Anda di halaman 1dari 33

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

ANAMNESIS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama Pasien

:Tn. M

Umur

:70 tahun

Jenis Kelamin

:Laki-laki

Alamat

:Ponorogo

Status Perkawinan

:Menikah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Tanggal Masuk RS

:6 Oktober 2013

Tanggal Pemeriksaan

: 7 Oktober2013

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis yang dilakukan
pada tanggal 7 Oktober 2013.
1. Keluhan Utama
Luka di punggung kaki kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Luka di telapak kaki kanan sejak 4 bulan yang lalu, awalnya muncul
seperti gelembung berukuran 3 cm. Kemudian gelembung pecah, keluar
cairan warna bening bercampur darah dan nanah. Setelah itu luka bertambah
semakin luas dan dirasakan nyeri terutama bila berjalan. Awalnya pasien
hanya berobat jalan ke mantri dan mendapatkan perawatan luka. Sejak 1
bulan yang lalu, luka dirasakan semakin nyeri hingga pasien tidak bisa
berjalan, luka semakin melebar berwarna hitam dan berbau busuk, pasien
terbiasa berjalan tidak menggunakan sandal. Saat nyeri timbul, terasa cekot-

cekot sehingga pasien susah tidur, pasien juga mengeluh kesemutan pada
kedua tangan dan kakinya. Tidak didapatkan panas badan maupun sumersumer. Satu tahun yang lalu pasien opname di RS Jarakan selama 10 hari
untuk amputasi jempol kiri serta jari 3 dan 4 kaki kanan.
Nafsu makan menurun sehingga berat badan pasien menurun.Hingga
sekarang pasien suka mengkonsumsi makanan yang manis. Pasien juga
mengeluh pandangan kedua mata kabur sejak 4 hari yang lalu namun tidak
pernah berobat. Buang air besar lancar dannormal. Buang air kecil lancar,
berwarna kuning, tidak berbusa, jumlahnya banyakdan tidak didapatkan
nyeri saat kencing. Kencing di malam hari sekitar 2-3 kali.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a.
Riwayat kencing manis

: 3 tahun kontrol rutin PKM

b.
c.
d.
e.
f.
g.

gelang
Riwayat tekanan darah tinggi : diakui
Riwayat alergi obat & makanan
: disangkal
Riwayat kencing batu
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat sakit jantung
: disangkal
Riwayat mondok
: MRS di RS Jarakan pro

h.

amputasi jempol kiri 1 tahun yang laluserta jari 2 dan 4 kaki kanan
Riwayat operasi
: amputasi jempol kiri 1 tahun
yang lalu serta jari 3 dan 4 kaki kanan

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit serupa

disangkal
b. Riwayat alergi obat dan makanan
disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat sakit darah tinggi

disangkal
e. Riwayat sakit jantung : disangkal
f. Riwayat sakit ginjal

: disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok

diakui

lebih

dari 10 tahun
b. Riwayat makan teratur

: diakui

c. Riwayat minum kopi : diakui lebih


dari 10 tahun
d. Riwayat konsumsi alkohol

disangkal
e. Riwayat konsumsi obat bebas :
disangkal
II.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2013.
Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, compos mentis E4V5M6
Tanda Vital
Tensi

: 140/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.

Frekuensi nafas

: 16 x/menit, tipe thorakoabdominal

Suhu

: 36,7C per axiler

Kulit
Ikterik (-), petechiae (-), acne (-), turgor kulit menurun (-), hiperpigmentasi (-),
bekas garukan (-), kulit mengkilap(-), kulit hiperemis (-)

Kepala
Bentuk mesocephal, rambut hitam keputihan, mudah rontok (-), luka (-)

Wajah
Simetris, eritema (-), ruam muka (-)
Mata

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-),


pupil isokor dengan diameter <3 mm/<3 mm, reflek cahaya (+/+) normal,
oedem palpebra (-/-),
Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), gangguan fungsi pendengaran (-)
Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-),
papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)
Leher
JVP R+0 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-).
Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah
bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)
Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis kuat angkat, teraba di 1 cm medial SIC V linea


midclavicularis sinistra

Perkusi

: Batas jantung
kiri atas

: SIC II linea parasternalis sinistra

kiri bawah

: SIC V medial linea midclavicularis sinistra

kanan atas

: SIC II linea parasternalis dextra

kanan bawah

: SIC IV linea parasternalis dextra

pinggang jantung: SIC II-III parasternalis sinistra


Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi

: Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, regular, bising (-),


gallop (-).

Pulmo
Depan
Inspeksi :
Statis

: normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tidak


melebar, retraksi (-)

Dinamis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-),


pergerakan paru simetris
Palpasi :
Statis

: simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak


ada yang tertinggal

Dinamis : pengembangan paru simetris, tidak ada yang


tertinggal
Fremitus : fremitus raba simetris kanan dan kiri
Perkusi :
Kanan : Sonor hingga SIC III
Kiri

: Sonor

Auskultasi :
Kanan : Suara dasar vesikuler intensitas normal,suaratambahan
wheezing (-), ronchi (-),krepitasi (-)
Kiri

: Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara


tambahan wheezing (-), ronchi (-),krepitasi (-)

Kesan : Pemeriksaan thoraks dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi

: dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-), sikatrik


bekas operasi (-)

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Perkusi

: timpani, pekak alih (-), undulasi (-), nyeri ketok kostovertebra (-)

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, defans muskular (-),
nyeri tekan (-) regio epigastrium, nyeri tekan suprapubik (-),
ballotement (-)

Ekstremitas :

Superior dekstra : odem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), eritem
palmaris (-), luka (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku
pucat(-), jari tabuh (-), nyeri tekan (-), nyeri gerak (-),
deformitas (-)
Superior sinistra : oedem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), eritema
palmaris (-), luka (-), ikterik (-), spoon nail (-), kuku
pucat(-),jari tabuh (-), nyeri tekan dan nyeri gerak (-),
deformitas (-)
Inferior dekstra

: oedem (+), luka (+), hiperemis (-), nyeri tekan (+), sianosis
(-), pucat (-), akral dingin (-), eritema palmaris (-), ikterik (-),
spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-), deformitas (+),
pus (+), jaringan nekrosis (+)

Inferior sinistra : oedem (-), luka (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-), sianosis (-),
pucat (-), akral dingin (-), eritema palmaris (-), ikterik (-),
spoon nail (-), kuku pucat (-), jari tabuh (-), deformitas (+),
pus (-), jaringan nekrosis (-)
III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan EKG

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Irama : sinus
Frekuensi jantung : 1500/15 kotak sedang = 100x/menit
Ritme : regular
Zona transisi : V3-V4
Aksis : I (+) aVF (+) normal
Gelombang P selalu diikuti gelombang ORS dan T
Interval PR 0,16 detik
Gelombang QRS 0,08 detik
EKG: dbn

B. Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap tanggal 6 Oktober 2013


o
o
o
o
o
o
o
o
o

Hb
Leukosit
Trombosit
RBC
Limfosit
Granulosit
Hematokrit
MCV
MCH

:
:
:
:
:
:
:
:
:

10,7gr/dL
19,3 x 103/L
365 x 103/L
3,56 x 106
0,9 103/L
89,9 %
32,8 %
92,3 FL
30,0 Pg

( 11 16 gr/dL)
( 4,0 10,0 10/L)
(150-450 103/L)
(3.50-5.50)
( 0,8 4,0 10/L)
( 50.0-70.0)
( 37-54 %)
( 82-100 FL)
(27-34 pg)

o MCHC
o GDA

(32-36 g/dL)

Pemeriksaan kimia darah tanggal 6 Oktober 2013


DBIL
TBIL
SGOT
SGPT
ALP
GamaGT
TP
ALB
Glob
UREA
CREAT
UA
CHOL
TG
HDL
LDL

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
IV.

: 32,6 g/dL
: 355

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

0,18mg/dl
0,47 mg/dl
37,0 U/L
30,2 U/L
370 U/L
27,9 mg/dl
5,8 g/dl
2,1 g/dl
3,7 g/dl
51,54
0,95 mg/dl
6 mg/dl
82 mg/dl
108 mg/dl
17 mg/dl
43 mg/dl

(0-0,35 mg/dl)
(0,2-1,2 mg/dl)
(0-38 U/L)
(0-40 U/L)
(98-279 U/L)
( 10 - 54 mg/dl)
( 6,6-8,3 g/dl)
( 3,5-5,5 g/dl )
( 2-3,9 g/dl )
(10- 50 mg/dl)
( 0,7-1,4 mg/dl)
( 3,4-7 mg/dl)
( 140-200 mg/dl)
( 36-165 mg/dl)
( 45-150 mg/dl )
( 0-190 mg/dl )

RESUME / DAFTAR MASALAH


A. Anamnesis
1.

Luka di punggung kaki kanan sejak 4 bulan, luka bertambah semakin


luas dan dirasakan nyeri terutama bila berjalan.

2.

Luka semakin melebar berwarna hitam dan berbau busuk

3.

Pasien mengeluh kesemutan pada kedua tangan dan kakinya.

4.

Satu tahun yang lalu pasien opname di RS Jarakan selama 10 hari


untuk amputasi jempol kiri serta jari 3 dan 4 kaki kanan.

5.

Nafsu makan menurun sehingga berat badan pasien menurun.

6.

Hingga sekarang pasien suka mengkonsumsi makanan yang manis.

7.

Pasien juga mengeluh pandangan kedua mata kabur sejak 4 hari yang
lalu namun tidak pernah berobat.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Vital sign
Tekanan darah

: 140/80 mmHg

Respirasi rate
: 16 x/menit
Suhu
: 36,7oC
Nadi
: 80 x/menit
2. Kepala
: konjungtiva anemis (-/-),oedem palpebra (-/-)
3. Paru-paru : dalam batas normal
4. Abdomen
: dalam batas normal
5. Ekstremitas : oedem ekstremitas inferior (+/-), pitting oedem
(-/-), deformitas (+/-), Bau (+/-), pus (+/-)
C. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium:
EKG: dbn
Pemeriksaan darah lengkap tanggal 6 Oktober 2013
o
o
o
o
o
o

:
:
:
:
:
:

10,7 gr/dL
19,3 x 103/L
3,65 x 103/L
89,9 %
32,8 %
355

( 11 16 gr/dL)
( 4,0 10,0 10/L)
(150-450 103/L)
( 50.0-70.0)
( 37-54 %)

Pemeriksaan kimia darah tanggal 6 Oktober 2013


o
o
o
o
o
o

V.

Hb
Leukosit
Trombosit
Granulosit
Hematokrit
GDA

ALP
TP
ALB
UREA
CHOL
HDL

:
:
:
:
:
:

370 U/L
5,8 g/dl
2,1 g/dl
51,54
82 mg/dl
17 mg/dl

ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA


1. Diabetes Melitus tipe 2
2. Gangren pedis dextra

(98-279 U/L)
( 6,6-8,3 g/dl)
( 3,5-5,5 g/dl )
(10- 50)
( 140-200 mg/dl)
( 45-150 mg/dl )

VI.

POMR (Problem Oriented Medical Record)


Problem

Assessement

Planning

Diagnosa
Hiperglike Diabetes
-HbA1c
mellitus tipe -Profil lipid
mia
II
-GDP/
G2JPP

Riwayat DM 3
tahun,
Kebiasaan suka
makan
makanan yang
manis
Lemas
GDA 355
Luka di telapak Infeksi
pedis
kaki kanan
dextra
Luka berbau
busuk dan
berwarna
hitam
Riwayat
amputaasi jari
kaki kiri
Gangren
plantar pedis
dextra, edema
+/-,
bau,
hangat +/ Leuko : 19,3
Kesemutan
pada tangan
dan kaki
Mata tersa
kabur

Gangren
pedis dextra

Neuropati
perifer
Retinopati
perifer

-Foto pedis
dextra
-Kultur dan
sensitivitas
darah dan
pus

Funduscopy

Planning

Planning

Terapi
-RCI 2x4 unit
-AI 3x6 unit

Monitoring
-Klinis
-Vital sign
-GDA

-Injeksi
ceftriaxon 2x1
gram
-Drip
metronidazole
2x500 mg
-inj ketorolac
3 x 1 amp
-Clindamicin
3x500mg
-Rawat luka
setiap hari

-Klinis
-Vital sign
-Kondisi
luka

-Sohobion tab -Klinis


1x1
-Konsul
mata

Monitoring
Terapi
Tanggal 7 Oktober 2013
Inf. RL 20 tpm
a. Kaki kanan masi nyeri, Riwayat DM 3 Inj Ranitidin 2 x 1 amp
Inj ceftriaxone 2x 1 vial
tahun yang lalu
Inj ketorolac 3 x 1 amp
b. Keadaan umum : CM
Drip metronidazole 3 x 500 ml
c. VS :
Clindamicin oral 3 x 500 mg
TD : 140/ 60 mmHg
Aspilet oral 1 x 1
Nadi : 108 kali/ menit
Albapur 20 % 100cc
RR : 16 kali/ menit
Suhu : 35,5C
Tanggal 8 Oktober 2013
Inf. RL 20 tpm
a. Kaki kanan masi nyeri, pasien tidak bisa Inj Ranitidin 2 x 1 amp
Inj ceftriaxone 2x 1 vial
tidur karena nyeri kakinya
Drip metronidazole 3 x 500 ml
b. Keadaan umum : CM
Clindamicin oral 3 x 500 mg
c. VS :
Aspilet oral 1 x 1
TD : 120/ 70 mmHg
Albapur 20 % 100cc
Nadi : 96 kali/ menit
RR : 20 kali/ menit
Suhu : 36,0C
GDA : 175
ALB : 2,1
WBC : 19,3
Tanggal 9 Oktober 2013
RCI 4 x 2 unit
a. Kaki kanan masi nyeri, pasien tidak bisa Inf. RL 20 tpm
Inj Ranitidin 2 x 1 amp
tidur karena nyeri kakinya
Inj ceftriaxone 2x 1 vial
b. Keadaan umum : CM
Drip metronidazole 3 x 500 ml
c. VS :
Clindamicin oral 3 x 500 mg
TD : 120/ 60 mmHg
Aspilet oral 1 x 1
Nadi : 80 kali/ menit
RR : 16 kali/ menit
Suhu : 36,3C
GDA : 480
Tanggal 10 Oktober 2013
Inf. RL 20 tpm
a. Kaki kanan masi nyeri, pasien tidak bisa Inj Ranitidin 2 x 1 amp
Inj ceftriaxone 2x 1 vial
tidur karena nyeri kakinya
Inj ketorolac 3 x 1 amp
b. Keadaan umum : CM
Drip metronidazole 3 x 500 ml
c. VS :
Clindamicin oral 3 x 500 mg
TD : 140/ 70 mmHg
Aspilet oral 1 x 1
Nadi :92 kali/ menit
RR : 16 kali/ menit

Suhu : 35,9C
GDA : 161
ALB : 2,5
Tanggal 11 Oktober 2013
Inf. RL 20 tpm
a. Kaki kanan masi nyeri, pasien tidak bisa Inj Ranitidin 2 x 1 amp
Inj ceftriaxone 2x 1 vial
tidur karena nyeri kakinya
Inj ketorolac 3 x 1 amp
b. Keadaan umum : CM
Drip metronidazole 3 x 500 ml
c. VS :
Clindamicin oral 3 x 500 mg
TD : 130/ 60 mmHg
Aspilet oral 1 x 1
Nadi : 68 kali/ menit
RR : 20 kali/ menit
Suhu : 36,93C
GDA : 221
ALB : 2,5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas
ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau
penurunan

efektifitas

insulin.Gangguan

metabolisme dari karbohidrat, pro

metabolik

ini

mempengaruhi

tein, lemak, air dan elektrolit. Gangguan

metabolisme tergantung pada adanya kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh


dan pada banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular, khususnya sel
endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf.
Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah
suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah
melebihi nilai normal (hiperglikemia) dengan diagnosa kadar gula darah sewaktu
> 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa > 120 mg/dl, yang terjadi oleh karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa secara normal
bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh
pankreas, mengendalikan kadar kadar glukosa dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya. Pada penderita diabetes kemampuan tubuh untuk
bereaksi terhadap insulin dapat menurunkan atau pankreas dapat menghentikan
sama sekali produksi insulin. Oleh karena itu terjadi gangguan jumlah insulin
sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi tidak stabil
B. Klasifikasi
Klasifikasi yang dianjurkan oleh PERKENI (2003, 2006) adalah sesuai dengan
klasifikasi DM oleh American Diabetes Association (ADA), yaitu:
1. DM tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya menjurus ke definisi insulin absolut):
a. Autoimun (immune mediated)
b. Idiopatik
2. DM tipe 2 (biasanya berawal dari resistensi insulin yang predominan dengan

defisiensi insulin relative menuju ke defek sekresi insulin yang predominan


dengan resistensi insulin)
3. DM tipe spesifik lain:
a. Defek genetik fungsi sel beta
1) Maturity-onset diabetes of the young (MODY) 1, 2, 3, 4, 5, 6 (yang
terbanyak MODY 3)
2) DNA mitokondria
3) Lain-lain
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas
1) Pankreatitis
2) Tumor/pankreotomi
3) Pankreatopati fibrokalkulus
4) Lain-lain
d. Endokrinopati
1) Akromegali
2) Sindrom cushing
3) Feokromositoma
4) Hipertiroidisme
5) Lain-lain
e. Karena obat/zat kimia
1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat
2) Glukokortikoid, hormon tiroid
3) Tiazid, dilantin, interferon alfa, dan lain-lain
f. Infeksi
1) Rubella congenital, cytomegalovirus (CMV)
2) Lain-lain
g. Sebab imunologi yang jarang
1) Antibody anti insulin
2) Lain-lain
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
1) Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dan lain-lain
4. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
C. Patofisiologi

D. Manifestasi Klinis
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan
air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glukosa),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut (Mirza, 2008). Penderita
kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun
tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu


8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari:
1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah
a. Genetik
Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga
yang mengidap penyakit diabetes melitus, yang disebabkan oleh
karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik. Individu yang mempunyai riwayat
keluarga penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih
besar jika dibandingkan dengan keluarga yang sehat.
Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden
pada anak-anaknya akan meningkat, tergantung pada umur berapa
orang tuanya mendapat diabetes melitus. Resiko terbesar bagi anakanak untuk mengalami diabetes melitus terjadi jika salah satu atau
kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun
demikian, tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan menderita
penyakit diabetes melitus dan gambaran ini lebih rendah pada anakanak dari orang tua dengan diabetes melitus yang timbulnya lebih
lanjut.
b. Umur
Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat
tubuh sehingga menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari
insulin.
c.

Ras atau latar belakang etnis


Resiko Diabetes Melitus Tipe II lebih besar pada hispanik,

kulit hitam, penduduk asli Amerika dan orang Asia.


2. Faktor resiko yang dapat dirubah
a.
Kehamilan

Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut


Diabetes Melitus Gestasional (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena
adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh
banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin,
dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang
antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin
yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa
menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita
memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka ia akan
mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita Diabetes
Melitus Gestasional (Soegondo, 2006).
b. Pola Makan dan Obesitas
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pola
makan di masyarakat, seperti pola makan di berbagai daerah pun
berubah dari pola makan tradisional ke pola makan modren. Hal ini
dapat terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang mengkonsumsi
makanan

cepat

saji

(fast

food)

dan

berlemak.

Kelebihan

mengkonsumsi lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam


tubuh dalam bentuk jaringan lemak yang dapat menimbulkan kenaikan
berat badan (obesitas). Kelebihan berat badan atu obesitas merupakan
faktor resiko dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik
termasuk diabetes melitus. Pada individu yang obesitas banyak
diketahui terjadinya retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah
diproduksinya insulin secara berlebihan eleh sel beta pankreas,
sehingga insulin didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia).
Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan
pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma
norepineprin (Soegondo, 2006).
c. Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang
dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat dilakukan untuk
menghindari kegemukan dan obesitas. Pada saat tubuh melakukan
aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk

dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang


sehingga kebutuhan hormon insulin juga berkurang. Dengan
demikian, untuk menghindari timbulnya penyakit diabetes melitus
karena kadar gula darah yang meningkat akibat konsumsi makanan
yang berlebihan dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang seimbang,
misalnya dengan melakukan senam, jalan jogging, berenang dan
bersepeda. Kegiatan tersebut apabila dilakukan secara teratur dapat
menurunkan resiko terkena penyakit diabetes melitus, sehingga kadar
gula darah dapat normal kembali dan cara kerja insulin tidak
terganggu .
E. Diagnosis
Diagnosa DM harus didasarkan oleh pemeriksaan konsentrasi glukosa
darah, gejala khas DM , yaitu poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas. Sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya
lemes, kesemutan luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi dan
pruritus vulva, apabila ditemukan gejala khas DM ditambah pemeriksaan gula
darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Namun
apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan pemeriksaan ulang
gula darah abnormal.
Kriteria Diagnosis DM (Konsensus PERKENI 2002), dinyatakan DM
apabila terdapat:
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)

200 mg/dl, plus gejala

klasik: poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas
sebabnya.
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl, atau
3. Kadar glukosa plasma

200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau

beban glukosa 75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini
tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian epidemiologis pada

penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnosis kadar glukosa darah


puasa. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnosis yang
sama.
Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari
yang lain atau esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang
jelas tinggi dengan dekompensasi metabolic akut, seperti ketoasidosis, berat
badan yang menurun cepat.

Cara pelaksanaan TTGO (Gustaviani, 2007)


1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan seharihari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti Biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), Atau 1,75 g/Kg BB (anakanak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.
F. Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (PERKENI, 2006)
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik

oral atau insulin serta obat-obatan lain


Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak

tersedia)
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau

hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada kehamilan)
Pentingnya perawatan diri
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
2. Terapi gizi medis (TGM)
Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya

guna mencapai target terapi.


Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pada diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (Soegondo, 2007).


3. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit
yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace
training ).
Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa
henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien
melakukan jogging tanpa istirahat.
Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot
berkontraksi dan berelaksasi secara teratur.
Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas
ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate

= 75-85 % dari Maksimum Heart Rate

Maksimum Heart Rate

= 220-umur

Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi,
seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan
bersepeda.
4.

Terapi Farmakologis
Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan TGM dan latihan jasmani (Soegondo, 2007).

Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
a. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan glinid
b. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion

c. Penghambat glukoneogenesis : metformin


d. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase
Cara pemberian OHO terdiri dari (PERKENI, 2006) :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir
maksimal.

Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan


Glimepiride
: sebelum / sesaat sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid : sebelum / sesaat sebelum makan
Metformin
: sebelum / pada saat / sesudah makan

Acarbose
Tiazolidindion

Golongan

Sulfonilurea

Glinid
Tiazolidindion

Generik

karbohidrat
: bersama suapan pertama makan
: tidak bergantung pada jadwal makan

Mg

Dosis

Tab

Haria Kerja

hari

Klorpropami

100-

n
100-

d
Glibenklamid

250
2,5 5

500
2,5 - 12-24

1-2

Glipizid
Glikuidon

5 10
30

15
52
10-16
30 - 6 8

1-2
2-3

1,2,3,4
0,5,1,2
120
4
15,30

120
0,5-6
1,5-6
360
4-8
15 -

Glimepirid
Repaglinid
Nateglinid
Rosiglitazon
Pioglitazon

45

Lama

24-36

24
24
24

Frek/

Waktu

Sebelum
makan

1
3
1
1

Tidak
bergantung
jadwal
makan

Penghambat

Acarbose

50-100

glukosidase

100-

300

Bersama
suapan
pertama
Bersama/ses

Biguanid

Metformin

500-

250-

850

3000

6-8

1-3

udah makan

Insulin
Macam:
Insulin Konvensional, mengandung komponen a, b, dan c. bentuk ini

lebih imunologik dan alergik.


Insulin Monokomponen = insulin MC (Insulin Mono-Component =
Highly Purified Insulin), hanya mengandung komponen c (insulin
murni). Misalnya: actrapid (short action, identik dengan Insulin

regular) semuanya dari Novo industries


Insulin Manusia = Human Insulin, kebanyakan dibuat dari E.Coli
(recombinant DNA), mempunyai susunan kimiawi sama dengan
insulin manusia. Dikatakan, insulin HM mempunyai efek alergik dan

imunologik yang minimal dibandingkan dengan kedua insulin di atas.


Insulin Analogues, ada 2 macam:
- Rapid acting Insulin Analogues: Lis pro (R/ Humalog), Glulisin
-

(R/ Apidra), Aspar (R/ Aspart)


Long acting Peakless Insulin Analogues: insulin Glargine (R/
lantus), insulin Detemir.
(Tjokroprawiro, 2007).

G. Komplikasi
1. Ulkus Diabetik
Masalah pada kaki diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren,
merupakan penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi para penderita
diabetes. Perawatan rutin ulkus, pengobatan infeksi, amputasi dan perawatan
di rumah sakit membutuhkan biaya yang sangat besar tiap tahun dan menjadi

beban yang sangat besar dalam sistem pemeliharaan kesehatan (Kruse,


2006).
Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati,
trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit
vaskuler perifer. Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang
menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan perawatan
yang adekuat (Kruse, 2006).
a. Etiologi
1) Neuropati Perifer
Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang
lama sehingga menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik.
Peningkatan

kadar

sorbitol

intraseluler,

menyebabkan

saraf

membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin


sejalan dengan perubahan kadar peptida neurotropik, perubahan
metabolisme lemak, stress oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif
seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf
(Frykberg, 2002).
Kadar glukosa yang tidak teregulasi meningkatkan kadar
advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada molekul
kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada
ekstremitas superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel).
Kombinasi antara pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai
mekanisme dan penyempitan kompartemen karena glikosilasi
kolagen menyebabkan double crush syndrome dimana dapat
menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan autonomik.
Hilangnya fungsi sudomotor pada neuropati otonomik
menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit yang terbuka akan
mengakibatkan

masuknya

bakteri

dan

menimbulkan

infeksi.

Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan sela-sela


jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki.
Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan
pembukaan arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling
sering mempengaruhi otot intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan

saraf plantaris medialis dan lateralis pada masing-masing lubangnya


(tunnel).
2) Penyakit Arterial
Penderita diabetes, kemungkinan mengalami beberapa macam
kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density Lipoprotein (LDL),
Very Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von
Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin, peningkatan kadar
fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara
keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar
menderita atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler,
hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel.
Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes
timbul berawal pada kekakuan mernbran sel darah merah sejalan
dengan peningkatan aggregasi eritrosit, karena sel darah merah
bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan pada
membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran dan
kerusakan pada endotelial.
Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel darah
merah bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan aggregasi
yang telah terjadi. Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut adalah
peningkatan viskositas darah. Penurunan aliran darah sebagai akibat
perubahan viskositas memacu meningkatkan kompensasinya dalam
tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan transudasi melalui
kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah.
Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan
peningkatan afinitas hemoglobin terglikolasi terhadap molekul
oksigen. Efek merugikan oleh hiperglikemia terhadap aliran darah
dan perfusi jaringan sangatlah signifikan.
3) Deformitas kaki
Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot
menyebabkan kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan
menimbulkan gait biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch
menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal, cuneiform,
navicular dan tulang kecil lainnya dimana akan menambah panjang

lengkung pada kaki. Perubahan degenerative ini nantinya akan


merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan
tumpuan beban, dimana menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi,
infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan hasil yang sering
didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal.
4) Tekanan
Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa
sistem organ termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada
tendon achiles dimana advanced glycosylated end prodruct (AGEs)
berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga
menyebabkan hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan tendon.
Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan
kata lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan
lama karena adanya gangguan berjalan (gait).
Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang
berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya
hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau kaki Charcot; tekanan
yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan
lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang salah,
kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan
pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang
buruk meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada penderita
diabetes (Boulton, 2004).

b. Klasifikasi
Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus
diabetes adalah klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada
kedalaman luka dan terdiri dari 6 grade luka, yaitu:

University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus


dan membaginya lagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun
sistem Texas ini meliputi:

Setiap tingkatan dibagi menjadi 4 stadium, meliputi:


A : luka bersih
B : luka iskemik
C : luka terinfeksi non iskemik
D : luka terinfeksi dan iskemik
Klasifikasi SAD (Size, Sepsis, Arteriopathy, Depth and
Denervation) mengelompokkan ulkus ke dalam 4 skala berdasarkan 5
bentukan ulkus (ukuran, kedalaman, sepsis, arteriopati, dan
denervasi). The International Working Group on the Diabetic Foot
telah mengusulkan Klasifikasi PEDIS dimana membagi luka
berdasarkan 5 ciri berdasarkan: Perfusion, Extent, Depth, Infection
dan Sensation.
Berdasarkan Guideline The Infectious Disease of America,
mengelompokkan kaki diabetik yang terinfeksi dalam beberapa
kategori, yaitu:
1) Mild: terbatas hanya pada kulit dan jaringan subkutan
2) Moderate: lebih luas atau sampai jaringan yang lebih dalam
3) Severe: disertai gejala infeksi sistemik atau ketidakstabilan
metabolik (Amstrong, 2008).
c. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh
derajat keparahan ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi. Dasar dari
perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading
dan kontrol infeksi.

1) Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam
perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk
membuang jaringan nekrosis, callus dan jaringan fibrotik.
Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke
jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor
pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka. Metode
debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp),
autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode
surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis
(debridement selektif), sedangkan metode mekanis membuang
jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement non selektif).
2) Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi
salah satu komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi
biasanya terjadi pada area telapak kaki yang mendapat tekanan
tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk
mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan. Total Contact
Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif.
TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk
menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini
memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan
bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat
mengganggu penyembuhan luka.
3) Pembedahan
a) Debridement
Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan
terinfeksi dari ulkus, callus hipertropik. Pada debridement
juga ditentukan kedalaman dan adanya tulang atau sendi yang
terinfeksi.
b) Pembedahan Revisional
Pembedahan revisional

dilakukan

pada

tulang

untuk

memindahkan titik beban. Tindakan tersebut meliputi reseksi


metatarsal atau ostektomi.

c) Pembedahan Vaskuler
Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya
gejala dari kelainan pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka
yang tidak sembuh, adanya gangren.
d) Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan
luka partial thickness.
e) Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan
dalam

dimana

dasar

luka

tidak

mencukupi

untuk

dilakukannya autologus skin graft


f) Jaringan pengganti kulit
- Dermagraft
- Apligraft
g) Penutupan dengan flap
(Frykberg, 2002).

BAB III
KESIMPULAN
1. Diabetes Melitus merupakan kelainan metabolik yang dapat menimbulkan
berbagai komplikasi kronik jika tidak dikelola dengan baik, untuk itu kontrol
glikemik pada penderita DM sangat penting terhadap pencegahan terjadinya
komplikasi baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler.

DAFTAR PUSTAKA
Gustaviani Reno. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus, dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1857-9.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2002. Konsensus Pengelelolaan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni, Jakarta: hal 1-19
Purnamasari D, Arsana PM. 2012. Hipoglikemia dan Hiperglikemia, dalam: EIMED
PAPDI. Interna Publishing. Jakarta: Hal 309.
Setyohadi. 2012. Hipoglikemia dan Hiperglikemia, dalam: EIMED PAPDI. Interna
Publishing. Jakarta: Hal 309-317.
Soegondo S. 2006. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus
Tipe 2, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4 th . Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Hal 1860-3.
Sudoyo Aru.W, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Supartondo, Waspadji S. 2003. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: hal 375-7
Suwitra K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik, dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta: 570.
Suyono S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, dalam: Ilmu Penyakit
Dalam. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
Hal 7-14
Waspadji S. 2002. Kegawatan pada diabetes melitus, dalam: Petunjuk Praktis
Pengelolaan Diabetes Melitus. Jakarta: PB PERKENI.
Waspadji S. 2007. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis,
dan Strategi Pengelolaan, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: Hal. 1884.

Anda mungkin juga menyukai