Anda di halaman 1dari 35

Infeksi Odontogenik dan

Penatalaksanaannya

Christ Bianto SW. drg.

DEPARTEMEN ILMU BEDAH MULUT DAN


MAKSILOFASIAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009

1. Pendahuluan.
Infeksi

adalah

masuknya

kuman

patogen

atau

toksinnya

kedalam

tubuh manusia serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah


reaksi lokal dari tubuh terhadap adanya infeksi/iritasi dalam berbagai bentuk. Timbulnya
infeksi dipengaruhi oleh adanya interaksi dari tiga faktor yaitu : inang (host), lingkungan dan
mikroorganisme. Pada keadaan hemostasis terdapat keseimbangan antara ketiga faktor
tersebut, sebaliknya timbul keadaan sakit bila keseimbangan tersebut terganggu.
Potensi patogenesis mikroba ditentukan oleh dua faktor yaitu: virulensi dan kuantitas
mikroba. Virulensi mikroba adalah kualitas dari suatu mikroba untuk menyebabkan
kerusakan pada host. Virulensi mikroba meliputi daya invasi, dan produk-produk mikroba
seperti toksin dan enzim. Kuantitas mikroba adalah jumlah mikroorganisme yang melakukan
infeksi pada host. Semakin tinggi kuantitas mikroba berarti akan semakin tinggi pula
konsentrasi faktor virulensinya.
Tubuh host memiliki tiga metode utama dalam melindungi diri, yaitu pertahanan
lokal, humoral defenses dan cellular defenses. Mekanisme pertahanan lokal memiliki dua
komponen. Yang pertama adalah barrier anatomik, yang terdiri dari mukosa dan kulit yang
intak. Yang kedua flora normal mulut, yang menjaga keseimbangan flora di mulut. Humoral
defenses terdiri dari immunoglobulin dan komplemen. IgG sebagai bagian terbesar dari
imunoglobulin mampu melawan gram positif. Kompelemen berguna untuk mengenali dan
meningkatakan kemotaksis dati PMN untuk memfagosit bakteri. Sedangkan cellular defenses
terdiri dari sel-sel fagosit dan limfosit.
Apabila terjadi invasi mikroba beserta produk-produknya yang merugikan maka
tubuh akan memberikan respon untuk menanggulanginya. Mekanisme pertahanan tubuh yang
timbul meliputi reaksi radang (inflamasi) yang merupakan respon seluler dan bersifat non
spesifik, dan respon imun yang bersifat spesifik. Peradangan adalah reaksi vaskular yang
hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut dan sel-sel darah dari darah yang
bersirkulasi kedalam jaringan interstitial pada daerah yang cedera atau yang mengalami
nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel.
Tanda tanda pokok peradangan adalah dolor (rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor
(pembengkakan) dan fungsio laesa (perubahan fungsi).
2. Definisi.
Reaksi radang / inflamasi adalah merupakan reaksi vaskular lokal dan jaringan
penyangga sekitarnya terhadap iritan, menghasilkan eksudat yang kaya protein dan PMN

(topazian). Fungsi proses radang adalah untuk menghancurkan, menetralisir, membatasi dan
membuang jejas yang ada, membersihkan debris (sel-sel nekrotik) dan melancarkan
terjadinya proses perbaikan jaringan (repair). Proses radang dibagi menjadi 2 yaitu : proses
radang akut dan radang kronis. Radang akut merupakan reaksi yang timbul segera setelah
terjadinya jejas. Proses radang akut meliputi 2 komponen utama yaitu respon vaskular
( vasokonstriksi, dilatasi arteriol dan stasis aliran darah) dan Eksudasi (keluarnya protein
plasma, air dan sel-sel radang akut). Radang kronis adalah reaksi radang yang berlangsung
dalam waktu yang relatif lama. Proses radang kronis ditandai dengan infiltrasi sel-sel radang
kronis (leukosit mononuclear, makrofag, limfosit dan sel plasma) dan terjadinya proliferasi
fibroblast dan pembentukan pembuluh darah kapiler dalam jumlah banyak.
Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya yang awalnya bersumber dari gigi
atau jaringan penyangga gigi. Infeksi odontogen dapat terjadi melalui tiga macam portal of
entry ( jalan masuk ), yaitu : melalui pulpa yang mati ( gangren / nekrosis pulpa, ) disebut
dengan infeksi pulpo-periapikal , melalui jaringan penyangga gigi ( periodontal), melalui
perikorona gigi ( pada gigi yang belum erupsi sempurna ).
Abses adalah akumulasi dari pus dalam suatu rongga patologis yang dapat terjadi di
bagian tubuh manapun sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing (topazian).
Dental abses artinya abses yang terbentuk didalam jaringan periapikal atau periodontal
karena infeksi gigi atau perluasan dari gangren pulpa. Abses yang terbentuk merusak jaringan
periapikal, tulang alveolus, tulang rahang terus menembus kulit pipi dan membentuk fistel.
3.Etiologi.
Abses gigi terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam
gigi, Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut. yaitu
bakteri

coccus

aerob

gram

positif,

coccus

anaerob

gram

positif

dan

batang

anaerob gram negatif. Menurut fragiskos penyebab abses oromaksilofasial adalah Gigi non
vital, adanya perikoronitis, infeksi post ekstraksi gigi, periapikal granuloma dan oleh karena
kista terinfeksi.
Nanah atau pus merupakan bentuk nekrosis pencairan sel-sel jaringan yang disebakan
karena aktivitas enzimatic kuman-kuman patogen. Pus didalam suatu abses berisi: sel-sel
leukosit mati, sel-sel jaringan yang mati, dan mikroorganisme penyebab proses supuratif.
Kuman piogenik penyebab proses supuratif adalah streptococcus pyogenes

dan

staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus dapat menghasilkan enzim coagulase, enzim

tersebut menyebabkan deposisi fibrin sehingga menghambat fagositosis. Streptokokus


menghasilkan enzim streptokinase dan streptodornase yang dapat menyebabkan terjadinya
fibrinolisis dan hyaluronidase yang dapat mengkatalisa hidrolisa asam hyaluronat (bahan
dasar dari jembatan interseluler jaringan ikat).
4. Pola Penyebaran Infeksi Periapikal.
Infeksi periapikal dapat menyebar ke jaringan dan dipengaruhi oleh : jumlah dan
virulensi mikroorganisme, resistensi dari host, dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat.
Infeksi periapikal seringkali menyebabkan osteomyelitis, yaitu infeksi pada struktur tulang
yang meliputi sumsum tulang, tulang kanselus, korteks dan periosteum. Infeksi periapikal
dapat menyebar ke jaringan lunak karena dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu : ketebalan
tulang yang meliputi apeks akar gigi dan hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat
perlekatan otot-otot pada maksila dan mandibula. (Gambar A).
Gambar A.

Pembagian penyebaran infeksi periapikal meliputi:


1. Infeksi Periapikal.
a.Abses Periapikal (Gambar 1).

Penyebaran: abses periapikal bisa terjadi secara langsung sebagai suatu periodontitis
apikalis akut (kelanjutan dari gangren pulpa), atau bisa juga berasal dari suatu
keradangan kronis seperti dental granuloma yang mengalami proses supurasi.

Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (-), Warna : N.
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-).
Intra oral:
I: Pembengkakan (-), gigi karies (+)
P: Pembengkakan (-), tes perkusi dan tekan pada gigi yang bersangkutan akut
(+), khronis (-) didapatkan gigi dengan gangren pulpa.
Ro : terdapat gambaran radiolusen di daerah periapikal tidak berbatas jelas sehingga
lamina dura tampak terputus.

Perawatan :Pembukaan atap pulpa (open bur), ekstirpasi saluran akar, pemberian
analgesik dan antibiotik. Pencabutan pada abses perapikal kronis bukan merupakan
kontraindikasi

Gambar 1

b. Serous Periostitis.

Penyebaran: Pada jaringan periapikal menyebar melalui tulang kanselus menuju


permukaan tulang cairan serous diantara korteks dan periosteum.

Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (+), batas: tidak jelas, Warna: kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), konsistensi: kenyal, suhu: meningkat
Intra oral:
I: Pembengkakan (+), gigi karies (+), buccal fold terangkat
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-), konsistensi: padat kenyal

Perawatan :Pembukaan atap pulpa (open bur), ekstirpasi saluran akar, pemberian
analgesik dan antibiotik. Pencabutan merukan kontraindikasi pada kasus ini.

c. Subperiosteal abses (gambar 2).

Penyebaran: merupakan kelanjutan dari serous periostitis pus terbentuk dan


terkumpul di bawah periosteum.

Gejala :

periosteum adalah jaringan yang tipis dan tegang, maka dengan

terkumpulnya pus dibawahnya akan menimbulkan rasa yang sangat sakit dan biasanya
periosteum akan pecah dalam waktu singkat ( beberapa jam).

Perawatan

pemberian

analgesik

dan

kontraindikasi pada kasus ini.

Gambar 2.

antibiotik.

Pencabutan

merupakan

d. Vestibular abses / submucous abses (gambar 3).

Penyebaran : pus masuk ke dalam jaringan lunak menembus tulang pada bagian
bukal pada mandibula pus masuk diatas M. Buccinator; pada maksila pus masuk
dibawah M. Buccinator.

Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (+), batas: tidak jelas, Warna: kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), konsistensi: kenyal, suhu: meningkat
Intra oral:
I: Pembengkakan (+), gigi karies (+), buccal fold terangkat, warna: kemerahan
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (+), konsistensi: padat kenyal

Perawatan : bila belum terjadi drainase spontan (fistel) maka dilakukan incisi dan
drainase, pemberian antibiotik dan analgesik. Bila kondisi akut mereda segera
dilakukan pencabutan gigi penyebabnya

Gambar 3.

e. Palatal abses. (gambar 4)

Penyebaran : pada maksila pus masuk ke dalam jaringan lunak menembus tulang pada
bagian palatal. Gigi yang sering terlibat : Gigi RA terutama premolar pertama
danmolar rahang atas.

Extra oral : maksila


I: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-).
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)

Intra oral: palatal


I: Pembengkakan (+), gigi karies (+), warna: kemerahan
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (+), konsistensi: padat kenyal

Perawatan : sama dengan perawatan vestibular abses.

Gambar 4.

2. Infeksi Periapikal yang melibatkan spasia superficial / primer


a. Infeksi ruang caninus (Caninus Space Infection) (gambar 6).
Canine space adalah ruang potensial yang terdapat antara m.levator anguli oris dan
m.levator labii superior.

Penyebab : Gigi-gigi RA, paling sering pada gigi caninus RA.

Penyebaran : infeksi apikal gigi caninus RA menembus korteks fossa cinana


diatas perlekatan m.levator anguli oris & dibawah m. levator labii superior canine
space infection.

Gejala :
Extra oral : maksila
I: Pembengkakan (+) pada wajah bagian anterior sampai daerah
canthus medialis mata, pendangkalan sulcus nasolabialis.

P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (-)


Intra oral: palatal
I: Pembengkakan (+), gigi karies (+), warna: kemerahan
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-), konsistensi: padat kenyal

Gambar 6.
b. Buccal space infection (Gambar 7).
Buccal space adalah ruang potensial yang dibatasi oleh kulit wajah pada bagian lateral dan
m.buccinator di sebelah medial.

Penyebab : terutama infeks gigi-gigi molar RA & RB.

Penyebaran : pada maksila pus menembus tulang alveolar diatas perlekatan


m.buccinator. pada mandibula pus menembus tulang alveolar dibawah
perlekatan m.buccinator.

Gejala :
Extra oral : pipi
I: Pembengkakan (+) pada pipi, batas: diffuse, warna: kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+)
Intra oral: RA / RB
I: Pembengkakan (-), gigi karies (+),
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)

Gambar 7.

c. Infratemporal space infetion (Gambar 8).


Infratemporal space adalah ruang potensial yang terletak disebelah posterior maksila.
Dibatasi oleh sisi lateral processus pterygoideus dibagian medial, basis cranii di sebelah
superior.

Penyebab : Gigi RA terutama infeks oleh gigi molar ketiga RA

Gejala :
Extra oral : temporal
I: Pembengkakan (+) pada anterior dari telinga, warna: kemerahan batas:
diffuse,
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+)
Intra oral: gigi RA
I: Pembengkakan (-), gigi karies (+),
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)

Gambar 8
d. Submental space infection (gambar 9).
Submental space adalah ruang yang terdapat diantara venter anterior m. digastricus dan
diantara m.mylohyod dan kulit.

Penyebab : infeks pada gigi-gigi insisif RB.

Penyebaran : gigi insisif RB (letak apeks dibawa m.mentalis) pus menembus


tulang alveolar dibawah perlekatan m.mentalis pus masuk ke pinggiran inferior
mandibula masuk ke submental space.

Gejala :
Extra oral : submental
I: Pembengkakan (+) pada dagu, batas: diffuse, warna: kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), konsistensi: tegang.
Intra oral:
I: Pembengkakan (-), gigi karies (+),
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)

Gambar 9.

e. Sublingual space infection (Gambar 10).


Sublingual space adalah ruang yang dibatasi oleh mukosa dasar mulut disebelah superior,
sisi medial dari mandibula di sebelah lateral, dan m.mylohyoid disebelah inferior.

Penyebab : infeksi pada gigi RB terutama pada gigi molar pertama RB.

Penyebaran : gigi molar pertama RB (letak apeks diatas linea mylohyoid) pus
menembus tulang alveolar diatas perlekatan m.mylohyoid masuk ke sublingual
space.

Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (-)
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-),
Intra oral: sublingual unilateral
I: Pembengkakan (+)

pada mukosa dasar mulut, gigi karies (+), warna:

kemerahan
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)

Gambar 10

f. Submandibular space infection (Gambar 11).


Submandibular space adalah ruang yang dibatasi oleh m.mylohyoid di sebelah superior,
sisi medial mandibula sebelah lateral, m.platysma dan kulit disebelah inferior.

Penyebab : infeks pada gigi molar kedua dan ketiga RB

Penyebaran : gigi molar kedua & ketiga RB (letak apeks dibawah linea mylohyoid)
pus menembus tulang alveolar dibawah perlekatan m.mylohyoid masuk ke
submandibular space.

Gejala :
Extra oral : submandibula unilateral
I: Pembengkakan (+) didaerah submandibula pada satu sisi, warna :
kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (+), konsistensi: kenyal
Intra oral:
I: Pembengkakan (-) gigi karies (+), warna: normal.
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)

Gambar 11
g. Ludwigs Angina (Gambar 12).
Ludwigs Angina adalah selulitis yang melibatkan submandibular space dan sublingual
space pada kedua sisi (bilateral) dan submental space. Infeksi ini disebut juga dengan
phlegmon dasar mulut.

Penyebab : infeksi pada gigi RB, sialedenitis kelenjar submandibula, fraktur


mandibula tipe compound fracture, laserasi jaringan lunak, luka tusuk pada mukosa
dasar mulut dan infeksi sekunder dari lesi ganas di rongga mulut.

Gejala :
Extra oral : submandibula bilateral
I: Pembengkakan (+) pada regio submandibularis bilateral dan regio
submentalis, warna : kemerahan.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-), konsistensi: tegang/keras,
suhu meningkat
Intra oral: sublingual bilateral
I: Pembengkakan (+) , gigi karies (+), warna: kemerahan, lidah:terangkat.
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+)
Kondisi fisik : febris dan malaise

Komplikasi : infeksi dapat menyebar ke masticator space atau parapharyngeal space,


terjadi obstruksi saluran pernafasan bagian atas.

Perawatan : pemberian antibiotik dosis tinggi, multiple incision pada submandibular


space dan submental space, bila terjadi sumbatan pada saluran pernafasan bagian atas
maka dilakukan tracheostomy. Bila kondisi akut mereda maka gigi penyebab harus
segera dicabut.

Gambar 12.
h. Subcutan abses (Gambar 13).
Subcutan abses adalah suatu tahap perjalanan abses dimana pus telah terkumpul dibawah
permukaan kulit.

Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (+), batas: jelas, adanya inti abses berwarna kemerahan
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-), konsistensi : lunak,
suhu :meningkat
Intra oral:
I: Pembengkakan (-) , gigi karies (+), warna: N.
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)

Gambar 13.

i. Trombosis Sinus cavernosus.


Trombosis sinus cavernosus terjadi akibat perluasan infeksi odontogen ke arah
superior melalui pembuluh darah. Bakteri berjalan dari maksila ke posterior melalui pleksus
dan v. emisari, atau ke anterior melalui v.angularis dan inferior atau superior v.opthalmik ke
sinus kavernosus. Trombosis sinus cavernosus merupakan infeksi yang serius dan dapat
menyebabkan kematian sehingga diperlukan perawatan medis maupun bedah yang intensif.

3. Infeksi Periapikal yang melibatkan spasia dalam / sekunder.


Infeksi pada fascial space primer bila tidak dilakukan perawatan yang memadai akan
dapat menyebar ke arah posterior yaitu ke fascial sekunder. Infeksi pada fascial sekunder
memiliki resiko yang lebih besar dan perawatan yang lebih yang lebih sulit. Yang termasuk
fascial space sekunder adalah: masticator spaces dan cervical fascial space. Masticator space
meliputi masseteric space, pterygomandibular space, dan temporal space, sedangkan yang
termasuk cervical fascial space meliputi lateral pharyngeal space, retropharyngeal space dan
prevertebal space.
3.1. Masticator Space.
a. Masseteric Space Infection (Gambar 14).
Masseteric space adalah ruang yang terdapat antara aspek lateral dari mandibula dan sisi
medial dari m.masseter.
Gambar 14.

Penyebab : infeksi yang berasal dari pericoronitis didaerah gigi molar ketiga RB.

Penyebaran : merupakan penjalaran dari buccal space infection.

Gejala :
Extra oral :
I: Pembengkakan (+) didaerah angulus mandibula dan ramus ascendens,
batas: diffuse, warna:kemerahan. Trismus (+).
P: Pembengkakan (+), nyeri tekan (+), fluktuasi (-), konsistensi : lunak,
suhu :meningkat
Intra oral:
I: Pembengkakan (-) , gigi karies (+), warna: N.
P: Pembengkakan (-), nyeri tekan (-)

b. Pterygomandibular Space Infection.


Pterygomandibular space adalah ruang yang terletak di sebelah medial dari mandibula dan
lateral dari m.pterygoideus medialis. Ruang ini merupakan tempat dimana kita
menginjeksikan anestesi pada teknik inferior alveolar nerve block.

Penyebab :
Paling sering disebabkan karena kontaminasi dari jarum injeksii yang
digunakan pada teknik anestesi blok mandibula,

Infeksi dari pericoronistis di molar ketiga RB dengan impaksi sebagian.


Penyebaran infeksi dari sublingual dan sub mandibular space.

Gejala klinis : trismus tanpa adanya pembengkakan ekstra oral.

c. Temporal space infection.


Temporal space terletak disebelah posterior dan superior dari masseteric dan
pterygomandibular space. Temporal space dibagi menjadi 2 bagian oleh adanya
m.temporalis yaitu superficial dan deep temporal space.

Gejala klinis : trismus tanpa adanya pembengkakan ekstra oral.

3.2. Cervical Fascial Space / Parapharyngeal Spaces.


a. Lateral pharyngal space.
Lateral pharyngeal space adalah ruang yang memanjang mulai dari basis cranii di sebelah
superior sampai os hyoid di sebelah inferior, dibatasi oleh
-

Bagian lateral: m.pterygoideus medialis

Bagian medial: m.constrictor pharyngis superior.

Lateral pharyngal space dibagi menjadi 2 yaitu: bagian anterior (berisi otot-otot) dan
bagian posterior ( berisi carotid sheat dan saraf-saraf cranialis).

Penyebab :
Penyebaran langsung dari infeksi pada pterygomandibular space ke arah
posterior.
Penyebaran infeksi dari submandibular space.

Gejala klinis : kesulitan menelan, suhu tubuh meningkat.

EO: trismus (+), pembengkakan (+) pada leher bagian lateral inferior dari angulus
mandibula.
IO: Pembengkakan (+) pada dinding lateral faring ke arah medial.

Komplikasi :
Dapat terjadi trombosis pada vena jugularis.
Erosi arteri carotis.
Gangguan pada saraf kranialis Nervus ke IX dan XII
Dapat terjadi penyebaran infeksi ke retropharyngeal space.

b. Retropharyngeal space.
Retropharyngeal space adalah ruang yang terdapat di sebelah belakang dari dinding
posterior faring. Dibatasi oleh:
Bagian anterior: m.constrictor pharyngis superior.
Bagian posterior: m. fascia prevertebral.

Komplikasi :
Obstruksi pada saluran napas bagian atas (oropharyng).
Pecahnya abses pada retropharyngeal space dan aspirasi pus ke dalam paru
asphyxia.
Penyebaran infeksi ke mediastinum bagian posterosuperior
Penyebaran infeksi ke prevertebral space.

c. Prevertebral space.

Prevertebral space adalah ruang yang terletak di sebelah posterior dari retropharyngeal
space, memanjang dari basis cranii sampai setinggi diafragma. Apabila infeksi dari
retropharyngeal spcae menembus fascia tersebut maka infeksi akan melibatkan
prevertebral space dan dapat menyebar dengan cepat ke inferior sampai sebatas diafragma.
Gambar 5

5. Penatalaksanaan infeksi odontogen.


Perawatan pada infeksi odontogen memiliki prinsip sebagai berikut:
Mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita.
-

Meningkatkan kualitas nutrisi ( diet TKTP, pemberian viatmin tambahan).

Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.

Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri. Pemakaian analgesik harus


diperhatikan hal-ha sebagai berikut:
Jangan

memakai ibuprofen jika menderita asma, atau jika kamu

mempunyai, atau pernah mempunyai ulcer gastric.


Ibuprofen dan paracetamol kedua-duanya tersedia dalam bentuk sirup
untuk anak-anak.
Aspirin tidak cocok untuk anak-anak di bawah 16 th
Untuk ibu hamil dan menyusui dianjurkan untuk menggunakan
paracetamol
Pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai.

penicillin parenteral

metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa dipakai pada infeksi yang


berat

Clindamycin untuk pasien yang alergi penicillin

Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama)

antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus infeksi
odontogen yang signifikan

Melakukan tindakan drainase secara konservasi dan bedah dari infeksi yang ada.
-

Pada periapikal abses dapat dilakukan open bur dan eksterpasi saluran akar.

Pada periodontal abses dilakukan drainase dengan insisi kemudian dilakukan kuret
periodontal dan perawatan saluran akar gigi.

pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan masalah


penyakit abses.

memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan menyebabkan
kesalahan dalam mengidentifikasi organisme penyebab penyakit infeksi odontogen

penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan,
ruang sekunder potensial terinfeksi juga

CT scan dapat membantu mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi

Foto rontgen panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat
infeksi

Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase intraoral

Abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea lateral bisa didrainase


dengan kombinasi intraoral dan ekstraoral

Abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal, dan buccal


disarankan diincisi ekstraoral dan didrainase.

Menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi.


Bila tindakan drainase telah dilakukan dan kondisi akut telah mereda maka gigi
penyebab hasrus dilakukan pencabutan ataupun perawatan konservasi.
Evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan.
Pada pemberian antibiotik harus diperhatikan timbulnya alergi.
6. Teknik insisi abses.
Pada infeksi odontogen yang sampai menimbulkan abses pada jaringan lunak maka
tindakan utama adalakah dilakukan drainase dengan cara insisi. Terdapat indikasi,
kontraindikasi, prinsip insisi dan komplikasi nya yang akan dibahas dibawah ini.
a. Indikasi tindakan Insisi abses.
Merupakan tindakan terapi utama untuk abses
Pungsi pus (+)
Waktu yang tepat saat pus sdh terakumulasi pada jaringan lunak
Sudah ada fluktuasi pada palapasi .Teknik menentukan batas : ditekan menggunakan
jari telunjuk dan jari tengah akan terasa seperti gerakan gelombang.
b. Kontraindikasi insisi abses.
Pada penanganan abses tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan drainase. Yang perlu
diperhatikan adalah kedalaman abses dalam menentukan perawatan menggunakan
anastesi lokal atau menggunakan anastesi umum/general. Penggunaan anastesi umum
pada kasus abses besar yg ekstrim dan memerlukan debridement serta irigasi lebih dalam
serta abses pada area yg sulit dijangkau.
c. Prinsip Insisi Abses.

Menurut Topazian terdapat prinsip insisi abses yang meliputi


1. Insisi pada kulit atau mukosa sehat apabila memungkinkan
2. Lakukan insisi pada daerah yang tidak mengganggu estetik (pada daerah extra oral
harus diperhatikan garis Langer wajah).

3. Diseksi tumpul pada kavitas ke segala arah agar pus dapat keluar secara maksimal
4. Stabilisasi drain dengan jahitan.
5. Jangan meninggalkan drain terlalu lama. Lepaskan apabila drainase minimal
6. Bersihkan margin insisi untuk menghilangkan clot dan debris
Menurut fragiskos pada insis abses perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Terapi antibiotik terlebih dahulu apabila pembengkakan masih diffus
2. Merencanakan tehnik insisi terkait dengan kerusakan pada duktus dan pembuluh
darah besar serta nervus.

3. Insisi abses submandibularis atau abses parotis (a) dan abses submaseterik (b) harus
diperhatikan letak arteri dan vena fasialis (a) serta nervus fasialis (b)

d. Persiapan pre-insisi abses.


1. Anamnesa dan rekam medis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
4. Informed consent
e. Perlatan untuk tindakan insisi.
1. Larutan antiseptik
2. Syringe steril
3. Lokal anastesi .
4. Duk steril
5. Scalpel dan handle
6. Klem bengkok
7. Needle holder
8. Pinset chirurgis

9. Normal saline
10. Drain karet
11. Jarum dan benang jahit
f. Teknik insisi abses.
1. Antisepsis area dg larutan antiseptik sebelum tindakan
2. Anastesi area insisi dengan tehnik blok atau periperal infiltrasi.

3. Insisi superfisial, pada titik terendah dari akumulasi pus dg tujuan mengurangi nyeri
dan memfasilitasi keluarnya pus mengikuti gravitasi.
Intra oral

Ekstra oral

4. Drainase abses diawali dengan memasukkan hemostat pada kavitas abses dengan beak
tertutup, kemudian meng-eksplore kavitas dengan beak terbuka dan mengeluarkannya
dengan beak terbuka

Intra oral

Ekstra oral

5. Pada saat yang bersamaan diseksi tumpul dilakukan pada jaringan lunak ke segala
arah untuk memfasilitasi keluarnya pus.
6. Irigasi dengan normal saline.
7. Pasang drain dan stabilisasi dg jahitan
Intra oral

Ekstra oral

8. Tutup dengan kasa steril (pada ekstra oral).

9. Ekstraksi gigi penyebab sesegera mungkin untuk mengeliminasi fokus infeksi


10. Ekstraksi dihindarkan apabila gigi masih dapat dipertahankan atau jika akan
meningkatkan resiko komplikasi
7. komplikasi dan manifestasi infeksi odontogen.
a. Manifestasi pada jantung
Infektif endokarditis merupakan penyakit jantung yang paling sering ditemukan
akibat penyebaran mikroorganisme dari rongga mulut. Malformasi jantung dan katup jantung
protese merupakan faktor risiko terjadinya infektif endokarditis karena hal tersebut
kemungkinkan kolonisasi bakteri. Sebanyak 50% kasus infektif endokarditis diakibatkan oleh
Streptococcus

viridans,

S.sanguis

dan

S.mutans.

Bakteri

tersebut

memproduksi

polysaccharide glucane sehingga terjadi perlekatan pada katup jantung. Analisis dengan
pemeriksaan

laboratorium telah

mengkonfirmasi hal

tersebut

melalui identifikasi

streptococcus yang ditemukan pada rongga mulut dan darah penderita endokarditis. Apabila
pada pasien tersebut akan dilakukan tindakan pada gigi yang akan mengakibatkan
perdarahan, maka perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa periodontitis merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis, emboli,
dan serangan jantung, dengan berperan sebagai fokus infeksi. Streptococcus sanguis
merupakan mikroorganisme yang memiliki efek trombogenik dalam aliran darah.
b. Manifestasi pada kepala dan leher
Infeksi pada daerah kepala dan leher seperti abses otak, ensefalitis, meningitis kronik,
sinusitis kronik, uveitis, dan konjungtivitis kronik dapat terjadi akibat bakteremia transient.
bakteremia transient bersumber dari mikroorganisme rongga mulut ketika dilakukan
perawatan gigi terhadap infeksi gigi dan mulut. Bakteri dari rongga mulut umumnya
menyebar pada daerah lobus frontal dan temporal. Maka, periodontitis dan karies memegang
peranan penting dalam infeksi di kepala dan leher.
c. Manifestasi pada saluran pernafasan
Infeksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh penyebaran fokus infeksi di
gigi antara lain sinusitis, tonsillitis, pneumonia, asma bronchial, dan abses paru.
perkembangan penyakit dapat akibat mikroorganisme pada gigi berlubang, akibat menelan
mikroorganisme pada ludah dan plak gigi, atau akibat transmisi melalui aliran darah. Selain
itu, dapat juga terjadi infeksi pada paru akibat aspirasi mikroorganisme dari rongga mulut.
d. Manifestasi pada saluran gastrointestinal

Gastritis, colitis, enteritis, dan apendisitis merupakan penyakit saluran gastrointestinal


yang dapat berkembang akibat penjalaran fokus infeksi pada rongga mulut. Salah satu contoh
mikroorganisme penyebab adalah Helicobacter pylori, bakteri penyebab gastritis kronik dan
ulkus peptikum, yang dapat diisolasi pada saliva dan plak gigi penderita gastritis. Selain itu,
Helicobacter pylori dapat diisolasi dari plak gigi pasien dispepsia yang telah menjalani terapi
antibiotik sehingga gigi berlubang dapat pula menyebabkan reinfeksi.
e. Manifestasi pada kulit dan jaringan lunak
Penyakit kulit yang umum ditemukan sebagai akibat transmisi mikroorganisme dari
gigi adalah penyakit kulit dengan dasar reaksi alergi (urtikaria, ekzema), liken planus,
alopesia areata, akne vulgaris, eritema multiforme eksudatif, dan dermatitis herpetiformis.
Mikroorganisme rongga mulut dapat menyebabkan infeksi pada kulit melalui inokulasi
langsung (gigitan) dan melalui pelepasan histamin dari mastosit serta pembentukan kompleks
imun pasca ekstraksi gigi.
f. Manifestasi pada tulang
Osteomielitis merupakan penyakit pada tulang yang telah terbukti dapat disebabkan
oleh mikroorganisme dari rongga mulut.
g. Manifestasi pada kehamilan
Penyakit jaringan periodontal merupakan faktor risiko terjadinya kelahiran prematur
spontan. Ibu yang menderita periodontitis memiliki risiko 7,5 kali lebih besar untuk
mengalami kelahiran prematur atau bayi dengan berat lahir rendah. Kelahiran prematur pada
ibu dengan gingivitis diakibatkan oleh lipopolisakarida yang dihasilkan bakteri pada fokus
infeksi merangsang sekresi prostaglandin sehingga terjadi kontraksi uterus.
h. Manifestasi pada mata
Infeksi ruang orbital diakibatkan oleh infeksi dento-alveolar. Inflamasi mata lainnya
dapat menyebabkan uveitis dan endophtalmitis.
i.Manifestasi sepsis
Infeksi pada rongga mulut seperti abses atau selulitis bila tidak ditangani secara
adekuat dapat menjadi suatu induksi untuk terjadinya sepsis, dan bahkan terkadang pasien
datang sudah dalam keadaan sepsis. Mengingat keadaan sepsis ini akan dengan cepat berubah
menjadi keadaan yang lebih berbahaya, maka pengenalan sepsis dini sangat diperlukan.
Bakteremia adalah adanya bakteri dalam peredaran darah sedangkan sepsis adalah keadaan
klinis yang disebabkan oleh infeksi dengan tanda-tanda respon sistemik, dengan gejala seperti
takipneu (frekuensi napas > 20 x/menit), takikardi (frekuensi nadi > 100 x/menit), hipertermi
atau hipotermi (suhu badan rektal > 38,3 OC atau < 35,6 OC). Sindroma sepsis adalah suatu

keadaan sepsis yang disertai dengan tanda-tanda gangguan perfusi organ. Gangguan ini
berupa

penurunan kesadaran, hipoksia pada penderita tanpa kelainan paru atau

kardiovaskuler, peningkatan asam laktat dan oliguri (jumlah diuresis < 0,5 ml/kg BB). Syok
septik dini adalah keadaan sindroma sepsis ditambah dengan adanya penurunan tekanan
darah sistolik Dengan demikian syok septik adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan
oleh tidak cukupnya perfusi jaringan dan adanya hipoksia jaringan yang disebabkan oleh
sepsis.
Keadaan diatas kadangkala disebut juga Sindroma Respon Inflamasi Sistemik
(Systemic Inflammatory Response Syndrome = SIRS) yaitu suatu respon inflamasi sistemik
yang bervariasi bentuk kliniknya, ditunjukkan oleh dua atau lebih keadaan sebagai berikut :
1. Temperatur > 38 OC2. Frekuensi nadi 100x/menit
2. Respirasi > 20 permenit
3. Jumlah leukosit > 12.000/mm3
Endotoksin merupakan komponen lipopolisakarida (LPS). Kadar LPS yang tinggi
berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada penderita syok. LPS tidak bersifat toksik
tetapi LPS merangsang dikeluarkannya mediator-mediator radang yang bertanggung jawab
pada manifestasi sepsis. Mediator endogen yang disekresi oleh sel fagosit (makrofag,
monosit, sel plasma dan neutrofil) adalah Tumor Necrosis Factor dan Interleukin 1 yang akan
mengakibatkan cascade koagulasi dan aktifnya sistem komplemen. TNF ini merupakan salah
satu mediator primer yang berperan dalam proses sepsis, yang mengakibatkan gejala
hipotensi, neutropenia, demam serta meningkatnya permeabilitas kapiler. TNF dan IL 1
merangsang terjadinya demam melalui kemampuannya merangsang sintesis prostlagandin
hipotalamus. Peningkatan suhu tubuh ini akan mengurangi replikasi bakteri dan juga
meningkatkan aktivasi sel T-helper dan sintesis antibodi oleh sel B. Dengan demikian demam
sebagai reaksi sistemik fase akut akan menguntungkan hospes.
Akibat dari tingginya LPS dan mediator dalam sirkulasi akan mengaktivasi secara
sistemik endotel vaskuler. Vasodilatasi umum dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
menyebabkan turunnya volume darah efektif sehingga terjadi syok hipovolemik. Syok
merupakan diagnosa klinis, pada keadaan yang berat pasien ditemukan telah menjadi pucat,
kulit dingin, tekanan darah sudah sangat turun. Pada keadaan ini pengobatan sudah menjadi
sulit. Oleh karena itu untuk keberhasilan suatu pengobatan pengenalan dini terhadap syok
sangat diperlukan. Pada pemeriksaan fisik, gejala syok yang merupakan manifestasi
penurunan perfusi jaringan adalah sebagai berikut :

1. Suhu permukaan tubuh, dapat diukur dengan cara sederhana dan tidak memerlukan
waktu yang lama.
2. Capillary refill time, metoda ini merupakan indikator yang sensitif. Pada keadaan
normal capillary refill time terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.
3. Hipoperfusi organ vital dapat dinilai dari ada tidaknya oliguri dan penurunan
kesadaaran.
4. Takipneu dan hiperventilasi sering ditemukan sebagai tanda awal dari syok.
5. Takikardi yang ditemukan sebelum adanya penurunan tekanan darah.
Berbeda dengan syok oleh sebab lain didapat pengecualian pada syok septik,
pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya ditemukan peningkatan frekuensi nadi, kulit
hangat, dan takikardi. Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah ditemukan asidosis, hal ini
menyokong pada diagnosa syok sepsis dini. Dengan berjalannya waktu ditemukan gangguan
kontraktilitas otot jantung, penurunan volume intravaskuler dan gangguan berbagai organ,
maka kulit penderita akan menjadi dingin, ditemukan penurunan tekanan darah dan hal lain
yang biasanya terjadi pada syok, seperti somnolen, demam, takikardi dan vasodilatasi.
Pengelolaan Sepsis/Syok Septik
Tujuan pengelolaan adalah :
1. Menghilangkan/mereduksi kuman penyebab infeksi dengan cara pemberian antibiotik
yang adekuat, diperlukan walaupun belum ada hasil mikrobiologi mengingat sepsis
merupakan infeksi dengan resiko bahaya kematian bagi penderita yang cukup tinggi.
2.

Melakukan drainase eksudat, eksisi jaringan nekrosis, pengeluaran benda asing dan
tindakan bedah lainnya untuk menghilangkan sumber infeksi.

3.

Mengembalikan perubahan hemodinamik yang terjadi dan mengembalikan agar


perfusi jaringan berlangsung baik, dengan cara pemberian cairan sebesar 10 20
ml/kg BB dalam 20 menit.

4.

Mempertahankan dan memulihkan fungsi organ tubuh yang terganggu :


- Memperbaiki jalan nafas : oksigenasi cukup, jalan nafas harus baik (bebas
obstruksi).

- Pemberian cairan yang adekuat : guna mempertahankan volume darah , hal ini
diperlukan untuk mengembalikan fungsi homeostasis.
- Perawatan intensif pasca bedah yang baik.
- Evaluasi pasca bedah untuk mengetahui sumber infeksi lain yang tidak terdrainase
sehingga memerlukan pembedahan kedua.
5.

Pemberian Kortikosteroid
Pemberian Kortikosteroid masih menjadi suatu hal yang kontroversial, beberapa ahli
beranggapan pemberian kortikosteroid diharapkan dapat memutuskan proses
patofisiologi, yang merupakan respon tubuh terhadap infeksi sistemik. Obat ini
memberikan efek antara lain : stabilisasi membran sel dan lisosom, inhibisi agregasi
granulosit, inhibisi proses cascade yang terjadi, diaktifasinya sistem komplemen,
pengeluaran radikal oksigen bebas dan mengurangi produksi TNF oleh makrofag.

Tinjauan Pustaka.
1. Fragiskos. Oral Surgery. Springer. New York. 2007. hal 205-239
2. Topazian, RG. Oral and Maxillofacial Infection. WB Saunders. London. 1999. Hal
199-247
3. Fitch MT., Manthey ME. Abscess insicion and drainage. The New England Journal
of Medicine 357;19. Massachusetts Medical Society november 8, 2007
4. http://www.merck.com/media/mmpe/figures/MMPE_21PHY_308_01_tif.gif diambil
tgl 16-06-09
5. http://apps.med.buffalo.edu/procedures/abscess.asp?p=1 diambil tgl. 22-06-09
6. Peterson. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery. BC Decker. Canada.2004.
Hal 277-290
7. Sapp J.,Eversole LR., Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. Mosby. USA. 2004, 2nd ed. Pp.70-93
8. Coulthard P., Horner K., Sloan P., Theaker E.Oral and Maxillofacial Surgery,
Radiology, Pathology and Oral Medicine. Vol 1. Elsevier. 2003.Philapdelphia.
pp.59-78.
9. Moore UJ. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery. 5 th ed. Blackwell Science.
USA.2001. Pp.156-74.
10. Rahardjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Deksa Media jurnal kedokteran
dan farmasi. No.1. Vol 21.2008. hal 32-5.

Gambar (contemporary oral and maxilofacial pathology)

Anda mungkin juga menyukai