Anda di halaman 1dari 5

Sugiyarto Pramono Resensi Buku: Melawan Gurita Neoliberalisme

Resensi Buku
Melawan Gurita Neoliberalisme
Oleh: Sugiyarto Pramono

Resensi Buku: kehidupan kita yang paling


pribadi sekalipun. Baik menolak
maupun menerima realitas
globalisasi, setiap negara atau
bahkan individu di dalamnya,
tetap “dipaksa” untuk masuk ke
dalam arus besar ini, sehingga
satu-satunya cara yang paling
rasional adalah masuk ke
dalamnya sembari terus-
menerus mempertangguh diri.
Neoliberalisme sebagai
ideologi dan pasar bebas
sebagai implementasinya yang
diusung oleh globalisasi tak
pelak memiliki efek ganda yang
sekaligus bertolak belakang.
Ekspolitasi sumber daya dan
pemiskinan masal di negara-
Judul : Melawan Gurita
negara dunia ketiga di satu sisi
Neoliberalisme
sebagai keniscayaan yang tidak
Penulis : Budi Winarno
dapat dipungkiri dan
Tebal : 174 halaman + x
kebangkitan ekonomi Cina dan
Penerbit : Erlangga
India di sisi lain sebagai fakta
Kota terbit : Jakarta
yang disuguhkan secara
Tahun terbit : 2010
gamblang dan kasat mata
merupakan fenomena yang
tidak dapat ditolak. Terhadap
Globalisasi dengan aneka
dua implikasi yang kontradiktif
implikasi ekonomi-politiknya menjadi
ini, maka menerima pasar bebas
realitas yang nyaris tidak dapat
begitu saja atau sebaliknya
dielaki—bila enggan untuk
menolak sama sekali
mengatakan tidak bisa sama sekali.
kehadirannya merupakan dua
Efeknya tidak hanya dapat dirasakan
cara yang sulit diterima akal
namun samapai pada tahap mampu
sehat.
mengendalikan hingga bagian

SPEKTRUM 1 Vol. 8, No. 1, Januari 2011


Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiyarto Pramono Resensi Buku: Melawan Gurita Neoliberalisme

Cara paling rasional adalah pemegang otoritas pasar,


mensiasati kehadiran arus besar namun negara dituntut agar
neoliberal secara cerdas. Sudah sangat sadar terhadap setiap
seyogyanya negara merespon kebijakkan yang ia ambil. Ketika
kehadiran arus besar neoliberal negara harus mengambil
dengan tidak berpijak pada ideologi kebijakkan liberalisasi pasar
buta seperti mengenakan kacamata maka negara harus dapat
kuda, namun berbasis pada memastikan bahwa
kepentingan nasional. Membuka kebijakannya itu akan
pasar dengan mengurangi tarif dan memberikan kontribusi pada
memberi subsidi ataupun sejumlah pembangunan ekonominya,
kebijakkan lainnya menjadi langkah sebagaimana sebaliknya keika ia
cerdas dalam situasi pasar domestik harus membatasi derajat
yang mapan, namun menjadi liberalisasi bahkan hingga tahap
kebodohan yang sulit diterima ketika yang paling ekstrem maka
para pemain ekonomi nasional lemah, negara juga harus sangat sadar
sebagaimana pula sebaliknya bahwa kebijakkan itu akan
menutup pasar dengan menaikkan memulihkan perekonomiannya.
tarif dan menambah subsidi maupun Dari sudut pandang
serangkaian kebijakkan sejenis trikotomi besar dalam studi
menjadi tindakan bodoh ketika pasar Ekonomi Politik Global (EPG),
domestik bergerak progresif namun (Merkantilisme, Liberalisme dan
menjadi kebijakkan brilian dalam Strukturalisme) pikiran yang
keadaan para pelaku ekonomi ditawarkan penulis dapat
nasional memang membutuhkan dikategorikan dalam paradigma
perlindungan negara. Demikian klasik Merkantilisme. Hal ini
substansi argumentasi yang dibangun nampak sangat jelas dalam
dalam buku Melawan Gurita kalimat pertama sub bab ke tiga
Neoliberalisme karya Prof. Dr. Budi dari bab terakhir buku ini, di
Winarno, MA. sana beliau menulis dengan
Dalam karya tersebut beliau sangat tegas, “negara-negara
samapai pada formula, negara tidak harus tetap melakukan peran
dapat begitu saja menyerahkan nasib krusial dan menentukan dalam
ekonominya kepada mekanisme pasar era globalisasi ekonomi
bebas. Negara yang dalam hal ini neoliberal sekarang ini,
diperankan oleh pemerintah terutama dalam mengatasi apa
diwajibkan memegang kedali yang disebut sebagai the blind
perekonomiannya. Kendali atas nasib forces of market”(Hal: 157).
penghidupan warga negaranya tidak Secara gamblang penulis
selalu diterjemahkan sebagai menguraikan kerumitan akut

SPEKTRUM 100 Vol. 8, No. 1, Januari 2011


Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiyarto Pramono Resensi Buku: Melawan Gurita Neoliberalisme

dimensi ekonomi politik dari 6, di mana dua bab setelahnya


hubungan internasional menjadi (Bab 7 dan 8) merupakan studi
sangat sederhana, mudah dipahami kasus dua negara dunia ke tiga,
namun tidak mereduksi substansi Indonesia yang ditinjau dari
pembahasan. Konstalasi ekonomi sudut ketahanan pangan dan
politik global dijelaskan melalui Cina dari segi ketangguhan
interaksi antara negara dan pasar (Bab ekonomi. Kedua negara tersebut
1) dengan sangat apik, dalam bagian kendati merupakan negara
ini penulis bermaksud memberikan dunia ke tiga namun dalam
landasan bagi serangkaian perjalanannya seiring dengan
argumentasi terkait yang lebih rumit terpaan arus globalisasi dan
dan mendalam pada bagian neoliberalisme justru
selanjutnya. Kendati penulis mengakui melahirkan fenomena yang
ensistensi mekanisme pasar dalam kontras, dalam pembahasan
fenomena ekonomi politik global, tentang Indonesia, penulis
namun penulis sangat konsisten menginvestigasi kegagalan resep
dengan perspektif yang ia gunakan, IMF dalam ketahanan pangan,
Merkantilisme, di mana penulis sementara dalam kasus Cina
mengangkat kembali perdebatan penulis menganalisis sejumlah
peran negara (Bab 2). faktor kunci keberhasilan
Kerapuhan praktik pasar bebas perekonomian Cina.
yang berbasis neoliberalisme Penulis selanjutnya
dipaparkan secara lugas dalam uraian menutup buku ini dengan bab
bagian ketiga buku ini, di bawah tajuk, yang menguraikan serangkaian
globalisasi dan krisis pembangunan pelajaran dari aneka kegagalan
(Bab 3). Memperkuat argumentasi yang diderita negara-negara
yang dibangun secara konsisten pada dunia ke tiga (Bab 9). Gagasan
bagian-bagian sebelumnya, penulis yang ditawarkan penulis dalam
selanjutnya membahas model peran buku ini tidak hanya akan
negara bangsa di era globalisasi dan berkontribusi pada khasanah
liberalisasi ekonomi (Bab 4), kemudian studi EPG dan umumnya ilmu
isu good governance (Bab 5) yang Hubungan Internasional (HI)
sejatinya merupakan respon dari semata, namun aneka
respon balik serangan kelompok anti rekomendasi dari buah pikir
neoliberal atas kegagalan resep yang guru besar UGM ini tentu juga
mereka tawarkan terhadap dunia ke sangat layak diperhatikan para
tiga dibahas dengan sangat pembuat kebijakkan di negeri
argumentatif. ini.
Ngabean Kulon, Sleman, Yogyakarta, 20 Januari
Kooptasi kebijakan publik dan 2011
demokrasi poliarki dibahas dalam bab

SPEKTRUM 101 Vol. 8, No. 1, Januari 2011


Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiyarto Pramono Resensi Buku: Melawan Gurita Neoliberalisme

SPEKTRUM 102 Vol. 8, No. 1, Januari 2011


Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional

Anda mungkin juga menyukai