Disusun oleh:
Nadia Alaydrus
20110310085
Diajukan kepada:
dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
INTRA UTERINA FETAL DEATH
Disusun oleh:
Nadia Alaydrus
20110310085
Januari 2016
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan keluarga, khususnya calon ibu.
Selain merupakan anugerah, kehamilan juga merupakan hal yang mencemaskan. Dalam setiap keluarga,
kehamilan diharapkan sebagai sumber pengharapan terbesar dari keluarga pada calon anak yang akan
dilahirkan. Walau demikian, ada kalanya harapan ini tidak terwujud ketika bayi mengalami kematian sebelum
sempat dilahirkan.
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian janin yang berkaitan dengan ekspulsi
komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat diperkirakan di dalam masa
kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang tidak diinduksi (Cousens, 2011).
Di berbagai negara berkembang di dunia, angka kematian janin semakin bertambah seiring dengan
tingkat kesejahteraan rakyat dan kualitas pelayanan kesehatan di negara tersebut. Pelaporan angka insidensi
kematian janin juga masih terbatas dan belum terdokumentasi dengan baik. Padahal laporan tersebut dapat
menjadi acuan ataurujukan yang berguna dalam memperbaiki kinerja tenaga kesehatan maternal yang ada
(MacDorman, 2009).
Angka insidensi kematian janin di dunia diperkirakan mencapai rentang 2,14 3,82 juta jiwa
(Cousens, 2011).
Angka ini bervariasi tergantung pada kualitas perawatan medis yang tersedia di negara bersangkutan
dan definisi yang digunakan untuk mengelompokkan kematian janin. Angka insidensi ini pun belum
termasuk yang terdapat di negara-negara berkembang, dimana resiko kematian maternal dan janinnya lebih
tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang kaya maupun sudah maju. Hal ini dipersulit dengan
kurangnya data pelaporan dan survei penelitian yang memadai tentang kuantitas, kualitas dan karakteristik
angka insidensi IUFD di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia.
BAB II
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Pekerjaan
Alamat
Masuk RS tanggal
Diagnosis masuk
:
:
:
:
:
:
Ny. Marjilah
32 tahun
Ibu Rumah Tangga
Sologedo, Argudadi, Sedayu, Bantul
2 Desember 2015, pukul : 01.10
Preeklampsia, primigravida, hamil preterm
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien:
Tanggal
Keluhan utama
Keluhan tambahan
: 2 Desember 2015
: Perdarahan (+) Hipertensi (+) Gerajakan janin (-)
: Pusing (-) , Mual (-), Nyeri Ulu hati (-), Pandangan kabur (-)
Hipertensi (-)
Asma bronchial (-)
Diabetes melitus (-)
Penyakit jantung (-)
Alergi obat (-)
Alergi makanan (-)
Hipertensi disangkal
TBC disangkal
PMS disangkal
Asma bronchial disangkal
Diabetes Mellitus disangkal
Penyakit jantung disangkal
Gangguan jiwa dsisangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
: Baik, compos mentis
2. Kesadaran
: E4 V5 M6
3. Tanda vital
Nadi: 92 kali/menit
Pernafasan: 20 kali/menit, regular
Tekanan darah: 170/100 mmHg
SpO2 = 99%
4. Kepala: normochepale
Mata: pupil isokor, konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: simetris, sekret (-/-)
Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda candidiasis
(-), sariawan (-), gusi berdarah (-)
Telinga: simetris, serumen (-/-), gendang telinga intak
5. Leher: pembesaran limfonodi (-), peningkatan JVP (-),
6. Thorax
a. Jantung
- Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi: iktus cordis teraba pada sela iga ke-4 linea midclavicula kiri
- Perkusi: (tidak dilakukan)
- Auskultasi: bunyi jantung S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
b. Paru-paru:
- Inspeksi: simetris saat inspirasi dan ekspirasiPalpasi: fremitus normal.
- Perkusi: sonor (+/+)
- Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
7. Abdomen:
- TFU = 22 cm
- Teraba janin tunggal
Laboratorium
Hasil
Nilai Rujukan
12.2 g/dl
20.90 10 3/ul
201 10 3/ul
36.1 vol%
A
12.00-16.00
4.00-11.00
15.2 detik
36.0 detik
14.0 detik
31.6 detik
12.0-16.0
28.0-38.0
11.0-16.0
28.0-36.5
16 U/L
8 U/I
5.41 g/dl
2.25 g/dl
3.16 g/dl
<31
<31
6.20-8.40
3.50-5.50
2.80-3.20
26 mg/dl
0.99 mg/dl
17-43
0.60-1.10
94
80 200
141.1 mmol/l
3.51 mmol/l
112.4 mmol/l
137.0-145.0
3.50-5.10
98.0-107.0
Negatif
+3
150-450
E. ULTRASON
36.0-46.0
OGRAFI
Negatif
Negatif
HASIL:
Janin tunggal,
preskep, DJJ
(-), plasenta di
SBR
Belakang,
kesan tidak
menutupi
OUI.
Kesimpulan :
IUFD,
plasenta letak
rendah di
belakang.
F. DIAGNOSA KLINIS
IUFD, Preeklampsia Berat, PPROM, Sekundigravida, umur kehamilan 29+1
minggu, Plasenta Letak Rendah Posterior.
G. TERAPI
Infus RL 20 tpm
Injeksi MgSO4 20% 4 gram loading dose lanjut 1 gr/jam
Nifedipin 10mg 3x1 tab
Metildopa 2 x 0,5 gr
Induksi misoprostol 50 ug peroral setiap 4 jam.
H. FOLLOW UP
Tanggal
04/12/201
5
(01.45)
Keterangan
S : Pasien G2P1A0 umur kehamilan 29 minggu 1 hari datang dengan keluhan
perdarahan dan tensi tinggi. Air Ketuban (-) , Lendir Darah (-) , gerakan janin
mulai tidak dirasakan sejak malam ini.
Riwayat ANC 9x : Trimester I (1x), Trimester II (6x), Trimester III (2x)
Riwayat Penyakit (-)
Riwayat Alergi (-)
Riwayat Obstetri : I/ 04-05-2004/ 9 bulan/ 2500 gr/ normal/ bidan
II/ hamil ini.
O: Keadan umum: baik
T: 36,60C
R: 20 kali/menit
N : 92x/menit
TD: 160/100 mmHg
Proteinurin : +3
A: IUFD, PPROM, Sekundigravida UK 29+1 minggu, dengan plasenta letak
rendah posterior.
P: Nifedipin 10mg
Injeksi MgSO4 20% 4gr loading dose lanjut 1 gr/jam
04/12/201
5
(13.35)
04/12/201
5
15.45
Rendah Posterior
Terapi : Induksi Misoprostol 50 mcg/ oral/ 4 jam
S: Pasien tampak ingin mengejan
O: Vulva dan anus terbuka
HIS : 4x dalam 10 menit, 35 detik
DJJ : 140x/menit
Pemeriksaan dalam : pembukaan lengkap, preskep, kepala sudah masuk
hogde 3, STLD (+)
A: kala II
P : pimpin persalinan
Bayi lahir perempuan, 750gr, PB: 33cm, maserasi derajat 3,
labiopalatoshcizis.
15.50
Injeksi oksitosin 10 IU
Plasenta lahir tidak lengkap, eksplorasi tidak bisa.
A: Retensi sisa plasenta, IUFD, PEB, preterm.
P: observasi perdarahan dan vital sign
Nifedipin 3 x 10mg
Methyldopa 3 x 250mg
Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
SF 1 x 1 tab
Metronidazole 3 x 500mg
5/12/2015
05/12/201
5
SF 1 x 1 tab
Diagnosis : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, post
partum spontan preterm P2A0
Terapi : Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
SF 1 x 1 tab
06/12/201
5
A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:
Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
07/12/201
5
SF 1 x 1 tab
S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
O : KU Baik, TD : 150/100, R: 20x/menit, N: 84x/menit, S: 37 C
Proteinurin : +2
A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:
Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
SF 1 x 1 tab
08/12/201
5
Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
09/12/201
5
SF 1 x 1 tab
S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
O : KU Baik, TD : 140/100, R: 20x/menit, N: 88x/menit, S: 36 C
Proteinurin : +2
A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:
Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
10/12/201
5
SF 1 x 1 tab
S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
O : KU Baik, TD : 140/100, R: 18x/menit, N: 84x/menit, S: 36,7 C
A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:
Amoxicillin 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
SF 1 x 1 tab
11/12/2015 S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
O : KU Baik, TD : 130/100, R: 22x/menit, N: 80x/menit, S: 36,5 C
Proteinurin : +1
A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:
Amoxicillin 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
SF 1 x 1 tab
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika masing-masing
berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia kehamilan 20 minggu atau lebih
(Achadiat, 2004).
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum
dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian
dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak
menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau
kontraksi otot (Monintja, 2005)
Sedangkan menurut WHO, kematian janin adalah kematian janin pada waktu lahir
dengan berat badan <1000 gram.
Menurut Wiknjosastro (2005) dalam buku Ilmu Kebidanan, kematian janin dapat
dibagi dalam 4 golongan yaitu :
3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late foetal death)
4. Golongan IV: Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.
B. ETIOLOGI
Mochtar (2004), lebih dari 50% kasus, etiologi kematian janin dalam
kandungan tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti.
Beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan,
antara lain.
1. Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.
7. Malnutrisi
C. PATOFISIOLOGI
Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IUFD) karena beberapa faktor
antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan. Hal tersebut menjadi
berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan
janin. Sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat mengakibatkan kematian.
Begitu pula dengan anemia, karena anemia adalah kejadian kekurangan FE maka jika
ibu kekurangan Fe dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ organ maupu
aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuh janin ( IUGR)
D. PATOLOGI
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi.
Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena
absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur.
Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu
dengan yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga mengandung
pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam waktu 24 jam dari
kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada IUFD dapat terjadi
perubahan-perubahan sebagai berikut:
a. Rigor mortis (tegang mati):
Berlangsung 2 jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b. Stadium maserasi I:
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.
c. Stadium maserasi II:
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.Terjadi
setelah 48 jam janin mati.
d. Stadium maserasi III:
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan
hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.
E. DIAGNOSIS
Anamnesis
o Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin
sangat berkurang.
o Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau
kehamilan tidak seperti biasa.
o Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan merasa sakitsakit seperti mau melahirkan.
Inspeksi
o Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama
pada ibu yang kurus
Palpasi
o Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba
gerakan-gerakan janin.
o Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang
kepala janin.
Auskultasi
o Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar
denyut jantung janin (DJJ).
Reaksi kehamilan
o Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam
kandungan.
dari
organ-organ
tubuh
terutama
organ
kemunduran
organ
reproduksi
secara
umum
(Wiknjosastro, 2005).
2. Paritas
Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas
yang aman terhadap ancaman mortalitas dan morbiditas baik
pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan
lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi
dalam kehamilan seperti hipertensi, plasenta previa, dan lainlain yang akan dapat mengakibatkan kematian janin (Saifuddin,
2002).
3. Pemeriksaan Antenatal
Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang
mengancam jiwa, oleh karena itu, setiap wanita hamil
memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode
antenatal.
o Satu kali kunjungan selama trimester pertama
(umur kehamilan 1-3 bulan)
o Satu kali kunjungan selama trimester kedua
(umur kehamilan 4-6 bulan).
o Dua kali kunjungan selama trimester ketiga
(umur kehamilan 7-9 bulan).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin
pada seorang wanita hamil penting sekali sehingga kelainankelainan yang mungkin terdapat pada ibu hamil dapat diobati
dan ditangani dengan segera.
Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama
kehamilan dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam
kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi
fundus uteri dan terdengar atau tidaknya denyut jantung janin
(Saifuddin, 2002).
4. Penyulit
a. Anemia
11 gr%
- Anemia ringan
9-10 gr%
- Anemia sedang
7-8 gr%
- Anemia berat
<7 gr%
yang
letaknya
normal
terlepas
dari
mengakibatkan
kematian
janin
in
utero
pecah
dini
(Llewellyn, 2001).
g. Ketuban Pecah Dini
Ketuban
Pecah
DiniKetuban
persalinan.
Kejadian
ketuban
pecah
dini
mendekati
10%
semua
persalinan.
Pada
umur
pecah
dini
menyebabkan
hubungan
dibiarkan
tanpa
pertolongan,
akan
retraksi
patologik
sehingga
dapat
b. Faktor Janin
i. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya
kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan
kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat
lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya.
Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat
berbentuk suatu deformitas atau bentuk malformitas. Suatu
kelainan kongenital yang berbentuk deformitas secara anatomik
mungkin susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak
normal. Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor
penyebab mekanik atau pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan
bentuk kelainan kongenital malformitas, susunan anatomik maupun
bentuknya akan berubah.
darahnya
dan
menyebabkan
septikemia.
Infeksi
Mekanisme kerja kateter Foley adalah untuk membantu mematangkan serviks. Secara
teknis, kateter Foley ukuran no.18 dimasukkan hingga ke Ostium Uteri Internum, mengembangkan
balon kateter dengan aquadest 30 mL, dan mempertahankan selama 8 12 jam. Dari sini, akan
terjadi pemisahan antara selaput ketuban dengan Segmen Bawah Rahim. Hal ini akan menimbulkan
pelepasan lisosom oleh desidua basalis dan pelepasan enzim lithik fosfolipase yang akan membentuk
asam arakhidonat. Asam arakhidonat ini akan meningkatkan pembentukan prostaglandin, sehingga
serviks menjadi matang (Suparman, 2003 ; Nicholson, 2009).
Efek samping dari kateter Foley ini adalah demam intrapartum atau post partum, perdarahan
per vaginam pasca pemasangan kateter, KPD, prolapsus tali pusat, dan lain-lain (Nicholson, 2009).
Persalinan dengan sectio cesarea merupakan alternatif terakhir. Jika persalinan spontan
tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks
dengan misoprostol: Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam
(Gomes, 2003).
Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50mcg setiap 6
jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis. Jika ada tanda
infeksi, berikan antibiotika. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan
mudah pecah, waspada koagulopati (Dickinson, 2003).
Pemeriksaan patologi plasenta dapat dilakukan untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi (Gomes, 2003).
Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah diagnosis,
pasien belum ada tanda untuk partus, maka pasien harus dirawat agar dapat dilakukan induksi
persalinan. Induksi persalinan dapat dimulai dengan pemberian esterogen untuk mengurangi efek
progesteron atau langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amniotomi
(Gomes,2003).
Protokol untuk Pemeriksaan Bayi Lahir Mati
GAMBARAN UMUM
TALI PUSAT
Malformasi
Prolaps
Noda Kulit
Lilitan Leher
Derajat Maserasi
SELAPUT KETUBAN
Panjang
Ternoda
Cairan Amnion
Menebal
Penanganan terhadap hasil konsepsi adalah penting untuk menyarankan kepada pasien dan
keluarganya bahwa bukan suatu kegawatan dari bayi yang sudah meninggal :
1. Jika uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan maka pengosongan uterus dilakukan dengan
suction curetase.
2. Jika ukuran uterus antara 12-28 minggu, dapat digunakan prostaglandin E2 vaginal supositoria
dimulai dengan dosis 10 mgc.
3. Jika kehamilan > 28 minggu dapat dilakukan induksi dengan oksitosin. Selama periode menunggu
diusahakan agar menjaga mental/psikis pasien yang sedang berduka karena kematian janin dalam
kandungannya.
I. PENCEGAHAN
Beberapa pencegahan yang dianjurkan dari beberapa pustaka yang adaa ntara lain sebagai
berikut (Silver, 2007) :
Memberikan nasehat pada waktu ANC mengenai nutrisi dan keseimbangan diet makanan
Hindari merokok, tidak meminum minuman beralkohol, jamu, obat-obatan dan hati-hati
terhadap infeksi yang berbahaya,
J. KERANGKA TEORI
INTRA UTERINA FETAL
DEATH
(IUFD)
FAKTOR
JANIN
FAKTOR IBU
FAKTOR
PLASENTA
FAKTOR
RESIKO
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien merupakan G2P1A0 yang datang karena perdarahan dan
hipertensi. Hipertensi pertama kali di alami pasien pada saat umur kehamilan 21 minggu, dan
pasien di rawat di Rumah Sakit Panembahan Senopati pada 1 Oktober 2015 hingga 5 Oktober
2015. Sehingga pasien di diagnosis sebagai Preeklampsia Berat.
Preeklampsia Berat merupakan faktor resiko terjadinya kematian janin dalam
kandungan. Karena, pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah
akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan
dapat dicukupi. Aliran darah yang menurun ke plasenta akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin (Mochtar, 2004).
Pada pemeriksaan laboratorium, kita temukan leukositosis. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Benard J dkk., pada penelitian mereka didapatkan
peningkatan jumlah leukosit pada pre eklamsia ringan dan adanya peningkatan jumlah
leukosit yang signifikan pada preeklampsia berat di bandingkan kehamilan normal. Analisis
lebih lanjut menyebutkan terjadi peningkatan netrofil pada total keseluruhan dari peningkatan
leukosit pada pre eklamsia. Terjadinya leukositosis disebabkan karena adanya respon
inflamasi pada pre eklamsia berat. Apoptosis neutrophil yang terlambat menyebabkan
terjadinya respon inflamasi diketahui mempunyai peran penting menyebabkan leukositosis
pada preeklamsia berat. (Benard et al., 2009)
Pada hasil laboratorium juga ditemukan adanya proteinuria dan hipoalbuminemia. Hal
ini disebabkan karena pada preeklamsia dan eklamsia, penurunan laju filtrasi glomerulus
pada ginjal terjadi akibat spasme arteri renalis yang menyebabkan penyerapan terhadap
protein berkurang sehingga terjadi proteinuria, selanjutnya terjadi penurunan albumin serum
(hipoalbuminemia) sehingga tekanan hipovolemik intravascular akan berkurang.
Pada hasil USG di dapatkan gambaran plasenta letak rendah posterior. Dikutip dari
Prof. Sulaiman Sastrowinata. Obstetri Fisiologi. 1983. Bandung. Berdasarkan pendapat beliau
plasenta letak rendah (Low Lying Placenta) adalah tepi plasenta berada 3 4 cm diatas
pinggir pembukaan. Pada pemeriksaan dalam tidak teraba. Dan plasenta yang implantasinya
rendah tapi tidak sampai ke ostium uteri internum.
Pada terapi, dilakukan pemberian cairan kristaloid Ringer Laktat. Cairan kristaloid
merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang dapat
menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume pemberian lebih besar, onset
lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih sedikit dan harga lebih murah. Keunggulan
terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang
sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama
dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di
plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk
konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan
cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Pemberian obat antikejang pada preeklampsia bertujuan untuk mencegah terjadinya
kejang (eklampsia). Obat yang digunakan sebagai antikejang antara lain diazepam, fenitoin,
MgSO4. Berdasarkan buku Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten Tahun 2007, antikejang yang digunakan adalah MgSO4 yaitu dengan pemberian dosis
awal 8 gram IM (4 gram bokong kanan dan 4 gram bokong kiri) dengan dosis lanjutan setiap
6 jam diberikan 4 gram (Anonim, 2007).
Saat ini magnesium sulfat tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia. Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko
kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek Flusher (rasa panas).
Syarat pemberian MgSO4 yaitu reflek patella normal, frekuensi pernapasan >16 kali per
menit, harus tersedia antidotum yaitu Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan
intravena 3 menit. Pemberian MgSO4 harus dihentikan jika terjadi intoksikasi maka
diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc) dan setelah 24 jam pasca
persalinan (Anonim, 2007). Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka bisa
diberikan tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin (Prawirohardjo,
2008).
Untuk mengobati hipertensi, diberikan methyldopa sebagai obat anestesi yang bekerja
sentral dan dipertimbangkan sebagai agen utama untuk penanganan hipertensi dalam
kehamilan. Dosis yang digunakan yaitu 250 mg, sebanyak 2 atau 3 kali, dan dapat
ditingkatkan sampai 2 kali, dosis tidak boleh lebih dari 3 gram/hari. Dan Nifedipin sebagai
penyekat saluran kalsium (Ca antagonis) biasanya digunakan untuk keperluan tokolisis dan
penanganan hipertensi. Nifedipin bekerja dalam waktu 30-60 menit apabila diberikan per oral
dalam bentuk tablet atau kapsul. Pada umumnya dosis yang digunakan yaitu 10 mg oral
dalam 30 menit x 2 dosis: kemudian 10-20 mg peroral per 4-6 jam.
Pada pasien ini dilakukan induksi misoprostol yang bertujuan untuk mengeluarkan
konsepsi karena terjadi kematian janin dalam kandungan. misoprostol adalah obat yang
digunakan untuk pencegahan ulkus gaster akibat obat antiinflamasi non steroid, Secara far
makologis misoprostol adalah prostaglandin E1 sintetis analog (PGE1 analog). Misoprostol
tersedia hampir di semua Negara dalam sediaan tablet 100 atau 200 g.
Sebagai obat pematangan serviks dan induksi, dosis misoprostol yang digunakan
adalah dimulai dari dosis rendah sebesar 25 g setiap empat sampai enam jam, dimana dosis
lebih tinggi dihubungkan dengan hiperstimulasi. Pada kasus ini, yang wajib kita observasi
hanyalah kontraksi uterus, dan serviks juga dinilai bishop skornya secara regular. Jika
terdapat kontraksi uterus yang berlebihan, obat tokolitik dapat digunakan. Obat tokolitik yang
dapat digunakan antara lain nitrogliserin 50200 g intravena atau penggunaan dosis terukur
400 800 g sprey sublingual. Pada kasus ini, kehamilan sudah berumur 29 minggu, yaitu
sudah masuk trimester ke-3, sehingga dosis yang digunakan yaitu 25-50 g yang diberikal
secara peroral dan di ulang setiap 4 jam dengan maksimal pemberian sebanyak 6 kali.
Setelah bayi lahir, di dapatkan derajat maserasi 3, yaitu terjadi kira-kira 3 minggu
setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar
dan terdapat oedem dibawah kulit. Dan di dapatkan labiopalatoshcizis yang bisa di sebabkan
karena preeklamsia berat karena preeklamsia dapat menyebabkan kelahiran premature,
kelahiran bayi cacat atau perkembangan janin tidak sempurna.
Setelah persalinan pada kasus ini pasien mengalami retensio sisa plasenta. Retensio
sisa plasenta dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus dan sebab
villi korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum (plasenta
akreta-perkreta), atau plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III.
(Muchtar, 2002). Sehingga pada pasien ini, dilakukan kuretase untuk penanganan retensio
sisa plasenta.
Pada pasien ini dilakukan terapi manajemen pada hipertensi hingga tekanan darah
pasien mencapai batas normal, dan proteinuria minimal +1. Terapi yang dilakukan yaitu
BAB V
KESIMPULAN
Pasien datang dengan perdarahan, hipertensi, dan merasa gerakan janin sudah tidak
ada.
Pasien didiagnosa mengalami pre eklamsia berat dengan tekanan darah 160/100 dan
proteinurin +3.
Kuretase dilakukan atas indikasi retensio sisa plasenta sehari setelah bayi lahir
tepatnya pada tanggal 05/12/2015
DAFTAR PUSTAKA
1. Moctar,rustam. Sinopsis Obstetri ,EGC, Jakarta, 1998
2. Prawirobihardjo,sarwono,1999, Ilmu Kebidanan, edisi kedua,yayasan bina pustaka,
Jakarta
3. Taber Ben-Zion, Kedaruratan Obstetric dan Ginekologi, EGC,Jakarta,1994
4. http://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=938
5. http://obstetriginekologi.com/penyakit-penyakit-yang-dapat-mempengaruhikehamilan
6. http://obstetriginekologi.com/perkembangan-janin-dalam-kandungan
7. http://www.anak-ibu.com/panduan/tanda-tanda-dan-dampak-kematian-janin-dikandungan
8. http://www.google.co.id/imgres?
imgurl=http://www.pathguy.com/lectures/hydrops.jpg&imgrefurl=http://dokterrosfant
y.blogspot.com/2009/07/kematian-janin-dalam-kandungan-iufd.html
9. http://www.medical-journal.co.cc/2010/02/kematian-janin-dalam-kandungan.html