Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Tuhan
yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan
kekuatan, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan Salam penulis persembahkan kepada Nabi
Muhammad Saw, Keluarga, Sahabat dan orang-orang yang selalu
istiqamah didalam agama Islam.
Rasa syukur penulis yang sedalam-dalamnya kepada Allah Swt yang
telah memberikan karunia kepada penulis sehingga tersusunlah makalah
ini dengan judul Askep Thalasemia
Akhirnya, penulis menginsafi bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, tanggapan dan teguran dari dosen Mata
Kuliah Sistem Imun dan Hematologi khususnya dan para pembaca
umumnya sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini di masa
yang akan datang. Atas teguran dan kritiknya yang bersifat konstruktif
terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih.
Makassar, 6 februari 2013

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi..............................................................................................4
B. Etiologi...............................................................................................5
C. Patofisologi........................................................................................5
D. Manifestasi Klinis..............................................................................7
E. Pemeriksaan Penunjang....................................................................8
F. Penatalaksanaan................................................................................9
G. Pencegahan.......................................................................................9
H. Komplikasi........................................................................................10
BAB III Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian.......................................................................................11
B. Diagnosa.........................................................................................14
C. Rencana keperawatan.....................................................................15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................20
B. Saran........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................21
BAB I
2

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang bersifat
herediter, dan diturunkan secara resesif. Pada tahun 1925, diagnosa
penyakit ini pertama kali diumumkan oleh Thoomas Cooley ( Cooleys
Anemia ) yang didapat diantara keluarga keturunan Italia yang bermukim
di Amerika Serikat. Kata Thalassemia berasal dari bahasa Yunani yang
berarti Laut dan digunakan pertama kali oleh Whipple dan Bradford pada
tahun 1932.
Prevalensi terjadinya thalasemia berbeda beda untuk tiap ras, ras
yang dominan terjadi thalasemia adalah penduduk China, Malaysia,
Indocina,

Afrika,

Mediterania,

Timur

Tengah

dan

Asia.

Dalam

perkembangannya ditemukan bahwa thalasemia bukan hanya disebabkan


faktor herediter, tetapi juga disebabkan karena terjadinya mutasi, terutama
pada penduduk Timut Tengah, Afrika dan Asia. Thalasemia terdiri dari dua
jenis yaitu thalasemia alfa dan thalasmia beta. Thalasemia Alfa pertama
kali dilaporkan secara independen di Amerika Serikat danYunani pada
tahun 1955, dan dikenal sebagai penyakit Hemoglobin H. Penyakit ini
disebabkan keadaan heterozigot Thalasemia alfa nol ( Alfa 1 ) dan
Thalasemia Alfa Plus ( Alfa 2 ). Pada tahun 1958 Jenis kedua dijumpai di
RS Bartolomew di London dan disebut Hemoglobin Bart yang merupakan
keadaan homozigot dari thalassemia nol ( Alfa 1 )
Insiden terjadinya penyakit ini cukup tinggi, pada individu kulit
hitam, diperkirakan satun dari empat ratus orang memderita penyakit ini.
Dahulu 25 % kematian penderita terjadi sebelum berusia 5 tahun, namun
dengan pengobatan baru, 85 % orang dengan gangguan ini dapat hidup
sampai usia 20 tahun dan 60 % penderita dapat hidup sampai usia diatas
50 tahun.
BAB II
3

TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif (Mansjoer, 2000:397).
Thalasemia adalah sekelompok penyakit/kelainan herediter yang
heterogen disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal,
akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan
morfologi eritrosit dan indeks-indeks eritrosit (Soeparman 1999).
Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalassemia dan
thalassemia . Namun berdasarkan gejala klinisnya, thalassemia terbagi
menjadi

thalassemia

minor, thalassemia

mayor

dan

thalasemmia

intermedia.
Macam-macam Thalasemia
1. Thalasemia beta.
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh
defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor.
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat
dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama
kehidupan. Kedua orang tua merupakan pembawa ciri.
Gejala gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah
yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada
kranium,

ikterus

dengan

derajat

hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor.

yang

bervariasi,

dan

Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda tanda anemia ringan dan
splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb
bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia).
2. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.

B. ETIOLOGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
Thalasemia bersifat primer dan sekunder:
o Primer: Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif
disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular.
o

Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra

vaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh


sistem retikulo endotellal.
C. PATOFISIOLOGI
Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intra medular. Juga bisa disebabkan karena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan

hemodilusi

dan

distruksi

eritrosit

oleh

sistem

retikuloendotelial dalam limpa hati.


Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen
sehingga produksi rantai alfa/beta hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara transufi
berulang peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang
tidak efektif, anemiakronis, serta proses hemolisis. (Mansjoer:2000:497)
5

Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi


mikrosistik dan hipokronik.
Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai
alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh
hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai
alfa dan 2 rantai sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan
normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus senantiasa menurun dan
pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa yaitu tidak lebih
dari 4%. Pada keadaan normal, hemoglobin F terdiri dari 2 ranti alfa dan 2
rantai gama.
Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang
diproduksi sehingga terdapat pembentukan hemoglobin normal orang
dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan
mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis
tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrok
mikrosfer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena
tidak mengandung rantai beta dan berproduksi lebih banyak dari keadaan
normal, mungkin sebagai kompensasi.
Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun
ekstramedular hati dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam
sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup
eritrosit mendadak serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik
ringan. Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu
mendewasakan eritrosit secara efektif mungkin karena adanya presipitasi
didalam eritrosit.
Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin
berbeda-beda dan kombinasi defek juga munkin. Maka dari itu ada fariasi
6

yang luas penyakit heterogen ini dan penggolongannya tidak semudah


konsep homozigot atau heterozigot. (Soeparman: 1999)
D. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala
awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun
pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu
pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh
kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan,
diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat
infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran
jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi
perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan
korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur
patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan
gizi

menyebabkan

perawakan

pendek.

Kadang-kadang

ditemukan

epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.


Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah
diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang
dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat
hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan
gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati
(sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan
pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:

Letargi

Pucat
Kelemahan
Anoreksia
Sesak nafas
Tebalnya tulang kranial
Pembesaran limpa
Menipisnya tulang kartilago

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Studi hematologi : terdapat perubahan perubahan pada sel darah
merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis,
sel target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan
hematrokrit.
Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif
terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada
tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan
meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi
yang lebih kasar.
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR
(Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang
lebih maju.

F. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl.
Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 20 ml/kg berat badan.
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau
subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral.
Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan
bahaya fibrosis hati.

3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada


tanda tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat
atau karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia
beta mayor.
G. PENCEGAHAN
a. Pencegahan primer :
Penyuluhan
mencegah

perkawinan

mendapatkan
hetarozigot

sebelum
keturunan

(carrier)

perkawinan

(marriage

diantara

pasien

yang

homozigot.

menghasilkan

counselling)

Thalasemia
Perkawinan

keturunan

25

agar

untuk
tidak

antara

Thalasemia

(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.


b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri
dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi
buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia
troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang
lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis

prenatal

melalui

pemeriksaan

DNA

cairan

amnion

merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus


homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus
provokotus (Soeparman dkk, 1996).
H. KOMPLIKASI
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi
pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat
membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan
tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa
risiko. "Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke

penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi


transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur
hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang
terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya
yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana."
Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam.
Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat
kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak
bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu.
Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau
kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa
mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh
darah tetapi dibunuh oleh darah juga.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.

Pengkajian
1.

Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah

(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,


thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.

10

2.

Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut

telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada
thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang
berobat pada umur sekitar 4 6 tahun.
3.

Riwayat kesehatan anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas

infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang


berfungsi sebagai alat transport.
4.

Pertumbuhan dan perkembangan


Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan

terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya


pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama
untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk
umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.

Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,

sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
6.

Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak

tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah


merasa lelah
7.

Riwayat kesehatan keluarga


Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah

orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua


menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia
mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan

11

karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin


disebabkan karena keturunan.
8.

Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC)


Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam

adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya
sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.
Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9.

Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan

diantaranya adalah:
1)

Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak

selincah anak seusianya yang normal.


2)

Kepala dan bentuk muka


Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai

bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah


mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata
lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3)

Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

4)

Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

5)

Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat

adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.


6)

Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran

limpa dan hati ( hepatosplemagali).


7)

Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya

kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

12

8)

Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia

pubertas.
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
9)

Kulit

Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
10. Penegakan diagnosis
a)

Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi

didapatkan gambaran sebagai berikut:

Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )

Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang

Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak

normal

Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat

sel normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi


b)

Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini

terjadi karena sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100
hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah didalam
pembuluh darah.
11. Penatalaksanaan
a)

Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang

b)

Perawatan khusus :

Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali

(kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu
makan.

13

Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2

tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma
yang berakibat perdarahan cukup besar.

Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung

zat besi.

Pemberian

Desferioxamin

untuk

menghambat

proses

hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi


absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.

Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak

yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih


sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya
belum memadai.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan

perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

oksigenasi ke sel sel


2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3. Intoleransi
aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
4. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak

penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang


lama pada anak.
5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal,
penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
oksigenasi ke sel sel
Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi
Kriteria Hasil:

14

Tanda vital normal N : 80 110. R : 20 30 x/m


Ektremitas hangat
Warna kulit tidak pucat
Sclera tidak ikterik
Bibir tidak kering
Hb normal 12 16 gr%

Intervensi keperawatan :
a.

Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan

Keadaan Ektremitas
Rasional : Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau
Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu Dalam Menentukan
Intervensi Yang Tepat
b.

Atur Posisi Semi Fowler


Rasional : Pengembangan paru akan lebih maksimal

sehingga pemasukan O2 lebih adekuat


c.

Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah


Rasional : Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb

meningkat
d.

Pemberian O2 kapan perlu


Rasional : Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah

agar Hb meningkat.
2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vasoocclusive)
Tujuan : rasa nyeri teratasi.
Kriteria Hasil: Rasa Nyeri hilang atau kurang
Intervensi keperawatan:

Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus menerus

meskipun tidak dibutuhkan.


Rasional: untuk mencegah sakit.
Kenali macam macam analgetik termasuk opioid dan jadwal
medikasi mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.

15

Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid,


secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis
yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena
sugesti mereka.
Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang

sakit
Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi

3. Intoleransi

aktivitas

b.d

ketidakseimbangan

kebutuhan

pemakaian dan suplai oksigen.


Tujuan

: Intoleransi aktivitas dapat teratasi

Kriteria Hasil: Klien dapat melakukan aktivitasnya setiap hari secara


mandiri.
intervensi keperawatan :

Observasi adanya tanda kerja fisik (takikardi, palpitasi, takipnea,


dispnea, napas pendek, hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-

kunang, berkeringat) dan keletihan


Rasional: Untuk merencanakan istirahat yang tepat
Pertahankan posisi fowler- tinggi
Rasional : Untuk pertukaran udara yang optimal
Beri oksigen suplemen
Rasional : Untuk meningkatkan oksigen ke jaringan
Ukur tanda vital selama periode istirahat
Rasional:Untuk meningkatkan nilai dasar perbandingan selama
periode aktivitas
Antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang
mungkin diluar batas toleransi anak
Rasional : Untuk mencegah kelelehan
Rencanakan aktivitas keperawatan
Rasional : Untuk mencegah kebosanan dan menarik diri
Beri aktivitas bermain pengalihan yang meningkatkan istirahat dan
tenang
Rasional : Untuk memberikan istirahat yang cukup

16

4. Perubahan
dampak

proses

penyakit

dalam
anak

keluarga

terhadap

berhubungan

fungsi

dengan

keluarga;

resiko

penyembuhan yang lama pada anak.


Tujuan

: Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit

tersebut
Kriteria Hasil: klien memahaman tentang penyakit tersebut
Intervensi keperawatan:

Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari

pengukuran pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan
kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang

tepat.
Jelaskan tanda tanda adanya peningkatan krisis terutama

demam, pucat dan gangguan pernafasan.


Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan
pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga
mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.

5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan


hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan

: klien tidak mengalami resiko tinggi injuri

Kriteria Hasil: klien tidak terkena infeksi


a.

Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup

Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan
dengan eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
b.
17

Jaga agar pasien tidak mengalami dehidasi

Intervensi keperawatan:

Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan

minimum cairan anak; infus.


Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika

ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.


Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan

cairan yang spesifik.


Rasional: untuk mendorong complience.
Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
Beri informasi pada keluarga tentang tanda tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
c.

Bebas dari infeksi

Intervensi keperawatan

Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin,


termasuk vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan
dari sumber sumber infeksi yang diketahui; pengawasan

18

kesehatan secara berkala.


Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab
dengan segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia). Penyakit ini di sebabkan oleh faktor genetik dan
pembagiannya, dibagi sesuai dengan molekkularnya. Tetapi secara umum
thalasemia dibagi menjadi 3 yaitu thalasemia ini yaitu mengalami anemia
tiap dari ke 3 jenis thalasemia tersebut, gejalanya sesuai dengan tingkt
keparahan penatalaksanaan dari thalasemia ini dengan cara tranfusi
darah (kebanyakan). Tetapi yang lebih penting harus di lakukan
penyuluhan sebelum perkawinan untuk mencegah perkawinan diantara
pasien thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozogot.
B. SARAN
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun
bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian

19

hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Kenzu, Epri. 2011. Askep pada Pasien thalasemia. Diakses pada tanggal
6 Februari 2013 (http://eprikenzu.blogspot.com/2011/04/askep-padapasien-thalasemia.html )
Wahyudi, Gusri. Diakses pada tanggal 6 februari 2013. Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Thalasemia.
(http://askepseindonesia.blogspot.com/2011/06/askep-thalasemia.html )
Cubby, Nisya. 2012. Askep Thalasemia. Diakses pada tanggal 6 februari
2013 (http://nisya257chubby.blogspot.com/2012/03/askepthalasemia.html)
Doenges, Marilynn E, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3,
EGC, Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

20

Anda mungkin juga menyukai