Anda di halaman 1dari 8

Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2008

PERKEMBANGAN KERBAU BELANG (TEDONG BONGA)


DI PUSLIT BIOTEKNOLOGI LIPI CIBINONG, JAWA BARAT
DENGAN TEKNOLOGI REPRODUKSI
SYAHRUDDIN SAID dan BAHARUDDIN TAPPA
Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI
Jalan Raya Bogor Km 46 Cibinong, Bogor

ABSTRAK
Salah satu diantara plasma nutfah hewani yang perlu dipertahankan eksistensinya adalah kerbau Belang
(Bubalus bubalis) sejenis kerbau lumpur dengan warna kulit Belang hitam dan putih. Habitat asli kerbau ini
di Tana Toraja Propinsi Sulawesi Selatan sehingga kerbau ini sering juga disebut kerbau Tana Toraja.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan Kerbau Belang berkembang diluar habitat aslinya.
Sepasang kerbau Belang dipelihara di Kebun Plasma Nutfah Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong. Selama
kurung waktu 10 tahun (1997-2007) kerbau Belang di Kebun Plasma Nutfah Cibinong berhasil melahirkan
anak kerbau Belang dari induk Belang dan tidak Belang dengan teknik inseminasi buatan dan kawin alam.
Anak pertama lahir bule dan letal tahun 1997 ( Belang X Belang), anak ke-2 lahir Belang jantan
Desember 2000 ( Belang X Belang), anak ke-3 lahir jantan November 2003 ( Belang X Belang),
anak ke-4 lahir Belang jantan Desember 2005 ( Belang di IB menggiunakan straw kerbau Belang dari BIB
Lembang), anak ke-5 lahir Belang hanya dikepala betina Desember 2006 (kerbau hitam di IB dengan straw
kerbau Belang dari LIPI), anak ke-6 betina hitam Oktober 2007(kerbau hitam di IB dengan straw kerbau
Belang dari LIPI). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kerbau Belang dapat berkembang di luar
habiatat aslinya dimana sebelumnya dipahami bahwa kerbau Belang hanya dapat berkembang di habitat
aslinya di Tana Toraja Sulawesi Selatan. Kerbau Belang dapat dikemnbangbiakkan melalui teknik kawin
alam atau teknik inseminasi buatan.
Kata kunci: Kerbau Belang, kawin alam, inseminasi buatan, Tana Toraja

PENDAHULUAN
Ada dua tipe kerbau yaitu kerbau sungai
(river buffalo) dengan 50 pasang kromosom
dan tipe rawa/lumpur (swamp buffalo) dengan
48 pasang kromosom. Persilangan dengan
mengawinkan antara kerbau sungai dengan
kerbau lumpur telah dilakukan di banyak
tempat untuk mendapatkan anak F1 dengan
kromosom 2n = 48-50 pasang. Populasi kerbau
di Indonesia sekitar 3.0 juta ekor dan
populasinya terus menurun sampai tahun 2005
(Statistik Pertanian, 2005, Dalam Situmorang
dkk. 2006), Kebanyakan kerbau di Indonesia
adalah tipe kerbau rawa/lumpur (Bubalus
bubalis), hanya beberapa ratus ekor kerbau tipe
sungai yang terdapat di Sumatera Utara
(SITUMORANG, 2005).
Kerbau memiliki efisiensi reproduksi yang
rendah disebabkan karena pubertas terlambat,
umur calving pertama tinggi, priode pospartum
anestrus panjang, periode inter-calving
panjang, tanda-tanda berahi kurang jelas dan
angka kebuntingan rendah. Juga, kerbau

18

mempunyai sedikit primordial follicles dan


tingginya angka follicular atresia.
Salah satu di antara plasma nutfah hewani
yang perlu dipertahankan eksistensinya adalah
kerbau Belang (Bubalus bubalis) sejenis
kerbau lumpur dengan warna kulit Belang
hitam dan putih (bule). Habitat asli kerbau ini
di Tana Toraja Propinsi Sulawesi Selatan
sehingga kerbau ini sering juga disebut kerbau
Tana Toraja.
Dari segi adat kebiasaan masyarakat Tana
Toraja, kerbau Belang mempunyai kedudukan
penting yang erat hubungannya dengan
upacara adat, terutama sebagai kerbau potong
persembahan kepada Sang Pencipta. Nilai ritus
yang tinggi ada pada kerbau Belang jantan
sehingga memiliki harga jauh lebih tinggi.
Harga kerbau Belang saleko dewasa dapat
mencapai Rp 150.000.000. Pada masyarakat
Tana Toraja pemotongan secara ritual kerbau
adalah karena keyakinannya bahwa kehidupan
diakhirat merupakan cermin kehidupan di
dunia. Selain itu pemotongan ini merupakan
pengabdian seorang anak kepada orang tuanya.

Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2008

Dengan demikian mereka beranggapan


semakin banyak kerbau Belang yang dipotong
dan semakin banyak ramai upacara adat
berlangsung, semakin baik dan amanlah
kehidupan orang yang meninggal dunia itu di
alam akhirat. Semakin bagus kerbau yang
dipotong semakin tinggi nilai ritusnya.
Jumlah pemotongan kerbau Belang
mencapai 50-60 ekor per tahun, sedangkan
kelahirannya hanya 10-20 ekor per tahun akan
berdampak semakin terkurasnya populasi dan
mutu genetik plasma nutfah kerbau Belang
(ANONIMOUS, 2004). Keadaan ini akan
semakin membuat kerbau Belang terancam
punah. Oleh karena itu perlu upaya yang tepat
untuk menyelamatkan kerbau Belang Tana
Toraja. Menyelamatkan kerbau Belang berarti
menyelamatkan budaya masyarakat Tana
Toraja. Salah satu upaya yang tepat adalah
dengan meningkatkan populasi dan mutu
genetik kerbau Belang melalui bioteknologi
reproduksi.
Bioteknologi memberikan suatu peluang
untuk memperbaiki efisiensi reproduksi pada
kerbau dan dengan memasukkan materi genetic
dapat mempercepat produktivitas kerbau.
Aplikasi bioteknologi yang paling penting pada
kerbau adalah menghasilkan pejantan unggul
untuk tujuan IB.

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari tahun 1997
sampai 2007 di Kebun Plasma Nutfah, Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong,
Kabupaten Bogor.
Ternak
Sepasang kerbau Belang dewasa di
datangkan dari habitat aslinya di Tana Toraja
Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 1997.
Dipeliharan dengan pemberian pakan standar
dan dikeluarkan dari kandang setiap hari dari
jam 10 sampai jam 12 untuk merumput dan
latihan, dimandikan setiap hari dan diberikan
tempat untuk berkubang.
Produksi Sperma Beku Kerbau Belang
Media yang digunakan untuk pengencer
spermatozoa dan pembekuan sperma adalah
Tris-Kuning Telur 20% (TKT) ditambahkan
gliserol 7% sebagai krioprotektan. Semen
ditampung dari pejantan kerbau Belang
menggunakan vagina buatan yang bersuhu
sekitar 40-43oC. Kerbau betina biasa
dimasukkan kedalam kandang jepit sebagai
kerbau
pemancing.
Koleksi
sperma

Gambar 1. Koleksi semen pada kerbau Belang

19

Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2008

dilaksanakan pada pagi atau sore hari dengan


sebelumnya kerbau disiram atau dimandikan
terlebih dahulu (Gambar 1). Semen yang telah
ditampung dievaluasi secara makroskopis dan
mikroskopis pada temperatur ruang dan
disimpan dalam dan disimpan pada wather bath
temperatur 37C selanjutnya dilakukan
evaluasi
motiulitas
sperma.
Evaluasi
makroskopis meliputi: volume, warna,
konsistensi (kekentalan), derajat keasaman
(pH). Untuk evaluasi mikroskopis meliputi :
gerakan massa, konsentrasi, motilitas, dan
abnormalitas.
Semen yang memenuhi syarat meliputi:
gerakan massa ++ atau +++, konsentrasi 1000
juta/ml, motilitas 70%, dan abnormalitas
<15% (RIZAL et al., 1999) diencerkan dengan
pengencer laktosa (Rizal, 1998) yang
mengandung 7% gliserol (RIZAL dan HERDIS,
2001). Jumlah pengencer yang dibutuhkan
dihitung
menurut
persamaan
yang
dikemukakan TOELIHERE (1993) sebagai
berikut:
VxMxK
JP = ------------- VS - V
D
JP = Jumlah pengencer.
V = Volume semen.
M = Persentase motilitas.
K = Konsentrasi sperma.
VS = Volume straw (0,25 ml).
D = Dosis/jumlah sperma sekali IB
(60 x 106).
Semen yang telah diencerkan dengan media
Tris Kuning Telur (TKT) dan dikemas di
dalam straw mini (ukuran 0,25 ml) dengan
konsentrasi 60 juta sperma motil per straw (60
x 106 spermatozoa/ml). Semen yang telah
dikemas di dalam straw diekuilibrasi di dalam
lemari es pada suhu 5oC selama empat jam
(Herdis, 1998). Setelah ekuilibrasi, semen
dibekukan dari temperatur 5oC ke -15oC dan
dari -15oC ke -80oC dengan cara menempatkan
straw 10 cm di atas permukaan nitrogen cair
menggunakan rak dinamis selama 10 menit di
dalam styrofoam yang ditutup rapat (SAID et
al., 2005). Untuk mengetahui kualitas semen
yang telah dibekukan, beberapa contoh straw
dithawing dengan cara memasukkan straw ke
dalam air hangat bersuhu 37oC selama 30

20

detik, kemudian dievaluasi motilitasnya. Hanya


straw yang memiliki motilitas sperma paling
sedikit 40% yang disimpan di dalam konteiner
nitrogen cair untuk digunakan dalam program
IB.
Pelaksanaan Kawin Alam dan Inseminasi
Buatan (IB)
Kawin alam dilakukan baik diantara kerbau
Belang (jantan dan betina Belang) maupun
dengan campuran (jantan Belang dan betina
kerbau hitam). Kawin alam dilakukan dengan
cara memasukkan kerbau betina ke kandang
jepit selanjutnya pejantan siap untuk
mengawininya.
Inseminasi
buatan
dilaksanakan
menggunakan sperma beku kerbau Belang
yang diproduksi di Puslit Bioteknologi LIPI
Cibinong dan yang diperoleh dari BIB
Lembang. Kerbau betina diberi perlakuan
hormone PGF2 (Prosolvin) secara i.m.
sebanyak 2 ml untuk menghindari silent heat
yang sering terjadi pada ternak kerbau.
Pengamatan estrus setelah dua hari kemudian
setelah pemberian hormone muncul tanda
berahi dan selanjutnya dilakukan inseminasi
buatan. Pemeriksaan kebuntingan dilakukan
dengan palpasi rectal 2 bulan kemudian.
Ternak kerbau yang positif bunting dipelihara
dengan baik sampai melahirkan 10 bulan
kemudian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Semen Kerbau Belang
Evaluasi semen segera setelah proses
penampungan
sangat
penting
sebelum
melakukan proses lebih kanjut. Kualitas semen
segar kerbau Belang dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 1. Hasil evaluasi kualitas
semen segar kerbau Belang pada Table 1
menunjukkan bahwa volume yang diperoleh
berkisar antara 0,5 sampai 2 ml dengan ratarata 1,06 0,5 ml; warna putih susu sampai
krem; konsistensi encer sampai kental, derajat
keasaman (pH) rata-rata 7,22 0,67; motalitas
73,75 5,18%; gerakan massa rata-rata ++(+);
konsentrasi berkisar antara 600 sampai

Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2008

Tabel 1. Karakteristik semen kerbau Belang


Parameter yang diamati

Rataan

Volume (ml)

1,06 0,5

Warna

Putih susu krem

Konsistensi

Encer kental

pH

7,2 0,6

Motilitas (%)

74,5 4,97

Gerakan Massa

++(+)

Konsentrasi (x 106)

1709.8 823.5

Sel sperma hidup (%)

90,94 4,02

Abnormalitas sperma (%)

11,31 2,39

Membran
/MPU (%)

78,17 7,16

plasma

utuh

Sumber: Puslit Bioteknologi LIPI

3.105 x 106 / ml dan rata-rata 1709.8 823.5 x


106/ml; persentase sel hidup sperma berkisar
antara 86.45 sampai 94.8% dengan rata-rata
90.94 4.02%; persentase abnormal sperma
segar kerbau Belang 6.67 sampai 14.2% atau
rata-rata 11.31 2.39% dan persetase
membran plasma utuh (MPU) antara 69.94
sampai 88.23% atau rata-rata 78.177.16%.
Hasil ini menunjukkan kisaran yang sama
dengan semen segar kerbau Belang di Sulawesi
Selatan yang ditampung dengan metoda vagina
buatan, seperti yang dilaporkan BATOSAMMA
(1985) yaitu; volume berkisar antara 0.3
sampai 3.8 ml dengan rata-rata 1,7 0,8 ml;
warna krem dan putih susu yang menunjukkan
semen normal dan sehat; konsistensi antara
agak kental (sedang) dan kental; pH antara 6,9
sampai 7,2 dengan rata-rata 7,0 0,1; motilitas
rata-rata 74 4.8%; gerakan massa positif dua
setengah (++/+); konsentrasi berkisar antara
200 sampai 2.500 x 106/ml atau rata-rata 1200
0,5 x 106/ml; abnormalitas sperma berkisar
antara 10 sampai 20% atau rata-rata 15,06
4,93. TOELIHERE (1975) melaporkan bahwa
kerbau Belang di Tana Toraja, Sulawesi
Selatan mempunyai kualitas: volume semen pe
ejakulat rata-rata 2 ml; berwarna krem, krem
keputihan dan putih; pH dengan kertas lakmus
menunjukkan agak ke basa; gerakan massa
sperma antara + sampai +++; konsentrasi

sperma berkisar antara 600 sampai 1000 juta,


rata-rata 800 juta sel per ml semen dan
persentase sperma hidup 48 sampai 80%. Dari
hasil penelitian kualitas semen segar kerbau
Belang yang lahir dan tumbuh sampai dewasa
kelamin di luar habitat Tana Toraja tetap
mempunyai kualitas yang normal dan tingkat
kesuburan yang tinggi.
Tabel 2. Kualitas semen beku kerbau Belang hasil
thawing
Parameter yang diamati
Motilitas (%)

Hasil
43,33 2,58

Sel sperma hidup (%)

86,72 4,54

Abnormalitas
(%)

sperma

12,175 1,12

Membran
utuh/MPU (%)

plasma

62,72 2,02

Hasil thawing semen beku kerbau Belang


pada Tabel 2 menunjukkan bahwa motilitas
43,33 2,58%, sel sperma hidup 86,72
4,54%,abnormalitas sperma 12,175 1,12%
dan MPU 62,72 2,02%. Hasil motilitas
pascathawing ini lebih rendah dari hasil
penelitian BATOSAMMA (1985) yaitu antara 40
sampai 60% dengan rata-rata 50 6,5%.
HARDIS (1988) melaporkan hasil thawing
semen beku kerbau Lumpur dengan equilibrasi
4 jam dan pencampuran gliserol satu tahap
sebelum
dibekukan
adalah
motilitas
47,504,18%; semen hidup 61,673,35% dan
MPU 51,673,64%. Hasil penelitian ini
menyatakan motilitas 51,35,5% dan MPU
43,83,2%. Perbedaan antara hasil-hasil
penelitian di atas relatif kecil dan masih
menunjukkan kisaran kualitas semen beku
yang dapat digunakan untuk IB.
Bioteknologi reproduksi adalah penerapan
konsep-konsep teoritis ilmu reproduksi
memakai
teknik-teknik
tertentu
untuk
meningkatkan efisiensi proses reproduksi
(ternak) dalam upaya memenuhi kebutuhan
manusia sehari-hari (daging, susu, dan
sebagainya). Bioteknologi reproduksi adalah
pemakaian data dan teknik rekayasa untuk
mempelajari dan mencari solusi terhadap
berbagai masalah reproduksi pada mahluk
hidup.

21

Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2008

Tabel 3. Perkembangan Kelahiran Kerbau Belang di Puslit Bioteknologi LIPI


Tetua

Anak
Perkawinan

Keterangan

Tipe

Jenis
Kelamin

KA

Albino

Jantan

Letal, 1997

Belang

KA

Belang

Jantan

Normal, 2000

Belang

Belang

KA

Belang

Jantan

Normal, 2003

Belang

IB

Belang

Jantan

Normal, 2005,
straw BIB
Lembang

Hitam

IB

Belang
kepala

Betina

Normal. 2006,
straw LIPI

Belang

IB

Bunting 6 bulan

Jantan

Betina

Belang

Belang

Belang

Keterangan: KA = Kawin Alam, IB = Inseminasi Buatan

Kelahiran Kerbau Belang di Puslit


Bioteknologi LIPI
Perkembangan kelahiran kerbau Belang di
Puslit Bioteknologi LIPI dapat dilihat pada
Tabel 3.
Dari hasil di atas terlihat bahwa kerbau
Belang dapat berkemabang diluar habitat
aslinya di Tana Toraja. Kerbau Belang dapat

Gambar 2. Anak kerbau Belang lahir dari


induk kerbau Belang

22

melahirkan anak yang Belang, hitam dan


albino. Ketika anak yang lahir albino sifatnya
letal. Selanjutnya bahwa kerbau Belang dapat
dilahirkan melalui perkawinan alam dan IB.
Beberapa keturunan kerbau Belang yang
berkembang di Cibinong diperlihatkan pada
gambar berikut ini.

Gambar 3. Anak kerbau Belang lahirdari induk


kerbau hitam

Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2008

Gambar 4. Anak kerbau Belang yang lahir di Puslit

Teknologi Inseminasi Buatan


Secara teoritis di dalam ilmu reproduksi
dinyatakan bahwa testes (sebagai organ
reproduksi primer) yang pada hewan jantan
dengan berat sekitar 600 g dapat menghasilkan
9 x 106 spermatozoa/g/hari atau sekitar 5,4
milyar sepermatozoa per ekor per hari. Secara
teoritis pula dinyatakan bahwa setiap ejakulat
pada pejantan sapi unggul menghasilkan ratarata 10 ml semen dengan konsentrasi
spermatozoa rata-rata 1200 x 106 sel per ml
atau sekitar 10 x 1200 x 106 = 12 x 109
spermatozoa per ejakulat. Pada perkawinan
secara alamiah, seluruh 12 x 109 spermatozoa
tersebut disemprotkan ke dalam saluran
kelamin betina ( di bagian dalam vagina atau di
mulut rahim/cervix) pada hanya satu ekor
betina, padahal diperlukan hanya satu
spermatozoon untuk membuahi satu sel telur
pada satu sapi betina yang birahi. Ini berarti
terjadi suatu inefisiensi yang tinggi dalam
pemanfaatan bibit hewan jantan. Oleh karena
itu diciptakanlah bioteknologi generasi
pertama, yaitu inseminasi buatan (IB), untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan bibit
hewan jantan tersebut. Pejantan yang dipakai
dalam program pemuliabiakan ternak tentulah
pejantan unggul yang sudah diseleksi dan
tinggi mutu genetik dan kualitas semennya.

Dengan demikian IB dapat didefinisikan


sebagai suatu teknologi reproduksi (generasi
pertama) yang dipakai dalam program
pemuliabiakan ternak (hewan) dengan
memanfaatkan bibit pejantan unggul secara
maksimal dan higienis untuk meningkatkan
produktivitas (jumlah dan kualitas) ternak
dalam memenuhi kebutuhan manusia seharihari.
Kerbau Belang dan Budaya Masyarakat
Tana Toraja
Kerbau (Bos bubalus) adalah binatang
paling penting bagi orang Toraja, salah satu
etnis yang di Pulau Sulawesi, Indonesia. Bagi
etnis Toraja, khususnya Toraja Sadan, kerbau
adalah binatang yang paling penting dalam
kehidupan sosial mereka. Kerbau atau dalam
bahasa setempat tedong atau karembau tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari
masyarakat. Selain sebagai hewan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sosial, ritual
maupun kepercayaan tradisional, kerbau juga
menjadi alat takaran status sosial, dan alat
transaksi. Dari sisi sosial, kerbau merupakan
harta yang bernilai tinggi bagi pemiliknya.
Upacara kematian Rambu Solo diadakan
dengan sangat meriah dan mewah layaknya
sebuah pesta. Mereka meyakini bahwa dengan

23

Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2008

mengadakan upacara adat ini roh si mati dapat


diiring sampai mencapai Nirwana keabadian.
Pada upacara kematian ini penggunaan simbolsimbol sangat berperan penting, salah satunya
adalah penggunaan simbol kerbau sebagai
syarat utama dalam upacara kematian Rambu
Solo. Rambu Solo adalah upacara kematian
untuk menghormati orang tua yang telah mati
sebagai pertanda hormat pada si mati atas jasajasa semasa hidupnya. Sama seperti adat-adat
daerah lain yang menggunakan simbol sebagai
perlambang atau tanda dalam suatu upacara
adat. Begitu juga masyarakat tanah Toraja
yang menggunakan simbol kerbau sebagai
tanda mereka. Mereka meyakini bahwa kerbau
inilah yang nantinya akan membawa roh si
mati menuju nirwana alam baka. Kerbau di
keseharian kehidupan masyarakat Toraja
merupakan hewan yang sangat tinggi
maknanya
dan
dianggap
suci
juga
melambangkan tingkat kemakmuran seseorang
jika memilikinya karena harga satu ekor kerbau
bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta
rupiah.
Kerbau Tana Toraja memiliki ciri fisik
yang khas ketimbang daerah lain, terutama
pada warna kulitnya yang Belang menyerupai
sapi. Orang Toraja biasa menyebut jenis
kerbau ini Tedong Bonga. Lantaran kulitnya
yang aneh, maka kerbau Belang memiliki arti
penting dalam setiap ritual pesta kematian atau
Rambu Solo. Kerbau ini diperlakukan secara
khusus. Semenjak kecil sudah dikebiri oleh
pemiliknya sehingga dianggap suci sebagai
hewan kurban pada upacara Rambu Solo.
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa:
1.

2.

24

Kerbau Belang dapat dilahirkan melalui


perkawinan secara alami dan menggunan
teknologi
reproduksi
IB,
baik
menggunakan kerbau Belang betina,
maupun dengan kerbau lumpur biasa
(kerbau hitam).
Kerbau Belang dapat berkembang diluar
habitat aslinya di Tana Toraja Propinsi
Sulawesi Selatan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kami ucapkan kepada
kelompok peneliti hewan Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI dan seluruh pihak yang telah
membantu dan mendukung kegiatan penelitian
kerbau Belang di Puslit Bioteknologi LIPI
Cibinong.
DAFTAR PUSTAKA
ANONIMOUS. Laporan Dinas Peternakan Kabupaten
Tana Toraja. 14 September 2004.
BATOSAMMA, J.T. 1985 Penerapan teknologi
inseminasi
buatan
untuk
pelestraian
sumberdaya ternak kerbau Belang. Disertasi.
Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
FAO, 2004. FAO Rome, Databank
FAO, 2005. FAO Rome Databank
GUNAWAN, M., E.M. KAIIN., S. SAID dan B. TAPPA.
2006. Evaluasi semen beku kerbau Belang
(Bubalus bubalis) di Cibinong. Seminar
Bioteknologi LIPI. Bogor 12-14 April 2006.
HERDIS. 1998. Metode pemberian gliserol dan lama
ekuilibrasi pada proses pembekuan semen
kerbau Lumpur. Thesis. Program PascSarjana,
Institut Pertanian Bogor.
MISRA, A.K. 2004. Advances in embryo
technologies in water buffaloes. Proceeding of
the 7th World Buffalo Congress. Manila
Philippines, 20-23 October, pp. 140-156.
SITUMORANG, P. 2005. Effect the administration of
human chorionic gonadotrophin (hCG)
hormone following superovulation in buffalo.
J.Ilmu Peternakan dan Veteriner 10: 286-292.
SITUMORANG, P., D.A. KUSUMANINGRUM, R.G.
SIANTURI. 2006. Superovulation in buffalo in
Indonesia. Resource paper presented in
International Seminar on The Artificial
Reproductive Biotechnologies for Buffaloes.
Agustus 28-September 1, 2006. Boro,
Indonesia.
STATISTIK PERTANIAN.
Pertanian R.I

2005.

Departemen

TOELIHERE, M.R. 1975. Physiology of reproduction


and artificial insemination of water buffaloes.
Dalam: The Asiatic Water Buffaloe, ASPAC
Food and Fertilizer Technology Center.
Taipei, Taiwan.

Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2008

TOELIHERE, M.R. 2006. Pokok-pokok pikiran


tentang
perkembangan
bioteknologi
reproduksi di masa lalu, masa kini, dan masa
yang akan datang dalam menunjang
pembangunan peternakan di Indonesia.

Seminar Nasional Peranan Bioteknologi


Reproduksi dalam Pembangunan Peternakan
di Indonesia. Fakultas Kedokteran HewanIPB, Bogor 8 April 2006.

25

Anda mungkin juga menyukai