minyak tanah ini diaspirasi (masuk ke dalam 

saluran pernafasan seperti paru), dapat menimbulkan keracunan

akut, perdarahan dan bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian.

Hal ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Menurut

Cohen (1953) perubahan dalam paru akibat keracunan minyak tanah dapat

diikuti secara radiologis. Brunner (1964) mengatakan bahwa kelainan paru


yang kadang-kadang sangat luas dapat terjadi tanpa didapatkannya gejala

klinis lain. Kematian yang dapat timbul akibat keracunan minyak tanah ialah

sebagai akibat asfiksia (kekurangan oksigen) karena edema (bengkak) dan

konsolidasi (penebalan pada jaringan paru). Sebagai akibat sistemik keracunan

minyak tanah ini, terjadi depresi susunan saraf pusat.

Minyak tanah yang diinhalasi atau dihirup menyebabkan efek sistemik

yang lebih kuat daripada minyak tanah yang diminum. Hal ini disebabkan

penyerapan minyak tanah dari usus terjadi secara lambat dan tidak lengkap.

Kadang-kadang minyak tanah yang terminum dapat menyebabkan kelainan

pada paru.Hal ini disebabkan oleh minyak tanah yang sampai ke paru

melalui aliran darah. Kadang-kadang dengan dosis minum yang lebih besar,

kelainan paru tidak terjadi. Menurut Gerarde (1963) hal ini disebabkan karena

sebagian besar minyak tanah diekskresi melalui paru.

Di samping kelainan iritasi lokal dan depresi susunan saraf pusat,

keracunan minyak tanah dapat pula menyebabkan kerusakan pada alat tubuh

lain berupa kelainan degeneratif dan perdarahan kecil-kecil di

hati, ginjal, limpa dan sumsum tulang yang bersifat reversible (dapat kembali

normal)

5. Toksikokinetik H2SO4 bila Masuk ke Dalam Tubuh


Absorpsi asam sulfat ke dalam tubuh dapat melalui hidung dengan menghirup

uap asam sulfat yang dapat menyebabkan Batuk, perasaan terbakar di

tenggorokan, perasaan tersedak, peradangan dan ulserasi dari mukosa hidung,

tenggorokan dan laring. Iritasi yang parah pada saluran pernapasan, ditandai

dengan batuk, tersedak, atau napas pendek. Absorpsi melalui kulit dapat
menyebabkan Iritasi yang serius dan luka bakar yang parah. Luka bakar pada

wajah dapat menyebabkan luka serius dan membuat cacat/tanda. Peradangan

pada kulit dapat ditandai dengan gatal, bersisik, kemerahan atau terkadang

melepuh. Kontak dengan mata dapat menyebabkan luka korosif mulai dari

penurunan ketajaman visual sampai kehilangan penglihatan permanen

tergantung pada asam yang terpapar, konsentrasi dan tingkat paparan.

Peradangan pada mata dapat ditandai dengan kemerahan, berair dan gatal-

gatal. Jika tertelan menyebabkan muntah, disfagia, drooling (mengiler/keluar

air liur), ketidaknyamanan orofaringeal dan nyeri perut. Kemungkinan dalam

2 sampai 3 hari pasien mengalami nyeri mendadak di perut atau dada dan

shock, hal ini menunjukkan perforasi lambung. Pada kasus tertelan asam yang

parah, risiko tertinggi pada perforasi dalam 72 jam pertama, namun perforasi

lambat dapat terjadi sampai sekitar 2 minggu setelah mengkonsumsi.

Asam sulfat merupakan Zat korosif yaitu unsur yang menyebabkan

kerusakan pada bagian tubuh yang terkena zat tersebut, akibat koagulasi

protoplasma, pengendapan dan penguraian protein serta penyerapan air. Asam

kuat sifatnya mengkoagulasikan protein sehingga menimbulkan luka korosi

yang kering dan keras. Basa kuat bersifat membentuk reaksi penyabunan

intrasel sehingga menimbulkan luka yang basah, licin dan kerusakan akan

berlanjut sampai dalam. Karena bahan kimia asam atau basa terdapat dalam

bentuk cair ( larutan pekat), maka bentuk luka sesuai dengan mengalirnya

bahan cair tersebut.

Anda mungkin juga menyukai