Penatalaksanaannya
1. Pendahuluan.
Infeksi
adalah
masuknya
kuman
patogen
atau
toksinnya
kedalam
(topazian). Fungsi proses radang adalah untuk menghancurkan, menetralisir, membatasi dan
membuang jejas yang ada, membersihkan debris (sel-sel nekrotik) dan melancarkan
terjadinya proses perbaikan jaringan (repair). Proses radang dibagi menjadi 2 yaitu : proses
radang akut dan radang kronis. Radang akut merupakan reaksi yang timbul segera setelah
terjadinya jejas. Proses radang akut meliputi 2 komponen utama yaitu respon vaskular
( vasokonstriksi, dilatasi arteriol dan stasis aliran darah) dan Eksudasi (keluarnya protein
plasma, air dan sel-sel radang akut). Radang kronis adalah reaksi radang yang berlangsung
dalam waktu yang relatif lama. Proses radang kronis ditandai dengan infiltrasi sel-sel radang
kronis (leukosit mononuclear, makrofag, limfosit dan sel plasma) dan terjadinya proliferasi
fibroblast dan pembentukan pembuluh darah kapiler dalam jumlah banyak.
Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya yang awalnya bersumber dari gigi
atau jaringan penyangga gigi. Infeksi odontogen dapat terjadi melalui tiga macam portal of
entry ( jalan masuk ), yaitu : melalui pulpa yang mati ( gangren / nekrosis pulpa, ) disebut
dengan infeksi pulpo-periapikal , melalui jaringan penyangga gigi ( periodontal), melalui
perikorona gigi ( pada gigi yang belum erupsi sempurna ).
Abses adalah akumulasi dari pus dalam suatu rongga patologis yang dapat terjadi di
bagian tubuh manapun sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing (topazian).
Dental abses artinya abses yang terbentuk didalam jaringan periapikal atau periodontal
karena infeksi gigi atau perluasan dari gangren pulpa. Abses yang terbentuk merusak jaringan
periapikal, tulang alveolus, tulang rahang terus menembus kulit pipi dan membentuk fistel.
3.Etiologi.
Abses gigi terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam
gigi, Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut. yaitu
bakteri
coccus
aerob
gram
positif,
coccus
anaerob
gram
positif
dan
batang
anaerob gram negatif. Menurut fragiskos penyebab abses oromaksilofasial adalah Gigi non
vital, adanya perikoronitis, infeksi post ekstraksi gigi, periapikal granuloma dan oleh karena
kista terinfeksi.
Nanah atau pus merupakan bentuk nekrosis pencairan sel-sel jaringan yang disebakan
karena aktivitas enzimatic kuman-kuman patogen. Pus didalam suatu abses berisi: sel-sel
leukosit mati, sel-sel jaringan yang mati, dan mikroorganisme penyebab proses supuratif.
Kuman piogenik penyebab proses supuratif adalah streptococcus pyogenes
dan
Penyebaran: abses periapikal bisa terjadi secara langsung sebagai suatu periodontitis
apikalis akut (kelanjutan dari gangren pulpa), atau bisa juga berasal dari suatu
keradangan kronis seperti dental granuloma yang mengalami proses supurasi.
Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (-), Warna : N.
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-).
Intra oral:
I: Pembengkakan (-), gigi karies (+)
P: Pembengkakan (-), tes perkusi dan tekan pada gigi yang bersangkutan akut
(+), khronis (-) didapatkan gigi dengan gangren pulpa.
Ro : terdapat gambaran radiolusen di daerah periapikal tidak berbatas jelas sehingga
lamina dura tampak terputus.
Perawatan :Pembukaan atap pulpa (open bur), ekstirpasi saluran akar, pemberian
analgesik dan antibiotik. Pencabutan pada abses perapikal kronis bukan merupakan
kontraindikasi
Gambar 1
b. Serous Periostitis.
Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (+), batas: tidak jelas, Warna: kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), konsistensi: kenyal, suhu: meningkat
Intra oral:
I: Pembengkakan (+), gigi karies (+), buccal fold terangkat
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-), konsistensi: padat kenyal
Perawatan :Pembukaan atap pulpa (open bur), ekstirpasi saluran akar, pemberian
analgesik dan antibiotik. Pencabutan merukan kontraindikasi pada kasus ini.
Gejala :
terkumpulnya pus dibawahnya akan menimbulkan rasa yang sangat sakit dan biasanya
periosteum akan pecah dalam waktu singkat ( beberapa jam).
Perawatan
pemberian
analgesik
dan
Gambar 2.
antibiotik.
Pencabutan
merupakan
Penyebaran : pus masuk ke dalam jaringan lunak menembus tulang pada bagian
bukal pada mandibula pus masuk diatas M. Buccinator; pada maksila pus masuk
dibawah M. Buccinator.
Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (+), batas: tidak jelas, Warna: kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), konsistensi: kenyal, suhu: meningkat
Intra oral:
I: Pembengkakan (+), gigi karies (+), buccal fold terangkat, warna: kemerahan
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (+), konsistensi: padat kenyal
Perawatan : bila belum terjadi drainase spontan (fistel) maka dilakukan incisi dan
drainase, pemberian antibiotik dan analgesik. Bila kondisi akut mereda segera
dilakukan pencabutan gigi penyebabnya
Gambar 3.
Penyebaran : pada maksila pus masuk ke dalam jaringan lunak menembus tulang pada
bagian palatal. Gigi yang sering terlibat : Gigi RA terutama premolar pertama
danmolar rahang atas.
Gambar 4.
Gejala :
Extra oral : maksila
I: Pembengkakan (+) pada wajah bagian anterior sampai daerah
canthus medialis mata, pendangkalan sulcus nasolabialis.
Gambar 6.
b. Buccal space infection (Gambar 7).
Buccal space adalah ruang potensial yang dibatasi oleh kulit wajah pada bagian lateral dan
m.buccinator di sebelah medial.
Gejala :
Extra oral : pipi
I: Pembengkakan (+) pada pipi, batas: diffuse, warna: kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+)
Intra oral: RA / RB
I: Pembengkakan (-), gigi karies (+),
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)
Gambar 7.
Gejala :
Extra oral : temporal
I: Pembengkakan (+) pada anterior dari telinga, warna: kemerahan batas:
diffuse,
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+)
Intra oral: gigi RA
I: Pembengkakan (-), gigi karies (+),
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)
Gambar 8
d. Submental space infection (gambar 9).
Submental space adalah ruang yang terdapat diantara venter anterior m. digastricus dan
diantara m.mylohyod dan kulit.
Gejala :
Extra oral : submental
I: Pembengkakan (+) pada dagu, batas: diffuse, warna: kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), konsistensi: tegang.
Intra oral:
I: Pembengkakan (-), gigi karies (+),
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)
Gambar 9.
Penyebab : infeksi pada gigi RB terutama pada gigi molar pertama RB.
Penyebaran : gigi molar pertama RB (letak apeks diatas linea mylohyoid) pus
menembus tulang alveolar diatas perlekatan m.mylohyoid masuk ke sublingual
space.
Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (-)
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-),
Intra oral: sublingual unilateral
I: Pembengkakan (+)
kemerahan
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)
Gambar 10
Penyebaran : gigi molar kedua & ketiga RB (letak apeks dibawah linea mylohyoid)
pus menembus tulang alveolar dibawah perlekatan m.mylohyoid masuk ke
submandibular space.
Gejala :
Extra oral : submandibula unilateral
I: Pembengkakan (+) didaerah submandibula pada satu sisi, warna :
kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (+), konsistensi: kenyal
Intra oral:
I: Pembengkakan (-) gigi karies (+), warna: normal.
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)
Gambar 11
g. Ludwigs Angina (Gambar 12).
Ludwigs Angina adalah selulitis yang melibatkan submandibular space dan sublingual
space pada kedua sisi (bilateral) dan submental space. Infeksi ini disebut juga dengan
phlegmon dasar mulut.
Gejala :
Extra oral : submandibula bilateral
I: Pembengkakan (+) pada regio submandibularis bilateral dan regio
submentalis, warna : kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-), konsistensi: tegang/keras,
suhu meningkat
Intra oral: sublingual bilateral
I: Pembengkakan (+) , gigi karies (+), warna: kemerahan, lidah:terangkat.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+)
Kondisi fisik : febris dan malaise
Gambar 12.
h. Subcutan abses (Gambar 13).
Subcutan abses adalah suatu tahap perjalanan abses dimana pus telah terkumpul dibawah
permukaan kulit.
Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (+), batas: jelas, adanya inti abses berwarna kemerahan
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-), konsistensi : lunak,
suhu :meningkat
Intra oral:
I: Pembengkakan (-) , gigi karies (+), warna: N.
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)
Gambar 13.
Penyebab : infeksi yang berasal dari pericoronitis didaerah gigi molar ketiga RB.
Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (+) didaerah angulus mandibula dan ramus ascendens,
batas: diffuse, warna:kemerahan. Trismus (+).
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-), konsistensi : lunak,
suhu :meningkat
Intra oral:
I: Pembengkakan (-) , gigi karies (+), warna: N.
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)
Penyebab :
Paling sering disebabkan karena kontaminasi dari jarum injeksii yang
digunakan pada teknik anestesi blok mandibula,
Lateral pharyngal space dibagi menjadi 2 yaitu: bagian anterior (berisi otot-otot) dan
bagian posterior ( berisi carotid sheat dan saraf-saraf cranialis).
Penyebab :
Penyebaran langsung dari infeksi pada pterygomandibular space ke arah
posterior.
Penyebaran infeksi dari submandibular space.
EO: trismus (+), pembengkakan (+) pada leher bagian lateral inferior dari angulus
mandibula.
IO: Pembengkakan (+) pada dinding lateral faring ke arah medial.
Komplikasi :
Dapat terjadi trombosis pada vena jugularis.
Erosi arteri carotis.
Gangguan pada saraf kranialis Nervus ke IX dan XII
Dapat terjadi penyebaran infeksi ke retropharyngeal space.
b. Retropharyngeal space.
Retropharyngeal space adalah ruang yang terdapat di sebelah belakang dari dinding
posterior faring. Dibatasi oleh:
Bagian anterior: m.constrictor pharyngis superior.
Bagian posterior: m. fascia prevertebral.
Komplikasi :
Obstruksi pada saluran napas bagian atas (oropharyng).
Pecahnya abses pada retropharyngeal space dan aspirasi pus ke dalam paru
asphyxia.
Penyebaran infeksi ke mediastinum bagian posterosuperior
Penyebaran infeksi ke prevertebral space.
c. Prevertebral space.
Prevertebral space adalah ruang yang terletak di sebelah posterior dari retropharyngeal
space, memanjang dari basis cranii sampai setinggi diafragma. Apabila infeksi dari
retropharyngeal spcae menembus fascia tersebut maka infeksi akan melibatkan
prevertebral space dan dapat menyebar dengan cepat ke inferior sampai sebatas diafragma.
Gambar 5
penicillin parenteral
antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus infeksi
odontogen yang signifikan
Melakukan tindakan drainase secara konservasi dan bedah dari infeksi yang ada.
-
Pada periapikal abses dapat dilakukan open bur dan eksterpasi saluran akar.
Pada periodontal abses dilakukan drainase dengan insisi kemudian dilakukan kuret
periodontal dan perawatan saluran akar gigi.
memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan menyebabkan
kesalahan dalam mengidentifikasi organisme penyebab penyakit infeksi odontogen
penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan,
ruang sekunder potensial terinfeksi juga
Foto rontgen panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat
infeksi
3. Diseksi tumpul pada kavitas ke segala arah agar pus dapat keluar secara maksimal
4. Stabilisasi drain dengan jahitan.
5. Jangan meninggalkan drain terlalu lama. Lepaskan apabila drainase minimal
6. Bersihkan margin insisi untuk menghilangkan clot dan debris
Menurut fragiskos pada insis abses perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Terapi antibiotik terlebih dahulu apabila pembengkakan masih diffus
2. Merencanakan tehnik insisi terkait dengan kerusakan pada duktus dan pembuluh
darah besar serta nervus.
3. Insisi abses submandibularis atau abses parotis (a) dan abses submaseterik (b) harus
diperhatikan letak arteri dan vena fasialis (a) serta nervus fasialis (b)
9. Normal saline
10. Drain karet
11. Jarum dan benang jahit
f. Teknik insisi abses.
1. Antisepsis area dg larutan antiseptik sebelum tindakan
2. Anastesi area insisi dengan tehnik blok atau periperal infiltrasi.
3. Insisi superfisial, pada titik terendah dari akumulasi pus dg tujuan mengurangi nyeri
dan memfasilitasi keluarnya pus mengikuti gravitasi.
Intra oral
Ekstra oral
4. Drainase abses diawali dengan memasukkan hemostat pada kavitas abses dengan beak
tertutup, kemudian meng-eksplore kavitas dengan beak terbuka dan mengeluarkannya
dengan beak terbuka
Intra oral
Ekstra oral
5. Pada saat yang bersamaan diseksi tumpul dilakukan pada jaringan lunak ke segala
arah untuk memfasilitasi keluarnya pus.
6. Irigasi dengan normal saline.
7. Pasang drain dan stabilisasi dg jahitan
Intra oral
Ekstra oral
viridans,
S.sanguis
dan
S.mutans.
Bakteri
tersebut
memproduksi
polysaccharide glucane sehingga terjadi perlekatan pada katup jantung. Analisis dengan
pemeriksaan
laboratorium telah
mengkonfirmasi hal
tersebut
melalui identifikasi
streptococcus yang ditemukan pada rongga mulut dan darah penderita endokarditis. Apabila
pada pasien tersebut akan dilakukan tindakan pada gigi yang akan mengakibatkan
perdarahan, maka perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa periodontitis merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis, emboli,
dan serangan jantung, dengan berperan sebagai fokus infeksi. Streptococcus sanguis
merupakan mikroorganisme yang memiliki efek trombogenik dalam aliran darah.
b. Manifestasi pada kepala dan leher
Infeksi pada daerah kepala dan leher seperti abses otak, ensefalitis, meningitis kronik,
sinusitis kronik, uveitis, dan konjungtivitis kronik dapat terjadi akibat bakteremia transient.
bakteremia transient bersumber dari mikroorganisme rongga mulut ketika dilakukan
perawatan gigi terhadap infeksi gigi dan mulut. Bakteri dari rongga mulut umumnya
menyebar pada daerah lobus frontal dan temporal. Maka, periodontitis dan karies memegang
peranan penting dalam infeksi di kepala dan leher.
c. Manifestasi pada saluran pernafasan
Infeksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh penyebaran fokus infeksi di
gigi antara lain sinusitis, tonsillitis, pneumonia, asma bronchial, dan abses paru.
perkembangan penyakit dapat akibat mikroorganisme pada gigi berlubang, akibat menelan
mikroorganisme pada ludah dan plak gigi, atau akibat transmisi melalui aliran darah. Selain
itu, dapat juga terjadi infeksi pada paru akibat aspirasi mikroorganisme dari rongga mulut.
d. Manifestasi pada saluran gastrointestinal
keadaan sepsis yang disertai dengan tanda-tanda gangguan perfusi organ. Gangguan ini
berupa
kardiovaskuler, peningkatan asam laktat dan oliguri (jumlah diuresis < 0,5 ml/kg BB). Syok
septik dini adalah keadaan sindroma sepsis ditambah dengan adanya penurunan tekanan
darah sistolik Dengan demikian syok septik adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan
oleh tidak cukupnya perfusi jaringan dan adanya hipoksia jaringan yang disebabkan oleh
sepsis.
Keadaan diatas kadangkala disebut juga Sindroma Respon Inflamasi Sistemik
(Systemic Inflammatory Response Syndrome = SIRS) yaitu suatu respon inflamasi sistemik
yang bervariasi bentuk kliniknya, ditunjukkan oleh dua atau lebih keadaan sebagai berikut :
1. Temperatur > 38 OC2. Frekuensi nadi 100x/menit
2. Respirasi > 20 permenit
3. Jumlah leukosit > 12.000/mm3
Endotoksin merupakan komponen lipopolisakarida (LPS). Kadar LPS yang tinggi
berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada penderita syok. LPS tidak bersifat toksik
tetapi LPS merangsang dikeluarkannya mediator-mediator radang yang bertanggung jawab
pada manifestasi sepsis. Mediator endogen yang disekresi oleh sel fagosit (makrofag,
monosit, sel plasma dan neutrofil) adalah Tumor Necrosis Factor dan Interleukin 1 yang akan
mengakibatkan cascade koagulasi dan aktifnya sistem komplemen. TNF ini merupakan salah
satu mediator primer yang berperan dalam proses sepsis, yang mengakibatkan gejala
hipotensi, neutropenia, demam serta meningkatnya permeabilitas kapiler. TNF dan IL 1
merangsang terjadinya demam melalui kemampuannya merangsang sintesis prostlagandin
hipotalamus. Peningkatan suhu tubuh ini akan mengurangi replikasi bakteri dan juga
meningkatkan aktivasi sel T-helper dan sintesis antibodi oleh sel B. Dengan demikian demam
sebagai reaksi sistemik fase akut akan menguntungkan hospes.
Akibat dari tingginya LPS dan mediator dalam sirkulasi akan mengaktivasi secara
sistemik endotel vaskuler. Vasodilatasi umum dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
menyebabkan turunnya volume darah efektif sehingga terjadi syok hipovolemik. Syok
merupakan diagnosa klinis, pada keadaan yang berat pasien ditemukan telah menjadi pucat,
kulit dingin, tekanan darah sudah sangat turun. Pada keadaan ini pengobatan sudah menjadi
sulit. Oleh karena itu untuk keberhasilan suatu pengobatan pengenalan dini terhadap syok
sangat diperlukan. Pada pemeriksaan fisik, gejala syok yang merupakan manifestasi
penurunan perfusi jaringan adalah sebagai berikut :
1. Suhu permukaan tubuh, dapat diukur dengan cara sederhana dan tidak memerlukan
waktu yang lama.
2. Capillary refill time, metoda ini merupakan indikator yang sensitif. Pada keadaan
normal capillary refill time terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.
3. Hipoperfusi organ vital dapat dinilai dari ada tidaknya oliguri dan penurunan
kesadaaran.
4. Takipneu dan hiperventilasi sering ditemukan sebagai tanda awal dari syok.
5. Takikardi yang ditemukan sebelum adanya penurunan tekanan darah.
Berbeda dengan syok oleh sebab lain didapat pengecualian pada syok septik,
pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya ditemukan peningkatan frekuensi nadi, kulit
hangat, dan takikardi. Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah ditemukan asidosis, hal ini
menyokong pada diagnosa syok sepsis dini. Dengan berjalannya waktu ditemukan gangguan
kontraktilitas otot jantung, penurunan volume intravaskuler dan gangguan berbagai organ,
maka kulit penderita akan menjadi dingin, ditemukan penurunan tekanan darah dan hal lain
yang biasanya terjadi pada syok, seperti somnolen, demam, takikardi dan vasodilatasi.
Pengelolaan Sepsis/Syok Septik
Tujuan pengelolaan adalah :
1. Menghilangkan/mereduksi kuman penyebab infeksi dengan cara pemberian antibiotik
yang adekuat, diperlukan walaupun belum ada hasil mikrobiologi mengingat sepsis
merupakan infeksi dengan resiko bahaya kematian bagi penderita yang cukup tinggi.
2.
Melakukan drainase eksudat, eksisi jaringan nekrosis, pengeluaran benda asing dan
tindakan bedah lainnya untuk menghilangkan sumber infeksi.
3.
4.
- Pemberian cairan yang adekuat : guna mempertahankan volume darah , hal ini
diperlukan untuk mengembalikan fungsi homeostasis.
- Perawatan intensif pasca bedah yang baik.
- Evaluasi pasca bedah untuk mengetahui sumber infeksi lain yang tidak terdrainase
sehingga memerlukan pembedahan kedua.
5.
Pemberian Kortikosteroid
Pemberian Kortikosteroid masih menjadi suatu hal yang kontroversial, beberapa ahli
beranggapan pemberian kortikosteroid diharapkan dapat memutuskan proses
patofisiologi, yang merupakan respon tubuh terhadap infeksi sistemik. Obat ini
memberikan efek antara lain : stabilisasi membran sel dan lisosom, inhibisi agregasi
granulosit, inhibisi proses cascade yang terjadi, diaktifasinya sistem komplemen,
pengeluaran radikal oksigen bebas dan mengurangi produksi TNF oleh makrofag.
Tinjauan Pustaka.
1. Fragiskos. Oral Surgery. Springer. New York. 2007. hal 205-239
2. Topazian, RG. Oral and Maxillofacial Infection. WB Saunders. London. 1999. Hal
199-247
3. Fitch MT., Manthey ME. Abscess insicion and drainage. The New England Journal
of Medicine 357;19. Massachusetts Medical Society november 8, 2007
4. http://www.merck.com/media/mmpe/figures/MMPE_21PHY_308_01_tif.gif diambil
tgl 16-06-09
5. http://apps.med.buffalo.edu/procedures/abscess.asp?p=1 diambil tgl. 22-06-09
6. Peterson. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery. BC Decker. Canada.2004.
Hal 277-290
7. Sapp J.,Eversole LR., Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. Mosby. USA. 2004, 2nd ed. Pp.70-93
8. Coulthard P., Horner K., Sloan P., Theaker E.Oral and Maxillofacial Surgery,
Radiology, Pathology and Oral Medicine. Vol 1. Elsevier. 2003.Philapdelphia.
pp.59-78.
9. Moore UJ. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery. 5 th ed. Blackwell Science.
USA.2001. Pp.156-74.
10. Rahardjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Deksa Media jurnal kedokteran
dan farmasi. No.1. Vol 21.2008. hal 32-5.