Anda di halaman 1dari 41

PRESENTASI KASUS

INTRA UTERINA FETAL DEATH


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Obstetri dan Gynecology RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:
Nadia Alaydrus
20110310085

Diajukan kepada:
dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul
2015

HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
INTRA UTERINA FETAL DEATH

Disusun oleh:
Nadia Alaydrus
20110310085

Disetujui dan disahkan pada tanggal:

Januari 2016

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG

BAB I

PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan keluarga, khususnya calon ibu.
Selain merupakan anugerah, kehamilan juga merupakan hal yang mencemaskan. Dalam setiap keluarga,
kehamilan diharapkan sebagai sumber pengharapan terbesar dari keluarga pada calon anak yang akan
dilahirkan. Walau demikian, ada kalanya harapan ini tidak terwujud ketika bayi mengalami kematian sebelum
sempat dilahirkan.
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian janin yang berkaitan dengan ekspulsi
komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat diperkirakan di dalam masa
kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang tidak diinduksi (Cousens, 2011).
Di berbagai negara berkembang di dunia, angka kematian janin semakin bertambah seiring dengan
tingkat kesejahteraan rakyat dan kualitas pelayanan kesehatan di negara tersebut. Pelaporan angka insidensi
kematian janin juga masih terbatas dan belum terdokumentasi dengan baik. Padahal laporan tersebut dapat
menjadi acuan ataurujukan yang berguna dalam memperbaiki kinerja tenaga kesehatan maternal yang ada
(MacDorman, 2009).
Angka insidensi kematian janin di dunia diperkirakan mencapai rentang 2,14 3,82 juta jiwa
(Cousens, 2011).
Angka ini bervariasi tergantung pada kualitas perawatan medis yang tersedia di negara bersangkutan
dan definisi yang digunakan untuk mengelompokkan kematian janin. Angka insidensi ini pun belum
termasuk yang terdapat di negara-negara berkembang, dimana resiko kematian maternal dan janinnya lebih
tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang kaya maupun sudah maju. Hal ini dipersulit dengan
kurangnya data pelaporan dan survei penelitian yang memadai tentang kuantitas, kualitas dan karakteristik
angka insidensi IUFD di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia.

BAB II

PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN

Nama
Umur
Pekerjaan
Alamat
Masuk RS tanggal
Diagnosis masuk

:
:
:
:
:
:

Ny. Marjilah
32 tahun
Ibu Rumah Tangga
Sologedo, Argudadi, Sedayu, Bantul
2 Desember 2015, pukul : 01.10
Preeklampsia, primigravida, hamil preterm

B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien:

Tanggal
Keluhan utama
Keluhan tambahan

: 2 Desember 2015
: Perdarahan (+) Hipertensi (+) Gerajakan janin (-)
: Pusing (-) , Mual (-), Nyeri Ulu hati (-), Pandangan kabur (-)

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien G2P1A0 dengan umur kehamilan 29 minggu 1 hari datang dengan keluhan
perdarahan dan tensi tinggi. Pasien merasa sejak malam ini gerakan janin sudah tidak
dirasakan lagi. Air ketuban (-) Lendir Darah (-)
Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-)
Asma bronchial (-)
Diabetes melitus (-)
Penyakit jantung (-)
Alergi obat (-)
Alergi makanan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi disangkal
TBC disangkal

PMS disangkal
Asma bronchial disangkal
Diabetes Mellitus disangkal
Penyakit jantung disangkal
Gangguan jiwa dsisangkal

Riwayat Personal Sosial

Pendidikan terakhir pasien adalah SMP


Kegiatan pasien sehari-hari adalah sebagai ibu rumah tangga
Pasien tidak merokok, tidak minum minuman keras, tidak minum jamu, atau
menggunakan obat-obatan tertentu

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
: Baik, compos mentis
2. Kesadaran
: E4 V5 M6
3. Tanda vital
Nadi: 92 kali/menit
Pernafasan: 20 kali/menit, regular
Tekanan darah: 170/100 mmHg
SpO2 = 99%
4. Kepala: normochepale
Mata: pupil isokor, konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: simetris, sekret (-/-)
Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda candidiasis
(-), sariawan (-), gusi berdarah (-)
Telinga: simetris, serumen (-/-), gendang telinga intak
5. Leher: pembesaran limfonodi (-), peningkatan JVP (-),
6. Thorax
a. Jantung
- Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi: iktus cordis teraba pada sela iga ke-4 linea midclavicula kiri
- Perkusi: (tidak dilakukan)
- Auskultasi: bunyi jantung S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
b. Paru-paru:
- Inspeksi: simetris saat inspirasi dan ekspirasiPalpasi: fremitus normal.
- Perkusi: sonor (+/+)
- Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
7. Abdomen:
- TFU = 22 cm
- Teraba janin tunggal

DJJ = tidak ada


Presentasi Kepala
HIS (-)
8. Genitalis:
V/U tenang, dinding vagina licin, portio tebal, pembukaan (-) , air ketuban (-),
STLD (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

11 September 2015. 22:14:03


Parameter
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
GOLONGAN DARAH
HEMOSTATIS
PPT
APTT
Control PPT
Control APTT
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
Protein total
Albumin
Globulin
FUNGSI GINJAL
Ureum
Creatinin
DIABETES
GDS
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida
SERO-IMUNILOGI
HEPATITIS
HBs-Ag
URINALISA
Protein

Hasil

Nilai Rujukan

12.2 g/dl

20.90 10 3/ul

201 10 3/ul
36.1 vol%
A

12.00-16.00
4.00-11.00

15.2 detik
36.0 detik
14.0 detik
31.6 detik

12.0-16.0
28.0-38.0
11.0-16.0
28.0-36.5

16 U/L
8 U/I
5.41 g/dl
2.25 g/dl
3.16 g/dl

<31
<31
6.20-8.40
3.50-5.50
2.80-3.20

26 mg/dl
0.99 mg/dl

17-43
0.60-1.10

94

80 200

141.1 mmol/l
3.51 mmol/l
112.4 mmol/l

137.0-145.0
3.50-5.10
98.0-107.0

Negatif
+3

150-450

E. ULTRASON

36.0-46.0

OGRAFI

Negatif
Negatif

HASIL:

Janin tunggal,
preskep, DJJ
(-), plasenta di
SBR
Belakang,
kesan tidak
menutupi
OUI.

TBJ: 846 gr.

Kesimpulan :
IUFD,
plasenta letak
rendah di
belakang.

F. DIAGNOSA KLINIS
IUFD, Preeklampsia Berat, PPROM, Sekundigravida, umur kehamilan 29+1
minggu, Plasenta Letak Rendah Posterior.
G. TERAPI

Infus RL 20 tpm
Injeksi MgSO4 20% 4 gram loading dose lanjut 1 gr/jam
Nifedipin 10mg 3x1 tab
Metildopa 2 x 0,5 gr
Induksi misoprostol 50 ug peroral setiap 4 jam.

H. FOLLOW UP
Tanggal
04/12/201
5
(01.45)

Keterangan
S : Pasien G2P1A0 umur kehamilan 29 minggu 1 hari datang dengan keluhan
perdarahan dan tensi tinggi. Air Ketuban (-) , Lendir Darah (-) , gerakan janin
mulai tidak dirasakan sejak malam ini.
Riwayat ANC 9x : Trimester I (1x), Trimester II (6x), Trimester III (2x)
Riwayat Penyakit (-)
Riwayat Alergi (-)
Riwayat Obstetri : I/ 04-05-2004/ 9 bulan/ 2500 gr/ normal/ bidan
II/ hamil ini.
O: Keadan umum: baik
T: 36,60C
R: 20 kali/menit
N : 92x/menit
TD: 160/100 mmHg
Proteinurin : +3
A: IUFD, PPROM, Sekundigravida UK 29+1 minggu, dengan plasenta letak

rendah posterior.
P: Nifedipin 10mg
Injeksi MgSO4 20% 4gr loading dose lanjut 1 gr/jam
04/12/201

Usul USG Staff


USG : IUFD, TBJ : 800gr
Diagnosis : IUFD, PEB, PPROM, G2P1A0 hamil 29 minggu Plasenta Letak

5
(13.35)
04/12/201
5
15.45

Rendah Posterior
Terapi : Induksi Misoprostol 50 mcg/ oral/ 4 jam
S: Pasien tampak ingin mengejan
O: Vulva dan anus terbuka
HIS : 4x dalam 10 menit, 35 detik
DJJ : 140x/menit
Pemeriksaan dalam : pembukaan lengkap, preskep, kepala sudah masuk
hogde 3, STLD (+)
A: kala II
P : pimpin persalinan
Bayi lahir perempuan, 750gr, PB: 33cm, maserasi derajat 3,
labiopalatoshcizis.

15.50

Injeksi oksitosin 10 IU
Plasenta lahir tidak lengkap, eksplorasi tidak bisa.
A: Retensi sisa plasenta, IUFD, PEB, preterm.
P: observasi perdarahan dan vital sign
Nifedipin 3 x 10mg
Methyldopa 3 x 250mg
Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
SF 1 x 1 tab

Metronidazole 3 x 500mg
5/12/2015

Injeksi oksitosin 10 IU/500ml RL, 20 tpm


S: Pasien mengatakan flek-flek masih ada
O: Keadan umum: sedang
T: 36 0C
R: 24 kali/menit
N: 80 kali/menit
TD: 150/100 mmHg
Proteinurin : +3
A: Post Partum Pervaginam atas indikasi IUFD dengan Retensi sisa Plasenta
P: Amoxicillin 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg

05/12/201
5

SF 1 x 1 tab
Diagnosis : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, post
partum spontan preterm P2A0
Terapi : Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
SF 1 x 1 tab

06/12/201
5

S : Pasien mengatakan nyeri perut


O : KU Baik, TD : 160/100, R: 24x/menit, N: 88x/menit, S: 36,5 C
Proteinurin : +2

A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:

Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg

07/12/201
5

SF 1 x 1 tab
S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
O : KU Baik, TD : 150/100, R: 20x/menit, N: 84x/menit, S: 37 C
Proteinurin : +2
A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:

Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
SF 1 x 1 tab

08/12/201
5

S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan, darah keluar sedikit


O : KU Baik, TD : 140/90, R: 20x/menit, N: 72x/menit, S: 35,8 C
Proteinurin: +2
A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:

Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg

Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
09/12/201
5

SF 1 x 1 tab
S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
O : KU Baik, TD : 140/100, R: 20x/menit, N: 88x/menit, S: 36 C
Proteinurin : +2
A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:

Amoxicillin 3 x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg

10/12/201
5

SF 1 x 1 tab
S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
O : KU Baik, TD : 140/100, R: 18x/menit, N: 84x/menit, S: 36,7 C
A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:

Amoxicillin 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg

SF 1 x 1 tab
11/12/2015 S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
O : KU Baik, TD : 130/100, R: 22x/menit, N: 80x/menit, S: 36,5 C
Proteinurin : +1

A : Post kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta, PEB, IUFD, Post partum
spontan preterm P2A0
P:

Amoxicillin 3 x 500mg
Metronidazole 3 x 500mg
Methyldopa 3 x 250mg
Nifedipin 3 x 10mg
SF 1 x 1 tab

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika masing-masing
berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia kehamilan 20 minggu atau lebih
(Achadiat, 2004).
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum
dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian
dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak
menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau
kontraksi otot (Monintja, 2005)
Sedangkan menurut WHO, kematian janin adalah kematian janin pada waktu lahir
dengan berat badan <1000 gram.
Menurut Wiknjosastro (2005) dalam buku Ilmu Kebidanan, kematian janin dapat
dibagi dalam 4 golongan yaitu :

1. Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.


2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu

3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late foetal death)

4. Golongan IV: Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.

B. ETIOLOGI
Mochtar (2004), lebih dari 50% kasus, etiologi kematian janin dalam
kandungan tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti.
Beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan,
antara lain.
1. Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.

2. Preeklampsi dan eklampsia

3. Penyakit-penyakit kelainan darah.

4. Penyakit infeksi dan penyakit menular

5. Penyakit saluran kencing

6. Penyakit endokrin: diabetes mellitus

7. Malnutrisi

C. PATOFISIOLOGI
Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IUFD) karena beberapa faktor
antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan. Hal tersebut menjadi
berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan
janin. Sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat mengakibatkan kematian.
Begitu pula dengan anemia, karena anemia adalah kejadian kekurangan FE maka jika
ibu kekurangan Fe dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ organ maupu
aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuh janin ( IUGR)

D. PATOLOGI
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi.
Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena
absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur.
Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu
dengan yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga mengandung
pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam waktu 24 jam dari
kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada IUFD dapat terjadi
perubahan-perubahan sebagai berikut:
a. Rigor mortis (tegang mati):
Berlangsung 2 jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b. Stadium maserasi I:
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.
c. Stadium maserasi II:
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.Terjadi
setelah 48 jam janin mati.
d. Stadium maserasi III:
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan
hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

E. DIAGNOSIS

Anamnesis
o Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin
sangat berkurang.
o Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau
kehamilan tidak seperti biasa.
o Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan merasa sakitsakit seperti mau melahirkan.

Inspeksi
o Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama
pada ibu yang kurus

Palpasi
o Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba
gerakan-gerakan janin.
o Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang
kepala janin.

Auskultasi
o Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar
denyut jantung janin (DJJ).

Reaksi kehamilan
o Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam
kandungan.

F. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kematian Janin dalam Kandungan


a. Faktor Ibu
1. Umur
Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan
perkembangan

dari

organ-organ

tubuh

terutama

organ

reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu.


Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan yang tidak secara
langsung dapat mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim.
Usia reproduksi yang baik untuk seorang ibu hamil adalah usia
20-30 tahun (Wiknjosastro, 2005).
Pada umur ibu yang masih muda organ-organ
reproduksi dan emosi belum cukup matang, hal ini disebabkan
adanya

kemunduran

organ

reproduksi

secara

umum

(Wiknjosastro, 2005).
2. Paritas
Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas
yang aman terhadap ancaman mortalitas dan morbiditas baik
pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan
lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi
dalam kehamilan seperti hipertensi, plasenta previa, dan lainlain yang akan dapat mengakibatkan kematian janin (Saifuddin,
2002).

3. Pemeriksaan Antenatal
Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang
mengancam jiwa, oleh karena itu, setiap wanita hamil
memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode
antenatal.
o Satu kali kunjungan selama trimester pertama
(umur kehamilan 1-3 bulan)
o Satu kali kunjungan selama trimester kedua
(umur kehamilan 4-6 bulan).
o Dua kali kunjungan selama trimester ketiga
(umur kehamilan 7-9 bulan).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin
pada seorang wanita hamil penting sekali sehingga kelainankelainan yang mungkin terdapat pada ibu hamil dapat diobati
dan ditangani dengan segera.
Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama
kehamilan dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam
kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi
fundus uteri dan terdengar atau tidaknya denyut jantung janin
(Saifuddin, 2002).
4. Penyulit
a. Anemia

Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah


membutuhkan zat besi dalam jumlah besar untuk
pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu
sebanyak berat zat besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari
seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya anemia dalam
kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi
dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Selama masih
mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan
turun dan bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini
terjadi pada bulan kelima sampai bulan keenam
kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat
besi. Bila terjadi anemia, pengaruhnya terhadap hasil
konsepsi salah satunya adalah kematian janin dalam
kandungan (Mochtar, 2004). Menurut Manuaba (2003),
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sahli, dapat digolongkan
sebagai berikut :
- Normal

11 gr%

- Anemia ringan

9-10 gr%

- Anemia sedang

7-8 gr%

- Anemia berat

<7 gr%

b. Preeklampsia dan Eklampsia

Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh


darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan
darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi
kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat
dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin (Mochtar,
2004).
c. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana
plasenta

yang

letaknya

normal

terlepas

dari

perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio plasenta


dapat terjadi akibat turunnya darah secara tiba-tiba oleh
spasme dari arteri yang menuju ke ruang intervirale
maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian
distalnya. Sebelum ini terjadi nekrotis, spasme hilang
darah kembali mengalir ke dalam intervilli, namun
pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh,
mudah pecah terjadinya hematoma yang lambat laun
melepaskan plasenta dari rahim sehingga aliran darah
ke janin melalui plasenta tidak ada dan terjadilah
kematian janin (Wiknjosastro, 2005).
d. Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit


keturunan dengan ciri-ciri kekurangan atau tidak
terbentuknya insulin, akibat kadar gula dalam darah
yang tinggi dan mempengaruhi metabolisme tubuh
secara menyeluruh dan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan janin. Umumnya wanita penderita
diabetes melahirkan bayi yang besar (makrosomia).
Makrosomia dapat terjadi karena glukosa dalam aliran
darahnya, pankreas yang menghasilkan lebih banyak
insulin untuk menanggulangi kadar gula yang tinggi.
Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi menjadi
besar. Bayi besar atau makrosomia menimbulkan
masalah sewaktu melahirkan dan kadang-kadang mati
sebelum lahir (Stridje, 2000).
e. Rhesus Iso- Imunisasi
Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah
rhesus positif, maka antigen rhesus akan membuat
penerima darah membentuk antibodi antirhesus. Jika
transfusi darah rhesus positif yang kedua diberikan,
maka antibodi mencari dan menempel pada sel darah
rhesus negatif dan memecahnya sehingga terjadi anemia
ini disebut rhesus iso-imunisasi. Hal ini dapat terjadi
begitu saja di awal kehamilan, tetapi perlahan-lahan
sesuai perkembangan kehamilan. Dalam aliran darah,
antibodi antihresus bertemu dengan sel darah merah

rhesus positif normal dan menyelimuti sehingga pecah


melepaskan zat bernama bilirubin, yang menumpuk
dalam darah, dan sebagian dikeluarkan ke kantong
ketuban bersama urine bayi. Jika banyak sel darah
merah yang hancur maka bayi menjadi anemia sampai
akhirnya mati (Llewelyn, 2005).
f. Infeksi dalam Kehamilan
Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh
seorang ibu terhadap infeksi, namun keparahan setiap
infeksi berhubungan dengan efeknya terhadap janin.
Infeksi mempunyai efek langsung dan tidak langsung
pada janin. Efek tidak langsung timbul karena
mengurangi oksigen darah ke plasenta. Efek langsung
tergantung pada kemampuan organisme penyebab
menembus plasenta dan menginfeksi janin, sehingga
dapat

mengakibatkan

kematian

janin

in

utero

pecah

dini

(Llewellyn, 2001).
g. Ketuban Pecah Dini
Ketuban

Pecah

DiniKetuban

merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dan


kematian janin dalam kandungan. Ketuban pecah dini
adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya
tanda

persalinan.

Kejadian

ketuban

pecah

dini

mendekati

10%

semua

persalinan.

Pada

umur

kehamilan kurang dari 34 mninggu, kejadiannya sekitar


4%.Ketuban

pecah

dini

menyebabkan

hubungan

langsung antara dunia luar dan ruangan dalam rahim,


sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu
fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi
pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga
mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode
laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim,
persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan
kejadian kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin
dalam rahim (Manuaba, 2003).
h. Letak Lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin
melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang
satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada
letak lintang dengan ukuran panggul normal dan cukup
bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila
persalinan

dibiarkan

tanpa

pertolongan,

akan

menyebabkan kematian janin. Bahu masuk ke dalam


panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu
dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat
turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul.
Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen bawah
uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua

bagian ini makin lama makin tinggi dan terjadi


lingkaran

retraksi

patologik

sehingga

dapat

mengakibatkan kematian janin (Wiknjosastro, 2005).

b. Faktor Janin
i. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya
kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan
kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat
lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya.
Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat
berbentuk suatu deformitas atau bentuk malformitas. Suatu
kelainan kongenital yang berbentuk deformitas secara anatomik
mungkin susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak
normal. Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor
penyebab mekanik atau pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan
bentuk kelainan kongenital malformitas, susunan anatomik maupun
bentuknya akan berubah.

Kelainan kongenital dapat dikenali melalui pemeriksaan


ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan darah janin (Kadri,
2005).
ii. Infeksi intranatal
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang
lain. Kuman dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion
setelah ketuban pecah. Ketuban pecah dini mempunyai peranan
penting dalam timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat
pula terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus
lama dan seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena
infeksi karena menginhalasi likuor yang septik, sehingga terjadi
pneumonia kongenital atau karena kuman-kuman yang memasuki
peredaran

darahnya

dan

menyebabkan

septikemia.

Infeksi

intranatal dapat juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan


kuman yang terdapat dalam vagina, misalnya blenorea dan oral
thrush (Monintja, 2006).
b. Kelainan Tali Pusat
Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam
cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan
dengan baik. Pada umumnya tali pusat mempunyai panjang sekitar 55 cm.
Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan lilitan pada leher,
sehingga mengganggu aliran darah ke janin dan menimbulkan asfiksia
sampai kematian janin dalam kandungan.

i. Kelainan insersi tali pusat


Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam
keadaan tertentu terjadi insersi tali pusat plasenta battledore dan
insersi velamentosa. Bahaya insersi velamentosa bila terjadi vasa
previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi kanalis servikalis,
sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari
janin ikut pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase previa
mencapai 60%-70% terutama bila pembukaan masih kecil karena
kesempatan seksio sesaria terbatas dengan waktu (Wiknjosastro,
2005).
ii. Simpul tali pusat
Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi
peluntiran pembuluh darah umblikalis, karena selei Whartonnya
sangat tipis. Peluntiran pembuluh darah tersebut menghentikan
aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian janin dalam rahim.
Gerakan janin yang begitu aktif dapat menimbulkan simpul sejati
sering juga dijumpai (Manuaba, 2002).
iii. Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang
panjang besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan
tali pusat pada leher sangat berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan
beberapa kali. Tali pusat yang panjang berbahaya karena dapat
menyebabkan tali pusat menumbung, atau tali pusat terkemuka.

Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar


panggul, makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran
darah menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan
kematian janin dalam kandungan (Wiknjosastro, 2005).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Ultrasonografi
Tidak ditemukan DJJ (Denyut Jantung Janin) maupun gerakan janin,
seringkali tulang-tulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang tengkorak
sering dijumpai overlapping cairan ketuban berkurang.
b. Rontgen foto abdomen
i. Tanda Spalding
Tanda Spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak yang
saling tumpang tindih (overlapping) karena otak bayi yang sudah
mencair, hal ini terjadi setelah bayi meninggal beberapa hari dalam
kandungan.
ii. Tanda Nojosk

Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling


melenting (hiperpleksi).

iii. Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.

iv. Tampak udema di sekitar tulang kepala

c. Pemeriksaan darah lengkap, jika dimungkinkan kadar fibrinogen (Achadiat


2004).

H. PENANGANAN KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN


Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, sebaiknya di observasi dahulu dalam
2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis. Selama observasi, 70-90 % akan terjadi persalinan
yang spontan (POGI, 2006).
Jika pemeriksaan Radiologi tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tandatandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna vertebralis, gelembung udara
di dalam jantung dan edema scalp. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk
memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak
ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang (POGI,
2006).
Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu di
dampingi oleh orang terdekatnya.Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir pervaginam.
Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan
dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil (POGI, 2006).
Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2
minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi (POGI, 2006).
Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan
aktif. Penanganan aktif dilakukan pada serviks matang, dengan melakukan induksi persalinan
menggunakan oksitosin atau prostaglandin. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks
dengan prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko
infeksi (POGI, 2006).

Mekanisme kerja kateter Foley adalah untuk membantu mematangkan serviks. Secara
teknis, kateter Foley ukuran no.18 dimasukkan hingga ke Ostium Uteri Internum, mengembangkan
balon kateter dengan aquadest 30 mL, dan mempertahankan selama 8 12 jam. Dari sini, akan
terjadi pemisahan antara selaput ketuban dengan Segmen Bawah Rahim. Hal ini akan menimbulkan
pelepasan lisosom oleh desidua basalis dan pelepasan enzim lithik fosfolipase yang akan membentuk
asam arakhidonat. Asam arakhidonat ini akan meningkatkan pembentukan prostaglandin, sehingga
serviks menjadi matang (Suparman, 2003 ; Nicholson, 2009).
Efek samping dari kateter Foley ini adalah demam intrapartum atau post partum, perdarahan
per vaginam pasca pemasangan kateter, KPD, prolapsus tali pusat, dan lain-lain (Nicholson, 2009).
Persalinan dengan sectio cesarea merupakan alternatif terakhir. Jika persalinan spontan
tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks
dengan misoprostol: Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam
(Gomes, 2003).
Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50mcg setiap 6
jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis. Jika ada tanda
infeksi, berikan antibiotika. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan
mudah pecah, waspada koagulopati (Dickinson, 2003).
Pemeriksaan patologi plasenta dapat dilakukan untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi (Gomes, 2003).

Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah diagnosis,
pasien belum ada tanda untuk partus, maka pasien harus dirawat agar dapat dilakukan induksi
persalinan. Induksi persalinan dapat dimulai dengan pemberian esterogen untuk mengurangi efek
progesteron atau langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amniotomi
(Gomes,2003).
Protokol untuk Pemeriksaan Bayi Lahir Mati
GAMBARAN UMUM

TALI PUSAT

Malformasi

Prolaps

Noda Kulit

Lilitan Leher

Derajat Maserasi

Hematoma atau striktur

Warna pucat, pletorik

Jumlah pembuluh darah

SELAPUT KETUBAN

Panjang

Ternoda

Cairan Amnion

Menebal

Warna : Mekonium, Darah


Konsistensi
Volume

Penanganan terhadap hasil konsepsi adalah penting untuk menyarankan kepada pasien dan
keluarganya bahwa bukan suatu kegawatan dari bayi yang sudah meninggal :
1. Jika uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan maka pengosongan uterus dilakukan dengan
suction curetase.
2. Jika ukuran uterus antara 12-28 minggu, dapat digunakan prostaglandin E2 vaginal supositoria
dimulai dengan dosis 10 mgc.

3. Jika kehamilan > 28 minggu dapat dilakukan induksi dengan oksitosin. Selama periode menunggu
diusahakan agar menjaga mental/psikis pasien yang sedang berduka karena kematian janin dalam
kandungannya.
I. PENCEGAHAN
Beberapa pencegahan yang dianjurkan dari beberapa pustaka yang adaa ntara lain sebagai
berikut (Silver, 2007) :

Memberikan nasehat pada waktu ANC mengenai nutrisi dan keseimbangan diet makanan

Hindari merokok, tidak meminum minuman beralkohol, jamu, obat-obatan dan hati-hati
terhadap infeksi yang berbahaya,

Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisi IUFD dan pemberian pengobatan

Mendeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distress,

Diberlakukannya tindakan Cut off untuk terminasi kehamilan.

J. KERANGKA TEORI
INTRA UTERINA FETAL
DEATH
(IUFD)

FAKTOR
JANIN

FAKTOR IBU

FAKTOR
PLASENTA

FAKTOR
RESIKO

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien merupakan G2P1A0 yang datang karena perdarahan dan
hipertensi. Hipertensi pertama kali di alami pasien pada saat umur kehamilan 21 minggu, dan
pasien di rawat di Rumah Sakit Panembahan Senopati pada 1 Oktober 2015 hingga 5 Oktober
2015. Sehingga pasien di diagnosis sebagai Preeklampsia Berat.
Preeklampsia Berat merupakan faktor resiko terjadinya kematian janin dalam
kandungan. Karena, pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah
akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan
dapat dicukupi. Aliran darah yang menurun ke plasenta akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin (Mochtar, 2004).
Pada pemeriksaan laboratorium, kita temukan leukositosis. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Benard J dkk., pada penelitian mereka didapatkan
peningkatan jumlah leukosit pada pre eklamsia ringan dan adanya peningkatan jumlah
leukosit yang signifikan pada preeklampsia berat di bandingkan kehamilan normal. Analisis
lebih lanjut menyebutkan terjadi peningkatan netrofil pada total keseluruhan dari peningkatan
leukosit pada pre eklamsia. Terjadinya leukositosis disebabkan karena adanya respon
inflamasi pada pre eklamsia berat. Apoptosis neutrophil yang terlambat menyebabkan
terjadinya respon inflamasi diketahui mempunyai peran penting menyebabkan leukositosis
pada preeklamsia berat. (Benard et al., 2009)

Pada hasil laboratorium juga ditemukan adanya proteinuria dan hipoalbuminemia. Hal
ini disebabkan karena pada preeklamsia dan eklamsia, penurunan laju filtrasi glomerulus
pada ginjal terjadi akibat spasme arteri renalis yang menyebabkan penyerapan terhadap

protein berkurang sehingga terjadi proteinuria, selanjutnya terjadi penurunan albumin serum
(hipoalbuminemia) sehingga tekanan hipovolemik intravascular akan berkurang.

Pada hasil USG di dapatkan gambaran plasenta letak rendah posterior. Dikutip dari
Prof. Sulaiman Sastrowinata. Obstetri Fisiologi. 1983. Bandung. Berdasarkan pendapat beliau
plasenta letak rendah (Low Lying Placenta) adalah tepi plasenta berada 3 4 cm diatas
pinggir pembukaan. Pada pemeriksaan dalam tidak teraba. Dan plasenta yang implantasinya
rendah tapi tidak sampai ke ostium uteri internum.
Pada terapi, dilakukan pemberian cairan kristaloid Ringer Laktat. Cairan kristaloid
merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang dapat
menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume pemberian lebih besar, onset
lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih sedikit dan harga lebih murah. Keunggulan
terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang
sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama
dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di
plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk
konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan
cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Pemberian obat antikejang pada preeklampsia bertujuan untuk mencegah terjadinya
kejang (eklampsia). Obat yang digunakan sebagai antikejang antara lain diazepam, fenitoin,
MgSO4. Berdasarkan buku Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten Tahun 2007, antikejang yang digunakan adalah MgSO4 yaitu dengan pemberian dosis
awal 8 gram IM (4 gram bokong kanan dan 4 gram bokong kiri) dengan dosis lanjutan setiap
6 jam diberikan 4 gram (Anonim, 2007).

Saat ini magnesium sulfat tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia. Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko
kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek Flusher (rasa panas).
Syarat pemberian MgSO4 yaitu reflek patella normal, frekuensi pernapasan >16 kali per
menit, harus tersedia antidotum yaitu Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan
intravena 3 menit. Pemberian MgSO4 harus dihentikan jika terjadi intoksikasi maka
diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc) dan setelah 24 jam pasca
persalinan (Anonim, 2007). Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka bisa
diberikan tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin (Prawirohardjo,
2008).
Untuk mengobati hipertensi, diberikan methyldopa sebagai obat anestesi yang bekerja
sentral dan dipertimbangkan sebagai agen utama untuk penanganan hipertensi dalam
kehamilan. Dosis yang digunakan yaitu 250 mg, sebanyak 2 atau 3 kali, dan dapat
ditingkatkan sampai 2 kali, dosis tidak boleh lebih dari 3 gram/hari. Dan Nifedipin sebagai
penyekat saluran kalsium (Ca antagonis) biasanya digunakan untuk keperluan tokolisis dan
penanganan hipertensi. Nifedipin bekerja dalam waktu 30-60 menit apabila diberikan per oral
dalam bentuk tablet atau kapsul. Pada umumnya dosis yang digunakan yaitu 10 mg oral
dalam 30 menit x 2 dosis: kemudian 10-20 mg peroral per 4-6 jam.
Pada pasien ini dilakukan induksi misoprostol yang bertujuan untuk mengeluarkan
konsepsi karena terjadi kematian janin dalam kandungan. misoprostol adalah obat yang
digunakan untuk pencegahan ulkus gaster akibat obat antiinflamasi non steroid, Secara far
makologis misoprostol adalah prostaglandin E1 sintetis analog (PGE1 analog). Misoprostol
tersedia hampir di semua Negara dalam sediaan tablet 100 atau 200 g.

Sebagai obat pematangan serviks dan induksi, dosis misoprostol yang digunakan
adalah dimulai dari dosis rendah sebesar 25 g setiap empat sampai enam jam, dimana dosis
lebih tinggi dihubungkan dengan hiperstimulasi. Pada kasus ini, yang wajib kita observasi
hanyalah kontraksi uterus, dan serviks juga dinilai bishop skornya secara regular. Jika
terdapat kontraksi uterus yang berlebihan, obat tokolitik dapat digunakan. Obat tokolitik yang
dapat digunakan antara lain nitrogliserin 50200 g intravena atau penggunaan dosis terukur
400 800 g sprey sublingual. Pada kasus ini, kehamilan sudah berumur 29 minggu, yaitu
sudah masuk trimester ke-3, sehingga dosis yang digunakan yaitu 25-50 g yang diberikal
secara peroral dan di ulang setiap 4 jam dengan maksimal pemberian sebanyak 6 kali.
Setelah bayi lahir, di dapatkan derajat maserasi 3, yaitu terjadi kira-kira 3 minggu
setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar
dan terdapat oedem dibawah kulit. Dan di dapatkan labiopalatoshcizis yang bisa di sebabkan
karena preeklamsia berat karena preeklamsia dapat menyebabkan kelahiran premature,
kelahiran bayi cacat atau perkembangan janin tidak sempurna.
Setelah persalinan pada kasus ini pasien mengalami retensio sisa plasenta. Retensio
sisa plasenta dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus dan sebab
villi korialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum (plasenta
akreta-perkreta), atau plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III.
(Muchtar, 2002). Sehingga pada pasien ini, dilakukan kuretase untuk penanganan retensio
sisa plasenta.
Pada pasien ini dilakukan terapi manajemen pada hipertensi hingga tekanan darah
pasien mencapai batas normal, dan proteinuria minimal +1. Terapi yang dilakukan yaitu

pemberian Amoxicillin 3 x 500mg, Asam Mefenamat 3 x 500mg, Metronidazole 3 x 500mg,


Methyldopa 3 x 250mg, Nifedipin 3 x 10mg dan SF 1 x 1 tab.

BAB V

KESIMPULAN

Pasien datang dengan perdarahan, hipertensi, dan merasa gerakan janin sudah tidak
ada.

Pasien didiagnosa mengalami pre eklamsia berat dengan tekanan darah 160/100 dan
proteinurin +3.

Hasil USG menunjukkan IUFD dan plasenta letak rendah posterior.

Bayi lahir perempuan, 750gr, PB: 33cm, maserasi derajat 3, labiopalatoshcizis.

Kuretase dilakukan atas indikasi retensio sisa plasenta sehari setelah bayi lahir
tepatnya pada tanggal 05/12/2015

Terapi setelahnya adalah


o Nifedipin 3 x 10mg
o Methyldopa 3 x 250mg
o Amoxicillin 3 x 500mg
o Asam Mefenamat 3 x 500mg
o SF 1 x 1 tab
o Metronidazole 3 x 500mg

Pasien pulang dalam kondisi sehat

DAFTAR PUSTAKA
1. Moctar,rustam. Sinopsis Obstetri ,EGC, Jakarta, 1998
2. Prawirobihardjo,sarwono,1999, Ilmu Kebidanan, edisi kedua,yayasan bina pustaka,
Jakarta
3. Taber Ben-Zion, Kedaruratan Obstetric dan Ginekologi, EGC,Jakarta,1994
4. http://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=938
5. http://obstetriginekologi.com/penyakit-penyakit-yang-dapat-mempengaruhikehamilan
6. http://obstetriginekologi.com/perkembangan-janin-dalam-kandungan
7. http://www.anak-ibu.com/panduan/tanda-tanda-dan-dampak-kematian-janin-dikandungan
8. http://www.google.co.id/imgres?
imgurl=http://www.pathguy.com/lectures/hydrops.jpg&imgrefurl=http://dokterrosfant
y.blogspot.com/2009/07/kematian-janin-dalam-kandungan-iufd.html
9. http://www.medical-journal.co.cc/2010/02/kematian-janin-dalam-kandungan.html

Anda mungkin juga menyukai