Anda di halaman 1dari 18

MODEL KAUSAL PARTISIPASI POLITIK

AKTIVIS GERAKAN MAHASISWA


Andik Matulessy
Fak. Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Abstrak
Penelitian ini hendak merumuskan sebuah model yang dapat digunakan
untuk menjelaskan partisimasi politik aktivis gerakan mahasiswa. Data
yang digunakan bersumber dari: (a) subjek penelitian yang berstatus
sebagai mahasiswa Perguruan Tinggi dan merupakan aktivis dari suatu
kelompok gerakan mahasiswa, berusia antara 19 s/d 26 tahun; (b) informan;
(c) dokumen tertulis; dan (4) dokumen tidak Tertulis. Data dianalisis
menggunakan Analisis Model Persamaan Struktural (PLS). Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa secara langsung tidak ada keterkaitan antara
variabel deprivasi relatif egoistik, deprivasi relatif kolektif, kepercayaan politik,
dan efikasi politik eksternal, dengan variabel partisipasi mahasiswa dalam
gerakan mahasiswa. Variabel yang secara langsung memiliki keterkaitan
dengan partisipasi mahasiswa dalam gerakan mahasiswa adalah efikasi
politik eksternal. Partisipasi mahasiswa dalam organ gerakan mahasiswa
ditentukan oleh deprivasi relatif egoistik dan deprivasi relatif kolektif yang
diantarai oleh variabel efikasi politik internal. Hal tersebut berarti perasaan
kekurangan atau ketidakpuasan secara individual dan kolektif, merasa diri
dan kelompoknya tidak mendapatkan keadilan dan selalu mendapatkan
perlakuan yang diskriminatif akan mengarahkan pada munculnya pandangan
adanya rasa berperan dalam mewarnai kehidupan politik.
PENDAHULUAN

dalam kekuatan yang besar membuat


bargaining power mereka menurun.
1. Latar Belakang Permasalahan Mereka semakin sulit mendapatkan
Gerakan mahasiswa setelah tempat untuk mengeluarkan ide/
tahun 1998 seakan terlupakan dan gagasan guna mencapai perubahan
hanya dianggap riak kecil yang tidak yang diinginkan. Hal itu terjadi karena
terlalu diperhitungkan dalam kancah nuansa protes lebih mengarah pada
perpolitikan
nasional.
Gerakan ruang gerak atau tema yang relatif
mahasiswa menjadi sulit melakukan sempit. Selain itu isu yang dibawa
aktivitas demonstrasi, karena pada oleh gerakan mahasiswa cenderung
masa-masa tersebut telah ditetapkan parsial dan bernuansakan kepentingan
Undang Undang no. 9 tahun 1998 kelompok tertentu (primordial), atau
tentang penyampaian pendapat di kepentingan afiliasi partai politik tertentu,
muka umum, temasuk tata tertib untuk sehingga kurang memunculkan gaung
melakukan kegiatan pengumpulan solidaritas dari kelompok gerakan
massa atau demonstrasi.
mahasiswa yang lain. Apalagi aparat
Ketidakmampuan
gerakan penegak hukum semakin berani
mahasiswa untuk tampil kembali bertindak represif terhadap mahasiswa
51

yang melakukan demonstrasi, sehingga


banyak aktivis gerakan mahasiswa yang
ditangkap saat menyuarakan protes.
Kondisi seperti inilah seharusnya dapat
menumpulkan keinginan sebagian
aktivis gerakan mahasiswa untuk
melakukan aksi protes ke jalan.
Namun
demikian
pada
kenyataannya masih banyak berbagai
aksi demonstrasi yang dilakukan oleh
mahasiswa. Berdasarkan berbagai
data selama bulan Nopember 2001
Maret 2002 (Suharsih & Mahendra,
2007), jumlah aksi demonstrasi yang
dilakukan oleh para mahasiswa
sekitar 54 aksi yang melibatkan tidak
kurang dari 23.347 mahasiswa dan
pelajar. Dari 54 aksi demonstrasi, 52
di antaranya merupakan aksi yang
bernuansakan politik, yakni tuntutan
yang diperjuangkan untuk kepentingan
rakyat banyak. Hal ini belum ditambah
dengan banyaknya aksi protes yang
dilakukan oleh organisasi buruh dan
petani.
Perbedaan situasi dan kondisi
di antara negara maju dan sedang
berkembang
akan
memunculkan
perbedaan hasil penerapan teori
dari Barat saat dilakukan penelitian
di Indonesia. Apalagi tipikal gerakan
mahasiswa yang kemunculannya sangat
tergantung pada situasi kondisi nasional,
sehingga akan berpengaruh pada model
teoritis yang berbeda tentang keterkaitan
berbagai variabel yang mempengaruhi
partisipasi dalam gerakan mahasiswa
di Indonesia. Penelitian dari Matulessy
(2003), Matulessy dan Dwiyogo (2005)
menemukan hasil yang berbeda
dengan konsep dari Orum tentang
partisipasi dalam gerakan sosial pada
saat dilakukan penelitian pada gerakan
mahasiswa di Indonesia.
Selain persoalan yang sifatnya
teoritis, maka dasar pijakan dalam
52

melakukan riset ini adalah adanya


fenomena kesenjangan antara harapan
dan realitas, yang dijelaskan sebagai
berikut :
Masyarakat memiliki harapan
besar pada mahasiswa untuk berperan
besar
dalam
upaya
mencapai
kemajuan negara, menjadi agents
of change, memiliki kesiapan untuk
meneruskan estafet kepemimpinan,
dituntut memiliki kemampuan untuk
menangani
berbagai
persoalan
negara, serta dituntut untuk selalu
kritis dan peka terhadap permasalahan
yang ada di sekitarnya (ketidakadilan,
kesewenangan). Salah satu cara yang
digunakan oleh mahasiswa agar bisa
menjalankan perannya tersebut adalah
berpartisipasi dalam suatu gerakan
sosial.
Di sisi lain, keinginan untuk
mengkritisi
berbagai
kebijakan
untuk
menyikapi
kesewenangan,
ketidakadilan, serta memunculkan
perubahan kondisi masyarakat dengan
cara berpartisipasi dalam gerakan
mahasiswa ternyata tidak selalu
menimbulkan simpati dari sebagian
besar masyarakat. Hal tersebut
karena banyak kejadian demonstrasi
aktivis gerakan mahasiswa lebih
mengutamakan
tindakan
yang
destruktif, mengganggu ketertiban,
banyak dimuati oleh kepentingan politik
dan bisa menimbulkan instabilitas
perpolitikan nasional yang berujung
pula pada instabilitas ekonomi, sosial
dan keamanan. Apalagi banyak fakta
yang menunjukkan berbagai kerusuhan
yang dipicu oleh adanya demonstrasi
dari mahasiswa.
Ketidaksesuaian antara harapan
dan kenyataan masyarakat tentang
berbagai kegiatan mahasiswa dalam
suatu gerakan inilah yang menyebabkan
munculnya keinginan peneliti untuk

mengkaji lebih dalam tentang berbagai


faktor penyebab dari menjamurnya
gerakan mahasiswa yang terjadi di
Indonesia. Secara teoritis ada banyak
faktor yang mempengaruhi partisipasi
para aktivis mahasiswa untuk turut
serta dalam gerakan mahasiswa di
Indonesia.
Beberapa ahli mengungkapkan
bahwa faktor psikologislah yang
mempengaruhi partisipasi mahasiswa
dalam sebuah gerakan, misalnya
ketidakpuasaan atau deprivasi relatif,
baik yang sifatnya individual (egoistic)
maupun kolektif. Sementara banyak
ahli lain yang mengungkapkan bahwa
faktor politik yang mendasari munculnya
partisipasi mahasiswa dalam suatu
gerakan (efikasi politik dan kepercayaan
pada sistem politik). Namun demikian
peneliti mencoba untuk mengkaitkan
faktor psikologis dan faktor politik untuk
menjelaskan munculnya berbagai
gerakan mahasiswa.
Oleh karena itu modifikasi model
dilakukan oleh peneliti berdasarkan
berbagai teori dan temuan penelitian
tentang gerakan mahasiswa dari
peneliti dan tokoh atau ahli yang lain.
Berdasarkan fenomena aktual
dan gambaran teoretis di atas, maka
permasalahan
yang
dirumuskan
adalah : Apakah ada keterkaitan antara
collective relative deprivation (deprivasi
relatif kolektif) & egoistic relative
deprivation (deperivasi relatif egoistik),
political trust (kepercayaan politik),
dan partisipasi pada aktivis gerakan
mahasiswa di Jawa Timur ?
TINJAUAN PUSTAKA

samping berbagai gerakan lain yang


dilakukan oleh buruh, kaum gay,
feminis, pecinta lingkungan, petani dan
sebagainya. Pada dasarnya gerakan
sosial mencakup beberapa konsep
(Cook et al., 1995), yakni: Berorientasi
pada munculnya perubahan (changeoriented goals); ada tingkatan tertentu
dalam suatu organisasi (some degree
of
organization);
ada
tingkatan
kontinuitas aktivitas yang sifatnya
temporal (some degree of temporal
continuity);Aksi kolektif di luar lembaga
(aksi ke jalan) dan di dalam lembaga
(lobi politik) (some extrainstitutional
and institutional).
Gerakan mahasiswa atau aksi
kolektif mahasiswa termasuk dalam
kategori gerakan sosial karena memiliki
beberapa ciri khas (Hamka, 2000),
antara lain : Gerakan mahasiswa
diwadahi oleh organisasi, baik yang
bersifat permanen untuk menjangkau
kepentingan jangka panjang maupun
gerakan temporer (anomic) yang
berlangsung dalam jangka pendek;
memiliki
tujuan
yang
berbeda
sebagai upaya untuk menyesuaikan
dengan keanekaragaman organisasi;
dilakukan dengan penuh kesadaran
dan bukan semata-mata atas dasar
ketidakpuasan dan emosi; memiliki
ideologi yang bervariasi sesuai bentuk
organisasi dan kondisi politik; tidak
membentuk lembaga resmi seperti
partai politik, namun lebih menekankan
aksi-aksi kolektif yang inkonvensional
untuk memujudkan tujuan gerakan; di
dalam menggelar aksi protes kolektif,
gerakan mahasiswa menampilkan
isu yang strategis sebagai sarana
untuk memobilisasi massa dan
mengefektifkan aksi.
Berdasarkan berbagai definisi dan
penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa gerakan mahasiswa adalah

1. Gerakan Mahasiswa
Salah satu bentuk gerakan sosial
(social movement) adalah gerakan
mahasiswa (student movement), di
53

perilaku kolektif dari sekumpulan


mahasiswa dalam waktu yang relatif
lama, terorganisir dan mempunyai
tujuan untuk mengadakan perubahan
struktur sosial yang dianggap tidak
memenuhi harapan, serta memunculkan
kehidupan baru yang lebih adil dan
berpihak pada rakyat kecil.

mulanya dimunculkan oleh penulis The


American Soldier, Samuel A. Stouffer
(Runciman,1966) saat melakukan
studi psikologi pada skala besar pada
serdadu Amerika yang bertugas di
Perang Dunia ke dua. Ted Robert
Gurr (Sihombing, 2005) memaknai
relative deprivation sebagai perasaan
kesenjangan antara nilai harapan (value
2. Partisipasi Politik Mahasiswa of expentations) dengan kapabilitas
dalam Gerakan
nilai (value capabilities). Individu
Konsep
partisipasi
banyak yang menaikkan nilai harapan tanpa
dimunculkan dengan berbagai istilah, meningkatkan nilai kapabilitas secara
antara lain : citizen participation proporsional dan sebanding,maka
(Levi & Litwin serta Wandersman & akan menimbulkan kekecewaan atau
Florin dalam Duffy & Wong, 2003), ketidakpuasan.
yakni
keikutsertaan
seseorang
Selanjutnya
Crosby
(Grant
dalam aktivitas organisasi tanpa & Brown, 1995) membagi relative
dibayar dengan harapan mencapai deprivation menjadi dua jenis sebagai
sebuah tujuan tertentu; enpowerment berikut : egoistic relative deprivation,
(Rappaport, Swift & Hess dalam yakni
hasil
dari
perbandingan
Duffy & Wong, 2003), yakni individu interpersonal
dan
menyebabkan
melakukan berbagai pemberdayaan stress atau usaha seseorang untuk
terhadap kelompok masyarakat yang mendapatkan perbaikan; collective
membutuhkan atau mengalami masalah relative deprivation, yakni hasil dari
sosial; grass-roots activism (Alinsky perbandingan antar kelompok dan
dalam Duffy & Wong, 2003), yakni mendorong terjadinya protes sosial.
individu memunculkan issue tertentu
dan menekan adanya perubahan sosial
4. Political Efficacy
dan memilih bekerja dengan cara
Political efficacy didefinisikan
bottom-up daripada top-down ; self-help kemampuan individu untuk berperan
(Christensen&Robinson dalam Duffy & atau
mempengaruhi
komponenWong, 2003), yakni individu dengan komponen sistem politik tersebut.
isu tertentu datang bersama untuk Campbell, Gurin dan Miller (Morrell,
membantu dan memberi dukungan 2003) mendefinisikan political efficacy
emosional pada individu yang lain.
sebagai perasaan bahwa aksi politik
Partisipasi dalam gerakan sosial harus dilakukan sebagai dampak dari
banyak bersangkut paut dengan proses politik, sebagai bentuk tugas
sistem politik. Sebagaimana ungkapan dari warga negara. Secara sederhana
Suharsih dan Mahendra (2007) bahwa political efficacy adalah persepsi
gerakan mahasiswa bisa menjadi powerfullness atau powerlessness
bagian dari gerakan sosial ataupun warga negara dalam realitas politik.
berkembang menjadi gerakan politik.
Hal ini ditegaskan lebih dalam oleh
Zimmerman (dalam Angelique et
3. Relative Deprivation
al., 2002) bahwa political efficacy
Istilah relative deprivation awal merupakan
penangkal
terjadinya
54

alienasi dan dipahami sebagai bentuk


political powerfullness.
Michael
E
Morrell
(2003)
mengungkapkan bahwa political efficacy
mencakup dua komponen, yakni :
internal political efficacy, yakni adanya
keyakinan kompetensi seseorang
untuk memahami dan berpartisipasi
efektif dalam politik; external political
efficacy, yakni adanya keyakinan
tentang tanggung jawab pemimpin dan
institusi negara pada kebutuhan warga
negara.

kulit hitam kelas menengah. Kajian lain


dari Begley & Alker serta Guimond
& Dube-Simard (dalam Michener
& Delamater, 1999), menemukan
perasaan deprivasi dari anggota suatu
kelompok terhadap anggota kelompok
yang lain akan mengarahkan pada aksi
protes kolektif.

6. Dasar Teori
a. Hubungan antara Relative Deprivation dengan Partisipasi dalam
Gerakan Sosial
Relative deprivation juga berkaitan
erat secara langsung dengan partisipasi
dalam gerakan sosial. Seperti pendapat
Feuer (1969) dan Lofland & Stark
(1965) yang menemukan hubungan
yang erat antara tipe kebutuhan atau
permasalahan individu dengan tipe
gerakan. Penelitian Ladd & Pettigrew
(dalam DiRenzo, 1990) menemukan
bahwa adanya gerakan kebebasan
warga kulit hitam diakibatkan oleh
adanya relative deprivation pada warga

c. Hubungan antara Relative deprivation dengan Political Trust


Robinson et al. (dalam Muluk
dan Reksodiputro, 2005) mengaitkan
relative deprivation dengan political
trust, yakni bila terdapat kesenjangan
antara harapan yang ada di masyarakat
dengan kenyataan yang ada (relative
deprivation) maka kepercayaan politik
akan rendah dan akan berpengaruh
pada efektivitas, kontinuitas dan
moralitas sistem sosial. Lebih lanjut
Citrin (dalam Chan, 1997) menyimpulkan
bahwa political trust memiliki efek yang
penting munculnya partisipasi politik
masyarakat untuk lebih memperhatikan

b. Hubungan antara Relative deprivation dengan Political Efficacy


Relative deprivation juga berkaitan
erat secara langsung dengan internal
political efficacy dan external political
5. Political Trust
efficacy. Adanya perasaan kekurangan,
Trust adalah tingkat kepercayaan baik secara personal (egoistik) maupun
yang dimiliki seseorang terhadap fraternal (kolektif) akan mengarahkan
orang lain yang akan secara konsisten pada pandangan bahwa dirinya
merespon kebutuhan dan keinginannya secara pribadi merasa kurang mampu
(Miller & Rempel, 2004). Political trust berperan dalam perpolitikan nasional
dapat diartikan sebagai kepercayaan atau dalam pengambilan keputusan
individu terhadap komponen-komponen publik yang terkait dengan dirinya
sistem politik yang berlaku saat ini. Kim (internal political efficacy). Selain itu
et al. (dalam Muluk dan Reksodiputro, perasaan kekurangan tersebut akan
2005) menyatakan bahwa kepercayaan mengarahkan pada pandangan bahwa
politik terkait dengan pandangan pejabat publik atau pemerintahan
individu tentang berbagai hal yang kurang kompeten untuk menyelesaikan
dihasilkan oleh sebuah sistem seperti persoalan negara (external political
politisi, sistem politik dan institusi.
efficacy).

55

berita tentang kampanye.


Orum (dalam Allen et al., 1980)
mengemukakan adanya hubungan
yang erat antara ketidakpuasan
subjektif (relative deprivation) dengan
kepercayaan individu terhadap sistem
politik yang ada, dimana semakin
tinggi ketidakpuasan subjektif (relative
deprivation)
akan
menurunkan
kepercayaan terhadap sistem politik
yang ada.
d. Hubungan antara Political Trust
dengan Partisipasi dalam Gerakan
Mahasiswa
Milbrath & Coel, serta Conway
(dalam Mangum, 2003) mengatakan
bahwa seseorang yang percaya
terhadap negara memiliki keyakinan
bahwa Negara akan bekerja untuk
meningkatkan
kehidupan
warga
negaranya, sedangkan warga negara
yang memiliki political trust yang
rendah mengganggap bahwa negara
hanya responsif terhadap beberapa
orang atau ketertarikan tertentu seperti
korupsi, yang memberi pelayanan
khusus. Guterbock & London (Mangum,
2003) menemukan bahwa orang kulit
hitam berpartisipasi lebih aktif dalam
protes politik apabila menunjukkan
tingkat kepercayaan yang rendah
terhadap
negara.
Selanjutnya
James M Jasper (Goodwin & Jasper,
2003) menggeneralisasikan bahwa
kepercayaan pada sistem politik
akan mempengaruhi perilaku politik,
terutama mengurangi keinginan untuk
protes.

(kurangnya kepercayaan terhadap


sistem politik atau political distrust
). Selanjutnya Austin dan Pinkleton
(Pinkleton dkk, 1998) menyatakan
bahwa cynism memiliki korelasi
negatif dengan efficacy, artinya warga
negara yang sinis (cynical citizen)
cenderung tidak percaya dengan
institusi pemerintah karena merasa
tidak mampu mempengaruhi kerja
pemerintahan. Hal tersebut berarti
seseorang yang tidak merasa menjadi
bagian atau merasa kurang berperan
pada pengambilan keputusan suatu
kebijakan publik (political efficacy yang
rendah), maka akan mengarahkan
pada munculnya ketidakpercayaan
pada sistem politik.

e. Hubungan antara Political Efficacy


dengan Political Trust
Hasil penelitian dari Pinkleton
dkk (1998) pada pemilih di Washington
menemukan bahwa political efficacy
berkaitan
erat
dengan
cynism
56

f. Hubungan antara Political Efficacy


dengan Partisipasi dalam Gerakan
Sosial
Penelitian Pinkleton dkk (1998)
menemukan keterkaitan atau korelasi
positif
antara political efficacy
dengan partisipasi politik, terutama
perilaku memilih. Selanjutnya menurut
Michelson (2000) tingkatan political
efficacy berkaitan dengan partisipasi
politik, terutama keikutsertaan dalam
Pemilu.
Menurut Orum (dalam Allen, et
al., 1980), individu yang mempunyai
perasaan mampu untuk mempengaruhi
sistem politik yang ada, akan
mengarahkan pada keinginan untuk
berpartisipasi dalam gerakan sosial.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Morrell (2003), yang menemukan bahwa
internal political efficacy berkorelasi
sangat kuat dengan psychological
involvement,
berkorelasi
sedang
dengan partisipasi politik dan tingkat
pendidikan seseorang. Sedangkan studi
kualitatif dan kuantitatif dari Stewart dan
Weinstein (1997) menemukan bahwa

external political efficacy berkaitan erat


dengan partisipasi seseorang dalam
organisasi HIV/ AIDS. Wittig (dalam
Angelique et al., 2002) menyatakan
bahwa political efficacy merupakan
prediktor dari aktivis dalam gerakan
politik.

Berdasarkan berbagai teori


yang telah dikemukakan di atas, maka
akan digambarkan keterkaitan antar
keseluruhan variabel tersebut di atas
dalam model partisipasi dalam gerakan
mahasiswa,seperti di bawah ini :

Gambar 1.Model Partisipasi dalam Gerakan Mahasiswa


deprivation, internal political efficacy,
external political efficacy, serta political
trust terkait dengan tingkat partisipasi
dalam gerakan mahasiswa.

Keterangan:
X1 = Egoistic Relative Deprivation
X2 = Collective Relative Deprivation
Y1 = Political Trust
Y21 = Internal Political Efficacy
Y22 = External Political Efficacy
Z = Partisipasi dalam Gerakan
Mahasiswa

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini utamanya
digunakan metode penelitian kuantitatif,
namun demikian penggunaan metode
penelitian kualitatif tetap digunakan
untuk menambah ketajaman dari
analisis hasil penelitian. Analisis
kuantitatif data penelitian menggunakan
metode Partial Least Square (PLS) dan


7. Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis di atas
dimunculkan hipotesis pada penelitian
ini sebagai berikut: Egoistic relative
deprivation dan Collective relative
57

Analisis Varians. Pengujian statistik


dengan menggunakan metode Partial
Least Square (PLS) adalah salah satu
metode Structural Equation Modelling
(SEM). Menurut Wold (Wiyono dkk,
2008). Tehnik PLS ini banyak digunakan
untuk analisis kausal-prediktif yang
rumit dan teori yang mendukungnya
kurang. Sementara itu pendekatan
kualitatif mendeskripsikan berbagai
data penelitian berupa informasi
dari informan, written document dan
unwritten document.

Deprivation).

1. Identifikasi Variabel

Penelitian Variabel Endogen:
a. Partisipasi
dalam
Gerakan
Mahasiswa (sebagai variabel terikat
dengan variabel bebas Egoistic
Relative Deprivation, Collective
Relative
Deprivation,
Internal
Political Efficacy, External Political
Efficacy dan Political Trust)
b. Political Trust (sebagai variabel bebas
dengan variabel terikat Partisipasi
dalam Gerakan Mahasiswa; sebagai
variabel terikat dengan variabel
bebas / Egoistic Relative Deprivation,
Collective
Relative
Deprivation
Internal
Political
Efficacy,dan
External Political Efficacy).
c. Internal Political Efficacy (sebagai
variabel bebas dengan variabel
terikat Partisipasi dalam Gerakan
Mahasiswa dan Political Trust ;
sebagai variabel terikat dengan
variabel bebas / Egoistic Relative
Deprivation dan Collective Relative
Deprivation).
d. External Political Efficacy (sebagai
variabel bebas dengan variabel
terikat Partisipasi dalam Gerakan
Mahasiswa dan Political Trust;
sebagai variabel terikat dengan
variabel bebas Egoistic Relative
Deprivation dan Collective Relative

Variabel Eksogen :
e. Egoistic
Relative
Deprivation
(sebagai variabel bebas dengan
variabel terikat Partisipasi dalam
Gerakan
Mahasiswa,
Egoistic
Relative Deprivation, Collective
Relative
Deprivation,
Internal
Political Efficacy, External Political
Efficacy dan Political Trust).
f. Collective
Relative
Deprivation(sebagai variabel bebas
dengan variabel terikat Partisipasi
dalam Gerakan Mahasiswa, Egoistic
Relative Deprivation, Collective
Relative
Deprivation,
Internal
Political Efficacy, External Political
Efficacy dan Political Trust)

58

2. Definisi Operasional dan


Pengukuran Variabel Penelitian
a. Partisipasi dalam Gerakan
Mahasiswa
Partisipasi
dalam
Gerakan
Mahasiswa merupakan keikutsertaan
mahasiswa dalam organisasi gerakan
mahasiswa untuk melakukan aktivitas
politik dalam bentuk demonstrasi /
unjuk rasa / aksi protes, yang diungkap
dengan skala partisipasi gerakan
mahasiswa. Skala ini dikembangkan
berdasarkan konsep dari Aie-Rie Lee
(1997), Muller (1972). Skala partisipasi
dalam gerakan mahasiswa mencakup:
Berpartisipasi dalam demonstrasi
mahasiswa; Mengikuti kelompok studi
yang mempelajari tentang ideologi
revolusioner; Berdemonstrasi dengan
cara teatrikal; Bergabung dalam
kelompok studi yang senang berdiskusi
semalaman; Berpartisipasi dalam aksi
solidaritas mahasiswa untuk buruh;
Berpartisipasi dalam demonstrasi di
dalam kampus; Berpartisipasi dalam
demonstrasi di kampus lain; Berdiskusi

dan konsolidasi gerakan di kampus.


b. Political Trust :
Political trust adalah kepercayaan
mahasiswa terhadap sistem politik
mencakup lembaga politik, organisasi
kemasyarakatan dan birokrasi politik di
Indonesia yang diungkap dengan skala
kepercayaan politik. Skala political
trust, yang mencakup enam indikator,
yakni : kepercayaan terhadap lembaga
eksekutif, lembaga legislatif, lembaga
yudikatif, partai politik, organisasi
kemasyarakatan,
serta
sistem
birokrasi.

keyakinan akan kemampuan pejabat


publik atau pemerintahan untuk :
memahami permasalahan kompleks
dari perpolitikan dan negara (complex),
berbicara tentang persoalan yang
terjadi di negara (nosay), dan perhatian
aparat negara terhadap warga negara
(nocare).

e. Egoistic Relative Deprivation:


Egoistic
relative
deprivation
merupakan
perasaan
kekurangan
atau ketidakpuasan seseorang hasil
dari
perbandingan
interpersonal
yang menyebabkan stres, sehingga
c. Internal Political Efficacy :
memunculkan usaha untuk mendaEfikasi politik internal adalah patkan perbaikan, yang diungkap
adanya keyakinan bahwa seseorang dengan skala deprivasi relatif egoistik.
kompeten untuk memahami dan Pengembangan skala deprivasi relatif
berpartisipasi efektif dalam politik berdasarkan pandangan Hoffer (1993),
yang diungkap dengan skala efikasi mencakup tujuh indikator, antara lain :
politik internal. Skala Internal Political tidak mampu secara materi (berkaitan
efficacy dikembangkan berdasarkan dengan kemiskinan), ketidakmampuan
konsep Michael E. Morrell (2003). memuaskan
keinginan
untuk
Internal political efficacy mencakup mengerjakan sesuatu, tersingkir dari
indikator sebagai berikut: kualifikasi kekuasaan, ada perasaan minoritas,
atau kemampuan diri seseorang mempunyai ambisi namun mengalami
untuk berpartisipasi dalam politik rintangan yang besar atau kesempatan
(selfqual),memahami isu-isu aktual yang terbatas, perasaan bosan
perpolitikan (understand), perasaan akan kemandekan, serta merasa
bisa bekerja dengan baik di instansi diperlakukan tidak adil.
publik seperti orang lain (puboff), dan
kemampuan memberikan informasi f. Collective Relative Deprivation:
tentang politik (informed).
Collective relative deprivation
adalah
perasaan
kekurangan
d. External Political Efficacy :
atau
ketidakpuasan
seseorang
Efikasi politik eksternal merupakan hasil
dari
perbandingan
antara
keyakinan mahasiswa tentang adanya kelompoknya
dengan
kelompok
tanggung jawab pemimpin dan institusi lain
yang
menyebabkan
stres,
negara pada kebutuhan warga negara, sehingga
memunculkan
usaha
yang diungkap dengan skala efikasi untuk mendapatkan perbaikan, yang
politik eksternal. Skala External Political diungkap dengan skala deprivasi relatif
efficacy dikembangkan berdasarkan kolektif. Pengembangan skala deprivasi
konsep Michael E. Morrell (2003). relatif berdasarkan pandangan Hoffer
External political efficacy mencakup (1993), bahwa deprivasi relatif kolektif
59

mencakup tujuh indikator, yakni:


merasa kelompoknya tidak mampu
secara materi; kelompoknya tidak
mampu memuaskan keinginannya
untuk mengerjakan sesuatu; tersingkir
dari kekuasaan; perasaan sebagai
kelompok minoritas ; kelompok
berambisi tapi mengalami rintangan
yang besar atau kesempatan yang
terbatas; kelompoknya bosan akan
kemandekan; kelompoknya merasa
diperlakukan tidak adil.
3. Sumber Data dan Lokasi

Penelitian
Sumber data penelitian mencakup
empat hal, yakni :
a. Subjek Penelitian pada
penelitian
mempunyai
ciriciri sebagai berikut : Subjek
berstatus sebagai mahasiswa
Perguruan Tinggi Negeri dan
Perguruan Tinggi Swasta, atau
Akademi dan Sekolah Tinggi;
aktivis dari suatu kelompok
gerakan
mahasiswa,
yakni
seseorang yang menjadi anggota
suatu gerakan mahasiswa dan
mengikuti berbagai aktivitas dari
organisasi gerakan mahasiswa
tersebut; berusia antara 19 s/d
26 tahun, yakni usia produktif
seseorang untuk menjadi aktivis
suatu gerakan mahasiswa.
b.
Informan
Penggalian data lewat informan
atau orang yang dianggap
memiliki pengetahuan yang akurat
tentang gerakan mahasiswa.
Informasi yang yang ingin digali
adalah bentuk organisasi dan
aktivitas dari para aktivis gerakan
mahasiswa.
c. Written Document (Dokumen
Tertulis)
Dokumen
tertulis
mencakup
60

berbagai produk dari organ


gerakan
mahasiswa
dalam
bentuk pamflet, modul pelatihan,
tulisan-tulisan tentang suatu isu
nasional yang dianggap problem
masyarakat, serta SMS (pesan
singkat) yang diberikan para
aktivis kepada peneliti.
d. Unwritten Document (Dokumen
Tidak Tertulis)
Dokumen tidak tertulis didapatkan
dari observasi kepada para aktivis
organ
gerakan
mahasiswa,
mencakup performans, simbol,
atribut yang digunakan dalam aksi
mahasiswa, perilaku keseharian,
serta cara-cara yang mereka
lakukan dalam demonstrasi.
Sementara itu lokasi subjek
penelitian di Jawa Timur, terutama
Surabaya dan Jember, karena
di dua daerah tersebut banyak
terjadi aktivitas gerakan protes
mahasiswa.
4. Analisis Data
a. Analisis Model Persamaan
Struktural (PLS)
i). Berdasarkan tujuan penelitian yang
dirumuskan di awal, maka analisis
data dilakukan dengan menggunakan
model persamaan struktural Partial
Least Square (PLS). Berdasarkan
analisis dengan menggunakan PLS
didapatkan hasil :
ii). Validitas didapatkan dari output
Smart PLS berupa nilai AVE
(Average Variance Extracted). Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa
sebagian besar variabel tidak valid,
karena nilai AVE di bawah 0.500
(Ghozali, 2005).
iii). Reliabilitas konstruk dinilai dari
composite reliability atau nilai korelasi
antar konstruk. Hasil perhitungan
menunjukkan nilai di atas 0.800.

iv). Modifikasi model dilakukan dengan


mempertimbangkan
discriminant
validity dan composite reliability
dengan
cara
menghilangkan
beberapa manifest variable atau
indikator, karena skornya di bawah
0.500. Berdasarkan hasil analisis di
atas terlihat bahwa nilai composite
reliability di atas 0.80, kecuali pada
variabel external political efficacy
(0.736) dan nilai average variance
extracted (AVE) di atas 0.500, kecuali
pada variabel external political
efficacy (0.492).

HASIL PENELITIAN DAN


PEMBAHASAN
1. Hasil Uji Model dengan

menggunakan Analisis PLS

untuk Pengujian Hipotesis
Hasil uji hipotesis dengan
menggunakan PLS mendapatkan
model sebagai berikut yang memenuhi
persyaratan model yang fit setelah
melakukan modifikasi. Hasil secara
lengkap dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :

Berdasarkan tabel tersebut di


atas maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut : Collective Relative
Deprivation berkorelasi negatif dengan
political trust (p=0.000); Internal
Political Efficacy berkorelasi negatif
dengan political trust (p=0.011);
Egoistic
Relative
Deprivation

Keterangan:
X1 = Egoistic Relative Deprivation
X2 = Collective Relative Deprivation
Y1 = Political Trust
Y21 = Internal Political Efficacy
Y22 = External Political Efficacy
Z = Partisipasi dalam Gerakan
Mahasiswa
61

berkorelasi negatif dengan Internal


Political Efficacy (p=0.006); Collective
Relative Deprivation berkorelasi negatif
dengan Internal Political Efficacy
(p=0.037); Egoistic Relative Deprivation
berkorelasi positif dengan External
Political Efficacy (p=0.001); Collective
Relative Deprivation berkorelasi positif
dengan External Political Efficacy
(p= 0.000); Internal Political Efficacy
berkorelasi positif dengan Partisipasi
dalam Gerakan Mahasiswa (p=0.000);
Egoistic Relative Deprivation tidak
berkaitan dengan Political Trust;
External Political Efficacy tidak berkaitan
dengan Political Trust; Egoistic Relative
Deprivation tidak berkaitan dengan
Partisipasi dalam Gerakan Mahasiswa;
Collective Relative Deprivation tidak
berkaitan dengan Partisipasi dalam
Gerakan Mahasiswa; Political Trust
tidak berkaitan dengan
Partisipasi
dalam Gerakan Mahasiswa; External
Political Efficacy tidak berkaitan
dengan Partisipasi dalam Gerakan
Mahasiswa.
2. Pembahasan
Berdasarkan
hasil
analisis
dengan menggunakan PLS didapatkan
suatu model baru tentang gerakan
mahasiswa di Indonesia. Ada beberapa
hal yang sesuai dengan teori yang
sudah dibangun sebelumnya, namun
demikian sebagian besar temuan
penelitian menunjukkan hasil yang
berbeda sama sekali dengan model
teori yang disusun peneliti.

subjektif (deprivasi relatif) dengan


kepercayaan individu terhadap sistem
politik yang ada. Hal tersebut karena
individu semakin merasa bahwa
kelompoknya merasa kekurangan
akan mempersepsikan bahwa sistem
politiklah yang bertanggung jawab.
Akhirnya muncul ketidakpercayaan
terhadap sistem politik yang dianggap
menimbulkan ketidakpuasan tersebut.
Namun
demikian
deprivasi
relatif egoistik atau individual tidak
berkaitan dengan rasa percaya atau
tidak percaya pada sistem politik yang
ada. Jadi kepercayaan pada sistem
politik lebih ditentukan oleh kepuasan
secara kolektif daripada individual. Hal
ini menunjukkan bahwa pada negara
yang memiliki karakteristik budaya
kolektif, maka ketidakpuasan juga
banyak ditentukan oleh pandangan
seseorang yang sifatnya kolektif (tertuju
pada kelompoknya) dibandingkan
pandangan ketidakpuasan secara
individual. Hal tersebut karena keikatan
pada kelompok menjadi sesuatu yang
dipentingkan daripada kepentingan
secara individual. Semakin intens
individu berada dalam kelompok, maka
semakin meningkatkan kohesivitas
kelompok, yang tentunya hal ini akan
menurunkan
kesadaran
sebagai
individu
yang
berganti
dengan
kesadaran sebagai kelompok gerakan
mahasiswa.
b. Keterkaitan antara deprivasi
relatif (egositik dan kolektif)
dengan efikasi politik internal
Berdasarkan hasil analisis data
diketemukan bahwa aktivis gerakan
mahasiswa yang semakin merasakan
ketidakpuasan atau kekurangan, baik
secara pribadi maupun kolektif, maka
semakin merasa tidak yakin bisa
berpartisipasi di bidang politik. Mereka

a. Keterkaitan antara deprivasi


relatif (egositik dan kolektif)
dengan kepercayaan politik
Hasil penelitian ini sesuai dengan
pandangan Orum (dalam Allen et
al., 1980) bahwa adanya hubungan
yang erat antara ketidakpuasan
62

merasa kurang memiliki rasa percaya


diri akan kemampuan dirinya dan
merasa bahwa dirinya tidak berharga
dalam kehidupan perpolitikan nasional.
Kondisi tersebut lama kelamaan akan
menurunkan perasaan untuk mampu
berperan penting dalam kehidupan
sosial politik. Selain itu adanya perasaan
kekurangan dan ketidakpuasan akan
diskriminasi yang dilakukan terhadap
kelompoknya
akan
mengarahkan
pada perasaan bahwa dirinya tidak
mampu berperan dalam perpolitikan
nasional. Jadi perasaan kekurangan
atau deprivasi relatif seseorang, baik
secara egoistik maupun kolektif akan
mengarahkan pada perasaan kurang
mampu berperan untuk berpartisipasi
dalam kehidupan sosial dan politik.

akan pemerintah dan para pejabat


publik. Jadi deprivasi kolektif akan
mengarah pada solidaritas kelompok
untuk menganggap bahwa pemerintah
kurang memiliki kompetensi untuk
menyelesaikan berbagai persoalan
negara. Selain itu ketidakpuasan
secara kolektif akan memunculkan
pandangan bahwa para pejabat publik
tidak mampu mengemban tugas-tugas
yang dibebankan oleh rakyat kepada
mereka.

d. Keterkaitan antara deprivasi


relatif egoistik dan kolektif
dengan
partisipasi
dalam
gerakan mahasiswa
Hasil ini berarti bertentangan
dengan kajian teori dan berbagai
studi yang dilakukan oleh para
c. Keterkaitan antara deprivasi ahli sebelumnya, antara lain Gurr,
relatif egoistik dan deprivasi Runciman, Walker & Pettigrew (Grant &
relatif kolektif dengan efikasi Brown,1995) yang menemukan bahwa
politik eksternal
faktor psikologis yang memotivasi
Hasil penelitian menunjukkan seseorang untuk melakukan protes
bahwa seseorang yang semakin secara kolektif adalah deprivasi relatif.
mengalami ketidakpuasan secara
Namun demikian konsep teoritis di
individual, maka semakin memiliki atas tidaklah terbukti dari perhitungan
pandangan positif bahwa para pejabat uji model yang dilakukan. Hal tersebut
publik dan pemerintah memiliki berarti ketidakpuasan secara individual
tanggung jawab terhadap kebutuhan maupun kolektif tidaklah menjadi
warga negara, termasuk aktivis gerakan jawaban dari munculnya partisipasi
mahasiswa. Sebaliknya aktivis gerakan mahasiswa untuk secara aktif melakukan
mahasiswa yang semakin merasa protes pada kebijakan pemerintah yang
puas bahwa keinginannya sebagian dianggap menimbulkan ketidakpuasan.
besar tercapai, maka akan memiliki Goodwin dan Jasper (2003) bahwa
pandangan negatif pada pejabat publik gerakan sosial model baru sangat
dan pemerintah.
berbeda dengan paradigma lama dari
Selain itu ada keterkaitan atau suatu gerakan sosial. Gerakan sosial
korelasi negatif antara deprivasi relatif dengan paradigma baru cenderung
kolektif dengan efikasi politik eksternal. tidak lagi berbicara dalam tataran
Hal tersebut berarti seseorang yang perbedaan atau kesenjangan kelas
merasa diri dan kelompoknya mengalami atau ketidakpuasan, namun lebih
ketidakpuasan atau halangan dalam mendasarkan
pada
kesetaraan
mendapatkan sesuatu, maka akan kepentingan, terutama kepentingan
mengarahkan
pandangan
negatif akan perubahan atau konflik politik.
63

Selain itu mahasiswa menjalankan


aktivitas dalam sebuah gerakan
apabila didorong oleh ideologi tertentu
akan semakin menguatkan dasardasar dalam menjalankan aktivitasnya.
Jadi bukan perasaan kekuarangan
atau deprivasi relatif yang mewarnai
mereka, namun juga ideologi gerakan
menjadi suatu kekuatan besar dalam
menjalankan aktivitasnya.
e. Keterkaitan antara kepercayaan pada sistem politik
dengan partisipasi mahasiswa
dalam organ gerakan mahasiswa
Tidak terbuktinya keterkaitan
secara langsung antara kepercayaan
pada sistem politik dengan partisipasi
dalam
gerakan
mahasiswa
ini
bertentangan dengan pandangan
Milbrath & Coel serta Conway (dalam
Mangum, 2003), Guterbock & London
(Mangum, 2003), serta
James M
Jasper (Goodwin & Jasper, 2003) yang
mengkaitkan antara kepercayaan pada
sistem politik dengan kecenderungan
berpartisipasi dalam gerakan sosial.
Hal ini bisa dijelaskan bahwa aktivitas
atau partisipasi dalam gerakan
mahasiswa yang dilakukan oleh
para aktivis tidak sepenuhnya terkait
dengan ketidakpercayaan pada sistem
politik secara keseluruhan, namun
hanya pada sub sistem politik tertentu.
Misalnya masih ada kepercayaan
pada beberapa pilar politik, seperti
organisasi keagamaan dan pemuda.
Namur demikian pada pilar politik yang
lain, utamanya birokrasi pemerintahan,
legislatif, yudikatif dan partai politik,
masih kurang adanya kepercayaan
dari para responden aktivis gerakan
mahasiswa.

64

f. Keterkaitan antara efikasi


politik internal dan eksternal
dengan kepercayaan pada
sistem politik
Hasil tersebut berarti semakin
seseorang
merasa
mampu
mempengaruhi perpolitikan nasional,
maka semakin menurun rasa percaya
pada perpolitikan nasional. Sebaliknya
semakin merasa kurang berperan
dalam perpolitikan nasional, maka akan
semakin meningkatkan rasa percaya
pada sistem politik yang ada.
Hal
tersebut
secara
logis
memang sulit untuk diterima, namun
demikian apabila mengkaji karakteristik
gerakan mahasiswa yang tidak pernah
berhenti, selalu muncul pada setiap
era kepemimpinan walaupun dengan
berbagai bentuk, mulai dari yang
sifatnya kooperatif maupun yang
bercirikan kekerasan, serta tidak akan
pernah berkurang semangatnya untuk
selalu menyuarakan ketidakadilan.
Namun
demikian
keyakinan
mahasiswa tentang adanya tanggung
jawab pemimpin dan institusi negara
pada kebutuhan warga negara atau
efikasi politik eksternal tidak berkaitan
dengan rasa percaya pada sistem
politik. Efikasi politik eksternal yang
tinggi tersebut ternyata tidak terkait
dengan tinggi rendahnya kepercayaan
pada sistem politik yang ada.
Jadi kepercayaan pada sistem
politik lebih banyak ditentukan oleh
adanya rasa berperan pada perpolitikan
yang sifatnya internal (individual), bukan
pada pandangan pada kemampuan
pejabat publik untuk menyelesaikan
berbagai persoalan di negara (efikasi
politik eksternal).

g. Keterkaitan antara efikasi


politik internal dan eksternal
dengan
partisipasi
dalam
gerakan mahasiswa
Hal tersebut berarti seorang aktivis
gerakan mahasiswa yang semakin
merasa yakin mampu berperan atau
berpartisipasi aktif dalam perpolitikan
nasional,
maka
semakin
besar
keinginan untuk berpartisipasi aktif
dalam organ gerakan mahasiswa.
Aktivis mahasiswa dalam suatu
organ gerakan mahasiswa tidak berhenti
untuk berpartisipasi dalam suatu organ
gerakan mahasiswa, walaupun mereka
sudah merasa mendapatkan peran yang
penting dalam kehidupan perpolitikan
nasional
(diakui
keberadaannya,
diberi kebebasan untuk menuangkan
ekspresinya). Hasil ini juga sesuai
dengan sifat gerakan mahasiswa yang
cenderung memunculkan kontinuitas
yang sifatnya temporal, artinya aktivitas
gerakan mahasiswa akan selalu eksis
pada situasi dan kondisi tertentu yang
memerlukan perubahan di masyarakat.
Kemudian akan berhenti pada saat
tertentu namun akan kembali lagi
beraktivitas dalam suatu organ gerakan
mahasiswa pada situasi yang lain.
Jadi perasaan bahwa dirinya
mampu berperan untuk melakukan
berbagai
perubahan
di
dalam
perpolitikan nasional (efikasi politik
internal) ternyata lebih penting untuk
menurunkan
atau
meningkatkan
keinginan untuk berpartisipasi dalam
gerakan mahasiswa dibandingkan
pandangan bahwa pejabat publik
mampu berperan sesuai dengan tugas
dan kewajiban (kompetensi) untuk
menyelesaikan berbagai persoalan
negara (efikasi politik eksternal).

KESIMPULAN DAN SARAN

65

1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
analisis
statistik dengan menggunakan Partial
Least Square didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Secara langsung tidak ada keterkaitan antara variabel deprivasi
relatif egoistik, deprivasi relatif
kolektif, kepercayaan politik, dan
efikasi politik eksternal, dengan
variabel
partisipasi
mahasiswa
dalam gerakan mahasiswa.
2. Variabel yang secara langsung memiliki keterkaitan dengan partisipasi
mahasiswa
dalam
gerakan
mahasiswa adalah efikasi politik
eksternal.
3. Partisipasi mahasiswa dalam organ
gerakan mahasiswa ditentukan oleh
deprivasi relatif egoistik dan deprivasi
relatif kolektif yang diantarai oleh
variabel efikasi politik internal. Hal
tersebut berarti perasaan kekurangan
atau ketidakpuasan secara individual
dan kolektif, merasa diri dan
kelompoknya tidak mendapatkan
keadilan dan selalu mendapatkan
perlakuan yang diskriminatif akan
mengarahkan pada munculnya
pandangan adanya rasa berperan
dalam mewarnai kehidupan politik.
Sebaliknya
semakin
puas
seseorang akan diri dan kelompoknya
yang tidak dianggap minoritas dan
tidak lagi mendapatkan tekanan akan
mengarahkan
pandangan
bahwa
dirinya merasa berperan dalam
pengambilan keputusan politik atau
merasa dirinya mendapatkan peran
dalam percaturan perpolitikan nasional.
Perasaan berperan tersebut akan
mengarahkan para aktivis mahasiswa
untuk berpartisipasi dalam organ
gerakan mahasiswa, baik dalam tataran

aktif berdiskusi antar aktivis sampai


dengan melakukan demosntrasi turun
ke jalan. Hal tersebut berarti rasa
berperan dalam perpolitikan nasional
tidak menyurutkan para aktivis untuk
meningkatkan tekanan politik pada
pemerintahan.
Egoistic Relative Deprivation

Keterkaitan
antar
variabel
deprivasi relatif egoistik dan kolektif,
efikasi politik internal dengan partisipasi
dalam kegiatan gerakan mahasiswa
digambarkan sebagai berikut :
Keterkaitan kedua variabel tsb
dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Collective Relative Deprivation

Internal Political Efficacy

Partisipasi dlm Gerakan Mhs


Hubungan antara Egoistic Relative Deprivation
Collective, Relative Deprivation dan Political
Efficacy dengan Partisipasi dalam Gerakan
Mahasiswa
kebijakan pemerintah. Rasa berperan
inilah yang akan mengarahkan
keaktifan dalam berbagai kegiatan
di dalam gerakan mahasiswa. Oleh
karena itu pada mahasiswa diharapkan
mengarahkan aktifitas dalam gerakan
mahasiswa pada keinginan untuk
mendapatkan peran penting dalam
pengambilan kebijakan pemerintah.

2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas
bisa diberikan saran sebagai berikut :
1. Kepada Mahasiswa
Adanya keinginan yang terus
menerus untuk aktif berperan di
percaturan
perpolitikan
nasional
dalam sebuah gerakan mahasiswa
merupakan bentuk dari keinginan untuk
menyalurkan segala perlakuan negatif
yang didapatkan mereka, baik secara
individual maupun kolektif (organ
gerakan mahasiswa), dalam bentuk
ketidakadilan, diskriminasi, perasaan
minoritas, tidak mendapatkan peluang
untuk menyalurkan berbagai problem
secara individual dan kolektif. Perasaan
tidak puas tersebut akan mengarahkan
pada keinginan untuk mendapatkan
peran yang penting dalam pengambilan

2. Kepada Pemerintah
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
variabel
penting
untuk
meningkatkan
dan
menurunkan
keinginan
mahasiswa
untuk
berpartisipasi dalam kegiatan gerakan
mahasiswa adalah rasa berperan untuk
mempengaruhi pembuatan kebijakan
pemerintah. Pada saat mahasiswa
tidak diberikan peran penting dalam

66

percaturan perpolitikan nasional, maka


akan menurunkan keinginan untuk
berpartisipasi dalam organ gerakan
mahasiswa. Namun demikian tidak
memberi ruang gerak pada mahasiswa
untuk memberikan peran penting
dalam pembuatan kebijakan publik
akan terkait dengan tidak tercapainya
kepuasan mereka secara individual
maupun kolektif. Hal ini tentunya akan
semakin membahayakan bagi stabilitas
nasional nantinya. Hal tersebut karena
penyumbatan ruang gerak untuk
berpartisipasi
akan
menimbulkan
desakan yang lebih besar untuk
berperatisipasi lebih aktif dalam organ
gerakan mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

3. Kepada Peneliti Selanjutnya


Pada
peneliti
lain
yang
menginginkan melakukan penelitian
yang terkait dengan partisipasi
mahasiswa dalam gerakan mahasiswa
diharapkan
mempertimbangkan
beberapa hal, di antaranya: mempertimbangkan keluasan area dari
organ gerakan mahasiswa, terutama
pada daerah-daerah yang menjadi
pusat kegiatan aktivis, yakni Makassar
dan Jakarta. Hal tersebut karena daerah
tersebut yang menjadi tolok ukur dari
kegiatan demonstrasi mahasiswa.
Selain itu perlu dilakukan cross check
isian data tentang deskripsi subjek
penelitian dengan Universitas, terutama
tentang indeks prestasi akademik dan
sosial ekonomi.

Allen, D.E., Guy, R.F., Edgley, C.K.


1980. Social Psychology as Social
Process. Wadworth Inc. California.
Angelique, Holly L., Reischl, Thomas
M., Davidson II, Wlliam S. 2002.
Promoting Political Empowerment
: Evaluation of an Intervention with
University
Students.
American
Journal of Community Psychology.
Dec 2002. V 30 Iss 6 page 815.
Chan, Sophia. 1997. Effects of Attention
to Campaign Coverage on Political
Trust. International Journal of Public
Opinion. Vol 9. iss 3. p 286. Oxford :
Autumn.
Cook, K.S., Fine, G.A., House, J.S.
1995. Sociological Perspectives on
Sosial Psychology. Allyn & Bacon.
Massachusset.
Duffy,Karen G., Wong, Frank Y. 2003.
Community
Psychology.
Third
edition. Pearson Education Inc.
Boston.
Feuer, Lewis S. 1969. The Conflict of
Generation. Basic Books Ind. New
York.
Ghozali, Imam., Fuad. 2005. Structural
Equation Modelling : Teori, Konsep
dan Aplikasi dengan Program Lisrel
8.54. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang.
Grant, Peter R., & Brown, Rupert.
1995. From Ethnocentrism to
Collective Protest: Responses to
Relative Deprivation and Threats to
Social Identity. Social Psychological
Quarterly. Sep 1995. Vol 58. Iss 3.
pg195. Washington.
Goodwin, Jeff & Jasper, James M. 2003.
The Social Movement Reader: Cases
and Concepts. Blackwell Publishing.
Cowley Road, Oxford.UK.
Hamka. 2000. Gerakan Mahasiswa
Indonesia
Studi
Perbandingan

67

Antara Gerakan Mahasiswa 1966


dan 1998. Tesis. Tidak Diterbitkan.
Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
Hoffer, Eric. 1993. Gerakan Massa.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Lee, Aie-Rie. 1997. Exploration of the
Sources of Student Activism : The
Case of South Korea. International
Journal of Public Opinion Research.
Vol.9, Iss. 1, pg 48-76. Oxford.
Spring.
Lofland, John., & Stark, Rodney. 1965.
Becoming a World Saver : A Theory
of Religious Conversion. American
Sociological Review. 30. 862-874.
Mangum, Maurice. 2003. Psychological
Involvement and Black Voter Turnout.
Political Research Quarterly. Mar 2003.
Vol 56. Iss 1 .p 41. Salt Lake City.
Matulessy, Andik. 2003. Gerakan
Mahasiswa. Penerbit Wineka Media.
Malang.
.dan Dwiyogo, Wasis.
2005. Model Kausal Partisipasi
Mahasiswa dalam Gerakan Sosial.
Hasil Penelitian. Tidak diterbitkan.
DIKTI. Jakarta.
Michener,H Andrew., Delamater, John
D. 1999. Social Psychology. 4-th
edition. Harcourt Brace College
Publ.Fortworth
Miller, Paul JE., Rempel, John K.
2004. Trust & Partner-Enhancing
Attributions in Close Relationships.
Personality & Social Psychology
Bulletin. Vol 30, No 6, June 2004,
695-705. Society forPersonality &
Social Psychology, Inc.
Morrell, Michael E. 2003. Survey and
Experimental Evidence for a Reliable
and Valid Measure of Internal Political
Efficacy. Public Opinion Quarterly.
Winter 2003.Vo.67.Iss 4. pg 589.602. Chicago.
Muluk, Hamdi., Reksodiputro, Adrianto.
2005. Prediktor Pembeda Aktivis
68

Mahasiswa Berdasarkan Orientasi


Politik dan Partisipasi Politik. Jurnal
Psikologi Sosial. Vol.11, No.02,
Januari 2005.
Orum, AM. 1974. On Participation in
Political Protest Movements. Journal
of Applied Behavior Science. 10.
181-207.
Pinkleton, Bruce E., Austin, Erica
W., Fortman, Kristine K J. 1998.
Relationship of Media Use and
Political Disaffection to Political
Efficacy and Voting Behavior. Journal
of Broadcasting & Electronic Media.
Winter 1998 V 42 n 1 p 34.
Runciman, W.G. 1966. Relative
Deprivation and Social Justice.
University of California Press.
Barkeley.
Sihombing, Justin M. 2005. Kekerasan
terhadap Masyarakat Marginal.
Penerbit Narasi. Yogyakarta.
Stewart,Eric., Weinstein, Rhona S. 1997.
Volunteer Participation in Context
: Motivations and Political Efficacy
within Three AIDS Organizations.
American Journal of Community
Psychology. Dec 1997. Vol 25. Iss 6.
pg 809. New York.
Suharsih dan Mahendra, Ign. 2007.
Bergerak Bersama Rakyat ! : Sejarah
Gerakan Mahasiswa dan Perubahan
Sosial Di Indonesia. Resist Book.
Yogyakarta.
Wiyono, AS., Utami, DA., Ridzal, M.,
Haryanta, P., Zulaiha, S. 2008.
Hubunngan Kepemimpinan dengan
Kesiapan Implementasi Knowledge
Management dalam Organisasi.
Laporan Penelitian. ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai