Makalah Akuntansi Syariah
Makalah Akuntansi Syariah
2012-12-160
2012-12-161
2012-12-162
2012-12-163
2012-12-164
2012-12-165
2012-12-160
2012-12-161
2012-12-162
2012-12-163
2012-12-164
2012-12-165
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................................i
Kata Pengantar..........................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................1
1.1 Manfaat Penulisan................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sumber Hukum Islam..........................................................5
2.2 Al-Quran..............................................................................6
2.3 As-Sunnah............................................................................7
2.4 Ijmak....................................................................................8
2.5 Qiyas....................................................................................
BAB III Penutup
3.5 Simpulan..............................................................................11
3.2 Saran.....................................................................................12
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Ayat ini ditujukan kepada orang yang beriman untuk menaati Allah
SWT, Rasul, dan pimpinan (Ulil Amri). Taat kepada Allah dilakukan
dengan cara mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah SWT
sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran. Taat kepada Rasul dilakukan
dengan cara mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasul secara AsSunnah. Taat kepada pimpinan (Ulil Amri) selama perintah pemimpin
tersebut tidak bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Selanjutnya, apabila manusia berselisih mengenai sesuatu,
penetapan hukum harus kembali kepada ketentuan Al-Quran dan AsSunnah. Ketetapan hkum ini dapat berupa Ijmak yaitu kesepakatan ulama
atau Qiyas yaitu dengan menganalogikan peristiwa yang ketetapan
hukumnya sudah ada.
Urutan prioritas pengambilan sumber hukum harus kembali pada
ketentuan Al-Quran dan As-Sunnah, Ijmak, dan Qiyas ialah apabila
terdapat suatu kejadian memerlukan ketetapan hukum, pertama-tama
hendaklah dicari terlebih dahulu didalam Al-Quran. Kalau ketetapan
hukumnya sudah ada di dalam Al-Quran, ditetapkan hukumnya sesuai
dengan ketentuan dalam Al-Quran tersebut.
Apabila rujukan untuk ketetapan hukum itu tidak ditemukan dalam
Al-Quran, barulah beralih meneliti As-Sunnah. Bila rujukan ditemukan di
dalam As-Sunnah, maka hukum ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam
As-Sunnah itu.
Bila rujukan tidak ditemukan dalam Al-Quran dan As-Sunnah, baru
dibolehkan merujuk kepada putusan dari para mujtahid yang menjadi
Ijmak (kesepakatan bersama) dari masa ke masa tentang masalah yang
sedang dicari hukumnya itu. Kalau ada, penetapan hukum merujuk kepada
Ijmak tersebut. Sekiranya tidak ditemukan rujukan Ijmak dalam masalah
tersebut, maka ditempuh Qiyas, yaitu usaha sungguh-sungguh dengan
jalan membuat analogi kepada peristiwa sejenis yang telah ada ketentuan
hukum (nash)-nya, sesuai dengan Hadis Rasululluah SAW.
Bagaimana caranya kamu memutuskan perkara yang dikemukakan
kepadamu? Kuhukumi dengan kitab Allah, jawabnya, Jika kamu
4. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). (QS An-Najm (53):4)
.....
...... pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai
agama bagimu....
Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah (ayat-ayat Makkiyah), sebagian
besar menerangkan tentang Akidah Islamiyah yaitu Al-Wahdaniyah (KeEsaan Tuhan), keimanan terhadap para malaikat, para nabi dan hari akhir. Di
dalam ayat-ayat Makkiyah ini juga terdapat bantahan terhadap orang-orang
musyrik, pemaparan ibarat menerangkan akibat orang-orang berbuat syirik
dan durhaka di beberapa negeri, dan mengajak kepada kebebasan berpikir dan
melepaskan dari apa yang dianut oleh orang tua dan nenek moyang mereka.
Ayat-ayat itu diturunkan sebelum peristiwa Hijrah dimana orang-orang Islam
masih dalam keadaan lemah, sehingga belum layak dibebani hukum-hukum
Islam.
Ayat-ayat yang turun di Madinah, mengandung hukum-hukum fikih,
aturan pemerintahan, aturan keluarga, serta aturan tentang hubungan antara
orang muslim dan non-muslim yang menyangkut perjanjian dan perdamaian.
Saat itu, Daulah Islamiyah telah terbentuk lengka dengan aparat
pemerintahannya, sehingga masyarakat siap dan mampu untuk memfungsikan
hukum-hukum tersebut.
Berdasarkan keterangan diatas, maka kita ketahui bahwa Al-Quran tidak
turun secara sekaligus melainkan secara berangsur-angsur, ada dua alasan
mengapa Al-Quran diturunkan secara berngsur-angsur selama 23 tahun (22
tahun 2 bulan 22 hari). Ada dua alasan mengapa Al-Quran diturunkan secara
berangsur-angsur.
10
manusia
umumnya,
sekaligus
menjelaskan
jalan
untuk
memahaminya. Disebut menguatkan hukum, karena ada ayat-ayat AlQuran diturunkan tepat pada waktu yang diperlukannya. Ketika terjadi
kasus/permasalahan, pada saat itu pula ayat Al-Quran turun menerangkan
hukumnya, sehingga kehadiran hukum di sini tepat pada saat-saat
dibutuhkan.
2. Untuk mentartilkan(membaca dengan benar dan pelan) Al-Quran,
kondisi umat saat Al-Quran diturunkan adalah ummy, yaitu tidak dapat
membaca dan menulis, sementara Allah SWt menghendaki Al-Quran dapat
dihafal dan diresapi agar secara berkesinambungan (mutawattir) tetap
terpelihara keasliannya (lestari) sampai hari kiamat. Turunnya Al-Quran
secara berangsur-angsur merupakan salah satu cara untuk itu, sehingga
memudahkan Nabi dan para sahabatnya untuk menghafalnya. (QS AlQiyaamah (75):19)
11
hafalan dan tulisan dari generasi ke generasi. Ini merupakan bukti nyata
dari firman Allah yang tertuang dalam QS Al-Hijr (15):9.
Sesungguhnya
Kami-lah
yang
menurunkan
Al
Quran,
dan
12
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka
menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
2. Kebenaran pemberitaan Al-Quran tentang keadaan yang terjadi pada
abad-abad yang silam. Kisah-kisah kaum Ad dan Tsamud, kaum Luth
dan kaum Nuh, kaum Nabi Ibrahim, tentang Musa beserta kaumnya,
kasus Firaun, tentang Maryam dan kelahirannya, kelahiran Yahya,
kelahiran Isa Al-Masih, dan sebagainya, yang semuanya benar dengan
kebenaran rasioanal.(QS Al-Ibrahim (14):9)
13
Kami
mengingkari
apa
yang
kamu
disuruh
menyampaikannya (kepada kami), dan Sesungguhnya Kami benarbenar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang
kamu ajak Kami kepadaNya".
3. Pemberitaan Al-Quran tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa
yang akan datang juga merupakan kebenaran yang tidak terbantahka.
Misalnya, pemberitaan Al-Quran mengenai kekalahan bangsa Persia
setelah lebih dulu bangsa Romawi kalah (QS Ar-Ruum (30);1-5).
14
yang
15
16
17
18
bukan dengan sebagian dan mengingkari sebagian yang lain (QS AlBaqarah (2):208).
208. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Mencari dan mengembangkan harta benda dan kekayaan
diperbolehkan dalam islam, sepanjang hal itu dilaksanakan dalam koridor
yang benar dan halal yaitu melalui pekerjaan dan atau perniagaan halal
yang saling rela.
Al-Quran menyuruh untuk menghadirkan saksi yang jujur pada
akad transaksi (QS Al-Baqarah (2);208), dan jika akad tersebut
ditangguhkan
pembayarannya,
maka
hendaklah
ditulis,
untuk
19
20
21
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
dan
janganlah
penulis
enggan
menuliskannya
sebagaimana
Allah
22
23
1.3 As-Sunnah
As-Sunnah ialah ucapan (qauliyah), perbuatan (filiyah), serta ketetapanketetapan (taqririyah) Nabi Muhammad SAW yang merupakan sumber
hukum Islam kedua setelah Al-Quran.
Dalam banyak hal, Al-Quran baru menjelaskan prinsip-prinsip umum yang
bersifat global dan universal. Oleh karena itu, salah satu fungsi As-Sunnah
adalah untuk menjelaskan dan menguraikan secara lebih terinci prinsipprinsip yang telah disebutkan dalam Al-Quran dengan contoh-contoh
aplikatif.
Selain itu, As-Sunnah bisa juga membatasi ketentuan Al-Quran yang
bersifat umum, dan bahkan bisa menetapkan hukum yang tidak ada dalam AlQuran.
24
Salah satu contoh ucapan Nabi Muhammad SAW yang dijadikan sumber
hukum Islam adalah sabda beliau yang memerintahkan untuk mulai puasa
Ramadan
ketika
masuk
tanggal
Ramadan
dan
berhenti
puasa
.
Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.
Contoh ketetapan Nabi Muhammad SAW yang di jadikan sumber hukum
Islam adalah pembenaran oleh Rasul terhadap tindakan salah seorang sahabat
yang bertayamum, karena tidak menemukan air untuk mengerjakan shalat
kemudian menemukannya setelah shalat.
Berita tentnag ucapan (qauliyah), perbuatan (filiyah) serta ketetapanketetapan (taqririyah) Nabi Muhammad SAW disebut hadis. Sebuah hadis
(Nurcholish Madjid, et all 2001) mengandung 3 (tiga) elemen, yaitu rawi,
sanad, dan matan. Rawi adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan
hadis yang didengarnya dari seseorang atau dari gurunya. Sanad adalah
urutan para rawi yang menyampaikan hadis, mereka yang mengantarkan kita
sampai kepada matan atau teks hadis.
Berbeda dengan Al-Quran yang telah ditulis pada masa Nabi, hadis lebih
banyak dihafal daripada ditulis. Bahkan pada awalnya, Rasul melarang para
sahabat untuk mencatat hadis, karena khawatir tercampur dengan Al-Quran.
Izin penuliasan hadis hanya diberikan kepada sahabat tertentu seperti
Abdullah bin Amr. Rasul juga meminta orag yang mendengarkan hadis untuk
menyampaikan dengan teliti dan jujur kepada orang lain, seperti yang tertulis
dalam hadis mutawattir berikut ini:
... semoga Allah mencerahkan seseorang yang mendengarkan perkataanku
kemudian dia memahaminya dengan baik dan menyampaikan sebagaimana
yang ia dengar. Boleh jadi orang yang menerima (penyampaian) itu lebih
memahami daripada oarang yang mendengarnya...
25
cacat
dan tidak
26
adalah
benar-benar
kezaliman
yang
besar."
(QS
Luqman(31):13)
27
di atas,
.....
28
....Maka
dirikanlah
shalat
itu
(sebagaimana
biasa).
.....
....
29
........
3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,
yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam
binatang
buas,
kecuali
yang
sempat
kamu
30
80. Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati
Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka[321]. (QS An-Nisaa
(4):80)
Rasulullah SAW telah memberikan contoh dan teladan, bagaimana cara
shalat yang bena, bagaimana masuk kamar mandi, bagaimana keluar dari
kamar mandi, bagaimana berdagang, bagaimana maakan, bagaimana
memimpin perang, bagaimana menjadi kepala negara yang baik, bahkan juga
bagaimana menjadi suami dan kepala rumah tangga yang baik.
Konsekuensi ketaatan kepada Rasul adalah dengan mengimani dan
membenarkan apa yang dikabarkannya, mengagungkan dan membelanya,
memperbanyak salawat, serta menghidupkan sunnahnya. Oleh karena itu,
seorang muslim perlu melengkapi rujukan sumber hukum Al-Quran sebagai
rujukan dengan As-Sunnah.
31
1.4 IJMAK
Ijma m e n urut bahasa, artin ya : sepakat, setuju, atau
sependapat. Sedan gkan m e nu rut istilah, Ijmak adalah kesepakatan
para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW, terhadap
hukum syara yang bersifat praktis (amaly), dan merupakan sumber hukum
Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah. Dalil yang menjadi dasar
Ijmak adalah sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
Apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut pandangan
Allah SWT juga baik.
Umatku tidak akan bersepakat atas perbuatan yang sesat.
Ingatlah, barang siapa yang ingin menempati surga, maka bergabunglah
(ikutilah) jamaah. Karena syaithan adalah bersama orang-orang yang
menyendiri. Ia akan lebih jauh dari dua orang, daripada dari seorang yang
menyendiri. (HR. Umar bin Khattab)
Jumhur ulama berpendapat, bahwa alasan dapat digunakannya Ijmak
sebagai sumber hukum Islam, adalah sebagai berikut. (Zahroh, 1999)
1. Hadis-hadis yang menyatakan umat Muhammad tidak akan bersepakat
terhadap kesesatan. Apa yang menurut pandangan kaum muslimin
baik, maka menurut Allah SWT juga baik. Oleh karena itu, amal
perbuatan para sahabat yang telah disepakati dapat dijadikan
argumentasi (hujjah).
2. Mengikuti jalan akidah orang orang bukan mukmin adalah haram,
karena menentang Allah SWT dan Rasul, diancam neraka jahanam.
Mengikuti pendapat orang mukmin, berarti mengikuti sesuatu yang
ditetapkan berdasarkan Ijmak. Dengan demikian, Ijmak dapat
dijadikan hujjah yang dapat digunakan untuk menggali hukum sayra
(istimbath) dari nash-nash syara.
A. Tingkatan Ijmak
Menurut Imam Syafii tingkatan, Ijmak adalah sebagai berikut.
1. Ijmak Shahih ialah jika engkau atau salah seorang ulama
mengatakan, hukum ini telah disepakati, maka niscaya setiap
ulama yang engkau
engkau katakan.
32
33
34
Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau
penyamaan sesuatu dengan sejenisnya. Sedangkan menurut terminologi,
definisi qiyas secara umum adalah suatu proses penyingkapan persamaan
hukum suatu kasus yang tidak disebutkan dalam suatu nash baik dalam AlQuran dan As-Sunnah dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash
karena ada kesamaan dalam alasannya (illat), (Syafiie, 2007). Hal ini sesuai
dengan (QS. Al-Hasyr (59):2)
.........
... Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orangorang yang mempunyai wawasan...
Pelajaran adalah qiyaslah keadaanmu dengan apa yang terjadi.
Proses qiyas untuk suatu kasus yang akan dicari hukumnya adalah dengan
mencari nash hukum yang jelas untuk kasus tertentu, setelah itu para
mujtahid akan mencari llat untuk kasus yang akan dicari hukumnya. Jika
ditemukan adanya llat maka mujtahid dapat menggunakan ketentuan hukum
yang sama untuk kedua kasus tersebut, sedangkan jika tidak ditemukan llat
maka akan dicari hukum pokok (ashl).
Mengenai qiyas ini, Imam Syafii mengatakan: setiap peristiwa ada
kepatian hukum dan umat Islam wajib melaksankannya. Akian tetapi, jika ada
ketentuan hukumnya yang pasti, maka harus dicari pendekatan yang sah,
yaitu dengan ijtihad, melalui qiyas.
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab pernah berkata kepada Nabi
SAW;
Hai Rasulullah, aku melakukan sesuatu perbuatan yang besar, mencium
(istri) dan saya dalam keadaan berpuasa. Lantas Rasulullah berkata
kepadaya: berikanlah jawaban kepadaku, bagaimana seandainya kamu
berkumur dengan air, sedang kamu dalam keadaan berpuasa? Umar
menjawab: tidak mengapa! kemudian Rasulullah bersabda: lanjutkan
puasamu.
35
36
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan
Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.(QS 4:59)
Ayat diatas menjadi dasar hukum qiyas, maksud adri ungkapan kembali
kapada Allah SWT dan Rasul (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah
perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan; apa sesungguhnya
yang dikehendaki Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan
mencari illat. Hukum yang dinamakan qiyas.
Ketetapan hukum berdasarkan alasannya (illat) tersebut merupakan
isyarat Al-Quran tentang keharusan menggunakan qiyas dalam kasus-kasus
yang tak ada nashnya. Apabila tidak dipahami demikian, maka perintahperintah Allah SWT tidak menghendaki hal ini. Oleh karena itu, kita wajib
menganalogikan sesuatu yang tak ada dalil hukumnya dengan sesuatu yang
ada nash hukumnya. Nash-nash hukum itu sendiri mengandung isyarat
tentang tujuannya yang umum dan khusus yang menjadi dasar qiyas.
Dari keempat sumber hukum tersebut di atas, Al-Quran merupakan sumber
hukum yang pasti karena tidak perlu metode khusus untuk mengatakan ia
adalah sumber hukum yang harus diikuti seorang muslim, sedangkan untuk
As-Sunnah, penetapan agar ia menjadi sumber hukum juga tidak diperlukan
metode khusus, kecuali memerlukan penggolongan hadis berdasarkan
perawinya seperti yang telah disebutkan di atas. Untuk Ijmak dan Qiyas telah
dikembangkan metodologi baku untuk menetapkan suatu hukum yang disebut
37
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sumber hukum islam merupakan dasar atau referensi untuk menilai
apakah perbuatan manusia sesuai dengan syariah (ketentuan yang
digariskan oleh Allah SWT) atau tidak. Sumber hukum islam ada 4
(empat), yaitu Al-Quran, As-Sunnah, Ijmak, Qiyas.
Keempat hal tersebut disusun berdasarkan urutan kekuatannya
sebagai sumber hukum, di mana Al-Quran menjadi sumber hukum yang
utama, diikutu dengan As-Sunnah dan selanjutnya. Dengan demikian
untuk mneyatakan bahwa suatu aktivitas/amal perbuatan manusia
dikatakan sesuai dengan syariah atau tidak, dibolehkan atau dilarang,
halal atau haram, baik atau buruk akan mengacu pada 4 hal tersebut.
Hukum-hukum Al-Quran bersifat abadi, melintasi zaman, tempat
dan budaya. Dengan mekanisme penetapan hukum yang harus dilalui
seperti yang telah dijelaskan diatas akan menjaga keaslian dan
keotentikan ajaran Islam. Misalnya dalam ritual ibadah sholat dari zaman
Rasul SAW sampai sekarang tetap sama, siapapun yang melakukannya
dan di manapun ia berada, tidak tunduk pada budaya atau perkembangan
zaman.
38
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaanya dan adapun kelemahan-kelemahan dari penulis dalam
penulisan makalah ini, baik itu kurangnya fasilitas yang mendukung seperti
buku-buku referensi yang begitu terbatas dalam menjamin penyelesaian
penulisan makalah ini sehingga kritik dan saran yang bersifat konstruktif baik
itu dari bapak dosen maupun dari rekan-rekan mahasiswa/mahasiswi
sangatlah diharapkan untuk membantu proses penulisan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri dan Wasilh. 2013. Akuntansi Syariah Di Indonesia Edisi 3.
Salemba Empati:Jakarta